materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

20
Gelombang Gelombang adalah gerakan dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin diatasnya. Bascom (1959) dalam Bird (1984). Menurut Triatmodjo (1999) berdasarkan gaya pembangkitnya gelombang dikelompokkan sebagai berikut: gelombang yang dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik matahari dan bulan (gelombang pasang surut), gelombang yang dibangkitkan oleh letusan gunung berapi dan gempa dilaut (tsunami) dan gelombang yang disebabkan oleh pergerakan kapal. Dari berbagai bentuk gelombang, yang paling dominan pengaruhnya terhadap pantai adalah gelombang angin, gelombang angin menghasilkan energi yang dapat membentuk pantai, menimbulkan arus, dan transport sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai. Menurut Triatmodjo (1999) gelombang yang merambat dari laut dalam (offshore) menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh dari perubahan topografi dasar laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang, pada saat perbandingan tinggi gelombang dan panjang gelombang mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Gelombang pecah tersebut akan melewati breaker zone, surf zone, swash zone. Gelombang yang ditimbulkan oleh angin diatas permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial dari partikel-partikel air. Angin yang bertiup dipermukaan laut mula- mula menimbulkan riak gelombang (rippies), mempunyai puncak-puncak (crest), dan lembah-lembah. Gambar 3.1 Karakteristik Gelombang. (Triatmodjo, 1999)

description

materi ujian praktek osn kebumian sub bidang oseanografi. saya dapat jelag ujian praktek oseanografi di manado, 13 september 2011

Transcript of materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Page 1: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Gelombang

Gelombang adalah gerakan dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin diatasnya. Bascom (1959) dalam Bird (1984). Menurut Triatmodjo (1999) berdasarkan gaya pembangkitnya gelombang dikelompokkan sebagai berikut: gelombang yang dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik matahari dan bulan (gelombang pasang surut), gelombang yang dibangkitkan oleh letusan gunung berapi dan gempa dilaut (tsunami) dan gelombang yang disebabkan oleh pergerakan kapal. Dari berbagai bentuk gelombang, yang paling dominan pengaruhnya terhadap pantai adalah gelombang angin, gelombang angin menghasilkan energi yang dapat membentuk pantai, menimbulkan arus, dan transport sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai.

Menurut Triatmodjo (1999) gelombang yang merambat dari laut dalam (offshore) menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh dari perubahan topografi dasar laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang, pada saat perbandingan tinggi gelombang dan panjang gelombang mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Gelombang pecah tersebut akan melewati breaker zone, surf zone, swash zone. Gelombang yang ditimbulkan oleh angin diatas permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial dari partikel-partikel air. Angin yang bertiup dipermukaan laut mula-mula menimbulkan riak gelombang (rippies), mempunyai puncak-puncak (crest), dan lembah-lembah.

Gambar 3.1Karakteristik Gelombang. (Triatmodjo, 1999)

Beberapa notasi yang digunakan adalah :d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut(x,t) : fluktuasi muka air terhadap muka air rerataa : amplitudo gelombangH : tinggi gelombang = 2aL : panjang gelombangT : periode gelombangC : kecepatan rambat gelombang = L/Tk : angka gelombang

Page 2: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Laut Dangkald/L 1/20

Laut Transisi1/20 < d/L < 1/2

Laut Dalamd/L 1/2

: frekuensi gelombang

Klasifikasi gelombang menurut kedalaman relatifBerdasarkan ( Ippen, 1996 ) kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, ( d/L ), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :

a. gelombang di laut dangkal, jika d/L 1/20b. gelombang di laut transisi, jika 1/20 < d/L < ½c. gelombang di laut dalam, jika d/L 1/2

Cepat rambat dan panjang gelombangApabila kedalaman relatif d/L adalah adalah lebih besar dari 1/2 maka :

C =

gT2π

=1 ,56T

L =

gT 2

2π=1 ,56T

2

Untuk kondisi gelombang di laut transisi, yaitu jika 1/20 < d/L < ½, cepat rambat dan panjang gelombang dihitung dengan menggunakan :

C =

gT2πtanh

2 πdL

=gT2 πtanh kd

L =

gT 2

2πtanh

2 πdL

=gT2

2 πtanh kd

Apabila kedalaman relatif kurang dari 1/20, nilai tanh ( 2d/L ) = 2d/L, maka menggunakan rumus :

C = √ gd

L = √ gd T

Perpindahan partikelSelama penjalaran gelombang dari laut dalam ke laut dangkal, orbit partikel mengalami perubahan bentuk.

