MATERI DIKLAT tentang

HAK ASASI MANUSIA

Oleh:

Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H.

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI

Bahan Ajar

Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXV

Jakarta, 28 Maret 2018

2

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

(Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 ttg Hak Asasi Manusia)

HAK ASASI MANUSIA

MENGHORMATI MELINDUNGI

MEMENUHI

MENGHORMATI

MEMAJUKAN MENEGAKKAN

PEMANGKU

KEWAJIBAN

PEMANGKU

HAK

NEGARA/PEMERINTAH INDIVIDU/WARGA

NORMA UNIVERSAL

HAK ASASI MANUSIA

UUD NRI TAHUN 1945

• Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34

• Bab X A Pasal 28 A-J

Pasal 28i ayat (5) UUD NRI 1945:

Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip

negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia

dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

1. Norma dasar HAM tertulis dalam

Kitab-kitab Suci Semua Agama.

1. Piagam Hak dan Konvensi Ketatanegaraan :

• Magna Charta 1625

• Habeas Corpus Act

• Bill of Rights 1689

• Declaration Of Independence USA 1776

• Declaration des Droits de

L’homme et du Citoyen 1789

3. Universal Declaration of

Human Rights , 10 Desember

1948

1. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak-Hak Asasi Manusia 2. UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 3. UU No. 5 Tahun 1998 ratifikasi terhadap aturan anti Penyiksaan. 4. UU UU No. 9/1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Muka

Umum 5. UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia 6. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 7. UU UU No. 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 105 tentang

Penghapusan Pekerja secara Paksa. 8. UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 136 mengenai

Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja 9. UU No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No.111

Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 10.UU No. 39/1999 tentang Hak

Asasi Manusia 11.UU No. 40 Tahun 1999, tentang Pers. 12.UU No. 23 tahun 2002 ttg Perlindungan Anak 13.UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 14.UU No 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang

Hak EKOSOB 15.UU No 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang

Hak SIPOL 16.UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga 17.UU No. 26 TAhun 2006, tentang Pengadilan HAM. 18.UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis 19.UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 20.UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas

21.UU No. 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 5

1) International Covenant on

Civil and Political Rights 1966.

2) International Covenant on

Economic, Social and Cultural

Rights)1966

INSTRUMEN HUKUM HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

INSTRUMEN HUKUM NASIONAL

UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTSATAU DEKLARASI UNIVERSAL TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA, 10 DESEMBER 1948

INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

INTERNATIONAL CONVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHT (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAKHAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA) 1966

KONVENSI PENGHAPUSAN DISKRIMINASI TERHADAP WANITA (CEDAW)

KONVENSI HAK ANAK

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PENGHUKUMAN YANG KEJAM, TIDAK MNUSIAWI DAN MERENDAHAKAN DERAJAT MANUSIA

KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RASIAL

KONVENSI-KONVENSI DARI ORGANISASI BURUH INTERNASIONAL (ILO)

UUD NRI TAHUN 1945 KHUSUSNYA PASAL 28A S.D. 28J

KETETAPAN MPR NO.XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

UU NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

UU NO. 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN KOVENAN TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK

UU NO. 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN KOVENAN HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA

UU NO 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965

UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UU NO.7 TAHUN 1984 TENTANG RATIFIKASI KONVENSI PBB TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN (CEDAW)

UU NO. 8 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG

KEJAM, TIDAK MANUSIAWI ATAU MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA (CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT)

UU NO 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN

KONVENSI ILO NOMOR 182 MENGENAI PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA BENTUKBENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK.

UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PERPRES NO 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA

AKSI HAM

INSTRUMEN HUKUM HAM Instrumen Hukum Internasional yang Tidak Mengikat

1. Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law

Enforcement Officials)

2. Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api (Basic

Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials)

3. Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All

Persons from Enforced Disappearance)

4. Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the

Elimination of Violence against Women)

5. Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights Defender)

6. Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang, dan

Sumir (Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal,

Arbitrary, and Summary Executions )

7

HAM DI BIDANG EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA

– HAK ATAS PEKERJAAN,

– HAK UNTUK MENIKMATI KONDISI KERJA YANG ADIL DAN

MENYENANGKAN,

– HAK UNTUK MEMBENTUK DAN IKUT SERIKAT BURUH,

– HAK ATAS JAMINAN SOSIAL, TERMASUK ASURANSI SOSIAL,

– HAK ATAS PERLINDUNGAN DAN BANTUAN YANG SELUAS

MUNGKIN BAGI KELUARGA, IBU, ANAK, DAN ORANG MUDA

– HAK ATAS STANDAR KEHIDUPAN YANG MEMADAI, HAK UNTUK

MENIKMATI STANDAR KESEHATAN FISIK DAN MENTAL YANG

TERTINGGI YANG DAPAT DICAPAI,

– HAK ATAS PENDIDIKAN , DAN

– HAK UNTUK IKUT SERTA DALAM KEHIDUPAN BUDAYA.

