MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

download MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

of 90

Transcript of MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    1/90

    MATERI KEPERAWATAN KRITIS

    I. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

    A. Pengertian

    Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh

    manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Myrnawati,

    2000).

    Infeksi dapat tetap terlokalisasi dan bersifat sementara jika mekanisme

    pertahan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan dapat menyebar

    menjadi infeksi klinis atau kondisi penyakit bersipat akut, sob akut atau kronis.

    Infeksi lokal yang dapat menjadi sistematik bila mikroorganisme mencapai

    sistem limfatik atau faskuler (Anwar, 2005).

    Menurut Elizabeth (1997) menyatakan bahwa ciri-ciri lokal peradangan

    adalah sebagai berikut:

    1. Rubor, yaitu terjadinya kemerahan akibat pengangkutan aliran darah ke

    daerah peradang.

    2. Color, yaitu timbulnya panas pada daerah peradangan yang juga akibat

    peningkatan aliran darah

    3.

    Tumor, yaitu pembengkakan pada lokasi peradangan yaitu terjadi akibat

    peningkatan perniabilitas kapiler sehingga protein-protein plasma dan

    eksudat masuk ke ruang intersisum.

    4. Donor, yaitu terjadinya nyeri akibat peradangan syaraf karena

    pembengkakan dan rangsangan ujung-ujung syaraf oleh mediator-mediator

    peradangan.

    Infeksi nosokomial merupakan masalah yang besar di setiap rumah sakit

    apalagi dirumah sakit yang jumlah penderita yang dirawatnya banyak denganjumlah perawatannya yang masih terbatas. Keadaan seperti ini akan

    mengakibatkan prinsif-prinsif hygiene kurang mendapatkan perhatian. (Utji,

    1993).

    Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita selama/oleh

    karena dia dirawat dirumah sakit. Menurut Hasbullah (1993). Menyatakan

    bahwa infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan infeksi nosokomial bila

    memenuhi beberapa keriteria/batasan tertentu:

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    2/90

    1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak terdapat tanda-

    tanda klinik dari infeksi tersebut.

    2.

    Pada waktu penderita mulai dirawat dirumah sakit tidak sedang dalam

    masa inkubasi dari infeksi tersebut.

    3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3X24

    jam sejak mulai perawatan.

    4. Infeksi tersebut bukan merupakan infeksi sebelumnya.

    5. Bila saat mulai dirawat dirumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan

    infeksi didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit untuk sama pada

    waktu lalu, serta belum dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

    B.

    Permasalahan infeksi di ICU

    Manusia merupakan sumber infeksi dirumah sakit seperti pasien, petugas,

    pengunjung dan mereka adalah dalam akut infeksi, dalam keadaan masa

    inkubasi, dalam keadaan kolonisasi dan dalam keadaan kronik karier. Sumber

    lain mikroorganisme adalah dari Flora andogenous pasien itu senditri dimana

    hal ini sangat sulit dikontrol dan lingkungan yang tidak sehat, peralatan yang

    telah terkontaminasi, alat-alat kesehatan obat-obatan. (Pandjaitan, 2006).

    Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial

    adalah salmonella, clostridium tetani, streptococcus, E.koli, pseudomonas sp

    dan aspergillus sp (Elvin, 2002). Infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak

    kerugian, antara lain: lama hari perawatan makin panjang, penderitaan

    bertambah, biaya meningkat (Suarni,1999).

    Menurut Hasbullah (1993) ada dua faktor pendukung yang berhubungan

    dengan infeksi nosokomial antara lain faktor endogen dan faktor eksogen.

    Faktor indogen meliputi umur, jenis kelamin dan penyakit penyerta. Faktoreksogen meliputi lama penderita dirawat dirumah sakit, kelompok yang

    merawat penderita, lingkungan, peralatan dan teknik medis yang dilakukan.

    Banyak penelitian klinis menunjukkan bahwa ada 4 konsep dasar yang

    berpengaruh terhadap kejadian infeksi:

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    3/90

    1. Flora Endogen

    Organisme yang merupakan flora normal pada beberapa organ dapat

    menjadi penyebab infeksi ketika ada perantara seperti pasien dengan

    endotrakheal tube, tusukan intravena atau kateter urine.

    2. Faktor Rumah Sakit

    Rumah sakit menjadi reservoir bagi organisme patogen yang meliputi

    adanya pasien yang parah, staf rumah sakit yang menularkan organisme

    antar pasien, penggunaan antibiotik spektrum luas dan penggunaan alat-

    alat untuk monitor atau pengobatan pada pasien. Semua faktor ini

    meningkatkan pertumbuhan dan penyebaran organisme di rumah sakit dan

    diantara pasien dengan pasien.

    3. Faktor Pasien

    Beberapa faktor intrinsik dapat mendukung terjadinya infeksi, seperti usia

    tua, pasien dengan gangguan yang kronis, luka terkontaminasi, pengobatan

    steroid atau obat-obat immunosupresif dan perawatan di rumah sakit yang

    lama.

    4. Resistensi Antibiotik

    Beberapa hal yang dapat menjadi sumber kejadian infeksi nosokomial meliputi:

    1. Tindakan Invansif

    Tindakan invansif adalah suatu tindakan menusukkan alat-alat kesehatan ke

    dalam tubuh pasien, sehingga memungkinkan mikro organisme

    masuk ke dalam tubuh. Tindakan invansif sangat banyak jemsnya,

    khususnya di ICU, dimana pasien sering menggunakan bermacam-macam

    selang sekaligus, atau mengalami beberapa tindakan seperti:

    Suntikan pungsi (vena, lumbat, perikardial, pleura, suprapubik,arteri, dll)

    Pemasangan alat (kontrasepsi, katheter urine, katheter jantung,

    intravena, arteri pipa endotrakheal, nasogaster, drain, dll).

    Tindakan bronkoskopi, angiografi, dll.

    2. Tindakan Invasif Operasi

    Tindakan operasi ini membutuhkan sayatan pada tubuh pasien, sehingga

    micro organisme. dapat masuk ke dalam tubuh. Infeksi luka operasi

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    4/90

    menunjukkan 20 - 25 % dari semua infeksi nosokomial. Mikro organisme

    biasanya berasal dan flora pasien itu sendiri, tetapi dapat juga dari

    kontammasi alat cairan yang digunakan atau juga dari para petugas yang

    ada.

    3. Tindakan Non Invasif

    Tindakan ini menggunakan alat-alat kesehatan tanpa memasukkan ke dalam

    tubuh pasien, telapi dapal menyebabkan micro organisme masi:k atau

    menular kepada orang lain.Dan semua komponen yang terlibat dan berada

    disekitar pasien dirawat dapat merupakan sumber infeksi. Hal ini meliputi:

    Prosedur tindakan dari petugas yang tidak baik/aseptik.

    Alat, bahan atau cairan yang terkontaminasi.

    Ruangan yang tidak memenuhi syarat, terutama dilihat dari sudut

    mikrobiologis.

    Ketidaktahuan/ketidakmautahuan petugas terhadap tindakan aseptik.

    Jumlah dan perilaku pengunjung.