Page 3: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Gambar 3.2 Gerak orbit partikel air di laut (Triatmodjo,1999)Gelombang di Pantai

Gelombang pecah yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke perairan dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar.

Gelombang dari laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalamn tertentu, yang disebut dengan kedalaman gelombang pecah db. Tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb.

Menurut Pratikto, dkk (1997), bahwa gelombang pecah menyebabkan turbulensi yang membawa material dari dasar pantai atau terkikisnya bukit pasir (sand dunes) di pantai, karakteristik gelombang ini tergantung pada kecepatan angin, durasi dan jarak seret gelombang. Percampuran dari gelombang pecah terbentuk karena bentuk gelombang berbeda mendekati garis pantai dan saling berinteraksi pada dasar perairan dangkal. Secara umum klasifikasi gelombang pecah yang terjadi dipantai adalah Spilling, Plunging, Collapsing, surging. Spilling dan Plunging terjadi pada perairan yang mempunyai kelerengan pantai yang landai dan bentuk puncak gelombang tidak stabil hingga mendekati pantai, bentuknya baik dan semakin lama semakin berkurang. Plunging Breakers, gelombangnya lebih dahsyat karena puncak gelombang lebih melengkung dan membentuk badan air yang luas atau melebar. Gambar 3.10.a. dan Gambar 3.10.b. menyajikan bentuk-bentuk gelombang pecah. Menurut Dahuri dkk., (1999) daya penghancur gelombang terhadap pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut depan pantai, bentuk pantai terdapat dimuka pantai.

Gelombang pecahGelombang pecah yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk

karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke perairan dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar.

Gelombang dari laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalamn tertentu, yang disebut dengan kedalamn gelombang pecah db. Tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb. Munk (1949, dalam CERC 1984) memberikan persamaan untuk tinggi dan kedalam gelombang pecah adalah sebagai berikut :

Hb

H0' =

1

3,3 (H 0'

L0)1/3

dbH b

=¿ 1,28

Dimana Hb : tinggi gelombang pecahH 0' : tinggi gelombang di lokasi

L0 : panjang gelombang di laut dalam

Page 4: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

db : kedalaman gelombang pecah

Guna mendapatkan nilai Hb dan db lebih mudah menggunakan graik daripada persamaan diatas. Tabel

grafik hubungan antara H0'

¿2 dengan

H b

H 0' . Sedangkan penilaian titik terjadinya pecah gelombang, db

didapatkan dengan menggunakan tabel grafik hubungan Hb

¿2 dengan

dbH b

Gambar 4. Grafik perbandingan Hb/H’0 dengan H’0/gT2 (Triatmodjo,1996)

Gambar 3.1Klasifikasi Gelombang Pecah (Pratikto, dkk, 1997)

Page 5: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Gambar 3.2Pengaruh Bentuk Pantai terhadap Daya Penghancur Gelombang (Pratikto, dkk, 1997)

Gambar 3.3Gambar Dua Dimensi Longhore Current (Thurman, 2009)

Pasang Surut

Pasang surut adalah suatu gerakan naik turun secara teratur dari permukaan laut, yang disertai pula dengan gerakan mendatar yang disebut arus pasang surut. Gerakan tersebut disebabkan oleh gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari (Rahardjo dan Sanusi, 1983). Nontji (1993) menjelaskan definisi pasang surut sebagai gerakan naik turunnya muka air laut secara bersamaan yang disebabkan oleh gaya tarik matahari dan bulan. Letak matahari, bumi, bulan yang selalu berubah setiap saat menyebabkan keadaan pasang surut di bumi juga akan selalu berubah. Menurut Manurung (2002), pasang surut laut berlangsung teratur seperti siang dan malam.

