MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

16
Media dan Globalisasi Latar Belakang Tanpa ada keraguan, sekelompok polisi menghantamkan tongkat pemukul bertubi tubi ke tubuh seorang demonstran yang sudah tak berdaya meringkuk di atas lantai. Gerak kejar-kejaran terasa melalui shot video yang terus mengikuti laju lari pelakon diiringi atmosfir suara teriakan-teriakan menyajikan realitas yang telanjang. Bahkan audiens ‘diajak’ mencicipi rasa kekerasan melalui potongan video yang diambil dari sudut pandang seorang demonstran yang sedang tersudut di hadapan polisi yang beringas. Menonton beberapa bagian video berjudul 'Globalization and the Media' 1 ini laksana menonton trilogi film laga 'Bourne Identity' dengan pengambilan kamera shaky-single shot yang menambah daya dorong munculnya sensasi bagi audiens untuk merasakan dirinya sebagai sasaran aksi kekerasan. Video dokumenter ini merupakan salah satu bentuk upaya melawan kecenderungan isi-isi pemberitaan- pemberitaan media arus utama (mainstream) tentang gerakan demonstrasi anti-globalisasi di Genoa pertengahan 2001 silam. Pemberitaan-pemberitaan di media arus utama hanya mengulas kerusuhan di dalam unjuk rasa tersebut. Namun para penggerak anti-globalisasi sudah tidak percaya 1 Video ini bisa disaksikan melalui situs youtube: http://youtu.be/3i4IWfuxw-U 1

description

Liberalisasi ekonomi telah memodifikasi fungsi propaganda media seiring semakin eratnya hubungan antara penguasa pemerintahan dan penguasa perekonomian (pemilik modal). Pembangunan yang sedang gencar dilaksanakan di negara-negara di luar Eropa Barat dan Amerika Serikat cenderung berorientasi ke dunia Barat (westernisasi). Apalagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi membutuhkan modal dan investasi yang bersumber dari pemodal-pemodal Barat. Hal ini membuat beberapa pihak secara kritis melakukan pemahaman ulang terhadap globalisasi karena tak lebih hanyalah menjadi upaya integrasi dan penyeragaman kehidupan sedunia (Budiman, 2002: hal. 34).Media tidak lagi hanya tunduk kepada regulasi pemerintah (state regulation) dan sudah beralih kepada market regulation (Sudibyo, 2004: hal. 13). Market regulation mengarahkan perkembangan media bergerak menjadi industrialisasi media. Persaingan media-media di dalam memperebutkan pasar (pembaca, pemirsa, pendengar, dan pengiklan) membentuk peta industri media menjadi semakin terkonsentrasi secara kepemilikan (oligopoli)

Transcript of MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

Page 1: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

Media dan Globalisasi

Latar Belakang

Tanpa ada keraguan, sekelompok polisi menghantamkan tongkat pemukul

bertubi tubi ke tubuh seorang demonstran yang sudah tak berdaya meringkuk di atas

lantai. Gerak kejar-kejaran terasa melalui shot video yang terus mengikuti laju lari

pelakon diiringi atmosfir suara teriakan-teriakan menyajikan realitas yang telanjang.

Bahkan audiens ‘diajak’ mencicipi rasa kekerasan melalui potongan video yang

diambil dari sudut pandang seorang demonstran yang sedang tersudut di hadapan

polisi yang beringas. Menonton beberapa bagian video berjudul 'Globalization and

the Media'1 ini laksana menonton trilogi film laga 'Bourne Identity' dengan

pengambilan kamera shaky-single shot yang menambah daya dorong munculnya

sensasi bagi audiens untuk merasakan dirinya sebagai sasaran aksi kekerasan.

Video dokumenter ini merupakan salah satu bentuk upaya melawan

kecenderungan isi-isi pemberitaan-pemberitaan media arus utama (mainstream)

tentang gerakan demonstrasi anti-globalisasi di Genoa pertengahan 2001 silam.

