Manufacturing hope 49

6

Click here to load reader

description

Dahlan Iskan

Transcript of Manufacturing hope 49

Page 1: Manufacturing hope 49

--MANUFACTURING HOPE 49 --

Temuan Inefisiensi yang

Mestinya Melebihi Rp37 T

Oleh Dahlan Iskan

Menteri BUMN

Benarkah BPK menemukan inefisiensi di PLN sebesar Rp37 triliun ketika saya jadi Dirut-

nya? Sangat benar. Bahkan, angka itu rasanya masih terlalu kecil. BPK seharusnya

menemukan jauh lebih besar daripada itu.

Contohnya ini: Rabu subuh kemarin saya mencuri waktu sebelum mengikuti acara

peresmian pelabuhan kontainer Kariangau, Balikpapan, oleh Bapak Presiden SBY. Masih

ada sedikit waktu untuk saya menyelinap ke Senipah. Jaraknya memang 1,5 jam dari

Balikpapan, tapi dengan sedikit ngebut masih akan oke.

Di Senipah sedang dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) 80 MW. Awalnya,

sebelum saya menjabat Dirut PLN, proyek itu menghadapi persoalan birokrasi besar.

Saya datang ke Senipah di dekat muara Sungai Mahakam itu. Persoalan selesai. Proyek

bisa dibangun.

Ini penting bukan saja agar kekurangan listrik di Kaltim segera teratasi, tapi PLN pun

bisa berhemat triliunan rupiah. Lebih efisien. Kasus Kaltim itu (juga Kalselteng) sangat

memalukan bangsa. Daerah yang kaya energi justru krisis listriknya terparah.

Page 2: Manufacturing hope 49

Kini ketika pembangunan PLTG Senipah itu hampir selesai, ada persoalan lagi. Untuk

membawa listrik itu ke Balikpapan dan Samarinda, harus melewati tanah Pertamina. Saya

pun harus mencarikan jalan keluar. Beres. Tiga bulan lagi proyek itu sudah

menghasilkan listrik. Efisiensi triliunan rupiah segera terwujud.

Dengan kata lain, selama ini telah terjadi inefisiensi triliunan rupiah di Kaltim. Inefisiensi

itu tidak ditemukan oleh BPK.

Contoh lain lagi: Krisis listrik di Jambi juga termasuk yang paling parah. Padahal, di

Jambi ditemukan banyak sumber gas. Tapi, PLN membangkitkan listrik dengan BBM.

Terjadilah inefisiensi triliunan rupiah di Jambi. BPK juga tidak menemukan inefisiensi di

Jambi itu.

Saya segera memutuskan, pembangkit yang sudah nganggur di Madura dibawa ke

Jambi. Sejak kabel listrik untuk Madura dilewatkan Jembatan Suramadu, tidak ada lagi

kekhawatiran Madura kekurangan listrik. Jambi pun lebih efisien.

Ada lagi gas Jambi yang sudah bertahun-tahun tidak digunakan. Berapa triliun rupiah

inefisiensi telah terjadi. Itu juga tidak ditemukan BPK. Saya segera memutuskan

membangun CNG (compressed natural gas) di Sei Gelam, di luar Kota Jambi. Agar gas

yang ditelantarkan bertahun-tahun itu bisa dimanfaatkan.

Minggu lalu, tengah malam, dalam rangkaian meninjau proyek sapi di Jambi, saya

bersama Gubernur Jambi Hasan Basri Agus meninjau proyek CNG itu. Sudah hampir

selesai. Saya bayangkan betapa besar efisiensinya. Bahkan, Jambi yang dulu krisis listrik

akan bisa ’’ekspor’’ listrik.

Page 3: Manufacturing hope 49

Contoh lagi: Suatu saat pemerintah membuat keputusan yang tepat, yakni gas jatah PLN

dialihkan untuk industri yang kehilangan pasokan gas. Jatah gas PLN dikurangi.

Akibatnya, PLN berada dalam dilema: menggunakan BBM atau mematikan saja listrik

Jakarta. Pembangkit besar di Jakarta itu (Muara Karang dan Muara Tawar) memang hanya

bisa dihidupkan dengan gas atau BBM. Tidak bisa dengan bahan bakar lain.

Tentu PLN tidak mungkin memilih memadamkan listrik Jakarta. Bayangkan kalau listrik

Jakarta dipadamkan selama berbulan-bulan. Maka, digunakanlah BBM.

Kalau keputusan tidak memadamkan listrik Jakarta itu salah, saya siap menanggung

risikonya. Saya berprinsip seorang pemimpin itu tidak boleh hanya mau jabatannya, tapi

tidak mau risikonya. Maka, dia harus berani mengambil keputusan dan menanggung

risikonya.

Kalau misalnya sekarang saya harus masuk penjara karena keputusan saya itu, saya

akan jalani dengan ikhlas seikhlas-ikhlasnya! Saya pilih masuk penjara daripada listrik

Jakarta padam secara masif berbulan-bulan, bahkan bisa setahun, lamanya. Saya

membayangkan, mati listrik dua jam saja, orang sudah marah, apalagi mati listriknya

berbulan-bulan.

