Manual Pembelajaran Cbm

56
i Volume - 2

description

Manual

Transcript of Manual Pembelajaran Cbm

Page 1: Manual Pembelajaran Cbm

iVolume - 2

Page 2: Manual Pembelajaran Cbm

iii

PEMBELAJARANDARI PROGRAM PENGELOLAANSUMBERDAYA ALAM LAUTBERBASIS MASYARAKAT

Kerjasama :

Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya AlamSATKER REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG(COREMAP II)TAHUN 2006

Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau KecilDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANANTAHUN 2006

PT. BINA MARINA NUSANTARA (Konsultan Kelautan dan Perikanan)Kantor: Gedung Sarana Pengembangan Usaha Lt.8, Jl. Angkasa Blok B-9Kav 6 Kota Baru, Bandar Kemayoran, Jakarta 10720Telp. (021) 6546630, Fax. (021) 6546631, E-mail: [email protected]

Volume - 2

Page 3: Manual Pembelajaran Cbm

iv

Buku ini dibuat merupakan salah satu seri dari sepuluh buku panduanpembelanjaran mandiri dalam pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat yang diterbitkan oleh COREMAP II. Memang penerapanpengelolaan berbasis masyarakat menjadi pendekatan yang dirintis sejakakhir tahun 1990-an dan menjadi penting salahsatunya diterapkan padapengelolaan terumbu karang. Penerapan pengelolaan pada terumbu karangini membutuhkan pengenalan, pemahaman dan pendalaman terumbu karangitu sendiri terutama manfaat dan fungsi ekosistem terumbu karang itusendiri termasuk ekosistem yang terkait dengannya.

Sudah banyak yang menyebutkan bahwa dari ekosistem terumbu karangbisa menjadikan tulang punggung ekonomi di wilayah pesisir. Nilai ekonomilangsung dari ikan hias laut di Indonesia yang berasal dari terumbu karangbisa mencapai US$ 32 juta/tahun. Selain itu nilai ekonomi dari terumbukarang yang non konsumtif bisa berupa kegiatan pariwisata, pelindungpantai, dan keragaman hayati. Ada yang memperkirakan bahwa nilaikeragaman hayati terumbu karang Indonesia mencapai US$ 7,8 juta,sedangkan total nilai ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakansekitar US$ 466 juta (nilai bersih) sampai dengan US$ 567 juta (nilaikotor). Namun demikian, ancaman terhadap sumberdaya terumbu karangjuga selalu menghadang di hadapan kita yang bisa menyebabkanmenurunnya kualitas sumberdaya tersebut.

Keberhasilan penerapan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakattergantung pada tingkat partisipasi masyarakat dan yang tiada lain jugatergantung pada kemampuan para penggerak, fasilitator di daerah dalamupaya meningkatkan partisipasi tersebut. Pembuatan buku ini ditujukanuntuk memberikan bahan yang menjadikan pengguna terutama parafasilitator di daerah agar bisa lebih mudah mengenali dan manfaat ekosistem

Kata Pengantar

Page 4: Manual Pembelajaran Cbm

v

terumbu karang dan sekaligus semoga menjadi bahan pembelajaranselanjutnya secara mandiri yang bermanfaat bagi motivasi penggerakpartisipasi masyarakat di daerahnya.

Buku ini berisi terutama terkait dengan pendalaman pemahaman ekosistemterumbu karang terutama pengenalan manfaat dan fungsi ekositem danstrategi pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Konsep, kajian,teknik rehabilitasi dan langkah-langkah dalam pengelolaan ini menjadi hal-halyang dicoba diangkat dalam buku ini. Disadari bahwa panduan pengenalanmanfaat dan fungsi ekosistem termasuk langkah-langkahnya agar tujuanmenjadi tercapai, bukan satu-satunya cara dalam upaya meningkatkantingkat pengetahuan, kesadaran, pemahaman terhadap ekosistem terumbukarang. Demikian juga penerapan buku ini akan tergantung sekali padakondisi lokal yang ada.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak sehingga buku inibisa diterbitkan pada waktunya, terutama kepada para fasilitator danpertugas yang ada di garis terdepan di daerah yang telah memberikanpengkayaan pada langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengenalkanekosistem terumbu karang ini.

Jakarta, Desember 2006.

Penyusun.

Page 5: Manual Pembelajaran Cbm

vi

Pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang berkelanjutan menuntutkesinambungan upaya dan konsistensi sistem kebijakan, serta mensyaratkankemampuan sumberdaya manusia sebagai pengelola dan ketersediaaninformasi yang memadai sebagai dasar pengambilan keputusan. Peranmanusia, terutama masyarakat pesisir sebagai pengguna dan pengelolasumberdaya alam pesisir dan laut, menjadi sentral dalam proses pengelolaansumberdaya terumbu karang. Namun, pada kenyataannya, pemangkukepentingan pengelolaan sumberdaya terumbu karang selain memilikiberagam kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam tersebutmemiliki kapasitas yang sangat bervariasi. Ada ketidakseimbangan kemampuandalam pengetahuan secara formal yang memadai di antara pemangkukepentingan. Rendahnya sebagian besar kapasitas pemangku kepentingansumberdaya terumbu karang, memicu ketidakseimbangan pemanfaatansumberdaya tersebut. Dengan demikian, pembelajaran yang terus menerusbagi mereka merupakan hal yang sangat diperlukan dalam meningkatkankapasitas pemangku kepentingan sumberdaya terumbu karang.

Namun demikian, tingginya kebutuhan peningkatan kapasitas sumberdayamanusia dan terbatasnya dana yang ada menyebabkan proses pembelajaranyang sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya pesisir danlaut timpang. Sehubungan dengan itu, maka dirasakan penting untukmenyusun Paket Buku Panduan (Self Learning Material Pack) untukpembelajaran mandiri pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat(Community-Based Management CBM). Hal ini karena salah satu pendekatanbagi pembelajaran masyarakat yang paling efektif dan menjangkau lokasiterpencil adalah melalui media buku. Media buku dapat membawa pesanjauh lebih banyak dan luas dibandingkan media lainnya. Kegiatan ini bertujuanuntuk menyediakan informasi untuk seluruh tingkatan para pemangkukepentingan dengan menyediakan berbagai pilihan. Selain itu, kegiatanpengembangan Buku Panduan ini ditujukan untuk memberikan informasimengenai berbagai strategi pengelolaan sumberdaya terumbu karang dari

SAMBUTAN DIRJEN KP3K

Page 6: Manual Pembelajaran Cbm

vii

sudut pandang masyarakat nelayan, para manajer sumberdaya danorganisasi-organisasi yang bergerak di bidang lingkungan.

Materi Paket Buku Panduan merupakan pembelajaran dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan program-program pengelolaan sumberdaya pesisirdan laut berbasis masyarakat di Indonesia maupun di luar negeri. PaketBuku Panduan terdiri atas 11(sebelas) judul sebagai berikut:(1) Panduan penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK)

(2) Pengenalan Manfaat dan Fungsi Ekosistem Terumbu Karang dan

Ekosistem Terkait, serta Kondisi Terumbu Karang di Indonesia

(3) Pembelajaran dari Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut

Berbasis Masyarakat

(4) Panduan Pengambilan Data dengan Metode RRA dan PRA.

(5) Panduan Penyusunan Peraturan Desa tentang Daerah Perlindungan

Laut

(6) Panduan Pengorganisasian Masyarakat

(7) Panduan Mata Pencaharian Alternatif

(8) Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

(9) Panduan Monitoring Berbasis Masyarakat

(10)Panduan Pembuatan Daerah Perlindungan Laut, dan

(11)Panduan Pengelolaan Pondok Informasi (Info Center).

Seluruh Paket Buku Panduan tersebut diharapkan dapat memberi manfaatbagi seluruh pihak, terutama masyarakat pesisir, para Terakhir, kami mengu-capkan terima kasih kepada ketua dan seluruh anggota Tim Penyusun ataskerja kerasnya sehingga seluruh paket buku panduan dapat diselesaikandengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yangtelah memberikan masukan dalam penyusunan paket buku panduan ini.

Jakarta, Nopember 2006Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

Page 7: Manual Pembelajaran Cbm

viii

Sekapur Sirih

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihakyang telah menyumbangkan pikiran dan tenaga sehingga penyusunan PaketBuku Panduan (Self Learning Material Pack) untuk pembelajaran mandiripengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat (Community-Based Man-agement CBM) dapat diselesaikan dengan baik.

Paket Buku Panduan ini dapat diselesaikan karena kerja keras TimPenyusun dan berkat kontribusi yang diberikan oleh Tim COREMAP II diJakarta serta Tim COREMAP Daerah dan para fasilitator dan motivatordesa di lokasi-lokasi CORMAP II di 7 (tujuh) kabupaten, yaitu KabupatenBanggai Kepulauan, Kabupaten Buton, Kabupaten Selayar, KabupatenWakatobi, Kabupaten Sikka, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Biak.Kontribusi yang sangat berharga berupa dukungan kesekretariatan danlogistik disediakan oleh PT Bina Marina Nusantara.

Penyusun

Page 8: Manual Pembelajaran Cbm

ix

BPD : Badan Perwakilan DesaDTA : daerah tangkapan airdegaradasi sumberdaya : menurunnya kualitas/mutu sumberdaya alamdeplisi sumberdaya alam: menurunnya jumlah sumberdaya alamDPL-BM : Daerah Perlindungan Laut Berbasis MasyarakatDesa : Tingkat pemerintahan yang paling bawah yang

dikepalai oleh Kepala Desa; di Papua disebutKampung dan dikepalai oleh Kepala Kampung

eksploitasi : pengambilan sumberdaya alam untukdimanfaatkan

eksplorasi :Info Center : Information Center atau Pusat Informasilegal baseline : landasan hukumKecamatan : Administrasi pemerintahan di atas tingkat desa,

dikepalai oleh Camat; di Papua disebut Distrikdan dikepalai oleh Kepala Distrik

KPTK : Kelompok Pengawasan Terumbu Karangkonservasi : pengawetanMCS : Monitoring, Controlling, and Survaillance atau

Pemantauan, Pengawasan, dan PengendalianMPA : Kawasan Konservasi Laut (KKL) atau dalam

Bahasa Inggris Marine Protected Areaover-fishing : penangkapan ikan secara berlebih yang dapat

berakibat pada kepunahkan sumberdaya ikanPerdes : Peraturan DesaPokmas : Kelompok MasyarakatPokWasMas : Kelompok Pengawasan Masyarakatstakeholders : pemangku kepentingan, (para) pihak-pihak terkait

Glosari / Daftar Istilah

Page 9: Manual Pembelajaran Cbm

x

Daftar Isi

PENGANTAR .................................................................................................................

SEKAPUR SIRIH ............................................................................................................

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ....................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 11. Mengapa Perlu Buku Pembelajaran dari Pengelolaan Sumberdaya

Alam Laut Berbasis Masyarakat? ........................................................... 12. Mengapa Perlu Buku Panduan? ............................................................. 13. Buku Panduan untuk Siapa? ................................................................... 34. Bagaimana Menggunakan Buku Panduan? ........................................... 3

BAB 2. DASAR TEORI................................................................................................ 51. Konsep Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya dalam

Pembangunan ............................................................................................ 52. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut Berbasis Masyarakat .............. 9

a. Definisi Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BM........................... 9b. Proses Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BM ......................... 10c. Lingkup Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BM ........................ 11

3. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut MelaluiPengelolaan Bersama (Co-Management) .......................................... 12

a. Arti pengelolaan bersama ? .................................................................. 12b. Dimana pengelolaan bersama perlu dikembangkan? ..................... 12c. Strategi Kelembagaan (siapa sebaiknya yang mengelola

dan bagaimana caranya?) ....................................................................... 13

Page 10: Manual Pembelajaran Cbm

xi

d. Strategi Teknis (cara pengelolaan yang bagaimana yangsebaiknya digunakan?) ........................................................................... 17

e. Strategi Adaptif (monitoring dan perbaikan sumberdaya alam) .. 18

BAB 3. PENERAPAN PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKATDAN PENGELOLAAN BERSAMA........................................................ 231. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut Berbasis Masyarakat di

Desa Blongko, Talise, dan Bentenan-Tumbak .................................... 232. Sasi di Pulau Saparua ............................................................................. 253. Revitalisasi Hak Tradisional dalam Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir di Kabupaten Lombok Timur ................................................. 29

BAB 4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILANDAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAANSUMBERDAYA ALAM LAUT ................................................................... 35a. Proses Perencanaan dan Pengambilan Keputusan yang Inklusif,

Transparan, dan Didukung oleh Pengetahuan Ilmiah .................... 35b. Kerangka Hukum yang Memadai ......................................................... 38c. Kesejahteraan Komunitas Pesisir ........................................................ 39d. Penutupan Proyek Secara Tepat ......................................................... 40

DAFTRA PUSTAKA ................................................................................................. 41

Page 11: Manual Pembelajaran Cbm

1

Pendahuluan

1B A B

1. Mengapa Perlu Buku Pembelajaran dariPengelolaan Sumberdaya Alam LautBerbasis Masyarakat?

Di Indonesia saat ini, sangat diperlukan kehadiran bukupembelajaran dari pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat. Mengapa? Selama sekitar dua dasawarsa terakhir,telah dilakukan beberapa upaya untuk mengembangkansistem pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat di beberapa lokasi di Indonesia.