Pemberitaan-pemberitaan di media arus utama hanya mengulas kerusuhan di dalam

unjuk rasa tersebut. Namun para penggerak anti-globalisasi sudah tidak percaya

dengan ‘agenda’ media arus utama karena ada kepentingan korporasi besar di balik

media-media tersebut. Di kolom yang dimuat di laman BBC, Bazargan dan Hayton

menuliskan bahwa mata media dunia (media arus utama) tertuju kepada upaya protes

dengan kekerasan di pertemuan G8 Genoa, tapi para demonstran anti-globalisasi

telah mencerca media-media seperti BBC, CNN, dan koran-koran arus utama yang

telah menjadi bagian dari korporasi media dengan agenda yang sudah dibentuk untuk

melayani pemerintah dan pelaku-pelaku bisnis global.

Sutradara video dokumenter ‘Globalization and the Media’ Paul O’Connor

yang dikutip di tulisan itu menyampaikan bahwa media arus utama terobsesi dengan

kekerasan di forum pertemuan itu, tetapi melalui film documenter ini O’Connor

ingin menjelaskan latar belakang dan menyebarluaskan hal-hal lain, karena banyak

orang tahu kejadian yang sebenarnya namun media arus utama belum tahu atau tidak

1 Video ini bisa disaksikan melalui situs youtube: http://youtu.be/3i4IWfuxw-U

1

Page 2: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

memuatnya. O’Connor menambahkan, seperti ia tulis di laman ‘The Guardian’,

untuk mengetahui cerita sebenarnya, kita harus menyimak hasil rekaman video para

aktivis. Karena menurutnya wartawan-wartawan media arus utama tidak akan tajam

menyuarakan apa yang disampaikan para aktivis, mereka adalah bagian dari masalah

dari pada solusi.

Film ‘Globalization and the Media’ ini menjukkan salah satu karya jurnalistik

yang digunakan para aktivis anti-globalisasi sebagai perlawanan atau setidaknya

penyeimbang/alternatif dari produk-produk jurnalistik dari media arus utama terkait

isu globalisasi. Lalu bagaimanakah para aktivis ini beranggapan bahwa media arus

utama mendukung globalisasi? Bagaimana prinsip kerja dalam hal agenda jurnalisme

serta ekonomi dari media arus utama sehingga bisa dituduh berpihak kepada

kepentingan penguasa-penguasa ekonomi dan politik?

Globalisasi: Kajian Video Presentasi ‘The Media and Globalization’

Globalisasi adalah terminologi yang sudah sangat familiar bagi masyarakat

saat ini. Globalisasi dianggap sebagai keniscayaan sehingga perkembangannya

diyakini tidak bisa dibendung. Istilah globalisasi pertama kali digunakan di dalam

kajian sosiologi oleh Roland Robertson, seorang guru besar sosiolog dari Universitas

Pennsylvania, AS. Di dalam buku karyanya ‘Globalization: Social theory and Global

Culture’ (1992) ia mendefinisikan globalisasi sebagai pemampatan dunia dan

peningkatan kesadaran akan dunia sebagai satu kesatuan.

Robertson menganggap bahwa berdasarkan derajat kepadatan dan

kompleksitas global saat ini (1990-an) dunia sudah memasuki fase ke lima yakni fase

ketidakpastian (uncertainty phase)2. Ia menguraikan, fase ini bermula dari awal

1960-an dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1990-an dengan

berkembangnya dan semakin terbukanya negara-negara dunia ke tiga, berakhirnya

perang dingin, pengejawantahan dari nilai-nilai ‘post-materialist’, dan semakin

2 Sebelum menginjak ke fase ke lima, Roland Robertson (1990: 26) menguraikan empat fase sebelumnya yaitu; fase I: the germinal phase yang dimulai pada awal abad ke 15 di Eropa; fase II: the incipient phase yang juga dimulai di Eropa pada pertengahan abad ke 18 hingga sekitar tahun 1870-an; fase III: the take off phase yang dimulai 1870an hingga pertengahan 1920 an; dan fase IV: the-struggle-for-hegemony phase yang berawal dari tahun 1920an hingga pertengahan 1960-an. Lebih jauh bisa dilihat di tulisan Robertson Mapping the Global Condition: Globalization as the Central Concept (1990: http://tcs.sagepub.com/content/7/2/15)

2

Page 3: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

tumbuh pesatnya institusi-institusi global. Masyarakat dunia pun menghadapi

masalah keberagaman etnis dan budaya, dan pemahaman individual yang semakin

komplek dengan pertimbangan adanya isu gender, etnis, dan ras serta hak-hak sipil.

