MATERIKKU (3)

77
AUDIT (PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN) Alamsyah M. Tahir

Transcript of MATERIKKU (3)

Menentukan Biaya Modal

AUDIT(PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN)

Alamsyah M. Tahir

1Materi (3)Penerimaan PerikatanPerencanaan AuditMaterialitas, Risiko dan Strategi AuditPendahuluan

TAHAP-TAHAP AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGANPENERIMAAN PERIKATAN AUDITPERENCANAAN AUDITPELAKSANAAN PEKERJAAN AUDITPELAPORAN AUDIT

PENERIMAAN PERIKATAN AUDITAdalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan tersebut klien menyediakan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor menerima pekerjaan/penugasan tersebut.

4Apakah suatu Perikatan Diterima atau Ditolak maka auditor harus menempuh proses berikut:Mengevaluasi integritas manajemen.Mengidentifikasi keadaan khusus dan resiko luar biasa.Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit.Menilai independensi.Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan kesaksamaan (menolak atau menerima perikatan).Membuat surat perikatan audit.5Mengevaluasi Integritas ManajemenBeberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengevaluasi integritas manajemen:Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu.Meminta keterangan kepada pihak ketiga.Melakukan riview terhadap pengalaman auditor dimasa lalu.

62. Mengidentifikasi kondisi khusus dan Resiko Luar BiasaFaktor-faktor yang perlu dipertimbangkan auditor untuk menerima atau menolak perikatan:Mengidentifikasi pemakai laporan audit.Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legalitas calon klien dimasa yang akan datang.Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien di audit. 73. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan AuditMengidentifikasiPertimbangan kebutuhan konsultasi dan penggunaan spesialis.

4. Evaluasi terhadap Independensi Auditor- Independensi- Integritas dan objektivitas

5. Penentuan Kemampuan Auditor dalam menggunakan kemahiran profesionalnya- Penentuan waktu perikatan- Pertimbangan jadwal pekerjaan lapangan- Pemanfaatan personil klien.

Kondisi yang dapat menyebabkan KAP menarik diri dari suatu perikatan audit:Kehawatiran mengenai integritas manajemen atau penahanan bukti yang tampak selama pelaksanaan audit.Klien menolak untuk membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan.Klein tidak mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan atau tindakan melawan hukum yang ditemui selama pelaksanaan audit. 6. Membuat Surat PerikatanSurat perikatan dibuat oleh auditor untuk kepentingan kliennya yang berfungsi:Mendokomentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan kliennya.Tujuan dan ruang lingkup audit.Tanggung jawab auditor dan klien.Kesepakatan reproduksi lLaporan Keuangan.Bentuk dan laporan hasil audit.

2. PERENCANAAN AUDITTujuan tahapan perencanaan audit sebagai berikut:Memahami bisnis dan industri klien.Melaksanakan prosedur analitik.Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.Mempertimbangkan resiko bawaan.Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien merupakan tahap pertama.Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan.Memahami pengendalian interen klien.2.1 Memahami Bisnis dan Industri KlienPenghimpunan pemahaman bisnis dan industri klien dilakukan dengan tujuan untuk mendukung perencanaan audit yang dilakukan auditor. Pemahaman kejadian, transaksi, dan praktik yang berpengaruh signifikan atas laporan keuangan harus dihimpun oleh auditor. Pemahaman tersebut akan digunakan untuk merencanakan lingkup audit, memperkirakan masalah-masalah yang mungkin timbul, dan menentukan atau memodifikasi prosedur audit yang yang direncanakan.Pemahaman auditor tentang bisnis klien dan industri klien dapat diperoleh melalui:Penelaahan kertas kerja tahun lalu.Penelaahan data industri dan data bisnis.Peninjauan terhadap operasi klien.Pengajuan pertanyaan pada dewan komisaris maupun komite audit.Pengajuan pertanyaan pada manajemen.Penentuan keberadaan hubungan ekonomis dengan perusahaan lain dalam satu kelompok usaha.

2.2 MELAKUKAN PROSEDUR ANALITISProsedur analitis adalah pengevaluasian informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan-hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data non keuangan. Prosedur analitis dapat dilakukan dengan metode perbandingan sederhana sampai model statistik dan matematis yang rumit dan komplek.

