Media Dan Propaganda

15
Media dan Propaganda Shefti L. Latiefah 1 Definisi Propaganda Propaganda, dilihat dari perspektif modern, mengimplikasikan sesuatu yang buruk. 2 Sebagian mengatakan propaganda menyebabkan peperangan, sebagian lain berpendapat, propaganda itu lebih kejam dari perang itu sendiri. Propaganda mendorong seseorang untuk berpikir dan berbuat hal yang bahkan belum kita pikirkan sebelumnya. Propaganda mengaburkan pemahaman seseorang dengan menyediakan lapisan-lapisan yang terdistorsi. Oleh karena itu, propaganda menjadi musuh pemikiran independen dan merupakan manipulator yang tak dikehendaki dan mnggangu dalam aliran informasi-bebas. Selain itu, propaganda juga menghendaki adanya kemenangan emosi. Dengan dalih perjuangan birokratis, penguasa mengontrol individu lewat propaganda. Dalam bukunya, Taylor menyebutkan, propaganda adalah suatu trik kotor yang dimanfaatkan oleh “pembujuk tersembunyi”, “manipulator pikiran”, ataupun “pencuci otak”. Taylor mencontohkan Goebbels yang menyukseskan propaganda Nazi. Richard Alan Nelson menyebut propaganda itu didefinisikan sebagai formasi sistemik dari persuasi yang bertujuan untuk memengaruhi 1 Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Media Studies, NIM. 208 000 039 2 Lih. Phillip M. Taylor. Munition of Mind, Manchester University Press, USA, 2003, hlm. 1. 1

Transcript of Media Dan Propaganda

Page 1: Media Dan Propaganda

Media dan Propaganda

Shefti L. Latiefah1

Definisi Propaganda

Propaganda, dilihat dari perspektif modern, mengimplikasikan sesuatu yang buruk.2 Sebagian

mengatakan propaganda menyebabkan peperangan, sebagian lain berpendapat, propaganda itu

lebih kejam dari perang itu sendiri. Propaganda mendorong seseorang untuk berpikir dan berbuat

hal yang bahkan belum kita pikirkan sebelumnya. Propaganda mengaburkan pemahaman

seseorang dengan menyediakan lapisan-lapisan yang terdistorsi. Oleh karena itu, propaganda

menjadi musuh pemikiran independen dan merupakan manipulator yang tak dikehendaki dan

mnggangu dalam aliran informasi-bebas. Selain itu, propaganda juga menghendaki adanya

kemenangan emosi. Dengan dalih perjuangan birokratis, penguasa mengontrol individu lewat

propaganda. Dalam bukunya, Taylor menyebutkan, propaganda adalah suatu trik kotor yang

dimanfaatkan oleh “pembujuk tersembunyi”, “manipulator pikiran”, ataupun “pencuci otak”.

Taylor mencontohkan Goebbels yang menyukseskan propaganda Nazi.

Richard Alan Nelson menyebut propaganda itu didefinisikan sebagai formasi sistemik dari

persuasi yang bertujuan untuk memengaruhi emosi, sikap, opini, dan aksi yang targetnya spesifik

untuk tujuan ideologi, politik, dan komersial melalui transmisi terkontrol pesan yang disampaikan

melalui media massa maupun kanal media lainnya. Sedangkan, Garth Jowett dan Victoria

O’Donnell sendiri memiliki anggapan bahwa propaganda adalah usaha yang disengaja dan

sistemik untuk membentuk persespsi, memanipulasi kognisi, dan menyetir tindak-tanduk

seseorang untuk meraih respon yang dinginkan oleh propagandis.3 Definisi ini fokus terhadap

proses komunikasinya. Dalam proses tersebut, propaganda kemudian dianggap sebagai sesuatu

yang netral, dapat dipandang positif atau negatif berdasarkan perpektif masing-masing.

Propaganda merupakan daya penarik untuk emosi, bukan intelektual yang menggunakan teknik

iklan dan hubungan masyarakat. Oleh karena itu, propaganda dapat mempromosikan produk

1 Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Media Studies, NIM. 208 000 0392 Lih. Phillip M. Taylor. Munition of Mind, Manchester University Press, USA, 2003, hlm. 1.3 Dikutip dari www.wikipedia.com, dengan catatan: Garth Jowett and Victoria O'Donnell, PROPAGANDA AND PERSUASION, 4th ed. Sage Publications, p.7

1

Page 2: Media Dan Propaganda

komersial ataupun membentuk persepsi organisasi, orang, atau merk tertentu, meski pada era

pasca-PD II, penggunaan propaganda lebih merujuk pada teknik mempromosikan ide-ide.

