Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

9
MA’RIFATULLAH Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu. Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”. Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAH Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali 1. asma’ (nama) Allah 2. sifat Allah dan 3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini. Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan : 1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah, 2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah, 3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran- kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT 4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya 5. berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya 6. membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW. Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan

description

agama

Transcript of Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

Page 1: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

MA’RIFATULLAH

Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

CIRI-CIRI DALAM MA’RIFATULLAHSeseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali1. asma’ (nama) Allah2. sifat Allah dan3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah,2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya5. berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya6. membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.Ada sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”

Page 2: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

MA’RIFATUR RASUL

Makna Risalah dan Rasul

•Risalah: Sesuatu yang diwahyukan A11ah SWT berupa prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah

untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat.

•Rasul: Seorang laki-laki yang diberi wahyu oleh Allah SWT yang berkewajiban untuk

melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia.

التعلمون كنتم �ن إ الذكر� أهل فسئلوا �ليه�م إ وح�ي ن ر�جاال �ال إ قبلك .ومآأرسلنا

Allah SWT berfirman,

Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang

laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-

orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiyaa` (21) : 7)

Tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW

Di antara tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW adalah :

1.Memiliki sifat yang asasi (shiddiq, komitmen atau amanah terhadap perintah, tabligh dan

fathanah atau cerdas).

2.Memiliki mukjizat (kejadian luar biasa yang diberikan Allah SWT sebagai tanda kenabian

atau kerasulannya yang tidak bisa dipelajari dan ditandingi, serta tidak berulang).

3.Berita kedatangannya sudah diberitahukan. (QS. Ash-Shaf (61) : 6)

Kedudukan Rasulullah SAW

Untuk mengetahui kedudukan Rasulullah SAW, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :

•Sebagai hamba Allah

Rasulullah SAW, dilihat dari kehambaannya atau kemanusiawiannya tidak ada bedanya

dengan manusia yang lainnya. Di dalam sejarah kita dapat mengenal nasabnya, sifat-sifat

fisiknya, hari dan tanggal kelahirannya. Beliau juga makan, minum dan berkeluarga, yang

mana semuanya itu dimiliki oleh semua hamba Allah SWT termasuk Rasulullah SAW.

Kriteria Hamba Allah Menurut Al Qur’an  

Page 3: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

1-Hamba Allah adalah orang yang bertakwaQS. Al Ankabut: 16

Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya

2- Hamba Allah adalah orang yang ahli sujud QS. An Najm: 62

Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)

3- Hamba Allah adalah orang yang taat kepada Allah QS. Nuh: 3

Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepada-Ku

4- Hamba Allah adalah orang yang menentang setan QS. Yasin: 60-61

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan? Dan

hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.

•Sebagai utusan Allah

Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa Muhammad SAW memiliki kedudukan sebagai utusan

Allah SWT dengan tugas-tugas :

Menyampaikan (tablig)

Allah SWT berfirman,

اس� الن م�ن يعص�مك والله ر�سالته غت بل فما تفعل م ل �ن وإ ك ب ر م�ن �ليك إ مآأنز�ل غ بل سول الر ها ياأيالكاف�ر�ين القوم اليهد�ي الله �ن .إ

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu

kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah

memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk

kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah (5) : 67)

Sifat-Sifat Dasar Rasulullah SAW

Page 4: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

Muhammad SW memiliki empat sifat dasar yang menjadikannya layak untuk mengemban,

empat sifat dasar tersebut adalah:

Jujur (Shiddiq).

Kejujuran Muhammad SAW, adalah kejujuran mutlak yang tidak akan pernah luntur dalam

kondisi apapun, maka beliau tidak pernah mengatakan sesuatu melainkan sesuai dengan

realita, baik ketika berjanji ataupun bersumpah, serius ataupun bercanda. Kejujuran seperti

ini, adalah sesuatu yang dimiliki oleh seorang rasul; karena manusia tidak akan percaya

kepada rasul yang tidak jujur. Diantara contoh kejujuran Rasulullah SAW seperti yang

diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Abdullah bin Abil Khansa, ia menuturkan,”Sebelum masa

kenabian, aku pernah melakukan transaksi jual beli bersama Rasulullah SAW. Ketika itu, aku

masih menyisakan beberapa barang dagangannya padaku, lalu aku berjanji akan

mengantarkan barang tersebut ke tempat beliau pada hari itu juga, akan tetapi ketika itu aku

lupa, begitu pula keesokan harinya, sehingga aku datang ke tempat beliau pada hari yang ke

tiga. Beliau beliau bersabda,”Wahai anak muda! Engkau telah menyengsarakan aku, sejak

tiga hari yang lalu aku terus menunggumu di sini.”

Dari kisah tersebut, kita dapat melihat, bahwa beliau jujur dengan apa yang telah beliau

sepakat dengan pemuda tersebuti, di mana dari hari pertama yang disepakati dengan pemuda

tersebut sampai hari di mana pemuda itu datang kepadanya, Rasullullah SAW tetap setia

menunggu.