Dalam tahap perencanaan, prosedur analitis berguna untuk membantu auditor merencanakan sifat, penentuan waktu, dan luas prosedur audit. Dalam tahap pekerjaan lapangan, prosedur analitis merupakan prosedur audit yang optional. Prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substantif untuk menghimpun bahan bukti tentang asersi tertentu yang terkait dengan saldo rekening ataupun kelompok transaksi. Dalam tahap pengambilan kesimpulan hasil audit, prosedur analitis berguna sebagai alat untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan.Ada enam langkah yang harus dilakukan auditor dalam melakukan prosedur analitis, yaitu:Mengidentifikasi perhitungan dan perbandingan yang akan dibuat.Mengembangkan ekspektasi.Melakukan perhitungan dan perbandingan.Menganalisis data.Menyelidiki perbedaan atau penyimpangan yang tidak diharapkan yang signifikan.Menentukan pengaruh perbedaan atau penyimpangan atas perencanaan audit. 2.3 MELAKUKAN PENILAIAN AWAL TERHADAPMATERIALITASDalam perencanaan audit, auditor menentukan materialitas pada dua tingkat:Materialitas tingkat laporan keuangan.Materialitas tingkat saldo akun (akun adalah istilah dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang berarti sama dengan rekening/perkiraan).Materialitas Tingkat Laporan KeuanganAuditor menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor tentang kewajaran adalah mengenai laporan keuangan secara keseluruhan dan tidak sepotong-potong. Laporan keuangan mengandung salah saji yang material bila berisi kekeliruan dan ketidakberesan yang secara individu maupun kolektif sangat besar pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan. Materialitas Tingkat Saldo AkunMaterialitas pada tingkat saldo akun sering disebut juga dengan tolerable misstatement. Tolerable misstatement adalah salah saji maksimum yang boleh ada dalam saldo akun sehingga tidak dianggap sebagai salah saji material. Ada hubungan erat antara tolerable misstatement dengan materialitas pada tingkat laporan keuangan. Akun-akun yang secara individual tidak materialitas, bila diakumulasikan dapat menjadi material secara kumulatif pada tingkat laporan keuangan. 2.4 MENILAI RISIKO AUDITRisiko audit terdiri atas tiga komponen, yaitu:Risiko bawaan (inheren risk).Risiko pengendalian (control risk).Risiko deteksi (detection risk).

Risiko Bawaan Risiko bawaan adalah kerentanan atau mudah tidaknya suatu akun mengalami salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Auditor tidak dapat mempengaruhi atau mengubah risiko bawaan. Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi.

Risiko Pengendalian Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern satuan usaha. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas struktur pengendalian intern. Semakin efektif struktur pengendalian intern, semakin kecil risiko pengendalian. Risiko Deteksi Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko deteksi dapat ditekan atau diturunkan auditor dengan cara melakukan perencanaan yang memadai dan supervisi atau pengawasan yang tepat, serta penerapan standar pengendalian mutu. 2.5 MENGEMBANGKAN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN UNTUK ASERSI YANG SIGNIFIKANTujuan auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk menurunkan risiko audit pada tingkat serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Ada dua alternatif strategi audit, yaitu: Primarily substantive approachPada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif dari pada pengujian pengendalian . Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit yang pertama kali dari pada audit atas klien lama.Lower assessed level of control risk approachPada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian dari pada pengujian substantif. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak melakukan pengujian substantif, Auditor tetap melakukan pengujian substantif meskipun tidak seekstensif seperti pada primarily substantive approach. Auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien.Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit atas klien lama dari pada audit yang pertama kali atas klien baru.2.6 MENGHIMPUN PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN KLIENPemahaman struktur pengendalian intern, digunakan auditor untuk:Mengidentifikasi tipe salah saji potensial.Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji material.Merancang pengujian substantif.

Struktur pengendalian intern terdiri atas tiga unsur, yaitu:Lingkungan pengendalian.Sistem akuntansi.Prosedur pengendalian.

Struktur pengendalian intern yang efektif dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:Menjaga kekayaan dan catatan organisasi.Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.Mendorong efisiensi.Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.Di samping keenam tahap perencanaan tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan auditor pada tahap perencanaan, yaitu:Menyusun program audit.Menyusun jadwal kerja.Menentukan staf pelaksana audit.

