maserasi

22
1. Nama latin : Curcuma xanthorrhiza Roxb 2. Bagian tanaman yang di jadikan simplisia : Rimpang 3. Klasifikasi tanaman : Nama simplisia : Rimpang Temulawak Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorriza roxb Makroskopis : Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm – 5 mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan. (MMI JILID III HALAMAN 67) Mikroskopis : Berwarna kuning kejinggaan sampai coklat kejinggaan, berbau khas, bau aromatis, rasa agak pahit, epidermis bergabus, terdapat sedikt rambut yang berbentuk kerucut, bersel satu, hipedermis agak menggabus, dibawahnya terdapat periderm yang kurang berkembang. (MMI JILIDIII HALAMAN 68). 4. Kandungan kimia : Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid, mineral, N minyak atsiri, serta minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi antara 48 – 54% tergantung ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya,. Selain itu temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein, lemak, serta serat kasar dan mineral seperti K, Na, Fe, mangan dan cadmium. 5. Khasiat/Efek Farmakologi a. Berdasarkan penelitian Kertia (2005), minyak atsiri rimpang

description

maserasi

Transcript of maserasi

Page 1: maserasi

 1.      Nama latin                                                    : Curcuma xanthorrhiza Roxb      2.      Bagian tanaman yang di jadikan simplisia       : Rimpang      3.      Klasifikasi tanaman      :

           Nama simplisia             : Rimpang Temulawak           Divisi                            : Spermatophyta           Sub divisi                      : Angiospermae           Kelas                            : Monocotyledonae           Ordo                             : Zingiberales           Family                           : Zingiberaceae           Genus                            : Curcuma           Spesies                          : Curcuma xanthorriza roxb 

Makroskopis : Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm – 5 mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan. (MMI JILID III HALAMAN 67)

Mikroskopis   : Berwarna kuning kejinggaan sampai coklat kejinggaan, berbau khas, bau aromatis, rasa agak pahit, epidermis bergabus, terdapat  sedikt rambut yang berbentuk kerucut, bersel satu, hipedermis agak menggabus, dibawahnya terdapat periderm yang kurang berkembang. (MMI JILIDIII HALAMAN 68).

4.    Kandungan kimia : Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid, mineral, N   minyak atsiri, serta minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi   antara 48 – 54% tergantung ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi tempat tumbuhnya makin rendah kadar  tepungnya,. Selain itu temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein,   lemak, serta serat kasar dan mineral seperti K, Na, Fe, mangan dan cadmium.

5.      Khasiat/Efek Farmakologi 

a.  Berdasarkan penelitian Kertia (2005), minyak atsiri rimpang temulawak yang mengandung kurkumin,  bergamoten germakren B, kurserenon, germakron, xanthorrizol dengan kadar relative xanthorrizol 27,64 ±0.85% tiap kapsul yang diberikan dua kali sehari, setiap kali empat kapsul selama 15 hari menunjukkan adanya penurunan rata – rata angka leukosit sebesar 182,37 ± 126,51/mm² (p<0,01). Dalam penelitian ini tampak bahwa minyak atsiri rimpamg temulawak mampu menurunkan angka leukosit cairan synovial penderita dengan osteoarthritis lutut secara bermakna.

b. Menurut Nelson (1994), temulawak telah terbukti mempunyai khasiat anatara lain membantu tingkat proses penyerapan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, menghambat perkembangan tumor atau kanker serta mampu mempercepat penyembuhan jaringan kulit yang rusak karena terbakar. Ekstrak methanol rimpang temulawak dapat menghambat pertumbuhan salmonella thypii dan staphylococcus aureus dan rebusannya dapat menghambat pertumbuhan salmonella thypii tapi tidak untuk staphylococcus aureus(suhatri, 1996).

Page 2: maserasi

6.      Prosedur pembuatan simplisia :      1. Pengumpulan bahan baku

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Factor yang paling berperan yaitu masa panen.

Biji    Pengambilan biji dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.

b.   BuahTergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak  (misalnya piper ningrum). Setelah bemar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihatperubahan warna/bentuk dari buah yang bersangkutan  (missal jeruk, asam dan papaya).

c.   BunngaTergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan aktifnya.

Daun atau herbaPanen daun atau herba dilakukanpada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan di pungut pada saat pucuk daun berubah menjadi daun tua.

   Kulit batangDilakukanpada tanaman yang sudah cukup umur. Saat panen paling baik adalah awal musim kemarau.

