ekstraksi dgn maserasi

download ekstraksi dgn maserasi

of 22

Transcript of ekstraksi dgn maserasi

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri)

MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

ABSTRAKMEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA. Pengoptimuman Fase Gerak KLT Menggunakan Desain Campuran Untuk Pemisahan Komponen Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri). Dibimbing oleh MOHAMAD RAFI dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Pemilihan fase gerak yang tepat merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pemisahan komponen yang baik. Ini merupakan salah satu bagian yang menunjang analisis sidik jari yang akan digunakan sebagai alat kendali mutu tumbuhan obat. Meniran merupakan salah satu tumbuhan obat yang digunakan sebagai sampel pada penelitian. Pengoptimuman fase gerak diawali dengan elusi menggunakan 13 pelarut tunggal dengan 4 macam deteksi, yaitu ultraviolet (UV) 254 nm, UV 366 nm, vanillin-asam sulfat, dan anisaldehida. Rancangan desain campuran dengan simplex centroid dipilih untuk memberikan beberapa kombinasi dari 3 pelarut terpilih, yaitu aseton, diklorometana, dan kloroform. Berdasarkan piranti lunak Minitab 14, titik optimum saat menggunakan deteksi UV 366 nm didapat dengan nisbah kloroform dan diklorometan 0.6553:0.3447 sedangkan a titik optimum saat menggunakan deteksi vanillin-asam sulfat didapat dengan nisbah kloroform dan diklorometana 0.0741:0.9259. Hasil keduanya dapat dikatakan baik karena menghasilkan nilai R 2 yang cukup besar, yaitu 91.56% untuk deteksi UV 366 nm dan 95. 16% untuk deteksi vanillin -asam sulfat.

ABSTRACTMEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA. Optimization TLC Mobile Phase Using Mixture Design for Separating Meniran Extract Component (Phyllanthus niruri). Under the direction of MOHAMAD RAFI and UTAMI DYAH SYAFITRI. The right mobile phase selection is one of methods to obtain a good component separation. This is the one of method to support fingerprint analysis that will be used as a quality control tool of herbal me dicines. Meniran is one of herbal medicines that used as a sample in this study. Mobile phase optimization was started with elution by using 13 single solvents with 4 kind of detections, namely ultraviolet (UV) 254 nm, UV 366 nm, vanillin-sulfuric acid, and anisaldehyde. Mixture design with simplex centroid scheme is selected to give some combinations from 3 selected solvents , they are acetone, dichloromethane, and chloroform. According to Minitab 14 software, optimum point when using UV 366 nm detection was obtained using chloroform and dichloromethane ratio of 0.6553:0.3447, whereas the optimum point was obtained of using vanillinsulfuric acid detection with chloroform and dichloromethane ratio of 0.0741:0.9259. Both detections results are considered good in terms of high R2 value , with 91.56% for UV 366 nm detection and 95. 16% for vanillin-sulfuric acid detection.

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri)

MEGA D EWINA ANGGRAENI PUSPITA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Judul : Pengoptimuman Fase Gerak KLT Menggunakan Desain Campuran untuk Pemisahan Komponen Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri) Nama : Mega Dewina Anggraeni Puspita NIM : G44050802

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Mohamad Rafi, S.Si., M.Si NIP 197703162006041010

Utami Dyah Syafitri, S.Si., M.Si NIP 197709172005012001

Mengetahui : Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 195012271976032002

Tanggal Lulus :

PRAKATAPuji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2009 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia FMIPA IPB, dan L aboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, nenek, serta keluarga yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, dan doa kepada penulis selama menempuh studi, penelitian, dan penulisan karya tulis ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohamad Rafi S.Si., M.Si selaku pembimbing pertama dan Ibu Utami Dyah Syafitri S.Si., M.Si selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberi arahan, saran, dan solusi setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melak sanakan penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Atep, Ibu Wulan, dan Mbak Salina atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eman, Ibu Nunung, Ibu Nunuk, Mas Zaim, Mas Endi, dan Mas Neo atas segala bantuannya selama penelitian. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan rekan peneliti di Laboratorium Analitik dan Pusat Studi Biofarmaka, rekan-rekan kimi 42 (Rita, Vicky, Dwi, Leni, Jayanti, Deri, Ida, dan Riki), rekan-rekan a Basket FMIPA (Lena, Eyyi, Riken, Ami, dan Wiwid), serta rekan-rekan Basket IPB atas kebersamaan selama penulis menempuh studi dan menjalankan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Oktober 2009

Mega Dewina Anggraeni Puspita

RIWAYAT HIDUPPenulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1986 dari ayah Hendra dan ibu Moelyati Moeloek. Penulis merupak putri tunggal. an Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Lingkungan pada tahun ajaran 2007/2008, Kimia Analitik Layana n pada tahun ajaran 2007/2008, E lektroanalitik dan Teknik Pemisahan serta Kromatografi 2 pada tahun ajaran 2008/2009. Pada tahun 2006/2007 penulis terpilih menjadi staf divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa) Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA IPB dan staf divisi Che m_Art Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika ) IPB. Pada tahun 2007/2008 penulis menjadi ketua departemen divisi Edutainment (Education and Entertainment) Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB. Tahun 2008 penulis menjadi perwakilan tim bolabasket putri IPB mengikuti kompetisi Libama (Liga Bolabasket Mahasiswa) tingkat Jawa Barat.