    C. Pencegahan infeksi nosokomial

    Usaha pencegahan selalu lebih baik dari pada pengobatan infeksi yang

    terjadi. Pencegahan infeksi nosokomial merupakan suatu upaya peningkatan

    mutu pelayanan rumah sakit kepada masyarakat yang dimaksud untuk

    menghindari terjadinya infeksi selama pasien di rumah sakit (Anwar, 2005).

    Tietjen (2004) menyatakan bahwa sebagian besar infeksi ini dapat dicegah

    dengan strategi yang telah tersedia, secara relatif murah yaitu:

    Mentaati peraktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kesehatan

    dan kebersihan tangan serta pemakaian sarung tangan.

    Memperhatikan dengan seksama peroses yang telah terbukti bermanfaat

    untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor,

    diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tngkat tinggi dan

    Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi

    lainnya dimana kecelakaan diperlukan yang sangat serius dan paparan pada

    agen penyebab infeksi sering terjadi.

    Pencegahan standar merupakan suatu bentuk tindakan pencegahan

    terhadap infeksi yang umum dilakukan oleh perawat dalam setiap melakukan

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    5/90

    tindakan keperawatan kepada pasien. Pencegahan ini merupakan teknik

    mencuci tangan, menggunakan masker, sarung tangan (hansdscun), pakaian

    khusus dan penggunaan benda tajam sekali pakai (disposable) (Elvin, 2002).

    Selain itu infeksi nosokomial dapat dicegah dengan memutuskan mata

    rantai terjadinya infeksi nosokomial, yaitu dengan cara:

    Meningkatkan pengetahuan personil rumah sakit tentang infeksi

    nosokomial.

    Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resiko infeksi nosokomial

    bagi pasien yang dirawatnya.

    Melakukan semua setandar prosedur kerja dengan benar dan sempurna.

    Identifikasi penyebab infeksi nosokomial.

    Pemberian pengobatan yang tepat dan rasional.

    Mengikut serta penderita dan keluarga dengan memberikan pengetahuan

    praktis tentang infeksi nosokomial serta penyakit yang diderita oleh

    penderita.

    Memberikan petunjuk praktis pada pengunjung tentang hal-hal yang perlu

    dijaga/dilakukan/dihindarkan pada waktu pengunjungan melalui papan

    pengumuman, kertas petunjuk dipintu dan petugas informasi diruangan

    (Hasbullah, 1993).

    Panjaitan (2006) dalam isolation precaution menulis tentang standar

    precaution yang harus dilaksanakan untuk semua pasien yang masuk kerumah

    sakit yaitu:

    1. Cuci Tangan

    a. Melakukan cuci tangan dengan menggunakan antiseptic pada cuci

    tangan procedural. Melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun

    biasa pada cuci tangan rutin / sosial. Pada kondisi tertentu cuci tangan

    dapat dilakukan dengan menggunakan handrubs (menggosok tangan).

    b.

    Cucitangan dilakukan setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi,

    ekresi dan peralatan yang terkontaminasi, walaupun menggunakan

    sarung tangan. Segera setelang melepas srung tangan. Jika kontak

    diantara satu pasien dengan pasien lainnya. Diantara prosedur berbeda

    pada pasien yang sama. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    6/90

    Sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Setelah tiba dirumah sakit

    dan sebelum meninggalkan rumah sakit.

    2.

    Sarung Tangan

    a.

    Memakai sarung tangn bersih pada saat menyentuh darah, cairan tubuh

    dan peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani peralatan yang

    habis dipakai.

    b. Ganti sarung tangan diantara prosedur pada pasien yang sama.

    c. Melepaskan sarung tangan segera setelah dipakai, sebelum menyentuh

    peralatan atau permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan

    sebelum kepasien berikutnya.

    3.

    Masker, Pelindung Mata dan Wajah

    a. Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien

    yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.

    b. Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan.

    4.

    Peralatan Perawatan Pasien

    a. Segera melakukan dekontaminasi peralatan yang dipakai setelah

    dibersihkan dahulu dari noda darah atau cairan tubuh pasien.

    b.

    Membersihkan dan memperoses kembali peralatan yang dipakai ulang

    sesuai prosedur pembuangan limbah.

    5. Pengendalian Lingkunagn

    a. Tidak melakukan pogging untuk tujuan menurunkan rate infeksi

    nosokomial pengendalian lingkungan.

    b. Melakukan pembersihan dengan cairan desinfektan setiap hari atau bila

    perlu pada semua permukaan lingkungan seperti meja pasien, meja

    petugas, tempat tidur, tempat tidur pasien, standar infus, pegangan pintu.c.

    Membersihkan dan mengepel dengan cairan desinfektan dua kali sehari

    bila perlu.

    d. Membatasi jumlah pengunjung pada waktu bersamaan.

    e.

    Membatasi jumlah peronil pada waktu yang sama di rung perawatan.

    6. Linen

    a. Memisahkan linen ternoda darah atau cairan tubuh dengan linen kotoran

    tanpa noda.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    7/90

    b. Memisahkan linen kotoran pasien terinfeksi dengan pasien non infeksi.

    c. Tidak meletakkan linen dilantai dengan mengibas-ngibaskan linen.

    7.

    Pengamanan Limbah

    Pemisahan limbah sesuai jenisnya diawali sejak limbah tersebut dihasilkan.

    a. Limbah padat terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dibuang

    ketempat sampah kantong plastik kuning.

    b. Limbah padat tidak terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dibuang

    ketempat sampah kantong plastik hitam.

    c.

    Limbah benda tajam atau jarum dibuang ke kontainer yang berwarna

    kuning tahan tusuk dan tahan air (save cup).

    8.

    Kesehatan Karyawan dan Darah Yang Terinfeksi Pathogen

    Untuk mencegah luka tusuk benda tajam:

    a. Berhati-hati saat menangani jarum, scapel, instrument yang tajam atau

    alat kesehatan lainnya dengan permukaan tajam.

    b.

    Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau

    memanipulasikannya dengan dua tangan.

    c. Jangan pernah membengkokkan atau mematahkan jarum.

    d.

    Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakei kedalam wadah yang tahan

    tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah dijangkau dari area

    tindakan.

    e. Gunakan mouthpleces, resussitasi bags atau peralatan ventilasi lain

    sebagai alternatif mulut ke mulut.

    9. Penetapan Pasien

    Tempatkan pasien yang dapat menkontaminasi lingkungan atau yang tidak

    dapat memelihara kebersihan lingkungan diruang tersendiri, jika ruangsendiri tidak ada konsultasi dengan petugas pengendalian infeksi mengenai

    penempatan pasien tersebut untuk mencari alternatif.

    Menurut Wirdjoatmodjo, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam upaya

    pencegahan infeksi nosokomial yaitu pengetahuan yang luas, perubahan

    sikap dan cara kerja petugas di lingkungan rumah sakit. Sementara M.

    Manulang mennyimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

    dorongan kerja seseorang, yaitu faktor internal termasuk umur, pendidikan,

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    8/90

    setatus perkawinan, lama kerja, setatus kepegawaian dan jenis kelamin.

    Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah gaji, kondisi kerja,

    penghargaan, hubungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Dalam penelitian ini,

    penulis hanya hanya meneliti empat hal yang berhubungan dengan infeksi

    nosokomial yaitu: pengetahuan, sikap, pendidikan dan masa kerja.

