Manajemen Zakat Kontemporer

124
Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 Fakultas Ekonomi UNIVERSITAS  ISLAM  INDONESIA Program Studi Ekonomi Islam Fakultas IlmuAgama Islam Universitas Islam Indonesia IkatanAhli Ekonomi Islam Manajemen Zakat Kontempor er

description

Manajemen Zakat

Transcript of Manajemen Zakat Kontemporer

  • Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009

    Fakultas EkonomiUNIVERSITASISLAMINDONESIA

    Program Studi Ekonomi IslamFakultas Ilmu Agama IslamUniversitas Islam Indonesia

    Ikatan Ahli Ekonomi Islam

    Manajemen Zakat Kontemporer

  • Proceedings

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    PENGELOLAAN ZAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DI MALAYSIA

    Eko Suprayitno, Raia Au KaerRaia Au Kaer & Aar Harun Aar Harun

    Astrak

    This paper attempts to examine the role of zakat administration policy in Malaysia and its impact on the mac-roeconmic variable such as economic growth, inflation, unemployment and tax revenue. Zakat administration issues pertaining to Islamic law and customs lie under the jutisdiction of individual states. The practise of zakat is based on the Shariah while the taxation practise is based on the Malaysian Income Tax Act, established in 1967 zakat is used as a fiscal policy tool whereby income tax payers were given 100 per cent rebates on zakat that they paid. This study finds that zakat has a positive and significant relationship with economic growth, inflation, unem-ployment rate, and tax revenue.

    Keyword: Zakat Administration, Pooled Data, OLS, Economic Growth, Inflation, unemployment, tax revenue.

    JEL: C23, E20, E24, E31, H20, O40

    . Penauuan

    Pengelolaan dan system administrasi zakat di Malaysia secara historiografi seiring berawal dengan kedatangan Islam di Tanah Melayu pada abad ke-4. Termasuk juga sistem perudangan-undangan mengenainya telah ditetapkan disamping perkara-perkara lain mengenai Hukum Syarak. Catatan PhDStudentinIslamicFinance,FacultyofEconomicsandAdministrationUniversityofMalaya,KualaLumpur,Malaysia.LecturerFacultyofEconomic,IslamicStateUniversityMaulanaMalikIbrahimMalang.Email:[email protected] Assoc. Professor.Faculty Economics and AdministrationUniversity of Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Email:[email protected] Economics and AdministrationUniversity of Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Email:radiah@Professor.FacultyEconomicsandAdministrationUniversityofMalaya,KualaLumpurMalaysia.Email:[email protected] SeniorLecturerFacultyofEconomicsandAdministration,UniversityofMalaya,KualaLumpurMalaysia.Email:[email protected]

  • Proceedings 2

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    terawal undang-undang bertulis yang mengandung beberapa hal mengenai undang-undang Islam ialah Batu Bersurat Terengganu 1303 yang membuktikan keberadaan penempatan awal masyarakat Islam. Selanjutnya proses pengislaman yang meluas berlaku di Alam Melayu setelah Melaka menerima Islam pada tahun 409 (82H) (Naquib al-Attas, 996;6: lihat juga Muhammad, Azmi; 2009).

    Selanjutnya, Perlembagaan Malaysia pasal 3(4) mengatakan bahwa agama Islam adalah terletak di bawah kuasa Sultan atau Raja bagi negeri/propinsi yang beraja dan di bawah Yang Di Pertuan Agong bagi negeri/propinsi yang tidak beraja seperti Wilayah Persekutuan. Segala urusan administrasi dan pengelolaan segala macam zakat di Malaysia adalah berada di bawah bidang kuasa pemerintah negeri/propinsi.( Noor, Abd Halim Mohd, et.al;2006). Wilayah Persekutuan meliputi Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya. Oleh kerana itu, undang-undang pentadbiran zakat adalah berbeza antara setiap negeri/propinsi. Ia berlaku disebabkan faktor perbezaan ijtihad dan kaedah-kaedah fiqh. Di samping itu, setiap negeri/propinsi mempunyai jawatankuasa fatwa yang tersendiri dan ini merupakan antara faktor signifikan kepada perbedaan tersebut (Ahmad Hidayat Buang, 2002, 40 42, Ahmad Hidayat Buang, et.al, 2000, 23-24; Azmi Muhammad, 2009, 8). Biarpun begitu, perbezaan yang wujud bukan kesemuanya bersifat material tetapi ada juga bersifat teknikal. Misalnya, peruntukan mengenai zakat di semua negeri/propinsi berada dalam enakmen induk kecuali negeri/propinsi Kedah dan Sabah yang mempunyai undang-undang zakat berasingan (Enakmen Kedah, No.4/1955, Enakmen Sabah, No.6/1993; Azmi Muhammad, 2009, 9). Begitu juga dengan hal-hal yang berkenaan dengan sumber-sumber pungutan zakat. Hal-hal tersebut diletakkan dalam peraturan yang berbeda dari peraturan induk kecuali Kelantan dan Terengganu. Beberapa negeri/propinsi/propinsi memperuntukkan secara spesifik sumber zakat seperti zakat tanaman (padi dan jagung) melalui Enakmen Kelantan No. 4/1994, s. 57(1); Di samping itu, terdapat juga perbedaan mengenai distribusi kepada asnaf. Asnaf al-riqab tidak ada di Johor, Pulau Pinang, Perak,

  • Proceedings 3

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Kedah, Kelantan, Negeri/propinsi/propinsi Sembilan, Pahang dan Melaka. Sedangkan Perlis dan Sabah pula tidak memasukkan asnaf al-gharimin dan al-riqab sebagai bagian daripada penerima zakat (Pusat Pungutan Zakat, 2008, 86-94; 2007,74-82). Sedangkan negeri/propinsi Terengganu, Selangor dan Wilayah Persekutuan mendistribusikan zakat kepada kesemua delapan asnaf (Pusat Pungutan Zakat, 2008 dalam Azmi Muhammad, 2009, 9).

    Selain itu, terdapat juga beberapa buah negeri/propinsi yang telah menswastakan institusi zakat mereka, misalnya Wilayah Persekutuan (Kuala Lumpur, Labuan dan Putra Jaya), Selangor, Pulau Pinang, Pahang, Negeri/propinsi Sembilan, dan Melaka merupakan negeri-negeri yang telah menswastakan institusi lembaga zakat mereka (Pusat Pungutan Zakat, 2008, 26). Ini bertujuan demi meningkatkan hasil penerimaan zakat daripada sumber-sumber lain terutamanya zakat perdagangan dan perusahaan. Peningkatan hasil penerimaan zakat juga disumbangkan dengan adanya kebijakan dari Pemerintah Malaysia dengan memberikan pengurangan kepada pembayar zakat individu. Melalui kaedah potongan pajak berjadwal (PCB) mereka akan menikmati pengurangan pajak pajak sebesar dengan bayaran zakat atau zakat dapat digunakan untuk mengurangi pajak sampai dengan 100% (Akta 53, 2. 6A (3). Tujuan dari langkah ini sebagai salah satu cara menghindarkan pembayaran pajak berganda kepada hasil pendapatan para pembayar zakat tersebut (Ruzhiah Ghazali, 2007; Mahmood Zuhdi Haji Abd. Majid, 2007; Ahmad Mohammad Ibrahim, 1991, 648-649; Ahmad Mohammad Ibrahim ,1988; Abd. Rashid Dail, 1986). Secara tidak langsung juga ia akan menggalakkan mereka untuk membayar zakat. Langkah tersebut merupakan satu tindakan proaktif dan bervisi kerana sampai saat ini negara-negara Islam lain tidak membenarkan pengurangan ke atas pajak dan Indonesia merupakan negara kedua yang membenarkan pengurangan pajak bagi pembayaran zakat yaitu pada tahun 2000 (Pusat Pungutan Zakat, 200, 29), namun pengurangan tersebut hanya kepada penghasilan kena pajak dan maksimal hanya sebesar 2.5%, dan ianya masih mengakibatkan double tax accounting kepada pembayar zakat. (Eko

  • Proceedings 4

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Suprayitno, 2004). Keadaan ini berlaku karena institusi lembaga zakat di Malaysia merupakan lembaga di bawah pentadbiran pemerintah. Berbeda dengan negara-negara lain, urusan zakat merupakan usaha masyarakat atau melalui badan-badan sosial. Sehingga pada tahun 2008, penerimaan zakat di seluruh negeri atau propinsi di Malaysia telah mencapai RM 1,2 milyar atau setara dengan Rp 3,36 triliun dengan penduduk muslim + sebesar 28 juta orang.Sistem pengelolaan dan kebijakan pemerintah yang mendukung tersebut memberikan implikasi yang besar terhadap sistem perekonomian di Malaysia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Malaysia memang memberikan hasil bahwa zakat dapat mengurangkan kemiskinan. Baik daripada sisi jurang perbedaan pendapatan antara yang kaya dan miskin, gini index, maupun dari sisi yang lainnya seperti kajian oleh Ismail Salleh dan Rogayah Ngah (1980; Ahmed, Mehboob (2000); Ilyas, Muhammad (2004); Patmawati (2006).

    . Perumusan MasaaSekalipun ramai penelitian telah dilakukan namun sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian tentang pengaruh zakat terhadap variabel makroekonomi sedangkan ianya sangat penting bagi semua pihak untuk tujuan memberikan gambaran dan meningkatnya keyakinan masyarakat kepada institusi zakat baik di Malaysia; akan pentingnya pembayaran dan pengagihan zakat yang lebih sempurna. Hal ini dikarenakan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kesan terhadap pengurangan kemiskinan, dan ketimpangan penghasilan maka peneliti berpendapat secara umumnya ia akan memberikan implikasi yang tinggi pula terhadap variabel makroekonomi iaitu pendapatan, inflasi, pengangguran dan penerimaan pajak. Bagi memberikan fokus penyelidikan, berikut dinyatakan beberapa soalan penyelidikan. Bagaimanakah implikasi zakat terhadap variabel makroekonomi yaitu pertumbuhan, inflasi, pengangguran dan penerimaan pajak Malaysia? Bagaimanakah implikasi

  • Proceedings 5

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    kebijakan fiskal zakat dan pajak terhadap variabel makroekonomi di Malaysia, dan polisi fiskal yang bagaimana yang mesti dilakukan di Indonesia. Manfaat PeneitianPenelitian ini dari segi hasil penelitian yang diestimasi diharapkan akan memperkembangkan

    bangunan keilmuan Islam khususnya bidang ekonomi Islam, kebijakan fiskal dan makroekonomi. Lebih khusus lagi, menambah kuat dan kokoh bangunan teori penerapan syariah Islam ke dalam konteks negara demokrasi semacam Indonesia dan negara Islam semacam Malaysia. Hal ini dikarenakan, dalam ukuran akademik, teori-teori penerapan syariah Islam khususnya masalah zakat semacam ini dapat dibilang sangat terbatas. Kedua, dari segi implikasi dari hasil penelitian penyelidikan, akan mendorong sikap keterbukaan, saling melengkapi, saling mengisi dan dialog ilmiah berkenaan dengan syariah Islam khasnya penerapan zakat dalam sebuah sistem kebijakan fiskal. Hal ini perlu, bagi mengurangi kecenderungan ketidakpercayaan masyarakat di Indonesia dan Malaysia terhadap lembaga zakat, bagi menambah pengetahuan tentang implikasi zakat bagi perekonomian, peningkatan knowledge tentang implikasi penerimaan dan pembagian zakat dikalangan individu, masyarakat dan swasta, peningkatan kesadaran pembayaran zakat di kalangan individu dan swasta