Pengaruh pasut yang masuk ke estuari dapat menyebabkan kenaikan muka air, baik pada waktu air pasang maupun pada waktu air surut. Selama periode pasang, air dari laut dan dari sungai masuk ke estuari dan terakumulasi dalam jumlah yang sangat besar. Sedangkan pada periode surut, volume air yang sangat besar tersebut mengalir ke luar dalam periode waktu tertentu yang tergantung pada tipe pasut. Dengan demikian kecepatan arus selama air surut tersebut besar, yang cukup potensial membentuk muara sungai (Triatmodjo, 1999).

Page 6: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

3.1.1 Mekanisme Pasang Surut Pasang surut timbul karena tarik-menarik Bumi terhadap Bulan dan Matahari, termasuk

planet-planet lainnya, tetapi pengaruhnya cukup kecil. Besar naik turunnya permukaan laut tergantung pada kedudukan Bumi terhadap Bulan dan Matahari (Triatmodjo, 1999).

.

Gambar 3.4Gambaran Sederhana Terjadinnya Pasang Surut (Triatmodjo, 1999)

Pada Bulan Purnama, Bumi berada segaris dengan Bulan dan Matahari. Hal ini akan menyebabkan besar gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi akan maksimum dan akibatnya permukaan laut akan mencapai pasang tertinggi. Sebaiknya, pada Bulan sabit, kedudukan Bumi, Matahari dan Bulan persis membentuk sudut siku-siku sehingga besar gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi akan saling melemahkan dan permukaan laut akan turun mencapai titik terendah (Rahardjo, 1982).

Pada posisi tertentu gaya tarik Matahari dan Bulan terhadap massa air di Bumi akan saling melemahkan, yang menimbulkan pasang kecil dikenal sebagai pasang perbani. Sedang bila gaya-gaya tersebut saling menguatkan akan menimbulkan pasang besar yang dikenal dengan pasang purnama (Nontji, 1993). Black (1986) menambahkan bahwa pasang purnama disebut juga dengan spring tides dan pasang perbani disebut juga dengan neap tides.Teori Pasang Surut

Teori pasang surut yang dikenal sekarang ini berasal dan teori gravitasi Newton (1642-1727) dan persamaan gerak yang dikembangkan oleh Euler. Kedue teori tersebut kemudian disintesa oleh Laplace (1749-1822) yang menurunkan teori pasut secara matematik (Pariwono, 1985).

Mihardja (1994) mengatakan bahwa pasut setimbang akan terjadi di permukaan bumi, hanya bila bumi memenuhi syarat-syarat kondisi bumi ideal. Namun permukaan bumi tidaklah menunjukan keadaan ideal seperti pernyataan tersebut, karena :

1. Permukaan bumi tidaklah sepenuhnya ditutupi oleh air. Adanya permukaan daratan bumi mengurangi aliran horizontal air laut sehingga mempengaruhi kondisi pasut.

2. Massa air yang menutupi permukaan bumi bukanya tidak memiliki gaya inertial. Adanya gaya ini mempengaruhi amplitudo dan fasa dari respon muka laut terhadap gaya pembangkit pasut.

Bulan

Air Pasang

Gaya Sentrifugal Bumi

Air Surut

Page 7: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

3. Adanya gaya gesekan antara massa air laut maupun massa air dengan gaya dasar laut yang mempengaruhi kondisi pasut setimbang.

4. Kedalaman air laut yang menutupi bumi tidaklah merata dan umumnya jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan kondisi pasang surut setimbang.

Teori Dinamika Pasang Surut Pada teori pasang surut seimbang dianggap bahwa permukaan laut memberikan respon

yang segera terhadap potensial pasut. Pada kenyataannya tidaklah demikian, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti ; Adanya daratan, Efek dari inersia massa air, Pengaruh gesekan baik di dalam massa air sendiri maupun gesekan dengan dasar, Kedalaman air yang besar untuk membangkitkan penjalaran gelombang panjang, berhubung pasut adalah gelombang panjang atau gelombang air dangkal.