    10.

    Pengetahuan

    Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pernjamu

    rentan yang terjadi melaluai kode tranmisi kuman yang tertentu. Cara

    transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet

    maupun airbone, dan dengan kontak langsung. Dirumah sakit dan sarana

    lainnya, infeksi dapat terjadi antara pasien, dari pasien ke petugas, dari

    petugas ke petugas,dari petugas ke pasien dan antara petugas. Dengan

    bebekal pengetahuan penjamu, serta cara tranmisi atau penularan infeksi, dan

    dengan kemampuan memutuskan interaksi antar mikroorganisme dan

    penjamu, maka segala infeksi dapat dicegah. (Suwarni, 2001).

    Di rumah sakit juga banyak dilakukan tindakan yang mengandung

    resiko terjadinya infeksi nosokomial, seperti : operasi, tindakan invasik,

    katerisasi IV, katerisasi saluran kemih, atau endoskopi: dan pemeriksaan

    bahan-bahan infeksius tanpa adanya pengetahuan yang memadai, maka

    infeksi nosokomial sangat rentan terjadi, ditambah lagi dengan kondisi

    pasien dengan daya tahan tubuh rendah (Sitorus,2006).

    Dokter dan personil paramedis terutama perawat merupakan sumber

    infeksi yang pentinng dalam terjadinya infeksi nosokomial. Perlu di

    perhatikan kesehatan dan kebersihannya. Pengetahuan tentang septik dan

    aseptik, dan keterampilan dalam menerapkan teknik perawat (Hasbullah1993).

    Seseorang peneliti profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan

    dan keterampilan klinis yang memadai akan mampu mengorganisasi dan

    menyesuaikan antara pekerjaan yang akan dilaksnakan, sarana yang tersedia

    dan kemampuan tenaga paramedisnya. Pasien mengharapkan paramedis

    mempunyai pengetahuan yang memadai tentang kondisi penyakitnya.

    Sehingga paramedis mampu mengatasi setiap keluhan yang dialami

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    9/90

    individual pasien (Nurrachmah, 2001). Notoadmodjo (2003), juga

    mengemukakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

    langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

    (Notoadmodjo, 2003).

    11.Sikap

    Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis maupun tingkatnya,

    pada dasarnya adalah pendidikan kesehatan (health education). Ditengah-

    tengah masyarakat petugas kesehatan menjadi tokoh panutan dibidang

    kesehatan. Untuk itu petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku

    yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan, yaitu sikap dan perilaku yang

    positif yang merupakan pendorong atau penguat perilaku sehat

    (Notoadmodjo, 2003).

    Roeshadi, menyatakan bahwa keberhasilan pengendalian infeksi

    nosokomial bukanlah ketentuan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi

    ditentukan oleh kesempurnaan sikap dan perilaku petugas dalam

    melaksanakan perawatan penderita secara benar (The proper nursing

    care).Menurut Kamal (2001), sikap dibedakan atas:

    a.

    Sikap positif : sikap yang menunjukkan atau yang memperlihatkan

    menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang

    berlaku dimana indipidu itu berbeda.

    b. Sikap negatif : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan

    atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana

    individu berbeda.

    Seseorang mempunyai sikap aktif selalu berusaha untuk hidup dengan

    lebih baik, akan tetapi seseorang yang sifatnya apatis akan menerima apaadanya dan tidak mempunyai pilihan dan pertimbangan, sikaf seperti itu

    sangat rendah motifasinya untuk berkembang dan ingin maju (Sitorus,2006).

    Asuhan keperawatan yang bermutu seyogya diberikan oleh paramedis

    yang mempunyai kemampuan serta memperlihatkan sikap caring dan

    keperian yang sesuai dengan tuntunan profesi keperawatan. Sikap ini

    diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Perilaku caring

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    10/90

    menolong meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis

    spiritual dan sosial (Sitorus,2006).

    Caring di defenisikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk

    memberikan asuhan fisik dan perhatian emosional sambil meningkatkan rasa

    aman dan keselamatan pasien. Mereka menghargai paramedis sebagai

    seseorang yang mempunyai kualitas diri, sikap, cara dan kepribadian yang

    sepesifik serta selalu berada dengan pasien dan bersedia setiap saat

    menolong mereka (Nurrachmah, 2001).

    D.

    Isolasi

    Isolasi adalah usaha pencegahan/penyebaran kuman patogen dari sumber

    infeksi (pasien, petugas, pengunjung, karier) kepada orang lain. Jenis isolasi

    yang dilakukan sesuai patogenitas kuman dan cara penularan/ penyebarannya.

    E. Resistensi antibiotik

    Resisten terhadap satu atau lebih antibiotik senng menyebabkan organisme

    tersebut memmbulkan infeksi. Penggunaan antibiotik berspektrum luas akan

    menambah masalah. Obat ini membabat flora normal dalam saluran gastro

    intestinal, pharing, dan saluran kencing dan kemudian diikuti pertumbuhan vang

    berlebihan dengan ikatan yang lebih resisten.

    II. PASIEN SAFETY

    A. Pengertian

    Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana

    rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :

    assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

    risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden

    dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkantimbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya

    cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

    atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

    B.

    Tujuan :

    1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

    2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

    3.

    Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    11/90

    4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

    pengulangan kejadian tidak diharapkan.

    C.

    Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety

    Pelaksanaan Patient safety meliputi:

    1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for

    Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:

    a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike

    medication names)

    b.

    Pastikan identifikasi pasien

    c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

    d.

    Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

    e. Kendalikan cairan elektrolit pekat

    f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

    g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang

    h.

    Gunakan alat injeksi sekali pakai

    i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

    2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient

    Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on

    Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:

    a. Hak pasien

    Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk

    mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk

    kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

    Kriterianya adalah

    Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

    pelayanan

    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

    yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana

    dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien

    termasuk kemungkinan terjadinya KTD.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    12/90

    b. Mendidik pasien dan keluarga

    Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang

    kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

    Kriterianya adalah: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat

    ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses

    pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme

    mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab

    pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan

    pasien & keluarga dapat:

    1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur

    2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

    3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti

    4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

    5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

    6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

    7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

    3.

    Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

    Standarnya adalahRS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin

    koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

    Kriterianya adalah:

    1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh

    2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan

    sumber daya

    3)

    koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi4)

    komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

    4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

    evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

    Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki

    proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan

    data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk

    meningkatkan kinerja serta KP.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    13/90

    Kriterianya adalah

    1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang

    baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

    Rumah Sakit.

    2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerj

    3)

    Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

    4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

    analisis

    5.

    Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

    Standarnya adalah

    1)

    Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan

    7 Langkah Menuju KP RS .

    2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi

    risiko KP & program mengurangi KTD.

    3)

    Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &

    individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP

    4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,

    mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

    5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam

    meningkatkan kinerja RS & KP.

    Kriterianya adalah

    1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

    pasien.

    2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

    program meminimalkan insiden,3)

    Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen

    dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

    4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan

    kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang

    lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan

    analisis.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    14/90

    5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan

    dengan insiden,

    6)

    Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

    7)

    Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit

    dan antar pengelola pelayanan

    8)

    Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

    9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

    kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja

    rumah sakit dan keselamatan pasien

    6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

    Standarnya adalah

    1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap

    jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

    2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan

    untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta

    mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

    Kriterianya adalah

    1)

    memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat

    topik keselamatan pasien

    2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan

    inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang

    pelaporan insiden.