Pada saat ini, penerapan sistem pengelolaan sumberdaya alamlaut berbasis masyarakat sedang diperluas di wilayah-wilayahlain di Indonesia. Agar perluasan penerapan sistempengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat iniberjalan lebih efektif dan efisien, maka maka kehadiran bukupembelajaran dari pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat akan sangat dirasakan manfaatnya. Dengankehadiran buku pembelajaran ini diharapkan kesalahan-kesalahan yang dibuat di tempat lama tidak akan terulang ditempat-tempat yang baru.

2. Mengapa Perlu Buku Panduan?

Tujuan penyusunan paket panduan pembelajaran mandiri(self learning material pack) mengenai PengelolaanSumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat (Commu-nity-Based Management � CBM) ini adalah:

Page 12: Manual Pembelajaran Cbm

2

a. Menyediakan konsep buku panduan (handbook) pembelajaran mandirimasyarakat untuk pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasismasyarakat;

b. Membuat buku panduan (handbook) sebagai bahan pembelajaranmandiri masyarakat tentang CBM yang mudah dipelajari dan dipahamioleh berbagai lapisan masyarakat, khususnya masyarakat di lokasiCOREMAP;

c. Memberikan materi sebagai bekal pengetahuan dan informasi yang benartentang pentingnya pengelolaan sumberdaya alam laut secara lestari,khususnya terumbu karang dan ekositem terkait

Sasaran yang diinginkan dari penyusunan konsep pembuatan paketpanduan pembelajaran mandiri (self learning material pack) mengenaiPengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat (Community-Based Management � CBM) ini adalah tersedianya buku panduan bagipembelajaran mandiri pengelolaan berbasis masyarakat yang terdiri dantema-tema di bawah ini: 1). Pengenalan Manfaat dan Fungsi Ekosistem Terumbu Karang dan

ekosistem terkait, serta kondisi terumbu karang di Indonesia 2). Pembelajaran dan program-program pengelolaan sumberdaya laut

berbasis masyarakat 3). Panduan Pengambilan Data dengan metode Rural Rapid Appraisal dan

Participatory Rural Appraisal 4). Panduan Penyusunan Regulasi Tingkat Desa 5). Panduan Pengorganisasian Masyarakat 6). Panduan Mata Pencaharian Alternatif 7). Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan yang Ramah dan Tidak Ramah

Lingkungan

Page 13: Manual Pembelajaran Cbm

3

8). Panduan Monitoring Berbasis Masyarakat 9). Panduan Penyusunan Daerah Perlindungan Laut10). Panduan Pengelolaan Info Center, dan lain lain

3. Buku Panduan untuk Siapa?

Target utama Seri Buku Pembelajaran Mandiri adalah para FasilitatorCOREMAP II yang berada di tingkat kabupaten dan desa, yang kebanyakanadalah lulusan perguruan tinggi (Diploma 3) dan para Motivator Desa yangberasal dari desa-desa lokasi, yang kebanyakan lulusan SMP dan SMA.Motivator Desa merupakan kader pengelola terumbu karang di desa-desadi 7 (tujuh) Kabupaten COREMAP II di Indonesia Timur.

4. Bagaimana Menggunakan Buku Panduan?

Buku ini ditulis secara khusus bagi pembaca target utama sebagai acuandalam penyuluhan dan pelatihan mengenai sistem pengelolaan sumberdayaalam laut berbasis masyarakat. Karenanya, informasi yang tersaji dalam buku

Page 14: Manual Pembelajaran Cbm

4

ini bersifat ringkas dan dasar. Pihak-pihak yang memerlukan informasi danpengetahuan yang lebih dalam dapat membaca buku-buku ilmiah yangberkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat.

Buku pembelajaran dari pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat ini dibagi menjadi tiga komponen utama. Yang pertama adalahteori dasar mengenai pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat dan pengelolaan secara bersama. Yang kedua adalah contoh-contoh penerapan sistem pengelolaan sumberdaya alam laut berbasismasyarakat dan sistem pengelolaan secara bersama di Indonesia. Yangterakhir adalah kunci utama yang menentukan keberhasilan pelaksanaansistem pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat dan sistempengelolaan secara bersama.

Diharapkan Buku Panduan ini akan memberi manfaat kepada semuafasilitator dan motivator desa serta masyarkat desa pada umumnya dalamupaya membuat Perdes tentang DPL.

Page 15: Manual Pembelajaran Cbm

5

Kiranya perlu dijelaskan di sini mengapa Buku ini memuat duasistem pengelolaan sekaligus, padahal secara teoritis keduanyamerupakan dua sistem yang berbeda, yakni: sistem pengelolaansumberdaya alam laut berbasis masyarakat dan sistempengelolaan bersama. Memang, kedua sistem ini secara teoritismerupakan dua sistem pengelolaan yang berbeda. Pada sistempengelolaan berbasis masyarakat, masyarakat memilikikewenangan dan tanggung-jawab penuh. Pada sistempengelolaan bersama, kewenangan dan tanggung-jawab dibagisecara besama. Namun, pada kenyataan di lapangan keduasistem pengelolaan ini lebih banyak memiliki kesamaan daripadaperbedaan. Perbedaan yang mencolok antara keduanya justruhanya berada pada proses yang dilaluinya. Proses pembentukanpengelolaan berbasis masyarakat diserahkan sepenuhnyakepada masyarat, sedangkan proses pembentukan pengelolaanbersama difasilitasi oleh pemerintah. Dengan alasan-alasantersebut di atas, dan kenyataan bahwa telah banyakdikembangkan di Indonesia system pengelolaan berbasismasyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, maka pemuatandua sistem pengelolaan dalam Buku ini dipandang masuk akaldan memberi manfaat yang banyak.

1. Konsep Pendekatan PengelolaanSumberdaya dalam Pembangunan

Sumberdaya Alam Laut:• Salah satu sumberdaya alam laut yang terkenal paling

produktif yaitu wilayah pesisir. Rakyat Indonesia yangmenggantungkan hidupnya terhadap wilayah pesisir adasekitar 140 juta orang atau sekitar 60% dari seluruh jumlahpenduduk Indonesia.

2B A B Dasar Teori

Page 16: Manual Pembelajaran Cbm

6

• Wilayah Pesisir yaitu wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut;batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupunyang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses lautseperti pasang surut, angin laut, dan instrusi laut, sedangkan batas di lautialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-propses alami didaratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan

• Beberapa ekosistem utama wilayah pesisir sebagai sumberdaya alam lautantara lain: (i) terumbu karang, (ii) hutan mangrove, (iii) padang lamun,(iv) estuaria, (v) pantai berpasir dan berbatu, (vi) pulau-pulau kecil.

• Agar sumberdaya alam pesisir tersebut terhindar dari ancamankerusakan dan penurunan kualitas sumberdaya maka diperlukan suatupengelolaan yang salah satunya membuat suatu kebijakan danseperangkat aturan. Suatu pendekatan tertentu diperlukan agar aturan-aturan tersebut disepakati untuk dijalankan.

Pengelolaan sumberdaya alam pada pembangunan terpusat(sentralisrik).• Pada waktu sebelum tahun 1999, strategi pengelolaan sumberdaya alam

masih dilakukan secara top-down dimana alokasi tanggung jawab terhadapsumberdaya alam dibebankan pada dinas-dinas terkait secara sektoralyang merupakan kepanjangan wewenang dari pemerintah sentralistik.

• Sistem pengelolaan yang sentralistik tidaklah efektif dalam pengelolaansumberdaya pada suatu tatanan yang berkelanjutan sehingga banyakaturan-aturan yang dibuat sering tidak dijalankan dan bila dijalankanbanyak anggota masyarakat yang tidak memperdulikan aturan tersebutyang dicirikan dengan terjadinya pemanfaatan sumberdaya yang tidakbertanggung jawab atau pencurian yang akhirnya mengancampenurunan kualitas sumberdaya. Hal ini dianggap suatu kegagalan dalammenjalankan strategi pengelolaan yang terpusat dan yang hanyamengandalkan pada pemerintah saja dalam pelaksanaan pengelolaantersebut.

Page 17: Manual Pembelajaran Cbm

7

• Kegagalan pendekatan pengelolaan ini diakibatkan oleh tidakdilibatkannya masyarakat secara langsung yang sangat bergantung padasumberdaya tersebut.

Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Era Otonomi Daerah(Bottom Up, Terpadu, Pengelolaan Secara Tradisional, BerbasisMasyarakat)• Pada akhir tahun 1999 pemerintah mengesahkan Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah yaitu UU No 22/1999 yang membawapada sistem pemerintahan dari terpusat ke otonomi daerah. Wewenangdan kekuasaan pemerintah dengan rakyat sudah berada di tanganpemerintah daerah. Dengan demikian, Indonesia mempunyai lingkunganhukum dan adat kebiasaan untuk melakukan pengelolaan berbasismasyarakat. Hal ini didukung pula oleh keterlibatan Indonesia dalamAgenda 21 hasil konperensi tingkat tinggi bumi pada bulan Juni 1992 diRio de Janeiro yang merekomendasikan desentralisasi pengambilankeputusan dalam pengelolaan sumberdaya dengan melibatkanmasyarakat.

• Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebagai pengelolaan yangbottom-up, terpadu, desentralistik dan partisipatif dilakukan untukmenangani isu-isu yang mempengaruhi lingkungan sumberdaya melaluipartisipasi aktif dan nyata dari masyarakat. Berbasis masyarakat berartipengguna sumberdaya utama (masyarakat) haruslah menjadi pengelolasumberdaya mereka, sehingga rasa kepemilikan dan tangung jawabmereka terhadap sumberdaya mereka sendiri menjadi dikembangkan.

• Dalam pendekatan pengelolaan ini, masyarakat mempertegas haknya danmemperoleh akses yang benar dan kontrol dalam pengelolaansumberdaya mereka sendiri. Dalam menjalankan pengelolaan sumberdayaberbasis masyarakat ini berarti juga dilakukan pengelolaan bersamaantara pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya danmasing-masing mempunyai peran dalam proses pengelolaantersebut..Praktek pengelolaan tradisional yang ada di masyarakat

Page 18: Manual Pembelajaran Cbm

8

diidentifikasi dan dikembangkan untuk dipadukan ke dalam perencanaanpengelolaan ini.

• Contoh pengelolaan berbasis masyarakat yang berhasil dikenal dibeberapa daerah di Indonesia seperti di beberapa desa pesisir diMinahasa, dan pengelolaan Mangrove di Sinjai Sulawesi Selatan.Pengelolaan sumberdaya tradisional yang murni dari masyarakat sudahberlangsung secara turun temurun seperti Sassi di Maluku, Mane�e diTalaud dan Labuang di Talise, Minahasa.

Pengelolaan Sumberdaya Secara Terpadu� Pengelolaan sumberdaya terpadu yaitu suatu proses dinamis dan

berkelanjutan yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmupengetahuan dan pengelolaan, serta kepentingan sektoral danmasyarakat umum dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencanaterpadu untuk perlindungan dan pengembangan sumberdaya danekosistem alam laut. Terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam lautberarti pula terpadu antarsektor, terpadu antar pemerintahan, terpaduruang, terpadu pengetahuan-ilmu dan terpadu internasional.

• Tujuan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut terpaduyaitu untuk pencapaian suatu tingkat pembangunan yang berkesinam-bungan wilayah laut dan pesisir, mengurangi ancaman kerusakansumberdaya dari bencana alam, menjaga kelangsungan proses ekologisutama, sistem pendukung mahluk hidup dan keanekaragaman biologis didalamnya. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya ini bertujuan pulauntuk pengembangan ekonomi dan ketahanan pangan, perlindungankesehatan masyarakat, pencegahan konflik, demokrasi partisipatoris, danperlindungan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan pesisir dan air.