Penolakan fenomena atas propaganda serta-merta dilihat dalam politik sebagai substitusi atas

pemasaran politik dan disain yang lain untuk propaganda politis.

Propaganda juga memiliki persamaan dalam kampanye informasi publik oleh pemerintah, yang

ditujukan untuk mendorong maupun mengecilkan semangat beberapa bentuk kelakuan (seperti

menggunakan sabuk pengaman, tidak merokok, dan lain-lain). Lagi-lagi, penekanan propaganda

lebih kearah politis. Dengan menggunakan berbagai kanal media seperti leaflet, poster, TV, radio

dan semacamnya.

Teori jurnalistik pada umumnya berpegang pada objektivitas berita. Memberikan informasi yang

akurat pada khalayaknya. Di lain pihak, iklan berevolusi dari komersial tradisional, menjadi iklan

yang juga menyertakan tipe berita berupa artikel bayaran, atau disamarkan sebagai berita dalam

siaran tertentu. Hal ini secara umum menampilkan isu dengan sangat subjektif dan lebih mengarah

pada persuasi daripada menginformasi. Normalnya, teknik propaganda yang digunakan tidak

kentara dan tidak lebih jelas dari iklan tradisional. Jika, khalayak percaya bahwa tayangan iklan

bayaran yang dilihatnya itu bagian dari berita, maka, pesan dalam iklan tersebut lebih dapat

dipercaya dan terinternalisasi dengan cepat.

Propaganda dapat diklasifikasikan menurut sumber dan asal pesan. Propaganda putih secara umum

berasal dari sumber yang teridentifikasi dan dikarakteristikkan dengan metode persuasi yang lebih

jujur, seperti teknik standar hubungan masyarakat dan presentasi argumen secara sepihak.

Propaganda hitam teridentifikasi seperti dari satu sumber, tapi ternyata dari sumber lain. Hal ini

umumnya untuk menyamarkan asal dari propaganda tersebut, dapat didapat dari musuh negara

tersebut atau dari organisasi yang memiliki citra buruk di masyarakat. Sedangkan, propaganda

abu-abu adalah propaganda yang tanpa sumber atau penulis yang teridentifikasi.

Teori-teori Propaganda

Media, selain sebagai sarana hiburan, juga memiliki fungsi politik. Media dapat menjadi per-

panjangan kemampuan individu untuk mengobservasi dan memelajari pengalaman dan opini orang

lain.4 Tambahan informasi ini akan diadaptasi secara attitude (sikap) dan kemudian dijadikan

4 Lih. George Comstock. The Psychology of Media and Politics. Elsevier Academic Press, USA, 2005, hlm. 217.2

Page 3: Media Dan Propaganda

behavior (tindak-tanduk). Sikap, maksudnya adalah kecenderungan tentang hal-hal seperti

kepercayaan, persepsi dan nilai. Tindak-tanduk, yang akan lebih difokuskan dalam pembahasan

Comstock, adalah tentang konsumsi dan aspek sosialisasi: peran jender dan agresi.

Ketika ditanya motif yang mendasari seseorang untuk menonton televisi, banyak yang berpendapat

bahwa media membantu mereka memelajari dan membuat mereka tetap siaga akan hal-hal yang

terjadi di sekitar mereka (Albarran & Umphrey, 1993; Harwood, 1997).5 Media, disisi lain, juga

merekonstruksi hubungan sosial di masyarakat. Pendefinisian umum yang ada, kemudian

diperkuat lagi oleh media. Representasi norma juga ditayangkan, yang kemudian mengabsahkan

bahwa terdapat beberapa hal yang benar, berharga, dan diterima secara sosial. Media menyediakan

ruang bagi individu untuk memonitor kehidupan di sekitar mereka. Inilah yang dinamakan sebagai

fungsi surveillance (pengawasan) dari media massa.

Comstock menjabarkan beberapa aspek yang memengaruhi propaganda oleh media, tiga aspek

utamanya adalah pengaruh sosial, perilaku konsumen, sosialisasi. Pembahasana pertama,

mengenai perubahan sosial menyangkut dua teori dasar, yakni teori perbandingan sosial dan teori

identitas sosial.

