Materi Metoda

7
III. MATERI DAN METODA 3.1 Materi 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol Winkler, tali rafia, keping secchii, pipet ukur, labu erlenmeyer, tabel Barbour dan Stribling. 3.1.2 Bahan Daerah aliran sungai (DAS) Serayu dari hulu ke hilir, MnSO 4 , KOH-KI, H 2 SO 4 pekat, amilum dan Na 2 S 2 O 3. 3.2 Prosedur Kerja Melakukan pengukuran parameter-parameter fisika-kima sepanjang Daerah aliran sungai (DAS) Serayu dari hulu ke hilir. 3.2.1 Parameter Fisikia-Kimia Parameter Fisika-Kimia meliputi, Oksigen terlarut (OD), pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD), temperatur, derajat keasaman air (pH), lebar sungai, kedalaman, kejernihan air, substrat dasar, kecepatan arus dan skor fisik habitat. 3.2.1.1 Oksigen Terlarut (OD) Air diambil menggunakan botol winkler sebanyak 250ml tanpa ada gelembung. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan MnSO 4 dan KOH-KI masing-masing sebanyak 1ml dengan menggunakan pipet ukur atau jarum suntik. Biarkan sesaat sampai endapan terbentuk. Setelah itu, H 2 SO 4 pekat ditambahkan kedalam botol lalu dikocok sampai endapan

Transcript of Materi Metoda

Page 1: Materi Metoda

III. MATERI DAN METODA

3.1 Materi

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol

Winkler, tali rafia, keping secchii, pipet ukur, labu erlenmeyer, tabel Barbour dan

Stribling.

3.1.2 Bahan

Daerah aliran sungai (DAS) Serayu dari hulu ke hilir, MnSO4, KOH-KI,

H2SO4 pekat, amilum dan Na2S2O3.

3.2 Prosedur Kerja

Melakukan pengukuran parameter-parameter fisika-kima sepanjang Daerah

aliran sungai (DAS) Serayu dari hulu ke hilir.

3.2.1 Parameter Fisikia-Kimia

Parameter Fisika-Kimia meliputi, Oksigen terlarut (OD), pengukuran

Biological Oxygen Demand (BOD), temperatur, derajat keasaman air (pH), lebar

sungai, kedalaman, kejernihan air, substrat dasar, kecepatan arus dan skor fisik

habitat.

3.2.1.1 Oksigen Terlarut (OD)

Air diambil menggunakan botol winkler sebanyak 250ml tanpa ada

gelembung. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan MnSO4 dan KOH-KI

masing-masing sebanyak 1ml dengan menggunakan pipet ukur atau jarum suntik.

Biarkan sesaat sampai endapan terbentuk. Setelah itu, H2SO4 pekat ditambahkan

kedalam botol lalu dikocok sampai endapan larut. Larutan tersebut diambil sebanyak

100ml dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3

sampai larutan bewarna kuning muda. Ditambahkan 10 tetes indikator amilum

hingga bewarna biru. Larutan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna

biru hilang. Titrasi dilakukan duplo dan kemudian hasilnya dirata-rata.

Dihitung dengan rumus :

Oksigen terlarut = x p x q x 8

Page 2: Materi Metoda

Dimana :

p = volume larutan Na2S2O3

q = normalitas larutan

8 = bobot setara larutan

3.2.1.2 Biological Oxygen Demand (BOD)

Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler volume 250 ml sampai penuh.

Botol winkler pertama segera diperiksa kandungan oksigennya, sedangkan botol

kedua diinkubasi selama selama 5 hari dengan suhu 20oC kemudian setelah

diinkubasi, diperiksa kandungan oksigennya.

BOD dapat dihitung dengan rumus:

BOD =

Dimana :

A0 : Oksigen terlarut sampel pada nol hari

A5 : Oksigen terlarut sampel pada lima hari

S0 : Oksigen terlarut blanko pada nol hari

S5 : Oksigen terlarut blanko pada lima hari

T : Persen perbandingan antara A0 : S0

P : Derajat pengenceran

3.2.1.3 Temperatur

Thermometer dicelupkan pada perairan, tunggu beberapa menit sampai

pengukuran angka stabil. Kemudian dilakukan pengukuran di tiga titik lalu dirata-

ratakan.

3.2.1.4 Derajat Keasaman Air (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH kedalam air.

Kemudian, samakan warna kertas pH yg telah dicelupkan ke air dengan skala pH

yang tercantum.

