Materi hipertensi FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
-
Upload
andrew-white -
Category
Documents
-
view
238 -
download
0
Transcript of MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
1/90
MATERI KEPERAWATAN KRITIS
I. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU
A. Pengertian
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Myrnawati,
2000).
Infeksi dapat tetap terlokalisasi dan bersifat sementara jika mekanisme
pertahan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan dapat menyebar
menjadi infeksi klinis atau kondisi penyakit bersipat akut, sob akut atau kronis.
Infeksi lokal yang dapat menjadi sistematik bila mikroorganisme mencapai
sistem limfatik atau faskuler (Anwar, 2005).
Menurut Elizabeth (1997) menyatakan bahwa ciri-ciri lokal peradangan
adalah sebagai berikut:
1. Rubor, yaitu terjadinya kemerahan akibat pengangkutan aliran darah ke
daerah peradang.
2. Color, yaitu timbulnya panas pada daerah peradangan yang juga akibat
peningkatan aliran darah
3.
Tumor, yaitu pembengkakan pada lokasi peradangan yaitu terjadi akibat
peningkatan perniabilitas kapiler sehingga protein-protein plasma dan
eksudat masuk ke ruang intersisum.
4. Donor, yaitu terjadinya nyeri akibat peradangan syaraf karena
pembengkakan dan rangsangan ujung-ujung syaraf oleh mediator-mediator
peradangan.
Infeksi nosokomial merupakan masalah yang besar di setiap rumah sakit
apalagi dirumah sakit yang jumlah penderita yang dirawatnya banyak denganjumlah perawatannya yang masih terbatas. Keadaan seperti ini akan
mengakibatkan prinsif-prinsif hygiene kurang mendapatkan perhatian. (Utji,
1993).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita selama/oleh
karena dia dirawat dirumah sakit. Menurut Hasbullah (1993). Menyatakan
bahwa infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan infeksi nosokomial bila
memenuhi beberapa keriteria/batasan tertentu:
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
2/90
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak terdapat tanda-
tanda klinik dari infeksi tersebut.
2.
Pada waktu penderita mulai dirawat dirumah sakit tidak sedang dalam
masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3X24
jam sejak mulai perawatan.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan infeksi sebelumnya.
5. Bila saat mulai dirawat dirumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan
infeksi didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit untuk sama pada
waktu lalu, serta belum dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
B.
Permasalahan infeksi di ICU
Manusia merupakan sumber infeksi dirumah sakit seperti pasien, petugas,
pengunjung dan mereka adalah dalam akut infeksi, dalam keadaan masa
inkubasi, dalam keadaan kolonisasi dan dalam keadaan kronik karier. Sumber
lain mikroorganisme adalah dari Flora andogenous pasien itu senditri dimana
hal ini sangat sulit dikontrol dan lingkungan yang tidak sehat, peralatan yang
telah terkontaminasi, alat-alat kesehatan obat-obatan. (Pandjaitan, 2006).
Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial
adalah salmonella, clostridium tetani, streptococcus, E.koli, pseudomonas sp
dan aspergillus sp (Elvin, 2002). Infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak
kerugian, antara lain: lama hari perawatan makin panjang, penderitaan
bertambah, biaya meningkat (Suarni,1999).
Menurut Hasbullah (1993) ada dua faktor pendukung yang berhubungan
dengan infeksi nosokomial antara lain faktor endogen dan faktor eksogen.
Faktor indogen meliputi umur, jenis kelamin dan penyakit penyerta. Faktoreksogen meliputi lama penderita dirawat dirumah sakit, kelompok yang
merawat penderita, lingkungan, peralatan dan teknik medis yang dilakukan.
Banyak penelitian klinis menunjukkan bahwa ada 4 konsep dasar yang
berpengaruh terhadap kejadian infeksi:
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
3/90
1. Flora Endogen
Organisme yang merupakan flora normal pada beberapa organ dapat
menjadi penyebab infeksi ketika ada perantara seperti pasien dengan
endotrakheal tube, tusukan intravena atau kateter urine.
2. Faktor Rumah Sakit
Rumah sakit menjadi reservoir bagi organisme patogen yang meliputi
adanya pasien yang parah, staf rumah sakit yang menularkan organisme
antar pasien, penggunaan antibiotik spektrum luas dan penggunaan alat-
alat untuk monitor atau pengobatan pada pasien. Semua faktor ini
meningkatkan pertumbuhan dan penyebaran organisme di rumah sakit dan
diantara pasien dengan pasien.
3. Faktor Pasien
Beberapa faktor intrinsik dapat mendukung terjadinya infeksi, seperti usia
tua, pasien dengan gangguan yang kronis, luka terkontaminasi, pengobatan
steroid atau obat-obat immunosupresif dan perawatan di rumah sakit yang
lama.
4. Resistensi Antibiotik
Beberapa hal yang dapat menjadi sumber kejadian infeksi nosokomial meliputi:
1. Tindakan Invansif
Tindakan invansif adalah suatu tindakan menusukkan alat-alat kesehatan ke
dalam tubuh pasien, sehingga memungkinkan mikro organisme
masuk ke dalam tubuh. Tindakan invansif sangat banyak jemsnya,
khususnya di ICU, dimana pasien sering menggunakan bermacam-macam
selang sekaligus, atau mengalami beberapa tindakan seperti:
Suntikan pungsi (vena, lumbat, perikardial, pleura, suprapubik,arteri, dll)
Pemasangan alat (kontrasepsi, katheter urine, katheter jantung,
intravena, arteri pipa endotrakheal, nasogaster, drain, dll).
Tindakan bronkoskopi, angiografi, dll.
2. Tindakan Invasif Operasi
Tindakan operasi ini membutuhkan sayatan pada tubuh pasien, sehingga
micro organisme. dapat masuk ke dalam tubuh. Infeksi luka operasi
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
4/90
menunjukkan 20 - 25 % dari semua infeksi nosokomial. Mikro organisme
biasanya berasal dan flora pasien itu sendiri, tetapi dapat juga dari
kontammasi alat cairan yang digunakan atau juga dari para petugas yang
ada.
