MASIH TERBENGKALAI Becakayu M - ftp.unpad.ac.id · “Rusak mata kita kalau setiap hari menyaksikan...

1
MASIH TERBENGKALAI: Tiang penyangga jalan tol tetap kukuh berdiri walaupun sudah bertahun-tahun terbengkala kelanjutannya. 28 JUMAT, 11 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA F OKUS M E Sutiyoso Mantan Gubernur DKI Sudah Becakayu M SELAMAT SARAGIH T IANG pancang raksasa berdiri kukuh di sepan- jang Kali Malang dari Jakarta Timur hingga Bekasi. Tiang-tiang serupa juga terlihat di Jalan HR Rasuna Said, Jalan Casablanca, Jalan Asia Af- rika, hingga Se-nayan. Jakarta bak berpagar tembok. Kesannya bukan tegar beriman, tetapi semrawut dan kumuh. “Rusak mata kita kalau setiap hari menyaksikan tiang-tiang itu,” keluh Gatot, warga Ca- wang, Jakarta Timur, yang be- kerja di kawasan Senayan. Betapa tidak rusak, tiang-tiang itu seperti menyekat mata saat melihat kejauhan. Tembok yang membentang sepanjang Kali Malang itu merupakan tiang- tiang penyangga untuk Tol Beka- si, Cawang, Kampung Melayu (Becakayu) sepanjang 21 km yang mangkrak sejak 1999. Adapun yang membelah jalanan Ibu Kota itu tiang- tiang monorel. Sudah enam tahun berdiri kaku seperti mumi dan hingga kini dibiarkan tak berbentuk. Kedua proyek tersebut menunjukkan pemerin- tah pusat pun punya karya pepesan kosong. Departemen Pekerjaan Umum bersama PT Kres- na Kusuma Dyandra H ANCUR dan terbengkalai. Begitulah kondisi halte-halte waterway di DKI Jakarta. Salah satunya halte di pinggir Sungai Karet Manggarai, Jalan Sultan Agung, Setia Budi, Jakarta Selatan. Halte berbentuk gazebo bertiang empat, seluas 3x8 meter, beratapkan genting bergaya Betawi, itu tampak menyedihkan. Pagar pembatas masih kukuh, namun tangga penghubung ke halte tempat perahu bersandar telah karatan. Tangga pun tidak mampu dipijak karena yang tersisa tinggal kerangkanya. Itu pun sudah patah dan berkarat. Pijakan seluas 2,5x2,5 meter yang terbuat dari besi di pinggir bibir sungai juga sudah miring ke sisi sungai. Rumput-rumput liar mulai tebal menjalar di sekitar halte Halimun itu. Lantai ubin banyak yang retak. Sementara lampu-lampu di atap halte hilang dipreteli tangan-tangan jahil. Kondisi sekelilingnya setali tiga uang. Sampah menumpuk di mana-mana. Sungai benar-benar kotor dengan berbagai macam sampah sepanjang sungai. Aromanya memaksa orang untuk menutup hidung. Di tempat inilah Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007 pukul 08.00 WIB meresmikan pengoperasian waterway. Setelah acara seremonial peresmian, mantan Pangdam Jaya itu mencoba waterway dari halte Halimun menuju Halte Karet, Jakarta Pusat, dan berakhir di Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Sutiyoso menaiki perahu Kerapu III beserta pejabat Pemprov DKI, sedangkan para wartawan dengan perahu Kerapu VI. Saat itu, sampah- sampah plastik bahkan kursi sofa tampak menyembul dari air. Dengan menempuh jarak sejauh 1,7 km, waterway menyusuri aliran Kanal Banjir Barat (KBB). Rute ini dipersiapkan menyambung ke Kanal Banjir Timur (KBT). Jarak antara KBB ke KBT mencapai 23,2 kilometer dengan melintasi 17 wilayah kelurahan dari Cipinang, Jakarta Timur, sampai Cilincing/Marunda, Jakarta Utara. Saat itu Sutiyoso berharap waterway punya cerita sukses sama seperti busway. “Sekarang ditolak, nanti tertawa-tawa,” paparnya. Ternyata setelah Sutiyoso angkat kaki dari Balai Kota pada Oktober 2007, semua orang seketika melupakan waterway. Terhubung