Menulis naskah dokumenter
-
Upload
hendrik-j-silitonga -
Category
Documents
-
view
785 -
download
3
Transcript of Menulis naskah dokumenter
MENULIS NASKAH DOKUMENTERBy: syaiful HALIM
SEJARAH DOKUMENTER Film dokumenter adalah film yang
mendokumentasikan kenyataan. Istilah "dokumenter" pertama digunakan
dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John
Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.
Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi,
termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan
definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka
merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada
dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya,
film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam
kehidupan.
SEJARAH DOKUMENTER
Perkembangan film dokumenter cukup pesat semenjak era cinema verité. Film-film termasyhur seperti The Thin Blue Line karya Errol Morris stylized re-enactments, dan karya Michael Moore: Roger & Me menempatkan kontrol sutradara yang jauh lebih interpretatif. Pada kenyataannya, sukses komersial dari dokumenter-dokumenter tersebut barangkali disebabkan oleh pergeseran gaya naratif dalam dokumenter. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah film seperti ini dapat benar-benar disebut sebagai film dokumenter; kritikus kadang menyebut film-film semacam ini sebagai mondo films atau docu-ganda. Bagaimanapun juga, manipulasi penyutradaraan pada subyek-subyek dokumenter telah ada sejak era Flaherty, dan menjadi semacam endemik pada genrenya.[MATAHATI TRAINING CENTRE]
RISET DOKUMENTER
Pengalaman mengajarkan bahwa ketika saya ada di sebuah program, maka saya harus segera memburu sumber-sumber ide. Entah itu guntingan-guntingan suratkabar dan majalah, print-out hasil browsing di internet, makalah, hasil penelitian, atau buku-buku dan jurnal ilmiah.
Pengalaman ketika menggarap film dokumenter pemilu pada akhir 2003 hingga pertengahan 2004, dan mengikuti Long Documentary Scriptwritting Workshop pada Jiffest 2005 lalu, membuat saya harus berpikir tentang referensi lain. Film-film referensi, jawabnya.
PREMIS DOKUMENTER
Agar tidak terjebak dalam pertarungan tentang
pengolahan ide atau data, maka kumpulan ide dan data
langsung dirumuskan menjadi film statement atau premis atau
ide cerita. Kalangan pembuat film layar lebar atau sinentron menyebutnya premis atau ide
cerita. Namun, kalangan pembuat film dokumenter
menyebutnya film statement. Padahal, makna ketiganya sama
saja, yakni sebuah rencana untuk mengatakan sesuatu melalui film. Atau, sebuah
kehendak untuk menyampaikan pesan melalui bahasa audio-
visual. Atau, ide dasar dari rangkaian cerita.
ELEMEN DOKUMENTER Segeralah memusatkan
perhatian pada pencapaian film dokumenter itu sendiri. Sehingga, kita akan “tega” membantai setiap data yang dirasa tidak berhubungan dengan premis. Cara termudah untuk memilah-milah data yang berserakan di atas meja adalah dengan memilah premis akhir menjadi elemen-elemen cerita. Perkirakan hal apa saja yang perlu ditonjolkan dan akan menjadi bagian dari sentral cerita. Dengan begitu, pemilahan data pun akan mengerucut pada pasokan elemen cerita.
FILM REFERENSI
Sebelum menyusun treatment script, ingatan saya berbalik pada “wasiat” untuk selalu mencari film referensi. Saya langsung berpikir soal film referensi yang paling pas dengan premis dan perkiraan situasi di lapangan.
Film referensi tidak mesti harus dari film dokumenter atau education video produksi Discovery Channel atau National Geographic Channel. Tapi, film-film cerita Hollywood atau negara-negara yang tidak terlalu menonjol produksinya, tetap perlu dilihat bila dirasa bakal ada kesesuaian.
TREATMENT SCRIPT
Konsep treatment script biasanya milik penulis
skenario sebelum ia membuat skenario.
Gunanya sebagai coret-coretan kecil sang
penulis, sebelum ia menyusun naskah yang
lebih lengkap dengan dialog dan adegan-
adegan lainnya.
Treatment script berguna untuk menjadi panduan untuk syuting. Khususnya, menyangkut waktu syuting, lokasi syuting, dan rencana adegan atau stok gambar yang diinginkan. Biasanya saya membuatnya dalam bentuk dua kolom; satu kolom berisi scene by scene visual dan sequence-sequence yang saya butuhkan, dan kolom kedua berisi rancangan narasi atau kutipan-kutipan yang saya butuhkan.
Film Cerita Film Dokumenter
MENENTUKAN KARAKTER Dengan bekal data dan film
referensi itulah, kita bisa segera berpikir tentang
karakter, yakni seseorang yang bakal menjadi pemeran utama
atau artis dalam film dokumenter ini. Tujuannya,
agar ia bisa menjadi kendaraan yang bisa menghubungkan
satu elemen ke elemen yang lain. Katakanlah, sebagai
benang merah untuk keseluruhan cerita. Perlunya
menentukan karakter yang tepat merupakan upaya untuk
memuluskan alur cerita. Sehingga, penonton bisa
menikmati jalannya cerita dengan mudah dan meraih
pesan yang dimaksud.
FAKTOR X
Masalah kebiasaan cuaca di lokasi yang bakal dituju juga perlu diketahui. Sehingga, jadwal kerja dan keamanan perlengkapan kerja bisa diduga. Karena, masalah tersebut bisa bersdampak pada biaya produksi. Belum lagi, bila syuting harus dilakukan di tengah laut? Ancaman ombak dan badai juga harus dipertimbangkan. Pada bagian ini, saya harus berpikir soal keselamatan kru dan keselamatan alat-alat kerja.
Referensi:
syaiful HALIM, Memotret Khatulistiwa, Jakarta, Gramata Publishing, 2010
BLOG gado-gado SANG Jurnalis
BLOG MATAHATI TRAINING CENTRE