• Program pengelolaan terpadu yang berhasil dilakukan yaitu programyang menggunakan pendekatan strategis dan perlahan-lahan memadukanisu dan lembaga, dan yang mempertimbangkan keseimbangan antarakapasitas kemampuan lembaga serta sumberdaya yang ada dan kompleksatauysulitnya program pengelolaan terapadu. Program dimulai dengan

Page 19: Manual Pembelajaran Cbm

9

memilih sejumlah isu prioritas yang kecil, praktis, dan dapat dicapai dalamwaktu singkat. Isu lain yang lebih kompleks astau sulit ditanganikemudian setelah tertimba berbagai pengalaman pelaksanaannya.

Tahapan Siklus Pengelolaan Sumberdaya Terpadu• Proses pengelolaan sumberdaya mengikuti serangkaian tahap atau

langkah yang berbentuk siklus kebijakan, yang dimulai dengan: (i)identifikasi isu, (2) persiapan program, (3) penerimaan atau persetujuanprogram dan pendanaannya, (4) pelaksanaan dan (5) pemantauan danevaluasi.. (GAMBAR SIKLUS KEBIJAKAN PENGELOLAAN)

• Masing-masing langkah dalam proses ini saling terkait dan mendukung,namun mekanisme proses dari suatu lokasi dengan lokasi lainnyatergantung pada kebutuhan dan kondisi setempat.

• Satu siklus pengelolaan ini, yakni sampai pada tahapan pemantauan danevaluasi disebut sebagai satu generasi pengelolaan sumberdaya yangdapat berlangsung selama 2 � 6 tahun.

2. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BerbasisMasyarakat

a. Definisi Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BerbasisMasyarakat

Di dalam konteks penata-kelolaan sumber-daya alam (SDA) pengelolaanberbasis masyarakat (PBM) atau Community-Based Management (CBM) dapatdidefinsikan sebagai suatu bentuk pengelolaan sumberdaya alam di manamasyarakat memegang wewenang dan tanggung-jawab untuk mengelolasumberdaya alam di kawasan tertentu. Pengelolaan sumberdaya alam berbasimasyarakat atau CBM menganut premis atau keyakinan bahwa pengelolaansumberdaya alam dalam kawasan tertentu akan menjadi lebih berdaya guna danberhasil guna apabila dilakukan sendiri oleh masyarakat yang berada palingdekat jaraknya dari sumberdaya alam tersebut dan yang kelansungan hajathidupnya tergantung pada kelestarian sumberdaya alam tersebut.

Page 20: Manual Pembelajaran Cbm

10

Masyarakat dalam definisi CBM seperti di atas adalah komunitas ataukelompok masyarakat yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama,sehubungan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang berada di kawasantertentu. Kelompok masyarakat ini pada kenyataannya saling bekerjasamadalam memanfaatkan sumberdaya alam di sekitar mereka. Mereka hidupbersama di lokasi yang sama dan saling membantu. Namun, pada dasarnyamereka sebenarnya saling berkompetisi dalam memanfaatkan sumberdayaalam, walaupun boleh jadi mereka tidak menyadari bahwa mereka salingberkompetisi. Mereka dikatakan pada dasarnya berkompetisi karenapemanfaatan sumberdaya alam, katakanlah ikan, oleh seseorang secaraberlebihan akan mengganggu atau merugikan anggota kelompok yang lain,dan sebaliknya.

Saling berkompetisi dalam memanfaatkan sumberdaya ala minimengakibatkan terjadinya kegagalan pengelolaan sumberdaya alam berupadeplesi dan degradasi (berkurang dan rusaknya) sumberdaya alam yangpada akhirnya akan berujung pada kemiskinan masyarakat. Oleh karena itu,agar kompetisi berjalan secara lebih berkeadilan, maka perlu diciptakanaturan-aturan main yang memastikan kelestarian sumberdaya alam danpemanfaatan sumberdaya alam tersebut secara lebih merata atau adil.Walaupun berkompetisi, masyarakat juga bekerjasama dalam memanfaatkansumberdaya alam karena mereka memiliki kepentingan bersama dalammemenuhi hajat dihup secara berkomunitas atau berkelompok. Olehkarena itu, mereka pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan untukmerumuskan suatu mekanisme pengelolaan sumbedaya alam secara berhasilguna dan berdaya guna.

Keinginan masyarakat yang kadangkala saling bertentangan, danberkompetisi mereka dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalahmerupakan salah satu sifat alamiah masyarakat. Hal demikian justrumenguatkan alasan perlunya dikembangkan suatu bentuk atau mekanismepengelolaan sumberdaya alam yang dapat mengatasi konflik secara adil di

Page 21: Manual Pembelajaran Cbm

11

antara mereka. Kelompok masyarkat hendaknya diberi keleluasaan dandifasilitasi dalam upaya mereka mengembangkan suatu mekanismesumberdaya alam yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang jugaditetapkan oleh mereka sindiri.

b. Proses Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BerbasisMasyarakat

Oleh karena selama Pembangunan Jangka Panjang Indonesia di masa lalupengelolaan sumberdaya alam banyak diambil alih oleh Negara, makapenerapan konsep CBM pada saat ini meliputi pula pemberian kewenangandan tanggung jawab oleh Negara kepada masyarakat sehingga mereka dapatmengabil keputusan untuk menentukan aturan-aturan dalam pengelolaansumberdaya alam yang akan menjamin kelestarian sumberdaya alamtersebut dan menjaga tingkat kesejahteraan hidup mereka dan generasiberikutnya.

Dari sisi kehadirannya, proses pembentukan atau pelembagaan PengelolaanSumberdaya Alam Laut berbasis Masyarakat dapat ditempuh melalui tigacara, sebagai berikut (Nikujuluw 2002).• Pemerintah beserta masyarakat mengakui parktik-praktik pengelolaan

sumberdaya alam laut yang selama ini dilakukan masyarakat secaraturun-temurun dan merupakan adat atau budaya yang dianut selama ini.

• Pemerintah dan masyarakat menghidupkan kembali atau merevitalisasiadat dan budaya masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam laut. Adatdan budaya tersebut barangkali telah hilang atau tidak digunakan lagikarena berubahnya zaman dan waktu. Meski demikian, masyarakat danpemerintah menyadari bahwa adat dan budaya itu perlu dihidupkan lagikarena ternyata hilangnya adat dan budaya tersebut tidak membuatmasyarakat makin sejahtera dan bahagia.

• Pemerintah memberikan sepenuhnya tanggung jawab dan wewenangpengelolaan sumberdaya alam laut kepada masyarakat.

Page 22: Manual Pembelajaran Cbm

12

c. Lingkup Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BerbasisMasyarakat

Seberapa luas lingkup atau cakupan geografis pengelolaan sumberdaya alamalut berbasis masyarakat? Luasan cakupan geografis pengelolaansumberdaya alam laut berbasis masyarakat tentunya tergantung padacakupan dari batasan �masyarakat� itu sendiri. Masyarakat dapatdidefinisikan berdasarkan pada kesamaan adapt-istiadat (masyarakat Bajo,dll.), status social atau mata pencaharian (petani, nelayan, dst.), wilayahadamintratif (dusun, desa, kecamatan, dst.), atau wilayah geografis tertentu(Teluk Bintuni, Teluk Balikpapan, dst.). Besar kecilnya lingkup atau cakupansuatu mekanisme pengelolaan sumberdaya alam laut tentunya akanmempengaruhi tingkat kesulitannya.

3. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut MelaluiPengelolaan Bersama (Co-Management)

a. Arti pengelolaan bersama ?� Pendekatan �pengelolaan bersama� semakin sering digunakan untuk

pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan bersama merupakan suatupengaturan kemitraan antara pelaku kunci dalam pengelolaansumberdaya alam yaitu masyarakat lokal dan pemerintah. Selain ituberbagai LSM, proyek-proyek pengembangan atau badan-badan lain bisasaja berperan dalam pengelolaan. Bantuan teknis dan pendanaan dapatditopang/dianggarkan oleh lembaga/instansi pemerintah, perguruan tinggi,swasta, ataupun lewat swadaya dan usaha masyarakat/desa. Pengelolaanbersama menggunakan kemampuan dan minat nelayan, pembudidayalokal, dan masyarakatnya yang dikombinasikan dengan kemampuanpemerintah dalam menyediakan perangkat hukum yang memungkinkanatau bantuan lainnya. Hubungan ideal kemitraan tersebut tergantungpada kapasitas berbagai pelaku lokal dan sifat alami sumberdaya alamyang dikelola.

Page 23: Manual Pembelajaran Cbm

13

Pengelolaan bersama yang efektif akan selalu membutuhkan kelompokpengelola yang lebih luas cakupan wilayahnya di luar wilayah lokal. Misalnyapada tingkat kecamatan, kabupaten bahkan lintas kabupaten. Pengelolanwilayah pesisir yang terintegrasi merupakan pengelolaan yangmembutuhkan kelembagaan yang lebih kompleks.

b. Dimana pengelolaan bersama perlu dikembangkan?• Pengelolaan bersama diterapkan bila secara hukum diakui oleh

pemerintah dan masyarakat lokal.• Bila ada hak kepemilikan desa terhadap areal sumberdaya alam yang

dikelola.• Pengelolaan bersama mudah dilakukan di areal yang sumberdayanya

terletak dalam batas wilayah administratif satu desa.• Pada wilayah yang lebih dari satu desa bahkan areal yang lebih luas dari

itu, diperlukan upaya yang lebih besar padahal strategi serta pelaksanaanpengelolaan harus dilakukan secara sederhana.

• Di tempat-tempat yang masyarakat lokalnya menyetujui adanya masalah-masalah dalam sumberdaya alam mereka, dan di tempat yang masyarakatatau kelompok penggunanya sangat tergantung pada sumberdaya alamtersebut.

• Di tempat yang masyarakatnya memiliki organisasi yang kuat (misalnyakelompok pengelola tingkat desa) atau pemimpin yang terampil dandihormati.

• Lebih mudah dilaksanakan di desa yang lebih kecil dibanding desa yanglebih besar. Selain itu pengelolaaan bersama lebih mungkin berhasil didesa yang memiliki adat kebiasaan, pandangan dan/atau agama yang sama.Pengelolaan bersama akan lebih sulit dilaksanakan di desa yangmempunyai banyak perselisihan dan masyarakat yang selalu salingbersitegang.

Page 24: Manual Pembelajaran Cbm

14

c. Strategi Kelembagaan (siapa sebaiknya yang mengelola danbagaimana caranya?)

• Strategi kelembagaan menentukan siapa yang harus terlibat dalamproses pengelolaan, dan bagaimana mereka seharusnya berinteraksi danbertindak. Lembaga diartikan sebagai aturan main. praktek pelaksanaandasar, kegiatan rutin, cara-cara sederhana atau kebiasaaan atau cara yangbiasa dipakai selama ini. Proses pengelolaan bersama hendaknya meliputisemua pelaku yang (i) bergantung pada sumberdaya, (ii) yang dapatmempengaruhi keberhasilan prakarsa pengelolaan bersama.

• Pengelolaan bersama yang efektif mungkin membutuhkan partisipasiwakil-wakil, sebagian atau seluruh kelompok utama baik di tingkat desa,kecamatan, kabupaten bahkan propinsi. (misal: nelayan, pembudidaya dankeluarganya, pengolah, pedagang, operator perahu, petani dan buruh tani,dinas perikanan, peneliti dan ilmuwan, adminstrator pemerintah lokal,organisasi kepemimpinan desa tradisional, LSM, Dinas penyuluhan daninstansi terkait lainnya, lembaga penegak hukum)

• Tidak semua pelaku pemanfaat sumberdaya harus terlibat penuh dalampengelolaan bersama. Mitra kunci perlu mengetahui siapa pelakupemanfaat sumberdaya lain dan bagaimana mereka dapat dipengaruhioleh cara-cara pengelolaan.

