Elemen Propaganda Dan Perang
-
Upload
dnellxz-stev -
Category
Documents
-
view
51 -
download
0
Transcript of Elemen Propaganda Dan Perang
Fungsi Propaganda dan Perang
Propaganda
"Fungsi Propaganda bukanlah sebagai suatu kebohongan dalam latihan keilmiahan individual.
Melainkan sebagai suatu upaya untuk memanggil atensi massa terhadap fakta, proses,
kepentingan dan lainnya. Melalui Propaganda digunakan untuk membangkitkan dan mendorong
semangat yang mengendor. Dalam hal ini, yang paling signifikan, Propaganda bekerja untuk
membentuk visi objeknya. Seninya untuk menjadikan setiap individu yakin yang
dipropagandakan adalah fakta yang benar. Propaganda bukanlah hanya untuk membangkitkan
rasa ketertarikan maasa melalui pendidikan. Bukan pula hanya dengan pendidikan. Melainkan
menjadikan pendidikan dan ilmu yang membangkitkan jiwa juang" [Adolf Hitler, Mein Kampf]
Menurut Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell, dalam Propaganda And Persuasion, Fungsi
Propaganda ialah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi,
memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan
penyebar propaganda.
Jacques Ellul mendefinisikan fungsi propaganda sebagai komunikasi yang “digunakan oleh suatu
kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-
tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, diersatukan secara psikologis dan
tergabungkan di dalam suatu kumpulan atau organisasi.” Bagi Ellul, propaganda erat kaitannya
dengan organisasi dan tindakan, yang tanpa propaganda praktis tidak ada.
Leonard W. Dobb, sebagai pakar opini publik, menyatakan bahwa propaganda merupakan usaha-
usaha yang dilakukan oleh individu-individu yang berkepentingan untuk mengontrol sikap
kelompok termasuk dengan cara menggunakan sugesti, sehingga berakibat menjadi kontrol
terhadap kegiatan kelompok tersebut.
Perang
Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan
dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia dimana fungsi dari
peperangan tersebut ialah untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang
secara purba di maknai sebagai pertikaian bersenjata. Di era modern, perang lebih mengarah
pada superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya
seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia". Hal ini menunjukkan
bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi. Namun kata perang tidak lagi
berperan sebagai kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat. Yang memopulerkan hal ini
adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara
umum perang berarti "pertentangan".
Secara spesifik dan wilayah filosofis, perang merupakan turunan sifat dasar manusia yang tetap
sampai sekarang memelihara dominasi dan persaingan sebagai sarana memperkuat eksistensi diri
dengan cara menundukkan kehendak pihak yang dimusuhi. Dengan mulai secara psikologis dan
fisik. Dengan melibatkan diri sendiri dan orang lain, baik secara kelompok atau bukan. Perang
dapat mengakibatkan kesedihan dan kemiskinan yang berkepanjangan. sebagai contoh perang
dunia yang mengakibatkan hilangnya nyawa beratus-ratus orang di Jepang dan tentu saja hal ini
mengakibatkan kesedihan mendalam dalam diri masyarakat Jepang.
Penyebab terjadinya perang di antaranya adalah:
Perbedaan ideologi
Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan
Perbedaan kepentingan
Perampasan sumber daya alam (minyak, hasil pertanian, dll)
Akibat perang
Kemiskinan
Memang perang membuat sebuah negara atau wilayah mengalami kemiskinan. Faktor
kemiskinan karena perang adalah : 1. Kelangkaan Kebutuhan Makanan 2. Kalau pun ada harga
kebutuhan tersebut mahal 3. Dendam, sebuah negara yang diserang maupun terserang akan
mengalami sebuah dendam baik yang berkepanjangan maupun hanya sementara 4. Berkurangnya
jumlah penduduk
Elemen Propaganda
Propaganda adalah suatu penyebaran yang terlebih dahulu telah direncanakan secara seksama
untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku dari penerima/komunikasi sesuai
dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator. ( Santosa Sastropoetro, Propaganda :Salah
Satu Bentuk Komunikasi Massa, Bandung : Alumni, 1991, h. 34).