    3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok

    (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan

    kolaboratif dalam rangka melayani pasien.7.

    Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

    pasien

    Standarnya adalah

    1)

    RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP

    untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

    2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    15/90

    Kriterianya adalah

    1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

    manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait

    dengan keselamatan pasien.

    2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

    merevisi manajemen informasi yang ada

    8. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS

    No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit

    a.

    Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan

    kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil

    b.

    Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang

    kuat & jelas tentang KP di RS anda

    c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem &

    proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg

    potensial brmasalah

    d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah

    dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd

    KKP-RS

    e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara

    komunikasi yg terbuka dg pasien

    f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong

    staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana

    & mengapa kejadian itu timbul

    g. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,

    Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukanperubahan pd sistem pelayanan

    D. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety

    Adalah:

    1.

    Di Rumah Sakit

    a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,

    dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota:

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    16/90

    dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan

    lainnya

    b.

    Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan

    pelaporan internal tentang insiden

    c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan

    Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

    d. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit

    dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.

    e.

    Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis

    berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat

    pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

    2. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

    a. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-

    rumah sakit di wilayahnya

    b.

    Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan

    anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.

    c. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah

    sakit

    3. Di Pusat

    a. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah

    Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

    b. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

    c. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke

    Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah

    sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.d.

    Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

    Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan

    untuk mengembangkan budaya Patient safety ini

    1.

    Put the focus back on safety

    Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan

    teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa

    dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    17/90

    safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit

    pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer

    patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk

    keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran

    kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di

    dalam RS.

    2. Think small and make the right thing easy to do

    Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin

    membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan

    memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah

    mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

    3. Encourage open reporting

    Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah

    pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS

    harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-

    tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat

    tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai

    insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

    4. Make data capture a priority

    Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan

    mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data

    mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi

    dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

    5. Use systems-wide approaches

    Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat.

    Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas

    pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient

    safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,

    maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    18/90

    6. Build implementation knowledge

    Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan

    metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai

    pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,

    pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah

    dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga

    diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya

    kerja.

    7.

    Involve patients in safety efforts

    Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat

    memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,

    tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat

    umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi

    aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk

    menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa

    kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

    8. Develop top-class patient safety leaders

    Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan

    data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,

    memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah

    sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan

    yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk

    tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS

    harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan

    kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinanyang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda

    bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang

    erat.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    19/90

    E. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety

    Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai

    berikutUU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

    1.

    Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

    a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009

    Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan

    nyawa pasien.

    b. Pasal 32n UU No.44/2009

    Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama

    dalam perawatan di Rumah Sakit.

    c.

    Pasal 58 UU No.36/2009

    1) Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga

    kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan

    kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang

    diterimanya.

    2) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

    penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

    keadaan darurat.

    2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

    a. Pasal 29b UU No.44/2009

    Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

    dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

    standar pelayanan Rumah Sakit.

    b. Pasal 46 UU No.44/2009

    Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semuakerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga

    kesehatan di RS.

    c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009

    Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam

    rangka menyelamatkan nyawa manusia.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    20/90

    3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

    Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit

    Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien

    dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat

    berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang

    kompresehensif.

    4. Hak Pasien

    a. Pasal 32d UU No.44/2009

    Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang

    bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur

    operasional

    b. Pasal 32e UU No.44/2009

    Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan

    efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

    c.

    Pasal 32j UU No.44/2009

    Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif

    tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis

    terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan

    d. Pasal 32q UU No.44/2009

    Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah

    Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak

    sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

    5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

    Pasal 43 UU No.44/2009

    1)

    RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien2)

    Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,

    menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka

    menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

    3)

    RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang

    membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

    4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan

    ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    21/90

    keselamatan pasien.Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan

    kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang

    dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan

    pasien lebih aman. System tersebut meliputi:

    o Assessment risiko

    o Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien

    o Pelaporan dan analisis insiden

    o Kemampuan belajar dari insiden

    o Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

    F. Manajemen Patient Safety

    Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan

    Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi

    G. Sistem Pencacatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety

    1. Di Rumah Sakit

    a.

    Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan

    keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak

    Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah

    disediakan oleh rumah sakit.

    b. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait

    dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak

    Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien

    Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

    c. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab

    masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja

    d.

    Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan PasienRumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan

    hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.

    e. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke

    Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya

    insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat

    rahasia.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    22/90

    2. Di Propinsi

    Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk

    dari Komite Keselamatan Rumah Sakit

    3.

    Di Pusat

    a. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi

    laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya

    b. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis

    yang telah dilakukan oleh rumah sakit

    c.

    Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis

    laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah

    sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien

    rumah sakit

    d. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan

    sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan

    Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit

    lainnya

    H. Monitoring Dan Evaluasi

    1.

    Di Rumah sakit

    Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit

    kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit

    kerja

    2. Di propinsi

    Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan

    evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah

    kerjanya3.

    Di Pusat

    a. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan

    evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-

    rumah sakit

    b. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    23/90

    III.ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

    (DEKOMPENSASI CORDIS)

    A.

    Konsep teori

    a.

    Pengertian

    Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu

    keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat

    yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak

    nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang

    diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.

    Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk

    mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr.

    Ahmad ramali.1994)

    Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

    kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi

    pompa jantung. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana

    jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk

    metabolisme jaringan.

    Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan

    sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya

    (Carleton,P.F dan M.M. ODonnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997).

    Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis

    adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah

    untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya

    hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

    b.

    Macam-macam gagal jantungManifestasi klinis gagal Jantung sangat beragam dan bergantung

    pada banyak faktor antara lain etiologi kelainan Jantung, umur pasien, berat

    atau ringannya, terjadinya secara mendadak atau berlangsung perlahan dan

    menahun, ventrikel mana yang menjadi pencetus (bahkan pada fase siklus

    Jantung mana terjadinya proses ini), serta faktor-faktor lain yang

    mempercepat terjadi gagal Jantung.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    24/90

    Gagal Jantung Backward & Forward Hipotesis backward failure

    pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila ventrikel

    gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan tekanan

    di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik. Hipotesis forward

    failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward

    failure. Menurut teori ini manifestasi gagal Jantung timbul akibat

    berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga

    terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala

    akibatnya.

    Kedua hipotesis tersebut saling melengkapi, serta menjadi dasar

    patofisiologi gagal Jantung: Kalau ventrikel gagal mengosongkan darah

    maka menurut hipotesis backward failure :

    Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhirfase diastolik (end-

    diastolicpressure) meninggi

    Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang

    gagal.

    Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai dengan hukum Frank

    Starling).

    Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan

    meninggi.

    Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun

    sistemik)

    Akibat berkurangnya curah Jantung serta aliran darah pada

    jaringan/organ yang menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada

    ginjal dengan melalui mekanisme yang rumit), yang akan mengakibatkan

    retensi garam dan cairan serta memperberat ekstravasasi cairan yang sudah

    terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-gejala gagal Jantung kongestif sebagai

    akibat bendungan pada jaringan dan organ.