MENYUSUN PROGRAM AUDITProgram audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilaksanakan oleh pekerja lapangan atau penghimpun bukti. Program audit meliputi sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilakukan. Program audit membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan. Program audit harus menggariskan secara rinci prosedur audit yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit.Dengan demikian program audit berfungsi sebagai:Petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan, dan instruksi bagaimana harus diselesaikan.Alat untuk melakukan koordinasi, pengawasan, dan pengendalian audit.Alat penilai kualitas kerja yang dilaksanakan.MENYUSUN JADWAL KERJAJadwal kerja merupakan perencanaan mengenai kapan program audit dilaksanakan pada klien yang bersangkutan. Waktu pelaksanaan pekerjaan lapangan biasanya dikalsifikasikan dalam dua kategori, yaitu:Kerja interim.Kerja akhir tahun.MENENTUKAN STAF UNTUK MELAKSANAKAN PEMERIKSAANPenentuan staf ini merupakan akhir perencanaan audit. Dalam menentukan personal pemeriksaan, auditor harus menetapkan komposisi, misalnya, sebagai berikut:Seorang partner yang bertanggung jawab secara keseluruhan atas pemeriksaan.Satu atau lebih manajer yang bertanggung jawab pada koordinasi dan supervisi pelaksanaan program audit.Satu atau lebih auditor senior yang bertanggung jawab pada bagian program audit, dan pengawasan kerja asisten.Akuntan Yunior atau asisten yang bertanggung jawab untuk melaksanakan prosedur audit. PENGAWASAN / SUPERVISI AUDITPerencanaan sebenarnya juga merupakan titik untuk melaksanakan pengawasan. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang dimulai sejak tahap perencanaan. Masalah supervisi ini di dalam Standar Auditing diatur dalam seksi 310. Menurut SA 310 tersebut supervisi/pengawasan audit meliputi:

Memerintahkan asisten untuk mencapai tujuan prosedur audit yang dilaksanakan.Menjaga informasi mengenai masalah penting yang diperoleh dari pelaksanaan prosedur audit.Meneliti/me-review hasil kerja yang dilakukan.Menangani perbedaan pendapat antar anggota staf pemeriksa. 3. MATERIALITAS, RISIKO DAN STRATEGIAUDIT PENDAHULUANMATERIALITASAdalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dengan materialitas dalam:Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, guna memperoleh bukti kompeten yang cukup.Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar dalam semua yang material, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, sebagai dasar memadai untuk mengevaluasi laporan keuangan.Mengapa Konsep Meterialitas Penting Dalam Audit atas Laporan Keuangan?Auditor tidak dapat memberikan jaminan bahwa laporan keuangan auditor adalah akurat.Auditor tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun buku yang diaudit, apakah semua transaksi tersebut telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi secara sistimatis dalam laporan keuangan. Dalam Audit Laporan Keuangan auditor memberikankeyakinan (assurance) berikut:Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan telah dicatat, diringkas, digolongkan dan kompilasi.Bahwa auditor telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan.Auditor dapat memberikan keyakinan dalam bentuk pendapat bahwa laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan atau kecurangan. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITASPertimbangan awal penentuan tingkat materialitas dalam perencanaan audit (materialitas perencanaan) berbeda dengan penentuan materialitas pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena: Keadaan yang melengkapi/kondisi sekeliling yang mempengaruhi perusahaan berubah.Tambahan informasi tentang klien yang diperoleh selama pelaksanaan audit. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. pertimbangan Kuanlitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.pertimbangan Kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji.suatu salah saji secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.Contoh Pertimbangan Kuantitatif dan Kualitatif Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan:Laba bersih sebelum pajak dalam laporan laba rugi.Total aset dalam neraca.Total aset lancar dalam neraca. Total Ekuitas lancar pemegang saham dalam neraca.

2) Faktor Kualitatif Kemungkinan terjadi pembayaran yang melanggar hukum.Kemungkinan terjadinya kecurangan.Adanya gangguan dalam trend laba. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.Adanya persyaratan harus mempertahankan rasio keuangan dalam jumlah tertentu bagi perusahaan yang memperoleh kredit bank.

Contoh auditor menentukan kombinasi salah saji berjumlah 8% dari laba bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba rugi, jika salah saji berada dibawah 3% auditor memandang sebagai salah saji tidak material.Salah saji berada antara 3% dan 8% memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya.Jika EBT dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp.100 juta maka batas materialitas (materiality borders) untuk laporan laba rugi berada dalam kisaran Rp.3.000.000 sampai Rp.8.000.000.Materialitas Tingkat Laporan KeuanganMaterialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah salah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.