    . Kajian Pustaka

    . Kajian Peneitian Terauu

    Beberapa hasil kajian yang telah dilakukan menyatakan bahawa zakat dapat mengurangkan jurang kemiskinan, jurang pendapatan dan tingkat kemiskinan. Patmawati (2006) di Selangor, Malaysia mendapati agihan zakat berjaya mengurangkan kadar kemiskinan daripada 62 peratus kepada 51 peratus. Jurang kemiskinan berkurang dari RM 315 kepada RM 281; jurang pendapatan berkurang dari 59 peratus kepada 53 peratus; Sen index yang mengukur tekanan kemiskinan dengan mengambilkira

  • Proceedings 6

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    tahap kebajikan masyarakat turut berkurangan dari 0.47 kepada 0.32. FGT index juga berkurang dari 0.27 menjadi 0.7 di Selangor. Ilyas, Muhammad (2004), dalam penyelidikan juga menemukan bahawa pada tahun 198687 Zakat dan Ushr ternyata lebih pro-poor di bandar daripada di luar bandar. Sedangkan pada tahun 199293

    dan 200102 efek daripada zakat dan ushr di dalam agihan pendapatan di luar bandar lebih besar daripada di Bandar. Hasil analisis secara statistik umum menunjukkan perbezaan antara sebelum fiskal dan sesudah agihan zakah dan ushr sinifikan pada tingkat 1 peratus samaada di pedesaan mahupun di Bandar pada beberapa tahun.

    . Pengaru Zakat teraap Pertumuan Ekonomi Zakat teraap Pertumuan Ekonomi

    Al-Quran surat at-Taubah ayat 103 menjelaskan bahwa zakat disamping berfungsi membersihkan kekayaan juga menumbuhkan kekayaan. Ini berasaskan Hadith Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tarmidhi daripada Abu Hurairah yang bermaksud:

    Allah menerima zakat dengan tangan kanan-Nya dan kemudian menjadikannya harta itu tumbuh bagi setiap kamu, sebagaimana halnya kamu membesarkan anak kuda atau anak unta. Bagian-bagian harta itu kemudian menjadi sebesar Gunung Uhud. (Hadist Ahmad dan at-Tarmidhi, diriwayatkan oleh Abu Hurairah). Tumbuhnya harta akibat zakat tersebut dapat dijelaskan dengan pengaruh zakat terhadap

    pendapatan, konsumsi tabungan, investasi dan tenaga kerja dan implikasi zakat yang bersifat berlipat ganda (multiplier effect) terhadap perekonomian secara keseluruhan. (Ghozali, 1996)(Ghozali, 1996). Efek Zakat teraap memeanjakan HartaZakat akan meningkatkan konsumsi, terutama konsumsi barang dan jasa-jasa pokok, dan

    kemungkinan akan merubah konsumsi dari penggunaan barang-barang dan jasa-jasa mewah kepada konsumsi barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan pokok. Distribusi zakat kepada orang miskin dan

  • Proceedings 7

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    yang memerlukan memungkinkan pendapatan mereka meningkat. Kerana rendahnya tingkat kekayaan dan pendapatan mereka, besar kemungkinan pendapatan dan penerimaan (pembagian) zakat tersebut digunakan untuk pengeluaran konsumsi barang-barang kebutuhan pokok. Begitu pula sebaliknya, zakat akan mengurangi kekayaan dan penghasilan orang-orang kaya. Dengan berkurangnya kekayaan dan penghasilan kelompok kaya tersebut, ada kemungkinan mereka mengurangkan konsumsi barang-barang dan jasa-jasa mewah. (Siddiqi, 1988;62:Kahf, 1981;27-28)

    Dengan begitu, secara keseluruhan (aggregat), zakat akan meningkatkan konsumsi barang-barang kebutuhan pokok dan mengurangi konsumsi barang-barang dan jasa-jasa mewah.

    .4 Efek InvestasiZakat akan mendorong investasi secara langsung (direct) maupun tak langsung (indirect). Secara langsung, dengan dipungutnya zakat terhadap kekayaan yang disimpan, maka kekayaan yang disimpan akan segera diaktifkan atau diinvestasikan. Selain itu, bila zakat dibagikan bagi investasi ataupun bantuan modal, maka investasi akan meningkat. Jika zakat telah disediakan untuk fakir dan miskin sebagai wasilah produksi apapun, baik itu dalam perdagangan, pertanian, industri atau aktivitas-aktivitas ekonomi yang sesuai dengan kemampuan dan profesionalisme kerja mereka, berarti zakat telah membantu mereka kepada perubahan kesatuan produksi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan keluarga.Secara tidak langsung (indirect), dengan meningkatnya konsumsi barang-barang kebutuhan pokok sebagai akibat meningkatnya pendapatan orang-orang miskin karena zakat maka permintaan terhadap barang-barang kebutuhan pokok akan meningkat. Peningkatan permintaan barang-barnag kebutuhanPeningkatan permintaan barang-barnag kebutuhan pokok ini akan menstimulasi produksi terhadap barangan dan jasa-jasa asas. (Kahf, 1981)

    .5 Efek Ketenagakerjaan

  • Proceedings 8

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Zakat dapat meningkatkan kesempatan bekerja (ketenagakerjaan) dari dua sisi: sisi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Seperti dijelaskan pada bagian efek investasi di atas bahwa zakat dapat meningkatkan investasi. Peningkatan investasi berakibat pada peningkatan permintaan tenaga kerja. Selain itu permintaan tenaga kerja ini juga bertambah besar dengan semakin meningkatnya usaha kecil sebagai akibat tambahan modal dari dana zakat ini kepada pelabur-pelabur dan peniaga-peniaga kecil.

    Sedangkan dari sisi penawaran tenaga kerja, seperti dijelaskan dalam bagian implikasi konsumsi di atas, zakat dapat meningkatkan kondisi fiscal, pengetahuan dan keterampilan dan pendidikan orang-orang miskin. Sehinggalah akan meningkatkan kualiti dan kuantiti tenaga kerja. (Ghozali, 1996;10)

    . Metoe Peneitian

    . Moe Dasar

    Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan modifikasi dari model yang telah dibuat oleh Dowling dan Hiemenz (1983), Choudhury dan Malik (1996), Saleh (2000, 184 185). Formulasi dari model yang digunakan dalam penyelidikan ini merupakan modifikasi daripada model DH, CM dan Saleh serta lebih difokuskan kepada beberapa faktor yang merupakan polisi fiskal yang dianggap memberikan pengaruh kepada pertumbuhan ekonomi atau GDP di Malaysia dengan menambah beberapa variabel yang sangat berhubungan dengan permasakahan penelitian yaitu penerimaan zakat, pembagian atau distribusi zakat, penerimaan pajak dan bukan pajak dan inflasi barang-barang kebutuhan pokok.Model yang dianalisis dalam penelitian ini ialah:

  • Proceedings 9

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    1. lyngri,t = a0,i + a1 ln aghi,t +a2 lntxi,t + a3 lnblji,t + a5 infi,t + 1 i,t Persamaan pertumbuhan

    2. Inf i,t = c0,i + c1 ln Yngr i,t + c2 ln agh i,t + c1 ln Kutpt i,t + c4 ln Tx I,t + 2 i,t Persamaan Inflasi

    3. In unem i,t = d0,1 + d1 ln Yngr i,t + c2 ln agh i,t + c3 ln Kutpt i,t + c4 ln Tx i,t + 3 i,t Kadar Pengangguran

    4. ln Tx i,t = e0,1 + e1 ln kutp i,t + e2 ln Yngr i,t + e3 ln Txn i,t + 4 i,t Persamaan Penerimaan pajak

    Keterangan:

    Lyngr = pertumbuhan nilai tambah PDRB setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Lnagh = pembagian atau distribusi zakat tahun 2001 - 2007

    LnTx = tingkat penerimaan pajak setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Ln blj = total belanja setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Inf = inflasi harga bahan kebutuhan pokok setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Lnkutp = total penerimaan zakat setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Lnunem = tingkat pengangguran setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Lntxn = total penerimaan bukan pajak setiap negeri tahun 2001 - 2007

    Lnhsl = total penerimaan pemerintah setiap negeri tahun 2001 - 2007.

    . Data an sumer ata

    Penelitian ini meliputi 11 negeri atau propinsi di Semenanjung Malaysia, yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Melaka, Pahang, Negeri Sembilan, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Selangor, Terengganu. Edngan periode 2001 2007. Data diperoleh dari Jabatan Perangkaan Malaysia dan Rancangan-rancangan Malaysia, Economic Planning Unit Negeri dan Pusat dan Jabatan Audit Negara. Sedangkan data yang digunakan meliputi variable dependent yang meliputi PDRB, kadar Inflasi, kadar pengangguran, pengumpulan

  • Proceedings 0

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    pajak, dan variable independent yang meliputi pengumpulan zakat, pembagian zakat, hasil penerimaan negeri/propinsi, belanja negeri/propinsi, belanja pembangunan, penerimaan bukan pajak.

    Dalam penelitian ini digunakan data panel yaitu menggabungkan data lintas sektoral (cross section) dan data runtut waktu (time series) sehingga jumlah data meningkat. Keunggulan data panel anatar lain; pertama memunculkan heterogenitas secara eskplisit ke dalam perhitungan dengan memasukkan variabel-variabel spesifik. Kedua, menyajikan data yang informatif, bervariase, kolinearitas antar variabel rendah, menambah jumlah derajat kebebasan dan lebih efisien. Ketiga, dengan masuknya obsevasi silang tempat, data panel dianjurkan studi perubahan dinamis. Keempat, lebih mampu mendeteksi dan mengukur efek dibandingkan dengan data silang tempat dan silang waktu murni. Kelima, menghasilkan model perilaku yang lebih kompleks. Keenam, meminimumkan bias pada data ketika dilakukan agregasi.

    . Anaisi Regresi

    Penyatuan antara lintas waktu dan data runtut waktu akan menimbulkan masalah dalam proses estimasinya. Faktor pengganggu akan berpotensi mengandung gangguan yang disebabkan penggunaan data runtut waktu, data lintas sektoral serta gangguan karena penggabungan keduanya. Penggunaan data lintas sektoral mempunyai potensi tidak konsistennya parameter regresi, yang disebabkan karena skala data yang berbeda. Penggunaan data runtut waktu menimbulkan bahaya autokorelasi antar pbservasi.

    Untuk mendapatkan estimasi-estimasi perkiraan yang akan di analisis, Pindyck dan Rubenfield mengatakan bahwa dalam ekonometri, ada 3 prosedur estimasi data panel guna mengatasi berbagai permasalahan penggabunagn kedua jenis observasi tersebut (Insukindro, 200), antara lain:

    1. Penggabungan semua data runtut wkatu dan data lintas sektoral, serta meregres dengan menggunakan metode OLS untuk seluruh set data.