• Begitu potensi pelaku pemanfaat sumberdaya diketahui, maka tingkatpartisipasi yang paling layak bisa ditangani. Empat keterlibatan yangpotensial yang bisa digunakan yaitu: (i) Pemberitahuan: mereka yangtidak langsung dipengaruhi cara pengelolaan tetapi mempunyai minatwalau sedikit terhadap sumberdaya perlu diberi informasi setiapperubahan dalam pengelolaan. (ii) Konsultasi: Mereka yang dapatdipengaruhi oleh pengelolaan walau tak terlibat langsung dalampengelolaan harus dikonsultasi agar mereka peduli sepenuhnya apa yangterjadi dan merasakan kepentingannya diperhatikan.(iii) Mitra: Merekayang kerjasamanya penting bagi keberhasilan pengelolaan bersama dalamkonsultasi, kerjasama dengan pelaku pemanfaat sumberdaya dalammelaksanakan dan memonitor proses pengelolaan bersama.(iv) Pemilik:

Page 25: Manual Pembelajaran Cbm

15

mereka yang mengawasi proses pengelolaan bersama. Tergantung padakeadaan mereka bisa badan pemerintah yang mempromosikanpengelolaan bersama, atau kelompok pelaku pemanfaat sumberdaya yangsecara langsung memperoleh manfaat dari proses pengelolaan.

• Struktur kelembagaan bisa bersifat hirarhi atau terpisah. Strukturbersifat hirarhi memungkinkan anggota masyarakat berperanserta ditingkat lokal, sedangkan aparat pemerintah atau pelaku lainnya di tingkatregional yang lebih tinggi atau di tingkat nasional sekalipun. Strukturterpisah memungkinkan areal sumberdaya alam dibagi dalam unit-unitpengelolaan, masing-masing dengan daerah pemanfaatan sumberdaya dananggota masyarakat yang terkait.

• Dibuat beberapa sub unit pengelolaan sebagai satuan terkecil di suatudesa dengan sejumlah area pemanfaatan sumberdaya dalam wilayahkewenangannya. Desa ini dipilih berdasarkan penaksiran peransertadesanya dan tidak dipilih secara langsung oleh ahli dari luar.

• Di tiap sub unit pengelolaan harus diketahui pelaku langsung dan tidaklangsung dalam pemanfaatan sumberdaya. Dengan demikian diketahuiketerlibatan terhadap pengelolaan dari berbagai kelembagaan,perorangan, masyarakat lokal, serta biaya dan manfaat dari masing-masingketerlibatan tersebut.

• Berdasarkan masalah, isu, kemungkinan pemecahannya harusdimusyawarahkan dengan tokoh kunci pelaku sehingga dapatdiwujudkan struktur kelembagaan yang efektif untuk pengeloalanbersama. Hal ini akan tergantung dari kapasitas pelaku (manusia dandana, kemampuan dan motivasi yang dibutuhkan untuk berperanserta).Bila masyarakat lokal kurang mampu dalam pengambilan keputusan danpengelolaan, dukungan dan bantuan terhadap hal ini diperlukan!

• Struktur kelembagaan bisa mencakup kelompok pengelola di tingkatdesa dan kelompok pengelolaan bersama di tingkat kecamatan ataukabupaten. Anggota kelompok penghelola perlu ditentukan dengan jelasdan dapat diganti bila ada pelaku baru. Peran dan hubungan antarkelompok harus jelas dan disetujui.

Page 26: Manual Pembelajaran Cbm

16

� Pemimpin dipilih yang tinggi komitmennya terhadap pengelolaanbersama. Dia harus mampu dan kuat bernegosiasi, memecahkan masalahdan tampil baik di masyarakat. Dia mewakili kepentingan pelaku dandipercaya oleh kelompok yang diwakilinya.

• Tiap kelompok pengelola harus dilengkapi kekuatan hukum (pemdakabupaten/propinsi) atau perundang-undangan yang diakui dalam (i)memilih tujuan pengelolaan, (ii) membatasi akses ke wilayah pengelolaan,(iii) melaksanakan teknis pengelolaan untuk mencapai tujuan yangditetapkan.

• Kelompok pengelola tingkat desa harus berpartisipasi dalam memilihcara pengelolaan lokal, menegakkan pelaksanaan dan sanksi bagi setiappelanggar, serta memonitor dampak dari strategi pengelolaan danmembimbing penerapannya.

• Kelompok pengelola yang lebih luas (kecamatan/kabupaten) harusberpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan, misal mengontrolpencegahan pencemaran, mendorong cara pengelolaan,menginformasikan ke kelompok pengelola tingkat desa tentang dampaksektor lain terhadap pemanfaatan sumberdaya yang ada, mengalih-tukarkan pengalaman antar berbagai kelompok pengelolaa desa.

• Komunikasi antar berbagai pelaku menjadi prioritas utama. Informasiyang penting diantaranya setiap perubahan strategi pengelolaan,antisipasi dampak pengelolaan terhadap manfaat bagi masyarakat, dampaknyata yang akan terjadi.

• Mekanisme pelaksanaan peraturan dan penyelesaian konflik harusditetapkan untuk mendorong diterimanya aturan-aturan pengelolaanyang diusulkan.

• Sanksi terhadap pelanggar aturan tergantung pada berat dan jumlahnyapelanggaran. Aturan harus dilaksanakan, dan sanksi diterapkan.

• Bila pengelolaan mencakup masalah dana, suatu sistem swadana perludiciptakan.

· Rencana Pengelolaan harus disiapkan setelah berkonsultasi dengan padapelaku dan disosialisasikan secara luas. Rencana mencakup tujuan

Page 27: Manual Pembelajaran Cbm

17

pengelolaan, cara-cara yang akan dilakukan, mekanisme umpan balikuntuk memonitor kinerja dan tanggung jawab masing-masing mitrapengelolaan bersama.

d. Strategi Teknis (cara pengelolaan yang bagaimana yangsebaiknya digunakan?)

• Cara-cara pengelolaan yang bisa dilakukan bisa berdasarkan (i)pewilayahan (zonasi), (ii) penutupan pemanfaatan sumberdaya secaraperiodik, (iii) pembatasan hasil pemanfaatan, (iv) pembatasan alat yangdigunakan dalam memanfaatan sumberdaya, (v) pembatasan dampak yangbisa terjadi dari cara pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan

• Pemilihan aturan pengelolaan yang akan digunakan harus berdasarkankajian sederhana karakteristik sumberdaya alam lokal yang ada. Kajian inimenggabungkan pengetahuan masyarakat lokal dan pengetahuan ilmiahinstansi pemerintah. Kajian harus menghasilkan pemahaman tentanglingkungan, sumberdaya alam yang ada, dan praktek pemanfaatansumberdaya alam sehingga bisa menentukan cara pengelolaan yangdipilih. Pertimbangkan kesulitan yang akan dihadapi masyarakat lokaldalam menjalankan atura pengelolaan.

• Ide-ide awal untuk pengaturan pengelolaan secara teknis bisa dibuatdari hasil diskusi misalnya sebagai berikut:- Apakah stok sumberdaya alam relatif stabil atau menurun (berkurang

stoknya atau terasa lebih sulit didapatkan, atau bahkan akan habis/punah?). Pengelolaan bisa bermanfaat bila jelas masalah yang dihadapiuntuk ditanggulangi.

- Stok sumberdaya yang mana yang menurun? Dimana terjadinya?Bagaimana dampaknya bisa dikurangi?

- Bagaimana stok sumberdaya yang sudah dilindungi? Di bagian badanair mana stok sumberdaya bisa bertahan hidup? Bagian badan air inibiasanya baik untuk dijadikan kawasan suaka.

- Bagaimana alat-alat yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdayasaling berinteraksi atau bersaing satu sama lain? Alat mana yang

Page 28: Manual Pembelajaran Cbm

18

dilakukan bersamaan baik dalam waktu dan musim yang sama?- Dapatkan suatu cara pengelolaan yang bisa dimonitor dan

dilaksanakan secara efektif dengan sumberdaya dan keterampilanyang ada? Pengelolaan lokal harus memilih cara pengelolaan yangpaling sederhana, dan menangguhkan rencana pengelolaan yang lebihambisius untuk dilaksanakan di masa datang.

e. Strategi Adaptif (monitoring dan perbaikan sumberdaya alam)• Peraturan pengelolaan secara awal dibuat berdasarkan strategi teknik

dasar sebagai hasil musyawarah pelaku pemanfaat dan hasil pengkajiansumberdaya alam sebelumnya. Pengelolaan adaptif digunakan untukmemeriksa apakah keseluruhan strategi (teknis dan kelembagaan)mencapai manfaat yang sesuai dengan yang diinginkan? Sehubungandengan itu peraturan awal perlu dibuat secara luwes, disesuaikandengan berjalannya waktu dan tergantung pada dampak yang dicapai.

• Pengelolaan adaptif dilakukan dengan tetap selalu menerima pendapat-pendapat baru tentang pengelolaan dan memodifikasi aturan-aturanberdasarkan pengamatan dan pengalaman tentang pemanfaatansumberdaya alam lokal dan di desa-desa sekitarnya. Dalam jangka panjang,pengelolaan adaptif analitik dengan pengumpulan data dan analisis yanglebih dalam bisa diwujudkan. Namun demikian, apakah pendekatan iniakan menghasilkan pengetahuan yang lebih baik mengenai sistem danpengelolaan sumberdaya alam itu?

• Proses belajar secara adaptif bisa dilakukan dalam dua tingkatpengelolaan. Pertama, di tingkat desa dapat dipelajari pengalaman sesuaiwaktu pengelolaan diterapkan, dengan membandingkan hasil-hasil carapengelolaan setiap tahun. Pengelola tradisional biasanya sudahmelakukan hal seperti ini. Kedua, di tingkat kecamatan bisamembandingkan dampak pengelolaan antar desa.

• Pengelolaan adaptif yang efektif bisa dicapai dengan kerjasama yang eratantar komite lokal (desa) dan di tingkat kecamatan atau bahkan tingkatkabupaten. Dalam kemitraan ini, kelompok pengelola lokal bisa lebih

Page 29: Manual Pembelajaran Cbm

19

memahami situasi lokal, sedangkan kelompok pengelola kecamatan ataukabupaten mampu membuat perbandingan antar strategi di berbagaidesa dan memahami efek dampak eksternal terhadap sumberdaya alam.

• Pengelolaan adaptif analitik formal dapat dilakukan dengan cara-caraberikut:- Pelaku kuci pemanfaat sumberdaya alam harus bersama-sama memilih

dan menentukan tujuan pengelolaan. Target harus ditetapkan denganjelas apa yang ingin dicapai dan dituangkan dalam Rencana Pengelolaan.

- Keberhasilan pengelolaan harus dapat diukur dengan beberapa cara.Sistem monitoring yang sederhana harus dibuat untuk membuatindikator dampak pemanfaatan yang ada.

- Pelaku pemanfaatan sumberdaya lokal harus didorong untukberpartisipasi dalam sistem monitoring. Mereka akan aktifberpartisipasi bila dilibatkan pula dalam perencanaan pengelolaan.

- Baik input maupuin output pemanfaatan sumberdaya harusdimonitor. Input perlu diukur untuk menjelaskan dampak yangterjadi. Output yang akan dimonitor yang mencerminkan tujuanpembangunan secara lokal harus diwujudkan dengan metodapartisipasi.

- Input yang dimonitor bisa mencakup cara pengelolaan (misal suaka,pembatasan waktu atau alat, pengaturan dampak), jumlah aktifitaspemanfaatan, adanya masalah lingkungan dan kefektifan kelembagaanpengelola. Di tingkat output, keberhasilan strategi dan carapengelolaan sebaiknya dikaji setiap tahun.

- Cara pengelolaan adaptif sebaiknya secara awal diterapkan pada satuatau sejumlah kecil subunit pemanfaatan sumbedaya di tingkat lokal(desa), untuk memperoleh pengalaman dari proses-proses partisipasidan pengelolaan bersama. Tergantung hasilnya, pengelolaan bersamaini bisa diintroduksikan ke unit pemanfaatan yang lebih luas.

Page 30: Manual Pembelajaran Cbm

20

Langkah-Langkah Membangun Pengelolaan Bersama:

a Pemilihan unit pengelolaan bersama tingkat desaSuatu unit pengelolaan bersama tingkat desa harus memiliki: (i) bagiankawasan yang jelas yang akan dikelola, dan (ii) anggota kelompok masyarakatlokal dan pelaku pemanfaat lainnya terhadap sumberdaya alam yang mampudan mau berpartisipasi.. Proses pemilihan dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:• Identifikasi kawasan dimana bila dilakukan pengelolaan akan

menghasilkan manfaat yang paling besar. Kawasan ini selayaknyamencakup sumberdaya alam yang penting, yang diperkirakan kualitasnyamenurun akibat pemanfaatan yang berlebih atau yang merugikan.

• Berdasarkan peta yang ada dan wawancara dengan penduduk,identifikasi desa-desa yang memiliki kawasan pemanfaatan sumberdayaalam sendiri yang seluruhnya berada dalam wilayah adminitrasi desatersebut. Pengelolaan akan lebih mudah di desa dengan anggotamasyarakat yang homogen dan kesepakatan pengelolaan mudah dicapai.