Amanah dengan Apa yang Didakwahkan

Sebagai wakil dari Allah SWT, dengan misi menyampaikan risalah kepada umat manusia,

Rasulullah SAW selalu konsisten dan komitmen dalam melaksanakan risalah tersebut; karena

apabila apabila beliau tidak konsisten atau komitmen dalam menjalankan risalahnya, maka

hal yang demikian akan menunjukkan bahwa ia tidak bisa menghadapi apa yang dibebankan

kepadanya, dan tentu saja akan menjadi bukti kebohongan atas pengakuannya sebagai utusan

Allah SWT.

Menyampaikan (Tabligh)

Rasulullah SAW senantiasa menyampaikan kandungan risalah secara sempurna dan kontinyu

tanpa mempedulikan kemurkaan, penyiksaan, gangguan, tipu daya dan teror dari orang-orang

yang memusuhinya. Beliau tetap istiqamah dan tidak tidak melakukan penyimpangan

terhadap perin tah Allah SWT, betapapun banyak godaan yang merintanginya.

Page 5: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

Tanpa adanya tabligh, risalah tidak akan pernah muncul ke permukaan, begitu juga halnya

tanpa sikap sabar dan konsisten dari Rasulullah SAW, dakwah ini tidak akan pernah eksis.

•Ma'rifatullah (Mengenal hakikat Allah) .

•Tauhidullah [Mengesakan Allah] .

•Basyir wa nadzir (Memberi kabar gembira dan peringatan)

Cerdas (Fathanah)

Cerdas adalah sifat yang harus selalu mengiringi upaya tabligh, karena disaat menyampaikan

dakwahnya, seporang rasul akan banyak menghadapi bantahan dan perdebaan para musuh,

pertanyaan para pengikutnya dan penentangan serta kritik orang-orang yang meragukannya.

Oleh karena itu, ia harus memiliki kepastian kecerdasan, kekuatan argumentasi dan kekuatan

berfikir yang menjadikannya mampu membungkam para musuh sehingga mereka tidak lagi

mempunyai alasan untuk menolak.

Kalau seandainya mereka masih memiliki alasan untuk menolak, berarti seorang rasul tidak

akan bisa menguasai mereka. Sebagaimana firman Allah SWT,

حك�يما عز�يزا الله وكان سل� الر بعد ة حج الله� على اس� �لن ل يكون �ئال ل ومنذ�ر�ين ر�ين مبش سال .ر

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar

supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan

adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa` (4) :165)

Kisah Teladan Seputar Ma’rifatur Rasul

Kisab Abu Bakar Ash-Shiddiq :

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sahabat karib Rasulullah SAW yang membenarkan

peristiwa Isra` Mi’raj yang secara akal sulit diterima. Ketika Rasulullah SAW selesai

melakukan Isra` dan Mi’raj, dalam tempo satu malam dan pada waktu shubuh beliau sudah

kembali berada di Mekkah, padahal Isra` Mi’rah itu diawali dari mesjid Al-Haram ke mesji

Al-Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha yang tentunya perjalanan ini bukan perjalan dengan

jarak yang dekat, sehingga orang-orang kafir ketika mendengar berita itu dan mendapatkan

Rasulullah SAW berada di Mekkah pada pagi hari, mereka sangat tidak percaya dan

mengatakan bahwa Muhammad orang gila.

Akan tetapi, Abu Bakar bukanlah seorang yang beriman secara kebetulan, melainkan ia

beriman hasil dari susah payah dan usahanya yang benar, demikian pula ia beriman hasil dari

berfikirnya dan kecerdasannya.

Page 6: Ma'Rifatullah Wa Ma'Rifatur Rasul

Yang mendorong keimanan Abu Bakar bukan hanya logika hati semata, melainkan dibantu

pula oleh logika akalnya, hal ini dapat terlihat dari ucapannya dalam peristiwa Isra Mi’raj

tersebut : Aku akan percaya kepada Muhammad walaupun lebih dari itu, dan aku

mempercayainya mengenai berita langit yang dibawanya, baik diwaktu pergi maupun ketika

kembali.

Peristiwa Isra Mi’raj bagi Abu Bakar tidak ada persoalan, akan tetapi yang menjadi

pertanyaan baginya adalah : benarkan Rasulullah SAW yang mengatakan demikian (Isra dan

Mi’raj) ? jika memang demikian, maka benarlah ia.

Abu Bakar bergegas pergi ke Ka’bah untuk menemui Rasulullah SAW. Disana ia melihat

orang-orang tengah mencibir dan meragukan peristiwa Isra mi’raj. Mereka mengelilingi

Rasulullah SAW dengan suara ribut yang tidak menentu. Kemudian Abu Bakar melihat

Rasulullah SAW sedang duduk dengan tunduk dan khusyu menghadap Ka’bah. Beliau tidak

merasa terganggu dengan berisiknya orang-orang bodoh yang berada disekelilingnya.

Setibanya di sana Abu Bakar langsung memeluk Rasulullah SAW seraya berkata,”Demi ayak

dan ibuku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Demi Allah, sesungguhnya Engkau

benar, demi Allah sesungguhnya Engkau benar.

Inilah bukti nyata dari keimanan Abu Bakar kepada Rasulullah SAW yang membuatnya rela

untuk memberi dan berkorban baginya.