  • Proceedings

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    2. Menghilangkan satu variable penjelas sehingga akan menyebabkan berubahnya intersep runtut waktu dan lintas sektoral,3. Meningkatkan efisiensi estimasi parameter dengan cara mengatasi gangguan yang disebabkan karena

    penggunaan data runtut waktu dan data lintas sektoral. Oleh karena itu digunakan prosedur data panel yang disebut Error Component yang merupakan variasi dari proses estimasi generalized least-square (GLS). Teknik untuk mengatasi adanya otokorelasi runtut waktu serta korelasi antar data lintas sektoral digunakan dalam estimasi variasi GLS.

    Sedangkan dalam penelitian ini akan digunakan metode yang pertama yaitu metode OLS dengan menggabung semua data runtut waktu dan data lintas sektoral.

    4. Hasi Anaisis

    4. Moe Pengeoaan Zakat i Maaysia

    Model pengelolaan zakat di Malaysia, menurut Perlembagaan Malaysia fasal 3(4) memperuntukkan bahawa agama Islam adalah terletak di bawah kuasa Sultan atau Raja bagi negeri yang beraja dan di bawah Yang Di Pertuan Agong bagi negeri yang tidak beraja seperti Wilayah Persekutuan. Segala urusan pentadbiran hal ehwal zakat di Malaysia adalah berada di bawah bidang kuasa pemerintah negeri.(Noor, Abd Halim Mohd, et.al;2006). Disamping itu juga system adminstrasi disetiap negeri secara umumnya berbeda tergantung dari kondisi dan ijtihad ulama dari negeri-negeri tersebut. Model pengelolaan zakat juga ada yang sudah diswastakan, tetapi juga ada yang belum, namun perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan tetapi dapat meningkatkan efisiensi, dan ide-ide baru. Disamping itu pula, system pendistribusian zakat disetiap negeri juga sudah semakin baik dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia bagi penerima zakat. Hal ini dapat dilihat pada gambar .

    Pada gambar 1 terlihat bahwa distribusi zakat di Malaysia memiliki tujuan akhir ialah meningkatkan kualitas hidup masyarakat penerima. Tidak hanya dalam meningkatnya pendapatan tetapi juga meningkatnya kualitas hidup masyarakat, baik dari segi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

  • Proceedings 2

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Gamar : Keijakan an Operasiona Zakat

  • Proceedings 3

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    4. Hasi Anaisis Regresi

    4.. Pengaru akat teraap Pertumuan Ekonomi

    Berdasarkan hasil estimasi OLS terhadap data yang ada, diperoleh ringkasan hasil analisis sebagai berikut:Tae

    Hasi Anaisa regresi persamaan Pertumuan Ekonomi Negeri

    Dependent Variable: LYNGRMethod: Least SquaresDate: 08/12/09 Time: 09:09Sample: 1 91Included observations: 90Excluded observations: 1

    Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.783102 1.089963 -3.470853 0.0008*

    LAGH 1.604791 0.096352 16.65544 0.0000*LTX 0.386595 0.034114 11.33234 0.0000*LBLJ 0.047675 0.045406 1.049959 0.2967INF -0.107840 0.030787 -3.502756 0.0007*

    R-squared 0.874770 Mean dependent var 23.34082Adjusted R-squared 0.868877 S.D. dependent var 0.850446S.E. of regression 0.307954 Akaike info criterion 0.536219Sum squared resid 8.061020 Schwarz criterion 0.675097Log likelihood -19.12984 F-statistic 148.4383Durbin-Watson stat 1.287211 Prob(F-statistic) 0.000000

    Sumber: Hasil Analisis, Data diolah.*signifikan pada = 1 peratus

  • Proceedings 4

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Pertumbuhan ekonomi (lyngr) berdasarkan hasil uji t dipengatuhi secara signifikan positif oleh variabel distribusi zakat (lagh), penerimaan pajak pada = 1 %, dan dipengaruhi secara negatif oleh inflasi pada = 1 %. Zakat dalam hasil analisis di atas memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada = 1 % artinya jika penerimaan dan pengagihan zakat meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Ghozali, 1996: Metwally, 1988: Kahf, 1996: Chapra, 2002) yang menyatakan bahwa zakat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui efek-efek dari penggunaan, investasi dan tenaga kerja (guna tenaga). Selain itu pula, hal ini sesuai dengan hasil analisis dari choudhury dan malik yang menyatakan bahwa zakat akan memiliki implikasi positif dan signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

    Selain dari itu, hal ini dikeranakan bahwa distribusi zakat di Malaysia tidak hanya digunakan untuk keperluan konsumtif sesaat tetapi telah dibagikan dalma berbagai bentuk bantuan modal kerja, bantuan perdagangab, bantuan untuk usaha kecil dan sederhana, bantuan kesehatan, dan bantuan beasiswa, ketrampilan, pembukaan unit usaha, atau istilahnya sebagai pancing dan ikan karena jika hanya diberi ikan hanya akan memberikan pengaruh jangka sangat pendek, tetapi jika hanya diberi pancing maka tidak akan memungkin untuk berusaha karena tidak adanya biaya hidup untuk menopang kebutuhan sehari-hari, tetapi jika diberi kedua-dua alat iaitu panding dan ikan, maka akan memberikan impak jangka pendek dan jangka pajang.Jangka pendek, impak yang akan terjadi ialah peningkatan penggunaan kerana pendapatan meningkat, sehingga permintaan barangan asas. Permintaan barangan asas yang meningkat mengakibatkan output barangan juga akan meningkat, peningkatan ini akan terus bertambah seiring dengan usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat yang juga diberi bantuan pancing baik itu modal mahupun yang lainnya. Hal ini akan berlangsung terus menerus sehingga akan berimpak pada pertumbuhan ekonomi dan pembolehubah makro ekonomi yang lainnya.

  • Proceedings 15

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    2. Pengaruh Zakat terhadap InflasiBerdasarkan hasil estimasi regresi terhadap data yang ada, diperoleh ringkasan hasil analisis sebagai berikut (hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.)Tae

    Hasil Analisa regresi persamaan inflasiDependent Variable: INFMethod: Least SquaresDate: 08/12/09 Time: 09:05Sample: 1 91Included observations: 90Excluded observations: 1

    Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -16.97327 4.350239 -3.901686 0.0002*

    LTX -0.372788 0.252843 -1.474385 0.1441LYNGR 1.667498 0.363189 4.591273 0.0000*LKUTP 4.117369 1.900908 2.166001 0.0331**LAGH -11.80930 4.326367 -2.729612 0.0077*

    R-squared 0.465671 Mean dependent var 3.652667Adjusted R-squared 0.440526 S.D. dependent var 1.354967S.E. of regression 1.013488 Akaike info criterion 2.918625Sum squared resid 87.30840 Schwarz criterion 3.057503Log likelihood -126.3381 F-statistic 18.51949Durbin-Watson stat 1.232383 Prob(F-statistic) 0.000000

    Sumber: Hasil Analisis , Datadiolah.* s ignif ikanpada = 1 %**signif ikanpada = 5 %

  • Proceedings 6

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Kadar Inflasi (inf) berdasarkan hasil uji t dipengaruhi secara signifikan positif oleh pembolehubah pendapatan (lyngr) pada = 1% dan penerimaan zakat pada = 5 %, sedangkan sitribusi atau pembagian zakat secara teori berimpak negatif sesuai dan signifikan pada = 1 %.

    Distribusi atau pembagian zakat dalam hasil analisis di atas memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada aras = 1 % artinya jika pengagihan zakat meningkat maka inflasi akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Siddiqi, 1988: Kahf, 1981: Ghozali, 1996: Metwally, 1988: Chapra, 2002) yang menyatakan bahwa zakat akan mengurangkan kadar inflasi terutamanya yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang yang mewah, juga karena kenaikan permintaan diikuti oleh kenaikan output barang-barang kebuthan pokok akibat adanya kenaikan modal dan industri kebutuhan pokok melalui bantuan modal dari zakat. Disamping itu juga dengan adanya pembagian zakat terutamanya untuk bantuan kewirausahaan, pelatihan ketrampilan kerja, bantuan modal usaha baru, bantuan modal kepada industri kecil terumanya industri barang-barang kebutuhan pokok akan meningkatkan hasil atau output barang-barang kebutuhan pokok dan kemungkinan akan memindahkan konsumsi dari konsumsi barang-barang kebutuhan dan jasa-jasa mewah kepada barang-barang dan jasa-jasa asas. Pemberian zakat kepada orang yang memerlukan mengakibatkan pendapatan mereka akan meningkat. Kerana rendahnya tingkat pendapatan dan kekayaan mereka, besar kemungkinan pendapatan dari penerimaan bantuan zakat itu akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi barang-barang kebutuhan pokok. Dengan demikian, secara keseluruhan (aggregate), zakat akan meningkatkan konsumsi barangan dan perkhidmatan asas. Kenaikan permintaan ini pula sejalan dengan kenaikan output dari industri barang-barang kebutuhan pokok sehingga inflsai boleh dikendalikan dan diantisipasi bahkan boleh dikurangkan.

    Penerimaan zakat berimpak positif dan signifikan. Teori yang dikemukakan oleh pakar-pakar ekonomi Islam (Siddiqi, 1988: Kahf, 1981: Ghozali, 1996: Metwally, 1988: Chapra, 2002) menyatakan

  • Proceedings 7

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    bahwa penerimaan zakat akan mengurangkan inflasi terutamanya terhadap barangan mewah kerana penerimaan zakat ini akan mengurangi besarnya konsumsi terhadap barangan mewah, tetapi akan meningkatkan inflasi pada barang-barang kebutuhan pokok. Hal ini biasanya akan terlihat pada saat menjelang hari raya idul fitri, dimana semua orang membayar zakat fitrah, sehingga permintaan barang-barang kebutuhan pokok juga akan meningkat. Oleh sebab itu, zakat harus didistribusikan secara benar dan efektif serta efisien, sehingga fungsi zakat yang sesungguhnya adalah mengendalikan inflasi dapat terwujud. Yaiyu dengan memalui pembagian zakat dalam bentuk pancing dan ikan sehingga permintaan barang-barang kebutuhan pokok mampu diimbangi dengan peningkatan output dari para penerima bantuan zakat dalam bentuk pancing baik berupa bantuan modal kerja, bantuan modal awal, bantuan ketrampilan, bantuan modal industri kecil dan sederhana terutamanya dalam industri kebutuhan pokok. Sehingga inflasi yang selama ini terjadi karena peningkatan permintaan dapat dikendalikan.

    . Pengaru akat teraap kaar pengangguran Berdasarkan hasil estimasi regresi terhadap data yang ada, diperoleh ringkasan hasil analisis sebagai berikut (hasil lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.)

