Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail...

34
i Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” Simbol Interaksi Kultural Islam dan Kristen di Desa Alila Timur Kampung Ilawe- Kabupaten Alor Oleh: AYU APRIANY BENU (712014008) TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

Transcript of Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail...

Page 1: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

i

Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail”

Simbol Interaksi Kultural Islam dan Kristen di Desa Alila Timur Kampung Ilawe-

Kabupaten Alor

Oleh:

AYU APRIANY BENU

(712014008)

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 2: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

ii

Page 3: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

iii

Page 4: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

iv

Page 5: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

v

Page 6: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur patut dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

pertolonganNya serta hikmat dan kesehatan yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir ini dengan baik. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami

dalam proses pengerjaannya, tetapi pada akhirnya berhasil menyelesaikannya dengan

baik.Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis sampaikan lewat Tugas Akhir ini. Karena itu

penulis berharap Tugas Akhir ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Tugas Akhir ini adalah bukti dari segala kebaikan Tuhan bagi penulis dan merupakan

akhir dari sebagian perjuangan yang telah penulis lakukan dalam menyelesaikan tugas dan

kewajiban sebagai Mahasiswa selama berada di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana. Tugas akhir ini dibuat selain sebagai persyaratan mencapai gelar sarjana sains dalam

bidang Teologi (S.Si-Teol), penulis pun berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat dan

menjadi berkat untuk menambah wawasan dari para pembaca. Tugas menjaga dan menjalin

keharmonisan dalam keberagaman “agama” merupakan hal penting yang harus terus disadari

bahkan dilakukan oleh berbagai pihak terkhususnya bagi sesama manusia dalam lingkungan

masyarakat setempat.

Penulis

Page 7: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus Sang pemilik kehidupan yang senantiasa memampukan

penulis dalam menjalani pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana, sejak

Tahun 2014-2018, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 di fakultas

Teologi dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol).

2. Untuk kedua orang tua, Bapak Simson Benu dan Mama Dorsila Pulinggomang

juga kakak tercinta Betreda Lexda Benu, kedua adik tercinta Try Indro Afianty

Benu dan Alexander Benu, Ellen, Bapak Yason Benu, Mama Rosalina Fanggi,

Bapak Viktor Dakamoly, Mama Ester Lawalata Bapak Eky Dakamoly, Bapak

Nahor Boimau dan Istri, Bapak Anton Kase dan Istri, Bapak Simson Padalobang

dan Istri dan seluruh keluarga besar Benu-Pulinggomang atas segala dukungan

baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di

UKSW.

3. Untuk kedua dosen wali, Pdt. Mariska Lauterboom dan Pdt. Agus Supratikno

yang telah menjadi orang tua di Kampus dan selalu mendukung penulis untuk

dapat melaksanakan perkuliahan dengan baik.

4. Bapak Izak Lattu, Nelman Weni dan Abraham Silo Wilar yang dengan penuh

kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk dapat menyusun

dan menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen di Fakultas Teologi, Ibu Budi selaku TU singkatnya seluruh staff

atas segala pelayanan, dukungan dan kerja sama bagi kami mahasiswa/i.

6. Pdt Yohanes Boanergis, S.Si Teol selaku supervisor lapangan dalam menjalani

PPL I-IV, Bapak Condrat L. Piga selaku supervisor lapangan untuk PPL V, dan

Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk PPL X

atas segala dukungan, pelajaran di lapangan, serta pengalaman yang telah

dibagikan kepada penulis melalui praktek pendidikan lapangan ini.

7. Kepada seluruh Majelis Jemaat dan warga jemaat wilayah Oelfael, mata jemaat

Ebenhaezer Tuamnanu dan Efrata Tuapisa yang merupakan lokasi penulis dalam

melakukan PPL X. Terima Kasih untuk segala kerja sama, dukungan dan doa

yang diberikan.

Page 8: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

viii

8. Sinode GMIT yang menjadi wadah pendukung dalam melakukan PPL X di

wilayah GMIT.

9. Kepada seluruh tokoh masyarakat dan umat Muslim dan Kristen di Kampung

Ilawe yang telah berpartisipasi dan mendukung penulis dalam melakukan

penelitian tugas akhir ini sampai selesai.

10. Kepada kakak Alexander Pulinggomang dan Nona Nuban yang memperkenalkan

kampus UKSW dan yang senantiasa mendukung penulis dalam menyelesaikan

pendidikan di Fakultas Teologi UKSW.

11. Kepada sahabat sekaligus saudara“Selvy Putry Fabiola Dakamoly, S.Si-Teol”,

yang selalu mencintai dan mendukung dari awal perkuliahan hingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan di UKSW ini dengan baik.

12. Kepada orang terdekat, “Marthen Fernando Yiwa” atas segala kasih sayang, sikap

pengertian, dukungan, semangat dan doa sehingga penulis bisa melewati masa

pendidikan ini dengan baik.

13. Saudara-saudara dan sahabat yang jauh VtS (Bertha, Windy, Wasti, Erni dan

Viky), F6 (Sry, Jeni, Riefky, Anty, Sherly, dan Lian), Doranti Anie, Marella Pella,

dan di tanah rantau yang telah mendukung penulis Utimena (Yulfan , Denis,

Eman, Jeany, Omi, Mauren, Nathalia, Lily, Ka Egy, Ka Ona, Egy), Ka Agnes, Ka

Inya, Ona, Jean, Dian, Mia, Ka Angel, Ka Uke, Sasa, Majesti, Ira, Ka Nirwa,

Tere, Elda, Nadia, Novi.

14. Teman-teman kost Adelphous yang selalu menjadi keluarga di kota kecil ini.

15. Teman-teman Teologi 2014, IMPAS dan IKMASTI untuk kebersamaan, canda

tawa, pengalaman hidup bersama dalam menyelesaikan pendidikan di fakultas

Teologi ini.

16. Terima kasih untuk orang-orang terdekat yang pernah hadir memberikan

dukungan, motivasi dan doa dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Page 9: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT………………………………………………….....ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES.……………………………………………iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………………..iv

LEMBAR PENGESAHAN……………………………….……………………................v

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...vi

UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………………….vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..ix

MOTTO…………………………………………………………………………………..xi

ABSTRAK……………………………………………………………………………….xii

Pendahuluan.

Simbol, Komunikasi dengan Budaya, dan Dialog Lintas Agama

Pandangan Mengenai Keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail di Kampung Ilawe

Gambaran Tempat Penelitian

Sejarah Masjid Isak

Sejarah Gereja Ismail

Keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail di Kampung Ilawe

Relasi Masyarakat Islam dan Kristen di Kampung Ilawe

Masjid Isak dan Gereja Ismail Sebagai Simbol Interaksi Kultural

Daftar Pustaka

Page 10: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

x

MOTTO

Serakanlah segala kekuatiranmu

kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara

kamu.

1 Petrus 5:7

Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu

ia diberikan tidak mendatangkan

sukacita, tetapi dukacita. Tetapi

kemudian ia menghasilkan buah

kebenaran yang memberikan damai

kepada mereka yang dilatih olehnya.

Ibrani 12:11

Jangan pernah berhenti untuk

“berdoa”.

-Mama us-

Page 11: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

xi

Abstrak

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam tulisan ini adalah

mendeskripsikan dan menganalisa pandangan masyarakat kampung Ilawe

mengenai keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail dan keberadaan Masjid Isak

dan Gereja Ismail di Kampung Ilawe yang dapat menjadi simbol interaksi kultural

di kabupaten Alor. Keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail di kampung Ilawe

yang mengikat tali persaudaraan sekelompok masyarakat yang ada di Ilawe dan

dapat menjadi simbol interaksi kultural bagi masyarakat di kabupaten Alor.

Metode penelitian yang digunakan penulis ialah pengumpulan data untuk

mendapatkan gambaran mengenai obyek yang akan diteliti. Pendekatan yang

dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian survei yakni

wawancara. Ini dilakukan agar penulis dapat mengetahui bagaimana pandangan

masyarakat kampung Ilawe mengenai keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail di

kampung Ilawe. Keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail ini juga dapat menjadi

simbol interaksi kultural di kabupaten Alor. Kesimpulan dari penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah masjid Isak dan gereja Ismail diterima bahkan

menjadi simbol interaksi kultural dalam dialog lintas agama masyarakat di

kampung Ilawe dan bagi seluruh masyarakat yang berada di kabupaten Alor.

Kata Kunci : Masjid Isak dan Gereja Ismail, Simbol, Budaya, Dialog

Page 12: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

1

Pendahuluan

Hubungan Kristen-Islam di Indonesia, pada salah satu aspeknya mewarisi “beban

sejarah” dari para pendahulunya, yaitu para pembawa kedua agama: Islam hampir identik

dengan Arab (Timur Tengah) dan Kristen dengan Barat. Oleh karena itu, Kristen dan Islam,

sekalipun tidak disangkal ada aspek teologisnya, tetapi tidak pernah “telanjang” sebagai

konflik teologis saja. Konflik itu lebih dominan dilatarbelakangi oleh pertentangan dua pola

budaya.1 Budaya pada waktu itu dipahami bahkan ditiru secara harafiah dan tidak melihat

konteks kehidupan saat ini sehingga masyarakat masih terjebak dalam konflik antaragama.