Salah saji dapat disebabkan:Salah penerapan prinsip akuntansi yang berterima umum.Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya.Penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan. Ada beberapa tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan yaitu:Laporan rugi laba yaitu materialitas yang berhubungan dengan total pendapatan laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.Neraca yaitu materialitas yang didasarkan atas total aktiva, total aktiva lancar, modal kerja, serta ekuitas pemegang saham.Auditor, untuk kepentingan perencanaan, harus menggunakan jumlah terkecil tingkat salah saji yang dianggap material untuk setiap laporan keuangan, karena:Laporan keuangan saling berkaitan. Jadi salah satu laporan keuangan mengandung salah saji materialitas, maka akan mempengaruhi laporan keuangan yang lainnya.Prosedur auditing dipakai untuk lebih dari satu laporan keuangan dan saling berkaitan. Pertimbangan materialitas meliputi pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Ukuran materialitas kuantitatif misalnya 2,5% dari laba bersih sesudah pajak, 1% dari total aktiva. Sedangkan ukuran materialitas yang kualitatif berkaitan dengan penyebab terjadinya salah saji misalnya karena pelanggaran hukum. Pertimbangan kuantitatif yang menyatakan tidak material, secara kuantitatif dapat material karena mungkin berkaitan dengan ketidakberesan dan pelanggaran hukum tersebut. Contoh berikut ini menunjukkan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor:Untuk total aktiva dalam neracaRp.41 juta s.d. Rp.100 juta.Untuk aktiva lancar dalam neracaRp.25 juta s.d. Rp.60 juta.Untuk total ekuitas pemegangsaham dalam neracaRp.15 juta s.d. Rp.45 juta. Gambaran mengenai beberapa pedoman yang digunakan dalam praktik:5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil, 5% untuk laba yang lebih besar).% hingga 1% dari total aktiva1% dari ekuitas % hingga 1% pendapatan kotorSuatu persentase variabel berdasarkan mana yang lebih besar antara total aktiva atau total pendapatan. Materialitas Pada Tingkat Saldo AkunMaterialitas pada tingkat saldo akun sering disebut juga dengan tolerable mistatement. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji maksimum yang boleh ada dalam saldo akun sehingga belum atau tidak dipertimbangkan sebagai salah saji material. Ada hubungan erat antara tolerable misstatement dengan materialitas pada tingkat laporan keuangan. Akun-akun yang secara individual tidak material, bila diakumulasikan dapat menjadi material secara kumulatif pada tingkat laporan keuangan. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke AkunBila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut, misalnya PT X memiliki komposisi aktiva sebagai berikut:KasRp. 500.000 Piutang Usaha 1.500.000Sediaan 3.000.000Aktiva Tetap 5.000.000Jumlah AktivaRp. 10.000.000Auditor memperkirakan salah saji akun kas dan aktiva tetap kemungkinannya kecil terjadi dan salah saji dalam akun piutang usaha dan sediaan kemungkinan lebih banyak terjadi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun dengan sedikit salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit dibandingkan dengan akun lain. Misalnya jika prakiraan awal materialitas laporan keuangan adalah 1% dari total aktiva, atau Rp.100.000, auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua alternatif dalam mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun individual sebagai berikut:Akun Alokasi MaterialitasAlternatif A%Alternatif B%KasPiutang UsahaSediaanAktiva TetapRp. 5.000 15.000 30.000 50.0005153050Rp. 2.000 18.000 50.000 30.0002185030Total Rp. 100.000100Rp. 100.000100Alokasi taksiran awal materialitas dapat direvisi setelah dilaksanakannya pekerjaan lapangan. Sebagai contoh, jika ditemukan hanya Rp.8.000 salah saji dalam verifikasi akun piutang usaha, jumlah Rp.10.000 yang tidak terpakai dalam alternatif B dapat dialokasikan ke akun sediaan.

