MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH …
Transcript of MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH …
MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAHSAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
DEVY SULIHATI
6661110847
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG JULI 2018
MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAHSAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
DEVY SULIHATI
6661110847
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG JULI 2018
ABSTRAK
Devy Sulihati. NIM 6661110847. 2018. Manajemen Pengelolaan Rumah SakitUmum Daerah Kota Cilegon. Pembimbing 1: DR. Agus Sjafari, M.Si danPembimbing 2: Listyaningsih, S.Sos, M.Si. Program Studi Ilmu Administrasi Negara.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Latar belakang masalah penelitian yaitu belum sesuainya pernecanaan kebutuhanrumah sakit, ketidaksiap/siaganya tenaga medis yang tersedia, manajemen sumberdaya manusia kurang baik, pelaksanaan pelayanan lambat, minimalnyapengawasan manajemen pengelolaan tenaga medis, sarana prasarana belummenunjang kenyamanan pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimanamanajemen pengelolaan RSUD Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan teoriFungsi Manajemen dari G.R Terry terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian,Pelaksanaan dan Pengawasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptifdengan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian inidari Prasetya Irawan, meliputi pengumpulan data mentah, transkip data,pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, sertapenyimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen pengelolaanRSUD Kota Cilegon belum berjalan dengan baik. Kesimpulan penelitian belumterealisasikannya beberapa perencanaan, kurangnya kerjasama antar lini dansarana yang masih belum memadai, kurangnya tenaga medis di RSUD. Saranpeneliti RSUD harus memilah prioritas perencanaan yang baik, perbaikan saranadan prasarana harus ditingkatkan, RSUD harus bekerjasama dengan instansiterkait BKD, SPI, Inpektorat.
Kata kunci: Manajemen, RSUD.
ABSTRACT
Devy Sulihati. NIM 6661110847. 2018. Script. Management of Public Hospital inCilegon city. 1st Adviser: DR. Agus Sjafari, M.Si and 2nd Adviser: Listyaningsih,S.Sos, M.Si. Study of Public Administration. Faculty of Social Science andPolitical Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa.
The background of the research problem is the incomplete hospitalization of thehospital, lack of available medical personnel, poor human resource management,slow service delivery, minimum management of medical personnel management,facilities not yet supporting patient comfort. The purpose of this research is toknow how management management of RSUD Kota Cilegon. This research usesthe theory of Management Function of G.R Terry consists of Planning,Organizing, Implementation and Supervision. The method used is descriptivemethod with qualitative approach. Data analysis used in this research fromPrasetya Irawan, including raw data collection, data transkip, coding, datacategorization, inference, triangulation, and final conclusion. The results showedthat management management of RSUD Kota Cilegon has not run well. Theconclusion of the research has not been realized how much planning, lack ofcooperation between lines and facilities that are still not adequate, the lack ofmedical personnel in hospitals. Suggestion of RSUD researcher must sort out thepriority of good planning, improvement of facility and infrastructure must beimproved, RSUD must cooperate with related institution BKD, SPI, Inpektorat.
Keywords: Management, RSUD.
“It takes two to tango”
“Even if someone is born with a talent for something,
nothing will ever happen to it if they don’t practice.
It’s like growing a plant:
You’ve got to water it if you want it to grow”
- Cityscape -
Skripsi ini kupersembahkan:
untuk kedua orang tuaku
yang telah membesarkan,
mendidik dan membuatku
mampu menyelesaikan skripsi ini
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan
kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat,
karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon".
Dengan selesainya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti. Maka
peneliti ingin mengucapkan terima kasihkepada:
1. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa serta sebagai Doen
Pembimbing 1 atas kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada
penulis dalam memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan
Skripsi ini.
2. Rahmawati, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Imam Mukhroman, M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Kandung Sapto Nugroho, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
5. Listyaningsih, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa serta Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing
Skripsi II atas kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis
dalam memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan Skripsi
ini.
6. Semua Dosen dan Staf Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
7. Mama Ida dan Papa Tikno, atas cinta kasih yang tulus tak terhingga dan
sekaligus merupakan motivator, pendukung dan penanya terbesar dan
tersering dalam menyelesaikan Skripsi ini.
8. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang telah membantu serta
memberikan data untuk pengerjaan dan kelengkapan Skripsi ini.
9. Mba Ika, Aa Ryan, Mba Erni serta Aa Ahan dan Ghiina, atas omelan
yang berfaedah dan menambah ruwet otak saya sehingga saya harus
menyelesaikan skripsi ini. Serta Mas Arman yang selalu siap, antar,
jaga dalam membantu menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman-teman ANE 2009-2011; Ikram Wahdi, Naomi Laura, Gesti
Resti Fitri, Shella Novianti, Doni Winarno serta teman-teman lain yang
tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya disini. Terimakasih atas
dukungan dan kebersamaan yang begitu besar.
i
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya skripsi ini. Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dalam penyusunan skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima
masukan dari semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Serang, Juli 2018
Penulis
Devy Sulihati
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………………….. ........ 12
1.3 Batasan Masalah……………………………………................................ 12
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 13
1.5 Tujuan Penelitian ………………………………………………….. ....... 13
1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………. ....... 13
1.6.1 Secara Teoritis................................................................................... 13
1.6.2 Secara Praktis .................................................................................... 13
iii
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 15
2.1.1 Definisi Manajemen .......................................................................... 15
2.1.1.2 Tujuan Manajemen................................................................ 18
2.1.2 Definisi Pengelolaan ........................................................................ 29
2.1.3 Definisi Rumah Sakit ...................................................................... 30
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia ................................. 31
2.2 Penelitian Terdahulu ……………………………………………….. ......... 34
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ………………………………………….. 40
2.4 Asumsi Dasar............................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian.............................................................. 43
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………… ......... 44
3.3 Lokasi Penelitian ………………………………………………. .............. 44
3.4 Dimensi Penelitian …………………………………………..................... 44
3.4.1 Definisi Konsep……………………………………………............. 44
3.4.2 Definisi Oprasional………………………………………… ........... 47
3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………....... ......... 49
3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 50
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 52
3.7.1 Teknik Pengolahan Data…………………………………… ........... 52
iii
3.8 Pengujian Keabsahan Data ......................................................................... 65
3.9 Jadwal Penelitian ........................................................................................ 67
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .......................................................................... 68
4.1.1 Sejarah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon .............. 68
4.1.2 Tugas Pokok, Moto dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon............................................................................................... 70
4.1.3 Visi, Misi dan Strategi Rumah Umum Daerah Kota Cilegon .......... 70
4.1.4 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon ........................................................................ 71
4.2 Deskripsi Data dan Analisis Penelitian........................................................ 75
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian.................................................................. 75
4.2.2 Data Informan Penelitian ................................................................. 77
4.3 Pembahasan ................................................................................................ 78
4.3.1 Planning (Perencanaan) .................................................................. 79
4.3.2 Organizing (Pengorganisasian).......................................................... 90
4.3.3 Actuating (Pelaksanaan) .................................................................. 122
4.3.4 Controlling (Pengawasan) ............................................................... 129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 166
5.2 Saran ........................................................................................................... 167
iii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas utama negara adalah memberi pelayanan kepada masyarakat
baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. Bahkan untuk mengukur tingkat
kemajuan sebuah negara, kualitas pelayanan publik dapat digunakan sebagai salah
satu indikator. Oleh karena itu, bila sebuah negara berada dalam posisi menuju
pada kemajuan, hal utama yang perlu diperbaiki adalah pelayanan publik di
negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak menuju negara
maju juga memprioritaskan pelayanan publik sebagai salah satu aspek yang perlu
ditingkatkan. Karena pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa jika
masyarakat sudah mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu pelayanan yang
baik, maka masyarakat juga akan menjalankan kewajibannya dengan penuh
kesadaran.
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki
fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat,
mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan dan pelayanan-pelayanan lain
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidkan,
kesehatan, utilitas dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami
oleh negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan
masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan
2
oleh pemerintah. Pelayanan publik yang dituntut bukan hanya sekedar servis
pelayanan saja, namun masyarakat juga menuntut adanya reformasi dalam
fasilitas-fasilitas yang memang menjadi fasilitas publik.
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak mengherankan apabila bidang
kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya
adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah
negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh
masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Berangkat dari kesadaran
tersebut, rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik pemerintah
maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik
kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan pengobatan,
tenaga medis yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung lainnya seperti
tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotek dan sebagainya. Dengan
demikian masyarakat benar-benar memperoleh pelayanan kesehatan yang cepat
dan tepat.
Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Akan tetapi, di satu sisi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai unit organisasi milik pemerintah
daerah dihadapkan pada masalah pembiayaan untuk menciptakan pelayanan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat banyak. Tingginya harga obat dan
alat-alat medis merupakan contoh di mana sistem pelayanan kesehatan yang ada
3
belum banyak melakukan intervensi agar semua pelayanan tersebut dapat
dijangkau masyarakat. Kondisi ini akan memberikan dampak yang serius bagi
pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi yang beroperasi
setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan dibutuhkan untuk
menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Masyarakat menghendaki
pemerintah melalui organisasi-organisasinya termasuk rumah sakit, dapat
memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya yang murah, padahal tidak semua
pelayanan kesehatan bisa didapatkan dengan biaya yang murah.
Perkembangan rumah sakit saat ini mengalami transformasi besar. Pada masa
sekarang rumah sakit sedang berada dalam suasana global dan bersaing dengan
pelayanan kesehatan alternatif seperti dukun dan tabib. Pada keadaan demikian
pelayanan rumah sakit sebaiknya dikelola dengan dasar konsep manajemen yang
mempunyai etika. Tanpa konsep manajemen yang jelas, perkembangan rumah
sakit akan berjalan lambat. Hal ini dapat diihat pada perkembangan aspek
keuangan rumah sakit. Infrastruktur keuangan rumah sakit pemerintah sangat
buruk karena belum ada pemahaman bahwa sistem keuangan harus berdasarkan
sistem akuntansi yang benar, maka dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang
kompleks pengalaman saja tidak cukup, penanganannya tak bisa lagi atas dasar
kira-kira atau selera, hal ini disebabkan oleh sumber daya yang makin sulit dan
mahal, era kompetisi yang menuntut pelayanan prima dan tuntutan masyarakat
yang makin berkembang.
Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang
4
terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang
berorientasi pada pasien, dan menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen
profesional yang handal, dengan demikian segala hal yang diperlukan akan
tersedia dalam bentuk tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Walaupun dulu
manajemen banyak sebagai seni dari pada pengetahuan, tapi sekarang ini telah
berubah ke aspek manajemen yang canggih dan membutuhkan pembinaan,
pendidikan serta profesionalisme. Dalam situasi ini filosofi manajemen
pengelolaan dapat dipergunakan untuk menghindarkan rumah sakit pemerintah
dari keterpurukan sebagai lembaga jasa yang inferior. Hal inilah yang menjadi
relevansi manajemen pengelolaan di rumah sakit.
Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang sangat diperlukan
dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi atau instansi seperti
rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi pihak-pihak yang
memiliki kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi pemilik rumah sakit,
hasil penilaian kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan informasi tentang
kinerja manajemen atau pengelola yang telah diberikan kepercayaan untuk
mengelola sumber daya rumah sakit. Bagi masyarakat, semua hasil penilaian
kinerja rumah sakit dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan pertimbangan
kepada siapa (rumah sakit) mereka akan mempercayakan perawatan
kesehatannya.
Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan
kinerja yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence
5
merupakan salah satu faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi
untuk memenangkan persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa
pelayanan kesehatan. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola
rumah sakit untuk menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui
pemberian pelayanan yang bagus serta tindakan medis yang akurat dan
mekanisme pengelolaan mutu tentunya.
Pengelolaan rumah sakit pada masa lalu dipandang sebagai usaha sosial tetapi
di masa sekarang pengelolaan yang berbasis ekonomi dan manajemen sangat
penting artinya untuk menghadapi berbagai situasi persaingan global,
mengantisipasi cepatnya perubahan lingkungan dan menjaga kelangsungan usaha
rumah sakit itu sendiri. Persaingan global dan perubahan lingkungan mulai
nampak pada pengelolaan rumah sakit swasta multinasional yang terdapat di kota-
kota besar.
Di Indonesia pengelolaan rumah sakit telah berkembang dengan pesat dan
menjadikan industri yang berbasis prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen
merupakan ancaman bagi rumah sakit pemerintah maupun nasional jika tidak
berusaha meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerjanya secara keseluruhan.
Indikator perusahaan yang selama ini digunakan dalam mengukur suatu kinerja
organisasi pelayanan kesehatan tidak komprehensif dan hanya bersifat sementara.
Indikatornya banyak dipengaruhi faktor eksternal seperti keadaan ekonomi dan
kebijakan pemerintah yang kurang. Hal ini dapat menyebabkan pengukuran
kinerja suatu organisasi pelayanan kesehatan belum menggambarkan realita yang
sesungguhnya dari keadaan organisasi tersebut. Indikator tersebut juga merupakan
6
alat untuk memantau pencapaian suatu organisasi. Dengan adanya indikator ini
dapat juga diketahui tingkat kemajuan dalam suatu organisasi dan dapat dilakukan
perbandingan antara organisasi yang bergerak di bidang yang sama.
Salah satu rumah sakit di Banten ialah Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon merupakan salah satu unit
bisnis pemerintah (sektor publik) yang memiliki kewajiban memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan optimal tanpa tujuan mencari
laba (non profit organization). Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
optimal seperti yang diharapkan, dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam
perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian yang baik.
RSUD Kota Cilegon sebagai rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan, di era
globalisasi dihadapkan pada kekuatan-kekuatan dan masalah-masalah interen
yang ada, seperti terbatasnya sumber daya yang dimiliki dan inventarisasi yang
belum memadai. Di lain pihak secara bersamaan juga dihadapkan pada kondisi
lingkungan dengan berbagai faktor peluang dan tantangan yang senantiasa
berkembang dinamis. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang prima bagi masyarakat perlu disusun visi, misi, tujuan, sasaran,
serta indikator keberhasilan yang diwujudkan dalam bentuk rencana strategis.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon merupakan salah satu Rumah Sakit
Umum di Banten yang berusaha memberikan pelayanan kesehatan secara optimal,
profesional dan meningkatkan mutu terus-menerus. Oleh karena itu, RSUD Kota
Cilegon harus selalu memperbaiki kinerja agar dapat menambah kepercayaan
masyarakat atas pelayanan RSUD Kota Cilegon. Kepercayaan ini sangatlah
7
penting, mengingat masyarakat merupakan pengguna jasanya. Dengan adanya
peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit, diharapkan akan
mempunyai dampak pada pendapatan rumah sakit.
Setelah melakukan observasi awal, peneliti menemukan beberapa masalah
terkait dengan manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Cilegon. Pertama,
dalam segi perencanaan, masih ada rencana-rencana yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, seperti rencana pembangunan tampak muka Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon yang menghabiskan anggaran besar seharusnya dialokasikan
untuk membeli alat-alat medis, peralatan di laboratorium yang lebih dibutuhkan
untuk masyarakat, hal ini diperjelas oleh Bapak Agus (Rabu, 04 Maret 2015 pukul
08:35 WIB) yang menyatakan bahwa peralatan di laboratorium masih kurang,
sehingga Bapak Agus melakukan uji laboratorium untuk penyakit yang diderita
orangtuanya harus dilakukan di luar Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
Hal tersebut juga dipertegas kembali oleh Kasubag Perencanaan dan Pelaporan
RSUD Kota Cilegon (Jumat, 06 Maret 2015) bahwa memang masih banyak alat
kesehatan terutama bagian laboratorium yang memang perlu ditingkatkan
kembali.
Kedua, dalam hal pengorganisasian. Tenaga medis merupakan unsur yang
terpenting dalam manajemen pengelolaan rumah sakit sehingga pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan sukses. Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
yang berklasifikasi kelas B, jumlah tenaga medis masih kurang jika dilihat dari
standarisasi jumlah tenaga medis untuk rumah sakit berklasifikasi kelas B. Berikut
jumlah tenaga medis RSUD Kota Cilegon disajikan pada tabel 1.1 dibawah.