Fase ini juga berkaitan secara kepentingan dengan masyarakat madani dan

kewarganegaraan secara global. Fase ini juga ditandai dengan konsolidasi sistem

media global.

Munculnya Media Arus Utama

Seperti halnya globalisasi yang dipercaya sebagai sebuah keniscayaan, media

juga merupakan sebuah keniscayaan bagi globalisasi. Perkembangan globalisasi bisa

dikatakan selalu melibatkan media. Teori awal pemetaan media secara global yang

dikenal sebagai Four Theories of the Press3 dari buku karya Fred S Siebert,

Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm (1956), menjadi titik permulaan bagaimana

media di seluruh dunia kemudian berkembang seiring dengan globalisasi.

Menyikapi perkembangan hingga era 1990-an empat teori pers ini kemudian

perlu dilengkapi dengan satu teori lagi yakni teori pembangunan (developmental

theory) atau teori Dunia ke-Tiga. Shirley Biagi di dalam bukunya Media impact: An

introduction to mass media (1999) menjelaskan bahwa teori pers pembangunan

mengacu kepada perkembangan kehidupan media di negara-negara Dunia ke-Tiga

yang memberikan kesempatan kepada swasta untuk memiliki media meskipun

pemerintah juga masih menguasai beberapa di antaranya. Media cenderung

digunakan untuk mempromosikan tujuan-tujuan pembangunan sosial dan ekonomi

pemerintah dengan menjunjung tinggi kepentingan nasional. Media pun menjadi

sarana propaganda pemerintah dengan mengatasnamakan kemajuan ekonomi dan

sosial.

Seiring perkembangan liberalisasi ekonomi, fungsi propaganda ini kemudian

dimodifikasi dengan semakin eratnya hubungan antara penguasa pemerintahan dan

penguasa perekonomian (pemilik modal). Pembangunan yang sedang gencar

dilaksanakan di negara-negara di luar Eropa Barat dan Amerika Serikat cenderung

berorientasi ke dunia Barat (westernisasi). Apalagi pembangunan dan pertumbuhan

3 Empat teori pers tersebut adalah teori libertarian, teori otoritarian, teori soviet, dan teori pertanggungjawaban sosial.

3

Page 4: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

ekonomi membutuhkan modal dan investasi yang bersumber dari pemodal-pemodal

Barat. Hal ini membuat beberapa pihak secara kritis melakukan pemahaman ulang

terhadap globalisasi karena tak lebih hanyalah menjadi upaya integrasi dan

penyeragaman kehidupan sedunia (Budiman, 2002: hal. 34).

Media tidak lagi hanya tunduk kepada regulasi pemerintah (state regulation)

dan sudah beralih kepada market regulation (Sudibyo, 2004: hal. 13). Market

regulation mengarahkan perkembangan media bergerak menjadi industrialisasi

media. Persaingan media-media di dalam memperebutkan pasar (pembaca, pemirsa,

pendengar, dan pengiklan) membentuk peta industri media menjadi semakin

terkonsentrasi secara kepemilikan (oligopoli).

Dennis McQuail (2010) di dalam bukunya ‘Mass Communication Theory’

menjelaskan bahwa konsentrasi industri media sebagai konsekuensi dari kompetisi

pasar bebas mengarah dengan dua cara, yakni vertikal dan horisontal. Konsentrasi

vertikal adalah penambahan kepemilikan media dari lini produksi hingga distribusi

atau dari media yang bersifat lokal menjadi nasional hingga internasional (global).

Sedangkan konsentrasi horisontal adalah penggabungan beberapa media nasional

atau penambahan kepemilikan berbagai jenis media yang berbeda-beda. McQuail

menyimpulkan bahwa pada kadar tertentu, konsentrasi media akan menguntungkan

konsumen, namun konsentrasi media juga memiliki dampak yang tidak diharapkan

yakni hilangnya keberagaman, tingginya harga, dan akses kepemilikan media yang

terbatas (keseragaman kepemilikan). Dampak yang tidak diharapkan ini akan muncul

jika kadar konsentrasi kepemilikan media sudah terlalu tinggi. McQuail memberikan

catatan bahwa kadar konsentrasi media dianggap terlalu tinggi (excessive) jika hanya

terdapat tiga atau empat perusahaan mengendalikan 50 persen pasar4. Konsentrasi

kepemilikan (konglomerasi media) inilah yang memunculkan media-media arus

utama (mainstream).

