materi syok
description
Transcript of materi syok
SYOK
Diajukan untuk Memenuhu Tugas di Laboratorium Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK UNJANI/Rumkit Dustira
Disusun oleh:
Rahmita K. Dewi (4151121402)
Dessy Mira Vitaloka (4151121405)
Rachmayanti Nur (4151121417)
Aviryandi W. (4151121425)
Raden Ayu Listya (4151121455)
Zahra (4151121465)
Mutiara Annisa A. (4151121466)
Zulfi Marieta (4151121488)
Andyka Prasetiyo (41511214
Wafa Waafiatul K. (4151121500)
Pembimbing :
Tatat A Agustian, dr., SpAn, M.Kes
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan salah satu kejadian kegawatdaruratan dengan angka
insiden yang tinggi bahkan sering menyebabkan kematian akibat keterlambatan
dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menangani kejadian syok ini, yang
berakibat pada kesalahan penanganan.
Syok adalah suatu kejadian dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ–organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai
gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital
atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif.
Pada syok yang sedang, kompensasi tubuh dapat berupa peningkatan laju
jantung dan kontriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara refleks), sehingga
hal tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ–organ
vital. Ketika syok bertambah parah, kompensasi ini akan gagal.
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan dimana sistem peredaran darah
(sirkulasi) gagal menyalurkan daerah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke
organ vital (otak, jantung dan paru–paru) sehingga memerlukan penanganan
intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih
kontroversial dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran. Pada awalnya syok dikenali dalam dunia kedokteran sebagai a rude
unhanging of machinery of life, selanjutnya paradigma syok terus berkembang
dengan pendekatan dari berbagai macam aspek yaitu, aspek sistem, fungsi,
terpadi, dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen syok sebagain time
saving is life saving. Banyak definisi syok mencerminkan beragam kompleksitas
yang tidak diketahui secara pasti patofisiologinya oleh karena mekanisme di
tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya di bidang
kedokteran. Fakta terkini tentang syok adalah semua jenis syok sangat erat
kaitannya dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab
1
primer maupun sekunder. Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama
multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral.
Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenai diagnosis klinis
secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan “The Golden
Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan
“cummulative oxygen deficit” melebihi 100 – 125 ml/kg atau kadar aterial laktat
mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama sejak onset dari syok
adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat
kembali.
Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan
asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanklah indikator utama
syok sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah
dapat menguasai “life support measure” yang meliputi “airway-breathing-
circulation dan brain support”, langkah yang penting selanjutnya adalah
mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Syok adalah suatu keadaan yang gawat, dimana sistem peredaran darah
(sirkulasi) gagal menyalurkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke
organ vital (otak, jantung dan paru–paru).
Syok merupakan suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi
jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi
multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen
sistemik yang tidak adekuat, tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel,
dimana kondisi ini mempunyai karakteristik :
a. Ketergantungan suplai oksigen
b. Kekurangan oksigen
c. Asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan
kegagalan fungsi organ vital atau multiple organ system failure (MOSF) dan
kematian.
2.2 Patofisiologi
3 faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal, diantaranya:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan
kapiler- kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan,
sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali
ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriol-arteriol dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah
perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila
tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya
tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan
3
darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi
sehingga aliran balik darah ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah
akan turun.
Gambar 2.1 Patofisiologi syok
2.3 Klasifikasi syok
Syok bisa disebabkan oleh:
a. Perdarahan ( syok hipovolemik )
b. Dehidrasi ( syok hipovolemik )
c. Serangan jantung ( syok kardiogenik )
d. Gagal jantung ( syok kardiogenik )
e. Infeksi ( syok septik )
4
f. Reaksi alergi ( syok anafilaktik )
g. Cedera tulang belakang ( syok neurogenik )
Klasifikasi syok berdasarkan etiologi dan karakteristik pada hemodinamik
yang ditimbulkan :
a. Syok Hypovolemik ( hemoragik )
Syok hypovolemik adalah syok yang disebabkan karena kurangnya cairan
dan elektrolit dari dalam tubuh. Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan
oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar 20 – 25% sebagai akibat
dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan akibat dilatasi arteri dan vena.