  • Proceedings 8

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Tae

    Hasi Anaisa regresi persamaan kaar pengangguran

    Dependent Variable: UNEMP

    Method: Least Squares

    Date: 08/12/09 Time: 09:05

    Sample: 1 91

    Included observations: 90

    Excluded observations: 1

    Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

    C 56.94963 14.69507 3.875425 0.0002*

    LYNGR -10.11384 2.553339 -3.961024 0.0002*

    LTX 7.605429 1.855120 4.099695 0.0001*

    LKUTP -81.09244 20.95100 -3.870575 0.0002*

    LAGH 186.9206 48.54819 3.850207 0.0002*

    LBLJ 6.600095 1.614862 4.087095 0.0001*

    R-squared 0.557642 Mean dependent var 3.203333

    Adjusted R-squared 0.531311 S.D. dependent var 1.086221

    S.E. of regression 0.743637 Akaike info criterion 2.309812

    Sum squared resid 46.45161 Schwarz criterion 2.476466

    Log likelihood -97.94153 F-statistic 21.17826

    Durbin-Watson stat 2.176822 Prob(F-statistic) 0.000000Sumber: Hasil Analisis, Data diolah

    * signifikan pada =1%

  • Proceedings 9

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Kadar Pengangguran (lunem) berdasarkan hasil uji t dipengaruhi secara signifikan dan negatif oleh variable penerimaan zakat (lkutp) dan pertumbuhan ekonomi pada = 1 %, dan secara positif dan signifikan oleh belanja pemerintah (lblj) dan pembagian zakat pada = 1 %.

    Penerimaan zakat dalam hasil analisis di atas memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada aras = 1% artinya jika penerimaan dan zakat meningkat maka kadar pengangguran akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Siddiqi, 1988: Kahf, 1981: Ghozali, 1996: Metwally, 1988: Chapra, 2002) yang menyatakan bahawa zakat akan menurunkan pengangguran baik secara langsung mahupun tidak langsung. Secara langsung dengan dikutipkannya zakat akan berimpak kepada pengangguran karena dengan adanyapenerimaan zakat mengakibatkan mereka para penganggur akan bermotivasi untuk bekerja, kerana jika tidak bekerja meraka tidak berhak mendapatkan bantuan zakat. Sepetti dikatakan Qardawi (2005) bahawa Islam sangat memerangi orang-orang seperti pengangguran yang bermalas-malasan dan tidak meridhai sedikitpun atas mereka, walaupun banyak dinatara mereka beralasan, bahawa mereka melakukan hal ini (meninggalkan kewajipanuntuk mencari rizki di dunia) demi mengkonsentrasikan diri pada akhirat dan beribaha kepada Allah semata. Selain daripda itu, penerimaan zakat akan berimak kepada dilaburkanya harta yang tidak digunakan atau harta yang tidak menghasilkan, kerana jikalau tidak dilaburkan maka harta itu akan habis oleh zakat. Kenaikan investasi ini baik dalam bentuk modal kerja, atau modal investasi, modal perniagaan,maka akan mengakibatkan tingkat investasi akan meningkat dan permintaan guna tenaga juga akan meningkat. Peningkatan permintaan guna tenaga akan mengurangkan besarnya pengangguran. Patah lagi jika dilaburkan dalam industri kecil dan sederhana yang menggunakan banyak guna tenaga maka pengurangan pengangguran akan semakin besar.

    Disamping itu, zakat juga menggalakkan investasi modal dalam industri dan perdagangan akibat dari faktor psikologis. Zakat yang dibayarkan untuk mendapatkan keredaan Allah akan menggalakkan orang ramai menggunakan modal sebaik mungkin supaya mendapatkan lebih banyak harta dan dapat

  • Proceedings 20

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    membayar zakat dengan lebih banyak dan seterusnya mendapat keredaan Allah dengan lebih besar. Faktor ini meresap ke seluruh jiwa masyarakt Islam untuk menawarkan modal yang mencukupi bagi membolehkan kitaran industri dan perniagaan terus berpusing.

    Pengeluaran pemerintah atau belanja pemerintah (lblj) akan berimpak secara positif dan signifikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Upal (1991), Baxter dan King (1993), Sheehey (1993), Ilyas, Muhammad (2004), yang pada intinya menyatakan bahawa pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan pengangguran, baik akibat dari adanya kesalahan dalam perbelanjaan dan juga kesalahan dari kenaikan kadar pajak kepada perkhidmatan industri. Sehingga dengan adanya pengeluaran pemerintah untuk belanjawan awam tidak berpengaruh kepada pengurangan pengangguran malahan meningkatkan pengangguran, karena fasilitas publik yang disediakan pemerintah semakin membuat masyarakat malas. Selain itu belanjawan yang dibiayai dengan kenaikan kadar pajak akan berpengaruh kepada industri dan permintaan yang akan berpengaruh pula kepada permintaan guna tenaga. Sehingga kenaikan perbelanjaan yang dibiayai dengan kenaikan pajak akan meningkatkan kadar pengangguran.

    Pembagian atau distribusi zakat berpengaruh positif dan signifikan, maknanya bahwa distribusi zakat selama ini, banyak mengakibatkan pengangguran meningkat karena adanya pembagian zakiat untuk memenuhi kebutuhan pokok atau hanya diberi ikan saja, sehingga mengakibatkan orang semakin malas bekerja, karena beranggapan akan selalu mendapatkan bagian zakat. Hal ini juga karena pembagian zakat melebihi kadar upah buruh, sehingga orang malas bekerja dan mengandalkan harta pembagian zakat. Misalkan di Malaysia, upah pekerja pabrik sebesar RM 800. tetapi harta pembagian zakat sebesar RM 450 sebagai uang saku bulanan, bantuan kebutuhan pokok sebesar RM 200, bantuan sewa rumah RM 150, bantuan uang sekolah RM 150 RM 400, sehingga penerimaan total dari zakat RM 1,000 RM 1,500, dan penerimaan ini melebihi dari upah atau gaji sebagai buruh pabrik. Hal inilah yang

  • Proceedings 2

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    mengakibatkan masyarakat malas, karena bekerja memperolah hasil yang lebih sedikit daripada tidak bekerja, sehingga masyarakat lebih suka tidak bekerja.4. Pengaru akat teraap penerimaan pajakBerdasarkan hasil estimasi regresi terhadap data yang ada, diperoleh ringkasan hasil analisis sebagai berikut:

    Tae 4

    Hasi Anaisa regresi persamaan penerimaan pajakDependent Variable: LTXMethod: Least SquaresDate: 09/06/09 Time: 04:38Sample: 1 91Included observations: 91

    Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.182351 2.167244 -0.545555 0.5868

    LYNGR 1.137189 0.146667 7.753543 0.0000LKUTP -0.872598 0.129505 -6.737955 0.0000LBLJ -0.069236 0.103211 -0.670817 0.5041LTXN 0.480109 0.119403 4.020922 0.0001

    R-squared 0.753405 Mean dependent var 18.54613Adjusted R-squared 0.741936 S.D. dependent var 1.220620S.E. of regression 0.620076 Akaike info criterion 1.935427Sum squared resid 33.06646 Schwarz criterion 2.073387Log likelihood -83.06194 F-statistic 65.68755Durbin-Watson stat 1.842906 Prob(F-statistic) 0.000000

    Sumber: Hasil Analisis, Data diolah* signifikan pada = 1 %

  • Proceedings 22

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Penerimaan pajak (ltx) berdasarkan hasil uji t dipengaruhi secara signifikan dan negatif oleh pembolehubah penerimaan zakat (lkutp) pada = 1 %, dan secara positif dan signifikan oleh pertumbuhan ekonomi Negeri) atau lyngr pada = 1 %. Penerimaan zakat dalam hasil analisis di atas memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada = 1 % artinya jika penerimaan zakat meningkat maka penerimaan pajak akan menurun. Hal

    ini dikarenakan bahwa di Malaysia masyarakat dapat menggunakan bukti pembayaran zakat untuk mengurangi pembayaran pajak. Hal ini juga terbukti bahwa penerimaan zakat rata-rata setiap negeri dibandingkan dengan penerimaan pajak negeri-negeri di Semenannjung Malaysia sebesar 70 %. Dan setiap ada kenaikan penerimaan zakat, terjadi penurunan dalam penerimaan pajak. Walaupun demikian pemerintah tidak perlu khawatir kalau penerimaan zakat ini akan berpengaruh pada penurunan penerimaan pajak yang selanjutnya berpengaruh kepada perbelanjaan karena perbelanjaan pemerintah juga akan terkurangi dengan pembagian zakat, maknanya sebagian beban pemerintah akan terkurangi sebesar agihan zakat ini.Selain pula, penerimaan dan dan pembagian zakat akan memberikan pengaruh yang lebih besar berbanding distribusi pemerintah dalam perbelanjaan, sebab perbelanjaan keranjaan sebagian besar adalah perbelanjaan rutin yaitu gaji, pengeluaran rutin lainnya, seperti tunjangan pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan sebagainya dan sedikit bagian perbelanjaan untuk redistribusi kembali pendapatan kepada mereka yang memerlukan. Berbeda dengan zakat yang pembagiannya telah dipastian hanya untuk mereka yang memerlukan iaitu 8 asnaf dan itu pula menjadi kewajiban dari pemerintah untuk membiayai melalui perbelanjaannya, namun sampai saat ini perbelanjaan pemerintah masih sedikit untuk 8 asnaf tersebut. Oleh itu, dengan pembagian zakat ini, bisa mengurangi beban pemerintah untuk membiayai 8 golongan tersebut.

  • Proceedings 23

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Disamping itu, zakat juga menggalakkan investasi modal dalam industri dan perdagangan akibat dari faktor psikologis. Zakat yang dibayarkan untuk mendapatkan keredaan Allah akan menggalakkan orang ramai menggunakan modal sebaik mungkin supaya mendapatkan lebih banyak harta dan dapat membayar zakat dengan lebih banyak dan seterusnya mendapat keredaan Allah dengan lebih besar. Faktor ini meresap ke seluruh jiwa masyarakt Islam untuk menawarkan modal yang mencukupi bagi membolehkan kitaran industri dan perniagaan terus berpusing. Menurut responden juga yang ditemu bual mereka berpendapat bahawa lebih senang membayar zakat berbanding pajak karena membayar zakat pengaruhnya di dunia dan di akhirat, tetapi membayar pajak yang mungkin pengauhnya hanya kepada negara yaitu dunia. Disamping itu pula, pajak bisa dikorupsi dan pertanggungjawapannya hanya kepada msyarakat, berbeda dengan zakat yang jikapun dikorupsi pengaruh dan pertanggungjawapannya bukan hanya di dunia namun sehingga mati dan setelah mati. 5. Kesimpuan an RekomenasiPengelolaan zakat di Malaysia telah ada semenjak Masuknya Islam ke tanah Melayu, dan terus berkembang sampai saat ini. Bahkan terjadi perbedaan zalam hal pengelolaan di setiap negeri, namun tidak mempengaruhi dan menurunkan keinginan masyarakat untuk membayar zakat. Hal ini juga dikarenakan pembayaran zakat dapat digunakan untuk mengurangi pembayaran pajak sampai dengan 00%. Artinya masyarakat yang sudah membayar zakat sebesar pembayarn pajak, mereka tidak diwajibkan atau diharuskan membayar pajak. Sehingga tidak tidak terjadi double tax accounting. Tujuan utama penerimaan dan pembagian zakat adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakt penerima baik dari segi ekonomi, kesehatan maupun pendidikan, yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan. Penerimaan dan pembagian zakat dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan

  • Proceedings 24

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    dan berpengaruh signifikan pula terhadap variable makroekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran dan penerimaan pajak. Rekomenasi

    1. Pembagian zakat hendaklah lebih difokuskan kepada pemberian kail, karena sebagian besar zakat yang digunakan selama ini adalah untuk pemberian kain, sehingga mengurangi tingkat kemalasan dan ketergantungan masyarakat penerima kepada bantuan zakat.2. Pemberian penghargaan kepada penerima yang telah berhasil menjadi pembayar zakat sehingga memacu penerima yang lain untuk hal yang sama.3. Bagi negara lain, misalnya Indonesia, hendaknya zakat digunakan sebagai salah satu kebijakan fiscal untuk mengurangi pembayaran pajak, karena pengaruh zakat lebih besar dbanding pajak, di samping itu juga untuk mengurangi tingkat korupsi yang terkenal tinggi.