8
9
Tabel 1.1
JUMLAH TENAGA MEDIS RSUD KOTA CILEGON
No Nama Pendidikan PNS Honor/BLUD OTS Jumlah
1MedikDasar
Umum 24 10 - 34
Gigi 2 - - 2
2Medik
SpesialisDasar
PenyakitDalam
4 - - 4
Anak 4 - - 4
Bedah 2 - - 2
Obgyn 2 1 - 3
3Medik
SpesialisLain
Mata 1 1 - 2
THT 2 - - 2
Syaraf 1 - - 1
Jantung 1 - - 1
KulitdanKelamin
- 1 - 1
Paru 1 - - 1
BedahOrtopedi
1 1 - 2
Jumlah Keseluruhan 59
(Sumber: RSUD Kota Cilegon, 2015)
Dari tabel di atas berdasarkan data yang diperoleh dari pihak rumah sakit
tentang jumlah tenaga medis dalam Pelayanan Medik Dasar berbeda dengan apa
yang dituangkan oleh PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010
Pasal 11 Ayat 2 yang menyatakan bahwa pada Pelayanan Medik Dasar minimal
harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum dan 3 (tiga) orang dokter gigi
sebagai tenaga tetap sedangkan yang tersedia di RSUD Kota Cilegon memiliki
Dokter Gigi sebanyak 2 (dua) orang sebagai tenaga tetapnya. Sedangkan untuk
Pelayanan Spesialis Medis Dasar, berdasarkan PERMENKES RI Nomor
10
340/MENKES/PER/III/2010 Pasal 11 Ayat 3 yang isinya menyatakan bahwa pada
Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter
spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap, tetapi dalam
RSUD Kota Cilegon masih memiliki kekurangan tenaga medis (dokter spesialis)
pada pelayanan Medik Spesialis Dasar bagian Bedah dan Anak. Sedangkan jika
dilihat berdasarkan PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Pasal
10 Ayat 7 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Kelas B yang menyatakan bahwa
dalam Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13
(tiga belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf,
Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru,
Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik tetapi
dalam RSUD Kota Cilegon masih memiliki kekurangan satu Pelayanan Medik
Spesialis Lain yang belum mmenuhi aturan dari PERMENKES tersebut.
Selain itu, dalam PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010
Pasal 11 Ayat 5 menyatakan bahwa pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus
ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan
dengan 4 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda
sedangkan RSUD Kota Cilegon masih kurang dalam hal penyediaan dokter
spesialis yang belum banyak dan kurangnya tenaga medis tetap pada bidang
Pelayanan Medik Spesialis Lain tersebut. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
keluhan pasien yang mengatakan bahwa tidak siap/siaganya dokter-dokter
terutama dokter ahli/spesialis ketika mereka telah sampai untuk berobat dan
11
mereka terpaksa menunggu lama (wawancara dengan Ibu Fitria pada Senin, 12
Januari 2015 pukul 10:15 WIB).
Ketiga, dalam hal pelaksanaan pelayanan. Pelayanan yang diberikan oleh
pihak rumah sakit masih belum cukup untuk pasien terutama dalam hal
pendaftaran dan ruang tunggu. Berdasarkan KEPMENKES RI No.
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
menyatakan bahwa dalam menjalankan pelayanan dari setiap pelayanan medis
(kecuali Instalasi Gawat Darurat) memiliki waktu >60 menit, hal ini dapat
menjadi dampak tidak adanya kepastian pihak pasien dalam menerima pelayanan
yang efektif dikarenakan waktu tunggu yang tidak pasti. Terlebih dalam proses
pelayanan rawat jalan, banyak pasien yang menunggu lama karena loket yang
dibuka hanya satu serta kurangnya tenaga medis yang tersedia dan menyebabkan
pasien menumpuk di ruang tunggu serta tidak adanya tenaga medis pengganti
apabila dokter-dokter tersebut mengambil cuti (wawancara peneliti dengan Ibu
Wati pada Senin, 12 Januari 2015 pukul 08:25 WIB).
Keempat, dari segi pengawasan. Pengawasan dan monitoring terhadap
pengelolaan sumber daya Rumah Sakit yang dilakukan oleh satuan pengawasan
internal belum berjalan dengan baik hal ini ditunjukkan dengan pengawasan
terhadap pengelolaan tenaga medis yang belum mampu melayani pasien secara
maksimal. Serta masih banyak fasilitas, sarana dan prasarana yang belum
lengkap, seperti kurangnya peralatan laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon yang tidak lengkap sehingga pasien harus melakukan tes
laboratorium di luar rumah sakit (wawancara peneliti dengan bapak Agus pada
12
Rabu tanggal 4 Maret 2015 pukul 08.35 WIB). Kemudian sarana prasarana lain
yaitu ruang tunggu pasien, dimana rumah sakit mempunyai keterbatasan kursi di
dalam ruang tunggu tersebut. Adanya pasien yang berdiri saat melakukan
pelayanan kesehatan sehingga pasien lelah dalam melakukan antrian pengobatan.
Hal serupa juga terjadi pada ruang bagian pendaftaran dimana keluarga pasien
yang mendaftar harus menunggu lama dalam proses pendaftaran selesai
dikarenakan hanya ada satu loket yang buka padahal di dalam ruang pendaftaran
tersebut ada empat loket yang tersedia tetapi hanya ada satu loket saja yang
dibuka sehingga menyebabkan antrian panjang pada proses pendaftaran
berlangsung.
Selain itu, RSUD Kota Cilegon masih belum mendukung fasilitas untuk
penyandang cacat (difabel). Hal ini terlihat dari struktur bangunan yang bertingkat
tetapi masih belum tersedianya lift atau tangga berjalan (eskalator) untuk mereka,
sehingga menyebabkan kesulitan bagi pasien terutama pasien rawat jalan yang
merupakan bagian dari difabel (wawancara peneliti dengan Ibu Sri pada Senin, 12
Januari 2015 pukul 09:00 WIB). Jika dilihat berdasarkan UU RI No. 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit dalam Pasal 9 menyatakan Persyaratan Bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 harus memenuhi: (a) persyaratan
administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan; (b) persyaratan teknis
bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
13
Melihat permasalahan di atas, maka perlu digunakan manajemen pengelolaan
yang lebih baik lagi bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon dengan
menggunakan fungsi-fungsi manajemen yang lebih baik, terarah dan terorganisir
karena kinerja suatu organisasi tidak hanya dinilai dari aspek keuangan saja, tetapi
juga dinilai dari aspek non-keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin
mengadakan penelitian dengan judul “Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon”.
1.2 Identifikasi Masalah
Jika dilihat dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul
diantaranya:
1. Tidak sesuainya perencanaan dengan kebutuhan rumah sakit;
2. Tidak siap / kurangnya tenaga medis yang tersedia;
3. Kurang baiknya manajemen pengelolaan sumber daya manusia:
4. Lambatnya pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat;
5. Minimnya pengawasan manajemen dalam pengelolaan tenaga medis;
6. Kurangnya sarana prasarana dalam menunjang kenyamanan pasien.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan diambil dalam penelitian ini adalah manajemen
pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang lebih memfokuskan
pada manajemen pengelolaan rumah sakit dalam segi fasilitas dari segi material
maupun non-material, pelayanan serta sarana dan prasarana yang disediakan oleh
pihak rumah sakit, menggambarkan realita sesungguhnya dari keadaan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
14
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon
2. Bagaimanakah koordinasi di RSUD Kota Cilegon dengan Badan/Dinas
terkait
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pengelolaan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1.6.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi perkembangan ilmu Administrasi Negara dan menambah
kajian ilmu Administrasi Negara lainnya khususnya ilmu Manajemen untuk
mengetahui bagaimana cara pengelolaan yang diterapkan oleh Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon.
1.6.2 Kegunaan praktis
1.6.2.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
15
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang
berguna untuk meningkatkan kinerja pelayanan, guna terciptanya
kualitas pelayanan rumah sakit yang diharapkan oleh masyarakat.
1.6.2.2 Bagi Peneliti
Seluruh rangkaian kegiatan dari hasil penelitian diharapkan
dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari
selama mengikuti program perkuliahan Ilmu Administrasi Negara pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
1.6.2.3 Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik
yang berguna untuk dijadikan sebagai acuan bagi civitas akademika.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung
masalah dalam penelitian ini, dimana berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi
panduan dalam penelitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang
mendukung masalah penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon sebagai salah satu rumah sakit umum di Banten,
diantaranya adalah teori manajemen, pengelolaan dan yang berhubungan dengan
rumah sakit.
2.1.1 Definisi Manajemen
Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai
“manajemen”) berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang
setelah digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus atau
managiere (bahasa latin) yang berarti melatih. Sedangkan menurut Hasibuan
(2011:1), manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Manajemen atau pengelolaan berarti menyelenggarakan. Pengelolaan
adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggunakan tenaga
orang lain. Pengelolaan juga dapat diartikan sebagai rangkaian pekerjaan atau
16
usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian
kerja mencapai tujuan tertentu.
Ada pula perbedaan–perbedaan mengenai definisi pengelolaan oleh
para ahli yang disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut
yang berbeda–beda. Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda,
kelembagaan dan ada yang meninjau pengelolaan sebagai satu kesatuan.
Namun apabila dipelajari prinsipnya, definisi–definisi tersebut memiliki
pengertian dan tujuan yang sama.
Menurut Stoner dalam Handoko (2003:8), manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha
para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan
Terry (2008:85) mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang khas
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan sasaran-
sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber lainnya. Sementara menurut Koontz dan O’Donnel
dalam Amirullah (2004:7) sebagai berikut:
“management is getting things done through people. In
bringing about this coordinating of group activity, the manager, as
a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities
other people” yang dapat diterjemahkan bahwa manajemen
adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
17
Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atau sejumlah
aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
penempatan, pengarahan, dan pengendalian.
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan,
waktu dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk
memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan
mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas dan tanggung jawab ini maka
terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam
organisasi maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan
baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Siagian (2008:5) mendefinisikan
manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh
sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan
orang lain. Penekanan yang disampaikan Siagian lebih menekankan pada
bagaimana seorang manajer atau pimpinan dalam menggerakkan bawahan
atau orang lain agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Penekanan pengertian manajemen adalah pada dua kategori yaitu ilmu dan
seni dalam mengatur berbagai macam sumber daya sehingga dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Model
penerapan ilmu dan seni dalam manajemen merupakan suatu model yang
menyangkut bagaimana seorang pemimpin dapat mengoptimalkan
kemampuan mengelolanya.
Dari beberapa pengertian tersebut, menyimpulkan bahwa manajemen
adalah suatu proses pemanfaatan sumber daya yang ada melalui tindakan-
18
tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang dapat diuraikan menjadi
beberapa unsur pokok yaitu:
1) Bahwa manajemen selalu diterapkan pada suatu kelompok atau
organisasi formal, dimana di dalamnya terdapat orang-orang yang
saling mengikatkan diri;
2) Bahwa manajemen senantiasa memanfaatkan segenap sumber-
sumber yang ada dalam proses kegiatannya;
3) Bahwa manajemen terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan;
4) Bahwa di dalam manajemen senantiasa terdapat adanya tujuan yang
ingin dicapai atau diwujudkan.
2.1.1.2 Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan
yang ingin dicapai (Hasibuan, 2009:17). Tujuan individu adalah untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berupa materi dan non materi dari hasil
kerjanya. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba (business organization)
atau pelayanan/pengabdian (public organization) melalui proses manajemen
itu. Tujuan yang ingin dicapai selalu ditetapkan dalam suatu rencana (plan),
karena itu hendaknya ditetapkan “jelas, realistis, dan cukup menantang”
untuk diperjuangkan berdasarkan potensi yang dimiliki. Jika tujuannya jelas,
realistis dan cukup menantang maka usaha-usaha untuk mencapainya cukup
besar. Sebaliknya, jika tujuan ditetapkan terlalu mudah atau terlalu muluk
19
maka motivasi untuk mencapainya rendah. Jadi, semangat kerja karyawan
akan termotivasi kalau tujuan ditetapkan jelas, realistis dan cukup menantang
untuk dicapainya.
Dalam menetapkan tujuan ini harus didasarkan pada analisis “data,
informasi, dan potensi” yang dimiliki serta memilihnya dari alternatif-
alternatif yang ada (Hasibuan, 2011:18-19). Tujuan organisasi dapat diketahui
dalam anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART)-nya.Tujuan-
tujuan ini dapat kita kaji dari beberapa sudut dan dibedakan sebagai berikut:
1. Menurut tipenya, tujuan dibagi atas:
a. Profit objectives, bertujuan untuk mendapatkan laba bagi
pemiliknya;
b. Service objective, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang
baik bagi konsumen dengan mempertinggi nilai barang dan jasa
yang ditawarkan kepada konsumen;
c. Social objective, bertujuan meningkatkan nilai guna yang
diciptakan perusahaan untuk kesjahteraan masyarakat;
d. PeRumah Sakitonal objective, bertujuan agar para karyawan
secara individual economic, social psychological mendapatkan
kepuasan di bidang pekerjaannya dalam perusahaan.
2. Menurut prioritasnya, tujuan dibagi atas:
a. Tujuan primer;
b. Tujuan sekunder;
c. Tujuan individual, dan;
20
d. Tujuan sosial.
3. Menurut jangka waktunya, tujuan dibagi atas:
a. Tujuan jangka panjang;
b. Tujuan jangka menengah, dan;
c. Tujuan jangka pendek.
4. Menurut sifatnya, tujuan dibagi atas:
a. Management objective, tujuan dari segi efektif yang harus
ditimbulkan oleh menejer;
b. Managerial objectives, tujuan yang harus dicapai daya upaya
atau kreativitas-kreativitas yang beRumah Sakitifat manajerial;
c. Administrative objectives, tujuan-tujuan yang pencapaiannya
memenuhi administrasi;
d. Economic objectives, tujuan-tujuan yang bermaksud memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan memerlukan efesiensi untuk
pencapaiannya;
e. Social objectives, tujuan suatu tanggung jawab , terutama
tanggung jawab moral;
f. Technical objectives, tujuan berupa detail teknis, detail kerja,
dan detail karya;
g. Work objectives, yaitu tujuan-tujuan yang merupakan kondisi
kerampungan suatu pekerjaan.
21
5. Menurut tingkatnya, tujuan dibagi atas:
a. Overall enterprise objectives, adalah tujuan semesta
(generalis) yang harus dicapai oleh badan usaha secara
keseluruhan;
b. Divisional objectives, adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap divisi;
c. Departemental objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus
dicapai oleh setiap masing-masing bagian;
d. Sectional objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicaoai
oleh setiap seksi;
e. Group objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh
setiap kelompok urusan;
f. Individual objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai
oleh masing-masing individu.
6. Menurut bidangnya, tujuan dibagi atas:
a. Top level objectives, adalah tujuan-tujuan umum, menyeluruh,
dan menyangkut berbagai bidang sekal;igus
b. Finanace objectives, adalah tujuan-tujuan tentang modal;
c. Production objectives, adalah tujuan-tujuan tentang produksi;
d. Marketing objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang
pemasaran barang dan jasa-jasa;
22
e. Office objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang
ketatausahaan dan administrasinya.
7. Menurut motifnya, tujuan dibagi atas :
a. Public objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai
berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang Negara;
b. Organizational objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus
dicapai berdsarkan ketentuan-ketentuan anggaran dasar,
asnggaran rumah tangga dan status organisasi yang besifat
umum dan impersonal (tidak boleh berdasarkan pertimbangan
perasaan atau selera pribadi) daam upaya pencapaiannya;
c. Personal objectives, adalah tujuan pribadi atau individual
(walaupun mungkin berhubungan dengan organisasi) yang
dalam usaha pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh selera
ataupun pandangan pribadi.
Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan merupakan hal
terjadinya proses manajemen dan aktivitas kerja, tujuan beraneka macam,
tetapi harus ditetapkan secara jelas, realistis dan cukup menantang
berdasarkan analisis data, informasi, dan pemilihan alternatif-alternatif yang
ada. Kecakapan manajer dalam menetapkan tujuan dan kemampuannya
memanfaatkan peluang, mencerminkan tingkat hasil yang dapat dicapainya.
2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen
23
Manajemen (Hasibuan, 2009:37) oleh para penulis dibagi atas
beberapa fungsi. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini tujuannya adalah:
a. Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur;
b. Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam;
c. Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses menejemen bagi
manajer.
Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para ahli tidak sama.