         Umbi lapisDilakukan pada saat akhir pertumbuhan

         RimpangDilakukan pada saat awal musim kemarau

         AkarDilakukan pada saat proses pertumbuhanberhenti atau tanaman sudah cukup umur.

      2.    Sortasi basahPemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap: tanah dan kerikil, rerumputan, bahan tanaman atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya).

      3.     PencucianDilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.

      4.      Pengubahan bentukTujuannya untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk, antara lain: perajangan (rimpang, daun dan herba), pengupasan (kayu, kulit kayu, biji-bijian), pemotongan (akar, kayu, kulit kayu dan ranting), dll.

      5.      Pengeringan         

Page 3: maserasi

                  Memudahkan pengelolaan proses lanjutannya (missal mudah disimpan).

     6.      Sortasi kering     Pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan

     7.      Pengepakan dan penyimpanan    Faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan , antara lain: cahaya, oksigen atausirkulasi udara reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinta proses dehidrasi, pengotoran dan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang, bulu-bulu tikus atau binatang lain.

BAB II

EVALUASI FITOKIMIA SIMPLISIA

1.                              Prosedur skrining fitokomiaa.       Identifikasi alkaloid

500 mg serbuk simplisia ,ditambah 1 mL Hcl encer, ditambah 9 mL air (panaskan ± 5 menit) dinginkan dan saring,pindahkan 3 mL filtrate pada kaca arloji, kemudian tambahkan 2 tetes dragendorf. Jika terjadi endapan coklat maka simplisia tersebut mengandung alkaloid. Jika dengan pereaksi mayer  terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam methanol maka ada kemungkinan ada alkaloid.

b.      Identifikasi polifenolatBentuk simplisia ditambah air secukupnya, dipanaskan kemudian disaring, hasil saringan tersebut ditambah FeCl₃, jika berwarna hitam kehijauan positif polifenolat.

c.       Identifikasi tanninBentuk simplisia ditambah air secukupnya, dipanaskan, kemudian saring pada saat masih panas ditambah gelatin secukupnya, jika ada endapan putih positif mengandung tannin.

d.      Identifikasi saponin500 mg serbuk simplisia  masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 mL air panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm, pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukan bahwa pada simplisia tersebut mengandung saponin. 

e.       Identifikasi steroid/triterpenoid500 mg serbuk simplisia  tambahkan 20 mL eter  dan maserasi selama 2 jam, pindahkan 3 tetes filtrate ke kaca arloji, saring dan ditambah reagent bourchard, jika terbentuk warna biru golongan steroid, sedangkan jika terbentuk  warna ungu golongan triterpenoid.

f.       Identifikasi flavonoid

Page 4: maserasi

Filtrate ditambah 2 mL alcohol 96% ditambah 1 keping serbuk zinc ditambah 2 mL HCl encer (diamkan selama 1 menit) ditambah 10 tetes HCl pekat, menunjukan warna merah.

g.      Identifikasi kuinon100 mg serbuk simplisia ditambah 10 mL air (didihkan selama ± 5 menit, filtrate ditambah Na OH encer, menunjukkan warna merah.

2.      Tabel hasil pengamatanNO

IDENTIFIKASI PROSEDUR HASIL KETERANGAN

1 Alkaloid Sp serbuk + 1 mL HCl encer + 1mL air panaskan selama 1 menit dinginkan, filtrate + 2 tts dragendorff -> endapan coklat, filtrate + mayer ->

endapan putih/kuning.

Endapan kuning Positif (+) ada alkaloid

2 Polifenol Sp + aqua qs panaskan, filtrate + FeCl₃ -> hitam

kehijauan

Endapan coklat Negative (-) tidak ada polifenol

3 Tannin Sp + aqua qs panaskan, filtrate panas + gelatin qs ->

endapan putih.

Endapan kuning Negative (-) tidak ada tannin

4 Saponnin Sp serbuk + air panaskan, filtrate di kocok kuat ->

terbentuk busa + HCl encer -> busa tetap ada.

Ada busa Positif (+) ada saponin

5 Steroid/triterpenoid Serbuk sp digerus dengan eter -> filtrate + reagen

bourchard -> biru = steroid, -> ungu = triterpenoid.

Hitam Negative (-) tidak ada steroid dan

triterpenoid

6 Flavonoid Filtrate + 2 mL alcohol 96% + 1 kpg serbuk zinci + 2 mL HCl diamkan 1 menit  + 10

tts HCl pekat -> warna merah.

Warna merah Positif (+) ada flavonoid

7 Kuinon 100 gr serbuk sp + 10 mL air didihkan selama 5 menit -> filtrate + Na OH encer ->

warna merah.