Santosa Sastropoetro menyatakan elemen-elemen atau ciri-ciri propaganda sebagai berikut:
1. Komunikator, atau orang yang dilembagakan/lembaga yang menyampaikan pesan dengan
isi dan tujuan tertentu.
2. Komunikan atau penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan kemudian
melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang hendak
dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar mencapai
tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari komunikan.
6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang setepatnya dan
mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau
pola yang ditentukan oleh komunikator.
7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang
bersangkutan.
Elemen propaganda tersebut Sama halnya didalam sebuah proses komunikasi (Wiryanto,Dr.
2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jilid I. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.)
1. komunikator
Komunikator (sender) adalah pihak yang bertindak sebagai pengirim pesan dalam sebuah proses
komunikasi. Dengan kata lain, komunikator merupakan seseorang atau sekelompok orang yang
berinisiatif untuk menjadi sumber dalam sebuah hubungan. Seorang komunikator tidak hanya
berperan dalam menyampaikan pesan kepada penerima, namun juga memberikan respons
dan tanggapan, serta menjawab pertanyaan dan masukan yang disampaikan oleh penerima,
dan publiklah yang terkena dampak dari proses komunikasi yang berlangsung, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menjadi seorang komunikator yang baik,
terdapat beberapa hal yang perlu dipahami yakni seorang komunikator yang baik perlu
menyusun dengan baik isi pesan yang akan disampaikan, sehingga pesan tersebut mudah
dimengerti oleh pihak penerima. Komunikator yang baik juga harus mengetahui
mana media yang paling tepat untuk mengirimkan pesan kepada penerima dan harus tahu
bagaimana cara mengantisipasi gangguan yang akan muncul pada proses pengiriman pesan.
Selain itu, komunikator yang baik akan bertanggung jawab memberikan tanggapan
terhadap umpan balik (feedback) yang disampaikan oleh pihak penerima (receiver).
bila dikaitkan dengan elemen propaganda maka sumber yang paling utama dari propaganda itu
sendiri ialah komunikator. Dimana tugasnya untuk mempropagandakan, memperkenalkan,
menyebarkan gagasan-gagasannya atau ideologinya, doktrin-doktrinnya, yang dimana bertujuan
untuk kepentingan pribadi, lembaga atau suatu institusi yang digeluti oleh sang komunikator
tersebut.
2. Komunikan
Komunikan (receiver) adalah pihak yang bertindak sebagai penerima pesan dalam sebuah proses
komunikasi. Dengan kata lain, komunikan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang
meresponi (feedback) pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator. Pesan - pesan tersebut
dalam bentuk propaganda, gagasan, ideologi dan doktrin - doktrin yang bertujuan menggerakan
dan mengarahkan komunikan sesuai dengan pesan - pesan yang ada dalam kepentingan
komunikator tersebut.
3. Pesan
Pesan (message) yang disebarluaskan oleh komunikator telah dirumuskan dan direncanakan
sedemikian rupa agar pesan tersebut dapat dengan mudah diterima oleh komunikan. Sehingga
komunikan mengerti dan menanggapi pesan tersebut. Alhasil pesan tersebut membentuk sebuah
opini publik yang berkembang terus menerus. Bila pesan tersebut sampai dan
ditanggapi/diresponi dengan tepat dan sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Maka
pesan/propaganda tersebut telah efektif dan berjalan sesuai yang diinginkannya. Namun
sebaliknya bila pesan tidak diterima dengan baik, maka sia-sialah propaganda yang dilakukan.
4. Isi dan tujuan
Didalam propaganda yang disebarluaskan oleh komunikator memiliki makna, isi dan tujuan,
yang didalamnya telah dipertimbangkan secara matang, serta kebijakan-kebijakan atau
bagaimana langkah kedepan yang akan di ambil. Guna mempersuasif dan mencapai sasaran yang
tepat pada propaganda yang akan dilakukan.