Hal ini disebabkan latar belakang ahli serta pendekatan yang dilakukan tidak
sama. Untuk bahan perbandingan fungsi-fungsi manajemen yang
dikemukakan para ahli, penulis mengutip beberapa fungsi manajemen
menurut para ahli:
TABEL 2.1
FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN MENURUT PARA AHLI
G. R. TERRY1. Planning2. Organizing3. Actuating4. Controlling
JOHN F. MEE1. Planning2. Organizing3. Motivating4. Controlling
LOUIS A.ALLEN1. Leading2. Planning3. Organizing4. Controlling
MC NAMARA1. Planning2. Programming3. Budgeting4. System
HENRYFAYOL1. Planning2. Organizing3. Commanding4. Coordinatin5. Controlling
HAROLDKOONTS &CYRILO’DONNEL1. Planning2. Organizing3. Staffing4. Directing5. Controlling
DR. P.SIAGIAN1. Planning2. Organizing3. Motivating4. Controling5. Evaluating
PROF. DRUMAHSAKIT. OEYLIANG LEE1. Perencanaan2. Pengorganisasian3. Pengarahan4. Pengkoordinasian5. Pengontrolan
W. H.NEWMAN1. Planning
LUTHERGULLICK1. Planning
LYNDALL F.URWICK1. Forecasting
JOHN D.MILLET1. Directing
24
2. Organizing3. Assembling4. Resources5. Directing6. Controlling7. --------------
2. Organizing3. Staffing4. Directing5. Coordinating6. Reporting7. Budgeting
2. Planning3. Organizing4. Commanding5. Coordinatig6. Controlling7. --------------
2. Facilitating
(Sumber: Hasibuan, 2001:38)
Berikut adalah pengertian fungsi-fungsi Manajemen menurut para ahli :
Planning (perencanaan) ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan
pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif
keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat
kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang (Terry, 2008:17). Planning merupakan pemilihan dan menghubungkan
fakta, menggunakan asumsi-asumsi tentang masa depan dalam membuat
visualisasi dan perumusan kegiatan yang diusulkan dan memang perlu dilakukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).
Organizing (pengorganisasian) merupakan kegiatan dasar dari manajemen
dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan
termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan sukses.
Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui pengorganisasian manusia
dapat di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing
mencakup: membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan kedalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang
manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang
diantara kelompok atau unit-unit organisasi. Pengorganisasian berhubungan erat
25
dengan manusia, sehingga pencaharian dan penugasannya ke dalam unit-unit
organisasi dimasukkan sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak
berpendapat demikian, dan memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam
setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam struktur formal
dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna
mencapai tujuan bersaama (Terry, 2008:17).
Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang
ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar ujuan-tujuan dapat
tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari
pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan
memberi komponsasi kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan
suatu kegiatan untuk mengintregasikan usaha-usaha anggota-anggota dari suatu
kelompok, sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi
dan kelomponya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan apabila ingin
secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut (Terry, 2008:138).
Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untu meneiliti kegiatan-kegiatan
yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek yang
dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju sasaran
yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup kelanjutan tugas
untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan
kegiatan dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan
diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada berbagai cara
26
untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan bahkan tujuanya,
mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh perubahan dilakukan
melalui manusianya. Orang yang bertanggungjawab atas penyimpangan yang
tidak diinginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-langkah perbaikan
terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).
Staffing atau assembling resources adalah fungsi manajemen yang berkenaan
dengan penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan anggota-
anggota organisasi (Handoko, 2003:233). Staffing merupakan kegiatan merekrut,
memilih, mempromosikan, memindahkan dan pengunduran diri dari para anggota
manajemen. Pendekatan tersebut mengemukakan hal-hal yang penting dalam
mengisi tugas-tugas manajerial dengan orang-orang yang tepat (Terry, 2008:112).
Motivating (motivasi) berasal dari bahasa latin, Mavare yang berarti
dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia,
khususnya diberikan kepada bawahan atau pengikut. Menurut Hasibuan dalam
(Hasibuan, 2001:219) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Budgeting (anggaran) adalah laporan-laporan formal sumber daya keuangan
yang disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu selama periode
waktu yang ditetapkan. Anggaran menunjukkan pengeluaran, penerimaan, atau
laba yang direncanakan di waktu yang akan datang. Anggaran mencerminkan
sasaran, rencana dan program-program organisasi yang dinyatakan dalam bentuk
27
bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi standar dimana pelaksanaan di
waktu yang akan datang diukur (Handoko, 2003:377).
System (sistem) menurut Davis dalam Hasibuan (2001:253) adalah sebagai
berikut:
“System can be abstract or physical. An abstract system is an orderlyarrangement of interdependent ideas or constructs. For example, asystem of theology is an orderly arrangement of ideas about God, man,etc. A physical system is a set of elements which operate together toaccomplish an objective”. Artinya: sistem dapat abstrak atau fisis. Sistemyang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan ataukonsepsi-konsepsi yang saling bergantungan. Misalnya, sistem teologiadalah sistem yang teratur dari gagasan-gagasan tentang Tuhan, manusiadan sebagainya. Sistem yang beRumah Sakitifat fisis adalah serangkaianunsur yang bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Coordinating (koordinasi) adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan
para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2001:85). Terry
dalam Hasibuan (2001:96), koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan
pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada
sasaran yang telah ditentukan. Definisi Terry ini berarti bahwa koordinasi adalah
pernyataan usaha dan meliputi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun kualitatif;
2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha ini;
3. Pengarahan usaha-usaha ini.
Evaluating (penilaian) adalah proses pengukuran dan perbandingan hasil-
hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
Penilaian itu sendiri mengandung tujuan-tujuan motivatif. Apabila para manajer
28
mengevaluasikan hasil-hasil pekerjaan dan potensi bawahan mereka, maka
mereka mengetahui hal-hal yang telah dikerjakan oleh bawahan dan mereka
sendiri juga harus meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka (Terry,
2008:160).
Reporting (laporan) adalah kegiatan berhubungan dengan laporan dari setiap
kejadian, lancar tidaknya aktivitas, apakah ada kemajuan atau tidak. Ini kebalikan
dari directing yang datang dari atasan ke bawahan sedang ini dari bawah keatas.
Disini terjadi “two-way traffic”. Kegiatan eksekutif menyampaikan informasi
tentang apa yang sedang terjadi kepada atasannya, termasuk menjaga agar dirinya
dan bawahannya tetap mengetahui informasi lewat laporan-laporan, penelitian dan
inspeksi.
Forecasting (peramalan) merupakan usaha untuk meramal melalui studi dan
analisa terhadap data yang tersedia, potensi oprasional dan kondisi kondisi dimasa
yang akan datang. Forecasting juga mencoba untuk mengetahui lebih dahulu
situasi dari lingkungan sosial di masa yang akan datang dimana perusahaan akan
melakukan kegiatannya (Terry, 2008:52).
Facilitating, fungsi fasilitas meliputi pemberian fasilitas dalam arti luas yakni
memberikan kesempatan kepada anak buah agar dapat berkembang ide-ide dari
bawahan diakomodir dan kalau memungkinkan dikembangkan dan diberi ruang
untuk dapat dilaksanakan.
2.1.2 Definisi Pengelolaan
29
Pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”
mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha
yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja
dalam mencapai tujan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat
perbedaan–perbedaan hal ini disebabkan karena para ahli meninjau
pengertian dari sudut yang berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan
dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai
suatu kesatuan. Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi
tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama
(http://ado1esen.blogspot.com/2014/02/menurut-para-ahli.html).
Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa
pemahaman (http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan), yaitu: proses
mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan
yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Dapat juga
diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara
rasional tentang pemanfaatan segenap sumber daya alam yang terkandung
didalamnya secara berkelanjutan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia pengelolaan adalah (1) proses, cara, perbuatan mengelola; (2)
proses melakukan kegiatan tertentu dng menggerakkan tenaga orang lain; (3)
proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4)
30
proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
Pengelolaan rumah sakit adalah semua upaya, termasuk proses yang
terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumber daya manusia dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan,
yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU) yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan.
2.1.3 Definisi Rumah Sakit
WHO (World Health Organization) mendefinisikan rumah sakit sebagai
berikut:
“is an integral part of social and medical organization, the function ofwhich is to provide for the population complete health care, bothcurative and preventive and whose out patient service reach out to thefamily and its home environment; the hospital is also a centre for thetraining of health workeRumah Sakit and biosocial research”. Artinyarumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dankesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahanpenyakit (preventif) kepada masyarakat.
31
Berdasarkan Undang-undang No. 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit,
yang dimaksud rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sedangkan
berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yang dimaksud rumah sakit
merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit
yang dikelola pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang
bersifat nirlaba. Sedangkan Rumah Sakit Privat adalah rumah sakit yang
dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan
terbatas atau persero.
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia
Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan
kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan
kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit yaitu Rumah Sakit
32
Pemerintah (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Propinsi, Rumah Sakit
Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan Rumah Sakit Swasta
yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN)
dan sumber luar negeri (PMA). Jenis Rumah Sakit yang kedua adalah
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata,
paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis Rumah Sakit yang
ketiga adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non-
pendidikan), Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D
(Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah
meningkatkan status semua Rumah Sakit Kabupaten menjadi kelas C.
Kelas Rumah Sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan
yang tersedia. Pada Rumah Sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik
yang luas termasuk spesialistik. Rumah Sakit kelas B mempunyai
pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.
Rumah Sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar
(bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di Rumah Sakit kelas D
hanya terdapat pelayanan medis dasar. Keputusan Menteri Kesehatan
No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan organisasi dan tata
kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain:
a) Pasal 1: Rumah Sakit Umum adalah organisasi di
lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan Medik;
33
b) Pasal 2: Rumah Sakit Umum mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan kesehatan (caring) dan
penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan
cacat badan dan jiwa (rehabilitation);
c) Pasal 3: Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah
Sakit mempunyai fungsi:
1. Melaksanakan usaha pelayanan medik;
2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik;
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan
pemulihan kesehatan;
4. Melaksanakan usaha perawatan;
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan
paramedis;
6. Melaksanakan sistem rujukan;
7. Sebagai tempat penelitian.
d) Pasal 4: Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam
keputusan ini adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B, kelas C.
1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah Rumah Sakit yang
melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan
subspesialistik yang luas;
2. Rumah Sakit Umum kelas B adalah Rumah Sakit yang
melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
luas;
34
3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah Rumah Sakit yang
melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling
sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam,
Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan
Kesehatan Anak.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa
hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca
diantaranya:
1. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniveRumah Sakititas
Sultan Ageng Tirtayasa yang ditulis oleh Gitry Wulanjani Tahun 2011
dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
Rawat Inap pada Rumah Sakit Umum Daerah Serang, pada penelirian
tersebut peneliti menggunakan teori Kualitas Pelayanan (Zeithaml
Parasuraman dalam Arief 2007:125-128) sebagai pedoman dalam
melakukan penelitiannya. Indikator penelitian terdiri dari: Tangible
(fasilitas fisik), Reliabilitas, Responsivitas, Kompetensi, Courtesy
(Kesopanan), Kredibilitas, Keamanan, Akses dan Komunikasi.
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
pendekatan korelasi. Adapun hasil dari penelitian Pengaruh Kualitas
Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit
35
Umum Daerah Serang menunjukan bahwa Kualitas pelayanan
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien rawat inap pada Rumah Sakit
Umum Daerah Serang sebesar 45,0% dan sisanya 55,0% dipengaruhi
faktor lain. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang
peneliti lakukakan adalah fokus penelitian yaitu rumah sakit. Sedangkan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan
adalah locus penelitian, skripsi ini dilakukan di Kabupaten Serang
sedangkan peneliti melakukan penelitian di Kota Cilegon, selanjutnya teori
yang digunakan dalam skripsi ini adalah Indikator Kualitas Pelayanan dari
Zeithaml Parasuraman dalam Arief (2007:125-128) sedangkan peneliti
menggunakan teori Terry (Hasibuan, 2001:38) fungsi-fungsi manajemen
yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, Controlling.
2. Skripsi Fakultas kesehatan masyarakat, Program Studi Manajemen Rumah
Sakit, Departemen Administrasi Kebijakan dan Kesehatan, Depok, ditulis
oleh Dewi Ikasari pada Januari 2012 dengan judul Tingkat Standar
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Tahun 2011. Pada penelitian tersebut
peneliti menggunakan teori indikator yang ada dalam Standar Pelayanan
Rawat Inap berdasarkan PERMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008
dari 15 (lima belas) indikator menjadi 10 (sepuluh) indikator Standar
Pelayanan Minimal Rawat Inap Rumah Sakit sebagai pedoman dalam
melakukan penelitiannya. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif deskriptif. Adapun hasil penelitian tersebut
36
mendapatkan bahwa pelayanan rawat inap Rumah Sakit Haji Jakarta sudah
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan dimaksud sepuluh (10)
indikator yang ada berdasarkan PERMENKES RI No
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit terdapat tiga (3) indikator yang belum sesuai, yaitu indikator pemberi
pelayanan di rawat inap, jam visite dokter spesialis, serta angka kematian
pasien lebih dari 48 jam. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
sedang peneliti lakukakan adalah fokus penelitian yaitu mengenai rumah
sakit. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang
peneliti lakukan adalah locus penelitian, skripsi ini dilakukan di Jakarta
sedangkan peneliti melakukan penelitian di Kota Cilegon, selanjutnya teori
yang digunakan dalam skripsi ini adalah Indikator Standar Pelayanan
Minimal dari PERMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 sedangkan
peneliti menggunakan teori Terry (Hasibuan, 2001:38) fungsi-fungsi
manajemen yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, Controlling.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No. ITEM Peneliti A Peneliti B Peneliti C /
Mhs ybs
1 Judul Pengaruh Kualitas
Pelayanan terhadap
Kepuasan Pasien
Rawat Inap pada
Rumah Sakit Umum
Tingkat Standar
Pelayanan Rawat
Inap di Rumah Sakit
Haji Jakarta
Berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal
Manajemen
Pengelolaan Rumah
Sakit Umum
Daerah Kota
Cilegon
37
Daerah Serang Rumah Sakit Tahun
2011
2 Tahun 2011 2012 2015
3 Tujuan
Penelitian
untuk dapat
mengetahui seberapa
besar pengaruh
kualitas pelayanan
terhadap kepuasan
pasien rawat inap di
Rumah Sakit Umum
Daerah Serang
untuk mengetahui
tingkat Standar
Pelayanan
Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji
Jakarta Tahun 2011
berdasarkan
Keputusan Menteri
Kesehatan RI No:
129/MENKES/SK/II
/2008 tentang
Standar
Pelayanan Minimal
Rumah Sakit dan
Peraturan Menteri
Kesehatan RI No:
340/MENKES/PER/
III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah
Sakit
untuk mengetahui
bagaimana
penerapan
manajemen
pengelolaan Rumah
Sakit Umum
Daerah Kota
Cilegon
4 Teori Kualitas Pelayanan (Z.
Parasuraman dalam
Arief 2007:125-128):
1. Tangible (fasilitas
fisik);
2. Reliabilitas;
3. Responsivitas;
4. Kompetensi;
5. Courtesy
indikator dalam
Standar
Pelayanan Rawat
Inap berdasarkan
KEPMENKES RI
No:
129/MENKES/SK/II
/2008 dari 15 (lima
Fungsi-fungsi
manajemen POAC
(Planning,
Organizing,
Actuating,
Controlling)
menurut Terry
dalam Hasibuan
(2001:38)
38
(kesopanan);
6. Kredibiltas;
7. Keamanan;
8. Akses;
9. Komunikasi.
belas) indikator
menjadi 10
(sepuluh)
indikator Standar
Pelayanan Minimal
Rawat Inap Rumah
Sakit
5 Metode /
Paradigma
Kuantitatif Korelasi Kuantitatif
Deskriptif
Kualitatif
Deskripstif
6 Hasil
Penelitian
/
Kesimpula
n
Kualitas pelayanan
mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien rawat
inap pada Rumah Sakit
Umum Daerah Serang
sebesar 45,0% dan
sisanya 55,0%
dipengaruhi faktor lain
Hasil penelitian
mendapatkan bahwa
pelayanan rawat
inap Rumah Sakit
Haji Jakarta sudah
sesuai dengan
Peraturan Menteri
Kesehatan
dimaksud. sepuluh
(10) indikator yang
ada berdasarkan
Peraturan Menteri
Kesehatan RI
Nomor
129/MENKES/SK/II
/2008 tentang
Standar Pelayanan
Minimal Rumah
Sakit terdapat 3
(tiga) indikator yang
belum sesuai
yaitu indikator :
pemberi
Manajemen
pengelolaan
Rumah Sakit
Umum Daerah Kota
Cilegon masih
belum optimal dan
masih diperlukan
perbaikan serta
peningkatan
terhadap
pengelolaannya
39
pelayanan di rawat
inap, jam visit dokter
spesialis, angka
kematian pasien
lebih
dari 48 jam sehingga
rawat inap Rumah
Sakit Haji Jakarta
masih perlu
meningkatkan diri
sesuai standar yang
ditetapkan
pemerintah
7 Persamaan Fokus penelitian yaitu
sama-sama meneliti
tentang rumah sakit
Fokus penelitian
yaitu sama-sama
meneliti tentang
rumah sakit
Fokus penelitian
yaitu sama-sama
meneliti tentang
rumah sakit
8 Perbedaan Menggunakan teori
dan metode penelitian
yang berbeda
Menggunakan teori
dan metode
penelitian yang
berbeda
Menggunakan teori
dan metode
penelitian yang
berbeda
9 Kritik Penelitian yang
dilakukan hanya
berdasarkan angket
yang telah diberikan
kepada responden
terkait sehingga tidak
mendalami masalah
yang terjadi dalam
lingkungan
penelitiannya
Penelitian yang
dilakukan hanya
berdasarkan angket
yang telah diberikan
kepada responden
terkait sehingga
tidak mendalami
masalah yang terjadi
dalam lingkungan
penelitiannya
Penelitian yang
dilakukan
menggunakan
metode kualitatif
cenderung lebih
memerlukan waktu
yang lama
dibandingkan dua
penelitian terdahulu
tersebut
10 Sumber Skripsi dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, UniveRumah
Skripsi dari Fakultas
kesehatan
masyarakat,
Peneliti ybs.
