Materi PPM Kelompok 7

14
METODE Partisipan Para partisipan dalam studi ini adalah 135 mahasiswa S1 calon guru level dasar dan menengah (119 wanita dan 16 pria) yang sedang menyelesaikan program-program pelatihan guru di salah satu dari empat kampus dalam sistem Universitas Indiana (UI). (Sistem UI mencakup delapan kampus). Partisipan terdaftar dalam program- program pendidikan di kampus-kampus regional yang terletak di Kokomo, South Bend, Indianapolis, dan Gary. Dari keseluruhan, 81 partisipan adalah para calon guru level dasar, dan 54 partisipan adalah para calon guru level menengah. Dari para mahasiswa level dasar, 58 orang (72%) ditugaskan ke kelas-kelas level dasar dan 23 (28%) ditugaskan ke kelas-kelas level intermediet. Dari para mahasiswa level sekolah menengah, 16 (30%) ditugaskan ke kelas- kelas sekolah menengah pertama dan 38 (70%) ditugaskan ke kelas- kelas menengah atas. Dua puluh tujuh (33%) dari mahasiswa level dasar adalah orangtua, sepertihalnya 19 (35%) dari para mahasiswa level menengah. Partisipan usianya berkisar dari 21 hingga 48 tahun, dengan usia median adalah 27.8 tahun. Pengumpulan Data Pembenaran Dalam studi ini kami menggunakan teknik kejadian kritis yang awalnya diajukan oleh Flanagan (1954) dan diadaptasikan untuk penelitian kelas oleh Ryans (1960). Dengan menggunakan teknik ini, kami meminta para mahasiswa untuk mengidentifikasikan dan menggambarkan kejadian-kejadian kelas

description

Materi PPM Kelompok 7

Transcript of Materi PPM Kelompok 7

METODEPartisipanPara partisipan dalam studi ini adalah 135 mahasiswa S1 calon guru level dasar dan menengah (119 wanita dan 16 pria) yang sedang menyelesaikan program-program pelatihan guru di salah satu dari empat kampus dalam sistem Universitas Indiana (UI). (Sistem UI mencakup delapan kampus). Partisipan terdaftar dalam program-program pendidikan di kampus-kampus regional yang terletak di Kokomo, South Bend, Indianapolis, dan Gary. Dari keseluruhan, 81 partisipan adalah para calon guru level dasar, dan 54 partisipan adalah para calon guru level menengah. Dari para mahasiswa level dasar, 58 orang (72%) ditugaskan ke kelas-kelas level dasar dan 23 (28%) ditugaskan ke kelas-kelas level intermediet. Dari para mahasiswa level sekolah menengah, 16 (30%) ditugaskan ke kelas-kelas sekolah menengah pertama dan 38 (70%) ditugaskan ke kelas-kelas menengah atas. Dua puluh tujuh (33%) dari mahasiswa level dasar adalah orangtua, sepertihalnya 19 (35%) dari para mahasiswa level menengah. Partisipan usianya berkisar dari 21 hingga 48 tahun, dengan usia median adalah 27.8 tahun.