HAK-HAK SIPIL DAN HAK HAK POLITIK

• HAK UNTUK HIDUP, MEMPERTAHANKAN HIDUP DAN KEHIDUPANNYA.

• HAK UNTUK BEBAS DARI PENYIKSAAN, PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT

KEMANUSIAAN.

• HAK UNTUK BEBAS DARI SEGALA BENTUK PERBUDAKAN.

• HAK DAN KEBEBASAN MEMELUK AGAMA DAN BERIBADAH MENURUT

AGAMANYA.

• HAK UNTUK BEBAS MEMILIKI KEYAKINAN, PIKIRAN DAN HATI NURANI.

• HAK UNTUK DIAKUI SEBAGAI PRIBADI DI HADAPAN HUKUM.

• HAK ATAS PERLAKUAN YANG SAMA DI HADAPAN HUKUM DAN

PEMERINTAHAN.

• HAK UNTUK TIDAK DITUNTUT ATAS DASAR HUKUM YANG BERLAKU SURUT.

• HAK UNTUK MEMBENTUK KELUARGA DAN MELANJUTKAN KETURUNAN

MELALUI PERKAWINAN YANG SAH.

• HAK AKAN STATUS KEWARGANEGARAAN.

• HAK UNTUK BEBAS BERTEMPAT TINGGAL DI WILAYAH NEGARANYA,

MENINGGALKAN DAN KEMBALI KE NEGARANYA.

• HAK MEMPEROLEH SUAKA POLITIK.

• HAK BEBAS DARI SEGALA BENTUK PERLAKUAN DISKRIMINATIF DAN BERHAK

MENDAPATKAN PERLINDUNGAN HUKUM DARI PERLAKUAN YANG BERSIFAT

DISKRIMINATIF TERSEBUT

TANGGUNG JAWAB NEGARA

• PERLINDUNGAN, PEMAJUAN, PENEGAKAN, DAN

PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA ADALAH

TANGGUNG JAWAB NEGARA, TERUTAMA PEMERINTAH

(Pasal 28i ayat (4) UUD NRI 1945)

• PEMERINTAH WAJIB DAN BERTANGGUNG JAWAB

MENGHORMATI, MELINDUNGI, MENEGAKAN,

DAN MEMAJUKAN HAK ASASI MANUSIA YANG

DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG INI,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAIN, DAN

HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI

MANUSIA YANG DITERIMA OLEH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(Pasal 71 UU 39 /1999 tentang HAM)

PEMENUHAN

PEMAJUAN

PENEGAKAN

PELINDUNGAN

P ENGHORMAT AN

IMPLEMENTASI HAK ASASI MANUSIA

• Implementasi Tanggung Jawab Pemerintah:

– Rencana Aksi Nasional HAM

– Program Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi

Manusia

– Pelayanan Publik Berbasis HAM

– Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Berperspektif HAM

• Upaya Penyelesaian Kasus-kasus Pelanggaran

HAM

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

BERPERSPEKTIF HAM

MENGAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HARUS

BERPERSPEKTIF HAM ?

PERTIMBANGAN NORMATIF:

▪ UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

MERUPAKAN HUKUM DASAR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

▪ DI ANTARA ATURAN-ATURAN DASAR YANG DIATUR DALAM UUD NRI TAHUN

1945 ADALAH HAK ASASI MANUSIA

▪ PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAHNYA SECARA HIERARKIS

MERUPAKAN IMPLEMENTASI DARI UUD NRI TAHUN 1945

▪ SEMUA LEMBAGA NEGARA BERTANGGUNG JAWAB UNTUK

MENGIMPLEMENTASIKAN PENGHORMATAN, PELINDUNGAN, PEMENUHAN,

PENEGAKAN, DAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

MENGAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HARUS

BERPERSPEKTIF HAM ?

• Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

• Pemerintah wajib dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, memenuhi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan peraturan perundang-undangan dalam bidang hak asasi manusia serta hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia.