3. Tindakan Non Invasif
Tindakan ini menggunakan alat-alat kesehatan tanpa memasukkan ke dalam
tubuh pasien, telapi dapal menyebabkan micro organisme masi:k atau
menular kepada orang lain.Dan semua komponen yang terlibat dan berada
disekitar pasien dirawat dapat merupakan sumber infeksi. Hal ini meliputi:
Prosedur tindakan dari petugas yang tidak baik/aseptik.
Alat, bahan atau cairan yang terkontaminasi.
Ruangan yang tidak memenuhi syarat, terutama dilihat dari sudut
mikrobiologis.
Ketidaktahuan/ketidakmautahuan petugas terhadap tindakan aseptik.
Jumlah dan perilaku pengunjung.
C. Pencegahan infeksi nosokomial
Usaha pencegahan selalu lebih baik dari pada pengobatan infeksi yang
terjadi. Pencegahan infeksi nosokomial merupakan suatu upaya peningkatan
mutu pelayanan rumah sakit kepada masyarakat yang dimaksud untuk
menghindari terjadinya infeksi selama pasien di rumah sakit (Anwar, 2005).
Tietjen (2004) menyatakan bahwa sebagian besar infeksi ini dapat dicegah
dengan strategi yang telah tersedia, secara relatif murah yaitu:
Mentaati peraktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kesehatan
dan kebersihan tangan serta pemakaian sarung tangan.
Memperhatikan dengan seksama peroses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor,
diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tngkat tinggi dan
Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko tinggi
lainnya dimana kecelakaan diperlukan yang sangat serius dan paparan pada
agen penyebab infeksi sering terjadi.
Pencegahan standar merupakan suatu bentuk tindakan pencegahan
terhadap infeksi yang umum dilakukan oleh perawat dalam setiap melakukan
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
5/90
tindakan keperawatan kepada pasien. Pencegahan ini merupakan teknik
mencuci tangan, menggunakan masker, sarung tangan (hansdscun), pakaian
khusus dan penggunaan benda tajam sekali pakai (disposable) (Elvin, 2002).
Selain itu infeksi nosokomial dapat dicegah dengan memutuskan mata
rantai terjadinya infeksi nosokomial, yaitu dengan cara:
Meningkatkan pengetahuan personil rumah sakit tentang infeksi
nosokomial.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resiko infeksi nosokomial
bagi pasien yang dirawatnya.
Melakukan semua setandar prosedur kerja dengan benar dan sempurna.
Identifikasi penyebab infeksi nosokomial.
Pemberian pengobatan yang tepat dan rasional.
Mengikut serta penderita dan keluarga dengan memberikan pengetahuan
praktis tentang infeksi nosokomial serta penyakit yang diderita oleh
penderita.
Memberikan petunjuk praktis pada pengunjung tentang hal-hal yang perlu
dijaga/dilakukan/dihindarkan pada waktu pengunjungan melalui papan
pengumuman, kertas petunjuk dipintu dan petugas informasi diruangan
(Hasbullah, 1993).
Panjaitan (2006) dalam isolation precaution menulis tentang standar
precaution yang harus dilaksanakan untuk semua pasien yang masuk kerumah
sakit yaitu:
1. Cuci Tangan
a. Melakukan cuci tangan dengan menggunakan antiseptic pada cuci
tangan procedural. Melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun
biasa pada cuci tangan rutin / sosial. Pada kondisi tertentu cuci tangan
dapat dilakukan dengan menggunakan handrubs (menggosok tangan).
b.
Cucitangan dilakukan setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi,
ekresi dan peralatan yang terkontaminasi, walaupun menggunakan
sarung tangan. Segera setelang melepas srung tangan. Jika kontak
diantara satu pasien dengan pasien lainnya. Diantara prosedur berbeda
pada pasien yang sama. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
6/90
Sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Setelah tiba dirumah sakit
dan sebelum meninggalkan rumah sakit.
2.
Sarung Tangan
a.
Memakai sarung tangn bersih pada saat menyentuh darah, cairan tubuh
dan peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani peralatan yang
habis dipakai.
b. Ganti sarung tangan diantara prosedur pada pasien yang sama.
c. Melepaskan sarung tangan segera setelah dipakai, sebelum menyentuh
peralatan atau permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan
sebelum kepasien berikutnya.
3.
Masker, Pelindung Mata dan Wajah
a. Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien
yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.
b. Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan.
4.
Peralatan Perawatan Pasien
a. Segera melakukan dekontaminasi peralatan yang dipakai setelah
dibersihkan dahulu dari noda darah atau cairan tubuh pasien.
b.
Membersihkan dan memperoses kembali peralatan yang dipakai ulang
sesuai prosedur pembuangan limbah.
5. Pengendalian Lingkunagn
a. Tidak melakukan pogging untuk tujuan menurunkan rate infeksi
nosokomial pengendalian lingkungan.
b. Melakukan pembersihan dengan cairan desinfektan setiap hari atau bila
perlu pada semua permukaan lingkungan seperti meja pasien, meja
petugas, tempat tidur, tempat tidur pasien, standar infus, pegangan pintu.c.
Membersihkan dan mengepel dengan cairan desinfektan dua kali sehari
bila perlu.
d. Membatasi jumlah pengunjung pada waktu bersamaan.
e.
Membatasi jumlah peronil pada waktu yang sama di rung perawatan.
6. Linen
a. Memisahkan linen ternoda darah atau cairan tubuh dengan linen kotoran
tanpa noda.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
7/90
b. Memisahkan linen kotoran pasien terinfeksi dengan pasien non infeksi.
c. Tidak meletakkan linen dilantai dengan mengibas-ngibaskan linen.
7.