Hal ini menyebabkan turunnya aliran balik darah, volume jantung per menit, dan
volume sekuncup( preload ), sehingga terjadi perluasan ruangan vaskuler. Kondisi
ini menyebabkan penurunan aliran darah koroner dengan segala akibatnya.
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien – pasien trauma,
baik oleh karena pendarahan yang terlihat maupun pendarahan yang tidak terlihat.
Perdarahan yang terlihat seperti perdarahan dari luka, atau hematemesis melena
dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya pendarahan dari
saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan diluar uterus,
patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit
yang terbakar, muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter
cairan di dalam usus. Pada penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan
cairan karena diuresis yang berlebihan.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon
tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume dan lama perdarahan. Bila
volume intravaskuler berkurang tubuh akan selalu berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengurangi
perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan
5
hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH dan sistem
saraf simpatis. Cairan intersisial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk
mengembalikan volume intravaskuler dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi
plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi intertitial.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan
fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan.
Perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi
atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung per menit,
berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi
ataupun ritme jantung. Penyebab terbanyak adalah infark miokard akut, keracunan
obat, infeksi dan gangguan mekanik.
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadi lingkaran setan. Tanda
klasik syok kardiogenik adalah penurunan tekanan darah dengan cepat, takikardi
disertai denyut nadi lemah, hipoksia otak yang mengakibatkan agitasi dan
bingung, penurunan jumlah urin output, dan kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung. Seperti pada
gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan
ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk menentukan beratnya
gangguan jantung dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP =
6
Left Venrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk
berfungsi sebagai pompa yang efektif.
c. Syok Obstruksi
syok obstruksi adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian
pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bias menyebabkan
penurunan cardiac output. Hal ini bias terjadi pada obstruksi vena cava, emboli
pulmonal, pnemothoraks.
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme
aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intratorakal atau
terganggunya aliran keluar arterial jantung ataupun keduanya oleh karena
obstruksi mekanis.
Adanya darah dalam rongga perikardium dapat dikenali dengan
pemeriksaan ultrasonografi untuk diagnosis penyebab syok. Cedera tumpul
jantung mungkin merupakan suatu indikasi pemasangan tekanan sena sentral
(cvp) secara dini agar dapat memandu cairan dalam situasi ini.
Tamponade jantung merupakan kondisi yang sering ditemukan pada
trauma tembus torak. Takikardi, bunyi jantung yang teredam, pelebaran dan
penonjolan vena di leher dengan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan terapi
cairan menandakan tamponade jantung. Tension pnemotoraks mirip dengan
tamponade jantung, namun bedanya tidak ada bunyi nafas dan pada perkusi
didapatkan hipersonor di bagian hemitoraks yang terkena. Untuk sementara dua
keadaan yang mengancam jiwa ini dapat diatasi dengan menusukan jarum ke
ruang pleura.
d. Syok Distribusi
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus
vaskuler yang mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan
redistribusi aliran darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen
vasoaktif pada syok anafilaksis, bakteri dan toksinnya pada pada syok septic
7
sebagai mediator SIRS (Systemic Inflamatory Respiratory Syndrome), hilangnya
tonus vaskuler pada syok neurogeni, dan terjadinya kelebihan atau kekurangan
GDS pada syok endokrin.
e. Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe 1) yang ditandai dengan curah
jantung dan dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh
adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen
yang sensitive masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu
manifestasi klinis dari nafilaksis yang merupakan syok distribusi, ditandasi oleh
adanya hipotensi yang nyata akibat vadsodiltasi mendadak pada pembuluh darah
dan disertasi kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatdaruratan, tetapi terlalu
sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena
anafilaksisyang berat dapaty terjadi tanpa adanya hipotensi, seperti pada
anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah
sifat allergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
allergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks.
Obat-obatan yang bias menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik
khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID,
opioid, vitamin B1, Asam folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfuse
darah, latihan fisik, dan cuaca dingin bias menyebabkan anafilaksis.
