masalah kemiskinan lengkap
-
Upload
piand-priam -
Category
Documents
-
view
132 -
download
10
Transcript of masalah kemiskinan lengkap
![Page 1: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/1.jpg)
1. Masalah Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.
Kemiskinan dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu :
a. Kemiskinan Absolut
Dimana dengan pendekatan ini diidentifikasikan jumlah penduduk yang hidup dibawah
garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan
untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum.
b. Kemiskinan RelatifKemiskinan relatif yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing
golongan pendapatan. Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencapai standar kehidupan yang ditetapkan masyarakat setempat. Dengan kata lain,
kemiskinan relatif amat erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Di samping itu terdapat juga bentuk-bentuk kemiskinan yang sekaligus
menjadi faktor penyebab kemiskinan (asal mula kemiskinan). Ia terdiri dari: (1) Kemiskinan
natural, (2) Kemiskinan kultural, dan (3) Kemiskinan structural
1. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang
miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak
memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya
manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut
serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan
yang rendah.
2. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok
masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya
di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan.
Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi
dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah
tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah
menurut ukuran yang dipakai secara umum.
3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktorfaktor
buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi
aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi
dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu
2. Beban Kemiskinan Global
Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya kaum
wanita yang pada umumnya merupakan pihak yang selalu dirugikan. Mereka merupakan pihak
yang menanggung beban kerja yang lebih banyak daripada kaum pria di saat berada dalam
situasi rumah tangga miskin. Demikian pula dengan anak-anak, mereka juga menderita akibat
adanya ketidakmerataan tersebut dan kualitas hidup masa depan mereka terancam karena tidak
tercukupinya gizi, pemerataan kesehatan dan pendidikan.
Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan(inequality). Perbedaanya
yaitu kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari bagian masyarakat
tertentu , sedangkan ketimpangan mengacu pada standar hidup yang relatif dariseluruh
![Page 2: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/2.jpg)
masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang ekstrim, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan
tingkat kemiskinan semakin tinggi.
3. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi (Consumption-based Poverty
Line) terdiri atas dua elemen, yaitu :
1) Pengeluaran yang diperlukan untuk memenuhi standar gizi minimum dan kebutuhan
mendasar lainnya. Biaya untuk mendapatkan kalori minimum dan kebutuhan lain dihitung
dengan melihat harga-harga makanan yang menjadi menu golongan miskin.
2) Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi yang mencerminkan biaya partisipasi dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sehingga sifatnya lebih subyektif.
Kriteria untuk membedakan penduduk miskin dengan yang tidak miskin mencerminkan
prioritas nasional tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun umumnya pada
saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum yang bisa
diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah.
4. Besarnya Tingkat Kemiskinan yang Terjadi
Cara yang paling sederhana untuk mengukur jumlah kemiskinan adalah dengan
menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi dari populasi. Cara yang lazim disebut
dengan Headcount index, ini sangat bermanfaat meskipun indikator ini sering dikritik karena
mengabaikan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, untuk
mengatasi kesenjangan kemiskinan pendapatan atau Poverty Gap digunakan untuk mengatasi
kelemahan Headcount Index. Poverty Gap menghitung transfer yang akan membawa
pendapatan setiap penduduk miskin hingga tingkat di atas garis kemiskinan, sehingga
kemiskinan dapat dilenyapkan.
Ada 3 tingkat kemiskinan, antara lain :
a) Kemiskinan Ekstrim (Extreme Poverty)
Menunjukkan kondisi rumah tangga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar untuk
bertahan hidup, menderita kelaparan kronis, tidak mampu mengakses kesehatan, tidak
memiliki air bersih dan sanitasi, tidak mampu menyekolahkan sebagian atau seluruh anaknya,
rumahnya tidak memiliki atap yang memadai untuk melindungi dari panas atau hujan, dan
pakaian atau sepatu yang sederhana.
b) Kemiskinan Moderat (Moderate Poverty)
Menunjukkan kondisi hidup dimana kebutuhan dasar sudah terpenuhi, namun masih relatif
sederhana, karena umumnya hanya memiliki pendapatan antara US$1-2 per hari.
c) Kemiskinan Relatif (Relative Poverty)
Umumnya ditemukan untuk rumah tangga dengan pndapatan di bawah proporsi rata-rata
pendapatan nasional.