A. Pengaruh Sosial

Teori perbandingan sosial adalah teori yang mendeskripsikan kecenderungan individu yang

membandingkan diri mereka dengan orang lain dan melihat refleksi atas diri mereka. Biasanya,

upaya ini dilakukan untuk menyokong keadaan yang diinginkan. Misalnya, ketika seseorang ingin

melihat dirinya sebagai orang pandai, ia akan membandingkan dirinya dengan orang yang tidak

pandai, dst. Sedangkan, Teori Identitas sosial ialah teori yang memfokuskan pengaruh grup

terhadap perkembangan individu.

Teori ini menyangkut konsep diri seseorang yang lebih condong untuk mengkategorikan diri

mereka terhadap grup tertentu dan merasa antipati terhadap grup lain di luar diri mereka. 6

Misalnya, seseorang akan lebih merasa dirinya sebagai “Orang Indonesia” daripada “Orang

pintar”. Hal ini sejalan dengan pendefinisian dari Tajfel (1978)7 bahwa identitas sosial adalah

5 ? Ibid6 Ibid, hlm. 2237 Ibid, hlm. 224

3

Page 4: Media Dan Propaganda

bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuan akan keanggotaan dari grup sosial

bersamaan dengan nilai dan signifikansi yang melekat pada keanggotaan tersebut.

B. Tindak-tanduk Konsumen

Pembahasan selanjutnya adalah tentang tindak-tanduk konsumen. Individu mengkonsumsi barang

dan jasa tiap harinya. Prasaratnya adalah keputusan untuk membeli sebuah produk atau melakukan

transaksi jasa. Merk, biasanya memiliki peran penting karena ia yang menyebabkan timbulnya

persepsi atas kualitas dan kecocokan. Seperti ketika memutuskan sesuatu yang kompleks

misalnya, membeli mobil hingga sesuatu yang simpel seperti mengambil permen karet yang

tersedia di kasir. Konsumen selalu memilih barang dan jasa yang sesuai dengan minat dan

kemampuan mereka. Model populer untuk memengaruhi tindak-tanduk konsumen adalah

“Marketing 4P” oleh McCarthy. Model 4P itu adalah Price, Product, Placement, dan Promotion.

Menurut McCarthy, model tersebut dapat mempengaruhi konsumen hingga memutuskan untuk

melakukan pembelian. Selain itu, Comstock menambahkan “P” kelima yang menurutnya juga

penting, yakni people. Penggambaran people yang terpuaskan dan menikmati produk barang atau

jasa menimbulkan perhatian lebih oleh khalayak media massa. Tentu saja hal ini juga mening-

katkan tingkat penjualan.

Sayangnya, kelicikan marketing tidak habis-habis. Penggunaan model tidak terbatas hanya untuk

mengiklankan produk, tapi lebih kearah preferensi model menggunakan produk tersebut di

berbagai event: acara TV, talk show, dan sebagainya. Tampilan seperti ini, secara tidak langsung

memersuasi konsumen untuk menggunakan apa yang mereka pakai. Strategi ini dinamakan

product placement.

Selain model 4P tadi, perhatian terhadap grup rujukan juga penting. Grup tersebut merupakan

kumpulan dari individu yang memiliki kesamaan minat dan kepentingan. Ketika produsen

mendekati grup rujukan dan melancarkan strategi marketing, maka, individu dalam grup tersebut

akan saling menyebaran informasi dan mempromosikan secara sadar ataupun tidak sadar pada

anggota yang lain. Selain dengan pendekatan terhadap grup rujukan tadi.

Cara lain yang dapat digunakan dalam propaganda marketing adalah dengan mempekerjakan

endorser untuk mempromosikan barang/ jasa. Startegi ini menjadi penting sejak pencitraan

semakin berjaya. Endorser dapat berupa selebritis, tokoh masyarakat, maupun orang awam

4

Page 5: Media Dan Propaganda

sekalipun untuk mencitrakan produk yang dipromosikan. Children dan Rao8 menjelaskan bahwa

refleksi dari penggunaan endorser dapat menembus benak individu yang mengaguminya, sehingga

dapat memengaruhi penyerapan informasi, menentukan sikap dan kemudian merangsang calon

pembeli untuk melakukan pembelian.

