Maternitas, silabus 6

89
KONSEP KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR Tugas Maternitas Oleh : Kelompok 3 D-IV Keperawatan Tingkat I Ni Made Ayu Rahayuni (P07120214013) Ida Ayu Rika Kusumadewi (P07120214013) Putu Yeni Yunitasari (P07120214013) Nyoman Wita Wihayati (P07120214013) Ni Made Ayu Lisna Pratiw (P07120214013) Ni Putu Erna Libya (P07120214013) Ni Kadek Dian Inlam Sari (P07120214013) Putu Meylitha B. (P07120214013) Ni Luh Suci Novi Ariani (P07120214021) Ida Ayu Diah Nareswari Keniten (P07120214039)

description

hhgfsgnvjfjbg

Transcript of Maternitas, silabus 6

Page 1: Maternitas, silabus 6

KONSEP KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR

Tugas Maternitas

Oleh :

Kelompok 3

D-IV Keperawatan Tingkat I

Ni Made Ayu Rahayuni (P07120214013)

Ida Ayu Rika Kusumadewi (P07120214013)

Putu Yeni Yunitasari (P07120214013)

Nyoman Wita Wihayati (P07120214013)

Ni Made Ayu Lisna Pratiw (P07120214013)

Ni Putu Erna Libya (P07120214013)

Ni Kadek Dian Inlam Sari (P07120214013)

Putu Meylitha B. (P07120214013)

Ni Luh Suci Novi Ariani (P07120214021)

Ida Ayu Diah Nareswari Keniten (P07120214039)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Page 2: Maternitas, silabus 6

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AJARAN 2014/2015

KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang

Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Maternitas untuk proses pembelajaran

di Politeknik Kesehatan Denpasar yang membahas tentang “Konsep Keperawatan Bayi

Baru Lahir” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak. Untuk itu

dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah

membantu dalam penelitian dan pengumpulan data.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan

kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

“Om Santih, Santih, Santih, Om”

Denpasar, 27 September 2014

Penulis

Page 3: Maternitas, silabus 6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………..1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….........11.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………...................21.4 Manfaat Penulisan ……………………………………………………...............21.5 Metode Penulisan……………………………………………………………......21.6 Sistematika penulisan…………………………………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bayi Baru Lahir ......................................................................................3

2.2 Adaptasi Fisiologi Bayi Baru Lahir ..........................................................................3

2.3 Kelainan pada Bayi Baru Lahir ...............................................................................24

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 51

3.2 Saran 51

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Maternitas, silabus 6
Page 5: Maternitas, silabus 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi baru lahir normal adalah bayi lahir yang melewati masa penyesuaian

pada minggu pertama kehidupannya. Sedangkan waktu di dalam uterus ibu bayi

aman, hangat dan makan dengan baik. Setelah lahir bayi harus menyesuaikan pada

pola untuk makan, bernapas dan tetap hangat (Asuhan Bayi Baru Lahir, 2000).

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002,

angka kematian bayi baru lahir sebesar 45/1000 kelahiran hidup dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain: infeksi, asfiksia neonatorum, trauma kelahiran,

cacat bawaan (seperti labio plato skisis), penyakit yang berhubungan dengan

prematuritas dan dismaturitas, imaturitas dan lain-lain. Ditinjau dari pertumbuhan

dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis.

Kasus labio palato skisis merupakan salah satu bentuk kelainan kongenital pada

bayi baru lahir. Labio palate skisis sering dijumpai pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan (Randwick, 2002). Kelainan ini merupakan kelainan

yang disebabkan faktor herediter, lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat,

1997), tetapi dapat diperbaiki dengan pembedahan. Secara umum, perawatan bayi

baru lahir berpusat pada ibu dan keluarga agar pemberian asuhan keperawatan

aman dan berkualitas dalam mengenali fokus dan adaptasi yang berorientasi

terhadap kebutuhan fisik dan psikososial bayi baru lahir. Riset menunjukkan bahwa

kontak dini yang diperpanjang antara orangtua-bayi baru lahir lebih besar secara

signifikan dibandingkan dengan risiko infeksi (Stright, 2005) Mengingat masa

neonatus/bayi baru lahir adalah masa penentu. Perkembangan dan pertumbuhan

bayi/anak selanjutnya serta diperlukan perhatian dan penanganan yang terpadu dan

berkesinambungan, maka penyusun tertarik untuk membuat makalah dengan judul

“Konsep Keperawatan Bayi Baru Lahir”

Page 6: Maternitas, silabus 6

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian bayi baru lahir?

1.2.2 Bagaimanakah adaptasi fisiologi bayi baru lahir?

1.2.3 Apa sajakah Kelainan pada bayi baru lahir?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengetahuan dan memahami konsep keperawatan bayi baru

lahir.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian bayi baru lahir.

b.Untuk megetahui adaptasi fisiologi bayi baru lahir.

c. Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir

1.4 Metoda Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini penu;lis menggunakan metoda studi kepustakaan

dan penelusuran IT.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Tujuan penulisan

1.3 Metoda penulisan

1.4 Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Bayi Baru Lahir

2.2 Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir

2.3 Kelainan Pada Bayi Baru Lahir

Page 7: Maternitas, silabus 6

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bayi Baru Lahir (Neonatus atau Neonatal)

Bayi Baru Lahir (BBL)/ Neonatus/ Neonatal adalah hasil konsepsi yang baru

keluar dari rahim seorang ibu melalui jalan kelahiran normal atau dengan bantuan

alat tertentu dengan periode sejak bayi lahir sampai 28 hari pertama kehidupan.

Bayi baru lahir fisiologis adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dan

berat badan lahir 2500-4000 gram. (Depkes RI, 2007). Selama beberapa minggu,

neonatus mengalami masa transisi dari kehidupan intrauterin ke extrauterine dan

menyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Masa bayi baru lahir (Neonatal)

dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Periode Partunate, dimana masa ini dimulai dari saat kelahiran sampai 15

dan 30 menit setelah kelahiran

b. Periode Neonate, dimana masa ini dari pemotongan dan pengikatan tali

pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidupan pascamatur.

2.2 Adaptasi Fisiologis BBL Terhadap Kehidupan Diluar Uterus

Page 8: Maternitas, silabus 6

Saat lahir, bayi baru lahir harus beradaptasi dari keadaan yang sangat

tergantung menjadi mandiri. Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang

semula berada dalam lingkungan interna ke lingkungan eksterna . Saat ini bayi

tersebut harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri,

mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula yang cukup, mengatur

suhu tubuh dan melawan setiap penyakit.Periode adaptasi terdahadap kehidupan

diluar rahim disebut periode transisi. Periode ini berlangsung hingga 1 bulan atau

lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh.Transisi yang paling nyata dan

cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi,sistem termoregulasi dan

dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa.

Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan

merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna

dan efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi

terhadap kehidupan diluar kandungan meliputi :

2.2.1 Adaptasi Fisiologi Fetus

Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat cepat yaitu

zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel blastomer),

kemudian menjadi blastokis (terdapat cairan di tengah) yang mencapai

uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang menjadi embrio

(sampai minggu ke-27). Setelah minggu ke-10 hasil konsepsi disebut janin.

Dengan demikian adaptasi fetus sudah terjadi secara fisiologis.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan

atau masa gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu.

Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di

dalam rahim (intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin).