4 Di dalam buku ini McQuail juga mengutip Picard (1989: 334) bahwa batasan konsentrasi media yang sudah tidak bisa diterima jika empat perusahaan (the top four firms) mengontrol lebih dari 50 persen atau delapan perusahaan (the top eight firms) mengontrol lebih dari 70 persen.

4

Page 5: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

Manufacturing Consent: Media Arus Utama di Mata Noam Chomsky

Teman kami, seorang produser eksekutif acara berita di televisi swasta

jaringan nasional (media arus utama), menyampaikan dengan penuh keyakinan di

hadapan para wartawan dari Timor Leste bahwa di perusahaan media tempatnya

bekerja tidak ada campur tangan pemilik media untuk menentukan apa saja yang

boleh dan tidak boleh disampaikan di dalam materi berita yang disiarkan. Ia

manjamin obyektifitasnya. Ia mengklaim memiliki kebebasan penuh di dalam

melakukan agenda setting5. Benarkah demikian? Benarkah pemilik sejumlah media

(konglomerat media, media mogul) memberikan kebebasan kepada para awak

medianya terkait kepentingannya di dalam agenda berita medianya?

Menelusuri pandangan kritis tetang sepak terjang media arus utama tak bisa

lepas dari pemikiran-pemikiran Noam Chomsky. Di dalam sebuah wawancara yang

bertajuk ‘Media and Globalization’ (1996), Chomsky berpandangan bahwa

globalisasi menciptakan kemerosotan keragaman dan informasi karena semakin

menjadi-jadinya orientasi media terhadap pengiklan. Ia menyebut globalisasi media

sebagai perluasan dari transnasional-tirani korporasi. Ia menyitir banyak istilah yang

ia asosiakan dengan globalisasi media, sebut saja: tirani (tyrannical), institusinstitusi

totalitarian (totalitarian institusions), mega-korporasi, huge command economies,

dijalankan dari atas (run from the top), relatif tidak bisa dimintai

pertanggungjawaban (unaccountable), dan saling terkait satu sama lain dengan

beragam cara. Kepentingan pertama mereka ada profit, namun lebih luas dari itu

mereka mengkonstruksi audiens menjadi tipe yang mereka harapkan, yakni yang

kecanduan akan gaya hidup dengan keinginan-keinginan artifisial. Audiens dibuat

terserak, terpisahkan satu sama lain, dan terfragmentasi sehingga mereka tidak

memasuki arena politik dan mengganggu kepentingan penguasa.

Di dalam tulisannya berjudul ‘What Makes Mainstream Media Mainstream’,

yang dimuat di Z Magazine edisi Oktober 1997, Noam Chomsky menunjukkan

tentang bagaimana cara mengetahui kepentingan perusahaan media; “jika anda ingin

memahami media, atau institusi lain, mulailah dengan mempertanyakan tentang

struktur di dalam perusahaan itu. Tanyakan juga tentang sudut pandang mereka di

5 Peryataan si produser eksekutif ini adalah jawaban dari pertanyaan seorang wartawan Timor Leste tentang bagaimana pengaruh aktivitas politik pemilik korporasi media di dalam pemilu 2014 memengaruhi kebijakan redaksional.

5

Page 6: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

dalam masyarakat yang lebih luas. Bagaimana mereka kaitannya dengan sistem

kekuasaan dan otoritas? Jika anda beruntung, akan ada rekam jejak yang menyatakan

apa mau (kepentingan) mereka.”