Warna kuning, ada gas

Negative ( -) tidak ada kuinon

3.                               PembahasanUntuk mengetahui kandungan yang terdapat pada temulawak, maka diuji dengan cara

sebagai berikut :

Page 5: maserasi

1.     500 mg temulawak ditambah ditambah 1 mL HCl encer di tambah 9 mL air (dpanaskan beberapa saat), dinginkan, filtratnya di tambah 2 tetes dragendouf terrbentuk endapan putih, jika ditambah preaksi mayer terjadi endapan putih atau kuning, maka pada temulawak mengandung alkaloid.

2.    Temulawak ditambah air secukupnya (dipanaskan),filtratnya ditambah FeCl3akan terbentuk warna hitam kehijauan, berarti pada temuklawak mengandung polifenolat.

3.    Temulawak ditambah air secukupnya panaskan, filtrate panas ditambah gelatin secukupnya, akan terbentuk warna endapan putih, berarti pada temulawak mengandung tannin.

4.    Serbuk temulawak ditambah air panaskan, filtrate dikocok kuat, akan terbentuk busa kemudian ditambah HClencer,busa tetap ada, berarti pada temulawak mengandung saponin.

5.     Serbuk temulawak digerus dengan eter, filtratnya ditambah brouchardat, jika terbentuk warna biru maka temulawak termasuk golongan steroid, dan jika berwarna ungu berarti temulawak termasuk golongan triterpenoid.

6.   100 mg temulawak ditanbah 20mL air didihkan selama 5 menit, filtrate ditambah NaOH(e), jika berwarna merah berarti temulawak mengandung kuinon.

7.      Filtrate ditambah 2 mL alcohol 96% ditambah 1 keping serbuk zinc ditambah 2 mL HCl diamkan selama 1 menit ditambah 10 tetes HCl pekat, jika berwarna merah maka pada temulawak terdapat kandungan flavonoid.

4.                              Kesimpulan            Dari hasil perlakuan dapat disimpulkan bahwa :

1.      Rimpang temulawak mengandung :lkaloidb.    Saponinc.    Kuinon2.      Rimpang temulawak tidak menngandung : a. Polifenolb. Tannin 

 c. Flavonoidd. Steroid atau triterpenoid

BAB III

EKSTRAKSI MASERASI

1.      Teori tentang ekstraksi maserasi

Page 6: maserasi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Factor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antar cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.

Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam alkaloid, glikosida, flavonoid, dan lain-lain. Strutur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan logam berat, udara, cahaya, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan  cairan penyari dan cara penyarian yang tepat.

Simplisia ada yang lunak seperti rimpang, daun, akar, kelembak, dan ada yang keras sepeti biji, kulit kayu, kulit akar. Simplisia yang lunak mudah di tembus oleh cairan penyari, karena itu pada penyarian tidak perlu diserbuk sampai halus. Sebaliknya pada simplisia yang keras perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan penyarian.

Ditinjau dari suhu, ekstraksi dibagi menjadi dua golongan, yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi dingin misalnya maserasi dan perkolasi. Ekstrak dingin dilakukan terhadap tumbuhan yang mengandung senyawa yang bersifat termolabil. Ekstraksi panas misalnya dengan cara infuse, dekok, soxlet dan refluks.

a.       Pembuatan serbukPenyarian merupakan peristiwa pemindahan zat aktif yang semula berada didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehinggah terjadi larutan zat aktif dalam larutan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila dipermukaan serbuk simplisia yang bersentuha dengan penyari makin halus. Dengan demikian maka makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya. Tetapi dalam pelaksanaan tidak selalu demikian karena penyarian masih tergantung juga dengan sifat fisika dan kimia simplisia bersangkutan.

b.      PembasahanDinding sel tumbuhan terdiri dari selulosa. Serabut selulosa pada simplisia segar dikelilingi oleh air. Jika simplisia tersebut dikeringkan lapisan air menguap sehinggah terjadi pengerutan, sehinggah terjadi pori-pori. Pori-pori pada sel tersebut diid=si oleh udara. Bila serbuk simplisia dibasahi, maka serabut selulosa tadi akan dikelilingi oleh cairan penyari sehinggah simplisia akan membengkak kembali. Pembengkakan terbesar terjadi pada pelarut yang mengandung gugus OH. Dan pembengkakan tersebut akan naik pesat bila pebandingan antara volume gugusan OH dengan volume molekul pelarut tersebut makin besar.Pembasahan serbuk sebelum dilakukan penyarian dimaksudkan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori pada simplisia sehinggah mempermudah penyarian selanjutnya.