C. Standar

Aspek lain yang memengaruhi tindak-tanduk konsumen adalah standar dan mode. Standar yang

dimaksudkan disini adalah bagaimana individu memandang sesuatu berdasarkan apa yang

digambarkan di masyarakat. Dari sini kemudian produsen menciptakan pencitraan (lewat media)

untuk mempromosikan produknya. Karena standar berhubungan dengan orang lain, maka

perbandingan sosial kembali digunakan. Produsen menciptakan pencitraan yang melahirkan

perbandingan sosial tingkat atas. Dengan menjejali khalayak dengan barang-barang mewah dan

endorser kelas atas, produsen ingin mengkonstruksikan pemikiran khalayak bahwa untuk dapat

menjadi bagian dari kelas atas, maka, mereka harus membeli produk tersebut.

Perbandingan lainnya, yakni, perbandingan tingkat bawah mengkonstruksikan pemikiran

masyarakat tentang tidak enaknya menderita hal-hal yang dialami masyarakat yang ada di kelas

bawah, semisal sakit, tidak populer, dan masih banyak lagi. Sehingga, untuk menghindari hal itu,

mereka harus membeli produk tertentu.

Standarisasi yang diciptakan produsen melalui media cukup ampuh dalam memengaruhi perilaku

konsumen. Mode pun tak kalah marketable. Deretan merk terkenal seperti Burburry, Louis

Vuitton, Gucci, Bosch, Adidas, dan masih banyak lagi menciptakan kelas sosial tersendiri bagi

penggunanya. Khalayak tidak hanya membutuhkan media sebagai hiburan dan saran memperoleh

informasi saja, namun juga demi mengikuti tren mode yang, menurut produsen, pangsa pasarnya

sangat menguntungkan.

Dalam propaganda media, titik fokusnya tidak hanya terletak pada promosi untuk meningkatkan

penjualan. Media, juga memengaruhi relasi sosial khalayaknya. Khalayak melakukan pengamatan

atas norma, opini yang berkembang di masyarakat dan apa saja yang terjadi di dunia sekitar

mereka melalui media. Oleh karena itu, media memiliki peranan penting dalam membentuk opini

publik dalam berprasangka dan bertindak.

8 Ibid, hlm. 2325

Page 6: Media Dan Propaganda

Media, Propaganda dan Masyarakat

Di era propaganda, hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengidentifikasikan propaganda itu

sendiri. Propaganda dapat digunakan untuk hal baik maupun buruk, seperti hanya bentuk dari

komunikasi. Namun, pengaruhnya yang mudah menyebar dalam masyarakat kontemporer adalah

refleksi, bukan hanya karena keberagaman media, namun juga pluralitas mediatornya yang

membuat kita berpikir, dan berbuat sesuatu untuk yang merujuk pada keinginan mereka.

Keinginan itu mungkin saja sesuai dengan keinginan kita. Jika memang demikian, maka, kita tidak

melabelnya sebagai propaganda. Hal itu menjadi sistem nilai dan kebenaran bersama.

Sebenarnya, propaganda berbicara tentang pihak. Seperti yang tadi dijelaskan, sesuatu akan dicap

sebagai propaganda apabila tidak berada di pihak kita. Lipmann9 menganalisis bahwa, media

memiliki peran sebagai mesin propaganda pemerintah. Pada masa pemerintahan otoriter, mungkin

hal ini memang terjadi, namun, ketika media sudah berada pada era demokrasi, maka, model

analitis yang lebih relevan adalah model propaganda yang dibentuk oleh Herman dan Chomsky,

disebut “Manufacturing Consent”.

Para sarjana kekirian itu memperkenalkan model propaganda yang menganalisis bias sistemik

dalam media di Amerika dengan faktor-faktor yang menetukannya. Faktor-faktor tersebut adalah:

(1) peningkatan konsentrasi kepemilikan media oleh grup tertentu yang lebih tertarik pada

keuntungan ketimbang penyampaian informasi pada publik. (2) peningkatan ketergantungan media

pada revenue iklan. (3) ketergantungan media pada narasumber, Karena posisi narasumber yang

penting, narasumber bisa mengontrol isi berita. (4) Flak, atau, respon negatif terhadap media. (5)

anti-komunisme. Faktor-faktor berikut inilah yang menurut mereka memarjinalisasi suara-suara

alternatif dan membuat kepentingan-kepentingan tertentu melakukan akses sesuai keinginan

mereka pada media massa.