Pengamanan Limbah
Pemisahan limbah sesuai jenisnya diawali sejak limbah tersebut dihasilkan.
a. Limbah padat terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dibuang
ketempat sampah kantong plastik kuning.
b. Limbah padat tidak terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dibuang
ketempat sampah kantong plastik hitam.
c.
Limbah benda tajam atau jarum dibuang ke kontainer yang berwarna
kuning tahan tusuk dan tahan air (save cup).
8.
Kesehatan Karyawan dan Darah Yang Terinfeksi Pathogen
Untuk mencegah luka tusuk benda tajam:
a. Berhati-hati saat menangani jarum, scapel, instrument yang tajam atau
alat kesehatan lainnya dengan permukaan tajam.
b.
Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau
memanipulasikannya dengan dua tangan.
c. Jangan pernah membengkokkan atau mematahkan jarum.
d.
Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakei kedalam wadah yang tahan
tusuk dan air, dan tempatkan pada area yang mudah dijangkau dari area
tindakan.
e. Gunakan mouthpleces, resussitasi bags atau peralatan ventilasi lain
sebagai alternatif mulut ke mulut.
9. Penetapan Pasien
Tempatkan pasien yang dapat menkontaminasi lingkungan atau yang tidak
dapat memelihara kebersihan lingkungan diruang tersendiri, jika ruangsendiri tidak ada konsultasi dengan petugas pengendalian infeksi mengenai
penempatan pasien tersebut untuk mencari alternatif.
Menurut Wirdjoatmodjo, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam upaya
pencegahan infeksi nosokomial yaitu pengetahuan yang luas, perubahan
sikap dan cara kerja petugas di lingkungan rumah sakit. Sementara M.
Manulang mennyimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
dorongan kerja seseorang, yaitu faktor internal termasuk umur, pendidikan,
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
8/90
setatus perkawinan, lama kerja, setatus kepegawaian dan jenis kelamin.
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah gaji, kondisi kerja,
penghargaan, hubungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Dalam penelitian ini,
penulis hanya hanya meneliti empat hal yang berhubungan dengan infeksi
nosokomial yaitu: pengetahuan, sikap, pendidikan dan masa kerja.
10.
Pengetahuan
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pernjamu
rentan yang terjadi melaluai kode tranmisi kuman yang tertentu. Cara
transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet
maupun airbone, dan dengan kontak langsung. Dirumah sakit dan sarana
lainnya, infeksi dapat terjadi antara pasien, dari pasien ke petugas, dari
petugas ke petugas,dari petugas ke pasien dan antara petugas. Dengan
bebekal pengetahuan penjamu, serta cara tranmisi atau penularan infeksi, dan
dengan kemampuan memutuskan interaksi antar mikroorganisme dan
penjamu, maka segala infeksi dapat dicegah. (Suwarni, 2001).
Di rumah sakit juga banyak dilakukan tindakan yang mengandung
resiko terjadinya infeksi nosokomial, seperti : operasi, tindakan invasik,
katerisasi IV, katerisasi saluran kemih, atau endoskopi: dan pemeriksaan
bahan-bahan infeksius tanpa adanya pengetahuan yang memadai, maka
infeksi nosokomial sangat rentan terjadi, ditambah lagi dengan kondisi
pasien dengan daya tahan tubuh rendah (Sitorus,2006).
Dokter dan personil paramedis terutama perawat merupakan sumber
infeksi yang pentinng dalam terjadinya infeksi nosokomial. Perlu di
perhatikan kesehatan dan kebersihannya. Pengetahuan tentang septik dan
aseptik, dan keterampilan dalam menerapkan teknik perawat (Hasbullah1993).
Seseorang peneliti profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan
dan keterampilan klinis yang memadai akan mampu mengorganisasi dan
menyesuaikan antara pekerjaan yang akan dilaksnakan, sarana yang tersedia
dan kemampuan tenaga paramedisnya. Pasien mengharapkan paramedis
mempunyai pengetahuan yang memadai tentang kondisi penyakitnya.
Sehingga paramedis mampu mengatasi setiap keluhan yang dialami
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
9/90
individual pasien (Nurrachmah, 2001). Notoadmodjo (2003), juga
mengemukakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoadmodjo, 2003).
11.Sikap
Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis maupun tingkatnya,
pada dasarnya adalah pendidikan kesehatan (health education). Ditengah-
tengah masyarakat petugas kesehatan menjadi tokoh panutan dibidang
kesehatan. Untuk itu petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan, yaitu sikap dan perilaku yang
positif yang merupakan pendorong atau penguat perilaku sehat
(Notoadmodjo, 2003).
Roeshadi, menyatakan bahwa keberhasilan pengendalian infeksi
nosokomial bukanlah ketentuan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi
ditentukan oleh kesempurnaan sikap dan perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan penderita secara benar (The proper nursing
care).Menurut Kamal (2001), sikap dibedakan atas:
a.
Sikap positif : sikap yang menunjukkan atau yang memperlihatkan
menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang
berlaku dimana indipidu itu berbeda.
b. Sikap negatif : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan
atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana
individu berbeda.
Seseorang mempunyai sikap aktif selalu berusaha untuk hidup dengan
lebih baik, akan tetapi seseorang yang sifatnya apatis akan menerima apaadanya dan tidak mempunyai pilihan dan pertimbangan, sikaf seperti itu
sangat rendah motifasinya untuk berkembang dan ingin maju (Sitorus,2006).
Asuhan keperawatan yang bermutu seyogya diberikan oleh paramedis
yang mempunyai kemampuan serta memperlihatkan sikap caring dan
keperian yang sesuai dengan tuntunan profesi keperawatan. Sikap ini
diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Perilaku caring
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
10/90
menolong meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis
spiritual dan sosial (Sitorus,2006).
Caring di defenisikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk
memberikan asuhan fisik dan perhatian emosional sambil meningkatkan rasa
aman dan keselamatan pasien. Mereka menghargai paramedis sebagai
seseorang yang mempunyai kualitas diri, sikap, cara dan kepribadian yang
sepesifik serta selalu berada dengan pasien dan bersedia setiap saat
menolong mereka (Nurrachmah, 2001).