Agama-agama, seperti Kristen dan Islam adalah agama misioner dan kedua agama tersebut

sekarang hidup dan berkembang dalam konteks yang baru, konteks kemerdekaan nasional

yang sudah berada dalam era yang baru. Persoalan antaragama bukanlah suatu hal yang baru,

bahkan sejak dahulu telah ada. Kalau kita mencermati sejarah Indonesia dengan baik konflik-

konflik yang terkesan bermotif agama ini sudah banyak terjadi.

Pada masa-masa permulaan terbentuknya negara ini, kita mengenal sejumlah

pemberontakan yang kelihatannya mempunyai motivasi agama dan tujuannya juga seakan-

akan memperjuangkan kepentingan agama tertentu, misalnya pemberontakan Darul

Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.2 Permasalahan

lain juga yakni yang berkaitan dengan mengatasnamakan agama yang dilakukan oleh oknum-

oknum tertentu untuk kepentingannya, sehingga timbulnya banyak konflik antar-umat

beragama misalnya rumah ibadah digusur dan dibakar, adanya teror antar-umat beragama,

dsb. Hal-hal tersebut membuat masyarakat terjebak dan tidak dapat membangun kerukunan

antaragama, baik dalam suatu komunitas yang kecil maupun komunitas yang besar.

Sebenarnya persoalaan antaragama merupakan sebuah persoalan yang muncul disebabkan

setiap agama memiliki tradisi dan pemikiran keagamaannya yang berbeda-beda.

Bagaimanapun dalam mengambil keyakinan dasariah keagaamaan, kita tidak diharuskan

untuk berasumsi bahwa semua pengalaman religius secara sederhana salah atau bahwa semua

kepercayaan religius secara sederhana benar.3 Setiap umat beragama tidak dapat mengatakan

agamanya yang paling baik dan benar, walaupun agama tersebut merupakan yang paling

dominan. Setiap umat beragama mencari pembenaran dan kelayakan untuk diakui, sehingga

muncul berbagai sikap yang diambil untuk mengatasinya, yakni sikap-sikap yang merupakan

1 Bambang Norsena, Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam, (Yogyakarta: ANDI, 2001), 3

2 Anderias. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 100

3 John Hick. Tuhan Punya Banyak Nama, (Yogyakarta: Institut DIAN, 2006), 107

Page 13: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

2

kekhasan kultur tersendiri dalam menjalin relasi antar umat beragama di berbagai daerah-

daerah tertentu. Oleh karena, dengan dialog saja belum cukup menjawab keharmonisan

dalam relasi antar umat beragama.

Inilah yang terjadi di desa Alila Timur, kampung Ilawe-Kabupaten Alor, dimana

mereka menjadikan Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” ini sebagai simbol interaksi kultural

bagi Islam dan Kristen. Kabupaten Alor merupakan sebuah kabupaten kecil yang terletak di

provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat di Alor pada umumnya terdapat dua

komunitas agama yang dominan, yang satu adalah orang gunung (Kristen) dan yang satunya

adalah orang pesisir (Islam). Kampung Ilawe adalah salah satu kampung yang berada di

kabupaten Alor tepatnya di desa Alila Timur. Keharmonisan antaragama di kampung Ilawe

sudah ada sejak dahulu dan hubungan antaragama ini bukan merupakan hubungan yang

formal tetapi sejak awal kultural, yakni suatu hubungan bukan saja berdasarkan agama yang

ada dalam dirinya tetapi suatu hubungan berdasarkan hidup manusia. Sikap toleransi ini juga

terwujud dalam penerimaan Harmony Award 2016 yakni penghargaan tertinggi bidang

kerukunan dari pemerintahan pusat yang diberikan oleh Menteri Agama RI kepada Bupati

Alor4. Sikap-sikap ini tercermin melalui beberapa desa yang ada di Alor juga, salah satunya

dapat dilihat melalui pemberian nama kepada rumah ibadat yang unik, yakni Masjid “Isak”

dan Gereja “Ismail” yang dapat kita jumpai di kampung Ilawe, desa Alila Timur-Kabupaten

Alor.

Sesuatu yang menarik juga dapat dijumpai di kampung Ilawe yaitu umat Muslim

berpartisipasi dalam kegiatan hari raya umat Kristen dan pembangunan gedung ibadat begitu

pula sebaliknya, tidak heran jika hari raya Idul Fitri dan Natal merupakan perayaan bersama

bagi semua kalangan masyarakat di kampung Ilawe. Peran sebagai masyarakat tentu

dibutuhkan, sebab sebagai warga negara kita perlu mewujudkan keharmonisan sebagai sikap

hidup terlebih dahulu. Untuk mengembangkan sikap ini tentu didorong melalui berbagai

macam cara, seperti mengembangkan budaya-budaya dalam kehidupan masyarakat dan dapat

memanfaatkan nilai-nilai budaya-budaya yang ada dalam suatu masyarakat tersebut dalam

membangun keharmonisan antaragama.

Agama berkenan dengan masa depan dan harapan, memberikan jaminan, bahwa yang

diharapkan dapat terwujud. Agama tidak mengurung manusia didalam sebuah keamanan

4 https://ntt.kemenag.go.id/berita/462749/alor-menerima-harmony-award-tahun-2016. Diakses pada 28

Februari 2017

Page 14: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

3

yang pasti, tetapi menunjukkan orang sebuah wilayah baru yang mesti dituju, menghantar

orang keluar dari kepastian diri dan lingkungannya untuk mewujudkan idaman terdalam umat

manusia. Iman sebagai keyakinan terdalam dan pribadi manusia mempunyai daya untuk

mengubah dirinya dan dunianya.5 Masyarakat harus dapat mewujudnyatakan itu dalam

praktek hidupnya dan menyatakan perubahan dalam relasinya dengan sesamanya, sehingga

setiap masyarakat merasakan kedamaian, kesejahteraan dan tidak saling mendominasi dan

menguasai yang lain. Ketika agama saling berjumpa, mereka dapat saling memperkaya, dan

juga saling menghancurkan. Agama-agama mungkin tidak saling sepadan meskipun mungkin

ada beberapa ciri yang sama. Setiap agama itu unik dengan keunikan dari setiap keberadaan

yang riil.6 Perubahan untuk mewujudkan masyarakat inklusif, damai dan saling menghargai

dengan sikap-sikap hidup yang memasukan nilai-nilai budaya yang ada dalam membangun

keharmonisan antar umat beragama.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah

penelitiannya adalah apa pandangan masyarakat, baik umat Islam dan Kristen di Kampung

Ilawe tentang keberadaan Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” dan agaimana Masjid “Isak” dan

Gereja “Ismail” dapat menjadi simbol interaksi kultural dalam kehidupan Islam dan Kristen

di Kabupaten Alor. Dengan adanya rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak

dicapai oleh penulis dalam tulisan ini adalah mendeskripsikan dan menganalisa pandangan

umat Islam dan Kristen di Kampung Ilawe tentang keberadaan Masjid “Isak” dan Gereja

“Ismail” dan menjelaskan Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” dapat menjadi simbol interaksi

kultural bagi keharmonisan Islam dan Kristen di Kabupaten Alor.

Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ialah pengumpulan data untuk

mendapatkan gambaran mengenai obyek yang akan diteliti. Pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian survei yakni wawancara. Metode

wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan

lisan dari seseorang yang disebut resopoden melalui suatu percakapan yang sistematis dan

terorganisasi. Karena itu, wawancara merupakan percakapan yang berlangsung secara

sistematis dan terorganisasi yang dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara (interviewer)

5 Paulus Budi Kladen, Dialog Antaragama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Whitehead, (Maumere:

Ledalero, 2002), 122

6 John Hick dan Paul F. Knitter, Mitos Keunikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 178

Page 15: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

4

dengan sejumlah orang sebagai respoden atau yang diwawancara (interviewee) untuk

mendapatkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hasil

percakapan tersebut dicatat atau direkam oleh pewawancara.7

Penelitian ini bertempat di Nusa Tenggara Timur, tepatnya Masjid “Isak” dan Gereja

“Ismail” yang terletak di desa Alila Timur kampung Ilawe-Kabupaten Alor. Pengambilan

data dari penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara kepada yang Pertama, tokoh

agama dan pengurus dari Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail”. Kedua, beberapa warga yang

ada di desa Alila Timur yang merupakan bagian dalam Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail”.

Simbol, Komunikasi dengan Budaya, dan Dialog Lintas Agama

Secara etimologis simbol dan simbolisasi diambil dari kata Yunani sumballo

(sumballein) yang dapat mempunyai beberapa arti, ialah berwawancara, merenungkan,

memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan8. Ada definisi simbol

menurut beberapa ahli dengan konteks dan perkembangan zamannya masing-masing. Adapun

salah satunya yang merupakan definisi termasyur dalam zaman modern yakni yang ditulis

oleh A.N. Whitehead dalam bukunya yang berjudul Symbolism, Ia menulis9:

Pikiran manusia berfungsi secara simbolis apabila beberapa

komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan,

perasaan, dan gambaran mengenai komponen-komponen lain

pengalamannya.