2.2.2  Perubahan  Pernafasan

1. Perubahan Pernafasan Intrauterin

Page 9: Maternitas, silabus 6

Gerakan nafas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu

dan pada 34 minggu secara reguler gerak nafas ialah 40-60/menit dan di

antara jeda adalah periode apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai

bronkioli, sementara di dalam alveolus terdapat cairan alveoli. Gerakan

nafas janin dirangsang oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar

glukosa. Sebaliknya, kondisi hipoksia akan menurunkan frekuensi nafas.

Pada aterm normal, gerak nafas akan berkurang dan dapat apnea selama

2 jam.

Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang mengandung sel tipe I

dan II. Sel tipe II membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang

penting untuk fungsi pengembangan nafas. Surfaktan yang utama ialah

sfingomielin dan lesitin serta fosfatidil gliserol. Produksi sfingomielin

dan fosfatidil gliserol akan memuncak pada 32 minggu, sekalipun sudah

dihasilkan sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu, misalnya diabetes,

produksi surfaktan ini kurang juga pada pretrem ternyata dapat

dirangsang untuk meningkat dengan cara pemberian kortikosteroid pada

ibunya. Steroid dan faktor pertumbuhan terbukti merangsang

pematangan paru melalui suatu penekanan protein yang sama .

Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air ketuban merupakan cara untuk

mengukur tingkat kematangan paru, di mana rasio L/S > 2 menandakan

paru sudah matang.

Tidak saja fosfolipid yang berperan pada proses pematangan selular.

Ternyata gerakan nafas juga merangsang gen untuk aktif mematangkan

sel alveoli. (Sarwono, Prawirohardjo., (2010,) Hal 161 ).

Janin dalam kandungan sudah mengadakan gerakan-gerakan

pernafasan, namun air ketuban tidak masuk ke dalam alveoli paru-

parunya. Pusat pernapasan ini di pengaruhi oleh kadar O2 dan CO2 di

dalam tubuh janin. Keadaan ini dipengaruhi oleh sirkulasi plasenter

(pengaliran darah antara uterus dan plasenta). Apabila terdapat gangguan

Page 10: Maternitas, silabus 6

pada sirkulasi utero-plasenter sehingga saturasi oksigen lebih menurun,

misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklampsia dan

sebagainya, maka dapatlah gangguan dalam keseimbangan asam dan

basa pada janin tersebut, dengan akibat dapat melumpuhkan pusat

pernafasan janin.

Pada permukaan paru-paru yang telah matur ditemukan lipoprotein

yang berfungsi untuk mengurangi tahanan pada permukaan alveoli dan

memudahkan paru-paru berkembang pada penarikan nafas pertama pada

janin. Ketika partus, uterus berkontraksi dalam keadaan ini darah

didalam sirkulasi utero plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena

umbilicus dan sirkulasi janin sehingga jantung janin terutama serambi

kanan berdilatasi. Akibatnya apabila diperhatikan bunyi jantung janin

segera setelah kontraksi uterus hilang akan terdengar terlambat. Dalam

keadaan ini fisiologi bukan patologi.

2. Perubahan Pernafasan Ekstrauterin

Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas

melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru –

paru.

a. Perkembangan paru-paru

Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx

yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk

struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjut sampai

sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan

sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya

gerakan napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak

matang akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia

24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan

Page 11: Maternitas, silabus 6

alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak

tercukupinya jumlah surfaktan.

b. Awal adanya napas

Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi

adalah :

1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan

luar rahim yang merangsang pusat pernafasan

di otak.

2) Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru -

paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke

dalam paru-paru secara mekanis. Interaksi antara system

pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan

pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang

diperlukan untuk kehidupan.

3) Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah bayi lahir, kadar CO2

meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan.

Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin,

tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan

tingkat gerakan pernapasan janin.

4) Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.

c. Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas

Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :

1) Mengeluarkan cairan dalam paru-paru

2) Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali.

Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak

lesitin /sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru – paru.

Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan

jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar 30-34

minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi

Page 12: Maternitas, silabus 6

tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding

alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan.

Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat

akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan

kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan

glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi yang

sebelumnya sudah terganggu.

d. Dari cairan menuju udara

Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-parunya. Pada

saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga

cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang

dilahirkan secara sectio cesaria kehilangan keuntungan dari

kompresi rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah dalam

jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas yang

pertama udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus BBL. Sisa

cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh

pembuluh limfe dan darah.

2.2.3 Perubahan  Sirkulasi

a. Perubahan Sirkulasi Intrauterin

Mula-mula darah yang kaya oksigen dan nutrisi yang berasal dari

plasenta, melalui vena umbilicalis, masuk kedalam tubuh janin.

Sebagian besar darah melalui ductus venosus arantii akan mengalir ke

vena cava inferior. Dalam atrium dekstra sebagian besar darah akan

mengalir secara fisiologi ke atrium sinistra, melalui voramen oval yang

terletak diantara atrium dekstra dan atrium sinistra. Dari atrium sinistra

darah mengalir ke ventricle kiri kemudian dipompakan ke aorta. Hanya

sebagian kecil darah dari atrium kanan mengalir ke ventricle kanan

bersama-sama dengan darah yang berasal dari vena cava superior.

Page 13: Maternitas, silabus 6

Karena tekanan dari paru-paru yang belum berkembang, sebagian

darah dari ventricle kanan yang seharusnya mengalir melalui arteri

pulmonalis ke paru-paru, akan mengalir melalui ductus Botalii ke aorta.

Sebagian kecil akan mengalir ke paru-paru dan selanjutnya ke atrium

sinistra melalui vena pulmonalis. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin

oksigen penuh dengan sisa pembakaran dan sebagiannya akan dialirkan

ke plasenta melalui dua ateriol umbikalis. Seterusnya akan diedarkan ke

pembuluh darah di kotiledon dan jonjot-jonjot dan kembali melalui vena

umbilikalis ke janin.

Demikian seterusnya, sirkulasi janin ini berlangsung ketika berada

dalam uterus. Ketika janin dilahirkan segera bayi menghisap udara dan

menangis kuat, dengan demikian paru-parunya berkembang.

b. Perubahan Sirkulasi Ekstrauterin

Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk mengambil

oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan

oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan

diluar rahim harus terjadi 2 perubahan besar :

1) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung

2) Perubahan duktus arteriousus antara paru-paru dan aorta.

Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada

seluruh sistem pembuluh. Oksigen menyebabkan sistem pembuluh

mengubah tekanan dengan cara mengurangi / meningkatkan

resistensinya, sehingga mengubah aliran darah.

Perbedaan sirkulasi darah fetus dan bayi

a) Sirkulasi darah fetus

1. Struktur tambahan pada sirkulasi fetus

Page 14: Maternitas, silabus 6

1) Vena umbulicalis : membawa darah yang telah mengalami

deoksigenasi dari plasenta ke permukaan dalam hepar

2) Ductus venosus : meninggalkan vena umbilicalis sebelum

mencapai hepar dan mengalirkan sebagian besar darah baru

yang mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior.

3) Foramen ovale : merupakan lubang yang memungkinkan

darah lewat atrium dextra ke dalam ventriculus sinistra

4) Ductus arteriosus : merupakan bypass yang terbentang dari

venrtriculuc dexter dan aorta desendens

5) Arteri hypogastrica : dua pembuluh darah yang

mengembalikan darah dari fetus ke plasenta. Pada feniculus

umbulicalis, arteri ini dikenal sebagai ateri umbilicalis. Di

dalam tubuh fetus arteri tersebut dikenal sebagai arteri

hypogastica.