Comb dan Gell (1963) mengelompokan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase
sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibuthkan untuk
pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
8
mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya
pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.
f. Syok Neurogenik
Cedera intrakranial yang berdiri sendiri tidak menyebabkan syok. Adanya
syok pada seorang penderita dengan cedera kepala harus dicari penyebab syok
yang lain. Cedera saraf tulang belakang mungkin disebabkan karena hilangnya
tonus simpatis kapiler. Kehilangan tonus simpatis pada kapiler memperberat efek
fisiologis dari hipovolemia, sebaliknya hipovolemia akan memperberat efek
fisiologis denervasi simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takhikardi atau vasokonstriksi kulit. Tekanan nadi yang mengecil
terlihat dalam syok neurogenik. Penderita yang menderita cedera tulang belakang
seringkali mrngalami trauma di daerah tubuh lainnya. Karena itu penderita yang
diduga atau diketahui punya syok neurogenik pada awalnya harus dirawat untuk
hipovolemia. Kegagalan dalam pemulihan perfusi organ dengan resusitasi cairan
menandakan perdarahan masih berlanjut atau syok neurogenik.
g. Syok septik
Syok karena infeksi yang timbul segera setelah trauma. Namun, bila
kedatangan penderita di fasilitas gawat darurat tertunda untuk beberapa jam,
masalah ini mungkin terjadi. Syok septik dapat terjadi pada penderita dengan
cedera perut yang tembus saat kontaminasi rongga peritoneal dengan isi usus,
penderita septik yang hipotensi dan afebril secara klinis sullit dibedakan dari syok
hipovolemik, karena kedua kelompok ini dapat menunjukan takikardi,
vasokonstriksi kulit, produksi urine menurun, tekanan nadi yang mengecil.
Penderita dengan syok septik dini mungkin mempunyai peredaran volume yang
normal, takikardi se dang, kulit berwarna merah jambu hangat, tekanan sistolik
mendekati normal, dan tekanan nadi yang lebar.
9
h. Syok Endokrin
Disebabkan oleh hipotiroid, hipertiroid dengan collapse cardiac dan
insufisiensi adrenal. Pengobatan dengan tunjangan kardiovaskular sambil
mengobati penyebabnya. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok
pada pasien gawat darurat. Pasien yang tidak berespon pada pengobatan harus tes
untuk insufisiensi adrenal.
2.4 Tanda dan gejala
Berikut merupakan empat tanda syok yang paling penting:
1. Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnya curah jantung. Hipotensi tensi
ditandai dengan tekanan darah sistole dibawah 80 mmHg atau tekanan nadi
dibawah 20 mmHg.
2. Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis dari keadaan hipotensi. Pada
orang dewasa frekuensi nadi normal 60-100 kali/menit dan dikatakan
takikardia jika frekuensi nadi diatas 100 kali/menit. Sedangkan pada anak-anak
dikatakan takikardia jita nadi diatas 120 kali/menit.
3. Takipneu merupakan usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia pada
keadaan syok. Dikatakan takipneu jika frekuensi pernapasan diatas 24 kali/
menit.
4. Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak memadai.
Penurunan kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia, getasi dan koma.
Berikut ini merupakan gejala syok berdasarkan gejala objektif dan gejala
subjektif:
Gejala Objektif:
1. Pernapasan cepat dan dangkal
2. Nadi cepat dan lemah
3. Sianosis (bibir, kuku, lidah, dan cuping hidung)
4. Akral pucat, dingin dan lembab
5. Pandangan hampa dan pupil melebar
10
Gejala Subjektif:
1. Mual dan muntah
2. Badan lemah
3. Kepala terasa pusing
4. Rasa haus
Gejala khusus syok berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
1. Syok hipovolemik
Pasien menunjukan tanda-tanda dehidrasi, tanda dan gejala perdarahan internal
mauun eksternal
2. Syok kardiogenik
Gejala pada syok ini biasanya berupa nyeri dada, tanda edema paru, ataupun
kematian mendadak.
3. Syok Obstruktif
Gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun syok tipe ini dapat
didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit pasien.
4. Syok Distributif
Gejala awal pada syok tipe ini biasanya demam, riwayat penyakit infeksi
sebelumnya, riwayat alergi makanan, dan obat-obatan. Bisa juga didapatkan
urtikaria dan angioedema serta bronkospasme (terutama pada syok anafilaktik).