40
Sakititas Sultan Ageng
Tirtayasa, Serang,
2011.
Program Studi
Manajemen rumah
Sakit, Departemen
Administrasi
Kebijakan dan
Kesehatan, Depok,
Januari 2012.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir dari peneelitian ini tentang Manajemen Pengelolaan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon salah satu organisasi sektor publik yang bergerak dalam bidang pelayanan
jasa kesehatan yang mempunyai tugas melaksanakan suatu upaya kesehatan
secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan atau mementingkan
upaya penyembuhan dan pemulihan yang telah dilaksanakan secara serasi dan
terpadu oleh pihak rumah sakit dalam upaya peningkatan dan pencegahan
penyakit serta upaya perbaikan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.983/Men.Kes/SK/XI/1992). Rumah Sakit Umum Darah Kota
Cilegon juga merupakan salah satu unit bisnis pemerintah (sektor publik) yang
memiliki kewajiban memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan
optimal tanpa tujuan mencari laba (non profit organization). Untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal seperti yang diharapkan, dibutuhkan biaya
yang cukup besar dalam perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan
pengendalian yang baik. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon sebagai rumah
sakit rujukan pelayanan kesehatan. Perbaikan manajemen pengelolaan dalam
rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan, sarana dan
41
prasarana dalam rumah sakit tersebut. Dalam kondisi demikian, diperlukan
pemikiran ulang tentang bagaimana manajemen pengelolaan yang baik dan dapat
diterapkan terhadap keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
tersebut.
Untuk mengetahui sejauh mana manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon, peneliti menggunakan teori POAC dari G.R. Terry
(Hasibuan, 2001:38) yang terdiri dari: Planning, Organizing, Actuating, dan
Controlling. Karena untuk menjadikan sebuah Rumah Sakit yang berjalan dengan
optimal diperlukan planning (rencana) yang baik untuk dijadikan penentuan
tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-
alternatif yang ada. Kemudian organizing (pengorganisasian) menentukan,
mengelompokan, dan mengatur bermacam-macam aktivitas yang diperlukan
untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif
didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas
tersebut. Actuating (pengarahan) mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja
sama dalam mengelola rumah sakit dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan.
Controlling (pengendalian) pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja
bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan
dapat terselenggara. Untuk mempermudah memahami alur berpikir, peneliti
menggambarkan dalam kerangka berpikirnya sebagai berikut:
Permasalahan:
1. Perencanaan yang tidak sesuai dengankebutuhan rumah sakit;
2. Ketidaksiap/siaganya tenaga medisyang tersedia;
3. Manajemen pengelolaan sumber dayamanusia yang kurang baik:
4. Pelaksanaan pelayanaan yang berjalanlambat;
5. Minimnya pengawasan terhadap
Terry dalam Hasibuan(2001:38)
1. Planning2. Organizing3. Actuating4. Controlling
Perbaikan manajemen pengelolaanRumah Sakit Umum Daerah Kota
42
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
(Sumber: Peneliti, 2015)
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian
pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Berdasarkan
pada kerangka pemikiran yang dipaparkan diatas, peneliti telah melakukan
observasi awal, maka peneliti berasumsi bahwa dalam manajemen pengelolaan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon masih belum berjalan optimal dan
masih diperlukan perbaikan serta peningkatan terhadap pengelolaannya.
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara dan prosedur yang
sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan
maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah
tersebut (Ulber, 2010:12). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode
penelitian kualitatif ini sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Objek dalam
penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah yaitu objek yang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek
dan setelah keluar dari objek relatif tidak berubah.
Pendekatan deskriptif digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual mengenai manajemen
pengelolaan Rumah Sakit Daerah di Kota Cilegon.
44
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang
akan dilakukan. Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah Manajemen
Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menjelaskan tempat (locus) penelitian, serta alasan memilih
lokasi penelitian tersebut. Lokasi penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan
Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Lokasi penelitian
dipilih karena ingin mengungkap masalah yang terjadi di daerah tersebut serta
nantinya memberi solusi yang berguna untuk perbaikan mutu pengelolaan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
3.4 Dimensi Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari
dimensi yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang digunakan. Pada
penelitian ini dimensinya adalah Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon yang akan diteliti menggunakan teori fungsi
manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating,Controlling) dari Terry.
1. Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan
pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan aternatif-alternatif
keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan
melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan
45
untuk masa mendatang (Terry, 2008:17). Planning merupakan
pemilihan dan menghubungkan fakta, menggunakan asumsi-asumsi
tentang masa depan dalam membuat visualisasi dan perumusan
kegiatan yang diusulkan dan memang perludilakukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).
2. Organizing merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan
untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan
termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan sukses. Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui
pengorganisasian manusia dapat di dalam tugas-tugas yang saling
berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing mencakup: membagi
komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
kedalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang manajer
untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan
wewenang diantara kelompok atau unit-unit organisasi.
Pengorganisasian berhubungan erat dengan manusia, sehingga
pencaharian dan penugasannya kedalam unit-unit organisasi dimasukan
sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak berpendapat
demikian, dan memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam
setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam
struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja
sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama (Terry, 2008:17).
46
3. Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar
tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan
pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi
penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi komponsasi
kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan suatu kegitan
untuk mengintregasikan usaha anggota-anggota dari suatu kelompok,
sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi
dan kelompoknya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan
apabila ingin secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut
(Terry, 2008:138).
4. Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneiliti kegiatan-
kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi
pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-
orang bekerja menuju sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18).
Controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-
kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi
dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan diperbaiki
supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada berbagai cara
untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan bahkan
tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh
perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang
47
bertanggungjawab atas penyimpangan yang tidak diinginkan itu harus
dicari danmengambil langkah-langkah perbaikan terhadap hal-hal yang
sudah atau akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau dimensi yang
akan diteliti dalam rincian yang terukur. Adapun dimensi dalam penelitian ini
ialah manajemen pengelolaan yang bertujuan meningkatkan nilai guna yang
diciptakan organisasi untuk kesejahteraan masyarakat, berhubungan dengan
itu masalah yang terjadi dilapangan yakni:
1. Perencanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit;
2. Ketidaksiap/siaganya tenaga medis yang tersedia;
3. Manajemen pengelolaan sumber daya manusia yang kurang baik:
4. Pelaksanaan pelayanaan yang berjalan lambat;
5. Minimnya pengawasan terhadap manajemen dalam pengelolaan
tenaga medis;
6. Sarana prasarana yang belum menunjang kenyamanan pasien.
Permasalahan tersebut dapat terjawab dengan menggunakan teori
Fungsi Manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling)
dari Terry (Hasibuan, 2011:38). Yang peneliti simpulkan sementara bahwa
proses manajemen di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon belum
berjalan dengan optimal. Untuk mempermudah peneliti memahami, berikut
disajikan tabel seperti dibawah ini.
48
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Fokus Sub Fokus
1. Planning (perencanaan) a. Tujuan;
b. Kebijaksanaan;
c. Prosedur;
d. Rule;
e. Program;
f. Budget;
2. Organizing
(pengorganisasian)
a. Pembagian kerja;
b. Sistem kerja;
c. Penetapan dan pengelompokan kerja;
d. Tata tertib;
e. Pendelegasian wewenang;
f. Unsur-unsur dan alat-alat organisasi;
g. Penempatan kerja.
3. Actuating (pelaksanaan) a. Pengarahan tujuan;
b. Perintah kerja;
c. Dorongan dan motivasi kerja;
d. Pemecahan masalah.
4. Controlling
(pengendalian)
a. Penentuan standar-standar;
b. Pengukuran hasil;
c. Membandingkan hasil dengan standar
yang ada;
d. Evaluasi.
(Sumber: Peneliti, 2015)
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam proses
pengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam
49
penelitian disebut juga instrumen penelitian atau dengan kata lain bahwa pada
dasarnya instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur
fenomena alam atau sosial yang diamati.
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu
sendiri (human instrument). Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus
“divalidasi” seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya
terjun ke lapangan. Validitas terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi
validitas terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti dan kesiapan peneliti untuk memasuki objek
penelitian baik secara akademik maupun logistiknya. Adapun yang melakukan
validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman
terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2012:59).
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Sumber data utama atau primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan atau data sekunder seperti
dokumen, dan lain-lain. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data berupa pedoman wawancara, buku catatan, kamera
dan alat perekam (handphone).
3.6 Informan Penelitian
Penentuan informan dalam penelitian mengenai manajemen pengelolaan ini
adalah dengan menggunakan teknik purposive (bertujuan), yaitu merupakan
metode penetapan informan dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu
50
disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi informan
dalam penelitian ini antara lain peneliti muat dalam tabel berikut.
Tabel 3.2Informan Penelitian
No. KodeInforman Nama Keterangan Kategori Informan
1 I1-1 Dr.Meysuri
Wakil Direktur RSUD CilegonBagian Keuangan
Key Informan
2 I1-2 Edi Kepala Subbagian Perencanaandan Pelaporan RSUD Cilegon
Key Informan
3 I1-3 Hindun Kepala SubbagianKepegawaian RSUD Cilegon
Key Informan
4 I1-4 Tenaga Kesehatan RSUDCilegon
Key Informan
5 I1-5 TetiNurcahyati
Pegawai/Staf RSUD Cilegon Key Informan
6 I2-1 Ardiansyah, SH
Kepala SubbidangPengembangan Karir BadanKepegawaian Daerah Cilegon
Key Informan
7 I3-1 Suntani Inspektorat Kota Cilegon Key Informan8 I4-1 - Badan Pemeriksa Keuangan
Provinsi BantenSecondary Informan
(tidak bersedia diwawancara)
9 I5-1 Sulastri Pasien Rawat Inap (BPJS) Secondary Informan10 I5-2 Sukardan Pasien Rawat Inap (Non BPJS) Secondary Informan11 I5-3 Suyatno Pasien Rawat Jalan (BPJS) Secondary Informan12 I5-4 Septian Pasien Rawat Jalan (Non
BPJS)Secondary Informan
13 I5-5 Agus Masyarakat Sekitar / KeluargaPasien
Secondary Informan
14 I5-6 Fitria Masyarakat Sekitar / KeluargaPasien
Secondary Informan
(Sumber: Peneliti, 2016)
Dari tabel diatas peneliti akan menjelaskan peran informan pada penelitian ini:
1. Direktur/Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah
pembuat kebijakan mengenai pengelolaan di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon. Dalam tingkat manajemen disebut top mangement
(manajemen puncak), keahlian yang dimiliki para manajer tingkat puncak
51
adalah konseptual, artinya keahlian untuk membuat dan merumuskan
konsep untuk dilaksanakan oleh tingkatan manajer dibawahnya.
2. Kepala SubBagian Perencanaan dan Pelaporan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon adalah orang yang bertanggung jawab memastikan rencana
dan memastikan tercapainya suatu tujuan. Dalam tingkat manajemen disebut
middle management (manajemen menengah) yaitu orang yang memiliki
keahlian interpersonal/manusiawi artinya keahlian untuk berkomunikasi,
bekerja sama dan memotivasi orang lain.
3. Kepala SubBagian Kepegawaian Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
adalah orang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengadaan seleksi
calon pegawai, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian serta pemenuhan
kebutuhan pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
4. Pegawai/Staf Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah pihak
pelaksana dari segala perencanaan, yang berhadapan langsung maupun tidak
langsung dengan pasien dalam hal pelayanan.
5. Ketua Satuan Pengawas Internal adalah pihak yang mengaudit,
mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon.
6. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Cilegon adalah pihak yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pengangkatan, pemindahan serta
pemberhentian pegawai.
52
7. Kepala Badan Pengawas Daerah Kota Cilegon adalah pihak yang
mengaudit, mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
8. Kepala Badan Pengawas Keuangan Provinsi Banten adalah pihak yang
mengaudit, mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.
9. Pasien Rawat Inap, Pasien Rawat Jalan dan Masyarakat adalah sasaran dari
tujuan target rencana manjemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon dan merasakan pelayanan dari rumah sakit tersebut.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian kualitatif tidak ada istilah populasi, tetapi dinamakan
“social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu:
tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara strategis. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan dengan
responden, tetapi dinamakan dengan narasumber, atau partisipan, atau
informan. Selanjutnya teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan (Sugiyono, 2012:63). Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
53
1. Wawancara
Adapun teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam
(indepth interview) adalah data yang diperoleh terdiri dari kutipan
langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat perasaan dan
pengetahuan informan penelitian. Informan penelitian adalah orang
yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu
berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu penentuan informan yang
terdiri dari informan kunci dan informan sekunder, kriteria informan
dan pedoman wawancara disusun dengan rapih dan terlebih dahulu
dipahami peneliti. Selain itu, sebelum melakukan wawancara peneliti
juga melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian;
b. Menjelaskan alasan informan terpilih untuk diwawancarai;
c. Menjelaskan situasi atau badan yang melaksanakan;
d. Mempersiapkan pencatatan data wawancara.
Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada
informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan
serta rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur,
selanjutnya peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh
dengan cara pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam
bentuk kalimat (Nazir, 2009:200). Pada penelitian ini, peneliti
54
menggunakan wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur ini
adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya, namun pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Adapun secara garis besar, pedoman wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
Tabel 3.3
Pedoman Wawancara
No. Dimensi Sub Dimensi
1. Planning
(perencanaan)
a. Tujuan;
b. Kebijaksanaan;
c. Prosedur;
d. Rule;
e. Program;
f. Budget;
g. Metode;
h. Strategi.
2. Organizing
(pengorganisasian)
a. Pembagian kerja;
b. Sistem kerja;
c. Penetapan dan pengelompokan
kerja;
d. Tata tertib;
e. Pendelegasian wewenang;
f. Unsur-unsur dan alat-alat
organisasi;
g. Penempatan kerja.
55
3. Actuating
(pelaksanaan)
a. Pengarahan tujuan;
b. Perintah kerja;
c. Dorongan dan motivasi kerja;
d. Pemecahan masalah.
4. Controling
(pengendalian)
a. Penentuan standar-standar;
b. Pengukuran hasil;
c. Membandingkan hasil dengan
standar yang ada;
d. Evaluasi.