Penggunaan Materialitas dalam Mengevaluasi Bukti AuditJika pada tahap perencanaan audit, auditor menaksir bahwa salah saji Rp.9.000.000 dipandang material untuk total aktiva.Misalnya, auditor mengumpulkan salah saji yang terdapat dalam akun-akun yang termasuk dalam kelompok aktiva berikut ini:Salah saji dalam akun SediaanRp. 3.000.000Salah saji dalam akun-akun aktiva lainRp. 8.000.000Jumlah salah sajiRp. 11.000.000

Bagaimana kesimpulan auditor tentang materialitas?Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh auditor:Dengan berbagai alasan tertentu, auditor dapat menaikkan batas materialitas yang ditentukan dari jumlah Rp.9.000.000 pada tahap perencanaan auditnya menjadi Rp.11.000.000 untuk mengevaluasi bukti audit. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan materialitas pada tahap perencanaan berbeda dengan jumlah aktiva yang terdapat dalam laporan keuangan akhir. 2.Auditor berkesimpulan bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan tidak disajikan secara wajar karena salah saji Rp.11.000.000 melebihi jumlah materialitas Rp.9.000.000. oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan materialitas ini, auditor dapat meyakinkan kliennya untuk melakukan koreksi atas jumlah salah saji yang terdapat dalam akun-akun yang bersangkutan atau jika klien menolak untuk melakukan koreksi, auditor mengubah pendapatannya dari pendapat wajar tanpa pengecualian menjadi pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDITMaterialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan (kuantitas) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik). Contoh, diperlukan lebih banyak bukti untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa saldo sediaan yang tercatat tidak disajikan salah lebih dari Rp.100.000 dibandingkan dengan diyakini bahwa saldo tersebut tidak salah saji lebih dari Rp.200.000. Semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan (hubungan langsung). Sebagai contoh, lebih banyak bukti diperlukan untuk sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan bila sediaan tersebut hanya berjumlah 10% dari total aktiva.KOMPONEN RISIKO AUDITKomponen risiko audit, pada umumnya terdiri atas tiga, yaitu:Risiko bawaan (inherent risk).Risiko pengendalian (control risk).Risiko deteksi (detection risk). Risiko BawaanRisiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Risiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol.

Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi dari pada aktiva tetap. Hal ini disebabkan uang tunai merupakan suatu aset yang sangat rawan terhadap manipulasi, dan semua orang berminat terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap terlihat jelas keberadaannya.

Risiko PengendalianRisiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian intern perusahaan. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai angka nol karena pengendalian intern tidak akan dapat menghasilkan keyakinan penuh bahwa semua salah saji material akan dapat dideteksi ataupun dicegah.Risiko DeteksiRisiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi tergantung atas penetapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi. Sebaliknya semakin besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian, semakin kecil risiko deteksi.Risiko deteksi dapat ditekan atau diturunkan auditor dengan cara melakukan perencanaan yang memadai, dan supervisi atau pengawasan yang tepat, penerapan prosedur audit yang efektif, serta penerapan standar pengendalian mutu. Jadi, semakin efektif prosedur audit yang diterapkan auditor, semakin kecil risiko deteksi aktualnya.

Ada perbedaan yang mendasar antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan risiko deteksi. Kedua risiko terdahulu ada terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor sendiri.

HUBUNGAN ANTAR KOMPONEN RISIKO AUDITHubungan antar komponen risiko audit dapat dirumuskan dalam suatu model sebagai berikut:AR = IR x CR x DRDimana:AR: risiko audit (audit risk).IR: risiko bawaan (inherent risk).CR: risiko pengendalian (control risk).DR : risiko deteksi (detection risk).Risiko deteksi merupakan risiko yang dapat dikendalikan oleh auditor. Oleh karena itu, sudut pandang model tersebut dialihkan ke risiko deteksi menjadi:DR = AR : (IR x CR) Hubungan Risiko Audit dengan Bukti AuditRisiko mempengaruhi judgement yang dilakukan auditor mengenai kecukupan bukti audit. Risiko audit mempunyai hubungan terbalik dengan bukti audit. Semakin tinggi risiko audit dan risiko deteksi, semakin sedikit bukti audit yang diperlukan. Risiko bawaan dan risiko pengendalian mempunyai hubungan searah dengan kecukupan bukti audit. Semakin tinggi risiko bawaan maupun risiko pengendalian, semakin banyak bukti audit yang harus dihimpun auditor.Hubungan Timbal Balik antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

Hubungan Timbal Balik antara materialitas, Risiko Audit, dan Bukti AuditBukti Audit

Tingkat RisikoMaterialitas Audit

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut:Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini:Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.STRATEGI AUDIT AWALTujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya, apakah dalam semua hal yang material, laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.Auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam: pendekatan terutama substantif (primarily substantive apparoach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level of control risk approach).TERIMA KASIH