  • Proceedings 25

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Daftar Pustaka

    Ahmad, Ziaduddin. (1989).Comments. on M.A. Mannans. Effect of Zakat Assessment and Collection on the Redistribution of Income In Contemporary Muslim Countries. In I.M. Imtiazi et al (eds.) Management of Zakah in Modern Muslim Societ. Jeddah: IRTI, IDB

    Awad, Mohhamad H. (1989). Adjusting Tax Structure to Accommodate Zakah. In I.M. Imtiazi et al (eds.) Management Zakah in Mod-ern Society. Jeddah: IRTI, IDB

    Chowdhury, Masudul Alam. (1990). The Role of Az-Zakah in Resource Allocation. In. Raoqibuzzaman (ed.) Some Aspects of The Eco-nomic of Zakah. American Trust Publication.

    Chowdhury, Nuimuddin. (1983). Aggregate Demasnd and Al-Zakah. Thoughts on Economics, Vol. 4, No.9.El-Din, Si. Tag. (1986). Allocative and Stabilizating Functions of Zakah in an Islamic EConomiy, paper presented at the International

    Seminar on Fiscal Policy and Development Planning in an Islamic State Islamabad.

    Ghazali, Aidit (1988). The Phenomenon of Zakah Payment Through Unofficial Channels An Empirical Analysis, Malaysia: Kulliyah of Economics, International Islamic University.Hamid, Suhaila Abdul (2007). The Zakat and Tax Prcatices For Individuals In Malaysia. In Saleh, Nik Salida Suhaila Nik et al (eds). The Development of Economics and Muamalat Practices: In Conjunction with the Renaming of KUIM to USIM. Universiti Sains Islam Malaysia.Haque, M. Atiqul (984). Zakat and Social Security, Dhaka: Islamic Foundation.

    Hassan, Nik Mustapha Nik. (1987). Zakah in Malaysia Present and Future Status. Journal of Islamic Economics.

    Imtiazi, I.A. (1989). Organization of Zakah: The Pakistan Model and Experience. In I.M. Imtiazi et. Al (eds.) Management Zakah in Modern Society. Jeddah: IRTI, IDB

    Iqbal, Zafar. (1989). Comments. On Muhhammad Hashim Awads. Adjusting Tax Structure to Accommodate Zakah. In I.M. Imtiazi et al (eds). Management Zakah in Modern Society. Jeddah: IRTI, IDBKahf, Monzer. (1980). The Calculation of Zakah for Muslim in north America. The Muslim Students Association of United State and Canada.

  • Proceedings 26

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    ___________ (1982). Saving and Investment Function in Two Sector Islamic Economy. In Mohammad Ariff (ed.) Monetary and Fiscal Economics of Islam, Internationa Centre for Research in Islamic Economics, King Abdulaziz University, Jeddah.___________ (983). Taxation Policy in an Islamic Economy. In Ziaduddin Ahmed et al (eds.) Fiscal Policy and Resources Allocation in Islam. Institute of Policy Studies (Islamabad) and Centre for Research in Islamic Economics Jeddah.

    ___________ (1989). Zakat Some Issues in the Contemporary Fiqh. Journal of Islamic Economics, Vol. 2, No. ___________ (990). Applied Institutional Models for Zakah Collection and Distribution in Islamic Countries and Communities, paper pre-sented at the Third International Zakah Conference, Kuala Lumpur on May 14 17.

    Kahn, M. Fahim. (1985), Macro Consumption Function in an Islamic Framework. Journal of Research in Islamic Economics, Vol. No. 2Malaysia. (2006). Ninth Malaysia Plan 2006 2010. The Economic Planning Unit. Prime Ministrers Department, Putra Jaya.___________ (2007). Statistics of Zakah Collection. Pusat Pungutan Zakat, MAIWP. Retrieved on 15 February 2008 atPusat Pungutan Zakat, MAIWP. Retrieved on 15 February 2008 atRetrieved on 15 February 2008 at http://www.zakat.com.myMannan, M.A (1983). Zakah its Disburesement and Inter-poor Distributional Equity. Thoughts on economics, Vol 4 No. 8___________ (1989). Effects of Zakah Assessment and Collection on the Redistribution of Income in Contemporary Muslim Countries. In I.M Imtiazi et. Al (eds.) Management Zakah in Modern Society. Jeddah: IRTI, IDBMaududi, AbulAla (988). Maashiaat-i-Islam, Islamic Publication, Lahore.Metwally. M.M. (1986). The Effect of Religious Tax of Zakah on Investment in an Islamic Economy. Humanomics, Vol 2. No. 2____________, 1997. Economic Consequences of Applying Islamic Principles in Muslim Societies, International Journal of Social Eco-

    nomics, Vol 24 No. 7/8/9, pp. 941 957. MCB University Press 0306-8293.

    ___________, 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam, PT. Bangkit Daya Insana, Edisi Pertama, Jakarta. ____________, 996. Fiskal Policy in an Islamic Economy: Readings in Islamic Fiskal Policy, Adam Publisher & Distributors, DelhiNawai, Norhaziah and Marzuki, Ainulashikin. (2007). The Role of Zakat in Developing Muslims Economy. In Saleh, Nik Salida Suhaila Nik et al (eds). The Development of Economics and Muamalat Practices: In Conjunction with the Renaming of KUIM to USIM. Universiti Sains Islam Malaysia.

  • Proceedings 27

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Roqibuzzaman, M (Ed.) (1980). Some Aspects of the Economics of Zakah, American Trust Piblication. ___________ (1980). Policy Implications of Introducing Zakah into Bangladesh and Saudi Arabia. In M. Roqibuzzaman (ed.), Some As-

    pects of the Economics of Zakah. American Trust Publication.Sadeq, Abul Hasan M (1980). Distribution of Wealth in Islam. In K.T. Hosain et.al. Thoughts on Islamic Economics, Islamic Economics

    Research Bureau. Dhaka.

    ___________ (1989). Distribution of Wealth Through Transfer Payment. Hamdard Islamicus, No. Vol 2___________ (990). Economic Development in Islam, Pelanduk Publication, Kuala Lumpur.___________ (2002). A Survey of The Institution of Zakah: Issues, Theories, and Administration, Discussion Paper No. 11. Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank.Saleh, Nik Salida Suhaila Nik et al (eds) (2007). The Development of Economics and Muamalat Practices: In Conjunction with the Re-naming of KUIM to USIM. Universiti Sains Islam Malaysia.

    Shad, Abdur Rahman (1986). Zakat and Ushr. Kazi Publication, Lahore.

    Shehatah, S. Ismail (1989). Limitation on the Use of Zakah Funds in Financing The Socio-economics Infrastructure of Society. In I.M Imtiazi et. Al (eds.) Management Zakah in Modern Society. Jeddah: IRTI, IDBSiddiqi, M.A. Seed (983). Early Development of Zakah Law and Ijtihad. Islamic Research Academy. Karachi.Siddiqi, Muhammad Nejatullah, 988. Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature, The Islamic Foundation, Leicester, UK.

  • Proceedings 28

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

  • Proceedings 29

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    HUBUNGAN DIANTARA ORIENTASI PENGURUS LAZ TERHADAP NILAI SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN ZAKAT DENGAN

    KEBIJAKAN PIMPINAN

    Dui Au Hai

    Yane Devi Anna

    (Universitas Wiyatama)

    ABSTRACT

    This research is intended to know about accountability in the relation between amil of LAZ, that is the chief of zakah distribution and the leader of LAZ

    The research is conducted at five registered lembaga amil zakat (LAZ) in Kota Bandung. Data collection is car-ried out by sending questionnaires to the chiefs of zakah distribution in order to collect informations about orien-tation of LAZ amil toward social economic value of zakah utilization, which consist of LAZ amil attitude toward social economic value of zakah utilization and LAZ amil attraction toward leader of LAZ. The questionnaires are also sent to the leader in order to collect informations about leader policy in zakah distribution. The research is descriptive explorative survey and uses quantitave approach in counting and analysing it. The data analysis uses the Pearson Product Moment correlation coefficient.

    All hypothesis testing of the statements result in nonzero value of the Pearson Product Moment correlation co-efficient. It can be concluded primarily that orientation of LAZ amil toward socioeconomic value of zakah utiliza-tion and leader policy are highly correlated by the amount of 0,9092.

    Keywords : orientation of LAZ amil toward socioeconomic value of zakah utilization, attitude of LAZ amil toward socioeconomic value of zakah utilization, LAZ amil attraction toward leader of LAZ, leader policy.

  • Proceedings 30

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    I. PENDAHULUAN

    .. Latar BeakangUndang-undang Nomor 38 Tahun 999 tentang pengelolaan zakat telah memberikan suatu landasan hukum bagi terbentuknya badan amil zakat (BAZ) yang bersifat semipemerintah dan lembaga amil zakat (LAZ) yang bersifat swasta. Pendirian kedua lembaga tersebut dimaksudkan sebagai suatu pendorong agar kewajiban zakat semakin optimal ditunaikan oleh orang yang memiliki kewajiban tersebut atau disebut juga sebagai muzakki. Badan amil zakat (BAZ) merupakan lembaga zakat yang dikembangkan dengan mengambil pendekatan struktural, yaitu dengan melibatkan pemerintah, dan begitu pula dengan gaya pengelolaannya.

    Lembaga amil zakat (LAZ), di sisi lain dimaksudkan untuk berkembang sesuai dengan kekuatannya sendiri. Unsur independensi dan kreativitas pendayagunaan dana zakat menjadi dasar pengelolaannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, terutama aspek lokalitas dan kebutuhan khusus, seperti pelayanan umum masyarakat dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan ekonomi.Pendekatan semacam ini jelas menimbulkan suatu keragaman dalam tujuan, sasaran, lingkup kerja, visi dan misi tiap LAZ. Setiap LAZ bisa melakukan penetapan dan pengembangan program penarikan dan pendistribusian zakat secara berbeda. Namun, menurut beberapa cendekiawan muslim, secara teroritis, standar umum yang harus dimiliki setiap LAZ adalah adanya suatu komitmen bahwa LAZ harus dikelola secara profesional dan beretika syariah dengan meyakini dalam diri bahwa dana zakat adalah suatu amanah.

    Amanah, atau kepercayaan apabila ditinjau dari sudut pandang kausalitas, menyebabkan orang yang diberi amanah memiliki suatu beban atau kewajiban berupa tanggung jawab (responsibility). Tanggung

  • Proceedings 3

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    jawab memberi suatu kekuatan kepada yang diberi amanah suatu otoritas atau kewenangan untuk memanfaatkan sesuatu yang dipercayakan sesuai dengan kesepakatan atau aturan tertentu.