Lebih dari satu abad sebelumnya, Goethe yang menyatakan bahwa simbolisme yang

sejati adalah yang khusus mengungkapkan yang universal sebagai wahyu yang hidup.

Adapun juga Coleridge yang mengatakan bahwa sebuah simbol sesungguhnya “mengambil

bagian dalam realitas yang membuatnya dapat dimengerti”. Sehingga makna simbol tersebut

bisa dipahami dengan baik dan tidak mengurangi makna yang ada dari sebuha simbol.

Erwin Goodenough dalam telaahannya yakni Jewish Symbols in Graeco-Roman

Period, mendefinisikan simbol sebagai berikut10

:

Simbol adalah barang atau pola yang, apa pun sebabnya, bekerja pada

manusia, dan berpengaruh pada manusia, melampaui pengakuan

7 Uber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama,2009), 312

8 Majalah kebudayaan umum basis. 16

9 F.W. Dilistone, The Power of Symbols, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), 18

10 Dilistone, The Power of Symbols, 19

Page 16: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

5

semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk

yang diberikan itu.

Menurutnya simbol memiliki makna yang lebih, nilainya tersendiri, dan memberikan

daya kekuatannya tersendiri untuk menggerakan kita. Daya dari kekuatan simbol itu sendiri

yang adalah bersifat emotif, artinya dapat merangsang orang untuk bertindak sehingga inilah

yang merupakan bagian dari cirinya yang dianggap hakiki.

Dari beberapa pengertian simbol diatas, adapun F. W. Dillistone melihat simbol sebagai

berikut:

1. Sebuah ata atau barang atau objek atau tindakan atau peristiwa atau

pola atau pribadi atau hal yang konkret.

2. Yang mewakili atau menggambarkan atau mengisyaratkan atau

menandakan atau menyelubingi atau menyampaikan atau mengguggah

atau mengungkapkan atau mengingatkan atau merujuk kepada atau

berdiri menggantikan atau mencorakkan atau menunjukkan atau

berhubungan dengan atau bersesuain dengan atau menerangi atau

mengacu kepada atau mengambil bagiam dalam atau menggelar

kembali atau berkaitan dengan;

3. Sesuatu yang lebih besar atau transenden atau tertinggi atau

terakhir: sebuah makna, realitas, suatu cita-cita, nilai, prestasi,

kepercayaan, masyarakat, konsep, lembaga, dan suatu keadaan.11

Sehingga baginya simbol menggabungkan dan juga menghubungkan. Setiap individu

sebenarnya telah dibentuk dalam sebuah sistem simbol yang sama meskipun sumbangannya

sendiri atas simbol dapat mengubahnya namun sumbangan ini tidak berarti dapat

menggantikan sistem simbol itu. Simbol-simbol dan masyarakat sebenarnya salin memiliki

dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Sebuah simbol juga dapat

membukakan pintu kepada sebuah dunia yang lebh besar.12

Sebagaiman yang tercantum diatas adapun pengertian simbol yang berbeda, misalnya

dari Anthony Cohen, menurutnya simbol merupakan bagian yang tak terlepas dari kata

“komunitas”, karena komunitas adalah bagian dari budaya, mitos, ritual dan simbol.

Simbolisme menurutnya adalah mungkin secara eksplisit seperti, misalnya dalam ritual yang

membedakan antara peran, antara hidup dan mati, antara tahap dan status dalam siklus hidup,

antara jenis kelamin, antara generasi dan antara murni dan yang tercemar. Komunitas

hanyalah simbol yang mengekspresikan batas.13

11

Dilistone, The Power of Symbols, 20 12

Dilistone, The Power of Symbols, 23-25 13

Anthony Cohen, The Symbolyc Construction of Community, (London and New York: Taylor & Francis e-Library,

2001), 15

Page 17: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

6

Komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan nonverbal,

sebagaiman bahwa perilaku tersebut dapat disebut komunikasi jika itu melibatkan dua atau

lebih orang. Komunikasi juga terjadi jika suatu sumber membangkitkan respon pada

penerima melalui penyampaian suatu pesan yang akan disampaiakan baik itu dalam bentuk

tanda ataupun simbol, daalam bentuk verbal maupun nonverbal, tanpa harus memastikan

bahwa kedua pihak yang sedang berkomunikasi mempunyai suatu sistem simbol yang

sama.14

Dalam konteks komunikasi antarbudaya, komunikasi sebenarnya tidak harus

dirancang atau disengaja, karena itu akan sulit untuk didefinisikan. Komunikasi berdasarkan

kesengajaan akan sulit dan sempit untuk mencari maknanya dalam memahami komunikasi

antarbudaya. Komunikasi terjadi dengan baik jika makna yang terdapat dalam pesan dapat

tersampaikan. Komunikasi antarbudaya juga meliputi pemaknaan atas simbol. Adapun dua

konsep komunikasi yang terdapat dalam komunikasi antarbudaya yakni pertama, komunikasi

humanistik dan kedua, komunikasi mekanistik. Pertama, “model komunikasi humanistik

mengasumsikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi adalah setara dan

mengakui bahwa kata-kata dan perilaku nonverbal yang sama dapat dimaknai secara berbeda

oleh orang-orang berbeda budaya”, kedua, “model komunikasi mekanistik lebih sesuai untuk

komunikasi massa, atau paling banter komunikasi publik, yang menekankan efek

komunikasi, yakni sejauh mana hasilnya sesuai dengan tujuan komunikator sebagai

penyampai pesan”. 15

Dalam buku Deddy Mulyana ini juga menekankan komunikasi yang lebih mengarah

pada pengaruh budaya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ia mengatakan bahwa

komunikasi juga pada dasarnya adalah suatu representasi budaya. Budaya adalah komunikasi

dan komunikasi adalah budaya. Budaya dan komunikasi berinteraksi secara dinamis, namun

dalam perkembangannya juga budaya yang tercipta pun dapat mempengaruhi cara

berkomunikasi dan berinteraksi anggota budaya yang bersangkutan.16

Adapun definisi budaya menurut beberpa ahli17

: Geert Hofstede yang mendefinisikan

budaya sebagai pemograman kolektif yang membedakan anggota-anggota suatu kategori

lainnya dan Ia juga menyebutkan bahwa nilai-nilai adalah inti suatu budaya. Sementara iyu,

menurut Trenholm dan Jensen budaya itu sebagai seperangkat nilai, kepercayaan, norma dan

14

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 3 15

Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, 5 16

Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, 14 17

Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, 14-15

Page 18: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

7

adat-istiadat, aturan dan kode yang secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang,

yang kemudian mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka kesadaran bersama.

Dalam pemahaman keduanya, budaya ini dapat menjadi pemandu kita untuk mempersepsi

dunia, bagaiman kita dapat berpiir teantang diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang

lain dan juga bagaimana kita menetapkan dan mencapai tujuan kita dalam mepertukarkan

pesan kita dengan orang lain.

Sejalan dengan pendapat di atas, Deddy Mulyana peran budaya sangat besar dalam

kehidupan kita. Baik dalam berinteraksi dengan sesama kita. Apa yang kita pikirkan dan

pilihan tindakan kita juga adalah hasil dari apa yang muncul dalam budaya kita. Pandangan

dunia mempengaruhi pemaknaan suatu pesan. Pandangan dunia yang dimaksudkan adalah

seperangkat sikap, kepercayaan, dan nilai yang dianut seseorang atau sekelompok orang yang

diasuh dalam suatu budaya. Pandangan dunia juga sebagai suatu aspek penting budaya yang

mewarnai pandangan individu tentang posisi dirinya dalam hubungannya dengan

lingkungannya.18

Agama merupakan gejala yang boleh dikatakan universal dalam kehidupan manusia,

karena sebagian besar manusia di dunia hidup dengan berbagai latarbelakang lingkungan,

iklim dan budaya, menganut salah satu atau sesuatu agama.19

Di tanah air manusia hidup dan

berkembang dengan berbagai agama. Oleh karena itu, mau tak mau ada pertemuan antara

agam yang satu dengan agama yang lainnya, sehingga penganut agama yang satu bergaul

dengan para penganut agama yang lainnya. Pertemuan antaragama dapat terjadi dalam

beberapa proses, yakni sinkretisme, adaptasi, akultirasi atau inkulturasi. Dalam pertemuan

antaragama ini juga umat agama dapat menghadapi agama lain dengan beberapa sikap, yakni

indiferentis, relativistis, menghargai, tidak aman, dan fanatis dan dalam hubungan

antaragam, tidak hanya terjadi proses saling mempengaruhi, atau terbentuk berbagai sikap

terhadap agama lain, tetapi juga ada terjadinya pergaulan antaraberbagai para penganut

agama tersebut. Dalam pergaulan itu para penganut agama dapat bersikap apologetis,

polemis, persaingan, toleransi dan dialog.20

Pertama, apologis yang berasal dari kata Yunani apo yang berarti dari, jauh dari,

dan logos yang berarti kata, pikiran, alasan. Apologos berarti pembelaaan. Sikap apologetis

adalah sikap membela agama yang dianut oleh seseorang. Dalam hal ini orang tersebut akan

18

Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, 32 19

AM. Hardjana, Penghayatan Agama: Yang Otentik & Tidak Otentik, (Yogyakarta: Penerbir Kanisius, 1993), 9 20

Hardjana, Penghayatan Agama: Yang Otentik & Tidak Otentik, 101-110

Page 19: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

8

membela agamanya yakni membela isi iman dan ajaran agamnya yang diserang oleh

penganut agama lain. Kedua, polemis berasal dari kata Yunani polemos yang berarti perang.