    Kedua jenis kegagalan ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena

    kalau gagal Jantung kongestif, pada kenyataannya, kedua mekanisme ini

    berperan, kecuali pada gagal jantung yang terjadinya secara mendadak.

    Contoh forward failure : gagal ventrikel kanan akut yang terjadi akibat

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    25/90

    emboli paru yang masif, karena terjadinya peninggian isi dan tekanan pada

    ventrikel kanan serta tekanan pada atrium kanan dan pembuluh darah balik

    sistemik, tetapi pasien sudah meninggal sebelum terjadi ekstravasasi cairan

    yang menimbulkan kongesti pada vena-vena sistemik. Baik backward

    maupun forward failure dapat terjadi pada infark jantung yang luas. Forward

    failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel kiri dan renjatan

    kardiogenik dan yang akan menimbulkan manifestasi berkurangnya perfusi

    jaringan/organ. Sedangkan backward failure terjadi karena adanya output

    yang tidak sama (inequal) antara kedua ventrikel, yang meskipun bersifat

    sementara berakibat terjadinya edema paru yang akut.

    1)

    Hipotesis backward dan forward failure yang klasik ini meskipun

    banyak celah kelemahannya ditinjau dengan perkembangan konsep

    patofisiologi gagal jantung saat ini, masih tetap dapat menjadi

    pegangan untuk menjelaskan patogenesis gagal jantung terutama bagi

    para edukator.

    2) Gagal Jantung Right-Sided dan Left-Sided Penjabaran backward

    failure adalah adanya cairan bendungan di belakang ventrikel yang

    gagal merupakan petanda gagal jantung pada sisi mana yang terkena.

    Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi dan

    kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal

    jantung kiri (left heart failure).

    Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang terbendung

    akan berakumulasi secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali, efusi

    pleura dll, dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung

    kanan (right heart failure).3)

    Gagal Jantung Low-Output dan High-Output Gagal Jantung golongan

    ini menunjukkan bagaimana keadaan curah Jantung (tinggi atau

    rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal

    Jantung. Curah Jantung yang rendah pada penyakit jantung apa pun

    (bawaan, hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat

    menimbulkan low-output failure. Sedangkan pada penyakit-penyakit

    dengan curah jantung yang tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beri-

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    26/90

    beri, Pagets, anemia dan fistula arteri-vena, gagal jantung yang terjadi

    dinamakan high-output failure.

    4)

    Gagal Jantung Akut dan Menahun, Manifestasi klinis gagal jantung di

    sini hanya menunjukkan saat atau lamanya gagal jantung terjadi atau

    berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada infark jantung

    akut yang luas, dinamakan gagal jantung akut (biasanya sebagai gagal

    jantung kiri akut). Sedangkan pada penyakit-penyakit jantung katup,

    kardiomiopati atau gagal jantung akibat infark jantung lama, terjadinya

    gagal jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan

    lama dengan pengobatan yang diberikan, dinamakan gagal jantung

    menahun.

    5) Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik, Secara implisit definisi gagal

    jantung adalah apabila gagal jantung yang terjadi sebagai akibat

    abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan

    darah dari ventrikel, dinamakan sebagai gagal jantung sistolik. Jenis

    gagal jantung ini adalah yang paling klasik dan paling dikenal sehari-

    hari, penyebabnya adalah gangguan kemampuan inotropik miokard.

    Sedangkan apabila abnor-malitas kerja jantung pada fase diastolik,

    yaitu kemampuan pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel

    kiri), misalnya pada iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi

    konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung

    yang terjadi dinamakan gagal jantung diastolik. Petanda yang paling

    nyata pada gagal jantung di sini adalah : fungsi sistolik ventrikel

    biasanya normal (terutama dengan pengukuran ejection fraction

    misalnya dengan pemeriksaan ekokardiografi).c.

    Etiologi

    Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi

    kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir

    atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang

    meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum

    ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    27/90

    atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

    infark miokard atau kardiomyopati.

    Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa

    adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),

    gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan

    temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling

    mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada

    gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis

    atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

    d. Patofisiologi

    Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal

    jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan

    pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

    menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu

    ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme

    primer yang dapat di lihat :

    a. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.

    b.

    Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin

    aldosteron, dan

    c. Hipertrofi ventrikel.

    Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk

    mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan

    menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.

    Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin

    kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akanmembangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas

    adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf

    adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan kekuatan

    kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi

    vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan

    redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ

    yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    28/90

    dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada gagal jantung

    akan memulai serangkaian peristiwa :

    a.

    Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.

    b.

    Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus.

    c. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk

    menghasilkan angiotensin I.

    d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.

    e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

    f.

    Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

    Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi

    miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan

    jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban

    hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah

    secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume,

    seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya

    tebal dinding.

    e. Manifestasi Klinis

    Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,

    gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal

    jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan

    pembagian tersebut.

    Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort, fatique, ortopnea,

    dispnea nocturnal paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,

    ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes,

    takikardia, pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis. Padagagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan

    kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan,

    heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda

    penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2

    mengeras, ascite, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan

    edema putting. Gagal jantung kongestif terjadi manifetasi gabungan gagal

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    29/90

    jantung kanan dan kiri (Price, 2006). New York Heart Association (NYHA)

    membuat klasifikasi fungional dalam 4 kelas:

    Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan

    Kelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari

    aktivitas sehari-hari tanpa keluhan

    Kelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

    keluhan

    Kelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas

    apapun dan harus tirah baring. (Sudoyo, 2007).

    f.

    Diagnosis gagal jantung kongestif (Criteria Framingham)

    Criteria Mayor:

    a. Dispnea nocturnal paroksimal atau ortopnea

    b.

    Peningkatan tekanan vena jugularis

    c. Ronkhi basah tidak nyaring

    d. Kardiomegali

    e. Edema paru akut

    f. Irama derap S3

    g.

    Peningkatan tekanan vena >16 cm H2O

    h.

    Refluks hepatojugular

    Criteria minor

    a. Edema pergelangan kaki

    b. Betuk malam hari

    c. Dyspneu deefort

    d. Hepatomegali

    e.

    Efusi pleura

    f. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

    g. Takikardi (>120x menit)

    Criteria mayor atau minor

    a. Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari setelah terapi

    b. Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor ; atau 1 kriteria mayor dan 2

    kriteria minor harus ada saat bersamaan (Sudoyo, 2007).