\

DAFTAR ISIHalaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................................. 1 Fase Gerak ..................................................................................................... 2 Desain Campuran .......................................................................................... 2 Meniran ......................................................................................................... 2 Evaluasi Kinerja Analitik ............................................................................. 3 BAHAN DAN LINGKUP KERJA Alat dan bahan .............................................................................................. 3 Lingkup Kerja ............................................................................................... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air ...................................................................................................... 5 Rendemen Ekstrak ........................................................................................ 5 Pelarut Terbaik .............................................................................................. 5 Penentuan titik Optimum dari 3 Pelarut Menggunakan Desain Campuran....................................................................................................... 7 Limit Deteksi ................................................................................................ 8 Evaluasi Kinerja Analitik ............................................................................. 8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ..................................................................................................... 10 Saran ........................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10 LAMPIRAN ......................................................................................................... 12

DAFTAR GAMBARHalaman 1 2 3 4 5 6 Bejana berisi pelat KLT dan larutan pengembang ........................................ 2 Tanaman meniran .......................................................................................... 3 Titik selektivitas berdasarkan rancangan simplex centroid ........................... 4 Jumlah bercak yang dihasilka n ekstrak refluks dan maserasi menggunakan deteksi UV 254 dan 366 nm ................................................................... 6 Jumlah bercak yang dihasilkan ekstrak refluks dan maserasi menggunakan deteksi vanilin-asam sulfat dan anisaldehida ......................................... 6 Hasil elusi ekstrak refluks (kiri) dan maserasi (kanan) menggunakan pelarut asam asetat (A), aseton (B), etanol (C), n-butanol (D), kloroform (E), diklorometana (F), n-heksana (G), dan toluena (H) menggunakan deteksi UV 366 nm ................................................................ 7 Jumlah bercak yang dihasilkan deteksi vanilin-asam sulfat dan UV 366 nm menggunakan 10 jenis komposisi fase gerak ......................................... 7 Daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm (A) dan deteksi vanilin asam sulfat (B) ............................................................................................... 8 Hasil deteksi UV 366 nm untuk ekstrak 2500 (A), 5000 (B), 7500 (C), dan 10000 mg/L (D) ...................................................................................... 8 Interaksi antara banyaknya bercak yang tampak selama 5 hari dengan nilai R f setiap bercak untuk deteksi vanilin -asam sulfat .............................. 9 Interaksi antara banyaknya bercak yang tampak selama 5 hari dengan nilai R f setiap bercak untuk deteksi UV 366 nm .......................................... 9

7 8 9 10 11

DAFTAR TABEL Halaman 1 2 Macam-macam senyawa dalam meniran ...................................................... 3 Rancangan komposisi fase gerak .................................................................. 5

ii

DAFTAR LAMPIRANHalaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Diagram alir penelitian ............................................................................... 13 Perhitungan kadar air .................................................................................. 14 Perhitungan rendemen ekstrak .................................................................... 15 Penggolongan pelarut oleh Snyders .......................................................... 16 Jumlah bercak saat elusi menggunakan 13 macam pelarut tunggal ........... 17 Hasil elusi dengan 13 macam pelarut tunggal untuk deteksi UV 254 nm .. 18 Hasil elusi dengan 13 macam pelarut tunggal untuk deteksi UV 366 nm .. 19 Hasil elusi dengan 13 macam pelarut tunggal untuk deteksi vanilinasam sulfat .................................................................................................. 20 Hasil elusi dengan 13 macam pelarut tunggal untuk deteksi anisaldehida ................................................................................................ 21 Jumlah bercak saat elusi menggunakan 10 komposisi fase gerak .............. 22 Hasil elusi dengan campuran pelarut kloroform, diklorometana, dan aseton untuk deteksi UV 366 nm ................................................................ 23 Hasil elusi dengan campuran pelarut kloroform, diklorometana, dan aseton untuk deteksi vanilin-asam sulfat .................................................... 24 Model yang dihasilkan Minitab 14 untuk deteksi UV 366 nm ................... 25 Model yang diha silkan Minitab 14 untuk deteksi vanilin-asam sulfat ....... 26 Hasil keterula ngan selama 5 hari dengan menggunakan deteksi vanillin-asam sulfat ..................................................................................... 27 Hasil keterulangan selama 5 hari dengan menggunakan deteksi UV 366 nm ................................................................................................. 29 Rerata nilai R f setiap bercak ....................................................................... 31 Selisih nilai R f setiap bercak selama 5 hari ................................................. 34 Hasil analisis rancangan acak kelompok menggunakan Minitab 14 untuk deteksi vanilin-asam sulfat ............................................................... 35 Hasil a nalisis rancangan acak kelompok menggunakan Minitab 14 untuk deteksi UV 366 nm ........................................................................... 37 Nilai simpangan baku setiap bercak selama 5 hari ..................................... 39 Nilai resolusi setiap bercak selama 5 hari ................................................... 42