Menurut Mihardja, (1994) teori pasang surut seimbang hanya meninjau gaya pembangkit pasang surut dan gravitasi, di dalam teori dinamika pasang surut kita berusaha untuk memasukkan semua gaya yang berperan dalam gerak pasang surut. Gaya yang dimaksud adalah gaya pembangkit pasang surut, gaya gravitasi, gradien tekanan, dan gaya gesekan. Hal tersebut juga merupakan dari efek rotasi bumi yang lazim disebut gaya Coriollis.Teori Kesetimbangan

Menurut Ilahude (1999), pada teori ini bumi diandaikan sebagai bola besar yang seluruh permukaannya tertutup oleh selapis air ( yaitu : lapisan hidrosfer) yang terhadapnya bekerja gaya-gaya tarik astronomi, khususnya bulan dan matahari. Pasang surut akan timbul karena gaya-gaya ini dan denyut dari gerakan pasang surut akan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Edaran bulan (Moon Revolution), menurut orbit ekliptik sekeliling bumi dalam jangka 29 ½ hari.

2. Edaran bumi (Earth Revolution), menurut orbit ekliptik sekeliling matahari dalam jangka 365 ¼ hari.

3. Putaran bumi (Earth Rotation) pada sumbunya sendiri dalam jangka 24 jam (1 hari).Newton (1642 – 1772) membuktikan bahwa pergerakan pasang surut adalah akibat gaya

tarik bulan yang berbeda besarnya untuk setiap titik di permukaan bumi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh jarak yang berbeda disetiap titik terhadap bulan (Lisitzin,1974). Berdasarkan hukum Newton tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

F=G×m1×m2

R2

dimana : F = gaya tarik menarik G = konstanta gravitasi

R = jarak antara m1 dan m2 m1 = massa benda 1

Mihardja (1994) mengatakan bahwa pasang surut setimbang akan terjadi di permukaan bumi, hanya bila bumi memenuhi syarat-syarat kondisi bumi ideal. Namun permukaan bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal seperti pernyataan tersebut, karena:

1. Permukaan bumi tidak sepenuhnya ditutupi oleh air. Adanya permukaan daratan di bumi mengurangi aliran horizontal air laut sehingga mempengaruhi kondisi pasang surut.

Page 8: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

2. Massa air yang menutupi permukaan bumi memiliki gaya inersia. Adanya gaya ini mempengaruhi amplitudo dan fase dari respon muka laut terhadap gaya pembangkit pasang surut.

3. Adanya gaya gesekan antara massa air laut maupun massa air dengan gaya dasar laut yang mempengaruhi kondisi pasang surut setimbang.

4. Kedalaman air laut yang menutupi bumi tidak merata dan umumnya jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan kondisi pasang surut setimbang.

Komponen pasang surut Untuk memperkirakan keadaaan pasut, maka terdapat 9 komponen-komponen penting

yang mempengaruhi pasut. Komponen utama adalah sebagai akibat gaya tarik bulan dan matahari (Lunar and Solar component). Komponen lainya adalah non astronomi (Karmadibrata, 1985). Berdasarkan sifat pasang surut yang periodik, maka hal tersebut dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasut, diperlukan data amplitudo dan beda fase dari masing-masing komponen pembangkit pasut.

Komponen harmonik pasang merupakan komponen yang menyebabkan terjadinya pasang di laut, karena sifatnya yang harmonik terhadap waktu maka komponen tersebut dinamakan konstanta harmonik. Hal ini sesuai dengan gaya penyebabnya yang periodik pula. Adapun komponen-komponen tersebut adalah M2, S2, K1, O1, N2, K2, P1, M4, MS4. Komponen-komponen pasang diatas dibagi menjadi komponen utama dan komponen bukan utama. Komponen utama adalah sebagai akibat gaya tarik bulan dan matahari. Sedang komponen bukan utama adalah sebagai akibat dari faktor non astronomis, seperti penguapan, tekanan atmosfer, curah hujan dan pengaruh arus laut (Karmadibrata, 1985).