c.       Penyarian

2.      Prosedur maserasia.       Ekstrak cair :1.      Simplisia digerus -> serbuk simplisia2.      Timbang serbuk simplisia sebanyak 500 mg3.      Buat larutan alcohol4.      Serbuk simplisia dimasukkan ke beaker glass besar

Page 7: maserasi

5.      Pembasahan serbuk simplisia dengan alcohol 70%, biarkan selama 5 menit6.      Ad alcohol 70% sampai simplisia terendam semua -> aduk7.    Tutup dengan alumunium foil -> diamkan selama 7X24 jam. Dan rendaman simplisia di aduk

setiap hari selama 7 hari8.      Setelah 7 hari, penyaringan dengan kain putih/kassa/kain plannel -> eksrak cair.b.      Ekstak kental1.   Ekstrak cair yang dihasilkan tadi dibuat menjadi ekstrak kental, dengan cara : panaskan ekstak

cair diatas waterbath ad mengental.3.      Hasil pengamatan1.      Pemeriksaan parameter ekstrak :a.       Organoleptis

Bentuk : serbuk temulawakWarna  : kuning tuaBau      : khasRasa    : spesifik

b.      Rendaman ekstrakBerat simplisia : 500 grBerat ekstrak total       : 67,11 grRendaman eksrak        : 13,42 %Rendaman = (berat ekstrak total : berat simplisia) X 100%                  = (67,11 : 500) X 100 %                  = 13,42 %Berat ekstrak total = berat cawan berisi ekstrak – berat cawan kosong                              = 162,52 - 95,41                              = 67,11 gr

4.      Berat serbuk / simplisiaBerat serbuk simplisia yaitu : 500 mg

5.      Pemeriksaan parameter ekstrak1.      Organoleptis

Pemeriksaan menggunakan pancaindra untuk mendiskripsikann bentuk, warna, bau dan rasa ekstrak yang diperoleh.

2.      Rendaman ekstrakUntuk menetapkan rendaman ekstrak, sejumlah tertentu ekstrak kental ditimbang dalam cawan penguap dan diuapkan  diatas penangas air dengan suhu 40-50 ̊ c sampai bobot tetap. Kemudian dihitung rendaman ekstrak terhadap jumlah keseluruhan eksrtrak yang diperoleh.

3.      Bobot jenis ekstrakTimbang piknometer dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang.

6.      PembahasanEkstraksi merupakan pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah

zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut

Page 8: maserasi

dari satu pelarut kepelarut yang lain. Sedangkan maserasi adalah cara penarikan dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa ataupun memakai pemanasan.

Keuntungan maserasi yaitu cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, dan kerugiannya yaitu penyariannya kurang sempurna.

7.      KesimpulanDari perlakuan diatas dapat disimpulkan bahwa :

a. Berat simplisia = 500 grb. Berat ekstrak total = 67,11 gr

Rendemen ekstrak = 13,42

MASERASI SEBAGAI ALTERNATIF EKSTRAKSI PADA PENETAPAN KADAR KURKUMINOID SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb)Mujahid R, Awal PKD, Nita S

Abstract

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) merupakan salah satu bahan yang cukup banyak digunakan pada klinik saintifikasi djamoe Hortus Medicus. Oleh sebab itu kontrol kualitas dari temu lawak sangat penting dilakukan untuk menjamin kesinambungan kualitas. Dalam analisa dibutuhkan metode yang sederhana, cepat, efisien dan tidak mahal. Farmakope Herbal Indonesia 2008 menyebutkan bahwa ekstraksi temulawak untuk penetapan kadar kurkuminoid adalah dengan refluks, ini dipandang kurang praktis dan efisien karena membutuhkan peralatan khusus, waktu yang relatif lama, energi dan bahan kimia yang cukup banyak. Oleh sebab itu telah dilakukan modifikasi tahapan ekstraksi penetapan kadar kurkuminoid dalam simplisia temulawak dan dibandingkan terhadap metode refluks yaitu dengan metode maserasi 24 jam dan sonikasi 15 menit. Sistem penetapan kadar secara KLT Densitometri dengan fase diam silika gel 60 F254, fase gerak n-heksan: etil asetat (1:1) dan deteksi pada panjang gelombang 425 nm.