    Kewenangan berjalan secara menurun dalam suatu hirarki organisasi dari kewenangan dengan bobot terbesar kepada yang terkecil, dan ini paralel dengan posisi pemilik kewenangan dalam organisasi. Meskipun kewenangan didelegasikan, namun tanggung jawab tetap melekat kepada tingkat yang amanah-nya lebih tinggi. Pimpinan tidak akan lepas tanggung jawabnya dari setiap tindakan yang dilakukan anak buahnya. Agar anak buah bisa dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan keinginan pimpinan maka anak buah akan dimintai suatu akuntabilitas, terutama laporan atas setiap kegiatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Akuntabilitas (accountability), menurut Hammer (2001;5) dalam bukunya cost accounting, pada tataran bukti fisik akan melibatkan pelaporan (reporting) seluruh hal yang diotorisasikan kepada pihak dengan otoritas di atasnya. Akuntabilitas atau pertanggungjawaban merupakan suatu konsep yang memungkinkan terjadinya pengukuran ketercapaian bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi.

    Sesuai dengan konsep LAZ sebagai suatu organisasi pengelola zakat yang bersifat swasta, maka keberadaan lembaga, sesuai dengan postulat going concern, keberlangsungannya akan tergantung kepada keamanahan dalam pemanfaatan dana zakat. Keamanahan akan bisa mencuri perhatian para muzakki untuk menitipkan zakatnya di suatu LAZ. Penelitian dan pengkajian karena itu dipandang sangat penting dan bisa diprioritaskan di wilayah pendayagunaan atau pemanfaatan zakat ini

    Dalam akuntansi Islam, terutama menyangkut aspek social reporting untuk tema akuntabilitas terhadap masyarakat, informasi keluar masuknya dana zakat bisa diketahui muzakki melalui laporan sumber dan penggunaan dana zakat. Isi laporannya, yang paling utama, adalah tentang jumlah dana yang diterima dan yang disalurkan, dan kepada pihak-pihak mana saja dana tersebut disalurkan, dan

  • Proceedings 32

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    berapa nominal angka penyaluran dana zakatnya. Jadi laporan ini dinyatakan dalam ukuran moneter untuk suatu periode pelaporan tertentu. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat merupakan cermin dari perilaku Kepala Pendistribusian

    Zakat. Kebiasaannya dalam jangka panjang akan tercermin dalam kebiasaan pengalokasian dana untuk mustahiq yang ada.

    Kebiasaan atau kecenderungan dalam berperilaku dalam ilmu psikologi sosial dan aspek perilaku dalam akuntansi disebut sebagai orientasi. Orientasi memiliki dua aspek pendukung yaitu sikap dan atraksi. Sikap merupakan suatu orientasi terhadap objek, sedangkan atraksi merupakan orientasi terhadap orang. Tujuan dan sasaran zakat, dengan demikian menjadi norma moralitas perilaku etis pendistribusian zakat. Tujuan dan sasaran ini mengandung nilai sosial dan ekonomi. Akuntabilitas dalam tataran intern LAZ, dengan demikian bisa dilihat sebagai akuntabilitas Kepala

    Pendstribusian Zakat terhadap Pimpinan LAZ. Akuntabilitas pimpinan LAZ seterusnya adalah terhadap Muzakki dan Dewan Penasihat. Dalam hal ini seharusnya terdapat keselarasan hubungan diantara perilaku yang biasa dilakukan Kepala Pendistribusian Zakat dengan Pimpinan LAZ untuk mencerminkan kepatuhan LAZ secara umum terhadap Syariah terutama terkandungnya nilai sosial ekonomi dalam zakat.

    Perilaku Kepala Pendistribusian Zakat dapat diwakili oleh Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat, sedangkan perilaku pimpinan diwakili oleh kebiasaan perilakunya yang tercermin dalam kebiasaan perilaku organisasi yang bersifat umum dan luas yang disebut Kebijakan (policy). Pimpinan LAZ. Namun apakah kedua aspek ini memang berhubungan, perlu pengkajian khusus.

  • Proceedings 33

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Pengkajian atas permasalahan di atas bisa diwujudkan dengan melakukan suatu penelitian yang bersifat descriptive explorative, dan pengukuran nilai hubungan secara presisi dengan dibantu oleh angka sehingga model penelitiannya bersifat quantitative research.Aspek perilaku yang akan digunakan sebagai grand theory untuk mengkaji permasalahan di atas yaitu aspek orientasi, sikap dan atraksi yang dibahas di psikologi sosial dan aspek perilaku dalam akuntansi, dengan menggunakan teori utama aspek perilaku dalam akuntansi yaitu Teori Newcomb tentang balance. Teori ini sama dengan Teori Heider tentang consistency. (Siegel;989)Tinjauan khusus dalam pendistribusian zakat yang bernuansa Islam, menjadikan penelitian harus melibatkan akuntansi sosial ekonomi dan teori akuntansi tentang agency theory dalam perspektif syariah menyangkut ke-amanah-an atas dana yang dititipkan, serta bidang-bidang ilmu lainnya, terutama yang membahas aspek kemiskinan, ekonomi Islam, dan social work.

    Pengkajian dalam penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam bidang akuntansi untuk pengelolaan dana zakat di lembaga amil zakat, yaitu dalam aspek pembahasan akuntabilitas dalam akuntansi Islam, terutama perspektif social reporting. .. Rumusan Masaa an Kontriusi

    Dengan mengacu kepada identifikasi masalah pada bagian latar belakang masalah di atas, bisa dibuat suatu perumusan masalah sebagai berikut :1. Apakah terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan

    Zakatdengan Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat?

    2. Apakah terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Kebijakan Pimpinan ?

    3. Apakah terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan

  • Proceedings 34

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Zakat dengan Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan ?

    4. Apakah terdapat hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat?

    5. Apakah ada hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Kebijakan Pimpina?

    6. Apakah ada hubungan diantara Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Kebijakan Pimpinan ?

    Kajian ini bisa memberikan pengetahuan mengenai analisis pemanfaatan zakat terutama akuntabilitas perilaku pendistribusian yang bertanggung jawab, yang dikaji oleh akuntansi sosial ekonomi dalam perspektif Islam, terutama aspek cara pandangnya atau disebut juga Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat Kajian ini pada akhirnya bisa memberikan masukan kepada bidang social reporting dalam akuntansi Islam.

    Secara praktis bisa memberikan pengetahuan baru kepada para amil di berbagai LAZ, dan juga muzakki mengenai dasar atau landasan teoritis yang mendasari akuntabilitas pendistribusian zakat kepada muzakki, dan sejauhmana efektivitas lembaga dalam menyalurkan zakat, serta penggunaan pengetahuan baru ini dalam hal pengukuran akuntabilitas LAZ.

    II.KAJIAN PUSTAKA

    . Akuntansi untuk Lemaga Ami Zakat

    Zakat menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (UU No. 33/1999). Zakat, secara etimologis, menurut para ahli fikih mengandung dua unsur yaitu membersihkan (purification) dan menumbuhkan (growth). (Qardawi, 1999).

  • Proceedings 35

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Aspek membersihkan, dalam definisi di atas, menurut pandangan ekonomi makro Islam menyangkut pendistribusian zakat dari orang kaya kepada kaum miskin dan yang membutuhkan, sehingga ini merupakan suatu kegiatan pendistribusian (distribution) pendapatan (Mulya E. Siregar, 999). Agar zakat dan pendistribusiannya dari orang yang menunaikan, yang disebut muzakki, kepada yang berhak menerima, disebut mustahiq, bermanfaat, maka kegiatan ini harus diterapkan dalam suatu institusi zakat. Institusi ini, menurut para ahli fiqh (hukum Islam), harus diserahkan kepada pemerintah, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, pada zaman Kekhalifahan Muawiyyah terjadi liberalisasi zakat yaitu dengan memberikan hak pengelolaan zakat kepada pihak swasta. (Abdullah Zaky Kaaf, 1997). Semua kebijakan tentang zakat dan institusionalisasi zakat ini secara garis besar terangkum dalam Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

    Dalam peraturan perundang-undangan di atas, diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu :. Badan amil zakat yaitu organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, dan2. Lembaga amil zakat, yaitu organisasi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat, dan dikukuhkan oleh Pemerintah. Khusus untuk LAZ, terdapat persyaratan-persyaratan sebagai berikut :. Akta pendirian (berbadan hukum)2. Data muzakki dan mustahik3. Data susunan pengurus

    4. Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

  • Proceedings 36

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    5. Neraca atau laporan posisi keuangan diantaranya laporan sumber dan penggunaan dana zakat.6. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.Hanya LAZ yang telah dikukuhkan oleh pemerintah saja, dalam hal ini dikeluarkan oleh Departemen

    Agama Republik Indonesia, yang diakui bukti setoran zakatnya sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak dari muzakki yang membayarkan dananya. . Akuntaiitas an Peaporan i Lemaga Ami Zakat

    Akuntabilitas menurut Triyuwono dan Roekhudin (2001) sebetulnya timbul dari logika atas adanya hubungan diantara agent (manajemen) dan principal (pemilik) (agent-principal relationship). Principal dalam hal ini memberikan kewenangan penuh pada agent untuk melakukan aktivitas operasional organisasi. Sebagai konsekwensi atas wewenang ini, maka agent harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya terhadap principal. Hal ini sesuai dengan The CCA proposals, Accountability is the requirement to explain and accept responsibility for carrying out an assigned mandate in light of agreed upon expectations.Secara internal organisasi, penetapan mekanisme pemeriksaan penting dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh agent benar-benar dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, demikian pula untuk memastikan bahwa pengelolaan LAZ dilakukan secara profesional. Pengelolaan yang profesional ini, pada gilirannya akan mempunyai dampak positif terhadap kepercayaan masyarakat atas LAZ.

    Agen yang terlibat dalam pemanfaatan dana zakat meliputi :

    1. Pimpinan LAZ, yang memiliki peran utama untuk memberikan arahan pokok pihak-pihak yang akan menerima zakat, dan juga tujuan-tujuan diberikannya zakat kepada mereka. (Hertanto, 200)2. Kepala Pendistribusian Zakat, yang memiliki peran untuk menyalurkan dan memanfaatkan dana zakat

  • Proceedings 37

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    bagi pihak-pihak yang membutuhkan dengan besaran alokasi yang diambil dari informasi pihak marketing dengan mengacu kepada kebijakan pimpinan.Agent-principal relationship dalam konteks LAZ, dengan demikian, lebih luas dan kompleks daripada

    untuk entitas bisnis. Keluasan ini terletak pada pengertian principal, atau siapa yang sebetulnya menjadi pemilik dari organisasi LAZ ini.

    Dalam pengertian umum, principal adalah pemegang saham (stockholders). Sedangkan principal dalam konteks LAZ terdiri atas : (1) muzakki, (2) dewan penasihat, dan (3) Tuhan. Ini berarti manajemen (agent) harus bertanggung jawab atas penggunaan sumber daya kepada ketiga pihak di atas.