Tabel 3.1 Komponen-komponen Pasang Surut

No Komponen Simbol Keterangan Periode (Jam)

ω (rad/jam)

1 Utama bulan M2 Semi diurnal (tengah harian) 12:42 0.5059

2 Utama matahari S2 Semi diurnal (tengah harian) 12:00 0.5236

3 Bulan, karena jarak bumi-bulan

N2 Semi diurnal (tengah harian) 12:66 0.4964

4 Matahari-bulan, karena perubahan deklinasi K2 Semi diurnal (tengah harian) 11:97 0.5250

5 Matahari-bulan K1 Diurnal (harian) 23:;93 0.2625

6 Utama bulan O1 Diurnal (harian) 25:82 0.2434

7 Utama matahari P1 Diurnal (harian) 24:07 0.2611

8 Utama bulan M4 Seperempat harian 6:21 1.0117

9 Matahari-bulan MS4 Seperempat harian 6:10 1.0295

Page 9: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Keterangan: M2 = Pasang surut semi diurnal dipengaruhi oleh bulanS2 = Pasang surut semi diurnal dipengaruhi oleh gaya tarik matahariN2 = Pasang surut semi diurnal karena pengaruh perubahan jarak akibat lintasan bulan yang elipsK2 = Dipengaruhi oleh perubahan jarak revolusi bumi terhadap matahari.K1 = Pasut diurnal yang dipengaruhi oleh perubahan deklinasi bulan dan matahariO1 = Pasut diurnal yang dipengaruhi oleh perubahan deklinasi bulanP1 = Pasut diurnal yang dipengaruhi oleh perubahan deklinasi matahariM4 = Kecepatan sudutnya dua kali M2 dan termasuk kelompok perairan dangkalMS4 = Hasil interaksi S2 dan M2 dimana kecepatan sudutnya sama dengan sudut S2 dan M2 termasuk perairan

dangkal.

Tipe Pasang SurutMenurut Nontji (1993) tipe pasang surut dapat dibedakan menjadi :

1. Pasang Surut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide) Pasang harian ganda yaitu pasang yang memiliki sifat dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan juga dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi berurutan secara teratur.

2. Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide)Dalam satu hari hanya terjadi satu kali pasang tinggi dan satu kali pasang rendah.

3. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Ganda (Mixed Tide Prevailing Semi diurnal).Dalam satu hari terjadi dua kali pasang tinggi dan dua kali pasang rendah tetapi periodenya berbeda.

4. Pasang Surut Campuran Condong ke harian Tunggal (Mixed Tide Prevailing Diurnal).Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali pasang rendah tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang tinggi dan dua kali pasang rendah dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.Menurut Lisitzin (1974) sifat pasang di perairan dapat ditentukan dengan rumus Formzahl,

yang berbentuk:

F=K 1+01M2+S2

Keterangan: F : Konstanta pasang harian utamaK1 dan O1 : Konstanta pasang harian utamaM2 dan S2 : Konstanta pasang ganda utamaDari rumus tersebut sifat pasang dibagi menjadi :1. Pasang ganda : F ≤ 0.252. Pasang campuran (dominasi ganda) : 0.25 < F ≤ 1.53. Pasang campuran (dominasi tunggal) : 1.5 < F ≤ 3 4. Pasang tunggal : F > 3

Page 10: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Gambar 3.5Tipe pasang surut (Wyrtki, 1961).

Contoh-Contoh PERHITUNGAN PASANG SURUT

Setelah amplitudo (A) dan kelambatam fase (g0) diketahui, tahap berikutnya adalah menghitung duduk tengah, air rendah terendah, air tinggi tertinggi, tipe pasang surut dan tunggang air.

Tabel . Nilai Amplitudo (A) Dan Kelambatan Fase (gº) Perairan Tanjung Pasir, Tangerang, Banten.