Kadar kurkuminoid temulawak yang tertetapkan dengan metode ekstraksi refluks, sonikasi dan maserasi berturut-turut adalah : 1,17+0,05%; 1,13+0,16% dan 1,36+0,11%. Uji anova single factor menunjukkan adanya perbedaan tidak nyata dengan nilai Fhit3,455 dan Ftab5,143 dari validasi metode diperoleh LOD 11,95ng/spot, dan LOQ 0,40%, 0,61% dan 0,27% untuk ekstraksi secara refluks, sonikasi dan maserasi. Metode yang dapat diterapkan sebagai alternatif ekstraksi yang sederhana dalam penetapan kadar kurkuminoid pada simplisia temulawak adalah maserasi.

Kurkuminoid dapat diisolasi dari Temulawak, kunyit atau beberapa tanaman lain yang telah diketakui mengandung Kurkuminoid .   Isolasi kurkuminoid dapat dilakukan dengan berbagai metode dan variasi modifikasi. Berikut akan saya bahas beberapa metode yang saya kutip dari buku " penuntun fitokimia dalam farmasi " karya Prof.DR. Midian Sirait, Apt.  

Isolasi cara kering (menggunakan pelarut organik ) :

1. Menggunakan metode soxhlet, dengen pelarut eter minyak bumi, residu ekstraksi diulang dengan alkohol. ekstrak alkohol dipekatkan sehingga diperoleh endapan kurkuminoid yang kemudian dikeringkan setelah dicuci dengan eter minyak bumi. ( pelarut dalm metose soxhletasi ini bisa diganti dengan aseton,atau n-hexana , tentu hasl yang diperoleh pun akan berbeda.)  

Page 9: maserasi

2.Menggunakan tehnik maserasi menggunakan alkohol sebagai pelarut, Maserat diuapkan hingga diperoleh endapan kurkuminoid yang dikeringkan setelah dicuci dengan eter minyak tanah.

3. Menggunakan tehnik refluks dengan etanol sebagai pelarut. Setelah penyarian panas- panas . Filtrat dipekatkan hingga terjadi endapan kurkumioid yang dikeringkan setelah dicuci dengan eter minyak tanah .

Isolasi cara basah (menggunakan zat aktif  permukaan )

1. zat aktiv permukaan yang dipakai adalah hasil proses penyabunan dari oleum ricini dan NaOH. Campuran serbuk rimpang dan zat aktiv permukaan direfluks lalu disaring . Pada filtrat ditambahkan asam sitrat hingga pH = 6, lalu dibiarkan pada keadaan dingin . setelah terjadi pengendapan sempurna dalam waktu sekitar 24 jam , endapan kurkuminoid disaring dan dikeringkan . Rendemen yang dihasilkan denagn cara basah ini berkisar antara 18 - 19,9 %. 

isolasi lain:

1. Kiso, 1985 : Mengisolasi kurkuminoid dengan cara soxhletasi bertinggkat dengan pelarut etanol 50% . Soxhletasi dilakukan tiga kali masing - masing 24 jam . Seluruh ekstrak etanol disatukan dan dipekatkan dengan tekanan rendah , lalu dipartisikan dalam campuran etil asetat- air. Fraksi etil asetat dilewatkan dalam kolom silika gel, dielusi dengan cairan pengelusi campuran kloroform - metanol. eluat diuapkan hingga diperoleh kurkuminoid. 

Pemisahan komponen

            Komponen kurkuminoid yaitu kurkumin, dan desmetoksi-kurkumin . Kedua komponen ini dapat dipisahkan dengan metode kromatografi . Pemisahan dapat dilakukan dengan fast cromatografi dengan penyerap silica gel, dan pelarut yang cocok.

             Dalam pemilihan metode isolasi dan pemisahan kurkuminoid, hal penting untuk diperhatikan adalah, kestabilan zat, kelarutan zat, dan sifat - sifat zat tersebut. Kurkuminoid adalah senyawa yang thermostabil, sehingga tida masalah kit memilih metode pemisahan dengan panas ( misal,soxhlet) atau dingin (misal, maserasi ). Dan perlu diperhatikan juga , tempat  metabolit sekunder yang akan di isolasi. Untuk metabolit yang terdapat dalam daun, bunga, akan berbeda perlakuannya dengan metabolit yang tersimpan dalam buah, batang atau rimpang.S