iii

2

PENDAHULUANPerkembangan penggunaan obat -obatan tradisional khususnya dari tumbuh-tumbuhan sudah cukup meluas. Salah satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat ialah meniran (Phyllanthus niruri) (Osward 1995). Meniran merupakan salah satu tumbuhan obat yang efektif mengobati beragam penyakit, di antaranya batu ginjal atau empedu, infeksi saluran pernafasan atas, diabetes, diare, malaria atau demam, radang ginjal, epilepsi atau ayan, influenza, hepatitis, gonorhoe, dan TBC (Kardinan & Kusuma 2004). Akhir-akhir ini meniran banyak diteliti karena bersifat immunostimulan atau dapat menjaga kekebalan tubuh. Oleh karena banyaknya manfaat dari meniran, kendali mutu meniran perlu dilakukan agar lebih efektif pemanfaatannya. Kendali mutu tumbuhan obat sangat sulit dilakukan karena selain banyaknya komponen kimia penyusun didalamnya juga antara komponen aktif yang berguna maupun komponen yang bersifat racun sulit dibedakan. Dilatarbelakangi sulitnya melaku kan kendali mutu tumbuhan obat dengan adanya ratusan komponen kimia di dalamnya maka diperlukan suatu metode analisis untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Delaroza & Scarminio (2008) analisis sidik jari merupakan metode analisis yang dapat mengatasi masalah tersebut. Analisis sidik jari membantu dalam hal klasifikasi dan validasi spesies botani serta kendali mutu dari tumbuhan obat (Borges et al. 2007). Beberapa hal yang diperlukan untuk menunjang metode analisis sidik jari, di antaranya pemilihan fas e diam, metode derivatisasi, pemilihan bejana kromatografi, dan pemilihan fase gerak yang tepat. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pemilihan fase gerak sebagai salah satu cara mendapatkan pemisahan komponen yang baik yang akan menunjang metode analisis sidik jari. Penelitian ini bertujuan menentukan pelarut yang digunakan sebagai fase gerak serta komposisi fase gerak yang paling optimum menggunakan desain campuran untuk ekstrak meniran. Penelitian mengenai pengoptimuman fase gerak sudah banyak dilakukan di antaranya oleh Cano et al. (2006), Borges et al. (2007), Delaroza & Scarminio (2008) , dan Nyiredy et al. (2003). Semua teknik analisis yang digunakan ialah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dipilih pada penelitian ini karena

memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dalam preparasi sampel, kesederhanaan dalam prosedur kerja, biaya operasional yang rendah (relatif murah) karena sampel dan standar dapat diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al. 2008). Suatu metode percobaan yang tepat diperlukan untuk menggambarkan fase gerak yang optimum. Berbagai macam rancangan percobaan dibangun untuk menentukan kondisi optimum guna memberikan hasil respons yang baik, di antara lain rancangan faktorial ( factorial design ), rancangan respons permukaan (respons surface design), dan desain campuran (mixture design) (Nutan 2004). Desain campuran men itikberatkan pada nilai yang konstan dari penjumlahan tingkatan faktor untuk setiap kombinasi. Metode simplex centroid merupakan salah satu bagian dalam desain campuran yang dirancang untuk melengkapi ulasan percobaan mengenai respons permukaan pada bagian tengah bidang (Anderson & McLean 1974). Metode ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu cepat, mudah, dan biaya lebih efektif. Oleh karena itu, desain campuran dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan metode simplex centroid. Berdasarkan metode tersebut kondisi optimum dari fase gerak dapat dilihat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dengan melihat penampakan kurva dan secara kuantitatif berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKAKromatografi Lapis Tipis (KLT) KLT merupakan salah satu teknik pemisahan. Cuplikan yang akan dipisahkan akan terdistribusi diantara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak sehingga akan terurai menjadi komponen-komponen tunggal (Stoenoiu et al. 2006). Secara luas KLT banyak digunakan untuk berbagai tugas analisis tumbuhan obat. Penciri berupa kromatogram, kromatogram yang dihasilkan merupakan pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kendali mutu tumbuhan obat baik untuk pencirian bahan mentah maupun produk akhir. Beberapa faktor yang menunjang teknik KLT di antaranya 1) fase diam, ukuran partikel penunjang fase diam berperan

2 3

penting, semakin kecil dan seragam akan meningkatkan daya pemisahan, fase diam yang paling banyak digunakan untuk KLT adalah silika gel karena silika mempunyai kekuatan pemisahan yang sangat baik (Nyiredy 2002), 2) penotolan cuplikan, penotolan dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis, untuk mendapatkan resolusi optimum maka penotolan sampel baik berupa bercak ataupun pita harus sekecil mungkin sehingga untuk mengatasi volume cuplikan saat penotolan, penggunaan penotol otomatis lebih disukai, 3) fase gerak, pemilihan fase gerak sangat penting dalam teknik KLT, dipilih berdasarkan adsorben yang digunakan pada fase diam dan struktur komponen yang akan dipisahkan, komposisi yang digunakan harus sesederhana mungkin, 4) bejana kromatografi, berbagai macam bejana kromatografi dapat digunakan, disesuaikan dengan metode yang ada, dan 5) derivatisasi, dalam kendali mutu tumbuhan obat, derivatisasi sangat diperlukan untuk memunculkan komponen yang telah dipisahkan dan untuk memberikan hasil spesifik dari analisis sidik jari, derivatisasi dapat dilakukan dengan pencelupan ataupun penyemprotan dengan suatu reagen (Koll et al. 2003). Gambar 1 memperlihatkan penggunaan teknik KLT.Penutup gelas

terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam bagian volum e total 100 (Nyiredy 2002). Pelarut pengembang dikelompokkan ke beberapa golongan oleh Snyders berdasarkan kekuatan pelarutnya (Lampiran 4). Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan senyawa hidrofil dan lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air, metanol, asam asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol, fenol, dan n-butanol sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzena, toluena, sikloheksana, dan petroleum eter. Desain Campuran Desain campuran adalah desain dalam suatu percobaan jika terdapat campuran dari beberapa faktor, maka penjumlahan tingkatan faktor untuk setiap kombinasi perlakuan konstan atau tetap. Terdapat 3 metode yang termasuk dalam desain campuran, yaitu simplex lattice, simplex centroid, dan extreme vertices (Scheffe 1958). Simplex lattice dan simplex centroid adalah salah satu metode rancangan yang terkenal dari penentuan ciri respons permukaan. Titik tengah ditempatkan dalam model dengan menemukan rata-rata tingkatan dari semua faktor yang terlibat simplex. Rancangan 3 komponen dapat digambarkan dalam segitiga sama sisi dalam dua dimensi (Anderson & McLean 1974). Set iap dimensi menggambarkan variabel dan koordinat dari setiap faktor yang menggambark an kondisi untuk satu percobaan. Beberapa persamaan polinomial yang dihasilkan dari rancangan simplex, misalnya linear, kuadratik, spesial kubik, kubik, dan kuartik. Meniran Meniran (Phyllanthus niruri) merupakan tumbuhan liar yang berasa dari Asia T ropik l yang tersebar di seluruh Asia, termasuk Indonesia (Kardinan & Kusuma 2004). Meniran memiliki batang berbentuk bulat, basah, dan tingginya kurang dari 50 cm. Daun bersirip genap dan setiap satu tangkai daun terdiri dari daun mejamuk yang mempunyai ukuran kecil dan berbentuk lonjong (Gambar 2). Bunga terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah. Di Jawa tanaman ini disebut meniran tetapi di tempat lain,