• Salah satu upaya untuk melaksanakan kewajiban tersebut adalah dengan melaksanakan ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, yaitu melakukan langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

• Langkah implementasi hak asasi manusia di bidang peraturan perundangundangan antara lain dapat dilakukan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang memuat nilai-nilai hak asasi manusia, termasuk produk hukum daerah.

PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAM RI DAN MENTERI DALAM NEGERI RI

NOMOR : 20 TAHUN 2012

NOMOR : 77 TAHUN 2012

TENTANG PARAMETER HAK ASASI MANUSIA

DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERSPEKTIF HAM DALAM PRODUK HUKUM DAERAH

• Non Diskriminasi: Materi muatan produk hukum daerah tidak

boleh bersifat diskriminasi.

• Kesetaraan Gender: mengupayakan substansi produk hukum

daerah responsif terhadap berbagai persoalan dalam

masyarakat, termasuk persoalan kesenjangan gender.

• Kesesuaian dengan nilai-nilai HAM yang terkandung dalam

peraturan perundang-undangan, termasuk instrumen hukum

HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia

PROSES DILAKUKANNYA UPAYA UNTUK TEGAKNYA ATAU BERFUNGSINYA

NORMA-NORMA HUKUM SECARA NYATA SEBAGAI PEDOMAN PERILAKU DALAM LALU LINTAS ATAU HUBUNGAN-HUBUNGAN HUKUM DALAM

KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN BERNEGARA.

SUBJEK PENEGAKAN HUKUM

SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HUKUM,

PENEGAKAN HUKUM

DALAM ARTI LUAS :

MELIBATKAN SEMUA

SUBJEK HUKUM DALAM

SETIAP HUBUNGAN HUKUM

DALAM ARTI SEMPIT :

APARATUR PENEGAK

HUKUM

APABILA DIPERLUKAN, APARATUR PENEGAK HUKUM

DIPERKENANKAN UNTUK MENGGUNAKAN DAYA PAKSA PENEGAKAN

HUKUM DAN PENEGAKAN KEADILAN

• HUKUM YANG FORMAL HANYA BERSANGKUTAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERTULIS, SEDANGKAN HUKUM MATERIL MENCAKUP PULA PENGERTIAN NILAI-NILAI KEADILAN YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT.

– KADANG-KADANG ORANG MEMBEDAKAN ANTARA PENEGAKAN HUKUM DAN PENEGAKAN KEADILAN.

– DALAM ISTILAH BAHASA INGGRIS TERKADANG DIBEDAKAN ANTARA KONSEPSI “COURT OF LAW” DALAM ARTI PENGADILAN HUKUM, DAN “COURT OF JUSTICE” ATAU PENGADILAN KEADILAN. MAHKAMAH AGUNG DI AMERIKA SERIKAT DISEBUT DENGAN ISTILAH “SUPREME COURT OF JUSTICE”

– DOKTRIN YANG MEMBEDAKAN ANTARA TUGAS HAKIM DALAM PROSES PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA DAN PERDATA. DALAM PERKARA PERDATA DIKATAKAN BAHWA HAKIM CUKUP MENEMUKAN KEBENARAN FORMIL BELAKA, SEDANGKAN DALAM PERKARA PIDANA BARULAH HAKIM DIWAJIBKAN MENCARI DAN MENEMUKAN KEBENARAN MATERIL YANG MENYANGKUT NILAI-NILAI KEADILAN YANG HARUS DIWUJUDKAN DALAM PERADILAN PIDANA.

– HAKIKAT TUGAS HAKIM ITU SENDIRI MEMANG SEHARUSNYA MENCARI DAN MENEMUKAN

KEBENARAN MATERIL UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN MATERIL. KEWAJIBAN DEMIKIAN

BERLAKU, BAIK DALAM BIDANG PIDANA MAUPUN DI LAPANGAN HUKUM PERDATA.

• PENGERTIAN KITA TENTANG PENEGAKAN HUKUM SUDAH SEHARUSNYA BERISI PENEGAKAN

KEADILAN ITU SENDIRI, SEHINGGA ISTILAH PENEGAKAN HUKUM DAN PENEGAKAN KEADILAN

MERUPAKAN DUA SISI DARI MATA UANG YANG SAMA.

PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

• Issue hak asasi manusia itu terkait erat dengan persoalan penegakan hukum dan keadilan.