Pejabat Pemprov DKI berkilah, bagaimana mungkin sungai dangkal oleh sampah- sampah dilalui kapal penumpang. “Kalau saja proyek waterway itu jadi, sampah-sampah bisa dibersihkan,” tandas Abdul Salam, 35, petugas pembersih sampah Sungai Karet Manggarai. Warga, menurut Abdul, sudah sempat senang karena akan ada angkutan air melalui kawasan mereka. Apalagi 100 meter dari halte waterway terhubung selter busway Halimun. “Setelah turun dari waterway bisa nyambung busway,” lanjutnya. Sayang sekali. Uang miliaran rupiah dikucurkan untuk mendanai proyek lalu lintas air itu, namun berakhir dengan tragis. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, walau sudah empat tahun terbengkalai, bukan berarti proyek tersebut ditutup. “Kami akan kaji dan survei kembali untuk menyiapkan rencana waterway ke depan. Ada tiga faktor pendukung yang harus dipenuhi untuk waterway,” ujarnya, kemarin. Faktor tersebut meliputi persiapan prasarana, sarana, dan lingkungan. Prasarana gampang dibangun karena ada dana APBD DKI. Begitu juga akses dari sungai ke dermaga maupun halte serta kapal, tidak ada masalah. Cuma saat uji coba, kapal yang digunakan berdasar lancip, untuk kapal di laut, bukan sungai. Masalah yang paling krusial, menurut dia, kondisi sungai yang penuh sampah, yang akan mengganggu baling- baling kapal. Jika saja masyarakat peduli kebersihan sungai, waterway akan menderu-deru membelah Jakarta. (*/Ssr/J-1) Proyek Waterway Riwayatmu Kini WATERWAY: Seorang petugas membersihkan sampah yang tersangkut di baling-baling perahu kapal Kerapu 1 & 2 yang akan digunakan sebagai transportasi air (waterway) di Dermaga Halimun, Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, beberapa waktu lalu. ANTARA BELUM JELAS: Kendaraan melintas di anta monorel ini merupakan salah satu proyek MI/ADAM DWI PENGANTAR: S utiyoso menjabat Gu- bernur DKI selama dua periode (1997-2007). Man- tan Pangdam Jaya itu telah mencoba menjahit benang merah transportasi Jakarta. Seperti apakah perencanaannya, reporter Media Indonesia Daniel Wesly Rudolf menemui Bang Yos, panggilan purnawirawan letnan jenderal itu di kantornya, Jalan Diponegoro No 63, Jakarta Pusat. Demikian petikannya. Sebagai mantan Gubernur DKI, Anda tentu tahu pe- nyebab kemacetan di Jakarta. Apa pola transportasi makro (PTM) yang disiapkan? Saya menjadi gubernur se- lama dua periode. Periode pertama (1997-2002), saya men- Marga memulai pembangunan Jalan Tol Becakayu pada Maret 2008. Proyek tersebut terkesan dipaksakan karena saat itu am- dal masih dipersoalkan pemer- hati lingkungan, bahkan warga masih menahan lahannya. Na- mun Kementerian Pekerjaan Umum tetap mengizinkan pe- masangan tiang pancang. Tol Becakayu membentang dari Ja- karta Timur, Kota Bekasi, hingga Kabupaten Bekasi. Kementerian Pekerjaan Umum sudah me- minta ketiga wilayah tersebut untuk membebaskan lahan. Ternyata hanya Pemkot Jakarta Timur yang berhasil mewujud- kannya. Kepala Bagian Pertanahan Kota Bekasi Padlin Kamal me- nyebutkan pihaknya diminta membebaskan lahan di Kecama- tan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Medan Satria. Sedangkan Pem- kab Bekasi mengurusi lahan di Kecamatan Tambun Utara. Harga tanah yang di- tawar- kan se- suai nilai jual objek pajak (NJOP) yakni Rp3 Tiang-tiang pancang Tol Becakayu dan

Transcript of MASIH TERBENGKALAI Becakayu M - ftp.unpad.ac.id · “Rusak mata kita kalau setiap hari menyaksikan...