S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

A(cm) 103 1 6 4 23 12 0 1 2 7

g (º) - 24 277 196 142 199 272 218 277 142

Penentuan tipe pasang surut rumus Formzahl, yang berbentuk:

F=K 1+01M2+S2

Keterangan: F : Konstanta pasang harian utamaK1 dan O1 : Konstanta pasang harian utamaM2 dan S2 : Konstanta pasang ganda utama

Dari rumus tersebut sifat pasang dibagi menjadi :

Pasang ganda : F ≤ 0.25Pasang campuran (dominasi ganda) : 0.25 < F ≤ 1.5Pasang campuran (dominasi tunggal) : 1.5 < F ≤ 3 Pasang tunggal : F > 3

Contoh :

Page 11: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

23 + 12 45

F = --------------------- = ---------- = 6, 4 > 3 pasang tunggal

1 + 6 7

a. MSL (Duduk tengah)MSL = S0

b. Lowest Lower Water Level (LLWL)LLWL=ASo−A(M 2+S2+K1+O1+P1+K2 )

c. Highest High Water Level (HHWL)HHWL=ASo+A (M 2+S2+K1+O1+P1+K2 )

Data Perhitungan Perairan Tanjung Pasir

a. MSL (Duduk tengah)MSL = S0

= 103 cmb. Lowest Lower Water Level (LLWL)LLWL=ASo−A(M 2+S2+K1+O1+P1+K2 )

= 103 – (1+6+23+12+7+2)= 52 cm

c. Highest High Water Level (HHWL)HHWL=ASo+A (M 2+S2+K1+O1+P1+K2 )

= 103 + (1+6+23+12+7+2) = 154 cm

Sedimen

Page 12: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Menurut Pipkin (1977) dalam Setiawan (2004), sedimen adalah pecahan batuan, mineral, atau material organik yang ditransportasikan dari berbagai jarak dan sumber, kemudian didepositkan oleh udara, angin, es dan air. Sedimen lain diendapkan dari materi yang melayang dalam air atau dalam bentuk kimia pada suatu tempat.Pettijohn (1975) mendefinisikan deposit sedimen sebagai bentuk material padat yang diakumulasikan pada atau dekat permukaan bumi pada temperatur atau tekanan rendah yang merupakan karakteristik dari lingkungan. Lebih jauh diterangkan bahwa bentuk sedimen tidak selalu didepositkan dari larutan yang biasanya menjadi material dari dalam bentuk batuan atau padatan.

Krumbein dan Sloos (1963) dalam Setiawan (2004), menyatakan bahwa sedimentasi merupakan proses pembentukan sedimen atau endapan atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari material pembentukan asalnya pada lingkungan pengendapan (delta, danau, pantai, laut dangkal sampai laut dalam). Proses–proses yang menyangkut di dalam sedimentasi adalah pelapukan, pengangkutan, pengendapan, dan pemampatan dari batuan.

Siebold dan Berger (1993) menyebutkan bahwa sumber sedimen laut berasal dari angin, vulkanik dan masukan dari sungai yang sebagian besar dihasilkan dari pelapukan batuan diatas daratan.

Hutabarat dan Evans (1984) mengklasifikasikan sedimen berdasarkan pada asal sedimen kedalam tiga kelompok yaitu :1. Sedimen Lithogenous

Sedimen lithogenous adalah sedimen yang berasal dari sisa pengikisan batu-batuan yang berasal dari darat. Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi yang ekstrim, seperti adanya proses pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara berulang-ulang dan kemudian diangkut oleh sungai yang merupakan salah satu media yang mengangkut partikel batu-batuan dari darat ke laut.