D.
Isolasi
Isolasi adalah usaha pencegahan/penyebaran kuman patogen dari sumber
infeksi (pasien, petugas, pengunjung, karier) kepada orang lain. Jenis isolasi
yang dilakukan sesuai patogenitas kuman dan cara penularan/ penyebarannya.
E. Resistensi antibiotik
Resisten terhadap satu atau lebih antibiotik senng menyebabkan organisme
tersebut memmbulkan infeksi. Penggunaan antibiotik berspektrum luas akan
menambah masalah. Obat ini membabat flora normal dalam saluran gastro
intestinal, pharing, dan saluran kencing dan kemudian diikuti pertumbuhan vang
berlebihan dengan ikatan yang lebih resisten.
II. PASIEN SAFETY
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkantimbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B.
Tujuan :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3.
Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
11/90
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
C.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety
Pelaksanaan Patient safety meliputi:
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
b.
Pastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d.
Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
h.
Gunakan alat injeksi sekali pakai
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient
Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
a. Hak pasien
Standarnya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
12/90
b. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme
mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan
pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalahRS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
3)
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi4)
komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki
proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan
data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
13/90
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerj
3)
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1)
Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan
7 Langkah Menuju KP RS .
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
3)
Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,3)
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
14/90
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
6)
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
8)
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1)
memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Standarnya adalah
1)
RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
15/90
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
8. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS
No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a.
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil
b.
Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang
kuat & jelas tentang KP di RS anda
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg
potensial brmasalah
d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah
dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd
KKP-RS
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dg pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong
staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana
& mengapa kejadian itu timbul
g. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,
Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukanperubahan pd sistem pelayanan
D. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety
Adalah:
1.
Di Rumah Sakit
a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota:
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
16/90
dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya
b.
Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan
pelaporan internal tentang insiden
c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
d. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit
dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
e.
Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat
pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
2. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
a. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-
rumah sakit di wilayahnya
b.
Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah
sakit
3. Di Pusat
a. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
b. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke
Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah
sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.d.
Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan
untuk mengembangkan budaya Patient safety ini
1.
Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
17/90
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer
patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk
keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran
kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di
dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah
mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai
insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi
dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat.
Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas
pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
18/90
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.
7.
Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,
tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat
umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi
aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk
menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa
kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah
sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan
yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk
tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS
harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan
kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinanyang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda
bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
19/90
E. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikutUU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1.
Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
c.
Pasal 58 UU No.36/2009
1) Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.
2) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semuakerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
20/90
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif.
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c.
Pasal 32j UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah
Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
1)
RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien2)
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3)
RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
21/90
keselamatan pasien.Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan
kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang
dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
o Assessment risiko
o Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
o Pelaporan dan analisis insiden
o Kemampuan belajar dari insiden
o Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
F. Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi
G. Sistem Pencacatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety
1. Di Rumah Sakit
a.
Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
b. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
d.
Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan PasienRumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan
hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat
rahasia.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
22/90
2. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk
dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
3.
Di Pusat
a. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi
laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
b. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
yang telah dilakukan oleh rumah sakit
c.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah
sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien
rumah sakit
d. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan
Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit
lainnya
H. Monitoring Dan Evaluasi
1.
Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit
kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit
kerja
2. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah
kerjanya3.
Di Pusat
a. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-
rumah sakit
b. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
23/90
III.ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
(DEKOMPENSASI CORDIS)
A.
Konsep teori
a.
Pengertian
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu
keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat
yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak
nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang
diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr.
Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana
jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya
(Carleton,P.F dan M.M. ODonnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997).
Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis
adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
b.
Macam-macam gagal jantungManifestasi klinis gagal Jantung sangat beragam dan bergantung
pada banyak faktor antara lain etiologi kelainan Jantung, umur pasien, berat
atau ringannya, terjadinya secara mendadak atau berlangsung perlahan dan
menahun, ventrikel mana yang menjadi pencetus (bahkan pada fase siklus
Jantung mana terjadinya proses ini), serta faktor-faktor lain yang
mempercepat terjadi gagal Jantung.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
24/90
Gagal Jantung Backward & Forward Hipotesis backward failure
pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila ventrikel
gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan tekanan
di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik. Hipotesis forward
failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward
failure. Menurut teori ini manifestasi gagal Jantung timbul akibat
berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga
terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala
akibatnya.
Kedua hipotesis tersebut saling melengkapi, serta menjadi dasar
patofisiologi gagal Jantung: Kalau ventrikel gagal mengosongkan darah
maka menurut hipotesis backward failure :
Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhirfase diastolik (end-
diastolicpressure) meninggi
Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang
gagal.
Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai dengan hukum Frank
Starling).
Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan
meninggi.
Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun
sistemik)
Akibat berkurangnya curah Jantung serta aliran darah pada
jaringan/organ yang menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada
ginjal dengan melalui mekanisme yang rumit), yang akan mengakibatkan
retensi garam dan cairan serta memperberat ekstravasasi cairan yang sudah
terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-gejala gagal Jantung kongestif sebagai
akibat bendungan pada jaringan dan organ.
Kedua jenis kegagalan ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena
kalau gagal Jantung kongestif, pada kenyataannya, kedua mekanisme ini
berperan, kecuali pada gagal jantung yang terjadinya secara mendadak.
Contoh forward failure : gagal ventrikel kanan akut yang terjadi akibat
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
25/90
emboli paru yang masif, karena terjadinya peninggian isi dan tekanan pada
ventrikel kanan serta tekanan pada atrium kanan dan pembuluh darah balik
sistemik, tetapi pasien sudah meninggal sebelum terjadi ekstravasasi cairan
yang menimbulkan kongesti pada vena-vena sistemik. Baik backward
maupun forward failure dapat terjadi pada infark jantung yang luas. Forward
failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel kiri dan renjatan
kardiogenik dan yang akan menimbulkan manifestasi berkurangnya perfusi
jaringan/organ. Sedangkan backward failure terjadi karena adanya output
yang tidak sama (inequal) antara kedua ventrikel, yang meskipun bersifat
sementara berakibat terjadinya edema paru yang akut.