Pelat KLT Garis awal penotolan

Bejana

Bercak

Pelarut

Gambar 1 Bejana berisi pelat KLT dan larutan pengembang. Fase Gerak Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin yang

4 3

disebut gasau madungi (Ternate), child pick a back (Inggris), kilanelli (India), dan ye xia zhu (Cina) (Yuniarti 2008).

antipiretik, antitusif, antiradang, antivirus, diuretik, ekspektoran, hipoglikemik, serta sebagai immunostimulan. (Kardinan & Kusuma 2004). Evaluasi Kinerja Analitik Pengembangan metode analisis dilakukan untuk mencari metode yang sesuai dan cepat untuk pengukuran sampel tertentu. Metode baru tersebut belum tentu dapat digunakan untuk suatu pengukuran, sehingga perlu dilakukan evaluasi kinerja analitiknya. Evaluasi tersebut bertujuan mengetahui sejauh mana metode tersebut dapat digunakan dan hasilnya terhadap metode standar yang sudah ada. Evaluasi kinerja analitik yang dilakukan ialah presisi. Presisi suatu prosedur analisis merupakan kedekatan nilai dari serangkaian pengukuran yang diukur pada kondisi yang sama. Presisi terbagi menjadi 2, yaitu keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproduci bility). Keterulangan merupakan presisi yang diukur dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, pereaksi laboratorium, dan waktu yang sama. Ketertiruan merupakan presisi yang diukur dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, pereaksi laboratorium, dan waktu yang berbeda (Currell 2000).

Gambar 2 Tanaman meniran. Meniran merupakan tumbuhan obat yang banyak memiliki berbagai senyawa kimia. Tabel 1 menunjukkan macam-macam senyawa kimia pada tumbuhan obat meniran, Tabel 1 Macam-macam senyawa dalam meniran Senyawa Lignin Jenis Filantina, niratin, nirunin, filtetralin, hipofilantina, lintretalin, nirurisida, dan nirfilin Terpena Flavonoid Simena, limonena, lupeol, dan lupeol asetat Rutina, fisetinglukosida astragalin, kuersetin, rutina, kuersitrin, dan Lipid isokuersitrin Asam risinoleat, asam linoleat, asam linolenat, dotriankontanoat Benzenoid Alakaloid Metilsalisilat Norsekurinina, filokrisina, entnorsekurinina, nirurina, dan 4-metoksi-norsekurinina Steroid Tanin Vitamin -sitosterol Vitamin C dan K

BAHAN DAN LINGKUP KERJAAlat dan Bahan Alat -alat yang digunakan selama penelitian, di antaranya Heidolph Titramax 101, Buchi Rotavapor R-114, Camag Linomat 5, dan Camag Rep rostar 3 dengan didukung piranti lunak winCATS. Bahan yang digunakan selama penelitian ialah tanaman meniran dari kebun penelitian Pusat Studi Biofarmaka, Bogor. Lingkup Kerja Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas ekstraksi serbuk tanaman meniran dengan cara refluks dan maserasi, penentuan kadar air, pemilihan pelarut sebagai fase gerak, penentuan komposisi fase gerak dengan rancangan simplex centroid, deteksi komponen, perhitungan limit deteksi, dan evaluasi kinerja analitik.

Sumber: Kardinan & Kusuma 200 4.

Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai antibakteri, antiheptoksik,

4 5

Penentuan Kadar Air Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C selama 30 menit dan ditimbang (W 1). Sebanyak 3 g serbuk tanaman meniran ditimbang teliti dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut ( 2), kemudian dimasukkan W ke dalam oven bersuhu 105 C selama 3 jam. Cawan beserta isinya dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit sebelum ditimbang bobotnya. Pengukuran bobot sampel ini diulangi setiap 1 jam sampai diperoleh bobot konstan (W 3). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Kadar air (M) ditentukan sebagai berikut:

menggunakan Linomat 5.