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    30/90

    c. Edema paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa

    yang berlebihan dalam ruang interstitial paru dan alveolus paru. Jika

    edema timbul akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu

    singkat. Edema paru dapat terjadi karena peningkatan tekanan

    hidrostatika dalam kapiler paru, penurunan tekanan osmotic koloid

    seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler

    yang rusak dapat disebabkan oleh inhalasi gas-gas yang berbahaya,

    peradangan seperti pada pneumonia atau karena gangguan local proses

    oksigenai. Penyebab tersering edema paru adalah kegagalan ventrikel

    kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis

    (obstruksi katup mitral). Jika terjadi gagal jantung kiri dan jantung

    kanan terus memompakan darah maka tekanan kapiler paru akan

    meningkat sampai terjadi edema paru (Price, 2006). Pembentukan

    edema paru dapat terjadi dalam dua stadium:

    1)

    Edema interstitial yang ditandai pelebaran ruang perivaskuler dan

    ruang peribronkial serta peningkatan aliran getah bening

    2) Edema alveolar terjadi sewaktu cairan bergerak masuk ke dalam

    alveoli.

    d. Plasma darah mengalir lebih cepat ke dalam alveoli daripada

    kemampuan pembersihan oleh batuk atau getah bening paru. Plasma ini

    akan mengganggu difusi O2, sehingga hipokssia jaringan yang

    diakibatkannya menambah kecenderungan terjadinya edema. Asfiksia

    dapat terjadi bila tidak segera diambil tindakan untuk menhilangkan

    edema paru. Pengobatan darurat pada edema paru akut berupa tindakan-

    tindakan untuk mengurangi tekanan hidrostatik paru, antara lain denganmenempatkan pasien dalam posisi Fowler dengan kaki menggantung;

    torniket yang berpindah-pindah; atau flebotomi (pembuangan darah

    sebanyak kira-kira 0,5 L). tindakan lain adalah dengan pemberian

    diuretic, O2 dan digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardium

    (Price, 2006).

    e. Jika terjadi kongesti paru kronik, mungkin akan timbul perubahan

    structural paru (misalnya, fibrosis paru). Perubahan-perubahan ini

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    31/90

    memungkinkan paru berfungsi dalam keadaan terjadi peningkatan

    tekanan hidrostatik untuk sementara namun tanpa edema paru. Akan

    tetapi, keseimbangan ini tidak pasti dan pasien mungkin mengalami

    serangan dispneu pada waktu malam hari akibat peningkatan tekanan

    hidrostatik paru yang timbul karena posisi tubuh horizontal (Price,

    2006)

    g. Diagnosis Banding

    Diagnosis gagal jantung antara lain:

    a.

    Penyakit paru: pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru

    berat misalnya ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

    b.

    Penyakit Ginjal: gagal ginjal akut atau kronik, sindrom nefrotik,

    diabetic nefropati

    c. Penyakit Hati: sirosis hepatic

    d. Sindroma hiperventilasi: psikogenik atau penyakit ansietas berat

    (Sudoyo, 2007)

    h. Penegakan Diagnosis

    Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan

    pemeriksaan berikut ini:

    EKG

    Pasien gagal jantung jarang dengan EKG normal dan bila terdapat EKG

    normal dianjurkan untuk meneliti diagnosis gagal jantung tersebut. EKG

    sangat penting dalam menentukan irama jantung

    Foto Toraks

    Terdapat hubungan lemah antara ukuran jantung pada foto toraks dengan

    fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapatkardiomegali. Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung

    khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas. Foto rontgen adalah

    indicator penting untuk menentukan ukuran jantung dan mendeteksi

    pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah CTR (cardiothoracic

    Ratio). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR

    adalah perbandingan diameter transversal jantung dengan diameter

    transversal rongga thoraks. Rasio normalnya 50% (55% untuk orang Asia

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    32/90

    dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua dan pada neonates

    kadang mencapai 60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang

    letak jantungnya mendatar (horizontal) atau vertical dan orang dengan

    pericardium penuh lemak (Malueka, 2008).

    CTR = (a+b)

    (c1+c2)

    Keterangan:

    Garis a: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh atrium kordis dekstra

    sampai ke Linea mediana

    Garis b: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh ventrikel kordis sinstra

    sampai ke linea mediana

    Garis c: jarak dinding kanan-dinding kiri melalui sinus kardiofrenik.

    Normal = 4850% (Malueka, 2008).

    Gambaran Radiologis Gagal Jantung Kiri

    Pada foto thoraks gagal jantung terlihat perubahan corakan vaskuler paru

    Distensi vena di obus superior, bentuknya menyerupai huruf Y dengan

    cabang lurus mendatar ke lateral

    Batas hilus pulmo terlihat kabur

    Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal

    Terdapat tanda-tanda edema pulmonum meliputi edema paru

    interstitial dan alveolar.

    Edema interstitial: edema ini menunjukkan septal line yang dikenal sebagai

    Kerleys line, ada 4 jenis yaitu:

    Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari daerah

    hilus menuju ke atas dan perifer

    Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada

    dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah terlihat

    karena letaknya tepat diatas sinus costophrenicus. Garis ini adalah

    yang paling mudah ditemukan di gagal jantung

    Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobu inferior. Perlu

    pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama dengan pembuluh

    darah.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    33/90

    Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrostrenal hanya

    tampak pada foto lateral (Malueka, 2008).

    Edema alveolar: terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari

    hilus sampai ke perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini dinamakan

    butterfly appearance/ butterfly patterns atau bats wing pattern. Batas kedua

    hilus menjadi kabur (Malueka, 2008).

    Gambaran Radiologis Gagal Jantung Kanan

    Beberapa tanda khas gagal jantung kanan adalah:

    Vena cava superior melebar, terlihat sebagai pelebaran di suprahiler

    kanan sampai ke atas

    Vena azygos membesar sampai mencapai lebih dari 2 mm

    Efusi pleura, biasanya terdapat di sisi kanan atau terjadi bilateral

    Interlobar effusion atau fissural effusion. Sering terjadi pada fissure

    minor, bentuknya oval atau elips. Setelah gagal jantung dapat diatasi,

    maka efusi tersebut menghilang, sehingga dinamakan vanishing lung

    tumor sebab bentuknya mirip tumor paru.

    Kadang-kadang disertai dengan efusi pericardial (Malueka, 2008).

    Hematolosi dan biokimia (pemeriksaan laboratorium)

    Peningkatan hematokrit memnunjukkan bahwa sesak nafas mungkin

    disebabkan oleh penyakit paru, penyakit jantung congenital atau

    malformasi arteri vena. Kadar ureum dan kreatinin penting untuk

    diagnosis differential penyakit ginjal. Kadar kalium dan natrium

    merupakan predictor mortalitas

    Ekokardiografi

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam

    menilai fungsi sistolik dan diastolic ventrikel kiri, katup, ukuran ruang

    jantung, hipertrofi dan abnormalitas gerakan

    Tes fungsi paru

    Uji latih beban jantung

    Kardiologi nuklir

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    34/90

    i. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan gagal jantung pada prinsipnya dapat dilakukan hal-hal

    berikut ini:

    Meningkatkan okigenasi dengan pemberian O2 dan menurunkan

    pemakaian oksigen dengan pembatasan aktivitas

    Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

    Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretic dan

    vasodilator (Sudoyo, 2007).

    Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya

    untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada

    penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis

    dapat dibagi menjadi:

    Non medikamentosa.

    Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat,

    dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar

    benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang

    relatif meningkat.

    Sering tampak gejalagejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat

    saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah

    kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi

    makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80

    100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.

    Medikamentosa

    Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral

    maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal

    jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-

    inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat

    dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil

    sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut

    diberikan.Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi

    atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam

    menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    35/90

    belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai

    untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan

    ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan

    pemberian jenis obat ini.Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi

    seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.

    Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT)

    maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator)

    sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia

    maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas

    hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard,

    masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat

    ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan

    penelitian lanjut.