Gambar 1
Jumlah Penduduk yang Tergolong Miskin Ekstrim
Berdasarkan Kawasan
Keterangannya adalah 93% penduduk miskin yang tergolong ekstrim berada di kawasan
Asia Timur, Asia selatan, dan Subsahara Afrika. Hampir separuh penduduk Afrika hidup miskin
secara ekstrim dan bahkan cenderung meningkat selama 1981-2001. Negara-negara di Asia
Selatan dan asia Timur merupakan kawasan kedua dan ketiga yang memiliki jumlah penduduk
miskin terbesar. Proporsi penduduk ekstrim di Asia Timur turun drastis dari 58% pada tahun
![Page 3: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/3.jpg)
1981 menjadi 15% pada tahun 2001. Di Asia Selatan tingkat kemiskinan ekstrim juga turun
meski tidak begitu drastis yaitu dari 52% tahun 1981 menjadi 31% tahun 2001.
5. Indikator Kemiskinan di Indonesia
5. 1. Garis Kemiskinan BPS
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari komponen kebutuhan dasar
terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan pedesaan
berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu :
a) Pendekatan Kebutuhan Dasar (Basic Needs Approach)
Pendekatan ini paling sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dengan
demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food
line) dan garis makanan non makanan (non-food line).
3 Kelemahan utama dalam penggunaan pendekatan kebutuhan dasar, antara lain:
1.Kemiskinan dikonseptualisasikan memenuhi kebutuhan dasar dan hanya diukur dari sisi
pengeluaran perkapita, padahal kemiskinan sangat kompleks dan mempunyai banyak dimensi
sosial dan kultural.
2.Metodologi pengukuran standar kebutuhan minimum. Misalnya, perbandingan garis
kemiskinan antara daerah perkotaan dan pedesaan yang digunakan dalam metode BPS kurang
merepresentasikan perbedaan biaya hidup riil antara daerah perkotaan dan pedesaan (terutama
untuk periode sebelum 1993).
3. Masih adanya perdebatan tentang pengukuran nilai standar minimum.
b) Pendekatan Headcount Index
Rumus :
P α = 1ni=1qz-yiz
Keterangan:
α = 0, 1, 2
z = Garis Kemiskinan
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan (i = 1, 2, …, q), z < yi
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n = Jumlah penduduk
Jika α = 0 maka diperoleh Head Count Index P0 yaitu persentase penduduk miskin. Jika α
= 1 disebut indeks kedalaman kemiskinan P1 sedangkan jika α = 2 disebut indeks keparahan
kemiskinan P2. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Indeks keparahan
kemiskinan merupakan jumlah dari poverty gap tertimbang dimana penimbangnya sebanding
dengan poverty gap itu sendiri.
5. 2. Garis Kemiskinan Versi BKKBN
Pendataan keluarga oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN)
dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan keluarga. Pendekatan BKKBN ini masih
dianggap kurang realistis karena konsep Keluarga Pra Sejahtera dan KS l sifatnya normatif dan
lebih sesuai dengan keluarga kecil.
![Page 4: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/4.jpg)
5. 3. Garis Kemiskinan Versi World Bank
Bank dunia menggunakan dua kriteria dalam menentukan garis kemiskinan, yaitu :
1) Menggunakan garis kemiskinan nasional yang didasarkan pada pola konsumsi 2.100 kalori
per hari.
2) Menggunakan garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP(Purchasing Power
Parity) US$1 dan US$2.
Untuk dapat membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, Bank Dunia menggunakan
estimasi konsumsi yang dikonversi ke dalam dolar AS dengan menggunakan PPP (PPP for
Consumption)dan bukan nilai tukar (Exchange Rate). Digunakannya PPP dan bukan kurs
sebagai dasar perbandingan kemiskinan antarnegara, karena konversi kurs nilai mata uang suatu
negara terhadap PDB dan komponen-komponennya dapat memberikan hasil yang tidak
konsisten. Ketidakkonsistenan tersebut berupa :
1) Konversi kurs gagal mencerminkan tingkat volume barang dan jasa yang sebenarnya
diperbandingkan selama tahun tertentu.
2) Konversi kurs gagal mencerminkan pergerakan dalam volume relatif barang dan jasa
sepanjang waktu.