KLT aplikator , yaitu Camag

Pemilihan pelarut Pemilihan 3 pelarut untuk fase gerak yang akan digunakan dengan menguji 13 pelarut tunggal. Sebanyak 10 mL masing-masing pelarut, yaitu n-heksana, dietil eter, nbutanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran, asam asetat, diklorometan a, etil asetat, aseton, toluena, asetonitril, dan kloroform dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan selama 20 menit. Setelah i u, t pelat KLT yang telah berisi cuplikan dimasukkan ke dalam bejana kromatografi, pengembangan dilakukan hingga eluen (fase gerak) mencapai jarak 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat diangkat dan dikeringkan. Identifikasi dilakukan untuk melihat bercak yang muncul pada pelat. Tiga pelarut yang dip ilih, yaitu yang memberikan penampakan bercak terbanyak dan memiliki pemisahan yang baik dengan mewakili sifat polar, semipolar, dan nonpolar. Komposisi F ase Gerak dengan Rancangan Simplex Centroid Setelah 3 pelarut dipilih, komposisi dari fase gerak dirancang menggunakan desain campuran (Gambar 3) (Almeide & Scarminio 2007). Pada Gambar 3, titik A dimisalkan pelarut A, titik B pelarut B, dan titik C pelarut C.A (1,0,0)

M=

W2 W3 100 % W2 W1

Ekstraksi dengan Refluks Serbuk tanaman meniran ditimbang sebanyak 100 g lalu dimasukkan ke dalam labu bulat beralas 1 L. Selanjutnya dimasukkan etanol 96% sebanyak 500 mL hingga semua bahan terendam. Serbuk direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk, lalu direfluks selama 3 jam. Hasil refluks disaring dan dipindahkan ke labu bulat lain sedangkan ampas direfluks dengan cara yang sama sebanyak 2 kali. Hasil refluks diuapputarkan kemudian dikeringbekukan sehingga didapat ekstrak kental (BPOM 2004). Ekstraksi dengan Maserasi Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Sebanyak 100 g serbuk tanaman meniran dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L kemudian ditambahkan 500 mL etanol 96%. Pada sampel dilakukan perendaman selama 6 jam menggunakan maserator, selanjutnya didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan dipindahkan ke erlenm eyer lain, sedangkan ampas diperlakukan sama sebanyak 2 kali maserasi. Ekstrak kasar yang didapat diuapputarkan kem udian dikeringbekukan sehingga diperoleh ekstrak kental (BPOM 2004). Pemilihan Pelarut Sebagai Fase Gerak Penotolan sampel Ekstrak kental yang telah didapat dilarutkan dengan sedikit etanol 96% hingga diperoleh konsentasi 10000 mg/L. Penotolan pada pelat KLT dilakukan dengan

(1/2,1/2,0) (2/3,1/6,1/6) (1/6,2/3,1/6) (1/3,1/3,1/3

(1/2,0,1/2)

(1/6, 1/6,2/3)

B (0,1,0)

(0,1/2,1/2)

C (0,0,1)

Gambar 3 Titik selektivitas berdasarkan rancangan simplex centroid.

6 5

Tiga digit angka menggambarkan komposisi dari tiap pelarut yang digunakan. Tiga digit angka yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya ditampilkan dalam Tabel 2. Selanjutnya, setiap fase gerak diujikan dengan meletakkan cuplikan pada setiap fase gerak. Setelah itu, dilakukan pengeringan pelat dan pendeteksian komponen. Tabel 2 Rancangan komposisi fase gerak Fase Gerak Perbandingan Komposisi Pelarut (v/v/v) A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 0 0 1/2 0 1/2 1/3 1/6 1/6 2/3 B 0 0 1 0 1/2 1/2 1/3 2/3 1/6 1/6 C 0 1 0 1/2 1/2 0 1/3 1/6 2/3 1/6

Evaluasi Kinerja Analitik Evaluasi kinerja analitik yang dilakukan berupa keterulangan. Selama 5 hari, fase gerak yang optimum diuji. Setiap harinya dilakukan pengujian pada pagi, siang, dan sore hari.

HASIL DAN PEMBAHASANKadar Air Penelitian ini diawali dengan penentuan kadar air. Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan agar dapat diperkirakan cara penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (jamur). Kadar air serbuk tanaman meniran sebesar 6.48% (Lampiran 2). Kandungan air pada sampel cukup rendah sehingga menunjukkan bahwaserbuk tanaman meniran dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1997), yaitu bila kadar air yang terkandung dalam suatu bahan kurang dari 10% maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi. Rendemen Ekstrak Rendemen ekstrak tertinggi didapat melalui ekstraksi menggunakan m etode refluks. Hasil rendemen menunjukkan nilai 8.62% untuk metode refluks dan 3.94% unt uk metode maserasi dari 100 g sampel yang diekstraksi (Lampiran 3). Metode refluks menunjukkan hasil yang lebih tinggi karena adanya tambahan panas sehingga sampel cepat terekstraksi secara menyeluruh. Sementara pada metode maserasi, sampel hanya dikocok saja tanpa ada bantuan panas sehingga sampel tidak terekstraksi secara menyeluruh. Pelarut Terbaik Pemilihan 3 pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak atau eluen, dimulai dengan menguji ke-13 pelarut tunggal seperti tertera pada Lampiran 4. Sampel yang digunakan, yaitu ekstrak refluks dan maserasi dengan menggunakan 4 metode pendeteksian, yaitu dengan lampu UV 254 dan 366 nm, vanilinasam sulfat, serta anisaldehida. Terlihat pada Gambar 4 dan 5, pelarut yang terbanyak memunculkan bercak, yaitu kloroform, diklorometana, dan dietil eter.

Deteksi K omponen Deteksi komponen dilihat dengan beberapa cara. Deteksi pertama, pelat disemprot dengan campuran larutan vanillin (1 g) dalam 100 mL asam sulfat:etanol (5:95, v/v). Setelah dikeringkan, pelat dipanaskan di dalam oven dengan suhu 110 C selama 5-10 menit untuk memunculkan warna dari bercak (Tripathi et al. 2006). Kedua, setelah pelat dikeringudarakan selama 5-10 menit kemudian pelat disinari dengan ultraviolet (UV) 254 nm dan UV 366 nm, bercak akan terlihat (Fernand 2003). Ketiga, pelat disemprot dengan anisaldehida. Penentuan Limit Deteksi Sebanyak 0.3125 g ekstrak pekat meniran dibuat larutan stok 12500 mg/L dalam etanol. Larutan stok ekstrak etanol dibuat ragam konsentrasi 2500, 5000, 7500, dan 10000 mg/L. Setelah itu, diujikan dengan KLT.