2. Sedimen BiogenousSedimen biogenous tersusun oleh sisa rangka dan cangkang yang berasal dari organisme hidup. Sedimen biogenous membentuk endapan partkel-partikel halus sampai kasar dapat mengendap di pantai sampai laut dalam

3. Sedimen HydrogenousSedimen hydrogenous adalah partikel yang dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Sebagai contoh adalah manganes nodule yang berasal dari besi dan mangan. Reaksi dapat bersifat sangat lambat, dimana untuk membentuk suatu nodule yang besar dibutuhkan waktu selama berjuta-juta tahun dan akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur oleh sedimen.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa muara keberadaannya didominasi oleh substrat berlumpur, yang sering kali sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa ke muara baik oleh air laut maupun air tawar. Mengenai air tawar, sungai mengangkut partikel

Page 13: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

lumpur dalam bentuk suspensi. Cara pengangkutan sedimen dalam aliran sungai menurut Selley (1988) dalam Martoyo (2004) ada tiga macam, yaitu :

a. Sedimen merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser dan menggelinding ke dasar sungai.

b. Sedimen loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu pada dasar sungai.

c. Sedimen layang (suspended bed) yaitu material yang terbawa arus dengan cara melayang-layang dalam air.

Ukuran Butir SedimenDyer (1990) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan pengendapan

dan transport sedimen adalah ukuran partikelnya. Sedimen berukuran lebih kecil akan lebih mudah berpindah dibandingkan dengan sedimen berukuran besar, oleh karena itu banyak informasi yang diperoleh dengan mengetahui ukuran butir dan proporsi butir. Penyebaran ukuran butir sedimen mencerminkan kondisi lingkungan pengendapan, yaitu proses yang berperan dan besarnya energi pengendapan tersebut.

Tabel 3.3Klasifikasi Ukuran Butir Menurut Skala Wentworth

Jenis partikel Kisaran ukuran butir (mm) phi (Φ)

Bongkahan >256 -8Berangkal 64-256 -8 – (-7)Kerakal 4-64 -7 – (-2)Kerikil 2-4 -2 – (-1)Pasir sangat kasar 1-2 -1 – 0Pasir kasar 1-0,5 0-1Pasir sedang 0,5-0,25 1-2Pasir halus 0,25-0,125 2-3Pasir sangat halus 0,125-0,0625 3-4Lanau 0,0039-0,0625 4-7Lempung <0,0039 >8

Sumber : Folk (1954) dan Wentworth(1922) dalam Dyer (1990)

Menurut Dyer (1990), analisa distribusi ukuran butir diperlukan untuk menginterpretasi proses berlangsungnya sedimentasi. Penyebaran ukuran butir sedimen mencerminkan kondisi lingkungan pengendapan, yaitu proses yang berperan dan besarnya energi proses pengendapan tersebut. Dalam mempelajari distribusi ukuran butir umumnya menggunakan skala phi. Batas antar kelas skala phi dapat diekspresikan dengan logaritma negatif dari dimensi dengan basis 2.

( phi)Φ=−log2dd merupakan ukuran partikel dalam mm.

Mean (Rata-rata)Mean merupakan nilai statistik rata-rata dari ukuran butir. Pethick (1984) menyatakan

bahwa mean akan memperhatikan energi yang disebabkan oleh air atau angin dalam mentransport

Page 14: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

sedimen, disamping itu penyebaran frekwensi besar butir akan sensitif terhadap proses lingkungan pengendapan. Rata-rata memperlihatkan besarnya energi yang disebabkan air atau angin yang menggerakkan sedimen

Menurut Folk dan Ward (1957) dalam Dyer (1990), pengolahan data dari hasil analisa ukuran butir meliputi perhitungan mean, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

M =

Q16+Q50+Q843

Dimana Q ke-n = menunjukkan nilai persentil urutan/besar n yang diukur dalam satuan phi (φ).

Sortasi (Pemilahan)Sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rerata.

Pemilahan yang baik ditandai dengan rendahnya harga pemilahan, dengan kata lain dihasilkan oleh aksi yang selektif dari angin atau gelombang yang mentransport dan mendeposisikan ukuran butir dengan kisaran yang pendek. Nilai sortasi juga menggambarkan kondisi selama pengendapan. Sortasi dikatakan baik bila batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek, sebaliknya apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir panjang disebut sortasi jelek (Dyer, 1990).