• Karena itu, sebenarnya, tidak terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri.

• Apakah hak asasi manusia an sich dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan aturan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak asasinya itu sendiri?

• Salah kaprah: Kita sudah terbiasa menggunakan istilah “penegakan hak asasi manusia”.

PROSES

PENEGAKAN

HUKUM

INSTITUSI

PENEGAK HUKUM

SARANA DAN

PRASARANA , DAN MEKANISME

KERJA

PERANGKAT PERATURAN HUKUM:

HUKUM MATERI L DAN HUKUM FORMIL ( ACARA )

PROSES PENEGAK AN HUKUM

BUDAYA

K IN ERJA

APARAT UR ,

DAN

KESEJAH -

TERAAN

UPAYA PENEGAKAN HUKUM SECARA SISTEMIK HARUS MEMPERHATIKAN KETIGA ASPEK

SECARA SIMULTAN, SEHINGGA PROSES PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DAPAT

DIWUJUDKAN SECARA NYATA

PENYELESAIAN

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

IMPLEMENTASI HAM BERDASARKAN

UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

KEWAJIBAN KONSTITUSIONAL

( NEGARA/PEMERINTAH )

HAK KONSTITUSIONAL

( WARGANEGARA )

TIDAK

DILAKSANAKAN• Pasal 28i Ayat (4)

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

• Pasal 28i Ayat (4)

Untuk menegakan dan

melindungi hak asasi manusia

sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka

pelaksanaan hak asasi manusia

dijamin, diatur, dan

dituangkan dalam peraturan

perundangan-undangan.

• Pasal 28A

• Pasal 28B

• Pasal 28C

• Pasal 28D

• Pasal 28E

• Pasal 28F

• Pasal 28G

• Pasal 28H

• Pasal 28I Ayat (1)

• Pasal 28I Ayat (2)

PELANGGARAN

HAK ASASI

MANUSIA

UPAYA

PENYELESAIAN

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Pelanggaran Hak Asasi Manusia:

Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak

disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,

menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau

kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan,

atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

(Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

UNSUR PELANGGARAN HAM:

1. Perbuatan seseorang, atau kelompok orang, termasuk aparat negara

2. Disengaja, atau tidak disengaja, atau akibat kelalaian

3. Secara melawan hukum (yang berakibat mengurangi, menghalangi, membatasi

dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang)

4. Tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian

hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

23

MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN HAM

• MEKANISME NASIONAL

– PROSEDUR ATAU TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG DIDASARKAN PADA INSTRUMEN ATAU ATURAN HAM NASIONAL, ATAU TUNDUK PADA KETENTUAN DAN ATURAN PENYELESAIAN MENURUT HUKUM NASIONAL.

• MEKANISME INTERNASIONAL

– PROSEDUR ATAU TATACARA PENANGANAN PELANGGARAN HAM YANG DIDASARKAN PADA ATURAN HAM INTERNASIONAL, ATAU TUNDUK PADA ATURAN PENYELESAIAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL, BAIK REGIONAL MAUPUN UNIVERSAL.

MEKANISME PENYELESAIAN NASIONAL

1. LITIGASI (PENGADILAN)

Penyelesaian Pelanggaran HAM dengan melalui jalur hukum seperti mekanisme yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni melalui proses penyelidikan dan penyidikan di Kepolisian RI, dilanjutkan ke Penuntutan oleh Kejaksaan, dalam Persidangan di Pengadilan.

2. NON LITIGASI (DI LUAR PENGADILAN)

Mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM melalui jalur di luar

Pengadilan/Hukum. Sebagai Contoh penyelesaian melalui lembaga Arbitrase,

Mediasi, dan Pelaporan pada Komisi-komisi HAM yang dibentuk (Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak Indonesia), Ombudsman Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Informasi Publik, dll.

3. JUDICIAL REVIEW (PENINJAUAN KEMBALI)

Judicial Review atau Peninjauan Kembali atas sebuat produk kebijakan/hukum,

bisa dilakukan ke Mahkamah Konstitusi (jika substansinya muatan

undangundang), sedangkan PK terhadap ketentuan di bawah UU (Peraturan

Daerah)

MEKANISME PENYELESAIAN INTERNASIONAL

1. REGIONAL

Di masa yang akan datang mekanisme penanganan pelanggaran HAM dapat

dilakukan melalui ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights

(AICHR).