Sikap polemis menciptakan “senjata” untuk mengalahkan para penganut agama lain dan

melumpuhkan kegiatan mereka, senjata tersebut dapat berupa media tertulis, audia, audio-

visual di mana isi iman dan ajaran yang dianut oleh orang lain dibeberkan dan dicari

kelemahannya untuk diserang. Ketiga, persaingan yang bentuknya dapat tertutup dan terbuka.

Tertutup apabila terjadi secara diam-diam dan terbuka berarti akan menonjolkan

kebaikannya, kebenarannya dan kelebihannya masing-masing. Keempat, toleransi berasal

dari kata Latin tolerare yang berarti menanggung, membiarkan, dan menderita. Sikap ini

adalah sikap lunak, membiarkan dan memberi keleluasan kepada para penganut agama lain.

Toleransi dapat terbatas pada ajaran, yakni yang disebut dengan toleransi dogmatis,

sedangkan yang tidak terbatas pada ajaran melainkan sampai pada pelaksanaan praktis

disebut sebagai toleransi praktis. Kelima atau yang terakhir adalah dialog. Dialog berasal dari

kata Yunani dialogos yang berarti pembicaraan atau perbincangan. Dalam dialog para

penganut agama yang berbeda bertemu dan mengadakan pembahasan bersama untuk saling

mencari pengertian dan pemahaman. Tujuannya adalah bersama-sama mencari kebenaran

universal yang terdapat dalam ajaran agama masing-masing. Landasannya adalah untuk

saling menghargai dan kesedian untuk belajar satu sama lain, karena kedua belah pihak sadar

bahwa Tuhan yang diimani adalah Maha Besar.21

Menurut Franz Magnis-Suseno ada berbagai bentuk dialog antara-agama yang ada di

Indonesia. Ada dialog agak resmi yang disponsori oleh Departemen Agama atau pelbagai

instansi dan tingkat pemerintah. Ada banyak dialog dalam bentuk seminar hubungan antar-

agama dan tentu juga ada banyak dialog informal pada pelbagai kesempatan dan juga dialog

lokal yang melibatkan umat setempat. Namun baginya dengan adanya dialog juga

permasalahan antar-agama masih saja merajalela. Bagi Franz sendiri dialog anta-agama

merupakan gejala yang sangat baru. Dalam tulisanya tentang dialog Kristen-Islam Franz

sependapat dengan Abdurrachman Wahid yang pernah mengatakan bahwa “agama-agama

yang berbeda tidak mngkin diadakan dialogtentang agama-agama mereka yang tentu

mungkin adalah dialog dengan tujuan untuk saling mengenal dengan lebih baik, sehingga

pelbagai prasangka dan salah paham berkurang. Mungkin juga dengan mengadakan sharing

21

Hardjana, Penghayatan Agama: Yang Otentik & Tidak Otentik, 110-115

Page 20: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

9

pengalaman rohani masing-masing, akan tetapi hal itu mengandaikan sikap batin dari para

peserta yang merasa dewasa, matang dan terbuka”.22

Dalam tulisan Gavin D’Costa, mengatakan bahwa “dialog” bukan satu-satunya

bentuk yang harus diambil dalam hubungan antaragama, kini sebenarnya kita harus bertanya

tentang tuntutan untuk mengadakan dialog, kebutuhan akan dialog, kemampuan orang untuk

terlibat dalam dialog dan martabat yang harus diberikan pada dialog antara agama-agama.

Gavin mengatakan bahwa ia percaya kairos khusus yang dibutuhkan untuk mengadakan

dialog yang bermanfaat. Menurutnya dialog tidak secara universal terjadi diantara semua

bangsa dan komunitas dan nyaris ada metode yang dapat diterapkan secara universal untuk

melanjutkan dialog yang bermanfaat. Ia belajar dari pengalamannya ketika mengikuti dialog

di Praha, yakni dialog Kristen-Marxis. Menurutnya dari apa yang telah ia pelajari seseorang

tidak kehilangan identitas dalam dialog melainkan dapat mencapai pemahaman yang lebih

mendalam tentang identitas tersebut. Adapun dari kairos dialog Kristen-Marxis, Ia

menyimpulkan ada sejumlah pelajaran yang dapat ditarik23

:

Harus ada konflik yang mengancam kehidupan. Pemecahannya,

dialog menawarkan berbagai harapan.

Semua peserta harus terlibat dalam dialog tersebut dari dalam

konteks iman atau pandangan dunia mereka sendiri. Dialog yang tidak

berkisar tentang persoalan kebenaran akan tetap tidak relevan.

Semua orang harus sadar akan orang-orang yang baginya mereka

dan mitra dialog mereka bicara.

Dialog tidak boleh dilaksanakan “demi kepentingan dialog”.

Sebaliknya, motivasinya harus berpijak pada mengubah kondisi yang

mengancam kehidupan, dengan kata lain, diarahkan pada berbagai

konsekuensi praktis.

Adapun dialog dengan cara yang berbeda. Seperti alam tulisan Izak Lattu mengenai

Performative Interreligious Engagement: Memikirkan Sosiologi Hubungan Lintas Agama,

ada banyak sekali ahli yang menyatakan bahwa dialog lintas agama adalah hal utama dalam

masyaratkat multikulutural kontemporer. Ada tiga pemikiran tokoh yang disebutkan dalam

tulisan ini adalah pertama, Leonard Swidler, yang menjelaskan bahwa dialog adalah satu

bentuk percakapan untuk mencari tujuan bersama masyarakat lintas agama. Dalam

pemahaman Swidleer, dialog juga adalah proses formal yang membutuhkan percakapan

resmi. Kedua, Nancy Ammerman yang melihat dialog sebagai sebuah proses dari interaksi

22

Olaf Herbert Schumann, Agam Dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001), 20 dan 27 23

Gavin D’Costa, Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2002), 252-254

Page 21: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

10

keseharian. Baginya, dialog agam dapat menjadi “everyday strategis of action”. Strategi ini

melebihi dari ruang agama dan budaya dengan mengambil latar belakang yang dapat

dijadikan pertemuan kehidupan dari masyarakat modern. Sejalan dengan pemikirannya, ada

seorang tokoh Diana Eck menegaskan juga bahwa dialog dalam kehidupan masyarakat

didasarkan pada aktivitas keseharian dan hubungan yang biasa dari masyarakat secara umum.

Dalam konteks ini juga bahwa aktivitas keseharian menjadi modal budaya bagi hubungan

lintas agama.24

Dalam tulisan ini Izak menegaskan bahwa percakapan berdasarkan keseharian setidaknya

terjadi di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Dalam konteks Indonesia, dialog setiap hari

menjadi perhatian bersama bagi masyarakat secara keseluruhan. Kehidupan masyarakat

Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa perhatian pada kesukaan dan kedukaan

dalam kehidupan bertetangga menjadi kunci dialog keseharian. Para ahli hubungan lintas

masyarakat juga memang telah meneliti peran penting hubungan keseharian bagi integrasi

sosial. Dalam tulisan ini, misalnya Jurgen Habermas, yang telah menegaskan bahwa

hubungan keseharian penting bagi dialog dalam wilayah publik. Komunikasi keseharian

dalam pemahaman Habermas adalah cara paling efektif untuk membangun hubungan saling

mempengaruhi dalam komunikasi di wilayah publik.25

Pandangan mengenai keberadaan masjid Isak dan Gereja Ismail di kampung Ilawe

Gambaran Tempat Penelitian

Kabupaten Alor terletak di NTT (Nusa Tenggara Timur) dan merupakan salah satu

Kabupaten dari 16 Kabupaten yang ada di NTT. Kabupaten Alor memiliki 15 pulau, yakni 9

pulau dihuni penduduk dan 6 pulau belum/tidak berpenghuni. Luas wilayah daratan 2.864,64

km², luas wilayah perairan 10.773,62 km² dan panjang garis pantai 287,1 km1 . Secara

geografis daerah ini terletak di bagian utara dan paling timur dari wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Timur pada 8º6’LS - 8º36’ LS dan 123º48’ BT - 125º48’ BT. Batas alam

Kabupaten Alor disebelah utara dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan Selat Ombay,

24

Izak Lattu, et.al., Sosiologi Agama. Pilihan Berteologi di Indonesia, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), 282 25

Izak Lattu, et.al., Sosiologi Agama. Pilihan Berteologi di Indonesia, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), 283

Page 22: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

11

sebelah timur dengan Selat Wetar dan perairan Republik Demokratik Timor Leste dan

sebelah barat dengan Selat Alor (Kabupaten Lembata).26

Masjid Isak dan Gereja Ismail terletak di desa Alila Timur kampug Ilawe yang berada

di Kabupaten Alor. Kampung ini terbagi menjadi dua, yakni bagian pegunungan dan pesisir.