Garis kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS berdasarkan pola konsumsi digunakan
Bank Dunia untuk menganalisis profil kemiskinan, penyebab kemiskinan, dan telaah strategi
atau program antikemiskinan di sebuah negara. Namun, parameter kemiskinan yang digunakan
oleh suatu negara tidak bisa digunakan oleh negara lain. Oleh karena itu, dibuatlah garis
kemiskinan internasional dalam bentuk nilai tukar PPP US$1 dan US$2 sebagai standar
internasional yang bisa diterapkan di seluruh negara.
5. 4. Garis Kemiskinan yang Lain
Garis kemiskinan lain yang paling dikenal adalah versi Profesor Sajogyo, yang
menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga beras. Sajogyo mendefinisikan
batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras.
Sayangnya, pendekatan Sajogyo ini memiliki kelemahan yaitu tidak mempertimbangkan
perkembangan tingkat biaya riil.
Ukuran kemiskinan Sajogyo banyak dikritik setidaknya dua hal yaitu mengandalkan pada
satu harga dan beras tetap menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, porsinya
dalam anggaran keluarga, bahkan dalam keluarga miskin menurun secara cepat. Oleh karena itu,
Professor Hendra Esmara mencoba menetapkan suatu garis kemiskinan, karena ukuran Esmara
mampu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan riil yang meningkat terhadap
kuantitas barang-barang esensial yang dikonsumsi. Ukuran kemiskinan Esmara ini meningkat
lebih cepat daripada ukuran BPS maupun Sajogyo.
6. Penyebab kemiskinan
Penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, yaitu :
1)Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia.
3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
![Page 5: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/5.jpg)
7. Alternatif Solusi Kemiskinan
Pengalaman di negara-negara Asia menunjukkan adanya berbagai model mobilisasi
perekonomian pedesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu :
1) Mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam
rumah tangga petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan.
2) Menitikberatkan pada transfer sumberdaya dari pertanian ke industri melalui mekanisme
pasar.
Secara analitik, yang dapat dipetik adalah bahwa mobilisasi sumber daya dari
sektorpertanian hanya layak karena produksi tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan
penduduk, dan akibatnya produktivitas tenaga kerja meningkat pada kecepatan yang
memungkinkan kenaikan moderat dalam konsumsi per kapita di sektor pertanian, meskipun
dibarengi dengan tingginya sewa yang dibayar kepada pemilik tanah dan memburuknya nilai
tukar.
3) Menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan
kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin.
Model ini dikenal dengan nama “Model pertumbuhan berbasis Teknologi (Rural led
Development)”. Beberapa permasalahan dalam strategi pembangunan dengan sektor pemimpin
pertanian didasarkan atas kemungkinan dibukanya pertanian oleh teknologi modern. Sektor
pertanian tidak hanya sebagai sumber pemasok sumberdaya tetapi sebagai sektor yang mampu
meningkatkan permintaan atas produk pertanian dan nonpertanian. Oleh karena itu mendukung
proses pertumbuhan seimbang. Proses ini akan berhasil apabila dua syarat terpenuhi, yaitu :
a) Kemampuan mencapai tingkat pertumbuhan output pertanian yang tinggi.
b) Menciptakan pola permintaan yang kondusif terhadap pertumbuhan.
Pertumbuhan pertanian yang pesat dapat menciptakan pola pembangunan yang dipimpin
pertanian hanya apabila terjadi distribusi kekayaan yang lebih merata dalam perekonomian
agraris. Kasus di Cina, Taiwan, dan Korea Selatan setelah Perang Dunia II menunjukkan bahwa
ini dapat dicapai dengan program Land Reform yang dikombinasikan dengan eksploitasi potensi
sumber daya dengan teknologi modern untuk perluasan tanah, penggunaan tenaga kerja secara
intensif, peningkatan pendapatan, dan permintaan secara meluas dalam masyarakat desa.
8. Studi Pertumbuhan, Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia
8. 1. Studi SMERU
Hasil studi tersebut menemukan bahwa :
a. Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan.
b. Pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen.
c. Pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan sehingga pertumbuhan
yang berkelanjutan penting untuk mengurangi kemiskinan.
d. Pertumbuhan dalam jangka panjang tidak mengurangi kemiskinan.
e. Pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan sehingga sangat
penting untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan.
f. Memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk golongan
masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang pertumbuhan, dan
mengurangi kemiskinan.