5. Sarana atau media
Seorang komunikator harus memilih sarana atau media (channel) manakah yang paling tepat
untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan, ideologi, propaganda dan doktrin. Guna dari media
tersebut ialah sebuah alat bantu yang bertujuan pesan dari komunikator dapat diterima dengan
mudah oleh komunikan. Sehingga komunikan dapat dengan mudah dan jelas menerima pesan -
pesan dari komunikator tersebut. Yang dimana tujuannya untuk kepentingan dari propaganda
yang dilakukannya tersebut. Apakah efektif atau tidaknya. Bila medianya tidak mendukung,
maka yang terjadi proses propaganda yang dilakukan oleh komunikator akan berlangsung
dengan tidak lancar, dan akibatnya propaganda yang dilakukan tidak tepat sasaran atau tujuan.
6. Teknik
Propaganda tidak dapat dilakukan hanya satu kali saja, tetapi harus sesering mungkin atau secara
terus menerus. Karena tidak semua komunikan itu menyimak propaganda yang dilakukan sang
komunikator pada waktu bersamaan. Jadi sering kali perlu melakukan pengulangan. Tidak semua
komunikan juga dapat langsung mengerti maksud dari propaganda yang dilakukan. Tingkat
pemahaman pribadi lepas pribadi tentu sangat berbeda. Ada yang mudah langsung tanggap dan
ada yang tidak. Oleh karena itu Proses propaganda dilakukan dengan berbagai teknik :
1. Pemberian julukan (Name calling) adalah penggunaan julukan untuk menjatuhkan
seseorang, istilah, atau ideologi dengan memberinya arti negatif.
2. Glittering Generality(Glittering Generality) adalah penyampaian pesan yang memiliki
implikasi bahwa sebuah pernyataan atau produk diinginkan oleh banyak orang atau
mempunyai dukungan luas.
3. Teknik transfer adalah suatu teknik propaganda dimana orang, produk, atau organisasi
diasosiasikan dengan sesuatu yang mempunyai kredibilitas baik/ buruk.
4. Tebang pilih (Card stacking) adalah suatu teknik pemilihan fakta dan data untuk
membangun kasus dimana yang terlihat hanya satu sisi suatu isyu saja, sementara fakta
yang lain tidak diperlihatkan.
5. Penyamarataan yang berkilap (Glittering generalities) adalah teknik dimana sebuah ide,
misi, atau produk diasosiasikan dengan hal baik seperti kebebasan, keadilan, dan
demokrasi.
6. Manusia biasa (Plain folks) adalah salah satu teknik propaganda yang menggunakan
pendekatan yang digunakan oleh seseorang untuk menunjukkan bahwa dirinya rendah
hati dan empati dengan penduduk pada umumnya.
Cara ini banyak digunakan untuk kampanye untuk memperoleh kekuasaan politik (kursi
presiden, bupati, pemerintah daerah). Biasanya acara telah dirancang sedemikian rupa
saat individu yang dicalonkan lewat, maka ia akan mencium bayi, bersalaman dengan
orang biasa, hingga memeluk orang papa.
7. Kesaksian (testimonial) adalah salah satu teknik propaganda yang paling umum
digunakan dimana ditampilkan seseorang yang untuk bersaksi dengan tujuan
mempromosikan produk tertentu, kadang-kadang dalam kesaksiannya orang yang sama
menjelek-jelekkan produk yang lain.
secara terus menerus jika teknik ini dilakukan, maka dapat membentuk suatu opini publik dan
bahkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi suatu trending topic di masyarakat. Yang
dimana semuanya kembali lagi pada tujuan atau keingingan dari sang komunikator melalui
propaganda yang dilakukan.
7. Kondisi
Propaganda tidak dengan mudah dengan sendirinya dapat berlangsung. Oleh karena itu perlu
dikondisikan dengan adanya aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana
komunikasi itu akan dijalankan ("protokol").
Elemen Perang menurut tulisan artikel FUTURE DEFENSE SYSTEM
Oleh : Wibawanto N. Widodo, BSc., MA*.
http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel5/future_defence2.htm
kekerasan, konflik, peluang, dan ketidaktentuan
Kekerasan atau (bahasa Inggris: Violence ejaan Inggris: [/vaɪ(ə)ləns/] berasal dari (bahasa
Latin: violentus yang berasal dari kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah
dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat Romawi yang merupakan
sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada
tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan
oleh perorangan atau sekelompok orang. Umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila
diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan
keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam
rumusan kekerasan ini.