2.5 Penanganan Syok
2.5.1 Penanganan syok secara umum
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosa harus ditegakan sehingga dapat diberikan pengobatan sesuai dengan
etiologinya.
a. Prinsip dasar penanganan syok
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:
11
- menstabilkan kondisi pasien,
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok
Secara garis besar, penanganan awal pada syok, yaitu:
1. Posisi tubuh penderita secara umum dibaringkan telentang, tungkai
ditinggikan 20-30 cm (±30oC) dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital.
2. Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan
minuman
3. Kontrol ABC
4. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan
5. Prinsip Dasar Penanganan Syok
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam
jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan.
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Pertahankan Jalan Nafas yaitu dengan cara:
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
Berikan oksigen 6 liter/menit
12
Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Sirkulasi – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan
resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
Segera pasang infus intravena untuk dapat mempertahankan sirkulasi,
harus segera diperoleh akses ke sistem pembuluh darah. Bisa lebih dari satu infus.
Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
mempertahankan sirkulasi paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter
intravena ukuran besar (minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena
sentral. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu maka
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam
jumlah besar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah
lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses
pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan
kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi
pada vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman
dokternya. Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat
dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila
keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumotoraks
13
atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin sudah tidak stabil. Foto
toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo- atau hemotoraks. Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik
penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena
sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah
pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang
interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama.
NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan
pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang
baik.
3. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf
sentral tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai
sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, pend-
erita harus ditelanjangi dan diperiksa dari “ubun-ubun sampai ke jari kaki” seba-
gai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hipotermia.
14
5. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian cairan pada penderita
syok:
i.Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam
paru.
ii.Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius
dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
iii.Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah.
iv.Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
v.Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui
bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
vi.Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
15
cairan yang berlebihan.
vii.Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi
darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
viii.Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih
berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa
gas darah.
c. Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali
memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
2.5.2 Penanganan Syok Secara Khusus
2.5.2.1 Syok Hipovolemik (Hemoragik)
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari
tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit
yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat
mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus
dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau
penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang
berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis
16
akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama
perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha
untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron,
sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat
terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan
cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan pertama dalam
menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan
darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru,
terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan cairan.
Penanggulangan Syok Hipovolemik dilakukan dengan memasang satu atau
lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau
kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps
terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus
harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien
tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
17
Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ dilihat dari :
a.Umum
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang
digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon
penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke
normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang
perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran darah kulit
adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar
ditentukan.
b.Produksi Urin
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau
aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan
keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-
anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau
makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan
resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian
volume dan usaha diagnostik.
c.Keseimbangan Asam Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan
karena takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis
metabolik ringan dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis
metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok
berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi
jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang persisten biasanya
akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus dan pada
penderita syok normotermik harus diobati dengan cairan, darah, dan
dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan. Defisit basa
yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam memperkirakan
18
beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan natrium bikarbonat secara rutin
untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.
Respon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan awal.
Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dengan
hemodinamis normal. Penderita dengan hemodinamis stabil mungkin tetap ada
takhikardi, takhipnea dan oligouri dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan
masih syok. Sebaliknya penderita dengan hemodinamis normal adalah yang tidak
menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai.
Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon
cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian
cairan.
A. Respon cepat
Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal
dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan
kemudian diperlambat sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini
biasanya kehilangan volume darah minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok
ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut.
Jenis darahnya dan crossmatch harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan evaluasi
pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi
operatif mungkin masih diperlukan.
B. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun
bila tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali karena
kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup.
Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula
19
pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita mana
yang memerlukan operasi segera.
C. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, ini
menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun
harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard.
Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada
kelompok ini. Pemasangan CVP atau ekokardiografi emergensi dapat membantu
membedakan kedua kelompok ini.