1)
Hipotesis backward dan forward failure yang klasik ini meskipun
banyak celah kelemahannya ditinjau dengan perkembangan konsep
patofisiologi gagal jantung saat ini, masih tetap dapat menjadi
pegangan untuk menjelaskan patogenesis gagal jantung terutama bagi
para edukator.
2) Gagal Jantung Right-Sided dan Left-Sided Penjabaran backward
failure adalah adanya cairan bendungan di belakang ventrikel yang
gagal merupakan petanda gagal jantung pada sisi mana yang terkena.
Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi dan
kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal
jantung kiri (left heart failure).
Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang terbendung
akan berakumulasi secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali, efusi
pleura dll, dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung
kanan (right heart failure).3)
Gagal Jantung Low-Output dan High-Output Gagal Jantung golongan
ini menunjukkan bagaimana keadaan curah Jantung (tinggi atau
rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal
Jantung. Curah Jantung yang rendah pada penyakit jantung apa pun
(bawaan, hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat
menimbulkan low-output failure. Sedangkan pada penyakit-penyakit
dengan curah jantung yang tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beri-
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
26/90
beri, Pagets, anemia dan fistula arteri-vena, gagal jantung yang terjadi
dinamakan high-output failure.
4)
Gagal Jantung Akut dan Menahun, Manifestasi klinis gagal jantung di
sini hanya menunjukkan saat atau lamanya gagal jantung terjadi atau
berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada infark jantung
akut yang luas, dinamakan gagal jantung akut (biasanya sebagai gagal
jantung kiri akut). Sedangkan pada penyakit-penyakit jantung katup,
kardiomiopati atau gagal jantung akibat infark jantung lama, terjadinya
gagal jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan
lama dengan pengobatan yang diberikan, dinamakan gagal jantung
menahun.
5) Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik, Secara implisit definisi gagal
jantung adalah apabila gagal jantung yang terjadi sebagai akibat
abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan
darah dari ventrikel, dinamakan sebagai gagal jantung sistolik. Jenis
gagal jantung ini adalah yang paling klasik dan paling dikenal sehari-
hari, penyebabnya adalah gangguan kemampuan inotropik miokard.
Sedangkan apabila abnor-malitas kerja jantung pada fase diastolik,
yaitu kemampuan pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel
kiri), misalnya pada iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi
konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung
yang terjadi dinamakan gagal jantung diastolik. Petanda yang paling
nyata pada gagal jantung di sini adalah : fungsi sistolik ventrikel
biasanya normal (terutama dengan pengukuran ejection fraction
misalnya dengan pemeriksaan ekokardiografi).c.
Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi
kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
27/90
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa
adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling
mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis
atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
d. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat di lihat :
a. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.
b.
Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron, dan
c. Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin
kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akanmembangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas
adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan kekuatan
kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi
vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ
yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
28/90
dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada gagal jantung
akan memulai serangkaian peristiwa :
a.
Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.
b.
Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus.
c. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I.
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f.
Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah
secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume,
seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
tebal dinding.
e. Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal
jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan
pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort, fatique, ortopnea,
dispnea nocturnal paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes,
takikardia, pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis. Padagagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan,
heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda
penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, ascite, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan
edema putting. Gagal jantung kongestif terjadi manifetasi gabungan gagal
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
29/90
jantung kanan dan kiri (Price, 2006). New York Heart Association (NYHA)
membuat klasifikasi fungional dalam 4 kelas:
Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas II: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas III: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan
Kelas IV: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas
apapun dan harus tirah baring. (Sudoyo, 2007).
f.
Diagnosis gagal jantung kongestif (Criteria Framingham)
Criteria Mayor:
a. Dispnea nocturnal paroksimal atau ortopnea
b.
Peningkatan tekanan vena jugularis
c. Ronkhi basah tidak nyaring
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Irama derap S3
g.
Peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
h.
Refluks hepatojugular
Criteria minor
a. Edema pergelangan kaki
b. Betuk malam hari
c. Dyspneu deefort
d. Hepatomegali
e.
Efusi pleura
f. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
g. Takikardi (>120x menit)
Criteria mayor atau minor
a. Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari setelah terapi
b. Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor ; atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor harus ada saat bersamaan (Sudoyo, 2007).
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
30/90
c. Edema paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa
yang berlebihan dalam ruang interstitial paru dan alveolus paru. Jika
edema timbul akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu
singkat. Edema paru dapat terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatika dalam kapiler paru, penurunan tekanan osmotic koloid
seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler
yang rusak dapat disebabkan oleh inhalasi gas-gas yang berbahaya,
peradangan seperti pada pneumonia atau karena gangguan local proses
oksigenai. Penyebab tersering edema paru adalah kegagalan ventrikel
kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis
(obstruksi katup mitral). Jika terjadi gagal jantung kiri dan jantung
kanan terus memompakan darah maka tekanan kapiler paru akan
meningkat sampai terjadi edema paru (Price, 2006). Pembentukan
edema paru dapat terjadi dalam dua stadium:
1)
Edema interstitial yang ditandai pelebaran ruang perivaskuler dan
ruang peribronkial serta peningkatan aliran getah bening
2) Edema alveolar terjadi sewaktu cairan bergerak masuk ke dalam
alveoli.