Akar Kekerasan: Kekayaan tanpa bekerja, Kesenangan tanpa hati nurani, Pengetahuan tanpa
karakter, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan,
Politik tanpa prinsip. Mahatma Gandhi (1869-1948)
The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without
character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice,
Politics without principles. Mahatma Gandhi (1869-1948)
Kekerasan yang dilakukan perorangan perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik
(kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh seseorang
dalam lingkup lingkungannya.
Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau kelompok, yang oleh Max Weber
didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni
dengan alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau
dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan terorisme yang
dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah satu bentuk kekerasan
ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yakni tindakan kekerasan
yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau psikologis (skizofrenia, dll.)).
Kekerasan dalam politik umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu
klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan
politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak atau alasan
pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan dalam teori
hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap
penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.
Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of symbolic power), merupakan tindakan
kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural (Johan
Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa kasus dapat pula merupakan fenomena dalam
penciptaan stigmatisasi.
Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan,
dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti
orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan"
juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk —kekerasan sembarang, yang
mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang
terkoordinasi, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak —
seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Sejak Revolusi Industri, kedahsyatan peperangan modern semakin meningkat hingga mencapai
tingkat yang membahayakan secara universal. Dari segi praktis, peperangan dalam skala besar
dianggap sebagai ancaman langsung terhadap harta benda dan manusia, budaya, masyarakat, dan
makhluk hidup lainnya di muka bumi.
Secara khusus dalam hubungannya dengan peperangan, jurnalisme, karena kemampuannya yang
kian meningkat, telah berperan dalam membuat kekerasan yang dulunya dianggap merupakan
urusan militer menjadi masalah moral dan menjadi urusan masyarakat pada umumnya.
Transkulturasi, karena teknologi modern, telah berperan dalam mengurangi relativisme
moral yang biasanya berkaitan dengan nasionalisme, dan dalam konteks yang umum ini, gerakan
"antikekerasan" internasional telah semakin dikenal dan diakui peranannya.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing –
masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan
tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi
ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik
maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas,
1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya
dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar
dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan
adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
(Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart,
1993:341).
10.Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito,
1995:381)
Konflik menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik
disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini
merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap
kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok
atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di
dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat
guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus
dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh
kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong
suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi
yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak
aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di
dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat
dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah
pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal,
konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam
merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak
manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor,
antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya.
Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi
konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta
kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua
sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus
dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor
penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan
dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-
kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap
orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih
besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik,
tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan
antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang
wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan
harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya
bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik menurut peneliti lainnya
1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan
apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan
perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-
sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982:
234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara
nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan
pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan
sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga
diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan
langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif
(Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana
pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak
selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di
balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa
bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa
yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu –
waktu terjadi kembali.
sumber
propaganda
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/04/elemen-propaganda-p-op-2.html
http://rabytah.multiply.com/journal/item/72
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikator ada referensinya juga ambil dari referensinya aja yang
ini Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT.Grasindo. Hal 63. ISBN 979-669-959-1, 9789796699599.
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi referensinya Wiryanto,Dr. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jilid I. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
perang
sumber utamanya disini http://id.wikipedia.org/wiki/Perang
terus ini referensi yang ada di wiki kita ambil referensinya aja brun ga usa tulis dari wiki ini
referensinya
1. Letjen TNI (purn) Sayidiman Suryohadiprojo: Pengantar Ilmu Perang, Pustaka Intermasa, 2008, ISBN 978-979-3791-33-3
2. ̂ Nuansa psikologis dalam pengertian Carl von Clausewitz, seorang perwira tentara Prusia (Jerman) pada abad 19
3. ̂ Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo : Si vis pacem para bellum, Membangun pertahanan negara yang modern dan
efektif penerbit PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel5/future_defence1.htm
http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel5/future_defence2.htm