(Sumber: Peneliti, 2016)
2. Pengamatan/Observasi
Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang
digunakan adalah observasi/pengamatan secara terang-terangan.
dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan
terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan
penelitian sehingga mereka yang diteliti mengetahui sejak awal
sampai akhir tentang aktivitas peneliti dan juga peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari yang menjadi sumber data penelitian
sehingga diperlukan data yang akurat lengkap, tajam dan terpercaya.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan-catatan, peraturan, kebijakan, laporan-laporan.
Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,
sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
56
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2012:82). Dokumentasi dalam penelitian ini
berupa dokumen-dokumen yang mendukung penelitian menganai
manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah di Kota
Cilegon.
4. Studi Literatur/Kepustakaan
Studi literatur/kepustakaan merupakan pengumpulan data
penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi baik buku ataupun
jurnal ilmiah yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Dalam sebuah penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak
sebelum peneliti memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah
selesai di lapangan. Namun faktanya analisis data kualitatif
berlangsung selama proses pengumpulan data. Data yang terkumpul
harus diolah sedemikian rupa hingga menjadi informasi yang dapat
digunakan dalam menjawab perumusan masalah yang diteliti.
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Adapun teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif deskriptif
dari Irawan. Langkah-langkah dalam melakukan analisis data
menurut Irawan (2006:5.27) yaitu:
a) Pengumpulan data mentah
57
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data mentah misalnya
melalui wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka.
Pada tahap ini juga digunakan alat bantu yang diperlukan,
seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Catatan hasil
wawancara hanya data yang apa adanya (verbatim), tidak
dicampurkan dengan pikiran, komentar, dan sikap peneliti.
b) Transkip data
Pada tahap ini, peneliti merubah catatan dalam bentuk tulisan
(apakah itu berasal dari tape recorder atau catatan tulisan
tangan). Peneliti ketik persis seperti apa adanya (verbatim).
c) Pembuatan koding
Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang
sudah ditranskip. Pada bagian-bagian tertentu dari transkip
data tersebut akan menemukan hal-hal penting yang perlu
peneliti catat untuk proses selanjutnya. Dari hal-hal penting
tersebut nanti akan diberi kode.
d) Kategorisasi data
Pada tahap ini peneliti mulai menyederhanakan data dengan
cara “mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu
besaran yang dinamakan “kategori”.
e) Penyimpulan sementara
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan meskipun
masih bersifat sementara. Kesimpulan ini 100% harus
58
berdasarkan data dan data yang didapatkan tidak dicampur
adukkan dengan pikiran dan penafsiran peneliti.
f) Triangulasi
Triangulasi adalah proses chek and re-check antara satu
sumber data dengan sumber data lainnya. Triangulasi
dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Triangulasi teknik, dilakukan dengan cara menanyakan
hal yang sama dengan teknik yang berbeda. Bisa
dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan
dokumentasi.
2. Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara menanyakan
hal yang sama melalui sumber yang berbeda. Dalam hal
ini bisa dengan teknik informan purposif atau snowball.
3. Triangulasi waktu, dilakukan dengan cara menanyakan
hal yang sama tetapi pada berbagai kesempatan misalnya,
pada waktu pagi, siang, atau sore hari.
Dengan triangulasi data tersebut, maka dapat diketahui
apakah informan/narasumber memberikan data yang sama
atau tidak. Jika informan/narasumber memberikan data yang
berbeda maka berarti datanya belum valid. Namun dalam
penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber.
g) Penyimpulan akhir
59
Kesimpulan akhir diambil ketika peneliti sudah merasa
bahwa data peneliti sudah jenuh (saturated) dan setiap
penambahan data hanya berarti ketumpang tindihan
(redundant). Langkah-langkah dalam melakukan analisis
data menurut Irawan (2006:5.27) secara lebih jelas dapat
dilihat dalam gambar sebagai berikut yaitu:
Gambar 3.1
Proses Analisis Data
(Sumber: Irawan, 2006:5)
3.8 Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif dikenal uji keabsahan data. Adapun dalam
penelitian ini, untuk pengujian keabsahan datanya dilakukan dengan
menggunakan teknik triangulasi dan member check. Terdapat tiga macam teknik
triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
Adapun pada penelitian ini, teknik triangulasi yang peneliti gunakan adalah teknik
triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber
melalui hasil wawancara atau disebut juga dengan mewawancarai lebih dari satu
PengumpulanData Mentah
TranskipData
PembuatanKoding
KategorisasiData
PenyimpulanSementaraTriangulasiPenyimpulan
Akhir
60
informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Sedangkan
member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data agar informasi yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam
penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
3.8 Jadwal Penelitian
Berikut ini merupakan jadwal penelitian Manajemen Pengelolaan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Cilegon, peneliti sajikan pada Tabel 3.3 dibawah:
Tabel 3.3Jadwal Penelitian
KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN
61
2015 2016 2015 2016 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2018 2018
Sep–Des
Jan–Feb
Mar Apr Mei Jun Jul AgsSep-Des
Jan Jun Jul
Observasi Data
Pengumpulan
Data Awal
Pengajuan
Judul Proposal
Penyusunan
Proposal
Bimbingan
Proposal
Pengujian
Proposal
Revisi Ujian
Proposal
Analisis Data /
Turun ke
Lapangan
Penyusunan
Hasil Skripsi
Ujian Skripsi
Revisi Ujian
Skripsi
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
Sebelum diresmikan menjadi sebuah RSUD Kota Cilegon, Pemerintah
Kota Cilegon telah memiliki sebuah puskesmas yaitu Puskesmas DTP
Cilegon yang berlokasi di Jalan Raya Merak – Jombang Kali Cilegon. Pada
saat itu masih berada dalam lingkungan dan pembinaan Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang. Puskesmas pada tahun 1992 dipecah menjadi 3 (tiga)
Puskesmas:
1. Puskesmas DTP Cilegon I (Rumah Sakit Persiapan Cilegon),
berlokasi di Jalan Raya Merak Jombang Kali;
2. Puskesmas Cilegon II berlokasi di Kapling Blok C Cilegon;
3. Puskesmas Cibeber yang berlokasi di Cibeber.
Menindak lanjuti instruksi Bupati Serang tanggal 01 Mei 1996 No.
640/1053-HUK/1996 tentang Pemanfaatan Penggunaan Bangunan Rumah
Bojonegara Panggung Rawi Cilegon, yang kemudian dikembalikan fungsinya
sebagai Puskesmas DTP Cilegon. Seiring dengan perkembangan
pemerintahan administratif Cilegon berubah menjadi Kota Cilegon
berdasarkan UU No. 15 Tahun 1999 dan dengan adanya komitmen dari
Walikota Cilegon untuk memiliki Rumah Sakit sendiri, Puskesmas DTP
Cilegon I dengan ketetapan Perda No. 14 Tahun 2001 diresmikan menjadi
62
RSU Kota Cilegon pada Tanggal 27 April 2001. Ijin Operasional dan SK
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Banten No. 800/2074/KES/VII/2002
tanggal 16 Juli 2002 dengan Nomor Registrasi Depkes No. 367.20.22
tertanggal 15 Agustus 2002. Dalam pekembangannya sesuai dengan SK
Walikota No. 590/Kep.168-Kp/2001 lahan RSUD Kota Cilegon seluas 4,3 Ha
ditempatkan pada lokasi di desa Panggung Rawi (Km. 3). Sejalan dengan
berjalannya waktu, RSUD Kota Cilegon dengan SK Walikota No.
445/Kep.214-Org/2007 ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum dengan
Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit yang fleksibel, dan melalui Surat
Rekomendasi Walikota Cilegon Nomor 445/1757-Org/2007 tentang
dukungan untuk memperoleh status sebagai Rumah Sakit Kelas B Non
Pendidikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
173/MENKES/SK/II/2008 tanggal 13 Februari 2008 tentang Penetapan Kelas
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Milik Pemerintah Kota Cilegon
Propinsi Banten, maka RSUD Cilegon ditetapkan menjadi Rumah Sakit Kelas
B Non Pendidikan. Dan melalui SK Walikota Nomor 440/Kep.334-
RSUD/2008 tanggal 01 Juli 2008 tentang Pembebasan Biaya Rawat Inap
Kelas III pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon, maka
Biaya Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Cilegon dinyatakan gratis.
4.1.2 Tugas Pokok, Motto dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon
63
Tugas pokok dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah
melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta
pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan .
Motto dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah
memberikan pelayanan prima dan terjangkau .
Fungsi dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon menyelenggarakan pelayanan medis, menyelenggarakan pelayanan
penunjang medis dan non medis, menyelenggarakan pelayanan dan asuhan
keperawatan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan,
menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
4.1.3 Visi, Misi dan Strategi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon
Visi dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah menjadi
Rumah Sakit Umum pemerintah dengan pelayanan dan pendidikan kesehatan
yang terunggul di Propinsi Banten.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon memiliki beberapa misi
seperti memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu,
meningkatkan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit kelas B, meningkatkan profesional SDM Rumah Sakit melalui
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan,
menyelenggarakan program pendidikan profesi medis dan paramedis.
64
Strategi yang diterapkan dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon melalui beberapa strategi seperti sinkronisasi antara kebijakan
nasional dan daerah, meningkatkan kuantitas tenaga medis spesialistik dan
paramedis disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan,
mengembangkan, menambah dan memelihara sarana, prasarana medical
equipment terutama yang berkaitan dengan teknologi tinggi, meningkatkan
pelayanan dengan membuka spesialis/sub spesialis dan melengkapi sarana
dan prasarana secara mencukupi, peningkatan kecepatan, ketepatan,
keramahan dan efisiensi seta melakukan kerjasama dengan pelayanan
kesehatan lokal dan nasional, melakukan efisiensi dan efektifitas pelayanan
pada semua unit kerja dan unit kegiatan, melaksanakan akuntabilitas
pelayanan dengan audit medis, audit keuangan, gugus kendali mutu.
4.1.4 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon
a) Direktur
Berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota
melalui Sekretaris Daerah mempunyai tugas pokok memimpin,
merumuskan dan mengkoordinasikan kegiatan RSUD, melakukan
pembinaan dan pengarahan kegiatan RSUD serta menyelenggarakan,
mengevaluasi dan melaporkan kegiatan RSUD agar terlaksana dengan
baik, efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas pokok tesebut, Direktur
menyelenggarakan fungsi :
65
1. Perumusan kebijakan teknis operasional dan administratif di
bidang pelayanan dan penunjang pelayanan medik dan
pelayanan keperawatan di lingkungan RSUD;
2. Penyelenggaraan dan pembinaan kesekretariatan RSUD;
3. Penyelenggaraan pembinaan aparatur di lingkungan RSUD;
4. Pengkoordinasian di bidang pelayanan dan penunjang medik
serta pelayanan keperawatan dengan instansi / pihak terkait;
5. Penyelenggaraan pelaporan pertanggungjawaban (akuntabilitas)
dan kinerja RSUD.
b) Wakil Direktur Pelayanan
Berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur,
yang mempunyai tugas pokok memimpin dan merencanakan
penyusunan program dan pengendalian anggaran, mengkoordinir,
menyelenggaakan, mengawasi serta mengevaluasi kegiatan Bidang
Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan Keperawatan dan Bidang
Penunjang Pelayanan, membagi tugas dan mengatur serta memberikan
petunjuk kegiatan di Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan
Keperawatan dan Bidang Penunjang Pelayanan berjalan dengan baik,
efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Wakil Direktur
Pelayanan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyelenggaraan program kerja Wakil Direktur Pelayanan;
66
2. Penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis Wakil Direktur
Pelayanan;
3. Pengkoordinasian, pembinaan dan sinkronisasi kegiatan tiap-tiap
Bidang pada Wakil Direktur Pelayanan;
4. Penyelenggaraan pengendalian dan pengawasan di bidang
pelayanan medik, bidang pelayanan keperawataan dan bidang
penunjang pelayanan;
5. Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi terkait di bidang
pelayanan medik, bidang pelayanan keperawatan dan bidang
penunjang pelayanan;
6. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Wakil Direktur
Pelayanan.
Wakil Direktur Pelayanan, membawahkan :
1. Bidang Pelayanan Medik, membawahkan;
a. Seksi Pelayanan Medik;
b. Seksi Mutu Pelayanan Medik.
2. Bidang Pelayanan Keperawatan, membawahkan;
a. Seksi Pelayanan Keperawatan;
b. Seksi Mutu Pelayanan Keperawatan.
3. Bidang Penunjang Pelayanan, membawahkan;
a. Seksi Penunjang Medik;
b. Seksi Penunjang Non Medik.
c) Wakil Direktur dan Keuangan
67
Wakil Direktur Umum dan Keuangan berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur, yang mempunyai tugas pokok memimpin
dan merencanakan penyusunan program dan pengendalian anggaran,
mengkoordinir, menyelenggarakann, mengawasi serta mengevaluasi kegiatan
Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian Perencanaan dan Diklat, membagi
tugas mengatur serta memberian petunjuk kepada Bagian Umum, Bagian
Keuangan, dan Bagian Perencanaan dan Diklat dan memberikan laporan kepada
pimpinan sehingga kegiatan di Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian
Perencanaan dan Diklat berjalan dengan baik, efektif dan efisien dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Wakil Direktur
Umum dan Keuangan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyelenggaraan program kerja Wakil Direktur Umum dan
Keuangan;
2. Penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis Wakil Direktur Umum
dan Keuangan;
3. Pengkordinasiaan, pembinaan dan sinkronisasi kegiatan tiap-tiap
bagian pada Wakil Direktur Umum dan Keuangan;
4. Penyelenggaraan pengendalan dan pengawasan di Bidang Umum,
Keuangan dan Perencanaan dan Diklat;
5. Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di Bidang
Umum, Keuangan dan Perencanaan dan Diklat;
68
6. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Wakil Direktur Umum dan
Keuangan;
Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahkan;
1. Bagian Umum, membawahkan;
a. Sub Bagian Tata Usaha dan Humas;
b. Sub Bagian Rumah Tangga;
c. Sub Bagian Kepegawaian.
2. Bagian Keuangan;
3. Bagian Perencanaan dan Diklat.
4.2 Deskripsi Data dan Analisis Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan uraian penjelasan data yang telah didapatkan
oleh peneliti dari hasil penelitian di lapangan. Data ini didapat dari hasil
penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data-data dari hasil
wawancara, observasi maupun data dari dokumen-dokumen yang diperoleh
selama penelitian. Data yang disajikan di bawah ini adalah data yang telah
direduksi. Deskripsi data menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari
data mentah dengan menggunakan analisis yang relevan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara terus-menerus
dari sejak data awal dikumpulkan sampai dengan penelitian berakhir. Dalam
penelitian Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah di Kota
Cilegon ini, data didapat lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan orang
69
yang diwawancarai merupakan sumber data utama dalam penelitian. Sumber
data utama ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan
tertulis dan melalui alat perekam yang terdapat di dalam handphone yang
digunakan selama wawancara berlangsung.
Selain wawancara dan observasi peneliti juga menggunakan data dari
hasil dokumentasi. Dokumentasi yang peneliti ambil pada saat peneliti
mengadakan pengamatan ke RSUD Kota Cilegon yang menjadi informan
dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan data berupa foto adalah
karena foto cukup berharga untuk dapat membantu menganalisis suatu objek
yang sedang diteliti. Selain itu juga foto dapat membantu untuk membuktikan
bahwa peneliti turun ke lapangan.
Selanjutnya metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, di
mana data yang diperoleh berupa deskripif yang berbentuk kata dan kalimat
yang telah dikembangkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah model analisis data
Irawan Prasetya yang terdiri dari 1) pengumpulan data mentah, misalnya
melalui wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka; 2) transkip data,
yaitu merubah catatan dalam bentuk tulisan sesuai dengan apa yang ada; 3)
pembuatan koding, yaitu pemilihan, merangkum dan memfokuskan pada hal-
hal yang penting; 4) kategorisasi data, yaitu peneyederhanaan data dengan
cara mengikat konsep-konsep kunci; 5) penyimpulan sementara, yaitu
pengambilan kesimpulan sementara; 6) triangulasi, yaitu proses check and re-
check pada beberapa sumber; 7) penyimpulan akhir, kesimpulan yang diambil
70
ketika data penelitian memang sudah jenuh, secara lebih jelas dapat dilihat
dalam gambar sebagai berikut yaitu:
Gambar 4.1Proses Analisis Data
4.2.2 Data Informan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive yang
merupakan metode penentuan informan dengan berdasarkan pada kriteria
tertentu dan disesuaikan dengan jenis infomasi yang dibutuhkan. Penentuan
informan penelitian ini merupakan narasumber yang memang berkaitan
langsung dalam kesehariannya dalam objek penelitian. Berikut adalah daftar
informan penelitian setelah melakukan observasi.