Menurut Folk dan Ward (1957) dalam Dyer (1990), pengolahan data dari hasil analisa ukuran butir meliputi perhitungan sortasi, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

41684 QQ

So

+ 6.6

595 QQ

Dimana Q ke-n = menunjukkan nilai persentil urutan/besar n yang diukur dalam satuan phi (φ).

Tabel Klasifikasi Tingkat Pemilahan (Sortasi)

No. Klasifikasi Pemilahan (Sortasi) Harga Pemilahan (Sortasi)1 Terpilah sangat baik < 0,352 Terpilah baik 0,35 – 0,503 Terpilah sedang 0,50 – 1,004 Terpilah jelek 1,00 – 2,005 Terpilah sangat jelek 2,00 – 4,006 Terpilah sangat jelek sekali > 4,00

Skewness (Kepencengan)Folk (1954) dalam Dyer (1974) menyatakan bahwa kepencengan adalah penyimpangan

distribusi ukuran butir terhadap distribusi normal. Distribusi normal adalah suatu distribusi ukuran butir dimana pada bagian tengah dari sampel mempunyai jumlah butir paling banyak. Butiran yang lebih kasar dan lebih halus tersebar di sisi kanan dan kiri dengan jumlah sama. Kepencengan bernilai positif yang menandakan lebih banyaknya butiran halus dan ini dapat disebabkan oleh perombakan butiran halus pada deposit atau perpindahan secara selektif dari butiran kasar.

Sumber : Folk dan Ward dalam Dyer (1990)

Page 15: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Menurut Folk dan Ward (1957) dalam Dyer (1990), pengolahan data dari hasil analisa ukuran butir meliputi perhitungan skewness dengan menggunakan rumus sebagai berikut :Kepencengan (Skewness)

)(2

2

1684

501684

QQ

QQQSk

+ )(2

2

595

50595

QQ

QQQ

Dimana Q ke-n = menunjukkan nilai persentil urutan/besar n yang diukur dalam satuan phi (φ).

Tabel Klasifikasi Tingkat Kepencengan (Skewness)

No. Tingkat kepencengan (Skewness) Harga Kepencengan (Skewness)1 Menceng sangat kasar (-)1,00 – (-)0,302 Menceng kasar (-)0,30 – (-)0,103 Menceng simetris (-)0,10 – (+)0,104 Menceng halus (+)0,10 – (+)0,305 Menceng sangat halus (+)0,30 – (+)1,00

Sumber : Folk dan Ward dalam Dyer (1990)

Kurtosis (Keruncingan)Menurut Darlan (1996) dalam Swastihayu (2005), kurtosis merupakan kedataran lengkung

sebaran kekerapan. Kurtosis dapat dihitung melalui grafik kurtosis serta menggambarkan hubungan antara sortasi, bagian tengah kurva dengan bagian bawah kurva. Bila kurva keruncingan relatif (>1,00) disebut Leptokurtic sedang kurva tumpul (<1,00) adalah Platykurtic. Perhitungan m kurtosis dengan menggunakan rumus sebagai berikut :Keruncingan (Kurtosis)

K =

Q95−Q52.44 (Q75−Q25 )

Dimana Q ke-n = menunjukkan nilai persentil urutan/besar n yang diukur dalam satuan phi (φ).

Tabel Klasifikasi Tingkat Keruncingan (Kurtosis)

No. Tingkat Keruncingan (Kurtosis) Harga Keruncingan (Kurtosis)1 Puncak sangat tumpul < 0,672 Puncak tumpul 0,67 – 0,903 Puncak cukup runcing 0,90 – 1,114 Puncak runcing 1,11 – 1,505 Puncak sangat runcing 1,50 – 3,006 Puncak sangat runcing sekali > 3,00

Sumber : Folk dan Ward dalam Dyer (1990)

Page 16: materi praktek osn kebumian-oseanografi.docx

Gambar 3.6 Sistem Trianguler Penamaan Sedimen (Buchanan, 1984 dalam Mcintyre and Holme, 1984)