Page 10: maserasi

Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit (C. domestica Val.), temu ireng (C. aeruginosa Roxb.), dan temu giring (C. heyneana Val. & V. Zijp.) merupakan beberapa jenis dari Curcuma yang dikenal dan banyak dikonsumsi masyarakat. Di samping itu, tanaman ini memiliki kesamaan komponen kimia flavonoid dan minyak atsiri yang berpotensi sebagai antioksidan(1,2,3,4). Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menetralkan dan melawan bahan toksik atau radikal bebas dan menghambat terjadinya oksidan pada sel tubuh sehingga mengurangi terjadinya kerusakan. Secara alamiah, tubuh manusia telah dilengkapi alat untuk meredam dampak negative radikal bebas, yaitu dengan memproduksi enzimenzim antioksidan. Namun dalam keadaaan tertentu, dapat terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang berdampak menimbulkan stres oksidatif yang tidak diinginkan dan tubuh membutuhkan asupan antioksidan dari luar yang berasal dari bahan makanan, seperti vitamin E dalam minyak nabati, sayur-sayuran, dan margarin; β karoten dalam wortel; serta vitamin C dalam sayursayuran berwarna hijau atau buah-buahan(5,6). Pada penelitian ini, dilakukan uji dan analisis kandungan antioksidan yang terdapat dalam ekstrak tunggal rimpang tanaman temulawak, kunyit, temu ireng, temu giring, dan kombinasinya dengan menggunakan radikal bebas 1,1-difenil- 2-pikrilhidrazil (DPPH) sebagai pereaksi uji. Kemudian dilanjutkan dengan indentifikasi senyawa secara kromatografi lapis tipis menggunakan baku pembanding Yakushima Zedoary yang mempunyai komposisi kimia furanodien, germakron, kurzerenone, furanodienon, furanogermenon, dehidrokurdion, kurkumenol, (4S,5S)-(+)-

germakron 4,5-epoksida, zederon(3,4,7), dan kurkumin(2). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak rimpang dari beberapa tanaman Curcuma spp. (temulawak, kunyit, temu ireng, temu giring), dan kombinasinya, mengetahui apakah ekstrak tersebut bersifat sinergis atau antagonis, serta identifikasi kandungan senyawa kimianya. BAHAN DAN METODE BAHAN. Bahan yang digunakan adalah rimpang tanaman temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.), kunyit (C. domestica Val.), temu ireng (C. aeruginosa Roxb.), dan temu giring (C. heyneana Val. & V. Zijp.) yang berumur 11-12 bulan yang dikoleksi dari Purwokerto. Metanol, n-heksana, DPPH (1,1-difenil- 2-pikrilhidrazil), etil asetat, kloroform, serium sulfat, baku pembanding Yakushima Zedoary, baku pembanding kurkumin. METODE. Ekstraksi. Rimpang yang telah dikeringkan dari tanaman temulawak, kunyit, temu ireng, dan temu giring masing-masing sebanyak lebih kurang 50 g berat kering, direfluks masing-masing selama 3 jam menggunakan metanol 500 ml, lalu disaring dan diulangi sampai tiga kali, dan diuapkan. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipartisi dengan n-heksana tiga kali sebanyak 100 ml, dipekatkan, dan kemudian disimpan dalam wadah yang bersih, kering, dan tertutup rapat. Uji antioksidan. Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dengan cara menurut Yen (1995)(8) dan Okawa (2001)(9). Kromatografi lapis tipis. Empat jenis rimpang dari ekstrak metanol dilarutkan dalam metanol sedangkan ekstrak n-heksana dilarutkan dalam n-heksana, dan ditotolkan pada lempeng silika gel GF254, kemudian dieluasi menggunakan n-heksanaetil asetat (9:1), dan kloroform-metanol (5:1) dengan larutan penyemprot serium sulfat.

Page 11: maserasi

Baku pembanding menggunakan Yakushima Zedoary (furanodien, germakron, kurzerenon, furanodienon, furanogermenon, dehidrokurdion, kurkumenol, (4S,5S)-(+)-germakron 4,5-epoksida, zederon, dan kurkumin) untuk mengidentifikasi senyawa seskuiterpenoid, sedangkan baku pembanding kurkumin untuk mengetahui adanya kurkumin. Pengujian aktivitas antioksidan. Di samping dilakukan pengujian antioksidan terhadap ekstrak tunggal dari masing-masing sampel, juga dilakukan pengujian terhadap kombinasinya untuk mengetahui apakah aktivitas antioksidan yang dihasilkan bersifat sinergis (aktivitas antioksidan hasil kombinasi sampel lebih besar daripada aktivitas antioksidan dari sampel tunggalnya) atau antagonis (aktivitas antioksidan hasil kombinasi sampel lebih kecil daripada aktivitas antioksidan dari sampel tunggalnya). HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi. Rendemen ekstrak simplisia tanaman Curcuma spp. yang diekstraksi dengan pelarut metanol dan n-heksana yang paling banyak adalah ekstrak metanol dari kunyit kuning (C. longa) sebanyak 25,26% dari berat kering simplisia. Ohshiro