Tabel 4.1
Data Informan Penelitian Setelah Observasi
No. KodeInforman Nama Keterangan
KategoriInforman
1 I1-1 Dr. Meysuri Wakil Direktur RSUDCilegon Bagian Keuangan
Key Informan
2 I1-2 Edi Kepala SubbagianPerencanaan danPelaporan RSUD Cilegon
Key Informan
3 I1-3 Hindun Kepala SubbagianKepegawaian RSUDCilegon
Key Informan
4 I1-4 Tenaga Kesehatan RSUDCilegon
Key Informan
PengumpulanData Mentah
TranskipData
PembuatanKoding
KategorisasiData
PenyimpulanSementaraTriangulasiPenyimpulan
Akhir
71
5 I1-5 Teti Nurcahyati Pegawai/Staf RSUDCilegon
Key Informan
6 I2-1 Ardiansyah, SH Kepala SubbidangPengembangan KarirBadan KepegawaianDaerah Cilegon
Key Informan
7 I3-1 Suntani Inspektorat Kota Cilegon Key Informan8 I4-1 - Badan Pemeriksa
Keuangan Provinsi BantenSecondaryInforman
(tidak bersediadi wawancara)
9 I5-1 Sulastri Pasien Rawat Inap (BPJS) SecondaryInforman
10 I5-2 Sukardan Pasien Rawat Inap (NonBPJS)
SecondaryInforman
11 I5-3 Suyatno Pasien Rawat Jalan (BPJS) SecondaryInforman
12 I5-4 Septian Pasien Rawat Jalan (NonBPJS)
SecondaryInforman
13 I5-5 Agus Masyarakat Sekitar /Keluarga Pasien
SecondaryInforman
14 I5-6 Fitria Masyarakat Sekitar /Keluarga Pasien
SecondaryInforman
(Peneliti, 2017)
Pembahasan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan. Untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan rumah sakit
umum daerah di Kota Cilegon, menggunakan teori fungsi manajemen dari G.R
Terry (2008:17) di mana dalam teori ini memberikan tolak ukur atas komponen-
komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan manajemen
pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu:
1. Planning (perencanaan);
2. Organizing (pengorganisasian);
3. Actuating (pelaksanaan);
4. Controlling (pengawasan).
72
4.3.1 Perencanaan / planning
Perencanaan / planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup
kegiatan pengambilan keputusan karena termasuk pemilihan alternatif-
alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi
dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan
untuk masa mendatang (Terry, 2008:17).
Setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan perlu perencanan
yang matang sesuai dengan tujuannya. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan
tujuan apa yang ingin dicapai pada masing-masing organisasi. Perencanaan
yang baik adalah yang memiliki manfaat tidak hanya untuk organisasinya saja
tetapi juga mempunyai outcome terhadap masyarakat.
Dalam manajemen pengelolaan rumah sakit, sudah seharusnya
memiliki perencanaan yang matang dan baik karena tujuan utama
didirikannya Rumah Sakit adalah untuk melaksanakan kegiatan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti mecoba menanyakan
bagaimana cara pengambilan keputusan dalam setiap perencanaan yang
dibuat. Hal ini kemudian dijelaskan oleh informan I1-1;
“Dari bawah dong. Nah dari bawah , dari unit, instalasi gitu, daripelayanan itu dari smr, smr itu seperti apa unit juga tapi dari dokter-dokter spesialisnya, misalnya bagian dari bagian radiologi langsung kebidang penunjang, dari bidang penunjang baru nanti ke perencanaan.Begitu juga yang lainnya, dari unit, instalasi kemudian unit-unitinstalasi itu berkoordinasi di bidang apa, misalnya iprss, kemudiansanitasi, kalau itu di penunjang. Unit-unit itu kalau mengajukananggaran atau perencanaan ke depan berkoordinasi dengan bidang
73
yang terkait, yang berkoordinasi dengan mereka, misalnya kaloinstalasi, lab laboratorium itu juga ke penunjang. Kalau misalnyabagian rawat jalan, rawat inap ke bidangnya gitu, instalasinya ya kankoordinasinya dengan pelayanan medis, nah nanti pelayanan medisyang mengajukan kesini, gitu, ke perencanaan. Dari perencanaandirekap semuanya untuk menjadi suatu rencana ya, karna kan renstrarancangan yang untuk lima tahunan itu. Karna kita juga, rumah sakitudah BLU juga antara renstra sama rba, rencana anggarannya punharus matching, misalnya pelayanan dengan banyak spesialis yangbertambah gitu, oh dokter kita berkurang gitu dan di pelayanan itupasiennya banyak berarti kekurangan poliklinik. Nah itu diusulkan tuhdari bidang pelayanan, dari instalasinya ke bidang pelayanan, daribidang pelayanan ke wadir pelayanannya kemudian ke pak direktur,dari pak direktur turun lagi ke saya, saya baru ke bidang perencanaan,untuk direncanakan untuk anggaran tahun depan”
Gambar 4.2
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Pengambilan Keputusan
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pengambilan
keputusan di "rumah sakit daerah Kota Cilegon diambil bottom up bukan dari top
down, sehingga segala perencanaan yang nantinya akan dibuat dan dituangkan
dalam rencana stragis rumah sakit dapat sesuai dengan kebutuhan yang ada,
kemudian hal ini dipertegas oleh informan I1-2;
Direktur
Wadir Umum danKepegawaian
BagianPerencanaan
unit-unit /instalasi
Bagian Keuangan
unit-unit /instalasi
Wadir Pelayanan
Bagian Pelayanan
unit-unit/instalasi
74
“Sistemnya ya bawah ke atas, bottom up, jadi gini, perencanaan itusetiap tahunnya mengumpulkan teman-teman terutama PPTK yangakan mengerjakan apa nih kerjanya. Karna kita kan ada duakegiatannya yang satu rutin, yang satu pengerjaannya dalam waktutertentu, itu anggarannya bisa dari apbd, dari apbn, kemudianswakelola jadi kita kumpulkan mereka, mereka maunya kegiatan apa,kemudian mengajukan, jadi tiap tahun itu mereka seperti tahun inimisalnya itu mereka sudah mengajukan kegiatan yang akandilaksanakan di tahun ini. Seperti misalnya alhamdulillah tahun inidapat bantuan dari apbn ya, kita khususkan untuk pengadaan alatkesehatan”
Dari hasil wawancara di atas dengan infoman I1-2 dapat dianalisis bahwa
pengambilan keputusan yang dibuat oleh rumah sakit daerah umum daerah kota
cilegon diambil dari bawah ke atas (bottom up), setiap tahun rumah sakit daerah
kota cilegon menyusun rencana dengan melakukan kordinasi dengan PPTK yang
ada yang kemudian adan dituangkan dalam perencanaan rumah sakit daerah kota
cilegon.
Dari dua hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pengambilan
keputusan dalam hal perencanaan dibuat melalaui usulan-usulan bottom
manajement, seperti usulan – usulan dari tenaga medis, satff – staaf yang nantinya
akan dikordinasikan kepada kepala bagian atau PPTK yang ada dirumah sakit
daerah kota cilegon lalu di serahkan kebagian perencanaan yang kemudian akan
disusun untuk dijadikan perencaan rumah sakit di tahun berikutnya.
75
Gambar 4.3Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Kemudian peneliti mencoba menanyakan apakah tujuan dibangunya
pembangunan tampak muka depan rumah sakit?, pembangunan tampak muka
depan rumah sakit yang dirasa oleh beberapa orang untuk saat ini belum terlalu
dibutuhkan dan bukan hal yang mendesak, mengakibatkan pro dan kontra yang
terjadi di sekitar rumah sakit. Kurangnya manfaat atau outcome yang dirasakan
masyarakat dengan adanya tampak muka depan rumah sakit ini. Dijelaskan oleh
I1-1 seperti berikut:
“Nah itu sekalian. Dibawahnya tampak muka, lantai 1 lantai 2nya itupoliklinik. Jadi nanti seperti ada gerbang, kemudian nurse station,report-report disitu, kemudian banyaklah. Di atas itu poli apa saja, dilantai 3 nya itu poli apa saja. Karna memang kita itu apa ya denganpenigkatan kunjungan rumah sakit semakin banyak. Kalo dulu kantidak, nah sementara gedungnya ini untuk ruang perkantoran ini. Jadinanti poli-poli sudah pindah kesana dan mungkin lantai 2 kita pakeuntuk rung perkantoran. Memang kita gak ada lobbyiya tidak ada
76
tampak mukanya. Karna wmemang dulu itu rumah sakit iniberkembang, tambal sulam, tambah tambah tambah jadiberkembang. Mungkin tadinya berprediksi 10 tahun lagi masihcukup ternyata diluar itu ada kebijakan yang memang mau tidak maukita harus siap, tampak depan itu sebagai identitas rumah sakit ininanti”
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pembangunan tampak
depan juga dibarengi dengan pembangunan gedung poliklinik, karena
perkembangan rumah sakit yang begitu cepat membutuhkan identitas agar rumah
sakit daerah kota cilegon dapat dikenal dan diketahui oleh masyarakat daerah kota
cilegon dengan mudah., hal ini diperkuat oleh informan I1-2 seperti berikut:
“Membangun tampak depan, kita kan belum punya depan ini, masihkaya kumuh gitu ngeliatnya, setidaknyaknya kita punya mukalah, ohrumah sakit cilegon sekarang jadi kaya gini, kaya di serang jg kan adamukanya gt, depannya bagus, sebenernya hanya utk mencirikan saja”
Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat dianalisis
bahwa pembangunan tampak depan rumah sakit daerah kota Cilegon dibangun
agar tidak terlihat kumuh dan terlihat bagus, juga sebagai ciri atau identitas bagi
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon itu sendiri. Kemudian penliti
menayakan seberapa pentingkah pembangunan tampak depan rumah sakit,
menurut Informan I1-1,
77
“Itu untuk khas kita ya, sama kayak halnya rumah sakit - rumah sakitlainnya punya tampak muka depan juga”
Dari hasil wawancara dengan informan di atas dapat diketahui bahwa
pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon dibuat untuk
membuat ciri atau khas sendiri bagi Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon sama
seperti halnya rumah sakit lain di daerah banten memilik ciri khas atau tanda
tersendiri. Hal ini dipertegas oleh informan I1-2;
“Sebenarnya hanya untuk mencirikan saja kalau ini tuh adalah rumah sakitumum daerah kota cilegon”
Dari hasil wawancara penelitian dengan informan I1-2 dapat dianalisis
bahwa tujuan utama didirikannya bangunan tampak depan Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon untuk membuat ciri atau tanda tersendiri bagi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Cilegon, agar mudah dikenali khususnya oleh masyarakat
Kota Cilegon itu sendiri.
Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas mengenai
pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon dapat
disimpulkan bahwa pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota
Cilegon hanya untuk membuat tanda atau ciri tersendiri bagi Rumah Sakit Daerah
Kot Cilegon, manfaat bagi proses pelayanan dirumah sakit adalah untuk
memudahkan masyarakat Kota Cilegon mengenali Rumah Sakit Daerah Umum
Kota Cilegon.
Setelah proses pengambilan keputusan dalam menetapkan perencanaan
dalam rumah sakit umum daerah Kota Cilegon kemudian peneliti menanyakan,
78
adakah program yang telah disusun namun belum terlaksanakan atau mendapat
hambatan, hal ini dijelas oleh informan I1-1;
“Cuma pembangunan tampak muka depan rumah sakit saja sih”
Menurut informan penelitian di atas pada program rumah sakit umum
daerah Kota Cilegon yang belum terlaksana adalah pemebangunan tampak muka
depan rumah sakit, kemudian peneliti menanyakan kepada informan lain terkait
program yang belum terlaksana, hal ini dijelaskan oleh informan I1-2;
“Untuk tahun ini baru pembangunan tampak muka depan rumah sakit ajasih”
Dari wawancara dengan informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa
perencanaan yang belum terlaksana atau memiliki hambatan adalah pembangun
tampak depan rumah sakit daerah Kota Cilegon. Kemudian peneliti menanyakan
hambatan apa yang terjadi dalam proses pembangunan tampak depan rumah sakit,
hal ini dijelasakan oleh informan I1-1;
“Karena belum menemukan saja siapa yang mau mengerjakan”
Dari hasil informan di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang terjadi
dikarenakan belum menemukan pekerja pembangunan tampak depan rumah sakit
daerah Kota Cilegon, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada proses lelang
yang harus dilalui, dalam hal ini rumah sakit umum daerah kota cilegon belum
menemuka pihak ketiga yang sesuai dengan kriteria pembangunan tampak depan
rumah sakit daerah Kota Cilegon. Hal ini diperjelas oleh Informan I1-2;
“Belum ada pihak ketiga yang sesuai dengan ketentuan kita ya, yang kitaminta”
79
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pelaksanaan
pembangunan terkendala karena belum adanya pihak ketiga yang sesuai kriteria
untuk membangun tampak depan rumah sakit daerah Kota Cilegon. Sudah
seharusnya dalam proses pengadaan barang dan jasa unit layanan pelelangan
memilah-milah siapa yang akan menjadi pemenang, agar mendapat hasil yang
terbaik.
Dari hasil wawancara di atas mengenai perencanaan yang belum
terlaksana dan hambatan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan perencanaan
adalah pembangun tampak depan rumah sakit umum daerah Kota cilegon karena
belum ditentukanya pemenang lelang proses pengadaan barang dan jasa
pembangunan tampak depan rumah sakit daerah Kota cilegon. Dalam hal ini
rumah sakit daerah Kota Cilegon sebagai unit layanan pelelangan harus berhati-
hati dalam memilih siapa yang akan mendapatkan lelang tersebut agar pada
pelaksanaanya nanti dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
sebelumnya.
Dalam menetapkan perencanaan kerja manajemen perlu menentukan
tujuanya secara jelas dan logis, perencanaan meliputi tindakan memilih atau
merumuskan aktifitas-aktifitas yang yang diusulkan yang dianggap perlu untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Penentuan rencana kerja ini dibatasi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah anggaran, penyusunan anggaran merupakan
faktor penting yang harus dibahas secara matang dan penerapanya harus optimal.
Terkait masalah anggaran peneliti mencoba menanyakan dari mana sumber
anggaran rumah sakit. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;
80
“Anggaran rumah sakit itu dari APBD Kota Cilegon dan APBN”
Kemudian ditambahkan oleh I1-2;
“Bisa dari APBD dan APBN”
Dari hasil wawancara dengan dua informan penelitian di atas dapat
diketahui bahwa sumber anggaran rumah sakit untuk mendukung perencanaan
yang telah disusun oleh rumah sakit bersumber dari APBD Kota Cilegon dan dari
APBN. Kemudian bagaimana agar anggaran yang ada dapat terserap secara efektif
dan efisien, dijelaskan oleh I1-1;
“Pelaksanaannya harus sesuai dengan program-program yang sudahkita rencanakan sebelumnya”
Menurut hasil wawancara dengan I1-1 agar anggaran yang ada dapat
terserap secara efektif dan efisien pelaksanaan penggunaan anggaran harus sesuai
dengan program-program yang sudah direncanakan sebelumnya, atinya anggaran
yang tersedia tidak boleh digunakan untuk kegiatan lain. Pertanyaan yang sama
peneliti berikan kepada informan lain, dijawab oleh I1-2;
“Ya biar terserap kita harus sesuai dengan apa yang kita inginkan dankita butuhkan, keinginan sama kebutuhan kan beda ya, misalkeinginan itu kita ingin mempercantik ruangan, memperindah ruanganitukan keinginan ya, kalo kebutuhan itu seperti ada salah satu ruang ygkurang komputernya maka akan kita sediakan, nah itu kebutuhannamanya, nanti kita tulis, kita rencanakan, ntar kita tuangkan diperencanaan untuk ke depannya gitu”
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis agar anggara dapat terserap
secara efektif dan efisien pihak manajemen sebagai pengguna anggaran harus
menyusun anggaran sesuai dengan kebutuh yang ada dirumah sakit bukan
menggunakan anggaran sesuai dengan keinginan manajemen, kebutuhan-
kebutuhan rumah sakit itu kemudian disususn dalam rencana kerja rumah sakit.