Pengumpulan DataPembenaran Dalam studi ini kami menggunakan teknik kejadian kritis yang awalnya diajukan oleh Flanagan (1954) dan diadaptasikan untuk penelitian kelas oleh Ryans (1960). Dengan menggunakan teknik ini, kami meminta para mahasiswa untuk mengidentifikasikan dan menggambarkan kejadian-kejadian kelas tertentu yang dianggap menjadi contoh-contoh masalah disiplin, dan juga mengidentifikasikan dan menggambarkan tindakan atau strategi khusus yang digunakan ketika berusaha untuk mengatasi kejadian tersebut. Teknik ini dianggap lebih unggul dibandingkan survey tradisional dan observasi karena menghasilkan naratif-naratif yang kaya dan dalam yang biasanya lebih relevan dengan praktek kelas. Semua partisipan diminta untuk menyerahkan respon-respon naratif tertulis detil atas dua pertanyaan:1. Pikirkanlah satu atau dua bulan yang lalu dan ingatlah kembali terakhir kali anda melakukan sesuatu yang terutama efektif untuk menghadapi masalah disiplin. Apakah yang dilakukan para siswa? Apakah yang anda lakukan?2. Pikirkanlah satu atau dua bulan yang lalu dan ingatlah kembali terakhir kali anda melakukan sesuatu yang terutama tidak efektif ketika menghadapi masalah disiplin. Apakah yang dilakukan siswa? Apakah yang anda lakukan?Masalah disiplin tidak didefinisikan untuk para partisipan karena persepsi mereka terhadap jenis-jenis prilaku siswa yang bermasalah adalah salah satu isu pertimbangan dari studi ini.Data dikumpulkan selama periode tiga semester dari musim gugur 1990 hingga musim gugur 1991, dalam salah satu dari dua hari, tergantung pada kampus dimana para mahasiswa terdaftar. Kebanyakan partisipan diminta untuk menuliskan dan menyerahkan naratif mereka selama seminar di kampus yang diadakan selama bagian selanjutnya dari semester mengajar mereka. Partisipan lainnya menerima instruksi tertulis lewat pos, dan naratif mereka dituliskan secara terpisah kemudian dikembalikan ke peneliti setelah mereka selesai mengajar.Analisa DataKode-Kode yang Muncul Kejadian-kejadian penting yang digambarkan oleh partisipan diarahkan pada analisa isi yang tipikal digunakan dengan data kualitatif (Guba & Lincoln, 1981). Secara khusus, respon-respon naratif para mahasiswa terhadap dua pertanyaan luas (yaitu masalah dan strategi) pertama-tama diperiksa untuk kategori-kategori yang secara natural terjadi. Setiap respon kemudian dikodekan dan diletakan kedalam kategori kemudian ditinjau kembali untuk menjamin bahwa masing-masing respon konsisten secara internal dan berbeda secara eksternal. Respon-respon dalam setiap kategori kemudian diarahkan pada analisa statistik deskriptif.Tiga contoh dibawah ini mengilustrasikan bagaimana data anekdot dianalisa dan dikodekan. Contoh pertama adalah kutipan dari naratif yang diberikan oleh seorang mahasiswa dalam kelas pertama yang menggambarkan suatu kejadian yang diatasi secara efektif:Menambahkan kejelasan Beberapa siswa duduk di ujung kursi mereka dan terus menerus menjatuhkan diri ke lantai. Saya memutuskan bahwa mereka ingin duduk diatas lantai. Sekarang, ketika siswa duduk di ujung kursi, mereka bergerak mundur dan duduk dengan gaya Indian diatas lantai dengan kerja mereka.Masalah disiplin yang digambarkan disini dikodekan sebagai gangguan karena faktor paling penting mengenai prilaku siswa tampaknya adalah bahwa prilaku tersebut menganggu jalannya pengajaran. Strategi dikodekan sebagai perubahan strategi karena guru mengambil pendekatan, gaya atau kebijakan baru sebagai cara untuk menghadapi gangguan.Contoh kedua adalah kutipan dari naratif yang diberikan oleh seorang mahasiswa di kelas dua yang juga menggambarkan kejadian gangguan yang secara efektif ditangani, tetapi dalam contoh ini, dengan strategi yang dikodekan sebagai penguatan positif karena penekanan pada pujian dan persetujuan:Menjelaskan Justin memiliki masalah dengan kontrol diri, terutama ketika berjalan di aula. Saya merasa saya terus-menerus memintanya untuk menjaga bibirnya dan juga menjaga tangannya bersama-sama.....Saya memberitahukan Justin, di depan semua anak, bahwa Saya membutuhkannya untuk