1 6

Gambar 4

Jumlah bercak yang dihasilkan ekstrak refluks dan maserasi menggunakan deteksi UV 254 dan 366 nm.Keterangan : = Ekstrak refluks menggunakan deteksi UV 254 nm = Ekstrak maserasi menggunakan deteksi UV 254 nm = Ekstrak refluks menggunakan deteksi UV 366 nm = Ekstrak maserasi menggunakan deteksi UV 366 nm

Gambar 5 Jumlah bercak yang dihasilkan ekstrak refluks dan maserasi menggunakan deteksi vanilin-asam sulfat dan anisaldehida.Keterangan : = Ekstrak refluks menggunakan deteksi vanilin-asam sulfat = Ekstrak maserasi menggunakan deteksi vanilin asam-sulfat = Ekstrak refluks menggunakan anisaldehida = Ekstrak maserasi menggunakan anisaldehida

Masing-masing pendeteksian memunculkan jumlah bercak yang berbeda-beda. Perbedaan munculnya bercak ini karena setiap pendeteksian mempunyai fungsi yang berbeda-beda, yaitu pendeteksian dengan UV 254 nm untuk alkaloid, flavonoid, dan triterpena serta UV 366 nm untuk flavonoid, alkaloid, triterpena, dan lignan (Fernand 2003). Sementara anisaldehida untuk mendeteksi terpenoid dan minyak atsiri (Santosa & Hertiani 2005) serta vanilin-asam

sulfat untuk mendeteksi fenilpropena, monoterpena, dan seskuiterpena (Harborne 1987). Selain pendeteksian, disebabkan juga oleh kekuatan dari setiap pelarut dalam mengelusi sampel. Mengacu pada Gambar 6 A-D, terlihat bahwa pelarut yang terlalu polar menunjukkan bercak terlalu tertarik mendekati garis akhir. Selain itu, bercak yang dihasilkan berekor.

7 1

A

B

C

D

E

F

G

H

Gambar 6 Hasil elusi ekstrak refluks (kiri) dan maserasi (kanan) menggunakan pelarut asam asetat (A), aseton (B), etanol (C), n-butanol (D), diklorometana (E), kloroform (F), n-heksana (G), dan toluena (H) menggunakan deteksi UV 366 nm. Begitu juga dengan pelarut yang terlalu nonpolar (Gambar 6 G-H) menunjukkan bercak sedikit terangkat dan cenderung berada di sekitar penotolan awal. Lain halnya dengan pelarut-pelarut yang mempunyai sifat semipolar (Gambar 6 E-F) seperti pelarut yang terpilih, selain banyak memunculkan bercak juga memisahkan dengan baik sehingga dapat dikatakan bahwa senyawasenyawa yang berada dalam tumbuhan meniran bersifat semipolar. Walaupun kloroform, diklorometana, dan dietil eter paling banyak memunculkan bercak pada prakteknya dietil eter digantikan oleh aseton. Aseton dipilih menggantikan dietil eter karena aseton lebih polar sehingga diharapkan dapat mengangkat beberapa bercak yang masih berada dekat garis penotolan awal. Selain itu, metode pendeteksian yang akan digunakan selanjutnya hanya UV 366 nm dan vanilinasam sulfat karena keduanya lebih banyak dalam memunculkan bercak dibandingkan 2 metode deteksi lainnya. Penentuan Titik Optimum dari 3 Pelarut Menggunakan Desain Campuran Setelah 3 pelarut terpilih, dilanjutkan dengan penentuan komposisi setiap pelarut menggunakan rancangan simplex centroid. Ketiga pelarut yang diperoleh, yaitu aseton sebagai titik A, diklorometana sebagai titik B, dan kloroform sebagai titik C diujikan dengan setiap komposisi sesuai dengan Tabel 2.

Gambar 7 Jumlah bercak yang dihasilkan deteksi UV 366 nm ( ) dan vanilin-asam sulfat ( ) menggunakan 10 jenis komposisi fase gerak. Terlihat pada Gambar 7, ternyata komposisi yang paling banyak dalam memunculkan bercak, yaitu saat fase gerak menunjukkan1/2 kloroform:1/2 diklorometana baik dengan pendeteksian UV 366 nm maupun vanilin-asam sulfat. Dapat dilihat pada saat komposisi tersebut memunculkan bercak sebanyak 16 bercak untuk deteksi UV 366 nm dan 10 bercak untuk deteksi vanilinasam sulfat (Lampiran 10). Terlihat pada Gambar 7 bahwa komposisi terbanyak memunculkan bercak, yaitu yang banyak mengandung kloroform dan diklorometana

2 8

dan sedikit aseton. Jika komposisi aseton terlalu banyak, bercak yang muncul cenderung sedikit dan berekor. Berdasarkan jumlah bercak yang dihasilkan Gambar 7, daerah dan titik optimum ditentukan dengan menggunakan piranti lunak Minitab 14. Terlihat pada Gambar 8, daerah optimum ditunjukkan dengan daerah yang berwarna hijau tua baik untuk deteksi UV 366 nm maupun vanilinasam sulfat.

deteksi UV 366 nm. Hal ini dikarenakan antara faktor A, B, dan C serta respons yang dihasilkan sudah membentuk model yang ideal untuk deteksi tersebut. Limit Deteksi Limit deteksi metode yang diuji untuk melihat konsentrasi ekstrak yang memunculkan bercak sebanyak saat optimum, yaitu 16 bercak. Konsentrasi ekstrak yang digunakan 2500, 5000, 7500, dan 10000 mg/L. Pada Gambar 9 terlihat bahwa beberapa bercak tidak muncul pada setiap konsentrasinya. Konsentrasi ekstrak 2500 mg/L menunjukkan 11 bercak, 5000 mg/L 13 bercak, 7500 mg/L 15 bercak, dan 10000 mg/L 16 bercak. Ternyata dengan konsentrasi 10000 mg//L, bercak yang dihasilkan sama seperti titik optimum, yaitu 16 bercak sehingga dapat dikatakan limit deteksi metode 10000 mg/L.