81
Dengan penyusunan anggaran usaha-usaha manajemen pengelolaan rumah
sakit akan banyak berhasil apabila ditunjang dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang terarah dan peencanaan yang matang. Manajemen yang berkencendurangan
memandang kedepan akan akan selalu memikirkan apa yang mungkin dilakukan
dimasa yang akan datang. Sehingga dalam pelaksanaanya, manajemen ini tinggal
berpegang pada semua rencana yang telah disusun sebelumnya.
`Banyaknya kebutuhan dan keinginan tidak sepenuhnya dapat terpenuhi
sehingga pihak manajemen pengelola harus dapat memilah-milah antara
kebutuhan yang menjadi prioritas utama dan kebutuhan lain. Didalam rumah sakit
daerah Kota Cilegon terdapat Satuan Pengawas Internal (SPI) yang ditunjuk oleh
Direktur Rumah Sakit untuk melaksanakan penilaian terhadap sistem pengelolaan
dan pengawasan secara efektif dan efisien, dalam hal pembangunan tampak muka
depan rumah sakit sudah seharusnya manajemen rumah sakit melakukan
komunikasi dengan satuan pengawas internal (SPI) agar kegiatan sistem
pengelolaan rumah sakit dapat diawasi secara efektif dan efisien untuk
menghasilkan kegiatan pengelolaan yang baik dan benar. Terkait hal ini peneliti
menanyakan apakah Satuan Pengawas Internal (SPI) mengetahui perencaan
tampak muka depan rumah sakit, dijelaskan oleh I1-8;
“Mestinya tau, jadi ada tembusan mereka melaporkan juga mulai dariperencanaan sampai tatanan pekerja, tapi untuk sekarang ini belumada laporan, bangunan tampak depan belum ada tembusan ke spianggaran aja belum tau. Normalnya sih spi tahu, nanti juga adatembusanya ke spi”
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa tidak terjalin
komunikasi yang baik antara pihak manajemen rumah sakit dengan Satuan
82
Pengawas Internal (SPI), dalam kegiatan perencanaan tampak muka depan rumah
sakit Satuan Pengawas Internal (SPI) belum menerima laporan perencanaan
bangunan tampak muka depan rumah sakit, seharusnya Satuan Pengawas Internal
mendapat laporan perencanaan tampak muka depan rumah sakit dari manajem
rumah sakit agar Satuan Internal Rumah sakit dapat melakukan penilaian dan
pengawasan mengenai bangunan tampak muka rumah sakit.
4.3.2 Pengorganisasian / organizing
Pengorganisasian / organizing merupakan kegiatan dasar dari manajemen
dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan
termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan sukses.
Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui pengorganisasian manusia
dapat di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan (Terry, 2008:73).
Di dalam setiap kegiatan organisasi, pengorganisasian melahirkan peranan
kerja dalam struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja
sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Pengorganisasian juga dapat diartikan untuk mengumpulkan orang - orang
dan menempatkan mereka menurut keahlian pekerjaan dan latar belakang
pendidikan dalam pekerjaan yang sudah direncanakan.
Keberhasilan manajemen pengelolaan suatu organisasi sangat
tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Salah
satunya adalah sumber daya manusia yang sangat menentukan suatu keberhasilan
organisasi tersebut, selain itu sumber daya finansial dan sumber daya waktu juga
sangat berperan dalam keberhasilan manajemen pengelolaan. Dari hal tersebut
83
peneliti menanyakan bagaimana penerapan sistem pembagian kerja dalam Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Cilegon?, pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;
“Untuk manajemen kerjanya reguler senin sampai sabtu, sabtusetangah hari sampai jam 12, untuk tenaga medis dan pelayanandibagi menjadi 3 shift (pagi, siang, malam)”
Dari hasil wawancara penelitian di atas diketahui bahwa dalam RSUD
Kota Cilegon sistem kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu untuk manajemen
kerja reguler senin sampai dengan sabtu sedangkan untuk tenaga medis bekerja
sesuai dengan shif, shift tersebut dibagi menjadi tiga yaitu pagi, siang dan malam.
Pertanyaan serupa peneliti tanyakan kepada I1-5;
“Kalo di rs khususnya ruang bersalin kerja team, shift pagi siang danmalam, dalam satu shift ada ketua teamnya”
Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis untuk tenaga medis
bekerja dalam tiga shift (pagi, siang, dan malam), utuk setiap shift di kepalai
oleh ketua shift yaitu kepala perawat. Yang nantinya akan berkordinasi
dengan kepala ruang untuk membagi tugas kerja dalam masing-masing
setiap shiftnya. Hal ini ditambahkan oleh I1-6;
“Dibagi per shift ya kalo untuk suster, dalam 1 hari 3 shift, Sistemkerjanya kita per shift itu dari jam 7 pagi smapai 2 siang, dari jam 2 –21, malam dari jam 21 – 7 pagi”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa dalam
satu hari kerja untuk tenaga medis dibagi dalam tiga shift kerja, pagi mulai
dari 07.00 sampai dengan 14.00, siang mulai dari 14.00 sampai dengan
21.00, dan malam mulai pukul 21.00 sampai dengan 07.00. Pertanyaan
wawancara ini kemudian diperkuat oleh I1-7;
84
“Sistem pembagian kerjanya sesuai dengan peraturan dari RSUD,untuk manajemen bekerja secara reguler senin sampai dengan sabtu”
Dari wawancara penelitian di atas untuk pegawai manajemen sistem
kerjanya secara reguler, manajemen bekerja dari hari senin sampai dengan
hari sabtu secara reguler. Dari beberapa hasil wawancara penelitian di atas
dapat disimpulkan bahwa penerapan dan pemagian sistem kerja di RSUD
Kota Cilegon dibagi kedalam dua kelompok kerja yaitu untuk manajemen
bekerja secara reguler senin sampai dengan sabtu sedangkan untuk tenaga
medis bekerja dalam shift yaitu shift pagi, siang, dan malam. Kemudian
peneliti menanyakan adakah aturan khusus yang mengatur sistem kerja
seluruh pegawai?, pertanyaan wawancara ini dijawab oleh, I3-1;
“Ya tentu ada. Pegawai kita kan beda-beda ya, ada yang PNS, BLUDdan TKK, nah kalo PNS itu udh diatur sama pusat jadi kita tinggalsesuaikan saja, kalau BLUD karna kita yang rekrut, kita yangberwenang degan mereka, aturan-aturan kita yang buat, kalau TKK itudari pemda kota cilegon”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa aturan
yang mengatur sistem kerja RSUD Kota Cilegon disesuaikan terlebih dahulu
dari mana asal pegawai kemudian nanti aturannya disesuaikan oleh RSUD
Kota Cilegon agar terjadi sinkronisai sehingga tidak menyebabkan tumpang
tindih aturan dalam bekerja dilingkungan RSUD Kota Cilegon. Pertanyaan
serupa peneliti berikan kepada I1-4;
“Ada, diatur sama peraturan pemerintah dan direktur”
Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas
peraturan yang mengatur sistem kerja pegawai RSUD Kota Cilegon didasari
oleh peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan peraturan yang dibuat
85
direktur, peraturan tersebut kemudian di sinkronisasikan yang kemudian di
susun oleh bagian kepegawaian untuk mengatur sistem kerja pegawai
RSUD Kota Cilegon. Hal ini ditambahkan oleh I1-5;
“Ada, itu yang atur dari atas”
Menurut informan penelitian di atas ketentuan yang mengatur sistem
kerja seluruh pegawai RSUD Kota Cilegon sudah ditetapkan oleh top
management¸ sebelum pegawai bekerja di RSUD Kota Cilegon pegawai
diberikan aturan-aturan yang mengatur sistem kerjanya yang nantinya harus
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan tersebut.
Pernyataan ini diperkuat oleh I1-6;
“Ada, yang menentukan bagian kepegawaian yang di sahkanoleh direktur”
Dari hasil wawancara penelitian di atas peraturan yang mengatur
bagaimana sistem kerja RSUD Kota Cilegon adalah bagian kepegawaian
yang kemudian disahkan oleh Direktur RSUD, setiap pegawai yang ada di
RSUD Kota Cilegon harus mengikuti peraturan tersebut, baik pihak
manajemen ataupun tenaga medis. Kemudian ditambahkan oleh I1-7;
“Ada dong, yang menentukan sudah dari kepegawaian sini”
Dari jawaban wawancara penelitian di atas sistem kerja di RSUD
Kota Cilegon diatur oleh bagaian kepegawaian, bagian kepegewaian RSUD
Kota Cilegon bertugas untuk menyeleksi kriteria pegawai yang dibutuhkan
oleh RSUD kemudian mengatur sistem kerja pegawainya, pegawai yang
masuk dalam bagian RSUD Kota Cilegon harus menaati peraturan yang
telah dibuat tersebut.
86
Dari hasil wawancara penelitian mengenai peraturan yang mengatur
sistem kerja di RSUD Kota Cilegon dapat disimpulkan bahwa, sistem kerja
yang ada dibuat dari latar belakang penerimaan pegawai (PNS, BLUD, dan
TKK), dari latar belakang penerimaan pegawai tersebut pihak kepegawaian
menyusun aturan yang mengatur sistem kerja SDM RSUD, aturan tersebut
harus sesuai dengan kebutuhan RSUD Kota Cilegon dan juga harus terjadi
sinkronisasi dengan peraturan pemerintah, agar tidak terjadi tumpang tindih
peraturan. Kemudian peneliti menanyakan Adakah kendala atau hambatan
dalam menerapkan sistem kerja tersebut?. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;
“Sejauh ini tidak ada. Pegawai yang bekerja harus taat dengan
peraturan yang ada”
Menurut informan penelitian di atas tidak ada kendala yang dihadapi
dalam mengimplementasikan peraturan yang telah dibuat, seluruh pegawai
yang ada di RSUD Kota Cilegon harus taat pada peraturan tersebut, karena
peraturan tersebut menjadi kewajiban yang harus di penuhi oleh pegawai.
Pertanyaan serupa peneliti berikan kepada informan lain, I1-4;
“Tidak ada, harus dijalankan karena itu sudah menjadi tanggungjawab saya”
Menurut informan penelitian di atas tidak ada masalah dalam
menjalankan peraturan yang dibuat oleh RSUD Kota Cilegon, informan
penelitian di atas mengerti bahwa peraturan yang telah ada merupakan
tanggung jawab pekerjaanya. Kemudian ditambahkan oleh I1-5;
“Belum ada masalah sih, peraturanya kan harus ditaati selama tidakbertentangan dengan kode etik”
87
Menurut informan penelitian di atas belum ada masalah yang
dialami dalam pengimplementasian peraturan sistem kerja pegawai di
RSUD Kota Cilegon, peraturan yang ada dapat ditaati oleh pegawai selama
tidak melanggar kode etik pekerjaan. Jawaban penelitian di atas diperkuat
oleh I1-6;
“Sepertinya tidak ada masalah, saya sudah mengerti peraturantersebut jadi mau tidak mau harus dijalankan dengan baik kalaumasih mau kerja disini”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tidak
terjadi masalah dalam pengimplementasian peraturan sitem kerja di RSUD
Kota Cilegon, informan penelitian di atas sudah mengerti peraturan yang
ada harus ditaati dan di implementasikan oleh pegawai. Ditambahkan oleh
I1-7;
“Tidak ada, kita harus taat dengan peraturan tersebut”
Menurut informan penelitian di atas tidak ada masalah dengan
peraturan sistem kerja di RSUD Kota Cilegon, peraturan yang ada menjadi
patokan dalam bekerja jadi peraturan tersebut harus ditaati. Dari beberapa
hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan
sistem kerja di RSUD Kota Cilegon tidak memiliki hambatan atau kendala
dalam pengimplementasianya pegawai yang ada di RSUD Kota Cilegon
sudah mengerti bahwa peraturan yang ada adalah tanggung jawaban
pekerjaanya, selama peraturan yang ada tidak menyalahi kode etik atau
merugikan pegawai peraturan tersebut akan di taati dan di implementasikan
dengan baik oleh pegawai RSUD Kota Cilegon.
88
Kemudian peneliti menanyakan bagimana proses penetapan dan
pengelompokan kerja di RSUD Kota Cilegon, dalam kegiatan
pengorganisasian penetapan dan pengelompokan kerja harus di tentukan
oleh manajemen agar kebutuhan sumber daya dapat tercukupi dan tepat
dalam melayani pasien di RSUD Kota Cilegon, hal ini dijawab oleh I1-3;
“Ya sesuai dengan latar belakang pendidikan ya, jadi kalo dokterya kita tempatin untuk bagian tenaga medis, apoteker bagianapotek, dan sebagainya”
Menurut informan penelitian di atas penetapan kerja di bagi sesuai
dengan latar belakang pendidikannya agar terselenggaranya kegiatan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan berkualitas. Penetapan dan pengelompokan kerja
tersebut dapat dilihat pada tabel dibwah ini:
89
NO PNS TKK PTT THLHonor /
BLUOutsorcing JUMLAH
Sruktural 3 - - - - - 3Fungsional 24 - - - 10 - 34Gigi 2 - - - - - 2Struktural 1 - - - - - 1Fungsional 45 - - - 8 - 53
Kesehatan Masyarakat 8 - - - - - 81. Komputer 1 - - - 2 - 32. Ekonomi 11 - - - 2 - 133. Hukum 2 - - - - - 24. Mesin - - - - - - 05. Sains Terapan 3 - - - - - 36. Psikologi - - - - - - 07. Adm. Negara 2 - - - 1 - 38. Farmasi - - - - - - 09. Gizi 3 - - - - - 310. Agama - - - - - - 011. Kimia 1 - - - - - 112. Elektro 2 - - - - - 213. Politik 1 - - - - - 114. Komunikasi 1 - - - - - 1
Dokter Spesialis - - - - - 01. Penyakit Dalam 4 - - - - - 42. Anak 4 - - - - - 43. Bedah 2 - - - - - 24. Bedah Ortopedi 1 - - - 1 - 25. Kulit Kelamin - - - - 1 - 16. Syaraf 1 - - - - - 17. Mata 1 - - - 1 - 28. Obgyn 2 - - - 1 - 39. Radiologi 2 - - - - - 210. Patologi Klinik 2 - - - - - 211. Anastesi 3 - - - - - 312. Bedah Mulut - - - - - - 013. Prostotodontia 1 - - - - - 114. THT 2 - - - - - 215. Jantung 1 - - - - - 116. Paru 1 - - - 1 - 217. Psikiatri - - - - - - 0
Struktural 1 - - - - - 1Fungsional 7 - - - - - 7
MARS 1 - - - - - 1M.Kes 2 - - - - - 2M.M 7 - - - - - 7MS 1 - - - - - 1M.Si 4 - - - - - 4MKM 3 - - - - - 3M.H.Kes 1 - - - - - 1
Fungsional 132 - - - 65 - 197Sruktural 1 - - - - - 1Fungsional 3 - - - - - 3Struktural 1 - - - - - 1Fungsional 26 - - - 13 - 39Struktural - - - - - - 0
6 - - - - - - 07 4 - - - 1 - 58 8 - - - - - 89 8 - - - - - 8
10 9 - - - - - 911 5 1 - - - - 6
Fungsional 5 - - - - - 5Struktural 1 - - - - - 1
13 5 - - - - - 5D.III 4 - - - - - 4SLTA 1 - - - - - 1
15 2 - - - - - 216 15 - - - 5 - 2017 3 - - - - - 318 1 - - - - - 119 1 - - - 5 - 620 2 - - - 1 - 321 1 - - - - - 122 1 - - - - - 123 - 1 - - - - 124 - - - - - - 025 - - - - - - 026 2 - - - - - 227 Fungsional 9 - - - 1 - 10
Struktural 1 - - - - - 128 16 3 - 10 55 21 10529 5 - - - 3 - 830 3 - - - 2 - 531 5 - - 6 1 - 1232 2 - - - 4 - 6
446 5 0 16 184 21 672
672
DATA PEGAWAI MENURUT JENJANG PENDIDIKANRSUD KOTA CILEGON PER 2015
JUMLAH KESELURUHAN
J U M L A H T O T A L
HiperkesAkademi Analisis KesehatanAkademi Teknik Gigi / ATG /AKG
Infokes / Rekam MedisAkademi Kes. Lingkungan
D.III Kesejahteraan SosialD.III Rumah SakitD.III AkuntansiD.III KomputerManajemen Perkantoran
SMF / SAA
AnestesiD1. Kebidanan
AKBID
SPK
AKPER
ATEMAkademi Fisioterapi / AKFIS / T. WicaraAkademi Teknik Rontgent / ATROAkademi Farmasi / AKFARAkademi Gizi / AKZI
Sekolah Pendidikan Rawat Gigi / SPRGSekolah Menengah Analis Kimia / SMAKSekolah Menengah Analis Kes / SMAKD.III Manajemen Farmasi
SDSMPSTMSMK / SMEASMU / SMA
S1
S2
1
2
NAMA PENDIDIKAN
Kedokteran
Keperawatan
Umum
Apoteker
12
14
5
4
3
90
Kemudian pertanyaan yang sama peneliti tanyakan kepada kepada
tenaga medis dan staff RSUD Kota Cilegon, I1-4;
“Karna saya dokter umum jadi di tempatkan di pelayanan umum,dalam satu hari ada tiga shift”
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa penetapan
kerja sudah sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dalam satu hari
dibagi tiga kelompok kerja (tiga shift), pernyataan di atas kemduian
ditambahkan oleh tenaga medis lainya, seperti pernyataan I1-5;
“Dalam satu shift ada ketua teamnya, ada anggota juga, dalam 1hari ada 3 shift, jadi bergantian kerjanya”
Dari hasil wawancara penelitian di atas diketahui bahwa dalam
satu hari kerja dibagi dalam tiga kelompok kerja (tiga shift), masing-masing
shift terdapat ketua teamnya dan anggotanya agar tercipta kordinasi yang
baik. Kemudian ditambahkan oleh I1-6;
“Itu sudah diatur oleh kepala ruang dan kordinasi dengan kepalaperawat”
Dari wawancara penelitian di atas pembagian atau pengelompokan
kerja diatur atau dibagi oleh kepala ruangan dengan cara berkordinasi
dengan kepala perawat maksudnya tenaga medis yang sedang bekerja dalam
satu shift tugas kerjanya diarahkan oleh kepala ruangan untuk melayani
pasien yang ada. Pertanyaan ini kemudian dipertegas oleh I1-7;
“Sistem pengelompokan kerja dibagi beberapa kerja sesuai denganketetapan surat keputusan direktur, untuk staff mulai pukul 07.00s/d 14.00 dan dibagi dalam 3 shift untuk tenaga medis”
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengelompokan
kerja sudah ditetapkan oleh direktur pengelompokan kerja dibagi menjadi 2,
91
untuk staff jam kerja ulai pukul 07.00 s/d 14.00 dan untuk tenaga medis tiga
shift (pagi,siang dan malam).