memperlihatkan kepada siswa lainnya bagaimana berjalan dengan benar di aula. Saya memberitahukannya Saya sedang memerintahkannya untuk melakukan pekerjaan yang benar. Ini berhasil. Saya senang dan Justin merasa senang dengan dirinya sendiri.....Contoh ketiga adalah kutipan dari naratif yang diberikan oleh seorang siswa di sebuah sekolah menengah yang menggambarkan kejadian yang ditangani dengan tidak efektif:Seorang siswa sedang bermain dengan benda-benda diatas meja guru selama dalam kelas dan Saya memintanya berulangkali untuk menghentikan prilaku tersebut.....dia menjadi secara verbal kasar dan melempar jepretan keatas lantai. Setelah memintanya untuk menghentikan prilaku tersebut dia tidak akan melakukannya. Saya memberitahukannya untuk keluar kelas hingga dia dapat melakukan apa yang saya minta. Pada saat itu dia melompat dari kursinya dan berteriak... Saya berteriak balik.....Walaupun dia berjalan keluar, Saya kehilangan kendali saya...Siswa-siswa lain berbicara keras-keras juga. Saya pikir Saya sedang membuat contoh darinya. Dia mengetahuinya dan ini mengakibatkan hasil yang tak diinginkan.Kejadian ini menggambarkan prilaku siswa yang secara jelas dapat dinamai sebagai gangguan, tetapi yang dikodekan sebagai pembangkangan, karena aspek paling menonjol dari prilaku ini berhubungan dengan ketidakmauan untuk mematuhi perintah guru. Walaupun ada elemen-elemen lebih dari satu strategi yang digambarkan disini, strategi ini dikodekan sebagai hukuman- Jenis 1 karena elemen-elemen penting dalam prilaku guru adalah usahanya untuk menghukum siswa dan karena berdebat dan berteriak yang diakibatkannya ketika kejadian bertambah parah.Kami secara terpisah mengodekan, mengategorikan, dan mentabulasikan semua kejadian yang digambarkan dalam naratif para mahasiswa. Untuk memperkirakan konsistensi setiap analisa kami, kami menghitung persentase kesepakatan dengan (a) mentabulasikan jumlah contoh kesepakatan dan ketidaksepakatan, (b) membagi jumlah contoh-contoh kesepakatan dengan jumlah total contoh (yaitu, jumlah contoh kesepakatan dan ketidaksepakatan), dan (c) mengalikan hasil bagi tersebut dengan 100. Kesepakatan yang baik Konsistensi untuk kategorisasi definisi para mahasiswa mengenai masalah-masalah disiplin adalah kesepakatan 96% diantara kami; untuk kategorisasi strategi yang digunakan para mahasiswa ketika menangani masalah-masalah disiplin, kami memiliki kesepakatan 91%. Kami memecahkan semua ketidaksepakatan dengan diskusi hingga kesepakatan 100% dicapai.

HASILTetapi Tabel 1 memperlihatkan 270 Total 254 naratif diserahkan dan dianalisa. 81 mahasiswa level sekolah dasar menyerahkan 151 naratif, dan 54 mahasiswa level sekolah menengah menyerahkan 103 naratif. Dari 254 naratif, 133 menggambarkan kejadian-kejadian yang ditangani secara efektif, dan 121 menggambarkan siswa yang tidak secara efektif ditangani. Dalam 16 contoh, naratif tidak diserahkan atau tidak dapat digunakan Mengapa? (dua darinya berhubungan dengan kejadian yang diatur secara efektif, dan 14 berhubungan dengan kejadian yang diatur secara tidak efektif).

Masalah-Masalah DisiplinDefinisi yang muncul Naratif berhubungan dengan masalah-masalah disiplin, baik dalam kejadian yang ditangani secara efektif dan tidak efektif, yang diatur kedalam lima kategori: (a) gangguan (misalnya berbicara, atau beberapa jenis prilaku yang menganggu instruksi), (b) pembangkangan (prilaku tidak menghormati, atau ketidakpatuhan), (c) tidak memperhatikan (tidak mengerjakan tugas, tidak duduk di tempatnya), (d) agresi (bertengkar, mendorongk, memanggil nama) dan (e) lain-lain (menangis, berbohong, mencontek, mencuri, mengunyah permen karet). Jumlah kejadian dimana masalah disiplin tertentu terlibat, yang kemudian ditangani secara efektif atau tidak efektif, dilaporkan pada Tabel 1. Sebagai contoh, 79 mahasiswa menggambarkan kejadian yang melibatkan gangguan yang kemudian ditangani dengan efektif; 80 siswa menggambarkan kejadian yang melibatkan gangguan yang dihadapi dengan tidak efektif; 159 kejadian yang melibatkan gangguan terdiri dari 63% dari seluruh kejadian.