Tabel 2 Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal
Respon cepat Respon sementara Tanpa respon
Tanda Vital Kembali ke normal Perbaikan
sementara, tensi
dan nadi kembali
turun
Tetap abnormal
Dugaan
kehilangan darah
Minimal (10-20%) Sedang, masih ada
(20 – 40%)
Berat ( > 40%)
Kebutuhan
kristaloid
Sedikit Banyak Banyak
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera
Persiapan darah Type specific dan
crossmatch
Type specific Emergensi
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini
ahli bedah
Perlu Perlu Perlu
2.5.2.1 Syok Kardiogenik
Secara umum
20
- Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi
- Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70-120 mmHg
- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperparah syok, harus diatasi
dengan pemberian morfin
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, keseimbangan asam basa yang terjadi
- Bila mungkin pasang cvp
Medikamentosa
- Digitalis bila takiaritmia dan atrium fibrilasi
- Sulfas atrofin, bila frekuensi jantung < 50 x/m
- Dopamin dan bubutamin
- Norefinefrin 2020 mikrogram/kg/menit
- Diuretik/furosemid 40-80mg
Volume ekspansi
Bila tidak ada tanda volume overload atau edem paru, ekspansi volum dengan
100 ml bolus dari normal salin setiap 3 menit. Pasien dengan infark ventrikel
kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga
kardiak Output.
Inotropic Support
pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg)
dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine
(2,5 mikrogram/kg/menit) pada interval 10 menit.
Terapi Reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk
pasien dengan pasien infark miokard akut dan syok kardiogenik.
2.5.2.3 Syok Obstruktif
Lakukan penanganan syok secara umum, kemudian penanganan sesuai
dengan penyebab. Tamponade jantung dilakukan Pericardiosintesis. Emboli paru
21
dilakukan Trombokinase. Atrial Myxoma dan Pneumotoraks dilakukan operasi.
2.5.2.4 Syok Distributif
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin untuk mengurangi daerah penyempitan sfingter
prekapiler dan vena dengan mendorong keluar darah yang berkumpul di tempat
tersebut. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Tredelenburg). Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker.
Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, dianjurkan
menggunakan endotrakeal tube dan ventilator mekanik. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotrakeal darurat jika terjadi distress respirasi
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 250-
500cc bolus dengan pengawasan terhadap tekanan darah, turgor kulit, dan urine
output untuk menilai respon terhadap terapi.
Dopamin merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit,berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin efektif jika dopain tidak adekuat dalam menaikan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena
dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin, pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna
dan dimetabolisme cepat dalam tubuh. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
22
dengan pengaruhnya terhadap jantung sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat
obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada
pasien syok neurogenik.
Dobutamin berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.
Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif
dilakukan selama 4 hari dari awitan untuk syok septik. Pemberian cairan intravena
dan obat-obatan (antibiotic dopamin dan vasoptessor) untuk optimalisasi volume
inttravaskuler.
23
Riwayat reaksi alergi berat dengan respiratory compromise atau hipotensi, terutama dengan perubahan kulit
Identifikasi dan hentikan alegen
Gambar 2.5 Skema Penanganan Syok Anafilaktik
BAB III
CONTOH KASUS
24
Oksigen 100% 8 L/m
Adrenalin / epinephrine (1:1000) 0,3 – 0,5ml IM (0,01 mg/kg BB)
Ulangi 5-15 menit jika tidak ada perubahan klinis
Antihistamin 10-20 mg IM atau IV pelan
Terapi tambahan
Berikan cairan IV 1-2 L tanda-tanda syok tidak ada respon terhadap obat
Kortikosteroid untuk semua kasus berat, berulang, dan pasien dengan
asma
Methyl Prednisolone 125-250mg IV Dexamethasone 20 mg IV Hydrocortisone 100-500mg IV pelan
Inhalasi short acting β-2 agonist pada bronkospasme berat
Vasopressor
Observasi 2-3 x 24 jam, untuk kasus ringan cukup 6 jam Berikan kortikosteroid dan antihistamin PO 3 x 24 jam
Tuan W 65tahun, di antar ke IGD RS dengan keluhan tidak sadarkan diri
selama 20 menit yang lalu sebelum masuk RS. Dua puluh menit yang lalu pasien
makan obat karena sakit gigi. Obat yg di makan, amoksisilin 500 mg, asam
mefenamat 500 mg. Keluhan muncul Satu atau dua menit setelah makan obat
pasien merasa gatal seluruh tubuh, diikuti mual, muntah, keringatan dan pasien
tidak sadar. Tidak ada riwayat alergi obat dan pasien pernah memakan obat yang
sama tetapi tidak menimbulkan keluhan. Pemeriksaan fisik di dapatkan kesadaran
sopor, nadi tak teraba, TD teraba perpalpasi, nafas 28 x/ menit, HR 132 x/ menit,
paru : wheezing (+), ronki (-), hepar, lien tak teraba, ekstremitas hangat. Hasil
EKG didapatkan sinus takikardi.