    . Aspek-Aspek Periaku aam Akuntansi LAZ

    Orientasi dikategorikan dalam aspek kateksis dan kognitif. Aspek kateksis mengacu kepada kecenderungan menghindari-mendekati (yang menyangkut emosi dan dorongan), sehingga orientasi bervariasi dalam tanda (arah) dan kekuatannya. Aspek kognitif mengacu kepada pengurutan, penstrukturan atribut-atribut objek orientasi. Sikap diukur dalam dimensi menyukai (favorable) dan tidak menyukai (unfavorable), sedangkan atraksi dalam dimensi positive atau negative. Evaluasi positif mengandung arti bahwa dipersepsikan ada ciri-ciri sikap yang sama yang dimiliki seseorang menurut pandangan orang yang dijadikan acuan dalam sistem individu tersebut, dan sebaliknya untuk evaluasi negatif. Sistem kelompok tidak akan dibahas di penelitian ini, sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.

    Tujuan di atas bisa tercermin dari jumlah dana zakat yang dibelanjakan. Karena jumlah dana ini harus disesuaikan dengan sasaran yang ada, maka orientasi, secara konatif (perilaku), bisa tercermin dalam proporsi alokasi dana zakat untuk tiap mustahiq zakat. Proporsi ini, secara kateksis, memiliki kecenderungan untuk membesar atau mengecil.

  • Proceedings 38

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Dimensi dan indikator untuk sikap terhadap nilai sosial ekonomi pendistribusian zakat dengan demikian adalah : 1. Mengangkat derajat fakir miskin. Tujuan ini menyangkut pemenuhan kebutuhan dengan motif untuk

    menaikkan harkat dan martabat fakir miskin, dengan memberikan bantuan yang secara umum bersifat segera.Indikator-indikator dimensi ini adalah (Brieland, 1975) :

    a) Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan warga miskin bersifat urgen atau tidak.b) Pelayanan umum warga miskin, seperti ambulan, khitanan masal, pengobatan gratis, dan

    pernikahan gratis, bersifat perlu ada atau tidak .

    c) Pemberian beasiswa pendidikan untuk warga miskin, bersifat penting atau tidak.2. Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya. Tujuan ini menyangkut motif-motif yang bersifat menengah atau tidak menentu. Indikator-indikatornya adalah (Brieland, 1975):

    a) Memberikan bantuan pelunasan hutang, bersifat insidentil atau tidak.

    b) Memberikan bantuan kepada anak-anak telantar, bersifat sekedarnya atau sepenuhnya.

    c) Memberikan bantuan korban bencana alam, bersifat bisa diakses atau tidak.

    d) Memberikan beasiswa para pelajar yang kekurangan bekal, bersifat layak atau tidak .

    3. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial. Tujuan ini menyangkut motif-motif yang bersifat pengayaan. Indikator-indikatornya adalah (Brieland, 1975) :

    a) Jenis bantuan pemenuhan kebutuhan bisa bersifat atau produktif konsumtif

    b) Memberikan bantuan modal bergulir bersifat permanen atau temporer

    c) Memberikan pelatihan tenaga kerja bersifat bisa berhasil atau bukan tidak

  • Proceedings 39

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Pengukuran atas variabel atraksi, dengan mengacu kepada teori Newcomb tentang balance, dan teori-teori selanjutnya yang bersifat melengkapi, yang dituturkan Byrne (Baron, 1997), bisa dinyatakan sebagai menyangkut hal-hal berikut ini :

    1. Persepsi atas kesamaan sikap, yaitu bahwa semakian besar proporsi kesamaan sikap pendistribusian zakat yang dimiliki pimpinan dengan kepala bagian pendistribusian zakat, maka kepala bagian pendistribusian zakat akan semakin menyukai pimpinannya. 2. Evaluasi positif timbal balik yang menyatakan sejauhmana tingkat menyukai diantara pimpinan dengan

    kepala pendistribusian zakat berdasarkan kepada sejauhmana evaluasi positif yang diberikan pimpinan kepada kepala bagian pendistribusian zakat, yang meliputi hal-hal berikut :a) Kepercayaan atas sikap pendistribusian zakat

    b) Pujian atau apresiasi positif atas kinerja pendistribusian zakat.

    c) Umpan balik positif atas kinerja pendistribusian zakat.

    .4 Kerangka Pemikiran an Hipotesis

    Secara tradisional, zakat pada umumnya diartikan sebagai suatu kewajiban agama yang melibatkan hubungan antara pembayar zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahiq). Pengertian ini, menurut pengamatan Abdullah (dalam Iwan Triyuwono, 2000) sangat personal dalam arti bahwa muzakki cukup membayar zakat secara langsung kepada mustahiq yang dipilihnya, misalnya kepada anak yatim, fakir miskin, guru agama dan ulama (Abdullah, dalam Iwan Triyuwono, 2000). Dalam pengertian semacam ini zakat tidak dapat memberikan efek sosial ekonomi yang besar bagi masyarakat secara umum (Iwan Triyuwono, 2000). Zakat dengan demikian bersifat tidak komunal (Abdullah, dalam Iwan Triyuwono, 2000). Hal ini terjadi karena secara teleologis zakat memang diartikan sebagai ibadah personal, bukan ibadah yang sifatnya melibatkan banyak orang (komunal).

  • Proceedings 40

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Sistem modern, dengan jalan menginstitusikan zakat, kemudian mulai dikembangkan sejak tahun 1968, yaitu ketika Presiden Soeharto mengajak masyarakat Muslim untuk mengefektifkan pemanfaatan dana zakat guna membantu pembangunan nasional (Abdullah, 1991, 51 ; Bazis DKI Jakarta 1987, dalam Iwan Triyuwono 2000).

    Peristiwa lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, menjadi salah satu bentuk kepedulian pemerintah selanjutnya dan merupakan tonggak penting dalam menyempurnakan sistem pengelolaan zakat tersebut sehingga bisa mengatasi aspek komunalitas zakat. Selain mengatur tentang zakat itu sendiri, secara umum undang-undang tersebut juga mengatur tentang para pengelola zakat, atau amil, baik yang masih berada di dalam naungan pemerintah (BAZIS) maupun mengenai institusi pengelola zakat yang bersifat swasta yaitu lembaga amil zakat (LAZ).Badan amil zakat (BAZ) merupakan lembaga zakat yang dikembangkan dengan mengambil pendekatan struktural, yaitu dengan melibatkan pemerintah, dan begitu pula dengan gaya pengelolaannya. Pada beberapa tahun ke belakang pendekatan semacam ini memiliki kesan yang tidak baik di pandangan masyarakat, karena ada kekhawatiran dengan pengelolaan yang tidak profesional, dana zakat yang terkumpul tidak disalurkan dengan tepat sasaran, di samping ada hal-hal lain yang tidak bisa diselesaikan melalui lembaga berstruktur semi pemerintah, misalnya, bantuan korban bencana alam dan hal-hal lain yang diderita warga muslim yang membutuhkan ketersegeraan dalam penyelesaiannya.

    Kepercayaan, karena itu menjadi modal utama institusi LAZ dalam mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu lembaga pendistribusi dana zakat yang dapat diandalkan dalam struktur perekonomian nasional. Kepercayaan bias tumbuh apabila lembaga bisa mempertanggungjawabkan kegiatannya dalam memanfaatkan dana zakat secara tepat sasaran.

  • Proceedings 4

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Ketepatan pendistribusian zakat tidak terlepas dari dua pengertian dari zakat, yaitu membersihkan harta kaum kaya, atau muzakki, untuk kemudian diberikan kepada yang membutuhkan, atau mustahiq, dan dengan maksud untuk menumbuhkannya agar mereka bisa bertahan hidup dan mempunyai penghidupan (Qardawi 1999). Mursyidi (2003) menambahkan bahwa mustahiq diharapkan nantinya akan menjadi muzakki.

    Kedua pengertian di atas dipecah menjadi suatu nilai yang dituju dalam zakat dan karena itu dikatakan sebagai suatu tujuan sosial ekonomi pendistribusian zakat. Adapun pihak-pihak yang diperkenankan menerima zakat oleh syariah (hukum Islam) yang terdiri atas delapan golongan atau ashnaf menjadi suatu sasaran sosial ekonomi pendistribusian zakat.Aspek akuntabilitas atau pertanggungjawaban agent atau amil pada suatu lembaga amil zakat,

    sebagaimana hasil temuan Iwan Triyuwono dan Roekhudin (2001), terdiri atas tiga tingkatan yaitu kepada muzakki, dewan penasihat dan Tuhan. Ketiga level akuntabilitas ini, dari sudut pandang amil bersifat tidak langsung, karena itu akuntabilitasnya dicerminkan oleh pendistribusian yang tepat sasaran. (Iwan Triyuwono, 2000)

    Akuntabilitas di dalam lembaga amil zakat sendiri bersifat langsung, dan memiliki hirarki yang dicerminkan dengan suatu struktur akuntabilitas bahwa pihak pengelola di bawah pimpinan lembaga yaitu kepala bagian atau fungsi pendistribusian zakat berrtanggung jawab secara langsung kepada pimpinan.Akuntabilitas merupakan suatu proses psikologis dan moralitas kepala pendistribusian, yang hal ini berlangsung di dalam diri. Apabila proses ini berkecenderungan lama, maka menurut psikologi sosial disebut sebagai orientasi. Orientasi ini mengandung nilai yang berada di sekitar tujuan-tujuan bersifat sosial ekonomi, sehingga bisa dikatakan sebagai orientasi terhadap nilai sosial ekonomi.

  • Proceedings 42

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    Orientasi, menurut Newcomb (1978), merupakan kebiasaan kateksi atau kognitif seseorang dalam mengaitkan dirinya dengan yang lain dan objek-objek di sekitarnya. Orientasi atas orang disebut atraksi dan terhadap objek disebut sikap. Bila dihubungkan dengan zakat, maka Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi

    Pemanfaatan Zakat menyangkut proporsi, atau alokasi dana zakat yang telah disalurkan untuk memenuhi objek tujuan dan sasaran sosial ekonomi,.Perilaku pendistribusian zakat tadi merupakan suatu proses di dalam diri yang tidak saja terjadi akibat pengolahan struktur kognitif di dalam diri, tapi juga sebagai akibat interaksi akuntabilitas secara lahir dengan pimpinan LAZ. Atraksi yang bernilai sosial ekonomi ini diukur melalui proporsi kesamaan sikap yang terjadi, serta evaluasi positif yang diberikan pimpinan kepada kepala pendistribusian zakat.

    Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dalam mendistribusikan dana zakat lembaga merupakan suatu hasil interaksi diantara sikap, dan atraksi kepala pendistribusian zakat dengan keputusan-keputusan pendistribusian zakat yang dikeluarkan pimpinan LAZ, maka kedua variabel ini seharusnya berhubungan. Hubungan yang terjadi, secara teoritis, bisa dilihat sebagai memiliki empat kemungkinan. Yang pertama, kebijakan pimpinan pada kenyataannya memiliki nilai sosial ekonomi misalnya, akuntabel kepada publik (muzakki, dan dewan penasihat) atau dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, sedangkan perilaku kepala bagian pendistribusian dalam mendistribusikan dana zakat tidak bernilai sosial ekonomi yaitu karena adanya ketidaksepahaman dalam sikap, maka nilai hubungannya akan kecil dan mendekati nol. Yang kedua, kebijakan pimpinan pada kenyataannya tidak memiliki nilai sosial ekonomi, namun perilaku kepala bagian pendistribusian zakat dalam mendistribusikan dana zakat

  • Proceedings 43

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    bernilai sosial ekonomi, juga akan menghasilkan nilai numerik hubungan yang kecil atau mendekati nol. Yang ketiga, kebijakan pimpinan bernilai sosial ekonomi, dan perilaku pendistribusian zakat kepala bagian pada kenyataannya bernilai sosial ekonomi, maka nilai numerik hubungan akan besar. Yang keempat, kebijakan pimpinan pada kenyataannya tidak bernilai sosial ekonomi, dan perilaku pendistribusian zakat kepala bagian juga tidak tidak bernilai sosial ekonomi, maka hubungannya akan memiliki nilai numerik besar. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:. H0 : Tidak terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan ZakatHA : Terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat2. H02 : Tidak terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Kebijakan Pimpinan HA2 : Terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Kebijakan Pimpinan 3. H03 : Tidak terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakatdengan Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan.HA3 : Terdapat hubungan diantara Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dengan Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan 4. H04 : Tidak terdapat hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Orientasi Pengu-rus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan ZakatHA4 : Terdapat hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat

    5. H05 : Tidak terdapat hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Kebijakan Pimpi-nan HA

    5 : Terdapat hubungan diantara Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan dengan Kebijakan Pimpinan 6. H06 : Tidak terdapat hubungan diantara Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Peman-

    faatan Zakat dengan Kebijakan Pimpinan

  • Proceedings 44

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    HA6 : Terdapat hubungan diantara Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Za-kat dengan Kebijakan Pimpinan

    III. METODE PENELITIAN

    . Sujek an Ojek Peneitian

    Subjek penelitian ini adalah para pengelola LAZ yang berhubungan dengan pendistribusian zakat, yaitu pimpinan LAZ dan pengurus LAZ yaitu kepala bagian pendistribusian zakat. Selanjutnya, yang menjadi objek penelitian adalah Orientasi dan Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat, Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan, dan Kebijakan Pimpinan.

    .. Metoe PeneitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengertian penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Suharsimi, 998). Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif eksplorasi (descriptive-exploration research) karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan yang sedang terjadi dan berusaha menggali secara lebih mendalam fisibilitas (feasibility) permasalahan untuk pengkajian lebih lanjut mengenai metode yang bisa digunakan untuk meneliti aspek perilaku dalam pengelolaan zakat terutama aspek pendistribusian zakat pada penelitian-penelitian selanjutnya. (Babbie, 998)

    .. Variae PeneitianVariabel bisa dibagi berdasarkan statusnya menjadi variabel penyebab (X) atau variabel bebas (independent variable) dan variabel akibat (Z) atau variabel terikat (dependent variable) serta variabel pengganggu (intervening variable) Y. (Burns, 2000). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas

  • Proceedings 45

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    adalah Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat dan Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan. Variabel pengganggunya adalah Orientasi Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat, sedangkan variabel terikatnya adalah Kebijakan Pimpinan .

    Variabel bebas atau (X) terdiri atas dua variabel yaitu :1. Variabel Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat (X)2. Variabel Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan (X2).4. Operasionaisasi Variae

    Seperti telah disebutkan di atas definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat(X), yaitu cara atau pandangan

    untuk menujukan perilakunya baik yang bersifat kateksis maupun kognitif yang biasa dipergunakan individu dalam mengaitkan dirinya dengan tujuan-tujuan yang berada di sekitar nilai sosial ekonomi dalam pendistribusian zakat. (dimodifikasi dari Newcomb, 1978; Shaw 1986; Siegel, 1989).

    2. Atraksi Pengurus LAZ terhadap Pimpinan (X2), adalah sebagai ketertarikan seorang kepala bagian pendistribusian zakat kepada pimpinan LAZ karena persepsinya bahwa sikap terhadap tujuan-tujuan pendistribusian zakat yang dimiliki pimpinan LAZ dalam mendistribusikan zakat sama dengannya. (dimodifikasi dari Newcomb, 1978; Shaw, 1986;Siegel, 1989).

    3. Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat(Z) didefinisikan sebagai cara atau pandangan untuk menujukan perilakunya baik yang bersifat kateksis maupun kognitif yang biasa dipergunakan individu dalam mengaitkan dirinya dengan sasaran dan tujuan yang berada di skeitar nilai sosial ekonomi zakat. (Newcomb, 1978; Shaw 1986; Siegel, 1989)

    4. Kebijakan Pimpinan (Z) sebagai variabel terikat (Dependent Variabel), adalah keputusan atau abstraksi pimpinan LAZ yang bersifat umum dalam hal pendistribusian zakat kepada mustahiq (dimodifikasi dari Katz, 1966; Siegel, 1989).

  • Proceedings 46

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    .5. Popuasi

    Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. (Suharsimi, 1998). Dalam penelitian ini, populasinya adalah pengelola LAZ di Kota Bandung. Secarta Nasional pengelola LAZ bernaung di bawah 17 LAZ (www. BAZ.or.id., 2004) . Sekitar 42 % memiliki perwakilan di Jawa Barat yaitu berjumlah 7 lembaga dan semuanya berpusat di Bandung. Besarnya persentase tersebut membuktikan besarnya potensi zakat di Jawa Barat. Permasalahan zakat karena itu bisa diteliti secara sepintas, khususnya Bandung.

    Dari 7 buah LAZ Nasionaldi atas, 2 buah LAZ mewakili ormas tertentu yaitu Muhammadiyyah dan Persis, sedangkan lima buah lainnya murni dikelola secara mandiri dan independen. Data, yang sesuai dengan tujuan penelitian karena itu kelima buah LAZ tersebut yang datanya dicantumkan di bawah ini. Karena data yang diambil merupakan keseluruhan dari subjek yang dikaji maka penelitian ini bersifat sensus. (Babbie, 998)

    Tae .

    Nama-Nama LAZ Terregistrasi i Kota BanungNo. Nama LAZ Aamat. Rumah Zakat Indonesia DSUQ Bandung Jl. Turangga 33 Bandung 402632. LWZ Salman ITB Masjid Salman, Jalan Ganesha 10 Bandung3. Dompet Dhuafa Bandung Jl. Pasirkaliki 143 Lt II, Bandung4. PKPU Jl. Subang No. 64 Antapani5. Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid Ponpes Darut Tauhid, Jl. Geger Kalong Hilir

  • Proceedings 47

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    .6. Teknik Pengumpuan Data

    Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat data primer. Data primer adalah data yang merupakan hasil penelitian lapangan secara langsung diperoleh dari responden yang termasuk dalam penelitian. Pengumpulan data melalui penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner sendiri adalah suatu kumpulan pertanyaan atau pernyataan yang akan diisi oleh responden mengenai sikap mereka atas pertanyaan atau pernyataan tersebut. (Suharsimi, 998)

    .7. Instrumen Pengamian Data

    Kuesioner yang dikirimkan kepada responden merupakan kuesioner yang berisi instrumen-instrumen yang belum pernah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, karena penelitian di bisang ini masih banyak yang merupakan hasil dari kajian-kajian dan serpihan penelitian-penelitian, maka kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini perlu ditetapkan dulu alat ukurnya, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

    .7.. Aat Ukur Variae Sikap Pengurus LAZ teraap Niai Sosia Ekonomi Pemanfaatan Zakat

    Variabel Sikap Pengurus LAZ terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakat akan diukur dengan menggunakan alat ukur semantic differentials (Mueller, 986) dengan menggunakan skala Ordinal (Babbie, 1998) untuk mengukur makna positif (nilai 7) dan mengukur makna negatif (1). Pengacakan sisi kiri dan kanan digunakan untuk mengatasi efek hello. Jumlah butir pertanyaan yang akan digunakan adalah satu butir untuk tiap indikator. Aspek evaluasi favourable dan unfavourable kepala bagian pendistribusian zakat akan ditujukan kepada bentuk-bentuk pendistribusian zakat yang biasa dilakukan lembaga amil zakat. Informasi ini

  • Proceedings 48

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    diambil dari buletin-buletin yang dikeluarkan lembaga-lembaga tersebut. Kuesionernya berbentuk matriks. .7.. Aat Ukur Variae Atraksi Pengurus LAZ teraap Pimpinan

    Variabel Atraksi Kepala Pendistribusian Zakat terhadap Pimpinan akan diukur dengan menggunakan alat ukur semantic differentials dengan menggunakan skala Ordinal (Cooper, 996) untuk mengukur makna positif (nilai 7) dan mengukur makna negatif (1). Pengacakan sisi kiri dan kanan digunakan untuk mengatasi efek hello. Jumlah butir pertanyaan yang akan digunakan adalah satu butir untuk tiap indikator.

    .7.. Aat Ukur Variae Orientasi Pengurus LAZ teraap Niai Sosia Ekonomi Pemanfaatan Zakat

    Variabel Orientasi Pengurus LAZ Terhadap Nilai Sosial Ekonomi Pemanfaatan Zakatakan diukur dengan menggunakan alat ukur graphic rating scale dengan menggunakan skala rasio (Cooper, 996) untuk mengukur besaran pengalokasian tertinggi atau sisi kanan (00%) dan yang terendah atau sisi kiri (0%). Skor persentase diambil dengan alat ukur penggaris dan diukur dengan menggunakan satuan millimeter (mm) yang ditetapkan dari nilai terendah. Jumlah butir pertanyaan yang akan digunakan adalah satu butir untuk tiap indikator..7.4. Aat Ukur Variae Keijakan Pimpinan

    Variabel kebijakan pendistribusian zakat pengelola LAZ akan diukur dengan menggunakan alat ukur semantic differentials dengan menggunakan skala ordinal yang merentang dari sisi favorable atau positif (nilai 7) sampai sisi unfavorable atau negatif (1) (Cooper, 1996; Babbie, 1998). dengan menggunakan acuan konsep memberi kehidupan yaitu dari konsumtif ke produktif (Qordowi, 1999). Jumlah butir

  • Proceedings 49

    Simposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009 ~ ISBN 978-979-3333-36-6

    pertanyaan adalah satu butir untuk tiap indikator, dan bentuknya hanya berupa pemilihan dalam kontinum diantara dua makna agar tidak terjadi bias..8. Teknik Pengujian Data

    Di dalam penelitian, data memiliki kedudukan yang paling tinggi, karena selain merupakan penggambaran variabel yang akan diteliti, data juga berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu benar tidaknya data sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Adapun benar tidaknya data, tergantung kepada baik tidaknya instrumen pengumpul data. Istrumen yang baik harus memiliki dua persyaratan yaitu valid dan reliable atau andal. (Suharsimi, 1998). Kedua persyaratan ini bisa terwujud apabila butir pernyataan atau pertanyaan yang dikemukakan sejalan dengan tujuan pengumpulan data tersebut. (Friedenberg, 1995 ; 261) . Skala numerik yang digunakan untuk data adalah skala ordinal dan rasio. (Cooper, 996).

    .8.. Uji Vaiitas Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur kesesuaian butir-butir pernyataan tiap indikator tiap dimensi suatu konstruk dibandingkan dengan keseluruhan dimensi suatu konstruk yang diukur, apakah pola butir indikator tadi sejalan dengan konstruk tersebut atau tidak. Uji validitas semacam ini merupakan pengujian struktur internal suatu konstruk. Sehingga uji validitas yang digunakan adalah dengan factor analysis. (Friedenberg, 1995; 252) .8.. Uji ReiaiitasMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah internal consistency method, yang hanya timbul akibat penyajian ya