Chomsky secara kritis menggunakan istilah manufacturing consent untuk

menjabarkan aktivitas media arus utama. Istilah ini sendiri, ia pungut dari pemikiran

Walter Lippman, tokoh jurnalisme AS era 1920-an yang menyampaikan pemikiran

yang dianggap progresif pada masanya. Lippman mengatakan bahwa terdapat seni

baru dari metode demokrasi yang ia sebut pembentukan persetujuan (manufacturing

of consent). Pembentukan persetuan ini adalah upaya memastikan bahwa pilihan dan

sikap publik dibentuk dengan cara tertentu (dikondisikan) sebagaimana yang kita

sampaikan kepada mereka. Istilah ini sebenarnya tak beda dengan propaganda,

namun kata propaganda dicap negatif akibat digunakan oleh pemerintah fasis Jerman

untuk memobilisasi massa.

Namun Chomsky bersikeras bahwa begitulah yang dilakukan media

mainstream saat ini: propaganda. Fungsi-fungsi media dijalankan untuk

menyebarluaskan atau melindungi kepentingan elite yang dominan secara politik

maupun ekonomi yang nota bene adalah pemilik media media tersebut.  Bersama

Edward S Herman, Chomsky di dalam karya mereka 'Manufacturing Consent' (1988)

menyatakan, model propaganda memfokuskan pada ketimpangan kekayaan dan

kekuasaan dan efeknya yang bertingkat pada kepentingan dan pilihan media massa.

Media seperti ini memiliki ciri-ciri utama sebagai filter materi pemberitaan mereka

berupa; pertama, besar, kepemilikan yang terkonsentrasi, pemilik yang kaya raya,

dan orientasi kepada profit; kedua, sumber utama pendapatan adalah dari pengiklan;

ketiga, ketergantungan informasi yang datang dari pemerintah, dunia bisnis, dan

'ahli-ahli' yang didanai dan disetujui oleh dua pihak utama tersebut serta agen agen

kekuasaan; keempat, ada pihak-pihak atau lembaga yang kritis sebagai alat (flak)

untuk mendisiplinkan kerja media, dan; kelima, menggunakan antikomunisme

sebagai anutan dan alat kontrol.

Herman dan Chomsky menguraikan, dominasi kaum elit terhadap media dan

peminggiran terhadap pihak pihak yang tidak sepaham sebagai hasil kerja filter-filter

di atas terjadi secara alamiah. Pemberian batasan oleh elit bersifat menyeluruh dan

dibangun di dalam sistem dengan cara yang sangat mendasar. Orang-orang media

pemberitaan yang seringkali dipekerjakan dengan integritas tinggi dan itikad baik,

6

Page 7: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

mampu meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka memilih dan

menginterpretasi berita dengan obyektif dan berdasarkan nilai nilai berita secara

profesional. 

Jadi berdasarkan pandangan Chomsky, seseorang bisa mendapatkan posisi

penting di organisasi pemberitaan arus utama, katakanlah produser eksekutif,

sehingga bisa mengklaim independensi, dikarenakan orang itu dari awal karirnya

sudah mengikuti cara kerja yang dianggap benar berdasarkan filter-filter tersebut.

Jika ia melenceng maka ia tidak akan meraih jabatan produser eksekutif, sebuah

posisi mentereng di mana ia dianggap secara independen mampu menerjemahkan

kepentingan elit. Di dalam tulisannya 'What Makes Mainstream Media Mainstream',

Chomsky mengutip pernyataan dari almarhum wartawan senior dan kolumnis New

York Times peraih penghargaan Pulitzer, Anthony Lewis; "tak ada orang yang

pernah menyuruh saya untuk menulis apa yang saya tulis. Saya menulis apa saja

yang saya suka. Urusan-urusan tentang tekanan dan batasan adalah tidak masuk akal

sebab saya tak pernah di bawah tekanan apapun."  Mirip apa yang disampaikan

teman kami si produser eksekutif bukan?

Jalan Keluar: Media Alternatif dan Melek Media

Menghadapi keseragaman isi dan kepemilikan media arus utama, Chomsky

menekankan agar publik harus mencari informasi penyeimbang dari media alternatif

dan mereka harus memahami dan terlibat di dalam gerakan-gerakan komunitas (akar

rumput) untuk mengubah kehidupan mereka sendiri. Secara sistematik publik  atau

pemilik suara-suara tidak yang tidak sepakat terhadap ide-ide arus utama juga harus

diberdayakan agar bersikap  kritis terhadap struktur dan isi media. Ashadi Siregar

(2000), di dalam makalahnya, berargumen bahwa  pers dan jurnalis (arus utama)

dapat terjerumus menjadi bagian dari “kejahatan” kekuasaan dengan

mengatasnamakan kebebasan pers. 

