Margonda Dan Tole Iskandar
-
Upload
muhammad-alfatih -
Category
Documents
-
view
23 -
download
2
Transcript of Margonda Dan Tole Iskandar
Kota Depok, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak tepat di selatan Jakarta, yakni
antara Jakarta-Bogor. Kata Depok sendiri berasal dari kata dalam bahasa Sunda yang berarti pertapaan atau tempat
bertapa. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa kata Depok merupakan sebuah akronim dari De Eerste
Protestants Onderdaan Kerk yang artinya adalah Gereja Kristen Rakyat Pertama. [2].
Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota
administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang
terpisah dari Kabupaten Bogor. Kota Depok terdiri atas 11kecamatan, yang dibagi menjadi 63 kelurahan.
Depok merupakan kota penyangga Jakarta. Ketika menjadi kota administratif pada tahun 1982, penduduknya hanya
240.000 jiwa, dan ketika menjadi kotamadya pada tahun 1999 penduduknya 1,2 juta jiwa. Universitas
Indonesia (kecuali Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan sebagian Program Pasca Sarjana) berada di
wilayah Kota Depok.
Sejak bulan Juni 2012, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail telah menetapkan program One Day No Car, yaitu
program satu hari tanpa mobil bagi pejabat pemerintahan Kotamadya Depok. Program ini dilakukan setiap hari
Selasa
Ketika 1976 saya pindah dari Tanah Abang ke Depok, banyak kawan dan kerabat mengolok-ngolok.
“Ngapain tinggal di tempat jin buang anak,” demikian olok-olok mereka. Tahun tersebut saat Presiden
Soeharto meresmikan Perumahan Nasional (Perumnas) I (Depok Tengah dan Depok Utara) dan
Perumnas II (Depok Timur) yang diperuntukkan untuk golongan kurang mampu. Saat peresmian
Perumnas, Pak Harto sempat naik KRL sekaligus meresmikannya.
Olok-olok ini ada benarnya. Depok yang terus berkembang dengan penduduk melebihi satu juta jiwa,
saat itu merupakan pedesaan. Saat saya baru pindah, penduduknya tidak melebihi sepuluh ribu jiwa.
Kami kerap mengalami kesulitan saat hendak ke Jakarta dan pulang kembali ke Depok. Karena
penumpang masih jarang, angkutan umum harus ngetem cukup lama. Jalan Margonda yang sekarang
menjadi jalan utama di Depok masih berupa kebun singkong yang luas, selain juga kebun jambu. Pada
1980-an, terjadi wabah ulat yang mengakibatkan pohon-pohon jambu batu dari Pasar Minggu hingga
Depok gagal panen. Peristiwa cukup menghebohkan karena para petani mengalami kerugian.
Baik di Depok I maupun Depok II Timur punya jalan utama, yakni Jalan Margonda dan Jalan Tole
Iskandar. Kedua nama ini tidak dapat dipisahkan dari perjuangan rakyat Depok pada masa revolusi fisik
melawan penjajah Belanda. Pada tanggal 16 Juni 1946, Depok diserang secara besar-besaran oleh
tentara gabungan Inggris dan Belanda.
Pada waktu itu, telah berdiri TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang sebelumnya bernama BKR (Barisan
Keamanan Rakyat). Pada 15 Oktober 1945, di Bogor dibentuk BKR resimen II membawahi empat
batalion, yaitu Batalion I Depok, Batalion II Leuwiliang, Batalion III Cilengsi, dan Batalion IV Kota Bogor.
Laskar Rakyat Depok (kelompok 21) yang dipimpin oleh Tole Iskandar langsung meleburkan diri ke
dalam Batalion I Depok. Setelah batalion masuk di Depok, berpuluh-puluh pemuda Islam setempat
mendaftarkan diri menjadi TKR. Mereka berkali-kali menyerang pasukan Inggris di Pasar Minggu dan
markas mereka di pabrik Sepatu Bata Jalan Kalibata Raya.
Saat terjadi pertempuran dengan tentara Belanda di perkebunan Cikasindu, Tole Iskandar gugur setelah
sebelumnya melakukan penyerbuan di Bojonggede, melawan pasukan Gurkha di di Citayam dan
Pabuaran. Begitu hebatnya perjuangan Tole Iskandar, hingga ketika ia gugur merupakan pukulan berat
bagi rekan-rekannya yang bertahun-tahun berjuang bersama.
Margonda yang namanya diabadikan nama jalan utama Depok dari Pondok Cina hingga pusat grosir
Internation Trade Center (ITC) melewati balaikota Depok juga merupakan nama seorang pejuang
kemerdekaan yang tewas ketika pasukannya menyerang tentara Inggris di Kalibata. Ia syahid bersama
rekannya Sutomo. Pada waktu revolusi fisik, Margonda masuk anggota BKR di Bogor. Setelah mengikuti
pendidikan kemiliteran secara singkat, ia dimasukkan ke Batalion Kota Bogor dengan pangkat letnan
muda. Dari Bogor, ia naik kereta api dan bergabung dengan pasukan Batalion I di Depok. Ketika gugur di
Kalibata, Jakarta Selatan, bersama rekannya Sutomo mayatnya dibawa ke Bogor tempat kelahirannya.
Keduanya dimakamkan di depan stasiun Bogor. Makam keduanya kemudian dipindahkan ke Taman
Makam Pahlawan Dreded, Bogor.
Margonda lahir dan besar di Bogor, ia dan keluarganya tinggal di Jalan Ardio Bogor. Waktu masih
sekolah, Margonda terkenal sebagai atlet berprestasi. Nama aslinya adalah Margana. Dia menikah
dengan keponakan MS Mintaredja yang pernah menjadi menteri Sosial dalam kabinet Pak Harto
sekaligus ketua umum Partai Persatuan Pembangunan. Untuk mengenang jasa dan keberanian mereka,
Margonda dan Tole Iskandar memang pantas diabadikan untuk jalan utama Kota Depok.
Jika mengenang jasa dan keberanian mereka, Margonda dan Tole Iskandar memang pantas diabadikan
untuk jalan utama Kota Depok. Meski kini jalan itu semakin padat dan tak ramah bagi penyeberang
jalan.
Sumber : http://www.republika.co.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Depok