• Adakan diskusi dengan penduduk desa terpilih guna menentukan desamana yang mampu dan/atau mau mengelola sumberdaya alamnya sendiridengan ciri-ciri berikut:- Apakah penduduk desa percaya bahwa ada masalah pemanfataan

sumberdaya alam yang dapat dipecahkan melalui peningkatanpengelolaan lokal?

- Apakah desa secara aktif telah mengelola sumberdaya alamnya? Bila ya,bagaimana caranya? Bila pengelolaan dianggap berhasil, pengakuanhukum oleh pemerintah diperlukan.

- Apakah mata pencaharian penduduk sangat tergantung padasumberdaya alam termaksud (pendapatan, kesempatan kerja)? Matapencaharian lain dari penduduk dan berapa jumlahnya?

- Apakah desa memiliki kepemimpinan yang kuat dan menghargai aparatyang berwenang? Apakah telah ada badan pengelola atau pemimpinyang terampil yang mampu berperan dalam pengelolaan bersama?

Page 31: Manual Pembelajaran Cbm

21

- Apakah desa berukuran besar atau kecil? (berapa rumahtangganya?)Desa yang kecil mungkin lebih mudah mengelola sumberdayanya.

- Apakah penduduk desa memiliki adat, kepercayaan atau agama yangsama? Di desa yang penduduknya sering konflik akan sulit menerimacara pengelolaan yang baru.

• Pelajari bila ada LSM yang berorientasi pada pembangunan desa yangberoperasi di desa bersangkutan. Organisasi ini bisa membantu memimpinpertemuan, membentuk konsensus dan memecahkan konflik. Pelajari pulakemungkinan keberadaan pemangku kepentingan lainnya sepertiPemerintah Desa, Badan Perwakilan Desa, Kelompok Pengelola, KelompokSwadaya Masyarakat, Tokoh Masyarakat, Swasta, Lembaga/InstitusiPemerintah unatk mendapatkan kesepakatan mekanisme pengelolaan.

• Tanyakan kepada penduduk apakah mereka bersedia bekerjasama dalammelaksanakan pengelolaan bersama sumberdaya alam?

b. Pembentukan Kemampuan Untuk Pengelolaan Bersama• Adakan pelatihan kepada kelompok atau anggota institusi lokal yang

terbentuk pada aspek-aspek pengelolaan bersama, landasan hukum,pelaku pemanfaat sumberdaya, siapa yang harus terlibat dalampengelolaan, identifikasi ketrampilan dan kemampuan pelaku, dlsb.

• Perkaya pengetahuan melalui pendidikan tentang lingkungan hidup,keberlanjutan lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan, ekologisumberdaya, cara pengelolaan teknis, dan adaptif.

c. Kegiatan kelompok pengelola di tiap unit pengelolaan bersama ditingkat desa• Mengidentifikasi pelaku pemanfaat sumberdaya alam laut, masalah yang

dihadapi dan tujuan pengelolaan (Identifikasi isu pengelolaan)• Mengkaji pemanfaatan sumberdaya alam laut secara lokal• Membuat rencana pengelolaan termasuk persetujuan dan pendanaan• Melaksanakan rencana pengelolaan (tahap implementasi)• Memonitor dampak dan adaptasi rencana pengelolaan.

Page 32: Manual Pembelajaran Cbm

22

d. Pengelolaan di tingkat Kecamatan, Kabupaten, dalam PengelolaanTerintegrasi Wilayah Pesisir• Mempromosikan dan mengkoordinasikan cara pengelolaan di unit-unit

desa• Mewakili kepentingan sumberdaya yang dikelola dengan sektor lain

dalam rangka interaksinya.• Memberikan kontribusi pada proses belajar yang adaptif dan

menyebarluaskan hasil pembelajaran ke berbagai kelompok sasarandengan program penjangkauan (outreach)

• Membangun Komitmen Kemandirian dan Keberlanjutan

Secara ringkas, langkah-langkah dalam membangun pengelolaan bersamatersebut di atas seperti dimuat dalam tabel berikut:

Langkah-langkah

(1) Pemilihan unit pengelolaanbersama tingkat desa

(2) Pembentukan kemampuanuntuk pengelolaan bersama

(3) Melakukan kegiatan di tiapunit pengelolaan bersama ditingkat desa

(4) Pengelolaan di tingkatKecamatan, Kabupaten,dalam PengelolaanTerintegrasi Wilayah Pesisir

Hasil

• Desa yang terpilih berdasarkankeberadaan dan isu sumberdayaalam, wilayah administrasi,penduduknya mampu dan mauterlibat dalam pengelolaan

• Kelompok atau anggota institusilokal yang memahami dan trampildalam pengelolaan bersama

• Teridentifikasi isu pengelolaan,pelaku pemanfaat, terbentukrencana dan terlaksananya hinggamonitoring pengelolaan

• Pengelolaan yang sinergis antarunit dan peningkatan pengetahuanserta ketrampilan pengelolaan

Page 33: Manual Pembelajaran Cbm

23

Sebagai ilustrasi penerapan nyata di Indonesia dari konseppengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat, dibawah disajikan 3 (tiga) contoh kasus di lokasi yangberbeda-beda. Contoh pertama adalah pengelolaan 3 (tiga)buah Daerah Perlindungan Laut (DPL) di 4 (empat) desa diProvinsi Sulawesi Utara. Penembangan ketiga DPL tersebutdifasilitasi oleh Proyek Pesisir. Pemilihan contoh inididasarkan pada kenyataan bahwa ketiga DPL tersebutmerupakan DPL pertama yang dikembangkan di Indonesiadengan fasilitasi pemerintah dan menghasilkan capaian yangmemuaskan. Hal ini terbukti bahwa berdasarkan pengalamandi 4 (empat) desa tersebut telah dikembangkan puluhanDPL baru di desa-desa lain di Provinsi Sulawesi Utara,bahkan di provinsi-provinsi lain, dan telah disusun dandisebarluaskan panduan pembuatan DPL yang pertama diIndonesia.

Contoh kedua adalah penyelenggaraan Sasi di Pulau Saparua,Maluku, yang diambil dari Rezim Pengelolaan SumberdayaPerikanan (Nikijuluw 2002) dengan penyesuaian seperlunya.Contoh ini dipilih karena merupakan contoh yang sangatsesuai dengan konsep pengelolaan berbasis masyarakatsecara murni, tanpa fasilitasi dari pihak pemerintahContoh ketiga adalah revitalisasi hak tradisional yangmerupakan adat-istiadat di Pulau Lombok (Awig-Awig) dalampengelolaan sumberdaya pesisir di Kabupaten LombokTimur yang diambil dari Buku Narasi Menuju Harmonisasi

3B A B Penerapan Pengelolaan berbasis

Masyarakat dan PengelolaanBersama

Page 34: Manual Pembelajaran Cbm

24

Sistem Hukum sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia (Patlis at.all., eds., 2005). Contoh ini dipilih karena sangat sesuai untukmenggambarkan proses pengembangan sistem pengelolaan bersama, yangsekaligus mengadopsi memformakan nilai-nilai adat yang terkandung dalamAwig-Awig. Sebenarnya telah dikembangkan sistem pengelolaan sumberdayaalam laut di tempat-tempat lain di Indonesia, namun karena keterbatasantempat, maka tidak dapat ditampilkan pada buku ini.

1. Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut BerbasisMasyarakat di Desa Blongko, Talise, dan Bentenan-Tumbak

Latar BelakangPengembangan system pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakatdi Desa-desa Blongko, Talise, Bentenan dan Tumbak di Provinsi Sulawesi Utaraberawal pada tahun 1997. Pada tahun tersebut, Proyek Pesisir (Coastal Re-sources management Project CRMP), yang merupakan kerjasama antaraPemerintah Indonesia dengan United States Agency for International Develop-ment (USAID) memulai upaya untuk mengembangkan system pengelolaansumberdaya alam laut di desa-desa tersebut di Kabupaten Minahasa, SulawesiUtara, dengan mengadaptasi model-model pengelolaan sumberdaya wilayahpesisir berbasis masyarakat (Community-Based Coastal Resources ManagementCB-CRM) dari Filipina dan kawasan-kawasan dunia lainnya.

ProsesPengenalkan sistem pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakatdi empat lokasi tersebut (Blongko, Tilise, Bentenan dan Tumbak) didahuluidengan melakukan studi awal mengenai kondisi ekologis dan sosio-ekonomidi desa-desa di Kabupaten Minahasa. Kemudian, para fasilitator lapanganyang sudah terlatih bekerja di desa-desa lokasi untuk mensosialisasikanpermasalahan-permasalahan ekosistem wilayah pesisir dan menyeleng-garakan pelatihan-pelatihan ketrampilan.

Page 35: Manual Pembelajaran Cbm

25

Pelatihan ketrampilan yang diadakan meliputi pelatihan fasilitasi (untukmemperkenalkan konsep partisipasi publik dalam pengambilan keputusan),penilaian (assessment) dan pemantauan (monitoring) sumberdaya alam laut,serta pengembangan kapasitas kelembagaan di tingkat desa. Para Fasilitatorlapangan juga memfasilitasi koordinasi pengelolaan sumberdaya alam lautantara masyakat desa dengan aparat terkait di tingkat kabupaten danprovinsi.

Salah satu kunci sukses pengembangan system pengelolaan sumberdayaalam laut berbasis masyarakat di desa-desa tersebut adalahdikembangkannya komunikasi dan pertukaran informasi antar parapemangku kepentingan (stakeholders), baik secara horizontal maupunvertikal secara intensif.

Hal demikian sangat penting dalam menyatukan visi dan misi dalampengelolaan sumberdaya alam laut yang menjadi milik mereka sindiri.Kegiatan lain yang dilakukan di desa-desa tersebut termasuk memberikanbantuan dana (block grants) kepada masyarakat untuk melakukan berbagaikegiatan, seperti menyusun profil sumberdaya wilayah pesisir desa,menyusun rencana pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desa danmembuat daerah perlindungan laut desa serta penyusunan peraturan desayang mengaturnya.

HasilPenerapan system pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakatdi desa-desa Blongko, Tilise, Bentenan dan Tumbak telah menghasilkansejumlah produk berharga yang meliputi: profil desa, rencana pengelolaan,keputusan dan atau peraturan desa, contoh-contoh praktek pengelolaanterbaik (best management practices), dan beberapa buku panduan (panduanpengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat, panduanpembentukan dan pengelolaan daerah perlindungan laut berbasismasyarakat, panduan pembersihan bintan laut berduri).

Page 36: Manual Pembelajaran Cbm

26

Sebagai tindak lanjut dari percontohan di desa-desa tersebut, maka konseppengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat diperluaspenerapannya di banyak desa di Provinsi Sulawesi Utara. Sampai saat ini,konsep pengelolaan sumberdaya alam laut sudah diadopsi oleh sekitar 30(tiga puluh) desa di Provinsi Selawesi Utara.