A

B

Gambar 8 Daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm (A) dan deteksi vanilinasam sulfat (B). Titik optimum untuk deteksi UV 366 nm diperoleh saat nisbah antara kloroform dan diklorometana 0.6553:0.3447 sedangkan untuk deteksi vanilin-asam sulfat saat nisbah antara kloroform dan diklorometana 0.0741:0.9259. Berdasarkan nisbah titik optimum tersebut maka pada Gambar 8 terlihat daerah optimum untuk deteksi UV 366 nm cenderung mendekati titik C (Gambar 8A) dan untuk deteksi vanilin-asam sulfat cenderung berada di titik B (Gambar 8B). Selain itu, suatu persamaan regresi diperoleh yang menggambarkan kedua deteksi yang digunakan. Manfaat yang diperoleh, yaitu dapat menduga jumlah bercak yang dihasilkan oleh suatu fase gerak tanpa harus mengujinya terlebih dahulu. Persamaan regresi yang dihasilkan untuk deteksi UV 366 nm y = 4.036A+8.763B+13.673C+0.414AB1.768AC +15.687BC sedangkan untuk deteksi vanilinsulfat y = 2.368A+9.913B+6.913C 9.808AB+8.192AC+3.283BC. Model yang dihasilkan dari kedua deteksi ini cukup baik karena saat menggunakan deteksi UV 366 nm dihasilkan nilai R2 yang tinggi , yaitu 91.56% (Lampiran 13) dan saat deteksi dengan vanilin-asam sulfat dihasilkan nilai R2 sebesar 95.16% (Lampiran 14). Dapat dilihat R2 tertinggi dihasilkan saat menggunakan deteksi vanilin-asam sulfat walaupun bercak terbanyak dihasilkan dengan

A

B

C

D

Gambar 9 Hasil deteksi UV 366 nm untuk ekstrak 2500 (A), 5000 (B), 7500 (C), dan 10000 mg/L (D). Evaluasi Kinerja Analitik Evaluasi kinerja analitik yang dilakukan, yaitu uji presisi berupa keterulangan. Selama 5 hari dilakukan pengujian KLT dengan menggunakan fase gerak yang optimum pada pagi, siang, dan sore hari. Hal ini dilakukan untuk memastikan jumlah bercak tetap sama dan letak bercak tidak berpindah -pindah. Gambar hasil keterulangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Setiap bercak yang dihasilkan pada Gambar 10 dan 11 merupakan rerata dari pengujian pagi, siang, dan sore hari setiap harinya.

1 9

Gambar 10

Interaksi antara banyaknya bercak yang tampak selama 5 hari dengan nilai Rf setiap bercak untuk deteksi vanilinasam sulfat.Keterangan : bercak ke-2, bercak ke-4, bercak ke-6, bercak ke-8, bercak ke-10 = = = = = bercak ke-1, bercak ke -3, bercak ke -5, bercak ke -7, bercak ke-9, = = = = =

Gambar 11 Interaksi antara banyaknya bercak yang tampak selama 5 hari dengan nilai Rf setiap bercak untuk deteksi UV 366 nm.Keterangan : bercak ke-2, bercak ke-4, bercak ke-6, bercak ke-8, bercak ke-10, bercak ke-12, bercak ke-14, bercak ke-16, = = = = = = = = = bercak ke -1, bercak ke-3, bercak ke-5, bercak ke-7, bercak ke-9, bercak ke-11, bercak ke-13, bercak ke-15, bercak ke-17 = = = = = = = =

Pada Gambar 10 terlihat 10 grafik yang mewakili setiap bercak atau senyawa. Terdapat 2 titik yang menyebabk an pola tidak sejajar pada hari ke-4 dan 5 karena perbedaan nilai Rf antarulangan dan antarharinya melebihi 0.05 (Lampiran 18). Ini berarti saat hari ke-1 hingga ke-3 letak kesepuluh bercak dapat dikatakan tidak berpindah sehingga grafik berpola sejajar. Berbeda dengan Gambar 11, terdapat 2 titik yang menunjukkan titik dengan nilai Rf nol. Hal ini disebabkan bercak ke-3 yang muncul saat hari ke-1 dan ke-4 tidak muncul pada hari ke-2, 3, dan 5. Selain itu, saat hari ke-2 muncul bercak ke-5 yang hanya muncul pada hari ke-2 sehingga keterulangan untuk hari ke-1 dan ke-4 tetap memunculkan 16 bercak, hari ke-3 dan ke-5 memunculkan 15 bercak, dan hari ke-2 memunculkan 16 termasuk 1 bercak baru. Adanya bercak yang hilang dikarenakan kondisi bejana kromatografi yang belum jenuh sempurna sehingga diduga bercak bersatu dengan bercak sebelumnya. Sementara bertambahnya jumlah bercak diduga antara bercak satu dengan yang lain terpisah sempurna tetapi karena kondisi kejenuhan bejana kromatografi setiap harinya berbeda sehingga keterpisahan antarbercak tersebut tidak diikuti keempat hari lainnya.