(1990) melaporkan bahwa kunyit kuning adalah tanaman yang paling banyak mempunyai kandungan turmerik (kurkumin, desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin di antara semua tanaman Curcuma spp.(10-30%)(2). Ekstrak yang diperoleh dari 50 g simplisia keempat rimpang disajikan pada Tabel 1. Hasil uji antioksidan terhadap ekstrak metanol dan n-heksana. Dari hasil pengujian antioksidan diperoleh bahwa ekstrak metanol dari kunyit kuning pada konsentrasi 100 ppm menghasilkan aktivitas peredaman yang terbesar dengan IC50 43,57 ppm. Ekstrak metanol lainnya, seperti temulawak, temu ireng, dan temu giring mempunyai aktivitas masing-masing 47,03; 87,27; dan 108,54 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol mempunyai aktivitas peredaman lebih besar daripada ekstrak n-heksana. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kurkumin dalam ekstrak metanol. Hasil uji antioksidan untuk semua ekstrak tanaman Curcuma spp. disajikan pada Tabel 2. Adapun ekstrak n-heksana dari keempat rimpang semuanya tidak aktif dengan nilai peredaman radikal.

Page 12: maserasi

bebas untuk temulawak, kunyit, temu ireng, dan temu giring masing-masing IC50: 413,41; 1429,4; 3250,7; dan 874,13 ppm. Pengujian kombinasi ekstrak metanol. Pada pengujian tunggal diketahui bahwa aktivitas peredaman terbesar terdapat pada ekstrak metanol, maka penelitian dilanjutkan dengan mengkombinasikan ekstrak metanol dari keempat simplisia dengan empat macam perbandingan. Adapun hasil pengujian pada kombinasi keempat simplisia semuanya bersifat sinergis. Aktivitas peredaman terbesar dihasilkan oleh kombinasi temulawak dan

kunyit (1:1) yaitu 98,75%. Hasil pengujian untuk kombinasi ekstrak disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 menunjukkan bahwa temulawak pada 100 ppm menghasilkan aktivitas sebesar 84,61%, sedangkan temu giring sebesar 45,74%. Pada kombinasi temulawak dan temu giring dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1 menghasilkan aktivitas peredaman sebesar 91,48%; 94,10%, dan 95,76%. Temu ireng dengan konsentrasi 100 ppm menghasilkan aktivitas sebesar 56,75%. Pada kombinasi temulawak dan temu ireng pada perbandingan 1:1 menghasilkan aktivitas peredaman sebesar 94,43%, sehingga

Page 13: maserasi

dikatakan bersifat sinergis. Pada perbandingan 1:2 menghasilkan aktivitas peredaman terbesar ketiga yaitu 97,75%, sehingga dikatakan bersifat sinergis. Begitu juga pada perbandingan 2:1 menghasilkan aktivitas peredaman sebesar 92,71%. Kunyit dengan konsentrasi 100 ppm menghasilkan aktivitas sebesar 90,04%. Kombinasi temulawak dan kunyit pada perbandingan 1:2 menghasilkan aktivitas sebesar 94,42%, sehingga dikatakan bersifat sinergis. Pada perbandingan 2:1 menghasilkan aktivitas sebesar 93,95%. Temu giring dengan konsentrasi 100 ppm menghasilkan aktivitas sebesar 45,74%. Kombinasi temu giring dan temu ireng dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1 menghasilkan aktivitas sebesar 87,62%; 86,98%, dan 86,58%. Kombinasi antara temu giring dan kunyit dengan perbandingan 1:1 menghasilkan aktivitas sebesar 91,83%, sehingga dikatakan bersifat sinergis. Pada perbandingan 1:2 menghasilkan aktivitas terbesar kedua yaitu sebesar 97,83%, sehingga dikatakan sinergis. Begitu juga pada perbandingan 2:1 menghasilkan aktivitas sebesar 92,81%. Kombinasi antara temu ireng dan kunyit dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1 menghasilkan aktivitas sebesar 96,28%; 97,60%, dan 92,76%. Kombinasi antara temulawak, temu giring, temu ireng, dan kunyit dengan perbandingan 1:1:1:1 menghasilkan aktivitas sebesar 92,07%. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) untuk ekstrak metanol dan n-heksana. Berdasarkan hasil analisis KLT untuk ekstrak metanol dan n-heksana dari rimpang Curcuma spp. dan menggunakan baku pembanding Yakhushima Zedoary, diduga bahwa ekstrak metanol temu giring mengandung dehidrokurdion, (4S, 5S)-(+)-germakron 4,5- epoksida, dan zederon; sedangkan temu ireng diduga mengandung (4S, 5S)-(+)-germakron 4,5- epoksida, dan zederon; ekstrak n-heksana dari temu giring diduga