DPL di Desa Blongko, Sulawesi Utara

DPL di Desa Talise, Sulawesi Utara

2. Sasi di Pulau Saparua

Di pedesaan Pulau Saparua, Maluku, pemanfaatan sumberdaya laut pesisirdan hutan umumnya dikelola dengan sistem yang disebut sasi. Kata sasisebenarnya berasal dari kata saksi yang mengandung makna menyaksikanseseorang berbuat salah, yaitu melanggar kesepakatan adat tentang

Page 37: Manual Pembelajaran Cbm

27

Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut Berbasis Masyarakatdi Blongko, Talise, dan Bentenan-Tumbak

Variabel Desa Blongko Desa Talise Desa Bentenan-Tumbak

Tujuan • Melindungi sumberdaya alam laut, terutama terumbu karang dan mangrove

• Melestarikan ketersediaan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat desa

• Melindungi sumberdaya alam laut, terutama terumbu karang

• Melestarikan ketersediaan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat desa

• Melindungi sumberdaya alam laut, terutama terumbu karang dan pantai

• Melestarikan ketersediaan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat desa

Kaedah • Peraturan Desa mengatur apa yang diperbolehkan dan dilarang di kawasan DPL

• Peraturan Desa mengatur apa yang diperbolehkan dan dilarang di kawasan DPL

• Peraturan Desa mengatur apa yang diperbolehkan dan dilarang di wilayah peisir dan laut, termasuk DPL, kawasan wisata bahari, jalur transportasi laut, dan daerah perlindungan pantai

Pelakasanaan • Kelompok Pengelola melakukan perencanaan, mengatur dan menjaga pelestarian serta pemanfaatan DPL, dan melakukan pengawasan

• Kelompok Pengelola melakukan perencanaan, mengatur dan menjaga pelestarian serta pemanfaatan DPL, dan melakukan pengawasan

• Kelompok Pengelola melakukan perencanaan, pengawasan, monitoring, kegiatan pelestarian dan pemeliharaan tanda batas dan papan informasi, pengusahaan dan pengelolaan dana

Superstruktur Organisasi

• Aturan pengelolaan kawasan Daerah Perlindungan Laut disusun secara tertulis dengan dalam Peraturan Desa

• Pemerintah Desa bertanggung jawab dan berfungsi sebagai pembina pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

• Kelompok Pengelola memegang tugas dan wewenang sebagai pelaksana harian

• Aturan pengelolaan kawasan Perlindungan Laut disusun secara tertulis dengan dalam Peraturan Desa

• Pemerintah Desa bertanggung jawab dan berfungsi sebagai pembina pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

• Kelompok Pengelola memegang tugas dan wewenang sebagai pelaksana harian

• Aturan pengelolaan wilayah pesisir dan laut disusun secara tertulis dengan dalam Peraturan Desa

• Pemerintah Desa bertanggung jawab dan berfungsi sebagai pembina pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

• Kelompok Pengelola memegang tugas dan wewenang sebagai pelaksana harian

Page 38: Manual Pembelajaran Cbm

28

pemanfaatan sumberdaya laut dan hutan. Pengelolaan sumberdayaperikanan berbasis sasi adalah suatu sistem atau kelembagaan yangmengatur masyarakat desa untuk tidak menangkap ikan di daerah danwaktu tertentu. Tujuan adanya larangan ini supaya ikan dapat berkembangbiak, tumbuh mencapai ukuran tertentu, tetap tersedia hingga dapatditangkap dan dikonsumsi pada waktu yang lama. Selain itu, tujuan lainnyaadalah agar sumberdaya ikan tetap lestari dan tetap dapat dimanfaatkan dikemudan hari oleh generasi yang akan datang.

Pelaksanaan sasi dilakukan dengan cara menutup musim dan daerahpenangkapan ikan. Untuk itu, masyarakat desa tidak diizinkan menangkapikan selama periode waktu tertentu di kawasan perairan tertentu. Periodepenutupan pengankapan ika ini dikenal dengan nama tutup sasi. Sementaraitu, periode musim pengkapan ikan ini dikenal dengan nama buka sasi.Uraian tentang pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat sasidi tiga desa, yaitu Nolloth, Peperu, dan Sirisori di Pulau Saparua dapat dilihatpada tabel di bawah.

Selain bekaitan dengan penutupan musim dan daerah penangkapan ikan,sasi juga menyangkut hak eksklusif penangkapan ikan oleh masyarakat desa.Dengan adanya hak eksklusif ini, orang dari luar desa tidak diperkenankanuntuk menangkap ikan. Di beberapa desa, hak eksklusif ini dapat dialihkankepada orang desa sejauh mereka mau menggunakan alat tangkap ikan yangserupa dengan yang digunakan masyarakat setempat, menggunakan alattanggkap ikan yang tidak merusak lingkungan dan sumberdaya ikan, sertamembayar sejumlah uang tertentu sebagai ganti hak yang telah diberikan.Kawasan hak eksklusif ini dikenal dengan nama petuanang desa, suatukawasan perairan di depan desa atau yang masih merupakan teritoral desa,biasanya berupa perairan dangkal, atol, teluk, atau selat.

Uang yang harus dibayar orang luar untuk mendapatkan hak penangkapanikan di daerah petuanang sering disebut ngase. Jumlah ngase sangat

Page 39: Manual Pembelajaran Cbm

29

Variabel Desa Nolloth Desa Paperu Desa Sirisori Tujuan • Melindungi tradisi

• Meningkatkan pendapatan desa

• Melindungi tradisi • Meningkatkan

pendapatan desa • Melindungi

lingkungan

• Meningkatkan pendapatan desa

• Mencegah sumberdaya dimanfaatkan orang lain

Kaedah • Dilarang mengambil lola, batulaga, tiram, akar bahar

• Penangkapan ikan pada saat musim buka sasi

• Daerah sasi adalah perairan depan desa hingga kedalaman air 25 m

• Dilarang menangkap semua jenis ikan pada musim tutup sasi

• Alat tangkap ikan pada saat musim buka sasi adalah jala, bagan tancap, dan pancing tangan

• Daerah sasi adalah perairan depan desa

• Dilarang mengambil lola, teripang, dan caping-caping

• Penangkapan diizinkan jika buka sasi

• Daerah sasi adalah perairan sepanjang desa

Pelakasanaan • Buka sasi dilaksanakan Pemerintah Desa

• Buka sasi dilaksanakan Pemerintah Desa

• Hak memanfaatkan ada pada pemenang lelang

• Buka sasi dilaksanakan Pemerintah Desa

• Hak memanfaatkan ada pada pemenang lelang

Superstruktur Organisasi

• Aturan sasi diatur secara tertulis dengan keputusan desa

• Aturan dilaksanakan Pemerintah Desa

• Pengawasan pelaksanaan aturan oleh polisi desa (kewang)

• Aturan sasi diatur secara tertulis dengan keputusan desa

• Aturan dilaksanakan Pemerintah Desa

• Pengawasan pelaksanaan aturan oleh polisi desa (kewang)

• Aturan sasi diatur secara tertulis dengan keputusan desa

• Aturan dilaksanakan Pemerintah Desa

• Pengawasan pelaksanaan aturan oleh polisi desa (kewang)

Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut Berbasis MasyarakatSasi di Tiga Desa di Saparua

bervariasi menurut desa. Umumnya, sekitar 10% dari nilai ikan yangditangkap. Ngase dikumpulkan Pemerintah Desa sebagai bagian daripendapatan desa. Selain ngase, orang luar desa diwajibkan membagi sebagianikannya kepada pemimpin desa dan masyarakat lainnya yang kebetulan adadi sekitar petuanang.

Page 40: Manual Pembelajaran Cbm

30

Pemimpin dan masyarakat desa bersama-sama menentukan jenis alattangkap ikan yang boleh digunakan. Penggunaan dinamit, bom, dan racununtuk menangkap ikan dilarang. Hal ini disebabkan masyarakat desa benar-benar telah memahami bahwa pengakapan ikan dengan cara ini dapat merusaklingkungan dan membunuh semua jenis dan ukuran ikan. Selain itu, penggunaanbom dan dinamit juga sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa nelayan.

3. Revitalisasi Hak Tradisional dalam PengelolaanSumberdaya Pesisir di Kabupaten Lombok Timur

Latar BelakangProses revitalisasi hak tradisional dalam pengelolaan sumberdaya kelautandan perikanan di kabupaten Lombok Timur dipicu oleh terjadinya konflikanatara nelayan tradisional dengan nelayan modern yang menggunakan alattangkap mini purse seine.

Penggunakan alat tangkap mini purse seine di tahun 1979 terus-menerusmeninbulkan perselisihan, karena alat tangkap mini purse seine beroperasi dijalur I yang diperuntukkan beroperasinya alat tangkap tradisional. Konfliktersebut memuncak pada bulan Maret 1993 karena kapal purse seine baruyang lebih besar ukurannya memasuki daerah penangkapan nelayantradiseonal, sehingga nelayan tradisional menggelar demonstrasi danmerusak Balai Desa Tanjung Luar. Karena masalah ini belum diselesaikandengan tuntas, maka pada tahun 1994 nelayan tradisional dari desa TanjungLuar melakukan demonstrasi ke DPRD Kabupaten Lombok Timur. Dalammasalah ini Dinas Perikanan kabupaten Lombok Timur ditugaskanl untukdapat menyelesaikan masah tersebut.

Melalui proses dialog antara nelayan tradisional dan nelayan mini purse seineyang difasiliatsi Dinas Perikanan Kabuupaten Lombok Timur, akhirnyadiperoleh kesepakatan bahwa petikaian ini agar diselesaikan melaluipembuatan �awig-awig� dalam bentuk hukum adat yang memuat larangan-

Page 41: Manual Pembelajaran Cbm

31

larangan bagi nelayan mini purse seine untuk beroperasi pada Jalur I besertasanksi-sanksinya, selanjutnya ketentuan tersebut dituangkan dalam bentuktertulis dan merupakan Peraturan Desa (Perdes) yang ditetapkan padatanggal 14 Nopember 1994. Kebijakan dan kelembagaan tersebutberkembang dengan baik sampai saat ini. Selaku pengawal dalam penegakan�awig-awig� pada tahun 1999 dibentuk Komite Pengelola Perikanan Laut(KPPL) yang merupakan wadah kelembagaan masyarakat dengan modelpendekatan baru, yaitu suatu bentuk kelembagaan ko-manajemen yangdikelola oleh masyarakat pesisir sendiri.

Legalisasi Awig-AwigProses revitalisai awig-awig pengelolaan sumberdaya perikaan dilakukanmelalui empat tahapan, yaitu: (1) sosialisasi rencana penyusunan awig-awigdilakukan baik secara lisan maupun tulisan; (2) proses penyusunan awig-awig, yang merupakan rencana pengelolaan sumberdaya perikanan, dikelolaoleh Komite Pengelola Perikanan Laut (KPPL) tingkat kawasan denganmengadakan rapat-rapat umum, dan mensosialisasikan keputusan hasil rapatkepada anggota masyarakat meliputi pemasangan poster di tempat-tempatumum; (3) legalisasi rancangan awig-awig yang telah disepakati sebagai awig-awig kawasan melalui penandantangan awig-awig tersebut oleh semua ketuaBadan Perwakilan Desa (BPD) terkait, dalam rapat pleno kawasan yangdihadiri oleh Kepala Desa, serta perwakilan dari desa-desa yang terlibat; dan(4) sosialisasi awig-awig yang telah disahkan dilakukan secara tertulis denganpembuatan dan pemasanan poster-poster di papan-papan pengumuman.

Penguatan Kelembagaan Hak TradisionalPemerintah Kabupaten/Kota sebagai pemegang mandat pengelolaansumberdaya kelautan dan perikanan di dalam wilayah sepertiga dari 12 millaut berkewajiban untuk membuat kebijakan pengelolaan yang bertujuanuntuk memenuhi kebutuhan dan keinginan semua kelompok kepentingan(stakeholders).

Page 42: Manual Pembelajaran Cbm

32

Dalam pembuatan kebijakan tersebut, peran serta semua kelompokmasyarakat dalam semua proses perencanaan dan pelaksanaan rencanapengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan hal yangesensial. Untuk mengakomodasi peran serta masyarakat, maka telahdikembangkan kelembagaan di Kabupaten Lombok Timur berupa 5 KPPL ditingkat kawasan dan 21 KPPL di tingkat desa. KPPL merupakan lembagamasyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam penyusunan rencana danpelaksaan rencana pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Selainitu, telah pula dibentuk lembaga partisipasi di tingkat kabupaten berupaKomite Kelautan dan Perikanan Kabupten (KKPK), yang berperan sebagaifasilitator untuk semua stakeholders perikanan, dan untuk memberikansaran dan rekomnedasi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten.

Pada awalnya, strategi pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis padaKPPL di tingkat desa, namun dalam prkembangannya berubah menjadistrategi pengelolaan berbasis pada KPPL di tingkat kawasan. KPPL desaberfungsi untuk menjembatani antara KPPL kawasan dengan Kantor Desa.KPPL kawasan mendapat mandat dari Dinas Kelautan dan Perikanan untukmembuat rencana pengelolaan dan melaksanakannya, termsuk memberikansanksi bagai pelanggarnya. Baik pengurus KPPL desa maupun KPPL kawasankeduanya ditetapkan dalam surat keputusan Kepala Dinas Kealutan danPerikanan Kabupten Lombok Timur.

Perencanaan dan Implementasi Awig-AwigKawasan Perikanan

Proses pembentukan suaka perikanan dilakukan dengan cara partisipatif.Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai pemegang mandat pengelolaanwilayah laut hingga 4 mil laut, mendelegasikan sebagian kewenangannyadalam pembentukan kawasan suaka perikanan kepada kelompok masyarakatmelalui Komite Pengelola Perikanan Laut (KPPL) pada kawasan tertentu.Dengan pendelegasian kewenangann ini, KPPL dan masyarakat menentukan

Page 43: Manual Pembelajaran Cbm

33

sendiri lokasi yang akan dijadikan kawasan suaka perikanan dan menjalinkerjasama dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan suaka perikanan.