Strategi Efektif dan Tidak EfektifLebih banyak definisi Naratif yang berhubungan dengan strategi efektif dan tidak efektif sesungguhnya diatur kedalam tujuh kategori: (a) hukuman- Jenis 2 (mengambil hak istimewa, diasingkan), (b) penjelasan (misalnya membahas prilaku benar atau diinginkan dengan siswa atau seluruh kelas), (c) ancaman dan peringatan, (d) penguatan positif (pujian, persetujuan, ganjaran), (e) perubahan strategi (menaikan atau menurunkan suara, jeda, bergerak mendekat kearah siswa, membuat pendekatan atau kebijakan mengajar baru), (f) hukuman- Jenis 1 (hukuman fisik, berteriak pada siswa), dan (g) tidak ada tindakan yang diambil (mengabaikan prilaku siswa). Jumlah kejadian yang menggunakan strategi tertentu, baik secara efektif atau tidak efektif, dilaporkan pada Tabel 2. Sebagai contoh, 43 mahasiswa menggambarkan kejadian-kejadian yang ditangani secara efektif dengan penggunaan hukuman-Jenis 2; 38 mahasiswa menggambarkan kejadian-kejadian dimana penggunaan hukuman-Jenis 2 tidak efektif; 81 kejadian dimana hukuman-Jenis 2 digunakan terdiri dari 32% dari semua kejadian.Kami melaporkan strategi-strategi manakah yang digunakan dalam kejadian-kejadian yang diatur secara efektif dan manakah yang digunakan dalam kejadian-kejadian yang ditangani secara tidak efektif, berturut-turut pada Tabel 3 dan 4. Sebagai contoh, mahasiswa calon guru level sekolah dasar menggunakan hukuman-Jenis 2 sebanyak sembilan kali ketika secara efektif menangani kejadian-kejadian yang melibatkan gangguan, tujuh kali ketika secara efektif menangani kejadian-kejadian yang melibatkan pembangkangan, dst. Para mahasiswa calon guru level sekolah dasar menggunakan hukuman-Jenis 2 tiga belas kali ketika mengatasi secara tidak efektif kejadian yang melibatkan gangguan, satu kali ketika mengatasi secara tidak efektif kejadian yang melibatkan pembangkangan, dst (lihat Tabel 4). Para mahasiswa calon guru level sekolah menengah menggunakan hukuman-Jenis 2 sebanyak sembilan kali ketika mengatasi secara tidak efektif kejadian-kejadian yang melibatkan gangguan, empat kali ketika secara tidak efektif mengatasi kejadian yang melibatkan pembangkangan, dst.Kami juga melaporkan pada Tabel 3 dan 4 berapa kali strategi tertentu digunakan untuk menangani suatu masalah disiplin. Misalnya, ketika kejadian-kejadian yang melibatkan gangguan ditangani secara efektif, para mahasiswa calon guru sekolah dasar menggunakan hukuman-Jenis 2 sebanyak sembilan kali, penjelasan sebanyak tiga belas kali, dst (lihat Tabel 3). Para mahasiswa calon guru sekolah menengah menggunakan hukuman-Jenis 2 sebanyak sebelas kali, penjelasan sebanyak tujuh kali, dst. Ketika kejadian-kejadian yang melibatkan gangguan ditangani secara tidak efektif, para mahasiswa calon guru level dasar menggunakan hukuman Jenis 2 sebanyak tiga belas kali, penjelasan sebanyak dua kali; dst (lihat Tabel 4). Para mahasiswa calon guru level menengah menggunakan hukuman- Jenis 2 sebanyak sembilan kali, penjelasan sebanyak tiga kali, dst.Tabel 5 adalah ringkasan sintesa data yang diperlihatkan pada Tabel 3 dan 4; rasio keefektifan versus ketidakefektifan strategi-strategi tertentu strategi-strategi tertentu yang digunakan dengan masalah-masalah disiplin tertentu dilaporkan. Kami membandingkan para mahasiswa calon guru sekolah dasar dan menengah dan memasukan jenis-jenis masalah disiplin dan strategi-strategi yang digambarkan oleh setiap kelompok dalam naratif mereka (lihat Tabel 6). Misalnya, dari 151 kejadian yang digambarkan oleh para mahasiswa calon guru level dasar, 100 kejadian (66%) melibatkan gangguan, 22 kejadian (15%) melibatkan pembangkangan, dst (lihat Tabel 6). Dari 103 kejadian yang digambarkan oleh para mahasiswa level sekolah menengah, 59 (57%) melibatkan gangguan, 30 (29%) melibatkan pembangkangan, dst. Ketika strategi-strategi dipertimbangkan, 41 (27%) dari kejadian-kejadian yang digambarkan oleh para mahasiswa level dasar melibatkan hukuman-Jenis 2, 30 (20%) melibatkan penjelasan, dst; 40 (39%) kejadian yang digambarkan oleh para mahasiswa calon guru level menengah melibatkan hukuman-Jenis 2, 20 (20%) melibatkan penjelasan, dst.