Page 3: Materi Metoda

3.2.1.5 Lebar sungai

Dalam menentukan lebar dari sungai yang diamati digunakan estimasi

(pendugaan) secara visual.

3.2.1.6 Kedalaman

Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat

penduga yang telah diberi skala panjang.

3.2.1.7 Kejernihan

Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara

hitam dan putih tidak dapat di bedakan. Jika dasar sungai masih dapat di bedakan

catat kedalaman sampai dasar tersebut.

3.2.1.8 Substrat dasar

Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan

perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan. Diestimasi secara visual

persentasi bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.

3.2.1.9 Kecepatan arus

Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol yang berisi air

setengah atau sepertiga dari ukuran botol kemudian di ikat dengan tali rafia

sepanjang 10 meter. Setelah diikat botol tersebut dilemparkan ke sungai. Catat waktu

yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut dibawa oleh arus sungai sejauh 10

meter.

3.2.1.10 Skor Fisik Habitat

Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaor dan stribling, dan dilakukan

perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan.

Tabel. 1. Kriteria penilaian kondisi fisik habitat menurut Barbour dan

Stribling (1991)

Habitat

parameterOptimal Suboptimal Marginal Poor

Substrat dasar Lebih dari

60% dasara

perairan

terdiri atas

kerikil, batu

atau cadas

30%-60% dari

substrat dasar

penilaian

berupa batuan

atau cadas.

Substrat

10%-30% merupakan

satu materi yang besar

tetapi lumpur atau

pasir 70-90%

mendominasi substrat

Substrat

didominasi

oleh lumpur

dan pasir

kerikil dan

pasir dan

Page 4: Materi Metoda

dengan porsi

yang kurang

lebih sama.

SKOR 20

mungkin

didominasi

oleh salah satu

kelas ukuran

tersebut.

SKOR 15

dasar.

SKOR 10

materi yang

lebih besar.

SKOR 5

Kekomplekan

habitat

Berbagai

macam tipe

kayu pohon,

cabang,

tumbuhan

akuatik

terdapat pada

segmen

sungai

membentuk

habitat yang

bervariasi.

Segmen

sungai

tertutup

kanopi.

SKOR 20

Substrat

cukup

bervariasi.

Segmen

sungai cukup

terlindungi

oleh kanopi.

SKOR 15

Habitat didominasi

oleh 1 atau 2 macam

komponen substrat,

tumbuhan tepi yang

menaungi segmen

sungai sedikit.

SKOR 10

Habitat

monoton

pasir dan

lumpur

menyebabkan

habitat tidak

bervariasi.

SKOR 5

Kualitas yang

menggenang

25% dari

bagian yang

menggenang

sama atau

lebih lebar

dari setengah

lebar sungai

dan

kedalamannya

>1 m.

SKOR 20

<5% bagian

yang

menggenang

kedalamannya

>1 m dan

lebih lebih

lebar dari ½

lebar sungai.

Umumnya

bagian yang

dalam ini

lebih kecil

Kurang dari 1%

bagian yang

menggenang

kedalamannya >1m

dan lebih dari lebar

sungai. Bagian yang

menggenang ini

mungkin sangat

dalam/dangkal.Habitat

tidak bervariasi.

SKOR 10

Bagian yang

menggenang

kecil dan

dangkal

bahkan

mungkin

tidak terdapat

bagian yang

menggenang.

SKOR 5

Page 5: Materi Metoda

dari setengah

lebar sungai

dan

kedalamannya

>1m.

SKOR 15

Kestabilan

tepi sungai

Tidak terdapat

bukti-bukti

bahwa tempat

tersebut

pernah terjadi

erosi atau

berpotensi

untuk erosi.

SKOR 20

Jarang terjadi

bagian tepi

yang gugur,

kemungkinan

gugur ada

tetapi rendah.

SKOR 15

Bagian tepi ada yang

mengalami erosi saat

banjir.

SKOR 10

Bagian tepi

sungai tidak

stabil, sering

terjadi erosi.

SKOR 5

3.3 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 15-16 Oktober 2011 di sepanjang

daerah aliran sungai. (DAS) Serayu dari hulu ke hilir dan daerah yang diteliti adalah

kanding, kembangan, mandiraja, merican, sigaluh, selomerto, kejajar, dan garung.