Keberadaan kedua tempat Ibadah ini sudah terbilang lama. Kedua gedung ibadah ini memilki

jarak atau letak yang tidak jauh, yakni ±500m. Di Kabupaten Alor terdiri dari dua wilayah

yakni pesisir dan pegunungan. Kampung Ilawe sendiri merupakan daerah pesisir yang juga

adalah bagian dari tempat yang paling banyak dihuni oleh umat Islam. Sebagian besar mata

pencaharian penduduk di kampung tersebut adalah nelayan dan semua masyarakat yang

berada dalam kampung ini adalah “satu dara” atau masih memiliki hubungan darah dekat

antara satu dengan yang lainnya. Dikarenakan, hampir seluruh masyarakat yang berada di

kampung Ilawe saling “kawin-mawin” sehingga baik umat Muslim maupun Kristen bisa jadi

adalah sedarah.

Kehidupan masyarakat di kampung Ilawe juga tergolong sulit, karena faktor jauh dari

kota dan masih banyak masyarakat yang belum mengenal perubahan-perubahan kehidupan

sosial masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Latar belakang pendidikan

masyarakat yang ada di kampung Ilawe juga terbatas, sehingga pengetahuan mereka tentang

agama, politik, sosial, ekonomi, dsb juga minim. Tetapi, perlu diketahui bahwa masyarakat

yang ada di kampung ini mempunyai banyak rekan keluarga (saudara, anak) yang juga

sarjana.

Sejarah Gereja Ismail

Dari masa ke masa, dalam suasana pergumulan hidup sekelompok kecil anggota jemaat

yang terletak di desa Alila Timur-Ilawe Kec. Kabola Kabupaten Alor, timbulah hasrat yang

meluap untuk ingin mendirikan sebuah pondok untuk beribadah. Dalam kemampuan yang

terbatas mereka beupaya untuk menjawab niat mereka, tidak tinggal diam keluarga yang

beragama Islam juga turut mendukungnya. Niat mereka dikabulkan oleh Tuhan dan berhasil

dibangunnya sebuah pondok. Anggota jemaat mula-mula teridiri 8 KK yang beranggota 20

orang. Rencana telah terjawab dan mulai beribadah setiap minggu. Pada saat itu mereka

sudah mulai mengatur tata cara ibadah mereka secara singkat sesuai dengan kemampuan

mereka dan mengadakan pelayanan sesuai kondisi jemaat yang ada dalam perkumpulan

peribadatan yang ada. Perkumpulan ibadah mereka mulai berjalan sebagaimana mestinya.

26

https://www.bappenas.go.id/files/3113/5228/3135/9.pdf

Page 23: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

12

Selang beberapa tahun mereka mulai mengadakan perencanaan membangun rumah ibadah

yang baru dengan ukuran yang besar dalam bentuk fondasi yang berukuran 18x7 m. Pada

tahun 1940-an rencana pembangunan dimulai dengan menguumpulkan bahan lokal dan non

lokal berupa batu, pasir, semen. Pembangunan rumah ibadah berhasil dibangun dan

penggunaan rumah ibadah sudah dapat dipergunakan untuk beribadah. Dengan kebersamaan

kegotong royongan pada saat itu mempererat kekeluargaan yang bermartabat, tidak ada

penekanan yang memecah belah karena anggota jemaat yang mula-mula diatur secara hukum

adatia, maka mayoritas jemaat pertama ada yang berasal dari agama Islam akibat kawin

mawin dengan tidak cara paksaan tetapi dalam bentuk kekeluargaan. Karena juga

pembangunan rumah ibadat ini dibantu dan diselesaikan oleh kebanyakan saudara/i dari

Islam maka rumah ibadat ini pun diberi nama Mata Jemaat Ismail.

Dengan demikian kegiatan pembangunan gereja berjalan dengan lancar atas dasar

persaudaraan. Tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh adat mengambil kesimpulan dan

pemahaman tentang pemberian nama gereja.

Penetapan pemberian nama gereja Ismail atas dasar :

1. Gereja ini didirikan atas dasar musyawarah mufakat.

2. Gereja ini didirikan atas dasar kekeluargaan dengan menghormati

adat istiadat, kawin mawin yang tidak menimbulkan sebab akibat

dari dulu sampai sekarang.

3. Gereja ini didirikan atas dasar amanat kitab suci, yaitu : Ismail dan

Isak orang kakak adik, kedua-duanya anak Abraham/Ibrahim.

Atas dasar-dasar tersebut diatas maka dengan resmi papan nama gereja dipasang pada

tanggal 25 Mei 2006. Untuk tahun berdirinya adalah tanggal 25 Mei 1949. Dengan

pemahaman ini umat Islam dan Kristen di Alila, khusus desa Alila Timur, tidak ada isu sara

yang mengacaukan, toleransi antar umat beragama di Ilawe desa Alila Timur sampai

sekarang, begitulah tegas Narasumber III.27

Sejarah Masjid Isak

Pada awalnya, kampung Ilawe bagian pesisir tidak dihuni oleh masyarakat beragama

Kristen. Sebelum tahun 1940-an, nenek moyang dahulunya tinggal di kampunng-kampung di

gunung dan mata pencaharian mereka bercocok tanam, kepercayaan mereka adalah percaya

27

Hasil wawancara dengan A. O 18 Agustus 2017

Page 24: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

13

pada roh-roh halus dan pada kekuatan gaib. Namun, setelah tahun 1940, berdirilah tokoh-

tokoh agama Islam untuk memberikan pemahaman tentang ajaran agama Islam. Dengan

pemahaman ajaran agama, maka berubalah keyakinan mereka untuk menerima ajaran agama

Islam ini sebagai agama mereka, dengan tidak dipaksa. Pada saat itu sebagian nenek moyang

berubah keyakinannya menjadi agama Islam, meskipun demikian mereka tidak cerei berai

dalam satu ikatan keluarga. Dengan kehadiran agama Islam, tokoh-tokoh masyarakat

mengadakan musyawarah mufakat untuk mereka berpindah dari gunung ke pantai, untuk

lebih dekat dengan air dan pantai. Perpindahan nenek moyang dengan sudah mempunyai

beberapa rencana kerja diantaranya : membangun Masjid, sekolah dan Gereja, walaupun pada

saat itu masyarakat yang beragama Kristen masih sangat sedikit, namun perencanaan

membangun Gereja sudah dirancangkan oleh beberapa tokoh masyarakat pada waktu itu juga

gedung Gereja telah didirikan.

Ada beberapa Masjid yang sudah ada pada waktu itu sebelum Masjid Isak. Namun,

karena banyak sekali umat Muslim dan menjadi yang paling dominan maka mereka mulai

membangun lagi sebuah Masjid, yakni yang sekarang dikenal sebagai Masjid Isak.

Keberadaan Masjid Isak adalah bagian dari rencana kerja tersebut. Para orang tua yang

berperan dalam membangun Masjid ini sudah tidak ada lagi di kampung ini. Memang dari

cerita orang tua yang terdahulu bahwa masyarakat kami saat itu di kampung ini yang

merupakan bagian pantai ini hampir seluruhnya adalah umat Muslim dan tidak ada orang

Kristen. Kampung ini dahulunya yang Muslim tinggal di pantai dan yang Kristen tinggal di

bagian pegunungan. Tetapi, karena di pegunungan terjadi gempa bumi sehingga orang-orang

atau saudara/i kami semuanya dari pegunungan datang tinggal bersama dengan kami yang

ada di pesisir.28

Mereka mulai tinggal menetap hingga kampung Ilawe yang bagian pesisir

mulanya semua dihuni oleh umat Islam saja, kini mulai juga dihuni oleh umat Kristen.

Terkait dengan pembangunan dari Masjid ini secara jelas dan spefisik memang tidak ada,

karena orang tua dan beberapa masyarakat disini tidak mengetahui. Secara umum saja yang

kami ketahui yakni seperti telah dijelaskan oleh Narasumber I. Menurut Narasumber II,

masyarakat disini khususnya saudara kita yang Muslim tidak mengetahui, karena orangtua

dari mereka kebanyakan telah meninggal dan sejarah itu belum sempat diturunkan secara

lisan dari orang tua kepada mereka, sedangkan dari agama Kristen sendiri mereka punya

sejarah yang menurut kami cukup lengkap karena beberapa orang tua dari mereka masih

hidup dan ada beberapa dari mereka yang merupakan tukang yang bekerja pada saat

28

Hasil wawancara dengan S. P 19 Agustus 2017

Page 25: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

14

pembangunan gereja waktu itu. Masjid Isak ini tentu memiliki umur yang tidak jauh dari

Gereja Ismail walaupun Gereja Ismail telah ada lebih dulu. Sejarah masjid Isak juga yang

banyak diketahui adalah kami dari gereja Ismail. Memang tokoh Islam dari Masjid ini masih

ada satu orang, namun beliau sudah tidak mampu menjelaskan karena faktor usia. Namun,

jelas bahwa pembangunan ini tidak terlepas dari campur tangan saudara/i kami dari umat

Kristen. 29

Keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail di Kampung Ilawe

Menurut Narasumber IV, Masjid Isak dan Gereja Ismail adalah rumah bagi kami disini.