PEMBAHASANTiga temuan penting muncul dari studi ini. Pertama, mayoritas (91%) dari masalah-masalah disiplin yang digambarkan oleh para mahasiswa calon guru berhubungan hanya dengan tiga jenis prilaku: gangguan, pembangkangan dan kurangnya memperhatikan. Temuan ini memperlihatkan bahwa jika para mahasiswa mengembangkan strategi-strategi untuk menangani prilaku-prilaku tersebut secara efektif, banyak dari masalah disiplin mereka dapat diselesaikan.Sejauh ini masalah-masalah disiplin yang paling sering digambarkan adalah gangguan (yaitu ngobrol atau beberapa jenis prilaku yang menganggu instruksi); masalah-masalah ini terlibat dalam setengah dari seluruh kejadian. Dilaporkan ketika ditangani Namun, gangguan ditangani secara efektif oleh para mahasiswa tersebut sama seringnya dengan masalah tersebut ditangani secara tidak efektif, dan strategi-strategi yang tampaknya bekerja paling baik (yaitu lebih dari setengah waktu) adalah penjelasan, penguatan positif dan perubahan strategi. Masalah kedua yang digambarkan paling sering (20% dari seluruh kejadian) adalah pembangkangan (prilaku tidak menghormati atau ketidakpatuhan), yang dianggap sebagai salah satu dari masalah paling sulit untuk ditangani, bahkan bagi para guru berpengalaman sekalipun. Namun, para mahasiswa tersebut menangani kejadian-kejadian pembangkangan secara efektif lebih sering dibandingkan secara tidak efektif. Disini, strategi-strategi yang tampaknya bekerja paling baik adalah penjelasan, penguatan positif dan hukuman-Jenis 2. Masalah ketiga yang paling sering digambarkan (9% dari seluruh kejadian) adalah kurangnya memperhatikan (tidak mengerjakan tugas, tidak duduk di tempatnya), yang juga ditangani secara efektif sama seringnya dengan ditangani secara tidak efektif. Disini, strategi-strategi yang tampaknya bekerja paling baik adalah penguatan positif, perubahan strategi, ancaman dan peringatan. Kejadian-kejadian yang melibatkan agresi (bertengkat, mendorong, memanggil nama) dan berbagai jenis masalah lainnya (menangis, berbohong, mencontek, mencuri, mengunyah permen karet) menjelaskan bagian kecil dari semua kejadian (4% dan 5% berturut-turut); keduanya ditangani sama efektif dan tidak efektifnya, dan penjelasan adalah strategi yang tampaknya bekerja paling baik dengan keduanya.Temuan signifikan kedua adalah bahwa hampir semua kejadian yang ditangani secara efektif melibatkan beberapa dari empat strategi, sementara tiga strategi cukup tidak efektif. Penjelasan paling jelas untuk efektifitas atau ketidakefektifitasan stratetgi-strategi tertentu berhubungan dengan sejauhmana strategi tersebut dianggap humanistis atau otoriter.Secara keseluruhan, penguatan positif (yaitu pujian, persetujuan, ganjaran) adalah strategi paling efektif bagi para mahasiswa calon guru tersebut; tingkat keberhasilan 92% dicapai dalam contoh-contoh di mana strategi tersebut digunakan. Strategi ini efektif dalam setiap kejadian gangguan dimana strategi ini digunakan, dan lebih sering bersifat efektif dibandingkan tidak efektif ketika digunakan untuk mengatasi pembangkangan dan kurangnya memperhatikan.Strategi kedua paling efektif adalah penjelasan (membahas prilaku yang benar atau diinginkan dengan siswa atau seluruh kelas). Strategi ini, yang memiliki tingkat keberhasilan 78%, cukup efektif dalam (tetapi hanya dua) setiap kejadian agresi dimana strategi tersebut digunakan; strategi ini lebih sering efektif daripada tidak efektif ketika digunakan dengan gangguan, pembangkangan dan berbagai masalah lainnya; ketika digunakan untuk kurangnya memperhatikan, maka strategi ini sama sering efektifnya dengan tidak efektif.Strategi ketiga