    Operatif

    Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

    Revaskularisasi (perkutan, bedah).

    Operasi katup mitral.

    Aneurismektomi.

    Kardiomioplasti.

    External cardiac support.

    Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.

    Implantable cardioverter defibrillators (ICD).

    Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

    Ultrafiltrasi, hemodialisis.

    B.

    Konsep asuhan keperawatan

    1. Pengkajian

    a. Kaji identitas klien dan identitas penanggung jawab meliputi nama,

    umur, alamat, jenis kelamin, no registrasi, nomor RM

    b. Keluhan utama

    Biasanya klien mengeluh nyeri dada disertai sesak nafas

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    36/90

    c. Riwayat penyakit sekarang

    Meliputi 5WIH misalnya seperti: Pasien datang ke rumah sakit dengan

    keluhan sesak nafas sejak 1 Minggu, semakin berat, sesak nafas ini

    dirasakan kambuh-kambuhan sejak 2 tahun terakhir, sesak nafas

    dirasakan saat istirahat, memberat bila pasien bekerja sehingga membuat

    pasien membatasi pekerjaan. Saat muncul gejala, dada dirasakan nyeri,

    terutama sebelah kiri menyebar hingga seluruh dada. Sesak nafas muncul

    jika pasien kecapaian, udara dingin dan bekerja terlalu berat. Saat sesak

    nafas muncul bunyi mengi, namun sekarang sudah tidak. Malam hari

    pasien kadang-kadang terbangun karena sesak nafas, dengan posisi tidur

    bantal ditinggikan membuat pasien agak lega. Mual juga dikeluhkan,

    muntah 1x sebelum dibawa ke rumah sakit. BAB dan BAK lancar

    normal, ditemukan data Tekanan Darah : 130 / 90 mmHg, Nadi : 92 x /

    menit, Suhu : 36,6 C, Respirasi : 30 x / menit, saat di UGD klien

    diberikan tindakan antara lain: Bed rest posisi duduk, O2 2 liter /

    menit, Infus D 5% 24 jam/ 1 kolf, Pasang DC, Inj. Furosemid 1 gr/ 24

    jam, Inj. Ceftriaxon 2 gr/ 24 jam, Aspilet 2x1, EKG.

    d.

    Pengkajian cepat

    1) Neurologis

    a) Kaji tingkat kesadaran klien:

    Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

    Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan

    mudah tersinggung.

    b) Kemampuan motorik

    Kekuatan otot 0/5. : Skor 0/5 berarti otot tidak dapat melakukan kontraksi

    yang bisa terlihat. Hal ini terjadi ketika otot yang lumpuh,

    seperti setelah stroke, cedera tulang belakang atau

    radikulopati serviks atau lumbar. Kadang kadang nyeri dapat

    menghalangi otot berkontraksi sama sekali.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    37/90

    1/5:Skor 1/5 artinya terjadi kontraksi otot namun tidak ada

    gerakan. Otot tidak cukup kuat untuk mengangkat bagian

    tubuh tertentu .

    2/5:Skor 2/5 artinya otot Anda dapat berkontraksi tetapi tidak

    bisa menggerakkan bagian tubuh melawan gravitasi, namun

    ketika gravitasi dihilangkan dengan perubahan posisi tubuh,

    otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara penuh.

    3/5:Skor 3/5 artinya otot dapat berkontraksikan dan

    menggerakkan bagian tubuh secara penuh melawan gaya

    gravitasi. Tapi ketika fisioterapis memberikan dorongan

    melawan gerakan tubuh Anda (memberikan resistensi), otot

    tidak mampu melawan.

    4/5:Skor 4/5 artinya otot mampu berkontraksi dan

    menggerakkan tubuh melawan tahanan minimal. Anda

    mampu melawan dorongan yang diberikan fisioterapis,

    namun tidak maksimal.

    5/5 :Skor 5/5 berarti otot berfungsi normal dan mampu

    melawan tahanan maksimal. Anda mampu mempertahankan

    kontraksi ketika dorongan. maksimal diterapkan fisioterapis

    pada tubuh Anda.

    Reflek tendon dalam

    Refleks Biceps (BPR):

    Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada

    tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada

    sendi siku.

    Respon : fleksi lengan pada sendi siku

    Refleks Triceps (TPR)

    Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi

    pada sendi siku dan sedikit pronasi

    Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    38/90

    Refleks Periosto radialis

    Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi

    lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi

    Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena

    kontraksi m.brachiradialis

    Refleks Periostoulnaris

    Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi

    lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.

    Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator

    quadratus

    Refleks Patela (KPR)

    Cara : ketukan pada tendon patella

    Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep

    femoris

    Refleks Achilles (APR)

    Cara : ketukan pada tendon achilles

    Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

    Refleks Klonus lutut

    Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal

    Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama

    stimulus berlangsung

    Refleks Klonus kaki

    Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai

    fleksi di sendi lutut.

    Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus

    berlangsung

    c) Kaji pupil

    Meliputi keselarasan, reaksi terhadap cahaya, respon konsensual,

    ukuran dan bentuk.

    d) Kaji tanda-tanda vital: meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan

    respirasi

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    39/90

    2) Respirasi

    a) Insfeksi frekuensi, irama pernafasan, kesimetrisan dan karakter

    respirasi

    b)

    Palpasi apakah ada krepitasi dan nyeri tekan

    c) Auskultasi dada apakah terdapat bunyi nafas tambahan

    Pada kasus decompensasi cordis dapat ditemukan:

    Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

    beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat

    penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

    Tanda :

    Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot

    asesori pernpasan.

    Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk

    terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.

    Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih

    (edema pulmonal)

    Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

    Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

    Warna kulit ; Pucat dan sianosis

    3)

    Cardiovaskuler

    a) Inspeksi warna kulit, edema, distensi vena jugularis, pulsasi dan

    apakah ada kuku tabuh.

    b)

    Palpasi nadi dan edema

    c) Auskultasi bunyi jantung

    Pada kasus decompensasi cordis ditemukan:

    Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,

    penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,

    bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

    Tanda :

    TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

    Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

    Irama Jantung ; Disritmia.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    40/90

    Frekuensi jantung ; Takikardia.

    Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

    posisi secara inferior ke kiri.

    Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1

    dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic.

    Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

    Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

    lambat.

    Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

    Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

    Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada

    ekstremitas.

    4) Abdomen

    a)

    Inspeksi untuk simetritas, kontur, massa, peristaltik

    b) Auskultasi untuk kuadran untuk bunyi usus

    c) Palpasi untuk massa, nyeri, nyeri tekan.

    Pada kasus decompensasi cordis:

    Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan

    berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,

    pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah

    diproses dan penggunaan diuretic.

    Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen

    (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

    e. Pengkajian lengkap (head to toe)

    Keadaan Umum : lemah, tampak sesak napas.

    Kesadaran : Compos Mentis

    Vital Sign : Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi

    1) Kepala :

    Bentuk Kepala : Mesochepal, Simetris

    Rambut : Hitam tidak, sebagian putih tidak, mudah dicabut atau

    tidak.