mengandung germakron, kurzerenon, furanogermenon, kurkumenol, dan (4S, 5S)-(+)- germakron 4,5-epoksida; sedangkan temu ireng diduga mengandung furanodienon(4). Hasil analisis KLT dengan menggunakan baku pembanding kurkumin dengan pelarut kloroform:metanol = 5:1 menunjukkan bahwa ekstrak metanol dari temu lawak, kunyit, dan temu giring mengandung kurkumin, sedangkan ekstrak n-heksana Vol 6, 2008 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 73 keempat rimpang tidak mengandung kurkumin. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kandungan kurkumin dalam ekstrak sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidannya. SIMPULAN Pada pengujian antioksidan dari ekstrak tunggal diketahui bahwa ekstrak metanol memiliki aktivitas lebih tinggi dari ekstrak n-heksana, sedangkan pada ekstrak kombinasi adalah kombinasi temulawak dan kunyit (1:1) sebesar 98,75%.

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Inventaris tanaman obat Indonesia. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1995. hal.186-93. 2. Ohshiro M, Kuroyanagi M, Ueno A. Structures of sesquiterpenes from Curcuma longa. Phytochem. 1990.29(7):2201-05. 3. Uehara S, Yasuda I, Takeya K, Itokawa H. New bisabolane sesquiterpenoids from the rhizomes of Curcuma xanthorriza (Zingiberaceae). Chem Pharm Bull. 1989.37(1):237-40. 4. Watanabe K, Shibata M, Yano S, Cai Y, Shibuya H, Kitagawa I. Antiulcer activity of extracts and isolated compounds from Zedoary (Gajutsu) cultivated in Yakushima (Japan). Yakugaku Zasshi. 1986.106 (12):1137-42. Gambar 2. Kromatogram KLT untuk ekstrak metanol (I) dan ekstrak n-heksan (II) dengan baku pembanding kurkumin. Keterangan: Fase diam: silika gel

Page 14: maserasi

GF254 Fase gerak: kloroform-metanol (5:1) Penampak bercak: serium sulfat (Ce (SO4 ) 2 ) BP: baku pembanding kurkumin I II BP A B C D BP A B C D kurkumin partom.indd 1 11/8/2008 10:27:16 AM 5. Widjaja S. Antioksidan: Pertahanan tubuh terhadap efek oksidan dan radikal bebas. Majalah Ilmu Fakultas Kedokteran USAKTI. 1997.16(1):1659-72. 6. Amrun H, Umiyah. Pengujian antiradikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) ekstrak buah kenitu (Chrysophyllum cainito L.) dari daerah sekitar Jember. Jurnal Obat Bahan Alam.3(2):34-9. 7. Kitamura C, Nagoe T, Prana SM, Agusta A,

Ohashi K, Shibuya H. Comparison of Curcuma sp. in Yakushima with Curcuma aeruginosa and Curcuma zedoaria in Java by trnK gene sequence, RAPD pattern and essential oil component. J Nat Med. 2007.(61):239-43. 8. Gow CY. Antioxidant activity of various tea extracts in relation to their antimutagenicity. Jurnal Agric Food Chem. 1995.(43). 9. Masafumi O. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) radical scavenging activity of flavonoids obtained from some medicinal plants. Biol Pharm Bull. 2001.24(10).

MaserasiMaserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam) : adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995). Apa yang disebut “bahan nabati”, dalam dunia farmasi lebih dikenal dengan istilah “simplisia nabati”. Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentuk selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik). Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).

Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50%.

Keuntungan dari metode ini :1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

Page 15: maserasi

2. Beaya operasionalnya relatif rendah

3. Prosesnya relatif hemat penyari

4. Tanpa pemanasan

Kelemahan dari metode ini :1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja

2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan.Kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya kurang sempurna.Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

1. DigestiDigesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 400 – 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:

A. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.

B. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

C. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

D. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam     bejana.

2. Maserasi dengan Mesin PengadukPenggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. RemaserasiCairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar

Page 16: maserasi

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar BertingkatPada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan :

1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.

2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian.dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal

Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.d.Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baek daripada yang dilakukan sekalidengan jimlah pelarut yang sama.