Dinas Kelautan dan Perikanan lebih banyak perperan dalam memberikanarahan kebijakan dan rekomendasi teknis dalam perencanaan danpelaksanaan rencana pengelolaan kawasan suaka perikanan.Dengan melalui proses partisipatif tersebut di atas, pada tahun 2001 diKabupaten Lombok Timur terbentuk tiga kawasan suaka perikanan, yaitu:(1) Suaka perikanan Sapak Kokok di Teluk Ekas;(2) Suaka perikanan Gili Rango di Teluk Serewe; dan(3) Suaka perikanan Gusoh Sandak di Teluk Jukung.

Kawasan suaka perikanan Sapak Kokok dan Gusoh Sundak meliputiekosistem mangrove dan padang lamun. Setiap kawasan suaka perikanandibagi menjadi zona inti dan zona penyangga. Baik di dalam zona inti maupunzona penyangaga, semua kegiatan eksploitasi dilarang. Di zona inti jugadilarang kegiatan non-eksploitatif serperti bersampan dan budidaya �kegiatan tersebut diperbolehkan hanya di zona penyangga.Penetapan ketiga lokasi tersebut sebagai kawasan suaka perikanan danpenetapan aturan-aturan pengelolaannya dibuat dalam bentuk kesepakatanmasyarakat (awig-awig) di semua kawasan. Karena itu, dokumen rencanapengelolaan kawasn suaka perikanan disahkan secara tertulis yangditandatangani oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) dari semua desa yangterlibat. KPPL kawasan bertanggung jawab atas pelaksanaan rencanapengelolaan. Evaluasi setelah setahun pembentukan menunjukkan hasilposisif seperti di bawah. Untuk dapat melihat manfaat utama suakaperikanan secara nyata, tentunya memerlukan waktu yang relatif lama.

• Produktivitas kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, walaupunpeningkatan ini belum tentu merupakan dampak langsung daripembetukan suaka perikanan;

Page 44: Manual Pembelajaran Cbm

34

Tahun

19981999200020012002

Teluk Ekas

30 – 4020 – 2515 – 20

0,080

Teluk Serewe

30 – 4020 – 3020 – 30

00

Teluk Jukung

30 – 4030 – 4030 – 40

0 – 60 - 6

• Hampir semua responden mempunyai sikap mendukung dibentuknyakawasan suaka perikanan, namun mereka mengharapkan agar kawasnsuaka perikanan tidak mencakup kawasan terlalu luas, sehingga masihcukup kawasan laut untuk budidaya dan penangkapan ikan;

• Tidak ada laporan pelanggaran awig-awig kawasan suaka perikanan. Hal inimenunjukkan adanya ketaatan yang tinggi dari masyarakat terhadaplarangan eksploitsi di kawasan suaka;

• Perubahan kelimpahan sumberdaya ikan belum tampak di dalam kawasansuaka perikanan, kecuali kepiting bakau yang menunjukkan jumlah danukurannya lebih besar di dalam kawasan suaka prikanan dibandingkandengan di luar kawasan suaka, khususnya pada kawasan suaka perikananGili Rango.

• Sedangkan dari seri data berurutan dari tahun 1998 s/d 2002 mengenaifrekuensi pengeboman ikan seperti terihat pada tabel berikut, dapatdiarik kesimpulan bahwa frekuensi pengeboman ikan menurun sangatsignifikan. Hal demikian menunjukkan adanya kesadaran masyarakatterhadadap perlindungan sumberdaya pesisir dan laut di tiga kawasanteluk tersebut.

Page 45: Manual Pembelajaran Cbm

35

1. Faktor Penentu Keberhasilan PBM

Oleh karena tumbuh dan berkembang dari tingkatkomunitas, maka Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM)atau Community-Based Management (CBM) sangatdipengaruhi sifat-sifat lokal yang spesifik terdapat pada suatukumunitas, yang mungkin tidak terdapat pada komunitas lain.Dapat dikatakan bahwa PBM di suatu tempat memilikikeunikan yang tidak ditemukan sama persis pada tempatyang berbeda. Oleh karena itu, faktor yang menentukankeberhasilan atau kegagalan PBM sulit untukdigeneralisasikan. Keberhasilan atau kegagalan penerapanPBM di suatu tempat atau komunitas tidak musti akan terjadipada tempat atau komunitas yang lain. Dari berbagai studidari pengalaman empiris tentang PBM, hanya dapat ditarikpembelajaran mengenai beberapa faktor saja yangdiperkirakan memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilanatau kegagalan PBM, di antaranya adalah sebagai berikut(Nikijuluw 2002).

a. Tertulisnya AturanTertulisnya aturan hukum yang mengatur tentangpemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam laut sangatmenentukan keberhasilan PBM, termasuk pengelolaansumberdaya alam laut berbasis masyarakat. Tertulisnya aturanhukum mendatangkan beberapa keuntungan. Pertama,penegakan aturan akan lebih mudah dilakukan. Kedua,sosialisasi aturan hukum kepada seluruh masyarakat di desa,

4B A B Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Keberhasilan dan KeberlanjutanPengelolaan Sumberdaya Alam Laut

Page 46: Manual Pembelajaran Cbm

36

bahkan kepada masyarkat di desa-desa tetangga, akan jauh lebih mudahdilakukan. Ketiga, aturan hukum yang tertulis akan lebih terjaga danberkelanjutan dari generasi ke generasi berikutnya.

b. TeknologiTerknologi yang dipakai untuk mengambil sumberdaya alam laut, sepertipenangkapan ikan, menentukan keberhasilan PBM. Pelaksanaan PBM sepertisasi di Maluku dapat mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi karenapenggunaan teknologi penangkapan ikan diatur sangat ketat. Masyarakatlokal hanya menggunakan alat-alat yang sangat ramah lingkungan. Demikianjuga masyarakat dari desa lain tidak diperkenankan untuk menggunakanalat-alat yang merusak lingkungan, yang akan berakibat pada gejala over-fishing atau penangkapan ikan secara berlebih (menipiskan ataumemunahkan persediaan sumberdaya ikan).

c. Pembangunan Industri PerikananIndustri perikanan yang tumbuh sangat pesat baik dalam skala usahamaupun teknologi penangkapannya sangat berpengaruh terhadapkeberlanjutan PBM yang dikelola dalam skala kecil dan menggunakanteknologi penangkapan yang pada umumnya bersifat tradisional.Keberadaan dan keberlanjutan PBM menjadi terdesak dan terancam olehperkembangan industri perikanan yang sangat cepat. Hal demikianmenimbulkan konflik pemanfaatan antara nelayan lokal dengan nelayan dariluar wilayah.

d. Perdagangan dan HargaPerdagangan komoditas hasil laut juga berkembang sangat pesat baik ditingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional. Untuk komoditas-komoditas tertentu harganya dapat melambung beberapa kali lipat. Haldemikian mendorong banyak orang untuk mengeksploitsi komoditastersebut semata-mata karena alasan ekonomi tanpa memperhatikan akibat-akibat ekologis. Hal demikian sangat mempengaruhi keberlanjutan PBM.

Page 47: Manual Pembelajaran Cbm

37

2. Faktor Mempengaruhi Keberlanjutan PengelolaanSumberdaya Alam Laut

Dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam laut secara umum, telahdilakukan sejumlah studi yang khusus mempelajari faktor-faktor yangberpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam lautsecara terpadu. Dari studi-studi tersebut, dapat ditarik sejumlah faktorpenting yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dan keberlanjutan(sustainability) pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Pada paragraf-paragraf di bawah disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlajutanprogram pembangunan pesisir dan laut yang dihimpun dari laporan-laporanpenelitian tentang faktor-faktor keberlanjutan program pengelolaan wilayahpesisir dan lautan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri.Penelitian di Indonesia dilakukan di Sulawesi Utara (Taman NasionalBunaken) dan di Jawa Tengah (Segara Anakan). Hasil penelitian di dua lokasiini terdokumentasi dalam Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources,Edisi Khusus, No. 1, 2003. Kasus lain di Indonesia adalah hasil evaluasi theCoastal Resouce Management Project (CRMP) yang dilaksanakan di propinsi-propinsi Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Kasus diluar negeri diambil dari Cincin-Sain dan Knecht yang merangkumpengalaman pelaksanakan program pengelolaan pesisir dan lautan terpadudi 58 negara di dunia. Di bawah dipaparkan beberapa temuan tersebut(juga lihat Darajati et. al. 2004).

a. Proses Perencanaan dan Pengambilan Keputusan yangInklusif, Transparan, dan Didukung oleh Pengetahuan Ilmiah

Peran-serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam perencanaan danpelaksanaan proyek, baik secara individu maupun secara bersama-sama,berperan sangat penting sebagai faktor utama penentu keberlanjutanprogram pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Pollnac et al. (2003). Perludimengerti bahwa peran-serta tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi

Page 48: Manual Pembelajaran Cbm

38

dipengaruhi oleh beberapa hal. Pada umumnya, para pemangku kepentinganbersedia untuk berperan-serta apabila mereka melihat: (a) manfaat yangtampaknya akan mereka diperoleh (perceived benefits); (b) pemerataanmanfaat di antara para pemangku kepentingan; dan (c) keberlanjutanmanfaat setelah proyek selesai. Karena para pemangku kepentinganberperan-serta dalam perencanaan proyek dan merasa memainkan perandalam membidani lahirnya proyek, maka mereka merasa bahwa proyek tidakdipaksakan dari luar. Dengan demikian mereka merasa memiliki proyektersebut. Dengan proses seperti itu, bisa dipastikan bahwa proyek yangdisepakati bersama akan lebih sesuai dengan keinginan anggota masyarakat.Juga, peran-serta dalam perencanaan dan pengelolaan proyek pengelolaanwilayah pesisir terpadu berdampak positif terhadap peningkatanpemberdayaan masyarakat.

Selain itu, dukungan seluruh pemangku kepentingan wilayah pesisirmerupakan faktor penting terhadap keberlanjutan program (Christie2003). Konflik kepentingan, atau bahkan hanya konflik persepsi, di antarakonstituen (seperti nelayan, penyelenggara wisata bahari, ilmuwan, pejabatpemerintah, LSM, dan konsevasionis) berpotensi untuk senantiasamemelihara ketidakpuasan di antara mereka apabila tidak diambil langkah-langkah proaktif. Ketidakpuasan satu atau lebih konstituen, apabila tidakdiselesaikan dengan cara yang bijak dapat mengakibatkan terancamnyakeberlanjutan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu karena merekaakan melanggar kesepakatan atau peraturan yang ada.

Peran-serta para pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah pesisir,baik secara individu atau secara bersama-sama, cenderung berakibat padakesesuaian kegiatan proyek dengan keinginan mereka daripada proyek yangdipaksakan dari luar. Peran-serta seperti ini menumbuhkan rasa memiliki dikalangan pihak-pihak yang berkepentingan dan meningkatkan keberdayaanmasyarakat pesisir. Perasaan memiliki digabungkan dengan peningkatankeberdayaan masyarakat pesisir dan kesesuaian program pengelolaan

Page 49: Manual Pembelajaran Cbm

39

wilayah pesisir terpadu dengan kondisi lokal terbukti berdampak padakeberlanjutan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri oleh masyarakatpesisir setelah proyek seselai.

Ingin berhasilkah Anda?• Ikutsertakan semua pihak terkait dalam proses perencanaan dan

pengambilan keputusan• Lakukanlah proses dengan transparan/terbuka

• Beri peluang semua pihak untuk berperan-serta secara aktif dantidak tertekan

• Manfaatkan informasi ilmiah libatkan pakar terkait

SIKLUS PROSES PELAKSANAAN ICM

Pemanfaatan informasi ilmiah, yang diperoleh melalui riset dan pengalamanempiris, dalam seluruh proses perencanaan dan pengambilan keputusanmengenai pengelolaan wilayah pesisir terpadu juga sangat berpengaruhterhadap tingkat keberlanjutan suatu program. Informasi ilmiah sangatdiperlukan untuk membantu memahami permasalahan yang ada di wilayahpesisir dan untuk memberi arah terhadap pengelolaan wilayah pesisirterpadu, karena begitu kompleksnya permasalahan yang ada di wilayah ini.Kaitan antara faktor-faktor fisik dan geologi, lingkungan hidup, sumber daya

Page 50: Manual Pembelajaran Cbm

40

alam, dan faktor sosial-ekonomi masyarakat pesisir merupakan hubunganyang sangat kompleks yang memerlukan penjelasan ilmiah dari ilmu-ilmuyang terkait (Cincin-Sain dan Knecht 1998). Sebagai contoh, oleh karenauniknya kondisi wilayah pesisir maka telah berkembang secara pesat cabangilmu tersendiri yang bernama Coastal Engineering. Tanpa dukungan informasiilmiah, sulit untuk dapat memahami penyebab-penyebab mendasar yangmengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan di wilayah pesisir danmencari solusinya.

Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang yang inklusif,transparan, dan didukung oleh pengetahuan ilmiah ini sebenarnyadirancang untuk mencapai beberapa keluaran penting yang berpengaruhterhadap keberlanjutan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu.Keluaran-keluaran dari proses perencanaan dan pengambilan keputusanseperti diuraikan di atas merupakan parameter berkelanjutan programpengelolaan wilayah pesisir terpadu sebagai berikut (Bengen 2003): (a)sesuai dengan kebijakan-kebijakan setempat, baik kebijakan formal maupuninformal; (b) sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; (c)didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia dan kelembagaan; (d)keterlibatan aktif stakeholder; (e) memiliki rencana dan program yang jelas;(f) memiliki dampak terhadap lingkungan termasuk sosial budaya danekonomi masyarakat setempat; dan (g) memanfaatkan informasi ilmiah.

b. Kerangka Hukum yang MemadaiBegitu pentingnya kerangka hukum dalam pengelolaan wilayah pesisirterpadu, Patlis (2003) mengatakan �perhaps no field more than the manage-ment of coastal resources requires a well functioning legal system for its suc-cess.� Lebih lanjut ia mangatakan bahwa keberlanjutan P2T terhalangi oleh�systemic issues� yang berkaitan dengan penyusunan peraturanperundangan (statutory drafting) serta interpretasi dan pemecahan masalah(interpretation and resolution) dalam sistem hukum, terlepas dari penerapandan penegakan hukum yang sering dijadikan sebagai alasan kegagalan.

Page 51: Manual Pembelajaran Cbm

41

Hukum hendaknya dapat menciptakan kondisi yang kondusif untuk pro-gram pengelolaan wilayah pesisir terpadu secara berkelanjutan. Oleh karenaitu, kerangka hukum perlu mendapat perhatian dalam keseluruhan prosespenyelenggaraan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu dari awalhingga akhir. Apa yang dikatakan Patlis di atas telah diupayakanpelaksanaannya di tiga lokasi di Sulawesi Utara (Blongko, Talise, Bentenan-Tumbak) oleh the Coastal Resources Management Project. Program P2T ditiga lokasi tersebut dilengkapi dengan perangkat hukum yang memadaimulai dari tingkat desa (Perdes), tingkat kabupaten (Perda Kabupaten), dantingkat propinsi (Perda Propinsi), yang kesemuanya disusun secaratransparan dan partisipatif. Perda Kabupaten Minahasa telah menetapkansebesar prosentasi tertentu dari APBD-nya untuk dialokasikan diKabupaten Minahasa setiap tahunnya.

Untuk keberlanjutan sarana pelayanan masyarakat dan infrastruktur yangdikembangkan di lokasi-lokasi COREMAP II hendaknya diupayakan untukmenyusun Peraturan Desa di masing-masing lokasi yang memuatketentuan-ketentuan tentang pengelolaan (operasionalisasi danpemeliharaan) dari sarana pelayanan sosial masyarakat dan infrastrukturyang dikembangkan. Peraturan Desa yang dimaksud tidak harus khususmengenai pengelolaan sarana pelayanan sosial masyarakat dan infrastruktur,tetapi dapat merupakan Peraturan Desa yang lebih luas yand di dalamnyaterkandung ketentuan-ketentuan khusus mengenai pengelolaan saranapelayanan sosial masyarakat dan infrastruktur.

Peraturan Desa hendaknya disusun melalui proses seperti diuraikan di atas,yaitu proses yang inklusif, transparan, dan didukung oleh pengetahuanilmiah. Agar proses penyusunan Peraturan Desa dapat berjalan dengan baik,maka proses tersebut perlu difasilitasi oleh fasilitator yang profesional yangbanyak memanfaatkan waktunya tinggal di desa bersama-sama masyarakatyang difasilitasinya.

Page 52: Manual Pembelajaran Cbm

42

Ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan sarana pelayanan sosialmasyarakat dan infrastruktur yang dikembangkan hendaknya meliputibeberapa hal, diantaranya: (a) pelaksana atau penanggung-jawab, (b) tugaspokok dan fungsi, dan (c) sumber dana. Untuk pelaksana atau penanggung-jawab bisa saja menggunakan lembaga yang sudah ada, seperti LembagaPengelola Sumber daya Terumbu Karang, atau membentuk lembaga baruapabila memang diperlukan. Tugas pokok dan fungsi dari lembaga ini terkaitdengan pengelolaan sarana pelayanan sosial masyarakat dan infrastrukturhendaknya dibahas secara memadai oleh masyarakat dengan bantuanfasilitator. Dana untuk keperluan pengelolaan hendaknya dapat dihimpundari sumber-sumber yang lebih luas, termasuk dari swadaya masyarakat, kasdesa (apabila ada), APBD, dan COREMAP II untuk tahap-tahap awal.

c. Kesejahteraan Komunitas Pesisir

Hasil studi di dua lokasi (Pulau Naim dan Pulau Bunaken di PropinsiSulawesi Utara) menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan programpembangunan di Pulau Naim lebih baik daripada di Pulau Bunaken. Salahsatu kemungkinan kuat penyebabnya adalah bahwa penduduk Pulau Naim

• Di tingkat nasional, seharusnya adaUndang-Undang tentangpengelolaan wilayah pesisir terpadusaat ini RUU sedang dibahas di DPR

• Upayakan penyusunan PeraturanDaerah (Perda) tentang pengelolaanwilayah pesisir dan laut di tingkatprovinsi dan kabupaten/kota

• Buatlah Peraturan Desa (Perdes)tentang pengelolaan wilayah pesisirdan laut atau Daerah PerlindunganLaut Tegakkan sanksi sosialsecara ketat

Pusat

Provinsi

Kabupaten/Kota

TingkatDesa

Kerangka Hukum

Page 53: Manual Pembelajaran Cbm

43

secara ekonomi memilik penghasilan yang relatif mencukupi untuk keluarga,dibandingkan dengan penduduk di Pulau Bunaken (Christie 2003). Secaralogika memang sulit untuk mengharapkan masyarakat yang serbakekurangan untuk dapat memberikan kontribusi terhadap upaya-upayamengoptimalkan tingkat keberlanjutan suatu program pembangunan. Olehkarena itu, kiranya tepat apabila di lokasi-lokasi COREMAP II jugadikembangkan program mata pencaharian alternatif (MPA).

d. Penutupan Proyek Secara Tepat

Satu faktor yang tampak kecil namun penting dan sering terlupakan olehpara penyelenggara program pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalahcara penutupan suatu program atau proyek. Hanson mengatakan �the abilityto wind down activities is about as important as the capacity to start newinitiatives in a project that seeks to �� Penyelesaian suatu proyek harusbenar-benar memperhatikan keberlanjutan dari apa-apa yang telah dicapaioleh proyek. Apabila tidak, bisa jadi suatu proyek yang telah dianggap sangatberhasil, baik dalam pengertian ekologi maupun sosial-ekonomi, akan

Kemiskinan Nelayan

Kemiskinan dapat mendorongnelayan untuk berbuatkerusakan lingkungan• Bila miskin harta, bantulah

mereka dengan mencarimata pencaharianalternatif, membuat DPL,menyediakan sarana danprasaran pelayanan sosialdan infrastuktur

• Bila mereka miskinhatinya, kayakan merekadengan meningkatkanakhlaknya

Page 54: Manual Pembelajaran Cbm

44

berhenti seperti pasar malam, tidak meninggalkan dampak yang berlanjut.Agar sarana pelayanan sosial masyarakat dan infrastruktur yangdikembangkan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan, makaupacara serah terima proyek dari Pemerintah kepada masyarakat nelayanperlu dikemas sebaik mungkin untuk menyampaikan pesan-pesan kepadamasyarakat mengenai kewajiban mereka terhadap pengelolaan(operasionalisasi dan pemeliharaan) sarana sosial dan infrastruktur yangtelah dikembangkan bersama dan untuk kepentingan mereka.

Serah Terima Proyek

Pada waktu penutupan dan penyerahan proyek, pastikan hal-hal berikuttelah terjadi:• DPL dan komponen proyek lainnya telah selesai dibuat dan berfungsi

• Perdes yang mengatur pengelolaan DPL telah disahkan dan ditegakkan

• Semua organisasi/lembaga di tingkat desa terkait dengan pengelolaanwilayah pesisir dan laut telah berfungsi dan dikuatkan kelembagaannya

• Masyarakat telah ditingkatkan ketrampilan dan pengetahuannya untukberpartisipasi

• Terdapat sumber-dana dan sumber-daya yang memadai untukmelanjutkan kegiatan di tingkat desa

• Terjalin kemitraan antara organisasi/ lembaga di desa dengan lembagalain termasuk LSM dan perguruan tinggi.

Page 55: Manual Pembelajaran Cbm

45

____________. 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia. Strategi Nasionaluntuk Pembangunan Berkelanjujtan. KLH-UNDP. 144 Hal.

Bengen, D. G., �Evolusi dan Urgensi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir danLaut Secara Terpadu di Indonesia�. Makalah disampaikan dalamSimposium Close-out Proyek Pesisir Kalimantan Timur pada tanggal 21Agustus 2003.

Christie, P., D Makapedua, and L.T.X. Lalamentik. �Bio-Physical Impacts andLinks to Integrated Coastal Management Sustainability in BunakenNational Park, Indonesia� dalam Indonesian Journal of Coastal andMarine Resources, Special Edition, No. 1, 2003.

Cincin-Sain, B., and R. W. Kneck. Integrated Coastal and Ocean Manage-ment Concepts and Practices. ISLAND PRESS, Washington DC 1998.

Hanson J., A., I. Agustine, C. A. Courtney, A. Fauzi, S. Gammage, andKoesoebiono. An Assessment of the Coastal Resource ManagementProject (CRMP) in Indonesia, CRC/URI 2003.

Hoggart, D.D., F. Sukadi, A. Sarnita, S. Koeshendrajana, N. A. Wahyudi, E. S.Kartamihardja, A. :Poernomo, M. S. Anggraeni, I. N. Sweta, dan Murniyati.2000. Kriteria Seleksi dan Panduan Pengelolaan Bersama SuakaPenangkapan Perikanan Perairan Sungai. Kerjasama DFID-BadanLitbang Pertanian-MRAG. 28 Hal.

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. PusatPemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dan PT PustakaCidesindo. Jakarta 2002.

Daftar Pustaka

Page 56: Manual Pembelajaran Cbm

46

Patlis, J. �The Role of Law and Legal Institutions in Determining theSustainability of Integrated Coastal Management Project in Indonesia�dalam Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources, SpecialEdition, No. 1, 2003.

Patlis, J., T.H. Purwaka, A. Wiyana, G.H. Perdanahardja (eds.). 2005. MenujuHarmonisasi Sistem Hukum sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah PesisirIndonesia. Seri Inisiatif Harmonisasi Sistem Hukum Pengelolaan WilayahPesisir Indonesia. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional,Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Hukum dan HAMbekerjasama dengan Coastal Resources Management Project II(USAID), Jakarta.

Pollnac R., R. Pomeroy, and L. Bunce. �Factors Influencing the Sustainabilityof Integrated Coastal Management Project in Central Java and NorthSulawesi, Indonesia� dalam Indonesian Journal of Coastal and MarineResources, Special Edition, No. 1, 2003.

Proyek Pesisir/CRMP. 2003. Pembelajaran dari Pengengolaan WilayahPesisir di Indonesia (Learning from the World of Coastal Managementin Indonesia). (CD-ROM included). M. Knight, S. Tighe (editors), Coastalresources Center University of Rhode Island, Narragansett, USA.

Sugiarto, T. 2004. Desentralistik-Demokratik: Sosok Otonomi Daerah MasaDepan. Dalam S. Sarjadi dan S. Rinakit (Eds) Menerop[ong Indonesia2020. SSS. Jakarta.300 hal.:87-109

Tulungen, J.J., M. Kasmidi, C. Rotinsulu, M. Dimpudus dan N. Tangkilisan. 2003.Studi Kasus {Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat diSulawesi Utara. USAID-Indonseia Coastal Resources ManagementProject.