    Nyeri tekan : Tidak ada/ada.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    41/90

    2)

    Mata

    Palpebra : Tidak ada oedem/ tidak

    Konjungtiva : Anemis atau tidak

    Sklera : Tidak/ ikterik

    Pupil : Berespon terhadap rangsang cahaya, Isokor

    3) Hidung : Simetris, tidak Nampak deformitas, tidak ada secret atau

    darah, nafas cuping hidung ada.

    4) Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring

    tidak hiperemi.

    5)

    Telinga : Tidak ada deformitas, otore maupun nyeri tekan.6) Leher :

    Trakhea : Tidak terdapat deviasi trachea

    Kel. Tiroid : membesar/tidak

    Kel. Limfe : Membesar/tidak

    JVP : Meningkat atau tidak

    7)

    Dada

    Paru-paru

    Inspeksi : Simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi,

    tidak tampak jejas.

    Palpasi : Tidak terdapat ketinggalan gerak, vocal fremitus kanan

    sama dengan kiri.

    Perkusi : Sonor di lapang paru atas, redup pada regio basal, redup

    berubah dengan perubahan posisi (dx dan sin)

    Auskultasi : paru terdengar ronkhi basah dan kasar, mula-mulanya

    terdengar dilobus bawah saja, kemudian merata ke seluruh lapangan

    paru, juga ada wheezing.

    8)

    Jantung

    Jantung selalu membesar. S1S2 mengeras, terdengar irama gallop

    (summation gallop)

    9) Abdomen

    Inspeksi : Dinding perut sama dengan dinding dada, tidak ada

    deformitas.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    42/90

    Auskultasi : Persitaltic usus normal

    Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar lien tidak teraba.

    Perkusi : Tymphani di seluruh lapang abdomen.

    Asites, hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan,tidak ditemukan.

    10) Ekstremitas

    Superior : Tidak terdapat oedema, akral hangat, tidak pucat, tidak

    sianosis.

    Inferior : terdapat oedema dx dan sin (minimal), akral hangat, tidak

    pucat, tidak sianosis.

    f. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark

    myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi

    ventrikel

    Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik

    atau nekrotik pada penyakit jantung koroner

    Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan

    pembesaran jantung

    esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri

    polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung

    2. Diagnosa keperawatan

    1) Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan

    membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.

    2) Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri,

    peningkatan atrium dan kongesti vena.

    3)

    Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar

    suplai okigen, penurunan curah jantung, Kelemahan umum, Tirah

    baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,

    Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

    3. Intervensi

    a. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan

    membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil

    Tujuan :

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    43/90

    Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah

    normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO331,2

    Tindakan:

    1)

    Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)

    2) Berikan tambahan O2 6 lt/mnt

    3)

    Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)

    4) Koreksi kesimbangan asam basa

    5) Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi

    paru.(semi fowler)

    6) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam

    7)

    Lakukan balance cairan

    8) Batasi intake cairan, Evaluasi kongesti paru lewat radiografi

    9) Kolaborasi :

    -0-0

    -1-0

    Rasional

    1)

    Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.

    2) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.

    3) Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak

    adekuat tidaknya proses pertukaran gas.

    4) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.

    5) Meningkatkan ekpansi paru

    6) Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas

    sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.7)

    Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi

    timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.

    8) Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat

    ADH.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    44/90

    b. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri,

    peningkatan atrium dan kongesti vena.

    Tujuan : Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria :

    (TD > 90 /60), Frekwensi jantung normal.

    Tindakan

    1)

    Pertahankan pasien untuk tirah baring

    2) Ukur parameter hemodinamik

    3) Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.

    4)

    Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4

    5) Periksa BGA dan saO2

    6)

    Pertahankan akses IV

    7) Batasi Natrium dan air

    8) Kolaborasi :

    500-0

    Rasional

    1) Mengurangi beban jantung

    2)

    Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk

    mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban

    kerja jantung.

    3) Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat

    mempengaruhi curah jantung.

    4) Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun

    diastole. Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.

    5)

    Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.6)

    Mencegah peningkatan beban jantung

    7) Meningkatkan perfusi ke jaringan

    8) Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang

    dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    45/90

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    46/90

    secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu

    sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan

    anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat

    memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut

    ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan

    keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :

    a. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan

    b. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan

    c.

    Menyiapkan lingkungan terapeutik

    b. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

    c.

    Memberikan asuhan keperawatan langsung

    d. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.

    Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan

    klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,

    mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk

    mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.

    Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan

    tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat

    menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian

    keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan

    keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada

    tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang

    didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai

    dengan standar keperawatan.

    5.

    EvaluasiEvaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)

    Evaluasi merupakan proses yang dilakuakn untuk menilai pencapaian tujuan

    atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa jauh

    tujuan keperawatan telah terpenuhi. Pada umumnya evaluasi dibedakan

    menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Dalam evalusi

    kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan

    yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    47/90

    masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan

    dimensi hasil tindakan yang dilakukan. Adapun langkah-langkah evaluasi

    keperawatan adalah sebagai berikut :

    a.

    Mengumpulkan data keperawatan pasien.

    b. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien.

    c.

    Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan

    tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah

    ditetapkan.

    d.

    Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar

    normal yang berlaku.

    IV.

    ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL

    (KOLITIS ULSERATIVE)

    A. Konsep teori

    1. Pengertian

    Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi

    cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi

    sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu

    motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk

    mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).

    Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut

    atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan.

    Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang

    dikenal dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat

    menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Cohrn. Kolitis

    limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa lapisan dinding kolonyang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis dapat

    disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang merusak

    lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis kemikal.

    Kolitis ulseratif adalah penyakit yang menyebabkan peradangan dan

    luka, yang disebut borok, di lapisan rektum dan usus besar. Borok terbentuk

    peradangan telah membunuh sel-sel yang biasanya garis usus besar,

  • 8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx

    48/90

    kemudian perdarahan dan menghasilkan nanah. Peradangan dalam usus besar

    juga menyebabkan usus sering kosong, menyebabkan diare.

    Ketika peradangan terjadi di rektum dan bagian bawah usus besar ini

    disebut ulseratif proktitis. Jika seluruh kolon terkena disebut pancolitis. Jika

    hanya sisi kiri kolon terkena disebut terbatas atau kolitis distal.

    Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi usus (IBD), nama umum untuk

    penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan di usus halus dan usus

    besar. Ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena gejala yang mirip dengan

    gangguan usus lainnya dan jenis lain IBD disebut penyakit Crohn. Penyakit

    Crohn berbeda karena menyebabkan peradangan lebih dalam dinding usus

    dan dapat terjadi di bagian lain dari sistem pencernaan termasuk usus kecil,

    mulut, kerongkongan, dan perut.

    2. Etiologi

    Etiologi kolitis ulserativa tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya

    berperan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat

    bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenisis kolitis

    ulserativa. Antibodi antikolon telah ditemukan dalam serum penderita

    penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari penderrita kolitis ulserativa

    merusak sel epitel pada kolon.

    Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab

    terjadinya colitis ulseratif diantaranya adalah : hipersensitifitas terhadap

    factor lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak

    berhasil (awal dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami perbaikan

    pembuluh darah, dan stress.

    Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teoriBlum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor

    lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.

    a. Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar dibanding

    laki-laki. Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Genetik/ familial:

    Riwayat keluarga dengan kolitis

    b. Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang

    kurang baik. Nutrisi yang buruk