MASIH TERBENGKALAI: Tiang penyangga jalan tol tetap kukuh berdiri walaupun sudah bertahun-tahun terbengkalakelanjutannya.

28 JUMAT, 11 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA FOKUS ME

SutiyosoMantan Gubernur DKI

Sudah

Becakayu MSELAMAT SARAGIH

TIANG pancang raksasa berdiri kukuh di sepan-jang Kali Malang dari Jakarta Timur hingga

Bekasi. Tiang-tiang serupa juga terlihat di Jalan HR Rasuna Said, Jalan Casablanca, Jalan Asia Af-rika, hingga Se-nayan.

Jakarta bak berpagar tembok. Kesannya bukan tegar beriman, tetapi semrawut dan kumuh. “Rusak mata kita kalau setiap hari menyaksikan tiang-tiang itu,” keluh Gatot, warga Ca-wang, Jakarta Timur, yang be-kerja di kawasan Senayan.

Betapa tidak rusak, tiang-tiang itu seperti menyekat mata saat melihat kejauhan. Tembok yang membentang sepanjang Kali Malang itu merupakan tiang-tiang penyangga untuk Tol Beka-si, Cawang, Kampung Melayu (Becakayu) sepanjang 21 km yang mangkrak sejak 1999.

Adapun yang membelah jalanan Ibu Kota itu tiang-tiang monorel. Sudah enam tahun berdiri kaku seperti mumi dan hingga kini dibiarkan tak berbentuk. Kedua proyek tersebut menunjukkan pemerin-tah pusat pun punya karya pepesan kosong.

Departemen Pekerjaan Umum bersama PT Kres-na Kusuma Dyandra

HANCUR dan terbengkalai. Begitulah kondisi

halte-halte waterway di DKI Jakarta. Salah satunya halte di pinggir Sungai Karet Manggarai, Jalan Sultan Agung, Setia Budi, Jakarta Selatan.

Halte berbentuk gazebo bertiang empat, seluas 3x8 meter, beratapkan genting bergaya Betawi, itu tampak menyedihkan. Pagar pembatas masih kukuh, namun tangga penghubung ke halte tempat perahu bersandar telah karatan.

Tangga pun tidak mampu dipijak karena yang tersisa tinggal kerangkanya. Itu pun sudah patah dan berkarat. Pijakan seluas 2,5x2,5 meter yang terbuat dari besi di pinggir bibir sungai juga sudah miring ke sisi sungai.

Rumput-rumput liar mulai tebal menjalar di sekitar halte Halimun itu. Lantai ubin banyak yang retak. Sementara lampu-lampu di atap halte hilang dipreteli tangan-tangan jahil.

Kondisi sekelilingnya setali tiga uang. Sampah menumpuk di mana-mana. Sungai benar-benar kotor dengan berbagai macam sampah sepanjang sungai. Aromanya memaksa orang untuk

menutup hidung. Di tempat inilah Gubernur

Sutiyoso pada 6 Juni 2007 pukul 08.00 WIB meresmikan pengoperasian waterway. Setelah acara seremonial peresmian, mantan Pangdam Jaya itu mencoba waterway dari halte Halimun menuju Halte Karet, Jakarta Pusat, dan berakhir di Dukuh Atas, Jakarta Pusat.

Sutiyoso menaiki perahu Kerapu III beserta pejabat Pemprov DKI, sedangkan para wartawan dengan perahu Kerapu VI. Saat itu, sampah-sampah plastik bahkan kursi sofa tampak menyembul dari air.

Dengan menempuh jarak sejauh 1,7 km, waterway menyusuri aliran Kanal Banjir Barat (KBB). Rute ini dipersiapkan menyambung ke Kanal Banjir Timur (KBT). Jarak antara KBB ke KBT mencapai 23,2 kilometer dengan melintasi 17 wilayah kelurahan dari Cipinang, Jakarta Timur, sampai Cilincing/Marunda, Jakarta

Utara. Saat itu Sutiyoso berharap

waterway punya cerita sukses sama seperti busway. “Sekarang ditolak, nanti tertawa-tawa,” paparnya. Ternyata setelah Sutiyoso

angkat kaki dari Balai Kota pada Oktober 2007, semua orang seketika melupakan waterway.