Hal ini seperti yang kita ketahui dalam praktek bermedia di Indonesia. Model propaganda Herman

dan Chomsky itu memang terjadi sehingga menyebabkan publik mendapat informasi terbatas,

dikarenakan, peliputan di media yang terfilter oleh lima faktor tadi. Misalnya, ketika kasus kisruh

yang terjadi di TPI. Hampir mustahil, RCTI atau majalah Trust untuk memberikan berita yang

obyektif ketika ribut-ribut mengenai sengketa saham TPI antara Siti Herdiyanti Rukmana (Tutut) 9 Lih. Phillip M. Taylor, Op. Cit, hlm. 323

6

Page 7: Media Dan Propaganda

dan Hary Tanusoedibjo.10 Karena memang, menyangkut sang pemilik media, Hary Tanusoedibjo.

Terkonsentrasinya kepemilikan media di Indonesia, tidak diragukan lagi, menyebabkan para

pemilik dapat mengontrol konten media tersebut dan tidak beragamnya konten media.

Kemudian, ketika menilik Propaganda birokratis, yang sangat terkenal, tidak dipungkiri, berasal

dari Nazi Jerman. Propaganda di negara tersebut diproduksi oleh kementrian penerangan publik

dan propaganda, Joseph Goebbels. Kecanggihan Goebbels adalah, setelah dia diangakat menjadi

menteri, seluruh jurnalis, penulis, dan seniman harus mendaftarkan dirinya dan berada dibawah

naungan kementrian tersebut, yang juga menguasai pers, seni, musik, bioskop, film,

kesusasteraan, dan radio.

Nazi percaya bahwa propaganda merupakan alat penting untuk mencapai tujuan mereka.

Pemanfaatan media dalam menyebar propaganda tersebut, dinilai sangat signifikan. Oleh karena

itulah, Goebbels dan Hitler sering bertemu untuk mendiskusikan berita yang akan terbit. Nazi juga

menerbitkan buku dan membuat film untuk menyebarkan ideologi mereka.

Media massa merupakan instrumen efektif dalam penyebaran propaganda, terutama jika dilihat

dari model yang diusung oleh Herman dan Chomsky tadi. Ternyata, tidak hanya media massa,

media seperti internet pun tidak lepas dari penyebaran propaganda. Derasnya arus informasi yang

tersebar di internet menyebabkan Pemerintah China membangun firewall untuk melindungi

penduduknya.11 Peningkatan pengguna media internet, terlebih dalam hubunganya dengan sistem

politik seakan mengabsahkan keberadaannya. Pemerintah Amerika sengaja membuat internet

sebagai mesin propaganda. Internet, selain sebagai sarana berpolitik, juga dipergunakan sebagai

praktek marketing.

Tidak hanya di Amerika, di Indonesia, keberadaan media semacam internet juga memberikan

kontribusi besar terhadap propaganda. Seperti yang disebutkan oleh Jowet dan O’Donnell12 bahwa

propaganda bisa negatif dan positif, tergantung perspektif yang menilainya, internet kemudian

menjadi media propaganda yang sangat efisien. Melalui internet, pembebasan Bibit-Chandra

menjadi lebih capat, dan, melalui propaganda internet pulalah, tuntutan hukum pada Prita

Mulyasari oleh RS. Omni Internasional dicabut, Prita juga mendapat dukungan penuh dari publik

10 Dikutip dari presentasi mata kuliah Ekonomi Politik, Eriyanto, Varian Dalam Pendekatan Ekonomi Politik (1): Instrumentalis, 201011 Ibid12 Lih. Hlm. 1

7

Page 8: Media Dan Propaganda

dengan pengumpulan koin yang dimaksudkan untuk membayar denda, namun, ternyata denda

tersebut juga dihapuskan oleh RS. Omni.

KESIMPULAN

Propaganda, meski sering ditujukan untuk hal yang negatif, namun, ternyata propaganda juga

dimaksudkan untuk hal yang positif. Misalnya, propaganda untuk selalu menggunakan sabuk

pengaman, tidak merokok, ataupun menggunakan KB. Hanya karena propaganda pernah sangat

sukses ketika masa kepemimpinan Nazi oleh Hitler, akhirnya, propaganda dipandang sebagai

kegiatan negatif yang memaksakan ideologi pada seseorang. Dalam bahasa Inggris, propaganda

sebenarnya bermakna netral, mendeskripsikan diseminasi atas informasi yang mendukung sebab-

sebab tertentu. Sekitar di abad 20, entah bagaimana, terminologi tersebut menjadi negatif di negara

barat. Menurut mereka, terminologi tersebut merepresentasikan diseminasi yang disengaja, yang

biasanya tidak benar, memaksa untuk mendukung atau membenarkan aksi politis atau ideologi

tertentu.