2. GLOBAL/UNIVERSAL

Hampir semua instrumen HAM internasional mengatur tentang mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM. Mekanisme ini dapat ditenukan pada klausul yang mengatur tentang pembentukan badan-badan pemantau, prosedur pelaporan, dan mekanisme penyelesaiannya, serta peran dan kewajiban negara peserta perjanjian terhadap keputusan penyelesaian internasional.

Ada 4 prosedur penyelesaian:

• Prosedur pelaporan oleh negara anggota;

• Prosedur pengaduan antar negara; • Prosedur pengaduan individu;

dan

• Prosedur penyelidikan.

26

PENYELESAIAN HAM MELALUI PROSES LITIGASI

(MELALUI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA)

• UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM:

Pasal 104 (1): Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak

Asasi Manusia di lingkungan Pengadilan Umum.

•

UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM:

Pasal 4: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Pasal 7: Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:

(a). kejahatan genosida;

(b). kejahatan terhadap kemanusiaan.

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN HAM

DI PENGADILAN INTERNASIONAL

• Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai kemauan menegakan HAM.

• Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh Mahkamah Internasional. Jika terjadi, maka kondisi ini tentunya menunjukkan bahwa kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh, di dalam pergaulan internasional.

• Sebagai negara hukum, tentu saja Indonesia tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia mampu menangani sendiri kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah Internasional.

• Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di Indonesia ada proses peradilan untuk menangani masalah HAM terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Peradilan Umum.

PENYELESAIAN HAM MELALUI PROSES NON-LITIGASI

• Ciri utama dalam penyelesaian melalui jalur non

litigasi atau non adjudikasi adalah kesepakatan

pihak-pihak yang berperkara. Apabila kedua

belah pihak sudah sepakat maka perkara

tersebut selesai.

• Sifat non litigasi

a. Penyelesaian sengketa bisa lebih cepat b.

Konfidensial/rahasia (tertutup) c. Tidak formal d.

Penyelesaiannya oleh tim yang professional e.

Putusan final dan mengikat

NON-LITIGASI

(PENYELESAIAN DI LUAR LEMBAGA PERADILAN)

Penyelesaian perkara Pelanggaran HAM melalui mekanisme non-litigasi,

antara lain, sebagai berikut :

1. Negosiasi (dalam UU no 39/1999 ttg HAM disebut dengan konsultasi);

2. Penyelidikan (enquiry). (Hal ini dilakukan untuk menyelidiki latar belakang

timbulnya sengketa, serta fakta-fakta);

3. Mediasi (mediator yang tidak memihak dan netral bekerja dengan pihak

yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan

perjanjian dengan memuaskan. Mediator tidak memiliki wewenang

untuk memutuskan sengketa antara para pihak, namun dalam hal ini

para pihak mengusahakan kepada mediator untuk membantu mereka

menyelesaikan persoalan diantara mereka.);

4. Konsiliasi (upaya untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih

untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian);

5. Arbitrasi ( Para pihak sepakat untuk menyerahkan perkaranya kepada

pengambil keputusan dengan cara-cara yang mereka tentukan

bersama).

PENYELESAIAN EFEKTIF TERHADAP KASUS

PELANGGARAN HAM

• Penyelesaian yang efektif terhadap kasus pelanggaran hak asasi

manusia tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu jenis solusi. Tanpa

solusi komprehensif, upaya-upaya yang dilakukan hanya akan

berlangsung secara tanpa kesinambungan.

• Upaya penyelesaian melalui harus berorientasi pada kepentingan korban.

Bentuk penyelesaiannya dapat menunjang proses demokratisasi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, dan merupakan upaya penciptaan

kehidupan Indonesia yang demokratis, yang menjunjungtinggi hukum

dan dihormatinya hak asasi manusia, dan kebebasan fundamental

• Solusi untuk memenuhi hak para korban pelanggaran HAM, mencakup:

1) penegakan integritas Indonesia sebagai negara hukum,

2) pengungkapan kebenaran dan pengakuan terhadap kebenaran itu,

3) pemulihan martabat dan penghidupan korban,

4) pendidikan dan dialog publik menuju rekonsiliasi,

5) pencegahan keberulangan melalui perubahan kebijakan dan

pembaruan kelembagaan, dan

6) Adanya partisipasi aktif korban.

TERIMAKASIH

UNTUK INFORMASI HAM DI INDONESIA

kunjungi website

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia

Kementerian Hukum dan HAM RI

http://www.ham.go.id