Pertanyaan
1. Apa DD pasien tersebut ?
2. Bagaimana penanganan pasien tersebut ?
Jawab
1. A.Syok Anafilaktik e.c suspek antibiotik
B. Syok Anafilaktik e.c suspek analgetik
2. Terapi :
a. Hentikan penggunaan obat
b. Letakan pasien telentang pada dasar keras, horizontal dengan kaki
ditinggikan 30-40 derajat
c. Airway : amankan jalan nafas bisa dengan(jaw trust,chinlift dan had tilt)
d. Breathing : Oksigen5 - 10 liter/menit
e. Circulation : NaCl 0,9 % : guyur (1 liter)
f. Epinephrine 0,3 ml i.m diulangi setiap 5 – 10 menit bila ditak ada respon
g. Dexamethasone 1 amp i.v
h. Prometazin 0,2 mg/kg BB
i. Observasi tanda vital 3-4x/24 jam sampai keadaan membaik dan berikan
terapipulang methylprednisolone 2 x 8 mg, cetirizine 1 x 10 mg untuk 3 hari
25
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai syok yang telh disampaikan sebelumnya maka
dapat kami simpulkan beberapa hal:
26
1. Syok adalah salah satu sindroma kegawatan dimana sistem peredaran darah
gagal menyalurkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ
vital sehingga memerlukan penangan intensif dan agresif.
2. Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter
hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan
hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel
3. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah Basic life support dan dilanjutkan
dengan Advance life Support dengan titik penekanan terapi pada
karakteristik klinis masing masing syok.
27
KASUS DAN DISKUSI
Seorang laki-laki, berumur 24 tahun, dibawa ke UGD RS. Dustira setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat dilakukan pemeriksaan, Os. tidak sadarkan diri. Terdengar suara nafas tambahan dan tercium bau alkohol dari mulut Os. Tangan dan kaki Os. teraba dingin.
Tanda vital :
Tekanan darah: 70/50 mmHg
Nadi: 120 x/m
Respirasi: 30 x/m
BB : 65 kg
CRT memanjang
Tindakan di UGD:
Nilai ABC A + Suara Nafas Tambahan
B + Respirasi ↑
C + Tekanan Darah Rendah
Pada pasien terdapat tanda-tanda syok yaitu takikardi, hipotensi dan akral dingin. Menyingkirkan etiologi syok yang tidak terjadi pada pasien, yaitu:
Syok neurogenik ditandai vasodilatasi dan bradikardi pada pasien. Syok
neurogenik ditandai dengan demam > 38o C, leukositosis > 12.000/µL
Syok anafilaktik biasanya didahului pemeberian obat-obatan atau zat yang
merangsang timbulnya reaksi imun tubuh.
Dilihat dari keadaan pasien didapatkan DD:
28
Syok hemoragik/hipovolemik biasanya dijumpai pada pasien trauma
akibat kecelakaan lalu lintas dengan perdarahan terbuka maupun tertutup.
Syok kardiogenik apabila didapatkan hasil pada pemeriksaan fisik berupa
distensi vena juguaris, ronkhi dan gallop, dan hasil pemeriksaan EKG
berupa ST elevasi dan aritmia serta peningkatan enzim jantung.
Syok obstruktif yang disebabkan Tension Pneumotoraks bila terlihat
adanya trauma dan adanya pergeseran trakea.
Langkah terapi pada pasien:
A. Airway:
Tidak adanya gangguan jalan napas ditandai dengan pasien dapat berbicara. Jika terdapat gangguan, terdapat tanda-tanda berupa:
Terapi:
Membuka jalan napas tanpa alat: chin lift, jaw thrust, dan bila ada benda
asing cair atau padat diatasi dengan penghisapan
Membuka jalan napas dengan alat: pipa orofaring (tidak berespon terhadap
rangsang) dan pipa nasofaring (masih berespon terhadap rangkang).