Sikap ini sama dengan yang saya ambil ketika mengatasi krisis listrik di Palu. Waktu itu

saya sampai menangis di komisi VII. Saya juga menyatakan siap masuk penjara.

Daripada seluruh rakyat Palu menderita terus bertahun-tahun.

Akibat keputusan saya untuk tidak memadamkan listrik Jakarta itu memang berat. PLN

mengalami inefisiensi triliunan rupiah. Tapi, pabrik-pabrik tidak tutup, PHK ribuan

Page 4: Manufacturing hope 49

buruh terhindarkan, dan Jakarta tidak padam selama setahun!

Apakah PLN harus memberontak terhadap putusan pemerintah itu? Tentu tidak. Putusan

itu sendiri sangat logis. Kalau industri tidak dapat gas, berapa banyak pabrik yang harus

tutup. Berapa ribu karyawan yang kehilangan pekerjaan. Alangkah ributnya. Indonesia

pun kehilangan kepercayaan.

Sekali lagi, jangankan dipanggil komisi VII, masuk penjara pun saya jalani dengan sikap

ikhlas seikhlas-ikhlasnya! Ini mirip Pertamina yang juga tidak mungkin tidak

menyalurkan BBM ke masyarakat meski kuota BBM bersubsidinya sudah habis. Atau juga

seperti BUMN lain, PT Pupuk Indonesia, yang November/Desember nanti tidak mungkin

tidak menyalurkan pupuk ke petani. Padahal, kuota pupuk subsidi sudah akan habis.

Saya tahu pepatah ini: Kian tinggi, kian kencang anginnya. Tapi, saya juga tahu lelucon

ini: Kian besar kembung perut, kian besar buang anginnya!

Contoh lain lagi: Secara mendadak, saat menjadi Dirut PLN saya memutuskan

membangun transmisi dari Tentena ke Palu lewat Poso. Sejauh 60 km. Harus melewati

hutan dan gunung. Tahun depan transmisi tersebut harus jadi. Itu akan bisa

mengalirkan listrik dari PLTA Poso milik Pak Kalla yang begitu murah tarifnya ke Kota

Palu.

Kalau tidak ada transmisi itu, PLTA di Sulteng tidak bisa untuk melistriki Sulteng, tapi

justru melistriki provinsi lain. Akibatnya, inefisiensi di PLN Sulteng akan terus terjadi.

Dengan nilai triliunan rupiah. Itu juga tidak ditemukan oleh BPK.

Saya terus memonitor pembangunan transmisi tersebut agar inefisiensi yang sudah

Page 5: Manufacturing hope 49

terjadi bertahun-tahun itu segera berakhir. Belakangan ini ada masalah besar di proyek

itu. Terutama sejak dua polisi Poso tewas di hutan oleh teroris. Para pekerja yang

memasang transmisi itu tidak berani masuk hutan. Dua polisi tersebut pernah ikut

mengamankan proyek itu.

Karena begitu pentingnya proyek itu, saya minta PLN tidak menyerah terhadap ancaman

teroris. Kalau perlu, minta tolong Zeni TNI-AD untuk mengerjakannya.

Efisiensi yang akan terjadi triliunan rupiah. Listrik untuk Palu pun lebih terjamin.

Program itu tidak boleh gagal oleh gertakan teroris.

Contoh lain yang lebih menarik: Di laut utara Semarang ditemukan sumber gas. Pemilik

sumur gas itu sudah setuju menjual gasnya ke PLN. Harganya pun sudah disepakati.

Tapi, bertahun-tahun perusahaan yang memenangi tender untuk membangun pipa

gasnya tidak kunjung mengerjakannya. Bukan PLN yang mengadakan tender. PLN hanya

konsumen.

PLN gagal mendapatkan gas sampai 100 MMBtu. Di sini PLN mengalami inefisiensi

triliunan rupiah. BPK juga belum menemukan inefisiensi itu.

Contoh-contoh inefisiensi seperti itu luar biasa banyaknya. Triliunan rupiah nilainya.

Itulah sebabnya saya benar-benar ingin menjabat Dirut PLN sedikit lebih lama lagi. Agar

saya bisa melihat hasil-hasil pemberantasan inefisiensi di PLN lebih banyak lagi.

Apakah Komisi VII DPR tidak tahu semua itu? Sehingga memanggil saya untuk

menjelaskannya?

Saya tegaskan: Komisi VII sangat tahu semua itu. Kalaupun merasa tidak tahu, kan ada

Page 6: Manufacturing hope 49

Dirut PLN yang baru, Nur Pamudji. Pak Nur bisa menjelaskan dengan baik, bahkan bisa

lebih baik daripada saya. Apalagi waktu itu beliau menjabat direktur PLN urusan energi

primer.

Hampir tidak ada relevansinya memanggil menteri BUMN ke komisi VII. Tapi, kalaupun

saya dipanggil lagi, saya akan hadir. Saya juga sudah kangen kepada mereka. Mungkin,

mereka juga sudah kangen saya. Sudah setahun saya tidak melucu di komisi VII. (ary)