Mengapa kami katakan rumah karena kedua tempat ibadah ini didalamnya kami melihat

saudara-saudara kami. Pada keberadaan kedua rumah ibadah ini tidak menganggu hubungan

darah dan kekerabatan yang terjalin didalam kampung ini, justru semakin mempeerat ikatan

tali persaudaraan kami. Orang tua kampung kami juga mengatakan bahwa pada dasarnya

hubungan darah juga sangat penting tetapi jauh daripada itu, kami harus menyadari bahwa

keyakinan juga penting dan haruslah kami saling memberi ruang antara satu dengan yang

lainnya dalam hal keyakinan. Mereka mengatakan seperti ini karena beberapa masyarakat

yang beragama Kristen waktu itu sempat mempunyai keinginan untuk pindah agama karena

tidak mempunyai rumah ibadat. Dengan perkawinan yang terjadi dalam desa ini, dimana

orang tua sekandung ada yang di Kristen dan ada yang Islam, maka dilihat dari sudut

keagaamaan ada perbedaan namun secara hukum adat kebersamaan dalam hal ini dalam suatu

acara perkawinan yang bertanggung jawab secara hukum adat adalah orang tua sulung yang

beragama Islam/Kristen harus wajib hadir untuk menyelesaikan acara perkawinan meskipun

kedua mempelai beragama Islam/Kristen. Hal ini sudah punya janji/sumpah adat yang disebut

“Bela Baja”. Sehingga kampung ini merupakan kampung adat.30

Kerukunan yang terjadi

dalam kampung ini merupakan pengaruh dari budaya atau adat istiadat yang ada dalam

kampung ini juga dan masih sangat kental hingga sekarang. Keberadaan masjid dan gereja

juga sebagai pengikat, dalam artian bahwa karena masyarakat yang berada di kampung ini

tidak saja memilki hubungan adat yang baik sebagai satu darah atau orang bersaudara

melainkan juga karena mereka mempunyai keyakinan yang berbeda yang harus diterima dan

dihargai dalam kampung ini. Perbedaan agama tidak diprofokasi atau dipropaganda bahkan

29

Hasil wawancara dengan I. S 19 Agustus 2017 30

Perlu diketahui bahwa ketika responden mengatakan hal ini dengan suara yang tegas. Karena, kampung ini dianggap kampung adat, bukan kampung biasa. Semua masyarakat yang berada dalam kampung ini percaya bahwa mengapa mereka dapat hidup rukun dalam dua keyakinan yang berbeda itu karena adat mereka yang masih kental dan membawa mereka ke hidup yang lebih damai dalam perbedaan yang ada.

Page 26: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

15

dihasut antara satu dengan yang lain, karena itu kepercayaan dikampung ini bisa mati atau

umur pendek. Sekali lagi ditekankan bahwa ini adalah kampung adat.31

Masyarakat kami telah menjalin hubungan kerukunan dan kekeluargaan sejak dulu, dari

kampung ini masih merupakan kampung yang dihuni oleh umat Islam seluruhnya. Bagi kami

rumah ibadah atau keyakinan tiap masyarakat kami bukan menjadi penghambat dalam

melakukan aktivitas kami bahkan berelasi baik dengan sesama kami, dalam hal ini saudara-

saudara kami yang tinggal sekampung dengan kam. “Sesama saudara kita tidak diajarakan

saling membunuh sebaliknya saling mengasihi, baik agama Islam atau agama Kristen

sama”.32

Masjid Isak ada untuk saudara kami yang Islam dan Gereja Ismail ada untuk saudara

kami yang Kristen. Jikalau orang lain saja ketika kita berjumpa kita dapat menyapa mereka,

tersenyum bahkan bersikap ramah dengan mereka, mengapa tidak demikian dengan orang-

orang yang ada didalam kampung kita sendiri.33

Relasi Masyarakat Islam dan Kristen di Kampung Ilawe

Masyarakat kami hidup sebagaimana orang yang berada di kampung-kampung lain.

Saling menegur, membantu menolong dan sebagainya. Sampai sekarang memang umat Islam

yang paling dominan dalam kampung ini. Dilihat dari rumah ibadah saja lebih banyak Masjid

dibandingkan Gereja. Gereja juga hanya Mata Jemaat Ismail. Tetapi, tidak ada pertikaian

antara sesama kami. Hari natal dan lebaran merupakan hari perayaan kampung kami.Dalam

kampung ini kami tidak membahas soal keyakinan, siapa yang paling benar dan siapa yang

salah, siapa yang layak diakui dan siapa yang tidak, dsb. Alkitab dan Alquran yaitu : Isak dan

Ismail Bapaknya adalah Abraham/Ibrahim. Ini menunjukkan bahwa kami adalah saudara,

bahkan dalam Kitab Suci tertulis demikian. Sebagai saudara, tentu kami harus saling

bertanggung jawab. Kami tidak mengambil keuntungan, kami tidak mencari ketenaran, inilah

realita kehidupan kami.34

Masjid Isak dan Gereja Ismail tidak mencari popularitas, tetapi

menjalin solidaritas kekeluargaan. Ketika kami melihat perkelahian antar agama bahkan isu

SARA yang lagi marak-maraknya kami dengar, kami berpikir apakah mereka adalah orang-

31

Hasil wawancara deng F. A 18 Agustus 2017 32

Responden menegaskan bahwa setiap agama, baik Islam maupun Kristen belajar tentang hal kasih. Sebagai umat percaya, tentu salah satu wujud kasih yang dilakukan adalah menghargai budaya mereka, hidup dengan sesama adalah saudara. Baik Islam maupun Kristen. 33

Hasil wawancara dengan D. P 18 Agustus 2017 34

Responden mengatakan ini dengan suara cukup keras dan marah karena ada beberapa isu yang terdengar dikampung ini kalau pemberian nama kedua rumah Ibadah ini adalah cara-cara tokoh masyarakat dikampung ini untuk mepopulerkan kampung mereka. Pada kenyataannya kedua rumah Ibadah ini sudah ada sejak dahulu dan baru saja didapati oleh berbagai tokoh pemerintah di Kabupaten Alor sehingga disiarkan atau diperbincangkan lewat beberapa media sosial, seperti NET TV, TVRI, dsb.

Page 27: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

16

orang yang tidak beragama dan tidak berbudaya. Agama telah mengajarkan kepada kita

begitu banyak hal, budaya kita juga demikian. Lalu mengapa kita masih memperdebatkan

hal-hal yang seharusnya “mengkohkohkan Iman”35

kita ini.36

Tegas Narasumber V lagi bahwa relasi antara umat Islam dan Kristen yang terjadi di

kampung Ilawe adalah relasi kekeluargaan. Adat di kampung ini masih sangat kental dan

bahkan tidak ada pengaruh dari luar yang menggoyahkan. Namun adat istiadat yang hidup

dalam kampung ini tidak mengkekang masyarakat yang ada di dalam kampung Ilawe.

Sebaliknya, karena kentalnya adat istiadat itu maka nilai-nilai budaya dalam kampung ini

tetap ada dan ditunjukkan melalui relasi yang terjalin di kampung Ilawe ini. Dalam kehidupan

setiap hari masyarakat di kampung ini semua masyarakat berbicara dan menjalin relasi

dengan baik antara satu dan yang lainnya, begitupun dengan pendatang atau orang yang baru

di kampung ini. Semua orang yang tinggal menetap bahkan sebentar saja pun di kampung ini

dianggap sebagai saudara bahkan adalah keluarga kami. Menurut Narasumber VI, kalau saja

adat mereka tidak kental, mungkin saja keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail tidak

bertahan hingga sekarang. Justru adat istiadat yang kental itu membuat kami bersatu. Budaya

sudah menyatu dengan kami, kami tidak membuangnya, tapi mengolahnya untuk kami dapat

memaknai kehidupan kami, terkhususnya dalam kami membangun relasi dengan sesama

kami (Islam maupun Kristen).37

Menurut Narasumber III, dalam kehidupan yang terjalin di kampung Ilawe dalam

perkembangannya banyak saudara/i kami yang sudah merantau dan kawin-mawin dengan

orang dari luar kampung kami. Sehingga pendatang sudah cukup banyak berada dalam

kampung ini. Kami menerima mereka selayaknya keluarga yang sudah seperti memilki

hubungan darah dengan masyarakat yang terdapat dalam kampung ini, karena soal perbedaan

yakni suku, ras, golongan dan agama tidak menjadi penghambat dalam kami berelasi dan

bersosialisasi dengan masyarakat kampung Ilawe ini.38

Dalam kampung ini, terkhususnya

persoalan mengenai keyakinan tidak lagi kami perdebatkan, masyarakat kami bahkan leluhur

kami tidak pernah mempersoalkan hal tersebut sehingga dengan itu kami

35

Mengkohkohkan Iman yang dimaksudkan adalah semakin kita belajar banyak perbedaan maka kita dapat mengaplikasikan ajaran agama kita masing-masing kepada sesama kita yang berbeda keyakinan dengan kita. Tentu hal baik yang akan kita tanamkan, sehingga itu akan memperkokoh Iman kita. 36

Hasil wawancara S. B 20 Agustus 2017 37

Hasi wawancara A. K 20 Agustus 2017 38

Justru banyak pendatang yang karena kawin-mawin mereka juga belajar budaya masyarakat kampung Ilawe dan menyatu dengan masyarakat disana. Bahkan banyak pendatang telah mengatakan bahwa budaya kampung Ilawe sangat terlihat dan menonjol, hingga keharmonisan menjalin relasi perbedaan agama terasa bagian dari budaya yang telah menyatu.