Terhubung Pejabat Pemprov DKI

berkilah, bagaimana mungkin sungai dangkal oleh sampah-sampah dilalui kapal penumpang. “Kalau saja proyek waterway itu jadi, sampah-sampah bisa dibersihkan,” tandas Abdul Salam, 35, petugas pembersih sampah Sungai Karet Manggarai.

Warga, menurut Abdul, sudah sempat senang karena akan ada angkutan air melalui kawasan mereka. Apalagi 100 meter dari halte waterway terhubung selter busway Halimun. “Setelah turun dari waterway bisa nyambung busway,” lanjutnya.

Sayang sekali. Uang miliaran rupiah dikucurkan untuk mendanai proyek lalu lintas air itu, namun berakhir dengan tragis. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, walau sudah empat tahun terbengkalai, bukan berarti proyek tersebut ditutup.

“Kami akan kaji dan survei kembali untuk menyiapkan rencana waterway ke depan. Ada tiga faktor pendukung yang harus dipenuhi untuk waterway,” ujarnya, kemarin.

Faktor tersebut meliputi persiapan prasarana, sarana, dan lingkungan. Prasarana gampang dibangun karena ada dana APBD DKI. Begitu juga akses dari sungai ke dermaga maupun halte serta kapal, tidak ada masalah.

Cuma saat uji coba, kapal yang digunakan berdasar lancip, untuk kapal di laut, bukan sungai.

Masalah yang paling krusial, menurut dia, kondisi sungai yang penuh sampah, yang akan mengganggu baling-baling kapal. Jika saja masyarakat peduli kebersihan sungai, waterway akan menderu-deru membelah Jakarta. (*/Ssr/J-1)

Proyek Waterway Riwayatmu Kini

WATERWAY: Seorang petugas membersihkan sampah yang

tersangkut di baling-baling perahu kapal Kerapu 1 & 2

yang akan digunakan sebagai transportasi air (waterway)

di Dermaga Halimun, Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta,

beberapa waktu lalu.

ANTARA

BELUM JELAS: Kendaraan melintas di antamonorel ini merupakan salah satu proyek

MI/ADAM DWI

PENGANTAR:

Sutiyoso menjabat Gu-bernur DKI selama dua periode (1997-2007). Man-

tan Pangdam Jaya itu telah mencoba menjahit benang merah transportasi Jakarta. Seperti apakah perencanaannya, reporter Media Indonesia Daniel Wesly Rudolf menemui Bang Yos, panggilan purnawirawan letnan jenderal itu di kantornya, Jalan Diponegoro No 63, Jakarta Pusat. Demikian petikannya.

Sebagai mantan Gubernur DKI, Anda tentu tahu pe-nyebab kemacetan di Jakarta. Apa pola transportasi makro (PTM) yang disiapkan?

Saya menjadi gubernur se-lama dua periode. Periode pertama (1997-2002), saya men-

Marga memulai pembangunan Jalan Tol Becakayu pada Maret 2008. Proyek tersebut terkesan dipaksakan karena saat itu am-dal masih dipersoalkan pemer-hati lingkungan, bahkan warga masih menahan lahannya. Na-mun Kementerian Pekerjaan Umum tetap mengizinkan pe-masangan tiang pancang. Tol Becakayu membentang dari Ja-karta Timur, Kota Bekasi, hingga Kabupaten Bekasi. Kementerian Pekerjaan Umum sudah me-minta ketiga wilayah tersebut untuk membebaskan lahan. Ternyata hanya Pemkot Jakarta Timur yang berhasil mewujud-kannya.

Kepala Bagian Pertanahan Kota Bekasi Padlin Kamal me-nyebutkan pihaknya diminta membebaskan lahan di Kecama-tan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Medan Satria. Sedangkan Pem-kab Bekasi mengurusi lahan di

K e c a m a t a n T a m b u n

Utara.H a r g a

t a n a h yang di-t a w a r -kan se-suai nilai jual objek p a j a k ( N J O P )

yakni Rp3

Tiang-tiang pancang Tol Becakayu dan