Jika titik yang bernilai nol diabaikan maka ke-17 grafik menunjukkan pola cenderung sama, hanya saja terdapat pola yang sedikit menyimpang, yaitu tepatnya titik saat hari ke5. Penyimpangan pola disebabkan perbedaan nilai Rf yang dihasilkan setiap bercak selama 5 hari. Tepatnya pergeseran nilai Rf terbesar terjadi pada hari ke-5 pada bercak ke-5, 8, 10, 11, 12, 14, 15, dan 16. Ketujuh bercak tersebut memiliki perbedaan nilai Rf antarulangan atau selama 5 hari yang melebihi 0.05 (Lampiran 18) sehingga pergeseran grafik terlihat. Menurut Reich dan Schibli (2008), kriteria yang diterima untuk bercak ialah setiap ulangan setiap harinya tidak melebihi 0.05. Keterulangan sangat baik jika grafik yang mewakili setiap hari berpola sama atau berpola sejajar yang berarti nilai Rf dari setiap bercak setiap harinya tidak berubah. Selain itu, dengan hasil analisis rancangan acak kelompok yang dihasilkan, ternyata pengujian pada pagi, siang, dan sore hari setiap harinya berpengaruh nyata (Lampiran 19 & 20) baik untuk deteksi vanilin-asam sulfat maupun UV 366 nm. Nilai simpangan baku setiap bercak dihitung untuk melihat seberapa baik keterulangan yang diperoleh. Dapat dilihat pada Lampiran 21 , untuk deteksi vanilinasam sulfat rentang simpangan baku yang

2 10

dihasilkan 0-0.0551 sedangkan rentang simpangan baku untuk deteksi UV 366 nm 00.0379. Nilai simpangan baku akan semakin besar jika perbedaan nilai Rf yang dihasilkan besar. Keterulangan yang baik dihasilkan oleh deteksi vanilin-asam sulfat karena bercak yang dihasilkan tetap berjumlah sama setiap harinya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tiga pelarut didapat sebagai fase gerak terbaik, yaitu kloroform, diklorometana, dan aseton. Titik optimum didapat saat kloroform dan diklorometana, yaitu 0.6553:0.3447 untuk deteksi UV 366 dengan nilai R2 sebesar 91.56% dan 0.0741:0.9259 untuk deteksi vanilin-asam sulfat dengan nilai R 2 sebesar 95.16% Saran Sebaiknya titik saat komposisi memunculkan bercak terbanyak dijadikan titik tengah pada segitiga centroid sehingga diharapkan titik optimum berada di tengah bidang segitiga. Selain itu, diperlukan pemilihan bejana kromatografi yang terkontrol suhu, kelembapan, dan kejenuhannya. DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: BPOM RI. Almeide AA, Scarminio IS. 2007. Statistical mixture design of optimization of extraction media and mobile p hase compositions for the characterization of green t ea. J Separat Sci 30:414-420. Anderson VL, McLean RA. 1974. Design of Experiments. New York: Marcel Dekker. Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, Scarminio IS. 2007. Mixture design for the Fingerprint optimization of chromatographic m obile phases and extraction s olutions for Camellia sinensis . Anal Chim Acta 595:28-37. Cano et al. 2006. Optimization mobile phase for separation of carbohydrates in honey by high performance liquid

chromatography using a mixture design. J Braz Chem Soc 17:588-593. Currel G. 2000. Analytical Instrumentation Performance Characteristics and Quality. Chichester: Wiley. Delaroza F, Scarminio IS. 2008. Mixture design optimization of extraction and mobile phase m edia for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Separat Sci 31:034-1041. Fernand VE. 2003. Initial characterization of crude extracts from Phyllanthus amarus Schum. and Thonn. and Quassia amara L. using normal phase thin layer chromatography [tesis]. Lousiana: Program Pascasarjana, University of Suriname. Harborne JB. 1987. Metode Bandung: Penerbit ITB. Fitokimia.

Kardinan A, Kusuma FR. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA. 2008. An easy method to identify 8-keto-15-hidroxytrichothecenes by thin layer chromatography. Mycotoxins 58(2):115-117. Koll K, Reich E, Blatter A, Veit M. 2003. Validation of standardized high performance thin layer chromatographic methods for quality control and stability testing of herbals. J AOAC Internat (86). Nutan. 2004. Starch acetate as a film forming excipient in controlled drig delivery [disertasi]. Texas: Program Pascasarjana, University Health Science Center. Nyiredy Sz. 2002. Planar chromatographic method development using the prisma optimization system and flow charts. J Chromatogr Sci 40:110. Osward TT. 1995. Tumbuhan Obat. Jakarta: Baratha. Reich E, Schibli A. 2008. Validation of high performance thin layer chromatographic methods for identification of botanicalsin a cGMP environment. J AOAC Internat 9:13-20.

3 11

Santosa CM dan Hertiani T. 2005. Kandungan senyawa kimia dan efek ekstrak air daun bangun-bangun (Coleus amboinicus L) pada aktivitas fagositosis netrofil tikus putih. Maj Farm Indones 16:141-148. Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Drug Analysis by Chromatography. Stoenoiu CE, Bolboaca AD, Jantschi L. 2006. Mobile phase optimization for steroid separation. Med Informatics 18:17-24.

Tripathi AK, Verma RK, Gupta AK, Gupta MM, Khanuja S. 2006. Quantitative determination of phyllanthin and hypophyllanthin in phyllanthus species by high performance thin layer chromatography. Phytochem Anal 17:394397. Yuniarti T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Media Pressindo.