d. Plasma darah mengalir lebih cepat ke dalam alveoli daripada
kemampuan pembersihan oleh batuk atau getah bening paru. Plasma ini
akan mengganggu difusi O2, sehingga hipokssia jaringan yang
diakibatkannya menambah kecenderungan terjadinya edema. Asfiksia
dapat terjadi bila tidak segera diambil tindakan untuk menhilangkan
edema paru. Pengobatan darurat pada edema paru akut berupa tindakan-
tindakan untuk mengurangi tekanan hidrostatik paru, antara lain denganmenempatkan pasien dalam posisi Fowler dengan kaki menggantung;
torniket yang berpindah-pindah; atau flebotomi (pembuangan darah
sebanyak kira-kira 0,5 L). tindakan lain adalah dengan pemberian
diuretic, O2 dan digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardium
(Price, 2006).
e. Jika terjadi kongesti paru kronik, mungkin akan timbul perubahan
structural paru (misalnya, fibrosis paru). Perubahan-perubahan ini
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
31/90
memungkinkan paru berfungsi dalam keadaan terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik untuk sementara namun tanpa edema paru. Akan
tetapi, keseimbangan ini tidak pasti dan pasien mungkin mengalami
serangan dispneu pada waktu malam hari akibat peningkatan tekanan
hidrostatik paru yang timbul karena posisi tubuh horizontal (Price,
2006)
g. Diagnosis Banding
Diagnosis gagal jantung antara lain:
a.
Penyakit paru: pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru
berat misalnya ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
b.
Penyakit Ginjal: gagal ginjal akut atau kronik, sindrom nefrotik,
diabetic nefropati
c. Penyakit Hati: sirosis hepatic
d. Sindroma hiperventilasi: psikogenik atau penyakit ansietas berat
(Sudoyo, 2007)
h. Penegakan Diagnosis
Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan
pemeriksaan berikut ini:
EKG
Pasien gagal jantung jarang dengan EKG normal dan bila terdapat EKG
normal dianjurkan untuk meneliti diagnosis gagal jantung tersebut. EKG
sangat penting dalam menentukan irama jantung
Foto Toraks
Terdapat hubungan lemah antara ukuran jantung pada foto toraks dengan
fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapatkardiomegali. Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung
khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas. Foto rontgen adalah
indicator penting untuk menentukan ukuran jantung dan mendeteksi
pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah CTR (cardiothoracic
Ratio). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR
adalah perbandingan diameter transversal jantung dengan diameter
transversal rongga thoraks. Rasio normalnya 50% (55% untuk orang Asia
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
32/90
dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua dan pada neonates
kadang mencapai 60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang
letak jantungnya mendatar (horizontal) atau vertical dan orang dengan
pericardium penuh lemak (Malueka, 2008).
CTR = (a+b)
(c1+c2)
Keterangan:
Garis a: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh atrium kordis dekstra
sampai ke Linea mediana
Garis b: jarak dari penonjolan yang dibentuk oleh ventrikel kordis sinstra
sampai ke linea mediana
Garis c: jarak dinding kanan-dinding kiri melalui sinus kardiofrenik.
Normal = 4850% (Malueka, 2008).
Gambaran Radiologis Gagal Jantung Kiri
Pada foto thoraks gagal jantung terlihat perubahan corakan vaskuler paru
Distensi vena di obus superior, bentuknya menyerupai huruf Y dengan
cabang lurus mendatar ke lateral
Batas hilus pulmo terlihat kabur
Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal
Terdapat tanda-tanda edema pulmonum meliputi edema paru
interstitial dan alveolar.
Edema interstitial: edema ini menunjukkan septal line yang dikenal sebagai
Kerleys line, ada 4 jenis yaitu:
Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari daerah
hilus menuju ke atas dan perifer
Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada
dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah terlihat
karena letaknya tepat diatas sinus costophrenicus. Garis ini adalah
yang paling mudah ditemukan di gagal jantung
Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobu inferior. Perlu
pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama dengan pembuluh
darah.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
33/90
Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrostrenal hanya
tampak pada foto lateral (Malueka, 2008).
Edema alveolar: terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari
hilus sampai ke perifer bagian atas dan bawah. Gambaran ini dinamakan
butterfly appearance/ butterfly patterns atau bats wing pattern. Batas kedua
hilus menjadi kabur (Malueka, 2008).
Gambaran Radiologis Gagal Jantung Kanan
Beberapa tanda khas gagal jantung kanan adalah:
Vena cava superior melebar, terlihat sebagai pelebaran di suprahiler
kanan sampai ke atas
Vena azygos membesar sampai mencapai lebih dari 2 mm
Efusi pleura, biasanya terdapat di sisi kanan atau terjadi bilateral
Interlobar effusion atau fissural effusion. Sering terjadi pada fissure
minor, bentuknya oval atau elips. Setelah gagal jantung dapat diatasi,
maka efusi tersebut menghilang, sehingga dinamakan vanishing lung
tumor sebab bentuknya mirip tumor paru.
Kadang-kadang disertai dengan efusi pericardial (Malueka, 2008).
Hematolosi dan biokimia (pemeriksaan laboratorium)
Peningkatan hematokrit memnunjukkan bahwa sesak nafas mungkin
disebabkan oleh penyakit paru, penyakit jantung congenital atau
malformasi arteri vena. Kadar ureum dan kreatinin penting untuk
diagnosis differential penyakit ginjal. Kadar kalium dan natrium
merupakan predictor mortalitas
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam
menilai fungsi sistolik dan diastolic ventrikel kiri, katup, ukuran ruang
jantung, hipertrofi dan abnormalitas gerakan
Tes fungsi paru
Uji latih beban jantung
Kardiologi nuklir
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
34/90
i. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung pada prinsipnya dapat dilakukan hal-hal
berikut ini:
Meningkatkan okigenasi dengan pemberian O2 dan menurunkan
pemakaian oksigen dengan pembatasan aktivitas
Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretic dan
vasodilator (Sudoyo, 2007).
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya
untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada
penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis
dapat dibagi menjadi:
Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat,
dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar
benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang
relatif meningkat.