Melek media (media literacy) adalah salah satu cara menghadapi

kecenderungan keseragaman dan kedangkalan isi yang saat ini terlihat di media

media arus utama. Harro-Loit (2010) bahkan menekankan upaya meningkatkan

melek media sebagai bagian dari kebijakan kurikulum pendidikan masyarakat.

Harro-Loit menjabarkan pendidikan melek media meliputi peningkatan kesadaran,

7

Page 8: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

pemahaman, kemampuan, dan sikap masyarakat menghadapi terpaan media arus

utama. Ia juga mengharuskan adanya peningkatan ketrampilan masyarakat untuk

memproduksi pesan yang bisa merefleksikan kepentingan mereka.

Video dokumenter ‘Globalization and The Media’ menjadi contoh media

alternatif yang menunjukkan kekuatan untuk membuka mata publik tentang sisi

kebenaran lain dari sebuah berita. Internet telah membuka wahana baru ‘perang’

antara media alternatif dengan media arus utama. Dengan internet, kekuatan media

arus utama yang didukung globalisasi yang semula seolah tak tertandingi

mendapatkan tantangan baru. Media alternatif telah menemukan jalannya. Namun,

bagi para aktivis, jangan terburu buru euforia. Chomsky mensinyalir bahwa nasib

internet bisa seperti radio. Pada mulanya media elektronik radio pada era 1920-an

seolah menjadi kekuatan ranah publik baru, namun seiring berjalannya waktu,

korporasi besar membentuknya menjadi tak lebih sebagai media arus utama. Bisa

jadi, ke depan, hal yang sama juga terjadi pada internet.

Daftar Bacaan

Bazargan, Darius and Bill Hayton. 14 Juli 2001. Global protests breed new media: Genoa is bracing itself for violent protests. Artikel. BBC: http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/1438232.stm

Biagi, S., & C McKie. 1999. Media impact: An Introduction to Mass Media. Toronto: Nelson Canada.

Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius

Chomsky, Noam. Oktober 1997. What Makes Mainstream Media Mainstream. Artikel. Z Magazine: http://www.chomsky.info/articles/199710--.htm

Harro-Loit, Halliki. 2010. From Media Policy to Integrated Communications Policy.  Artikel dalam Beata Klimkiewicz (Ed.). Media Freedom and Pluralism: Media Policy Challenges in the Enlarged Europe. Hungaria: Central European University Press.

Herman, Edward S and Noam Chomsky. 1988. Manufacturing Consent. New York: Pantheon Books.

McQuail, Denis. 2010. McQuail’s Mass Communication Theory, Sixth Edition. London: Sage Publications Ltd.

8

Page 9: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

O'Connor, Paul. 20 Agustus 2001. Good evening, here is the real news. Artikel. The Guardian: http://www.theguardian.com/media/2001/aug/20/mondaymediasection.politics

Robertson, Roland. 1992. Globalization: Social Theory and Global Culture. London: Sage.

Robertson, Roland. 1990. Theory, Culture & Society. Artikel. London: Sage

Sainathm P. July 1st, 1996. Media and Globalization: An Interview with Noam Chomsky. Transkrip wawancara. Third World Network: http://www.corpwatch.org/article.php?id=1809.

Siebert, Seaton, Theodore Peterson; & Wilbur Lang Schramm. 1956. Four Theories of the Press. Urbana, III. : University of Illinois

Siregar, Ashadi. Januari 2000. Pemberdayaan Masyarakat dalam Memantau dan Mengkritisi Media. Makalah disampaikan pada Forum Media Watch. Surabaya: Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN).

Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara

9

Page 10: MEDIA DAN GLOBALISASI: Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

UNIVERSITAS INDONESIA

MEDIA DAN GLOBALISASI

Kajian Video Dokumenter tentang Media dan Globalisasi

Oleh:

Maybi Prabowo 1406518755

PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

10