Membuka jalan napas dengan definitif airway: intubasi endotrakeal,
trakeostomi, needle/surgical cricothytomy
Pasien mendengar posisikan kepala, bila perlu suction/ menyingkirkan benda asing.
Muntah miringkan badan dengan cara “Log roll” bersihkan muntahan dalam mulut Intubasi
Evaluasi kembali tanda vital, tekanan darah: 70/50 mmHg (tetap), nadi: 120 x/m (tetap), respirasi: 22x/m (normal, awal 30x/m), JVP meningkat (tetap)
29
B. Breathing:
Jika tidak ada gangguan pada pernafasan ditandai dengan tidak adanya retraksi otot pernapasan dan peningkatan frekuensi napas akibat gangguan sirkulasi. Jika terdapat peningkatan frekuensi napas maka diberikan oksigen. Pertahankan saturasi Oksigen > 95%.Look : Pengembangan dada sama/tidak dada kiri tertinggalListen : Auskultasi dada kanan tidak terdengarFeel : VBS (vesikel breath sound) sama VBS kiri hilangPerkusi : Dull (cairan), Hipersonor (udara berlebih)Palpasi: Curiga emfisema +/-JVP meningkat
Jika trauma thorax dicurigai sebagai:
Pneumothorax terapinya Thorakosintesis di ICS 2
Tamponade jantung terapinya Perikardiosintesis di ICS 5, sambungkan
dengan EKG, bila benar, gambaran EKG baik
Kemudian evaluasi hasil dan tanda vital.Karena tekanan darah, nadi dan JVP tidak mengalami perbaikan setelah dilakukan Airway dan Breathing maka masalah pada kasus ini terletak pada Circulation.
C. Circulation
Pada pasien terdapat tanda-tanda syok yaitu takikardi (Nadi: 120 x/m),
hipotensi (Tekanan darah: 70/50 mmHg) dan akral dingin. Jika terdapat luka
perdarahan yang masif maka segera hentikan perdarahan eksternal yang
terlihat dengan cara balut tekan. Bila ada kecurigaan adanya perdarahan
internal maka segera dilakukan operasi setelah keadaan stabil. Segera
dilakukan pemberian resusitasi cairan.
30
Terdapat perdarahan terbuka di tungkai kanan dan luka terbuka pada tangan sebesar ±10cm. Perdarahan yang terjadi tergolongkan pada perdarahan Grade III sehingga terapi yang diberikan yaitu penghentian perdarahan dan resusitasi cairan minimal 2 jalur akses intravena pada vena periver (2 IV line) dengan menggunakan cairan kristaloid RL dengan perbandingan cairan dan EBL yaitu 3 ; 1, dimana EBL merupakan perkiraan presentase jumlah darah yang hilang dari perkiraan jumlah darah sebelum terjadinya perdarahan (EBV), sehingga cairan yang diberikan sebanyak 6000 cc/6 lt. (Pemberian RL tergantung EBL/estimate blood loss)Cara pemberian cairan: 1 jam pertama: 50% x 6000 cc = 3000 cc
1 jam kedua: 25% x 6000 cc = 1500 cc
1 jam ketiga: 25% x 6000 cc = 1500 cc
Evaluasi (nilai ABC ulang):
Keadaan umum
Tanda vital
Capilary refill
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi: 100 x/m
Respirasi: 20 x/m
Untuk menutup luka, diberikan analgetik dan anastesi lokal lalu luka dicuci dengan NaCl sebelum kemudian dilakukan penjahitan sementara (situasi) dan ditutup dengan kain kassa.
Jika memungkinkan dipasang saturasi O2, EKG dan kateter foley.
Jika keadaan sudah stabil (tidak berubah-ubah) maka dapat segera dirujuk sesuai indikasi,
Bila terdapat trauma thoraks dilakukan rujukan kepada dokter spesialis
penyakit dalam
31
Bila ada patah tulang dapat dilakukan rujukan kepada dokter spesialis
bedah ortopedi
Bila ada trauma kepala dilakukan rujukan kepada dokter spesialis saraf
32