2. Sistem sirkulasi fetus

1) Vena umbulicalis : membawa darah yang kaya oksigen dari

plasenta ke permukaan dalam hepar. Vena hepatica

meninggalkan hepar dan mengembalikan darah ke vena cava

inferior.

2) Ductus venosus : adalah cabang – cabang dari vena

umbilicalis dan mengalirkan sejumlah besar darah yang

mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior.

3) Vena cava inferior : telah mengalirkan darah yang telah

beredar dalam ekstremitas inferior dan badan fetus,

menerima darah dari vena hepatica dan ductus venosus dan

membawanya ke atrium dextrum.

4) Foramen ovale : memungkinkan lewatnya sebagian besar

darah yang mengalami oksigenasi dalam ventriculus dextra

untuk menuju ke atrium sinistra, dari sini darah melewati

Page 15: Maternitas, silabus 6

valvula mitralis ke ventriculuc sinister dan kemudian melaui

aorta masuk kedalam cabang ascendensnya untuk memasok

darah bagi kepala dan ekstremitas superior. Dengan demikian

hepar, jantung dan serebrum menerima darah baru yang

mengalami oksigenasi.

5) Vena cava superior : mengembalikan darah dari kepala dan

ekstremitas superior ke atrium dextrum. Darah ini bersama

sisa aliran yang dibawa oleh vena cava inferior melewati

valvula tricuspidallis masuk ke dalam venriculus dexter.

6) Arteria pulmonalis : mengalirkan darah campuran ke paru -

paru yang nonfungsional, yanghanya memerlukan nutrien

sedikit.

7) Ductus arteriosus : mengalirkan sebagian besar darah dari

vena ventriculus dexter ke dalam aorta descendens untuk

memasok darah bagi abdomen, pelvis dan ekstremitas

inferior.

8) Arteria hypogastrica : merupakan lanjutan dari arteria illiaca

interna, membawa darah kembali ke plasenta dengan

mengandung leih banyak oksigen dan nutrien yang dipasok

dari peredaran darah maternal.

b) Perubahan pada saat lahir

1) Penghentian pasokan darah dari plasenta.

2) Pengembangan dan pengisian udara pada paru-paru.

3) Penutupan foramen ovale.

4) Fibrosis

a. Vena umbilicalis.

b. Ductus venosus.

c. Arteriae hypogastrica.

d. Ductus arteriosus.

Page 16: Maternitas, silabus 6

Sirkulasi pulmonari: vena umbilikus, duktus venosus, foramen

ovale, dan duktus arteriosus.

Perbedaan  sirkulasi fetus dan sirkulasi neonatal

No Perbedaan Sirkulasi Fetus Sirkulasi Neonatal

1 Sirkulasi

pulmonal

Aktif, kurang

berkembang

Aktif, perkembangan

meningkat

2 Foramen

ovale

Terbuka Tertutup

3 Duktus

arteriosus

botali

Terbuka Tertutup

4 Duktus

venosus

arantii

Terbuka Tertutup

5 Sirkulasi

sistemik

Aktif dengan

resisten rendah

Aktif, dengan

meningkatkan resistensi.

2.2.4 Termoregulasi dan Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme

A. Termoregulasi

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan

mengalami “Stress Dingin” atau Cold Stress terutama karena perubahan

lingkungan dari dalam rahim ke dunia luar yang jauh lebih dingin.

Secara fisiologis, tubuh bayi akan menggunakan timbunan lemak

coklat (Brown Fat) untuk menghasilkan panas. Namun cadangan lemak

Page 17: Maternitas, silabus 6

coklat ini akan habis dan bayi akan mudah mengalami hipoglisemia,

hipoksia dan asidosis.

Untuk itu, pencegahan kehilangan panas sangatlah diperlukan.

Perubahan kondisi terjadi pada neonatus yang baru lahir. Di dalam tubuh

induknya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu lahir maka hubungan

dengan induk sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan suhu

tubuhnya sendiri melalui aktifitas metabolismenya.

Semakin kecil tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan lemaknya.

Semakin kecil tubuh neonatus juga semakin tinggi rasio permukaan

tubuh dengan massanya.

Suhu permukaan kulit meningkat atau turun sejalan dengan

perubahan suhu lingkungan. Sedangkan suhu inti tubuh diatur oleh

hipotalamus. Namun pada pediatrik, pengaturan tersebut masih belum

matang dan belum efisien. Oleh sebab itu pada pediatrik ada lapisan

yang penting yang dapat membantu untuk mempertahankan suhu

tubuhnya serta mencegah kehilangan panas tubuh yaitu rambut, kulit dan

lapisan lemak bawah kulit.

Ketiga lapisan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan efisien atau

tidak bergantung pada ketebalannya. Sayangnya sebagian besar pediatrik

tidak mempunyai lapisan yang tebal pada ketiga unsur tersebut. Transfer

panas melalui lapisan pelindung tersebut dengan lingkungan berlangsung

dalam dua tahap. Tahap pertama panas inti tubuh disalurkan menuju

kulit. Tahap kedua panas tubuh hilang melalui radiasi, konduksi,

konveksi atau evaporasi.

B. Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme

Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah

tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat

lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya

Page 18: Maternitas, silabus 6

sendiri. Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu

cepat (1 sampai 2 jam).

Koreksi penurunan gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara :

1) Melalui penggunaan ASI (bayi baru lahir sehat harus didorong

untuk menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir).

2) Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis)

3) Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak

(glukoneogenesis).

Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah

yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen (glikogenolisis). Hal

ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup.

Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen,

terutama dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan dalam

rahim. Seorang bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir yang

mengakibatkan hipoksia akan menggunakan persediaan glikogen dalam

jam pertama kelahiran. Inilah sebabnya mengapa sangat penting

menjaga semua bayi dalam keadaan hangat. Perhatikan bahwa

keseimbangan glukosa  tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam

pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan

digunakan pada jam pertama maka otak bayi dalam keadaan beresiko.

Bayi baru lahir kurang bulan, lewat bulan, hambatan pertumbuhan

dalam rahim dan distress janin merupakan resiko utama, karena

simpanan energi berkurang atau digunakan sebelum lahir.

2.2.5 Bayi Rentan Kehilangan Panas

Pada dasarnya turunnya suhu tubuh ini dapat terjadi akibat penurunan

produksi panas, peningkatan panas yang hilang atau gangguan pada pengatur

suhu tubuh termoregulasi). Ahli kesehatan anak menerangkan bahwa

penurunan produksi panas dapat berhubungan dengan sistem endokrin,

Page 19: Maternitas, silabus 6

seperti gangguan hormon tiroid atau pituitary. Peningkatan panas yang

hilang dapat terjadi akibat berpindahnya panas tubuh ke lingkungan sekitar.

Sedangkan gangguan termoregulasi dapat terjadi akibat gangguan di

hipotalamus yaitu suatu bagian otak yang Salah Satu fungsinya mengatur

suhu tubuh.

Mekanisme Kehilangan Panas Pada Neonatus

Pengaturan suhu pada neonatus masih belum baik selama beberapa saat.

Karena hipotalamus bayi masih belum matur, dan bayi masih rentan

terhadap hipotermia, terutama jika terpapar dingin atau aliran udara dingin,

saat basah, sulit bergerak bebas, atau saat kekurangan nutrisi. Bayi

memasuki suasana yang jauh lebih dingin dari pada saat kelahiran, dengan

suhu kamar bersalin 210 C yang sangat berbeda dengan suhu dalam

kandungan, yaitu 37,70 C. Pada saat lahir, faktor yang berperan dalam

kehilangan panas pada bayi baru lahir meliputi area permukaan tubuh bayi

baru lahir, berbagai tingkat insulasi lemak subkutan, dan derajat fleksi otot.

Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat amnion menguap dari

kulit. Setiap milimeter penguapan tersebut memindahkan 500 kalori panas

(Rutter 1992). Bayi kehilangan panas melalui empat cara, yaitu:

1. Konduksi

Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh

bayi dengan permukaan yang dingin.

Contoh: Bayi yang diletakkan di atas meja, tempat tidur atau timbangan

yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh akibat proses

konduksi.

2. Konveksi

Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi terpapar

dengan udara sekitar yang lebih dingin.

Page 20: Maternitas, silabus 6

Contoh: Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan dalam ruangan yang

dingin akan cepat mengalami panas. Kehilangan panas juga dapat terjadi

jika ada tiupan kipas angin, aliran udara atau penyejuk ruangan.

Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 200 C dan

sebaiknya tidak berangin. Tidak boleh ada pintu dan jendela yang

terbuka. Kipas angin dan AC yang kuat harus cukup jauh dari area

resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan

konveksi udara sekitar bayi.

3. Evaporasi

Evaporasi adalah kehilangan panas akibat bayi tidak segera dikeringkan.

Contoh: Kehilangan panas terjadi karena meguapnya cairan ketuban

pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh bayi tidak segera

dikeringkan. Hal yang sama dapat terjadi setelah bayi dimandikan.

Karena itu bayi harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan

rambut, sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik lagi

menggunakan handuk hangat untuk mencegah kehilangan panas secara

konduksi.

4. Radiasi

Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi yang di

tempatkan dekat benda yang mempunyai tempratur tubuh lebih rendah

dari tempratur tubuh bayi.

Contoh: Bayi akan mengalami kehilangan panas melalui cara ini

meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan langsung

dengan tubuh bayi.

Upaya Mencegah Kehilangan Panas :

a.Keringkan bayi secara seksama

b. Selimuti bayi dengan selimut bersih, kering dan hangat

c.Tutupi kepala bayi

Page 21: Maternitas, silabus 6

d. Anjurkan ibu memeluk dan memberikan ASI

e.Jangan segera menimbang atau memandikan bayi

f. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat

2.2.6  Perubahan Sistem Hematologi

Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan

pembuluh paru yang besar ( lebih tinggi dibandingkan tahanan vaskuler

sistemik=SWR) hanya 10% dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru,

sedangkan sisanya (90%) terjadi shunting kanan ke kiri melalui duktus

arteriosus Bottali.

Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak

(saat umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah,

tahanan pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru-

paru mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen

ovale (menutup setelah berberapa minggu), aliran darah dari duktus

arteriosus Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini tersebut sirkulasi

transisi. Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi

10-15 jam yang disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis

dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.

Pada neonatus, reaksi pembuluh darah masih sangat kurang sehingga

keadaan kehilangan darah, dehidrasi, dan kelebihan volume juga sangat

kurang untuk ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan

dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik

untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter

yang adekuat terhadap penggantian volume. Oteregulasi aliran darah otak

pada bayi baru lahir tetap dipelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-

130 mmHg. Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan

darah sekitar 80/60 mmHg.

2.2.7 Perubahan Sistem Gastrointestinal

Page 22: Maternitas, silabus 6

1. Perubahan Sistem Gastrointestinal Intrauterine

Perkembangan dapat dilihat di atas 12 minggu di mana akan nyata

pada pemeriksaan USG. Pada 26 minggu enzim sudah terbentuk

meskipun amilase baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air

ketuban dan akan tampak gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan

amnion yang ditelan akan menghasilkan mekonium di dalam usus.

Mekonium ini akan tetap tersimpan sampai partus, kecuali pada kondisi

hipoksia dan stres, akan tampak cairan amnion bercampur mekonium.

(Sarwono, Prawirohardjo., (2010,) Hal 161 ).

2. Perubahan Sistem Gastrointestinal Ekstrauterin

Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan

menelan. Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk

baik pada saat lahir.

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan

mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara

esofagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang

mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus, kapasitas

lambung masih terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup

bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara lambat bersamaan

dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang sering

oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand.

2.2.8 Perubahan Sistem Imunitas

1. Perubahan Sistem Imunitas Intrauterine

Pada kehamilan minggu ke-8 telah ada gelaja terjadinya kekebalan

dengan adanya limfosit-limfosit disekitar tempat timus kelak. Dengan

semakin tuanya usia kehamilan jumlah limfosit dalam darah perifer

meningkat dan mulai terbentuk pula folikel-folikel limfe. Jumlah

Page 23: Maternitas, silabus 6

lomfosit-limfosit limfe yang terbanyak terdapat pada akhir kehamilan

misalnya di limfa memperlihatkan jaringan warna merah.

Tuanya kehamilan juga ditemukan sarang selimfoit yang makin lama

makin besar. Penangkis humoral dibentuk oleh sel limfoit, terdiri dari

pasangan polipeptin simetrik. Gama-G ditemukan pada orang dewasa,

sedikit pada janin akhir kehamilan dan dibentuk pada bulan kedua

sesudah bayi lahir. Gama-Glabulin berasal dari ibu yang disalurkan

melalui palsenta dengan cara pinositosis disebut kekebalan pasif.

Penyaluran gama-G imunoglobin dari ibu ke janin tidak selalu

menguntungkan bagi janin, pada Rh resus isoimunisasi. Gama-G

imunoglobin ibu melintasi plasenta dan merusak eritrosit janin

mengasilkan eritroblastosis retails. Janin mengandung unsur ayahnya dan

tempat implantasi plasenta. Dikenal sebagai allograft rejection. 

Pembentukan benda penangkis ditemukan pada kehamilan 5 bulan.

Produksi gama-M imunoglobin meningkat setelah bayi lahir.  Kelemahan

bayi baru lahir adalah hanya dilindungi oleh gama-G imunoglobin ibu

hingga terbatas kadarnya dan kurang gama-A imunoglobin.

2. Perubahan Sistem Imunitas Ekstrauterin

Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga

menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.

Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami

maupun yang di dapat. Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan

tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi.

Berikut beberapa contoh kekebalan alami:

a. Perlindungan oleh kulit membran mukosa

b. Fungsi saringan saluran napas

c. Pembentukan koloni mikroba oleh klit dan usus

d. Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung

Page 24: Maternitas, silabus 6

Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel yaitu oleh sel darah

yang membantu BBL membunuh mikroorganisme asing. Tetapi pada

BBL se-sel darah ini masih belum matang, artinya BBL tersebut belum

mampu melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien.

Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. BBL dengan

kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi

antibodi keseluruhan terhadap antigen asing masih belum dapat

dilakukan sampai awal kehidupa anak. Salah satu tugas utama selama

masa bayi dan balita adalah pembentukan sistem kekebalan tubuh.

Defisiensi kekebalan alami bayi menyebabkan bayi rentan sekali

terjadi infeksi dan reaksi bayi terhadap infeksi masih lemah. Oleh

karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek

persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan

deteksi dini serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.

2.2.9  Perubahan Sistem Ginjal

1. Perubahan Sistem Ginjal Intrauterine

Pada 22 minggu akan tampak pembentukan korpuskel ginjal di zona

jukstaglomerularis yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk sempurna

pada minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke

ginjal, mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta.