paling efektif adalah perubahan strategi (menaikan atau merendahkan suara, jeda, bergerak mendekat ke siswa, membuat pendekatan atau kebijakan pengajaran baru). Strategi ini, yang memiliki tingkat keberhasilan 65%, cukup efektif dalam setiap kejadian hanya satu dimana strategi ini digunakan dengan masalah kurang memperhatikan.Strategi keempat paling efektif adalah hukuman-Jenis 2. Strategi ini yang sukses 53% dari waktu, adalah lebih efektif dibandingkan tidak efektif ketika digunakan dengan pembangkangan dan agresi; sama efektif dan tidak efektifnya ketika digunakan dengan gangguan; dan kurang efektif ketika digunakan pada masalah kurang memperhatikan dan beragam masalah lainya.Semua persentase ini berdasarkan pada sejumlah kecil kasus Diantara strategi-strategi yang kurang efektif adalah penggunaan ancaman dan peringatan; strategi ini memiliki tingkat keberhasilan hanya 27% dalam kejadian-kejadian dimana strategi tersebut digunakan. Strategi ini lebih efektif dibandingkan tidak efektif ketika digunakan dengan pembangkangan dan kurangnya memperhatikan, tetapi kurang efektif dibandingkan tidak efektif ketika digunakan pada gangguan. Yang juga secara luas tidak efektif adalah strategi tidak mengambil tindakan apapun, yang memiliki tingkat keberhasilan 20%. Strategi ini kurang efektif dibandingkan tidak efektif ketika digunakan pada gangguan, dan tidak efektif dalam setiap kejadian dimana strategi tersebut digunakan pada pembangkangan, kurangnya memperhatikan, dan masalah-masalah lainnya. Yang paling tidak efektif adalah hukuman-Jenis 1, yang memiliki tingkat keberhasilan hanya 4% dan tidak efektif dalam semua contoh dimana strategi tersebut digunakan (kecuali untuk satu kejadian gangguan).Benar Temuan signifikan ketiga adalah, walaupun ada perbedaan-perbedaan dalam usia siswa, ada banyak kesamaan dalam jenis-jenis masalah disiplin yang digambarkan oleh para mahasiswa calon guru tersebut dan dalam jenis-jenis strategi yang mereka gunakan ketika menghadapi prilaku-prilaku tersebut. Diantara kedua kelompok, kejadian-kejadian yang melibatkan gangguan dan pembangkangan adalah yang paling sering dan kedua paling sering digambarkan. Untuk kedua kelompok tersebut, kejadian-kejadian yang melibatkan satu atau yang lainnya dari kedua prilaku tersebut terdiri dari proporsi besar jumlah total kejadian yang digambarkan (81% dari kejadian level sekolah dasar, dan 86% dari kejadian level sekolah menengah). Walaupun kejadian-kejadian yang melibatkan jenis-jenis lain masalah disiplin digambarkan jauh kurang sering, proporsi kejadian-kejadian tersebut untuk jumlah total kejadian juga sama, baik pada level dasar dan menengah.Benar Kedua kelompok tersebut juga menggunakan dua strategi (hukuman-jenis 2 dan penjelasan) lebih sering dibandingkan strategi lainnya, dengan mengabaikan jenis masalah disiplin yang sedang dihadapi. Proporsi besar dari jumlah total kejadian yang digambarkan melibatkan penggunaan salah satu dari dua strategi tersebut (47% dari kejadian level sekolah dasar dan 59% dari kejadian level sekolah menengah). Keterbatasan dikenali Kesamaan-kesamaan tersebut mungkin mencerminkan fakta bahwa walaupun terdapat keberagaman (dari segi usia, status perkawinan dan orangtua, program, dan kelas yang diajar), para mahasiswa calon guru semuanya dikelompokan dalam satu area geografis, dan semuanya bekerja dalam konteks budaya yang sama. Atau, kesamaan-kesamaan tersebut dapat mencerminkan fakta bahwa semua mahasiswa calon guru sedang menerima pelatihan mereka di universitas yang sama (ada tingkat tinggi konsistensi diantara program-program pendidikan di kampus-kampus Universitas Indiana).