Page 28: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

17

mempertahankkannya hingga sekarang ini. Masyarakat dalam kampung ini sadar bahwa ini

merupakan kampung adat yang dalam perkembangannya budaya tetap dipertahankan tetapi

keyakinan adalah pilihan setiap pribadi yang ada di dalam kampung ini.39

Analisa

Masjid Isak dan Gereja Ismail sebagai Simbol Interaksi Kultural

Berdasarkan teori yang digunakan dan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh

penulis, maka dapat dilihat bahwa keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail yang adalah

suatu bentuk upaya dari masyarakat di kampung Ilawe yang sebenarnya bermula dari

hubungan darah karena kawin-mawin yang terjadi di dalam kampung ini. Masjid Isak dan

Gereja Ismail bisa dikatakan saudara, yakni adik dan kakak. Seperti halnya yang ditegaskan

oleh responden bahwa sesuai dengan Kitab Suci mereka adalah sama-sama anak Abraham.

Ini menunjukkan bahwa keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail ini tidak menjadi

permasalah bahkan tidak pernah dipersoalkan dari kedua setiap umat bahkan masyarakat di

kampung Ilawe, dimulainya dari kedua rumah ibadah ini beridiri hingga saat ini.

Berbicara mengenai keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail ini merupakan simbol.

Karena, seperti yang dikatakan oleh Erwin Goodenough simbol adalah barang atau pola yang,

apa pun sebabnya, bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada manusia, melampaui

pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang

diberikan itu. Menurutnya simbol memiliki makna yang lebih, nilainya tersendiri, dan

memberikan daya kekuatannya tersendiri untuk menggerakan kita. Daya dari kekutan simbol

itu sendiri yang adalah bersifat emotif, artinya dapat merangsang orang untuk bertindak

sehingga inilah yang merupakan bagian dari cirinya yang dianggap hakiki.40

Ini berarti bahwa

keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail dapat menjadi simbol karena memiliki daya tarik

yang kuat dan mempunyai nilai tersendiri yang mendorong masyarakat dalam kampung Ilawe

untuk hidup dalam keharmonisan relasi keagamaan. Mendorong masyarakat untuk ikut

merasakan bagaimana seharusnya mereka dapat hidup dan melakukan hal kasih yang

diajarkan oleh masing-masing agama mereka serta terlibat dalam mengekpresikan ajaran

agamanya didalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.

39

Hasil wawancara A. O 18 Agustus 2017 40

Dilistone, The Power of Symbols, 19

Page 29: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

18

Selain itu juga Anthony Cohen, menurutnya simbol merupakan bagian yang tak

terlepas dari kata “komunitas”, karena komunitas adalah bagian dari budaya, mitos, ritual dan

simbol.41

Masjid Isak dan Gereja Ismail juga adalah sebuah komunitas. Dimana yang satu

adalah komunitas Islam dan komunitas Kristen, keduanya adalah bagian dari pembentukan

budaya. Budaya yang terdapat dalam kampung Ilawe, yakni kampung adat.42

Tentu jika

kampung Ilawe adalah kampung adat berarti budaya yang berpengaruh dalam setiap

komunitas yang ada dalam kampung ini. Ketika budaya menjadi bagian dalam komunitas

Islam maupun Kristen yang ada di Kampung ini bukan berarti nila-nilai yang terkandung

dalam setiap agama memudar dan tidak terlihat. Namun, budaya diikutsertakan dalam

mempraktikakan nila-nilai keagaaman yang ada dalam kedua agama ini, yaitu Islam dan

Kristen.

Melihat gambaran tempat penelitian yakni yang merupakan daerah pesisir dan

kebanyakan masyarakat adalah penganut Islam, ini tidak menjadikan masyarakat di kampung

Ilawe untuk saling bermusuhan, seperti halnya yang terjadi di berbagai kota yang ada di

Indonesia. Juga dengan isu SARA yang marak diperbincangkan di media soasial. Di

kampung Ilawe, malah isu SARA yang lagi marak-maraknya diperbincangkan di setiap

media sosial ini menjadi hal yang biasa dan justru membingungkan bagi masyarakat di

kampung Ilawe.

Budaya dalam kampung Ilawe sangat dianggap penting, oleh karena itu tentu

komunikasi juga penting. Karena, dengan komunikasi budaya dalam suatu kampung atau

daerah dapat bertahan dengan baik. Tanpa mengurangi nilai-nilai dan ajaran-ajaran dari setiap

agama, Masjid Isak dan Gereja Ismail justru membuktikan suatu terobosan bahwa budaya itu

sendiri menjadi sangat penting dan perlu ada komunikasi dengan budaya yang dapat

mempererat tali persaudaraan kedua komunitas baik Islam maupun Kristen masyarakat

kampung Ilawe. Perlu diketahui bahwa komunikasi sangat penting dalam kehidupan manusia

dan komunikasi terjadi ketika ada dua atau lebih orang. Ada komunikasi verbal dan juga

nonverbal, yang tentu mempunyai simbolnya masing-masing. Dalam menjalin keharmonisan

agama yang ditandai dengan adanya Masjid Isak dan Gereja Ismail ini juga ada komunikasi

antarbudaya yang mengikat.

41

Cohen, The Symbolyc Construction of Community, 15 42

Hasil wawancara deng F. A 18 Agustus 2017

Page 30: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

19

Dalam buku Deddy Mulyana ia juga menekankan komunikasi yang lebih mengarah

pada pengaruh budaya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ia mengatakan bahwa

komunikasi juga pada dasarnya adalah suatu representasi budaya. Budaya adalah komunikasi

dan komunikasi adalah budaya. Budaya dan komunikasi berinteraksi secara dinamis, namun

dalam perkembangannya juga budaya yang tercipta pun dapat mempengaruhi cara

berkomunikasi dan berinteraksi anggota budaya yang bersangkutan.43

Kehidupan masyarakat

kampung Ilawe, mengenai keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail, yang jelas budaya

sangat mempengaruhi cara mereka berkomunikas dan berinteraksi. Masjid Isak dan Gereja

Ismail ini sebagai sebuah simbol yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di kampung

Ilawe secara umum.

Kita tidak bisa mengatakan budaya itu ada tanpa komunikasi dan sebaliknya, karena

keduanya saling mempengaruhi. Budaya itu tetap hidup karena adanya komunnikasi yang

baik antara umat Islam dan umat Kristen di kampung Ilawe, bahkan seluruh masyarakat yang

ada di dalam kampung tersebut. Mereka mempercakapkan bagaimana seharusnya budaya

yang telah ada tidak mempengaruhi perkembangan ataupun pola serta gaya hidup mereka di

dalam perkembangan jaman, khususnya dalam hubungan dengan lingkungan mereka yang

mempunyai dua agama saja yaitu Islam dan Kristen. Gaya hidup mereka yang membudaya

sejak dahulu dan masih dipertahankan hingga sekarang salah satunya yakni, seperti hari

perayaan Natal dan Lebaran adalah hari perayaan semua masyarakat yang ada di kampung

Ilawe. Bahkan pembangunan rumah Ibadah, baik umat Islam maupun Kristen tidak menjadi

perencanaan sepihak melainkan dari kedua komunitas ini, yakni yang berada di kampung ini.

Menurut Deddy Mulyana peran budaya sangat besar dalam kehidupan kita. Baik

dalam berinteraksi dengan sesama kita. Apa yang kita pikirkan dan pilihan tindakan kita juga

adalah hasil dari apa yang muncul dalam budaya kita. Pandangan dunia mempengaruhi

pemaknaan suatu pesan. Pandangn dunia yang dimaksudkan adalah seperangkat sikap,

kepercayaan, dan nilai yang dianut seseorang atau sekelompok orang yang diasuh dalam

suatu budaya. Pandangan dunia juga sebagai suatu aspek penting budaya yang mewarnai

pandangan individu tentang posisi dirinya dalam hubungannya dengan lingkungannya.44

Keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail ini juga sekali lagi adalah hasil dari apa yang

muncul dalam budaya masyarakat Ilawe, khususnya budaya kawin-mawin. Namun, dengan

43

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 14 44

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 32

Page 31: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

20

itu dapat membawa pesan yang baik kepada setiap orang bahwa keharmonisan agama yang

terdapat di kampung Ilawe telah membawa dampak yang baik ditengah perkembangan jaman

yang semakin jahat.