Sementara itu, tubuli juga mampu filtrasi sebelum glomerulus berfungsi

penuh. Urin janin menyumbang cukup banyak pada volume cairan

amnion. Bila terdapat kondisi oligohidramnion itu merupakan pertanda

penurunan fungsi ginjal atau kelainan sirkulasi. (Sarwono,

Prawirohardjo., (2010,) Hal 162 ).

Page 25: Maternitas, silabus 6

Janin muda mengandung sekitar 90% air. Sistem urinasi mulai pada

bulan pertama. Produksi urin pada janin dimulai antara masa gestasi 9

dan 11 minggu kehidupan intrauterin.

2. Perubahan Sistem Ginjal Ekstrauterin

Bayi ginjalnya relatif banyak mengandung air dan natrium. Fungsi

ginjal belum sempurna. Peranan ginjal janin dalam menjaga homeostasis

tubuh sampai saat ini masih dipertanyakan, ditemukan adanya

kemampuan ginjal fetus untuk memekatkan dan mengencerkan urin,

mengabsorbsi fosfat dan mengadakan transportasi zat organik.

Fungsi eksresi janin dilakukan melalui plasenta. Hal ini terbukti

dengan ditemukannya hasil pemeriksaan komposisi cairan tubuh fetus

yang normal, termasuk angka plasma kreatinin dan ureum pada neonatus

saat lahir, meskipun terdapat agenesis kedua ginjal.

2.2.10 Ikterus Neonatorum Fisiologis

Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat

deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering

terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata.

Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang

terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun

di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan

alat tubuh lainnya berwarna kucing.

Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar

bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia

merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat

toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit

kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat

mengganggu tumbuh kembang bayi.

Page 26: Maternitas, silabus 6

Ikterus neonatorum dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Neonatorum Fisiologi

Neonatorum Fisiologis Adalah keadaan hiperbirirubin karena faktor

fisiologis merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.

Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai

berikut (Hanifa, 1987):

1. Timbul pada hari ke-2 atau ke-3.

2. Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg

% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per

hari.

4. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %.

5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

6. Bayi tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa.

7. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis

tertentu.

Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ

hati yang belum “matang” dalam memproses bilirubin, kurang

protein Y dan Z dan enzim glukoronyl tranferase yang belum cukup

jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua bayi

harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa

berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang

disebabkan oleh karena penyakit atau infeksi.

b. Neonatorum Patologis

Neonatorum Patologis adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin

dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk

menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,

atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown

Page 27: Maternitas, silabus 6

menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg

% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly

menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap

sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih

dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.

2. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang

bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.

3. Bilirubin direk lebih dari 1mg%.

4. Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

5. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,

defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).

2.3 Kelainan pada Bayi Baru Lahir

2.3.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kelainan pada Bayi Baru Lahir

1. Faktor Infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi

yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama

kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini

dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan suatu organ tubuh.

Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan

kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.

Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh

virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi

Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital

pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai

tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.

Page 28: Maternitas, silabus 6

Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat

menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus

sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital

yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada

sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroptalmia.

2. Faktor obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada

trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan

terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang

telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide

yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.

Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari

pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini

kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus

minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian transkuilaiser untuk

penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak

dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya

sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

3. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau

ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan

pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

4. Faktor radiasi

Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat

menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi

yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat

mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat

menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi

Page 29: Maternitas, silabus 6

untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya dihindarkan dalam

masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

5. Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa

kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada

penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan

kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan

makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari

ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi

protein, vitamin A riboflavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat

menaikkan kejadian kelainan kongenital.

2.3.2 Jenis-Jenis Kelainan pada Bayi Baru Lahir

1. Labioskizis/Labiopalatoskizis

a. Pengertian

Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian

depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup

dengan sempurna.

b. Etiologi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing.

Faktor tersebut antara lain , yaitu :

1) Faktor Genetik atau Keturunan

Dimana material genetik dalam kromosom yang

mempengaruhi. Hal ini dapat terjadi karena adaya adanya

mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang

normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang

kromosom non-sex (kromosom 1 s/d 22) dan 1 pasang

kromosom sex (kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis

Page 30: Maternitas, silabus 6

kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau

Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap

sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya

adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir

sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada

perkembangan otak, jantung, dan ginjal.

2) Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada

waktu hamil, kekurangan asam folat.

3) Radiasi

4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya

seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi

hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya

kecanduan alkohol, terapi penitonin

7) Multifaktoral dan mutasi genetik

8) Diplasia ektodermal

c. Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya

karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga

bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah

kembali.

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen

maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi

kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan

fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole

terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 minggu.

d. Klasifikasi

1. Berdasarkan organ yang terlibat

Page 31: Maternitas, silabus 6

a) Celah di bibir (labioskizis)

b) Celah di gusi (gnatoskizis)

c) Celah di langit (palatoskizis)

d) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di

bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan

hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui

adalah:

a) Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya

disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b) Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya

disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c) Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi

bibir dan memanjang hingga ke hidung.

e. Tanda dan Gejala

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

Terjadi pemisahan langit – langit

Terjadi pemisahan bibir

Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.

Infeksi telinga berulang.

Berat badan tidak bertambah.

Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya

air susu dari hidung.

f. Diagnosis

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir

mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik.

Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui

keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan

Page 32: Maternitas, silabus 6

ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan

kandungannya dengan menggunakaan USG.

g. Komplikasi

Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa

komplikasi karenannya, yaitu ;

1) Kesulitan makan; dialami pada penderita bibir sumbing dan jika

diikuti dengan celah palatum, memerlukan penanganan khusus

seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran

dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing

2) Infeksi telinga dan hilangnya pendengaran. Dikarenakan tidak

berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah

dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan

kehilangan pendengaran.

3) Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami

penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu

pola berbicara bahkan dapat menghambatnya

4) Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan

tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

h. Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi.

Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan

yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan

sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi

bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan

bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu

dan kadar leukosit minimal 10.000/ui. 

2. Meningokel

a. Pengertian

Page 33: Maternitas, silabus 6

Meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan

embriologis yang disebut Neural tube defect (NTD). Meningokel

disebabkan oleh banyak faktor dan metibatkan banyak gen

(multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penetitian yang

mengungkap bahwa sekitar tujuhpuluh persen kasus NTD dapat

dicegah dengan suplementasi asam fclai, sehingga defisiensi asam

folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis

meningokel.

b. Etiologi

Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan,

kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat, mengonsumsi

klomifen dan asam valfroat, dan hipertermia selama kehamilan.

Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika

wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi,

termasuk asam folat.

c. Tanda dan Gejala

Gangguan persarafan

Gangguan mental

Gangguan tingkat kesadaran

d. Penatalaksanaan

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal

untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi

spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat

kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar.

Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis.

Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya

disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai

system tubuh.

Page 34: Maternitas, silabus 6

Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan

pengobatan. Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang

meningokel, secara bedah diperlukan.

Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang

suatu pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan

mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan

intrakranium.

Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi

kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda

spinalis. Prognosis setelah pembedahan biasanya baik.

3. Ensefalokel

a. Pengertian

Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan

adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk

seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel

disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama

perkembangan janin.

b. Gejala

Gejalanya berupa :

Hidrosefalus

Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)

Gangguan perkembangan

Mikrosefalus

Gangguan penglihatan

Keterbeiakangan mental dan pertumbuhan

Ataksia

Kejang

c. Etiologi

Page 35: Maternitas, silabus 6

Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi,

faktor usia ibu yang tertaiu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik,

serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan

asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan

mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan

laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.

d. Penatalaksanaan

Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh

jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah

supfemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk

mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi_

Safah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan

pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke

dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan

kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu

shunt. pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif.

Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi

kantung dan kelainan otak yang menyertainya.

4. Hidrosefalus

a. Pengertian

Hidrosefalus (kepala air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani:

“hydro” yang berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala; sehingga

kondisi ini sering dikenal dengati “kepala air”) adalab penyakit yang

terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal).

Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang

selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-

pusat saraf yang vital.

b. Etiologi

Gangguan sirkulasi LCS

Page 36: Maternitas, silabus 6

Gangguan produksi LCS

c. Tanda dan Gejala

Terjadi pembesaran tengkorak

Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu

mengarah kebawah)

Gangguan perkembangan motorik

Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan

d. Penatalaksanaan

Pembedahan

Pemasangan “Suchn Suction”

5. Fimosis

a. Pengertian

Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis.

Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada

bayi baru lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas akan

menghilang dengan sendirinya.

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga

menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar

sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering

menangis keras sebelum urine keluar. Keadaan demikian lebih baik

segera disunat, tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil.

Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang prepusium

dengar, cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan

biasanyaa akan terjadi luka.

Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka

tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula dilakukan

oleh dokter. Selanjutrnya di rumah orang tua sendiri diminta

tnelakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada orang Barat, sunat

Page 37: Maternitas, silabus 6

dilakukan pada seorangbayi laki-laki ketika masih dirawat/ ketika baru

lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi

karena adanya smegma, bukan karena keagamaan). Adanya smegma pada

ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap

memandikan bayi hendaknya prepusium didorong ke belakang kemudian

ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air

matang.

b. Etiologi

Fimosis pada bayi laki-laki yang barn lahir terjadi karena ruang di

antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini

menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit

ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau

didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

c. Gejala

Untuk menandai apakah anak memang mengalami funosis, orang tua

sebaiknya mencermati beberapa gejala berikut : Kulit penis anak tak bisa

ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan. Anak mengejan saat

buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup. Biasanya

ia menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung. Air seni

yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah

yang tidak dapat diduga. Kalau sampai timbul infeksi, maka si buyung

akan mengangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.

Jika gejala-gejala di atas ditemukan pada anak, sebaiknya bawa ia ke

dokter. Jangan sekali-kali mencoba membuka kulup secara paksa dengan

menariknya ke pangkal penis. Tindakan ini berbahaya, karena kulup yang

ditarik ke pangkal dapat menjepit batang penis dan menimbulkan rasa

nyeri dan pembekakan yang hebat. Hal ini dalam istilah kedokteran

disebut para Fimosis. Jika si Buyung mengalami kesulitan buang air kecil,

dokter akan mencoba melebarkan kulit yang melekat, namun hal ini harus

Page 38: Maternitas, silabus 6

dilakukan dengan sangat hati-hati oleh seorang dokter yang

berpengalaman.

d. Penatalaksanaan

Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan

tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit

preputium) atau teknik bedah plastik lainnya seperti preputioplasty

(memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi

medis utama dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah

fimosis patotogik.

Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kutit

preputium 1 atau 2 kali sehari, selama 4-5 minggu, juga efektif dalam

tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis telah membaik, kebersihan atat

ketamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan dikembalikan lagi

ke posisi semula pada saat mandi dan setelah berkemih untuk mencegah

kekambuhan fimosis.

6. Hipospadia

a. Pengertian

Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang

sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya

pengolahannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya

mendapatkan hasil yang memuaskan.

Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir,

cirinya, letak lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di

ujung penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra

terdapat di tengah bantang penis atau pada pangkal penis dan kadang pad

skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini sering kali

berhubungan dengan kardi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang

yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

Page 39: Maternitas, silabus 6

Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air

seni keluar) berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal

glans penis, sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi lubang

saluran kencing letaknya bukan pada tempat yang semestinya dan terletak

di sebelah bawah penis bahkan ada yang terletak di rentang kemaluan.

Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada

scrotum dapat berupa undescensus testis, meorchisdism, disgenesis testis

dan hidrotole pada penis berupa propenil scrotum mikrophalasus dari

torsi penile. Sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney,

malrotasi, duplek dan refluk ureter.

b. Etiologi

Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor

lingkungan dan pola hidup yang kurang sehat, akibatnya marak

penggunaan pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat

polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan

hipospadia.

Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka tinggal

disekitar daerah pembuangan sampah. Ada pula yang berasal ari keluarga

petani. Penderita hipospadia umumnya berasal dari keluarga kurang

mampu. Akibatnya banyak diantara penderita tak bisa segera ditangani.

Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui

secara pasti, tetapi dari hasil penelitian pakar kedokteran di sejumlah

negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi laki-laki kelahiran

hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.

c. Penatalaksanaan

(a) Sunat. Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk

menghilangkan masalah fimosis secara permanen. Rekomendasi ini

diberikan terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan buang air

Page 40: Maternitas, silabus 6

kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat

dilakukan dengan anestesi umum ataupun lokal.

(b) Obat. Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan

elastisitas kulup. Pemberian salep ini harus dilakukan secara teratur

dalam jangka waktu tertentu agar efektif.

(c) Peregangan. Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan

bertahap kulup yang dilakukan setelah mandi air hangat selama lima

sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini harus dilakukan

dengan hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan

pembentukan parut. Jangan sekali-kali membuka kulup secara paksa

dengan menariknya ke arah pangkal penis. Tindakan ini berbahaya,

karena kulup dapat terjepit, menimbul nyeri dan pembengkakan

yang hebat. Bila anak mengalami kesulitan buang air kecil, dokter

akan mencoba melebarkan kulup yang melekat. Pelebaran (dilatasi)

ini mudah, hanya sekitar 5 menit dan tidak perlu dianestesi (dibius).

Bila upaya ini gagal, maka tindakan sunat (sirkumsisi) adalah jalan

keluarnya. Apalagi, bila fimosisnya menetap atau terjadi infeksi.

Bila perlu, dilakukan pembiusan.

7. Gangguan Metabolik dan Endokrin

Gangguan metabolik herediter : Ada lebih dari 400 gangguan genetik

biokimia, kebanyakan terkait-X atau autosom resesif.

a. Etiologi

1) Bisa berhubungan dengan terputusnya sintesis atau katabolisme molekul

kompleks yang mengakibatkan gejala –

progresif permanen.

2) Bisa berhubungan dengan gangguan sekuens metabolisme yang

menyebabkan akumulasi senyawa toksik.

3) Bisa berhubungan dengan detisiensi produksi atau penggunaan energi.

Page 41: Maternitas, silabus 6

b. Manifestasi klinis umum

Bisa terjadi dalam beberapa jam sampai berbulan-bulan setelah lahir.

Bisa menyerupai tanda dan gejala sepsis. Banyak orang

merekomendasikan pemeriksaan kadar amonia serum untuk tiap bayi <

3 bulan yang dicurigai sepsis.

Harus dicurigai pada tiap bayi yang: nampak sehat setelah lahir tetapi

mengalami gejala setelah pengenalan makanan; mengalami asidosis

metabolic berat yang tak dapat dijelaskan; muntah rekuren datang

dengan penurunan kesadaran, dicurigai sepsis; serta memiliki riwayat

keluarga dengan gejala serupa, retardasi mental, sindrom kematian bayi

mendadak, utau kematian neonatal yang tak dapat dijelaskan.

Bisa datang dengan kejadian akut mengancam jiwa yang tidak

berespons terhadap terapi yang biasa.