Sering tampak gejalagejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat
saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah
kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi
makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80
100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral
maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal
jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-
inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat
dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil
sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut
diberikan.Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi
atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam
menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
35/90
belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai
untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan
ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan
pemberian jenis obat ini.Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi
seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.
Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT)
maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator)
sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia
maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas
hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut.
Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
Revaskularisasi (perkutan, bedah).
Operasi katup mitral.
Aneurismektomi.
Kardiomioplasti.
External cardiac support.
Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
Ultrafiltrasi, hemodialisis.
B.
Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji identitas klien dan identitas penanggung jawab meliputi nama,
umur, alamat, jenis kelamin, no registrasi, nomor RM
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri dada disertai sesak nafas
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
36/90
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi 5WIH misalnya seperti: Pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 Minggu, semakin berat, sesak nafas ini
dirasakan kambuh-kambuhan sejak 2 tahun terakhir, sesak nafas
dirasakan saat istirahat, memberat bila pasien bekerja sehingga membuat
pasien membatasi pekerjaan. Saat muncul gejala, dada dirasakan nyeri,
terutama sebelah kiri menyebar hingga seluruh dada. Sesak nafas muncul
jika pasien kecapaian, udara dingin dan bekerja terlalu berat. Saat sesak
nafas muncul bunyi mengi, namun sekarang sudah tidak. Malam hari
pasien kadang-kadang terbangun karena sesak nafas, dengan posisi tidur
bantal ditinggikan membuat pasien agak lega. Mual juga dikeluhkan,
muntah 1x sebelum dibawa ke rumah sakit. BAB dan BAK lancar
normal, ditemukan data Tekanan Darah : 130 / 90 mmHg, Nadi : 92 x /
menit, Suhu : 36,6 C, Respirasi : 30 x / menit, saat di UGD klien
diberikan tindakan antara lain: Bed rest posisi duduk, O2 2 liter /
menit, Infus D 5% 24 jam/ 1 kolf, Pasang DC, Inj. Furosemid 1 gr/ 24
jam, Inj. Ceftriaxon 2 gr/ 24 jam, Aspilet 2x1, EKG.
d.
Pengkajian cepat
1) Neurologis
a) Kaji tingkat kesadaran klien:
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
b) Kemampuan motorik
Kekuatan otot 0/5. : Skor 0/5 berarti otot tidak dapat melakukan kontraksi
yang bisa terlihat. Hal ini terjadi ketika otot yang lumpuh,
seperti setelah stroke, cedera tulang belakang atau
radikulopati serviks atau lumbar. Kadang kadang nyeri dapat
menghalangi otot berkontraksi sama sekali.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
37/90
1/5:Skor 1/5 artinya terjadi kontraksi otot namun tidak ada
gerakan. Otot tidak cukup kuat untuk mengangkat bagian
tubuh tertentu .
2/5:Skor 2/5 artinya otot Anda dapat berkontraksi tetapi tidak
bisa menggerakkan bagian tubuh melawan gravitasi, namun
ketika gravitasi dihilangkan dengan perubahan posisi tubuh,
otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara penuh.
3/5:Skor 3/5 artinya otot dapat berkontraksikan dan
menggerakkan bagian tubuh secara penuh melawan gaya
gravitasi. Tapi ketika fisioterapis memberikan dorongan
melawan gerakan tubuh Anda (memberikan resistensi), otot
tidak mampu melawan.
4/5:Skor 4/5 artinya otot mampu berkontraksi dan
menggerakkan tubuh melawan tahanan minimal. Anda
mampu melawan dorongan yang diberikan fisioterapis,
namun tidak maksimal.
5/5 :Skor 5/5 berarti otot berfungsi normal dan mampu
melawan tahanan maksimal. Anda mampu mempertahankan
kontraksi ketika dorongan. maksimal diterapkan fisioterapis
pada tubuh Anda.
Reflek tendon dalam
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
38/90
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena
kontraksi m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi
lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator
quadratus
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama
stimulus berlangsung
Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai
fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus
berlangsung
c) Kaji pupil
Meliputi keselarasan, reaksi terhadap cahaya, respon konsensual,
ukuran dan bentuk.
d) Kaji tanda-tanda vital: meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
39/90
2) Respirasi
a) Insfeksi frekuensi, irama pernafasan, kesimetrisan dan karakter
respirasi
b)
Palpasi apakah ada krepitasi dan nyeri tekan
c) Auskultasi dada apakah terdapat bunyi nafas tambahan
Pada kasus decompensasi cordis dapat ditemukan:
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda :
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis
3)
Cardiovaskuler
a) Inspeksi warna kulit, edema, distensi vena jugularis, pulsasi dan
apakah ada kuku tabuh.
b)
Palpasi nadi dan edema
c) Auskultasi bunyi jantung
Pada kasus decompensasi cordis ditemukan:
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
40/90
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
4) Abdomen
a)
Inspeksi untuk simetritas, kontur, massa, peristaltik
b) Auskultasi untuk kuadran untuk bunyi usus
c) Palpasi untuk massa, nyeri, nyeri tekan.
Pada kasus decompensasi cordis:
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
e. Pengkajian lengkap (head to toe)
Keadaan Umum : lemah, tampak sesak napas.
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi
1) Kepala :
Bentuk Kepala : Mesochepal, Simetris
Rambut : Hitam tidak, sebagian putih tidak, mudah dicabut atau
tidak.
Nyeri tekan : Tidak ada/ada.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
41/90
2)
Mata
Palpebra : Tidak ada oedem/ tidak
Konjungtiva : Anemis atau tidak
Sklera : Tidak/ ikterik
Pupil : Berespon terhadap rangsang cahaya, Isokor
3) Hidung : Simetris, tidak Nampak deformitas, tidak ada secret atau
darah, nafas cuping hidung ada.
4) Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring
tidak hiperemi.
5)
Telinga : Tidak ada deformitas, otore maupun nyeri tekan.6) Leher :
Trakhea : Tidak terdapat deviasi trachea
Kel. Tiroid : membesar/tidak
Kel. Limfe : Membesar/tidak
JVP : Meningkat atau tidak
7)
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak tampak deformitas, tidak terdapat retraksi,
tidak tampak jejas.