Teori-teori propaganda yang sudah dibahas menyangkut teori pengaruh sosial yang menjelaskan

teori perbandingan sosial dan teori identitas sosial. Kedua teori tersebut menggambarkan

kecenderungan seseorang membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain untuk

mengintrospeksi diri masing-masing. Dalam konteks propaganda, teori ini memungkinkan

tersebarnya paham dan keyakinan tertentu ketika hal tersebut memang didukung oleh masyarakat

dominan. Teori lain yakni, tentang tindak-tanduk konsumen. Propaganda tidak selamanya politis

yang birokratis. Propaganda juga digunakan dalam praktek marketing. Pemberian pengaruh supaya

melakukan pembelian dalam praktek marketing, diperkenalkan oleh McCarthy, dengan model

4Pnya (Price, Product, Placement, dan Promotion).

Masih dalam konteks propaganda dalam bidang marketing, teori lainnya yakni tentang

standarisasi. Dengan menetapkan standar, para kapitalis akan berhasil memengaruhi tindak-tanduk

konsumen hanya dengan persepsi mereka sendiri akan barang yang bagus dan tidak.

Pengkonstrusian atas citra produk menjadi konsentrasi utama.

Berbicara mengenai propaganda tanpa mempetimbangkan media yang menjadi alatnya tentu

kurang sempurna. Media, dalam hal ini menjadi instrumen terpenting dalam sukses atau tidaknya

propaganda yang digagas. Dengan model yang diusung Herman dan Chomsky tentang

8

Page 9: Media Dan Propaganda

propaganda, kita bisa melihat bagaimana pola media mengkonstruksi pesan sehingga menjadi

informasi yang sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan. Model propaganda oleh Herman

dan Chomsky memiliki lima faktor, yakni: (1) peningkatan konsentrasi kepemilikan media oleh

grup tertentu. (2) peningkatan ketergantungan media pada revenue iklan. (3) ketergantungan media

pada narasumber. (4) Flak. (5) anti-komunisme.

Penggunaan media ternyata juga merupakan senjata ampuh bagi Nazi Jerman untuk

menyebarluaskan ideologi mereka. Berkat Goebbels, propaganda Nazi menjadi sukses. Goebbels

berhasil menguasai pers, seni, musik, bioskop, film, kesusasteraan, dan radio.

Propaganda melalui media massa memang efektif, namun, ternyata, media seperti internet pun

tidak lepas dari penyebaran propaganda. Derasnya arus informasi yang tersebar di internet

menyebabkan penyebaran propaganda juga berlangsung cepat. Sehingga tidak jarang

pemerintahan komunis membatasi akses media tersebut dengan dalih melindungi penduduknya.13

Keberadaan media semacam internet di Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap

propaganda. Melalui internet, banyak kasus yang seakan tersendat di jalur hukum menjadi jalan

kembali karena tekanan dari masyarakat lewat internet, baik di milis, forum, maupun facebook.

Sekali lagi, perlu diberikan penekanan bahwa, meski propaganda banyak dinilai sebagai hal yang

negatif, namun, tidak semua bentuk propaganda itu merugikan. Kenyataannya, propaganda adalah

pengaruh yang bersifat emosional, sehingga pembentukan persespsi, pemanipulasian kognisi, dan

penyetiran tindak-tanduk menjadi mudah dilakukan oleh Propagandis. Kecenderungannya ada

pada sang propagandis, apabila propagandis tersebut menginginkan sesuatu demi kebaikan

bersama, maka tidak ada salahnya bukan? Yang pasti, sikap kritis harus selalu diterapkan dalam

hal ini,sehingga tidak semata-mata mengikuti keinginan propagandis. Dapat dibayangkan, hal ini

akan sulit, karena propaganda sifatnya merayu dan membujuk, tentu saja tidak frontal. Karena

ketersembunyiannya itulah, mengapa propaganda cenderung sukses, dengan sesuatu yang tidak

tertebak sebelumnya. [ ]

13 Lih. Hlm. 79