Temuan klinis bisa meliputi: gastrointestinal (curigai selalu bila disertai

muntah, strkar makan, sukar menambah berat badan, diare, ikterus, atau

hepatomegali); neurologis (letargi, iritabilitas, mengisap lemah, tremor,

kejang, hipertonia, rigiditas, atau koma); jantung (kardiomiopati atau

aritmia); bau atau warna urine yang tak biasa; pernapasan (takipnea,

apnea, atau distres pcrnapasan); gambaran tubuh dismorfisme; mata

(katarak, lensa ektopik, bintik merahceri, pengabutan kornea, atau

retinitis pigmentosa); rambut (alopesia, steely hair- atau kinky hair);

kulit (nodulus kulit, kulit tebal, iktiosis, atau lesi Wit), dan kepala

(makrosefali atau mikrosefali).

c. Pemeriksaan diagnostik

1) Lakukan penapisan metabolik

2) Hitung darah lengkap

3) Urinalisis: zat pereduksi, keton, bau, dan warna.

4) Gas darah arteri: asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik.

Page 42: Maternitas, silabus 6

5) Elektrolit serum: peningkatan anion gap biasanya > 16 anion gap tidak

terjadi pada semua kesalahan metabolisme sejak lahir.

6) Glukosa darah

Hipoglikemia dapat dihubungkan dengan 3-Metil-gultakonik

asiduria; penyakit urine rnaple syrup; defisiensi 3-hidroksi-3-

Metilglutaril CoA Liase; propionik asidemia; metilmalonik

asidemia; defisiensi Asil CoA dehidrogenase rantai sedang;

defisiensi karnitinl asilkarnitin translokase; serta defisiensi karnitin-

palmitil transferase I dan karnitin-palmitil transferase II.

Hipoglikemia tidak berhubungan dengan penyakit penyimpanan

glikogen tipe II.

7) Kadar amonia plasma: sering melebihi 1000 µmol/L

8) Enzim hepar, termasuk kadar hilirubin total dan direk.

9) Asam amino plasma dan urine-, asam organik urine.

10) Kadar laktat plasma.

11) Mungkin memerlukan pemeriksaan khusus (mis., pemeriksaan biopsi

kulit dan cairan serebrospitial CSFJ).

d. Intervensi

Berikan perawatan suportif. Hasilnya relatif cepat diperoleh.

Puasa sampai diagnosis diperoleh.

Lakukan selalu rujukan rnetabolik/genetik dan pertimbangkan

pemindahan ke institusi yang mengkhususkan pada gangguan

metabolik herediter.

Hasil akhir : sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir responsif

terhadap pembahan diet : sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir

letal dan memerlukan perawatan paliatif.

Page 43: Maternitas, silabus 6

8. Atresia Esofagus

a. Pengertian

Atresia esophagus adalah esofagus/kerongkongan yang tidak

terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak

tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya. Atresia esofagus

merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang

diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan

bagian distal berhubungan dengan trakea.

b. Etiologi

Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya

kelainan kongenital atresia esophagus:

Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan

kelainan kongenital ialah thalidomine

Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat

menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat

mengakibatkan mutasi pada gen.

Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan

congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan

makanan

c. Patofisiologi

Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6

minggu akibat :

Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan

diri untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea

Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga

menyebabkan terjadinya atresia

Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga

terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan

dalam patogenesis ini

Page 44: Maternitas, silabus 6

9. Obstruksi Billiaris

a. Pengertian

Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu

karena terbentuknya jaringan fibrosis

b. Etiologi

Degenerasi sekunder

Kelainan congenital

c. Tanda dan Gejala :

Ikterik (pada umur 2-3 minggu)

Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim

hati, sehingga bilirubin indirek meningkat)

Bilirubinuria

Tinja berwarna seperti dempul

Terjadi hepatomegali

d. Patofisiologi

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding

misalnya ada tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu

empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab

sambutan didalam lumen saluran. Pankreatis,tumor caput

pankreas,tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas didaerah

ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar

menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang

dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses

amuba pada lokasi tertentu, diventrikel duodenum dan striktur sfingter

vavila vater.

Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja

pucat, biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal

(pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas.

Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam

Page 45: Maternitas, silabus 6

empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan

pelepasan ovioid endogen. Penyebab obstruksi billiaris adalah

tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir

kedalam usus untuk dikeluarkan (sebagai strekobillin) dalam feses.

e. Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris

bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan

aliran empedu.tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan

misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya

untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopy baik

melalui papila vater atau dengan laparoscopy. Bila tindakan

pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab

sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu

yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh

misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada ductus

koledokus atau kolesistostomi.

Penatalaksanaan keperawatan

Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan yang cukup gizi

sesuai dengan kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi).

Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada

bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena

hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar atau

terapi lain. Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya

penyumbatan.

Penatalaksanaan medisnya yaitu dengan operasi

10. Omfalokel

a. Pengertian

Page 46: Maternitas, silabus 6

Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar

dalam kantong peritoneum

b. Etiologi

Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu

janin berumur 10 minggu

c. Tanda dan Gejala

Gangguan pencernaan, karena polisitemia  dan hiperinsulin

Berat badan lahir > 2500 gr

d. Penatalaksanaan

Bila kantong belum pecah, diberikan merkurokrom yang bertujuan

untuk penebalan selaput yang menutupi kantong

Pembedahan

11. Hernia Diafragmatika

a. Pengertian

Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga

dada melalui suatu lubang pada diafragma.  Diafragmatika adalah sekat

yang membatasi rongga dada dan rongga perut.  Secara anatomi serat otot

yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal

dari arkus lumboskral dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang

paling lemah dan mudah terjadi rupture.

Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69% pada sisi kiri,

24% pada sisi kanan, dan 15% terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena

adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan

memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen

yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus,

kolon, limpa’dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun

strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks

ini.

Page 47: Maternitas, silabus 6

Lubang hernia dapat terjadi di peritoneal (tipr bochdalek) yang

tersering ditemukan.  Pada hernia bochdalek umumnya langsung

menunjukkan gejala pada saat bayi.  Pada kasus hernia bochdalek, bayi

akan tampak kebiruan dan perut kembung. Kemudian, anterolateral (tipe

morgagni) atau di esofageal hiatus hernia.  Umumnya baru menimbulkan

gejala pada usia dewasa.

b. Penyebab

Penyebab penyakit hernia ini adalah janin tumbuh di uterus ibu

sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma

berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus

(saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan

usus juga berkembang pada minggu itu.

Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang tidak normal

atau usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma

berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya

berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.

Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran

pencernaan tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi

karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik

maupun lingkungan. 

c. Tanda dan Gejala Penyakit Hernia

Gejalanya berupa:

- Gangguan pernafasan yang berat

- Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)

- Takipneu (laju pernafasan yang cepat)

- Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)

- Takikardia (denyut jantung yang cepat)

Page 48: Maternitas, silabus 6

d. Komplikasi

Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.

Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak

berkembang secara sempurna.

Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera

terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga

menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.

Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia

diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan

kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom.

e. Penatalaksanaan

- Berikan diet RKTP

- Berikan Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMCO)

- Dilakukan tindakan pembedahan

12. Atresia Duodeni

a. Pengertian

Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh,

tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang

buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak

bersambung.

b. Etiologi

- Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu

ke-4 dan ke-5

- Banyak terjadi pada bayi yang lahir premature

c. Tanda dan Gejala

- Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen

- Ikterik

Page 49: Maternitas, silabus 6

d. Penatalaksanaan

- Pemberian terapi cairan intravena

- Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

13.  Atresia ani/rekti (penyumbatan/obstruksi pada rectum/anus)

a. Pengertian

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya

nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri

adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal

atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.

Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya

berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi

karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses

penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh

saluran tubuh, misalnya atresia ani.

Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki

nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir

selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti

keadaan normalnya.

b. Klasifikasi Atresia Ani

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai imperforata.

Ladd dan Gross (1966) membagi anus imperforata dalam 4 golongan,

yaitu:

- Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus

- Membran anus menetap

- Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada

bermacam-macam jarak dari peritoneum

- Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Page 50: Maternitas, silabus 6

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita

yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar

lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah

rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula

rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta

jarang rektoperineal.

c. Etiologi Atresia Ani

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

- Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur

sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

- Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12

minggu/3 bulan.

- Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik

didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang

terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

d. Patofisiologi Atresia Ani:

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

- Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum

urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau

pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

- Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,

sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

- Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,

karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan

berusia 12 minggu atau tiga bulan.

- Berkaitan dengan sindrom down.

- Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

e. Gambaran Klinik Atresia Ani:

Page 51: Maternitas, silabus 6

Pada sebagian besar anomali ini pada neonatus ditemukan dengan

obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa

abnormalitas:

- Tidak adanya apertura anal

- Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal

- Muntah dengan abdomen yang kembung

- Kesukaran defekasi,  misalnya dikeluarkannya feses mirip

seperti stenosis.

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi

baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan

termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus.

Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung

tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat

masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih

tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah

lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

f. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani:

1) X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus.

2) Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius,

misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan

hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius.

3) Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah

terdapat mekonium.

g. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan

tindakan bedah yang disebutkan diseksi postero sagital atau plastik

anorektal posterosagital. Kolostomi merupakan perlindungan

sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada

Page 52: Maternitas, silabus 6

neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi (kolostomi dikolon

transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi disigmoid). Bentuk

kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda (Double

barrel). Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti).

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Begitu

diketahui, segera dirujuk ke RS untuk dilakukan colostomy.

Kolostomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuat bukaan

intestinal/kolon pada dinding abdomen. Ini memungkinkan bayi

untuk dapat tetap memiliki pasase kolon yang normal dan mencegah

obstruksi kolon. Pada ujung muara kolostomi ini dipasang sebuah

kantong untuk menampung faeces yang keluar.

14. Hirschprung

a. Pengertian

Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu

kelainan kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus

besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena

sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan

kontraksi ototnya.Sehingga menyebabkan terakumulasinya feses

dan dilatasi kolon yang masif.

b. Penyebab

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa

berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-

otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan

peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh

sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah

lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada,

biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang

tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-

Page 53: Maternitas, silabus 6

bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit

Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.

Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya,

misalnya sindroma Down.

c. Tanda dan gejala

- Segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium

(tinja pertama pada bayi baru lahir)

- tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir

- perut menggembung

- muntah

- diare encer (pada bayi baru lahir)

- berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi

pertumbuhan

- malabsorbsi.

d. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan colok dubur (memasukkan jari tangan ke dalam

anus) menunjukkan adanya pengenduran pada otot rektum.

e. Pengobatan

Pengobatan dengan diberikan obat-obat yang bersifat simptomatis

atau definitif. Pada keadaan gawat darurat, mungkin juga diperlukan

koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit. Untuk mencegah

terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan

kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada

dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar.

Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali

usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau

Page 54: Maternitas, silabus 6

lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis,

diberikan antibiotik.

Page 55: Maternitas, silabus 6

BAB 3

PENUTUP

3.1 KesimpulanBayi Baru Lahir (BBL)/ Neonatus/ Neonatal adalah hasil konsepsi yang baru

keluar dari rahim seorang ibu melalui jalan kelahiran normal atau dengan bantuan

alat tertentu dengan periode sejak bayi lahir sampai 28 hari pertama kehidupan

yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dan berat badan lahir 2500-4000 gram.

Masa bayi baru lahir (Neonatal) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Periode Partunate,

dan Periode Neonate. Saat lahir, bayi baru lahir harus beradaptasi dari keadaan yang

sangat tergantung menjadi mandiri.

Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam

lingkungan interna ke lingkungan eksterna. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar

kandungan meliputi : Adaptasi Fisiologi Fetus, Perubahan  Pernafasan, Perubahan 

Sirkulasi, Termoregulasi dan Adaptasi Fisiologi Sistem Metabolisme, Bayi Rentan

Kehilangan Panas, Perubahan Sistem Hematologi, Perubahan Sistem

Gastrointestinal, Perubahan Sistem Imunitas, Perubahan Sistem Ginjal, Ikterus

Neonatorum Fisiologis.

Ada beberapa kelainan yang dapat dialami oleh Bayi Baru Lahir. Kelainan

tersebut antara lain: Labioskizis/Labiopalatoskizis, Meningokel, Ensefalokel,

Hidrosefalus, Fimosis, Hipospadia, Gangguan Metabolik dan Endokrin, Atresia

Esofagus, Obstruksi Billiaris, Omfalokel, Hernia Diafragmatika, Atresia Duodeni,

Atresia ani/rekti (penyumbatan/obstruksi pada rectum/anus), Hirschprung.

3.2 SaranSaran Bagi masyarakat, khususnya ibu hamil, dapat sesering mungkin untuk

memeriksakan kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal-hal yang

dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang

dikandungnya.

Page 56: Maternitas, silabus 6

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Nuruh Baety. 2011. Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan.

Yogjakarta: Graha Ilmu.

Depkes RI. 2007. Buku Acuan & Panduan Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi

Menyusu Dini. JNPK-KR: Jakarta

Depkes RI. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR: Jakarta

DepKes. 2005. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta : DepKes.RI

Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat.Jakarta: EGC

Kusmiyati, Y. 2010. Perawatan Ibu Hamil. Cetakan ke VI. Yogyakarta: Fitramaya.

Hlm: 55-57.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi. Edisi 2.

Jakarta: EGC. Hlm: 35-36.

MNH, JNPK-KR dan DepKes. 2002. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta :

DepKes.RI

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: EGC

Nx Al'moezim. 2011. Makalah Kelainan pada bayi baru lahir. (Online) Available :

https://www.academia.edu/5562630/Makalah_kelainan_BBL (diakses pada tanggal 25

September 2015, pukul 21.05 Wita)

Neil, W.R. 2001. Panduan Lengkap Perawatan Kehamilan. Jakarta: Dian Rakyat.

Prawirohardjo, s . 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBP-SP

     Sarwono, Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.  Bina Pustaka sarwono

Prawirohardjo.

Page 57: Maternitas, silabus 6

Sulistyawati, A. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba

Medika.

Saifuddin, A. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal.JNPK-KR: Jakarta.

Saifuddin, abdul bari.2002. “ Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

Dan      Neonatal “. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wulanda, Febri Ayu. 2012. Biologi Reproduksi. Jakarta :Salemba Mediaka

Walsh, Winda. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 79-82

Image, telegraph.co.uk

Widiatun, Diah. 2011. Adaptasi Fisiologi BBL. (Available :

http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/adaptasi-fisiologis-bayi-baru-lahir-

bbl.html#ixzz3mpCMIOOy) diakses tanggal 26 September 2015

Varney, Helen, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakrta: EGC