Masyarakat di kampung ini menghidupi keharmonisan agama itu bertahun-tahun dan

mereka tidak pernah berpikir bahwa keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail yang mulanya

dianggap sebagai salah satu wujud bentuk rasa simpati mereka terhadap saudara mereka yang

membuat mereka membangun rumah ibadah, khususnya Gereja Ismail ini dapat membuat

banyak orang tergagum dan heran. Ditengah permasalahan tentang konflik antar agama,

dimana umat Islam dan Kristen saling membakar rumah ibadah, saling memusuhi, dsb namun

di kampung Ilawe mereka saling membantu bahkan hidup secara bersama dan saling menyatu

tanpa memikirkan konflik-konflik yang besar tersebut.

Komunikasi yang terjalin dalam kehidupan masyarakat di kampung Ilawe mulai

menuju ke arah dialog. Dialog yang dimaksudkan adalah dialog lintas agama. Agama adalah

gejala yang universal didalam kehidupan manusia, sebab setiap manusia hidup dengan

berbagai latarbelakang yang berbeda dan dipengaruhi oleh iklim dan budaya. Sehingga kita

lihat bahwa ada berbagai macam agama yang ada, khusunya di Indonesia ada enam agama.

Menurut Franz Magnis-Suseno ada berbagai bentuk dialog antara-agama yang ada di

Indonesia. Ada dialog agak resmi yang disponsori oleh Departemen Agama atau pelbagai

instansi dan tingkat pemerintah. Ada banyak dialog dalam bentuk seminar hubungan antar-

agama dan tentu juga ada banyak dialog informal pada pelbagai kesempatan dan juga dialog

lokal yang melibatkan umat setempat.45

Kampung Ilawe, dialog antar agama yang digunakan adalah dialog lokal, yakni

melibatkan umat setempat. Kondisi dan konteks kehidupan jemaat yang belum mengenal

dialog lintas agama dan masih sangat lambat dalam mengikuti perkembangan jaman yang ada

tidak membuat keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail untuk tidak menanamkan nilai-nilai

keharmonisan agama dalam kampung ini. Memang terbatas pemikiran mereka tentang dialog

antar agama, tetapi tidak terbatas pada praktik kehidupan yang mereka tunjukkan. Dalam

dialog mereka memang pengetahuan tentang dialog lintas agama sangat minim, tetapi karena

sudah menjadi pola hidup maka mereka berdialog dengan praktik hidup mereka dari budaya

yang ada di dalam kampung dan nilai-nilai yang dianut masing-masing agama. Dengan kata

lain bahwa dialog yang dihidupi oleh masyarakat di desa Ilawe adalah dialog lokal, yakni

dialog sehari-hari dengan segala keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.

45

Olaf Herbert Schumann, Agam Dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001), 20 dan 27

Page 32: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

21

Ini juga yang disampaikan oleh Izak Lattu. Dalam tulisannya, mengatakan bahwa

konteks Indonesia, dialog setiap hari menjadi perhatian bersama bagi masyarakat secara

keseluruhan. Kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa

perhatian pada kesukaan dan kedukaan dalam kehidupan bertetangga menjadi kunci dialog

keseharian. Para ahli hubungan lintas masyarakat juga memang telah meneliti peran penting

hubungan keseharian bagi integrasi sosial.46

Karena keseharian masyarakat, mempengaruhi

pola berpikir dengan kondisi dan konteks kehidupan masyarakat yang ada. Menjadi penting

ketika dengan keterbatasan dalam pola pikir sehari-hari menjadi terobosan yang baik untuk

mengubah pandangan orang lain untuk membangun suatu keharmonisa dalam kehidupan

bermasyarakat, ditengah-tengah persoalan dengan segala bentuk perbedaan dalam setiap

komunitas agama yang ada di lingkungan sekitar.

Simbol interaksi kultural Islam dan Kristen, berarti bahwa keberadaan Masjid Isak

dan Gereja Ismail ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat khususnya di Alor, menjadi

sangat penting dan berarti. Masjid Isak dan Gereja Ismail tidak saja merupakan bagian dari

keutuhan atau kesatuan masyarakat Ilawe, tetapi seluruh masyarakat di Alor. Masjid Isak dan

Gereja Ismail, menjadi simbol interaksi kultural, dengan sangat sederhannya memberikan

pemahaman tentang keharmonisan agama, dalam hal ini Islam dan Kristen yang membawa

dampak besar dalam keharmonisa gama di Alor. Ketika interaksi yang dihasilkan dari

komunikasi sehari-hari dan budaya yang telah ada sejak dahulu digunakan sebagai panutan

dalam menjalin hubungan sosial dan keagamaan dengan orang-orang disekitar mereka.

Ketika keberadaan dari Masjid Isak dan Gereja Ismail dapat mebawa dampak yang baik maka

mereka adalah simbol, simbol keutuhan, simbol keagamaan, simbol kekeluargaan dari

seluruh masyarakat yang ada di Alor.

Kesimpulan

Penulis menyimpulkan bahwa keberadaan Masjid Isak dan Gereja Ismail di Kampung

Ilawe adalah suatu upaya masyarakat yang ada di dalam kampung ini. Upaya ini dilakukan

dengan mengingat bahwa mereka adalah satu darah (saudara yang mempunyai hubungan

darah). Budaya yang ada didalam kampung ini, mempengaruhi keberadaan masjid Isak dan

gereja Ismail. Namun, tidak membuat mereka untuk lupa mengembangkan dan

46

Izak Lattu, et.al., Sosiologi Agama. Pilihan Berteologi di Indonesia, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), 283

Page 33: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

22

memparaktikan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masing-masing agama, yakni Islam

dan Ksristen. Keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail juga membawa dampak yang sangat

baik, tidak pada kehidupan mereka di kampung ini saja, tetapi seluruh masyarakat yang ada

di Alor. Keberadaan masjid Isak dan gereja Ismail merupakan kekuatan bagi masyarakat

kampung Ilawe dalam membangun relasi dialog antara beragama dengan sesama, yakni

berdialog melalui sikap hidup mereka di kampung ini.

Sebagai simbol interaksi kultural, masjid Isak dan gereja Ismail dapat membawa

pesan kepada semua masyarakat di Alor bahwa perbedaan adalah warna yang harus disyukuri

dan dinikmati. Perbedaan suku, ras, agama bahkan golongan menjadi sebuah simbol yang

tersampaikan melalui pola hidup seluruh masyarakat yang berada di Alor. Masjid Isak dan

Gereja Ismail juga menjadi simbol kekeluargaan bagi masyarakat Alor yang mempunyai

berbagai macam agama, suku dengan cara hidup mereka, dialog-dialog keseharian mereka

yang tentu tidak terlepas dari budaya mereka.

Page 34: Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail” · 2019. 7. 4. · Masjid “Isak” dan Gereja “Ismail ... Pdt. Wasti Kefi-Pit’ay beserta keluarga, selaku supervisor lapangan untuk

23

Daftar Pustaka

Hick, John, Tuhan Punya Banyak Nama. Yogyakarta: Institut DIAN, 2006.

Hick, John, dan Paul F. Knitter, Mitos Keunikan Agama Kristen. (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2001)

Kladen, Paulus Budi, Dialog Antaragama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North

Whitehead. Maumere: Ledalero, 2002.

Norsena, Bambang, Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam. Yogyakarta: ANDI, 2001.

Schumann, Olaf H., Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerukunan. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2004.

Yewangoe, A.A., Agama dan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Dilistone, F.W, The Power of Symbols. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.

Cohen, Anthony, The Symbolyc Construction of Community. London and New York: Taylor

& Francis e-Library, 2001.

Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004.

Hardjana, AM, Penghayatan Agama: Yang Otentik & Tidak Otentik. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1993.

Schumann, Olaf H, Agam Dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan.

Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001.

D’Costa, Gavin, Mempertimbangkan Kembali Keunikan Agama Kristen. Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia, 2002.

Izak Lattu, et.al., Sosiologi Agama. Pilihan Berteologi di Indonesia. Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana, 2016.

Website

https://ntt.kemenag.go.id/berita/462749/alor-menerima-harmony-award-tahun-2016.

Diakses pada 28 Februari 2017

https://www.bappenas.go.id/files/3113/5228/3135/9.pdf

Wawancara

Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat di Kampung Ilawe

Hasil wawancara dengan umat Islam dari Masjid Isak

Hasil wawancara dengan umat Kristen dari Gereja Ismail

Hasil wawancara dengan masyarakat di Kampung Ilawe