Palpasi : Tidak terdapat ketinggalan gerak, vocal fremitus kanan
sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di lapang paru atas, redup pada regio basal, redup
berubah dengan perubahan posisi (dx dan sin)
Auskultasi : paru terdengar ronkhi basah dan kasar, mula-mulanya
terdengar dilobus bawah saja, kemudian merata ke seluruh lapangan
paru, juga ada wheezing.
8)
Jantung
Jantung selalu membesar. S1S2 mengeras, terdengar irama gallop
(summation gallop)
9) Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sama dengan dinding dada, tidak ada
deformitas.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
42/90
Auskultasi : Persitaltic usus normal
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar lien tidak teraba.
Perkusi : Tymphani di seluruh lapang abdomen.
Asites, hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan,tidak ditemukan.
10) Ekstremitas
Superior : Tidak terdapat oedema, akral hangat, tidak pucat, tidak
sianosis.
Inferior : terdapat oedema dx dan sin (minimal), akral hangat, tidak
pucat, tidak sianosis.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark
myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi
ventrikel
Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik
atau nekrotik pada penyakit jantung koroner
Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan
pembesaran jantung
esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri
polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung
2. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
2) Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri,
peningkatan atrium dan kongesti vena.
3)
Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar
suplai okigen, penurunan curah jantung, Kelemahan umum, Tirah
baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,
Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
3. Intervensi
a. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil
Tujuan :
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
43/90
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah
normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO331,2
Tindakan:
1)
Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)
2) Berikan tambahan O2 6 lt/mnt
3)
Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)
4) Koreksi kesimbangan asam basa
5) Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi
paru.(semi fowler)
6) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
7)
Lakukan balance cairan
8) Batasi intake cairan, Evaluasi kongesti paru lewat radiografi
9) Kolaborasi :
-0-0
-1-0
Rasional
1)
Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.
2) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
3) Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak
adekuat tidaknya proses pertukaran gas.
4) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
5) Meningkatkan ekpansi paru
6) Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas
sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.7)
Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi
timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.
8) Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat
ADH.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
44/90
b. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri,
peningkatan atrium dan kongesti vena.
Tujuan : Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria :
(TD > 90 /60), Frekwensi jantung normal.
Tindakan
1)
Pertahankan pasien untuk tirah baring
2) Ukur parameter hemodinamik
3) Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.
4)
Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4
5) Periksa BGA dan saO2
6)
Pertahankan akses IV
7) Batasi Natrium dan air
8) Kolaborasi :
500-0
Rasional
1) Mengurangi beban jantung
2)
Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk
mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban
kerja jantung.
3) Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat
mempengaruhi curah jantung.
4) Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun
diastole. Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.
5)
Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.6)
Mencegah peningkatan beban jantung
7) Meningkatkan perfusi ke jaringan
8) Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang
dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
45/90
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
46/90
secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat
memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut
ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
a. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
b. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
c.
Menyiapkan lingkungan terapeutik
b. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
c.
Memberikan asuhan keperawatan langsung
d. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan
klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk
mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan
tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat
menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian
keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada
tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang
didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai
dengan standar keperawatan.
5.
EvaluasiEvaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Evaluasi merupakan proses yang dilakuakn untuk menilai pencapaian tujuan
atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa jauh
tujuan keperawatan telah terpenuhi. Pada umumnya evaluasi dibedakan
menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Dalam evalusi
kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan
yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
47/90
masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan
dimensi hasil tindakan yang dilakukan. Adapun langkah-langkah evaluasi
keperawatan adalah sebagai berikut :
a.
Mengumpulkan data keperawatan pasien.
b. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien.
c.
Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
d.
Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.
IV.
ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL
(KOLITIS ULSERATIVE)
A. Konsep teori
1. Pengertian
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi
sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu
motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk
mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut
atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan.
Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang
dikenal dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat
menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Cohrn. Kolitis
limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa lapisan dinding kolonyang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis dapat
disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang merusak
lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis kemikal.
Kolitis ulseratif adalah penyakit yang menyebabkan peradangan dan
luka, yang disebut borok, di lapisan rektum dan usus besar. Borok terbentuk
peradangan telah membunuh sel-sel yang biasanya garis usus besar,
-
8/10/2019 MATERI KEPERAWATAN KRITIS.docx
48/90
kemudian perdarahan dan menghasilkan nanah. Peradangan dalam usus besar
juga menyebabkan usus sering kosong, menyebabkan diare.
Ketika peradangan terjadi di rektum dan bagian bawah usus besar ini
disebut ulseratif proktitis. Jika seluruh kolon terkena disebut pancolitis. Jika
hanya sisi kiri kolon terkena disebut terbatas atau kolitis distal.
Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi usus (IBD), nama umum untuk
penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan di usus halus dan usus
besar. Ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena gejala yang mirip dengan
gangguan usus lainnya dan jenis lain IBD disebut penyakit Crohn. Penyakit
Crohn berbeda karena menyebabkan peradangan lebih dalam dinding usus
dan dapat terjadi di bagian lain dari sistem pencernaan termasuk usus kecil,
mulut, kerongkongan, dan perut.
2. Etiologi
Etiologi kolitis ulserativa tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya
berperan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat
bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenisis kolitis
ulserativa. Antibodi antikolon telah ditemukan dalam serum penderita
penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari penderrita kolitis ulserativa
merusak sel epitel pada kolon.
Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab
terjadinya colitis ulseratif diantaranya adalah : hipersensitifitas terhadap
factor lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak
berhasil (awal dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami perbaikan
pembuluh darah, dan stress.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teoriBlum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.
a. Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar dibanding
laki-laki. Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Genetik/ familial:
Riwayat keluarga dengan kolitis
b. Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang
kurang baik. Nutrisi yang buruk