![Page 6: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/6.jpg)
8. 2. Studi Strauss dan Kawan-kawan
Studi yang dilakukan oleh Strauss menggunakan Indonesian Familylife surveys (IFLS)
untuk meneliti dimensi lain dari kesejahteraan masyarakat Indonesia Selma krisis. IFLS
merupakan survei panel terhadap rumah tangga dan masyarakat di 13 provinsi di Indonesia yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera selatan, lampung, Jakarta, Jawa barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Data yang dikumpulkan meliputi pengeluaran rumah tangga yang memungkinkan peneliti
untuk mengetahui apa yang terjadi terhadap pengeluaran riil dan kemiskinan. IFLS juga berisi
informasi dengan beberapa topik yang merupakan fokus utama dalam pengukuran perubahan
kesejahteraan. IFLS mencakup data mengenai upah, tenaga kerja, dan kesehatan, juga informasi
rinci mengenai pendidikan, KB, JPS dan JPS lainnya. IFLS memasukkan data yang
dikumpulkan pada tingkat masyarakat dan dari fasilitas kesehatan dan sekolah, sehingga bisa
melacak ketersediaan dan kualitas layanan, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun
swasta. Dengan data jenis ini, seorang peneliti memiliki kesempatan untuk meneliti pengaruh
jangka menengah terhadap tingkat dan transisi kemiskinan, kesehatan dan ukuran kesejahteraan
lainnya.
Hasil studi dengan menggunakan IFLS menunjukkan bukti bahwa selama tiga tahun
(1997-2000) tingkat kemiskinan sedikit menurun tetapi tidak signifikan yaitu dari 17,4% menjadi
15,5%. Walaupun terdapat perbedaan antarprovinsi dan antardaerah perkotaan dan
pedesaan. Jika melihat peningkatan kemiskinan yang besar dan signifikan menjadi 27% yang
terjadi antara tahun 1997 sampai akhir tahun 1998, hal ini menunjukkan kembalinya tingkat
kemiskinan.
9. Tren Kemiskinan
9. 1. Perkembangan jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Terdapat dua alasan utama mengapa penurunan jumlah penduduk miskin dan tingkat
kemiskinan yang berkesinambungan cukup cepat, yaitu :
1) Ketidakseimbangan dalam kawasan pedesaan menurun antara tahun 1981 dan 1987.
2) Garis kemiskinan pedesaan yang ditetapkan oleh BPS dalam kenyataannya bertambah lebih
lambat antara tahun 1981 dan 1987 dibanding indeks harga pedesaan yang digunakan.
3) Persentase populasi kaum miskin yang tinggal di kawasan perkotaan menurut BPS dalam
kenyataannya meningkat lebih cepat dari garis kemiskinan pedesaan sejak tahun 1967,
sehingga di tahun 1987 garis kemiskinan perkotaan hampir 70% lebih tinggi dibanding
kawasan pedesaan.
Metode yang digunakan dalam penentuan rumah tangga miskin adalah dengan
menggunakan sistem skoring dimana setiap variabel diberi skor yang diberi bobot dan bobotnya
didasarkan kepada besarnya pengaruh dari setiap variabel terhadap kemiskinan. Jumlah variabel
dan besarnya bobot berbeda di setiap kabupaten.
![Page 7: masalah kemiskinan lengkap](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020712/557210e3497959fc0b8dd962/html5/thumbnails/7.jpg)
9. 2. Rumus
Rumus Perhitungan Indeks Rumah Tangga :
IRM= Wi.Xi
Keterangan :
Wi = Bobot variabel terpilih, dan Wi=1
Xi = Nilai skor variabel terpilih (skor 1 untuk jawaban yang mengindikasikan miskin dan skor
0 untuk jawaban yang mengindikasikan tidak miskin)
IRM = Indeks rumah tangga miskin, dengan nilai antara 0 dan 1
Atau
IRM= i=111Si.Wi100
Keterangan :
IRM = Indeks Rumah Tangga Miskin
Si = Skor variabel ke-i
Wi = Penimbang setiap variabel (total penimbang = 100)
Rumus Perhitungan Indeks RT :
IRT= iNIRMiN
Keterangan :
IRT = Indeks RT
IRMi = Indeks RT miskin ke-i
I = 1, 2, 3, …, N
N = jumlah rumah tangga miskin dalam RT
Rumus Indeks perhitungan Desa/Kelurahan :
IDS= j=1mIRTj.Wjj=1mWj
Keterangan :
IDS = Indeks desa/kelurahan
IRTj = indeks RT ke-j
j = 1, 2, 3, …, m
W = Jumlah rumah tangga miskin di dalam setiap RT