Dari beberapa hasil wawancara di atas terkait penetapan dan
pengelempokan kerja dapat diketahui bahwa penetapan kerja diatur oleh
surat keputusan direktur RSUD Kota Cilegon, dalam ketetapannya dalam
RSUD Kota Cilegon dibagi kedalam kedua kelompok kerja, untuk staff
mulai kerja pukul 07.00 sampai dengan 14.00 susai dengan tupoksi masing-
masing sedangkan untuk tenaga medis dibagi kedalam tiga shift kerja (pagi,
siang dan malam). Dan untuk pengelompokan kerja tenaga medis dalam
melaksanakan tugasnya diatur oleh kepala ruangan yang berkordinasi
dengan kepala perawat. Lebih lanjut peneliti menanyakan apakah terjadi
kendala dalam proses penetapan dan pengelompokan pegawai, dijawab oleh
I1-3;
“Tidak ada, semua sudah paham dan mengerti tupoksinya masing-masing”
Menurut hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam
proses pelaksanaan penetapan dan pengelompokan kerja tidak terjadi
kendala, masing-masing sumber daya manusia yang ada di RSUD Kota
Cilegon sudah mengerti tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan
tugas kerjanya. Kemudian peneliti menanyakan hal yang sama ke I1-4;
“Sampai saat ini sih tidak ada”
Dari jawaban wawancara di atas dapat diketahui bahwa tidak ada
kendala dalam penetapan dan pengelompokan kerja, penetapan dan
92
pengelompokan kerja dapat dilaksanakan susuai dengan keputusan direktur
RSUD Kota Cilegon, hal ini ditambahkan oleh I1-5;
“Paling jika ada yang tidak masuk kerja, tapi alasannya harus jelaskenapa tidak bisa masuk kerja”
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang
dihadapi terjadi ketika salah satu sumber daya manusia berhalangan hadir
karena alasan tertentu, kepala ruang atau kepala perawat harus segera
mencari pengganti yang memiliki fungsi yang sama dengan sumber daya
manusia yang berhalangan hadir kerja. Hal ini ditambahkan oleh I1-6;
“Tidak ada, Cuma mungkin kalo ada yang mau tidak masuk kerja,dia harus cari pengganti atau kasih tau ke kepala ruangan”
Menurut wawancara penelitian di atas kendala dalam penetapan
dan pengelompokan kerja terjadi ketika ada salah satu sumber daya manusia
di RSUD Kota Cilegon berhalangan hadir, karena rumah sakit fungsinya
adalah pelayanan kesehatan yang setiap hari harus melayani masyarkat
maka sumber daya manusia di RSUD Kota Cilegon harus tercukupi sesuai
dengan surat keputusan direktur, maka ketika ada yang berhalangan hadir
harus segera dicari penggantinya.
Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti menanyakan Adakah tata
tertib yang diberlakukan dalam RSUD dalam sistem kerja, penetapan serta
pengelompokkan kerja para pegawainya. Tata tertib adalah peraturan khusus
yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, apabila dilanggar mendapat
punishment atau sangsi (hukuman). Pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;
“Ada, kita punya PP, PERWAL dan peraturan sendiri untukmengatur itu”
93
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata
tertib yang diberlakukan dalam RSUD Kota Cilegon merujuk kepada
peraturan pemerintah, peraturan walikota dan juga peraturan yang dibuat
oleh RSUD Kota Cilegon sendiri. Pertanyaan serupa peneliti berikan kepada
I1-4;
“Ada, tata tertib kerja seperti jam masuk kerja, jam pulang kerjadan tata tertib dalam melaksanakan tugas kerja”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahawa tata
tertib di dalam RSUD Kota Cilegon mengatur tentang jam masuk kerja, jam
pulang kerja dan tata tertib dalam melaksanakan tugas kerja. Aturan-aturan
ini harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai RSUD Kota Cilegon
agar mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Kemudian ditambahkan oleh I1-5;
“Ada, masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, tidakmenyalahgunakan wewenang, bertanggung jawab atas peralatankerja yang digunakan.”
Dari hasil wawancara penelitian di atas tata tertib yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh pegawai RSUD Kota Cilegon menaati
ketentuan jam kerja, tidak menyalahgunakan wewenang, dan bertanggung
jawab atas peralatan kerja yang digunakan. Hal ini kemudian ditambahkan oleh
I1-6;
“Iya ada, itu udah ada aturannya dari atas, jam kerja, melayanipasien dengan bertanggung jawab, tidak tidur saat kerja”
Dari hasil wawancara penelitian di atas tata tertib dalam bekerja
sudah diatur oleh atasan atau pihak management RSUD seperti aturan jam
94
kerja yang harus ditaati, melayani pasien dengan bertangung jawab, serta
tidak tidur ketika sedang bekerja. Karena jam kerja tenaga medis dibagi
dengan shift, pagi, siang, dan malam. Pada saat shift malam tenaga medis
sering tidur oleh karena itu pihak management rumah sakit membuat
peraturan tidak tidur saat bekerja. Pernyataan di atas diperkuat I1-7;
”Ada, bekerja tepat waktu, bekerja secara profisional, tidakmerokok dilingkungan kerja RSUD dan lain-lain.”
Menurut informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata
tertib yang diberlakukan dalam melaksanakan pekerjaan di RSUD adalah
bekerja sesuai waktu yang telah ditetapkan, tidak datang terlambat dan tidak
pulang sebelum waktu yang telah ditetapkan, tidak merokok dilingkungan
kerja RSUD Kota cilegon, bekerja secara profisional maksudnya pegawai
RSUD harus bekerja secara sungguh-sungguh dan bekerja sesuai dengan
tupoksinya tidak membeda-bedakan latar belakang pasien agar tercipta
pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas, seluruh pegawai rumah
sakit sangat dilarang untuk merokok dilingkungan RSUD Kota cilegon
karena merokok mengganggu kenyamanan pengunjung RSUD juga merusak
kesehatan hal ini juga berlaku untuk pengunjung RSUD agar tidak merokok
dilingkungan RSUD. Kemudian hal terkait tata tertib ini ditambahkan oleh
informan penelitian I2-1;
“Kalau untuk sistem kerja, terkait disiplin dan tata tertib, itu adaaturannya, PP 53 Tahun 2010, nah ini juga kita lakukansosialisasikan ke semua SKPD bahwa ada PP baru, peraturantentang kedisiplinan, itu nanti akan di adopsi oleh semua SKPDdan akan disesuaikan dengan masing-masing SKPD. Kalau rumahsakit kan ada aturan lain tentang jam masuk dan jam pulang kantor,ada jam piket juga, nah itu SKPD sendiri yang buat, tetapi untuk
95
aturan yang peraturannya sudah pemerintah, itu sudah wajiblangsung kita turunkan kepada stakeholder dibawahnya. Jadi selainSKPD membuat ketentuan jam kantor tetapi mereka juga tetapmelihat ke peraturan pemerintah yg ada. Jam kerja juga ada yangkita keluarkan dari PERWAL (Peraturan Walikota) tapi itu pundisesuaikan jam masuk dan pulangnya, di semua SKPD jugadisesuaikan sendiri sesuai kantornya”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata
tertib yang diberlakukan dalam RSUD Kota Cilegon disesuaikan dengan
Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2010 tentang didiplin kerja pegawai negri sipil
juga Peraturan Walikota, merujuk pada peraturan tersebut RSUD Kota Cilegon
membuat aturan-aturan terkait jam masuk dan jam pulang kantor, juga jam
piket atau pebagian shift kerja, tata cara dalam melaksanakan tugas kerja dan
sangsi kepada pegawai yang tidak mematuhi dan melaksanakan tata tertib yang
ada. Kemudian pada penelitian ini, peneliti menanyakan Bagaimanakah proses
pendelegasian wewenang terhadap pegawai di RSUD Kota Cilegon. Dijawab
oleh I1-3;
“Tiap-tiap unit pasti ada atasannya ya, prosedurnya kepala unit ituyang mendelegasikan wewenang ke staff-staff bawahannya,biasanya ada perintah atau wewenang dulu gitu misalnya dari pakdirektur, nanti kepala-kepala unit, kasubag sampaikan lagi ke staff-staffnya, perintahnya di susun oleh bagian kepegawaian sesuaidengan kulifikasi kerjanyan dalam surat pertintah kerja yangdisahkan pak direktur”
Dari hasil wawancara penelitian di atas pendelegasian wewenang
terhadap pegawai RSUD Kota Cilegon dilakukan secara top down,
pendelagasian wewenang disusun oleh bagian kepegawaian yang disusun
sesuai dengan kemampuan atau kualifikasi sumber daya manusia yang ada di
RSUD Kota Cilegon yang dituangkan dalam bentuk surat perintah kerja yang
96
telah disahkan dan di tanda tangani oleh direktur RSUD yang kemudian di
sampaikan kepada kepala unit atau kepala bagian yang kemudian di berikan
kepada staff atau anggota kerja dibawahnya. Kemudian pertanyaan yang sama
peneliti berikan kepada I1-4;
“Kalau untuk dokter, pendelegasian wewenang lansung dengan buwadir bagian pelayanan, dari ibu wadir diarahkan sesuai dengankeahlian kita, apa dan bagaimana cara kerja kita”
Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas
dapat diketahui bahwa,g untuk tenaga medis (dokter) wewenang kerjanya
diberikan oleh wakil direktur bagian pelayanan, wewenang kerja disesuaikan
dengan kualifikasi dokter karena dokter memiliki kualifikasi atau spesialisasi
kerja yang berbeda, apa dan bagaimana cara kerja disesuaikan dengan
kualifikasi atau spesialisasi dokter tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-5;
“Ada, misalnya tindakan wewenang dokter tapi doktermelimpahkan ke bidan dengan syarat ada tanda tangan persetujuandokter yang melimpahkan wewenang, misalnya tindakan persalinandengan vacuum, seharusnya dilakukan dokter tapi doktermelimpahkan ke bidan”
Dari hasil wawancara penelitian di atas wewenang kerja untuk
tenaga medis dapat diberikan secara langsung dengan melimpahkan
wewenang kebawahan dengan surat persetujuan tindakan medis yang di tanda
tangani oleh dokter yang bertugas. Wewenang diberikan harus sesuai dengan
kualifikasi penerima wewenang untuk menghindari kesalaha-kesalahan yang
mungkin terjadi, setiap wewenang kerja yang diberikan harus memiliki
bagian yang bertanggung jawab atas wewenang tersebut, siapa yang
97
memberikan dan untuk siapa wewenang itu diberikan. Hal ini ditambakan
oleh I1-6;
“Dari atasan langusng ya, kalau kita suster ya dari kepala susteratau dokter, misalnya kapan kasih obat, ganti infus, cek kondisipasien”
Dari wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa untuk
wewenang kerja diberikan langsung oleh atasan. Tindakan-tindakan dalam
melaksanakan tugas dalam melaksanakan pekerjaan diatur dengan kondisi
pasien, hal ini diatur oleh kepala perawat atau dokter yang menangani yang
kemudia dilimpahkan kepada suster atau perawat yang sedang bertugas. Hal
ini ditambahkan oleh I1-7;
“Wewenang kerja sesuai dengan keputusan direktur atau suratperintah kerja”
Dari hasil wawancara dengan informan penelitian pendelegasian
wewenang kerja diberikan melalui surat keputusan direktur atau surat
perintah kerja, dibagian mana dan apa saja yang harus dikerjakan oleh
pegawai sudah diatur dalam surat perintah kerja. Hal ini diperkuat oleh I1-2;
“Kan kalau sudah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dankualifikasinya sesuai, langsung kita SPK kan saja”
Menurut informan penelitian di atas pendelegasian wewenang
dalam RSUD Kota Cilegon disesuaikan dengan kebutuhan dan kualifikasi
sumber daya manusia, di bagian mana pegawai ditempatkan dan apa saja
yang harus dikerjakan dituangkan dalam surat perintah kerja.
Dari beberapa hasil wawancara penelitian di atas terkait bagaimana
pendelegasian wewenang terhadap pegawai di RSUD Kota Cilegon peneliti
98
menyimpulkan bahwa proses pendelegasian wewenang diatur oleh pihak
manangement RSUD Kota Cilegon, wewenang yang diberikan kepada
pegawai RSUD disusun oleh bagian kepegawaian RSUD, wakil direktur
pelayanan yang dituangkan kedalam bentuk Surat perintah kerja (SPK) yang
disahkan oleh Direktur RSUD Kota Cilegon, sedangkan untuk proses
pendelegasian wewewang mengenai tindakan medis diberikan langsung oleh
dokter langsung ke tenaga perawat atau bidan dengan surat persetujuan dokter
untuk melimpahkan wewenang yang telah ditanda tangani sebelumnya oleh
dokter bersangkutan.
Selanjutnya pada penelitian ini peneliti menanyakan apa saja
unsur-unsur yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah pelayanan publik
berupa rumah sakit ini?. Rumah sakit sebagai penyedia layanan publik
(pelayanan kesehatan) harus memiliki unsur-unsur yang mampu mendorong
pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan optimal dan bermutu,
pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;
“Sesuai dengan 6M saja sih, ada man, money, material, machine,method sama market”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh RSUD untuk membentuk sebuah
pelayanan publik adalah 6M (man, money, maetrial, Machune, method,
market). Man adalah sumber daya manusia pada RSUD baik itu pihak
manajemen atau tenaga medis yang melaksanakan proses pelayanan publik,
money, Uang atau anggaran menjadi alat perencanaan artinya anggaran yang
ada akan dipergunakan merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan
99
RSUD (berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh), dan
sebagai alat pengendalian anggaran memberikan rencana detail atas
pendapatan dan pengeluaran RSUD agar pembelanjaan yang dilakukan dapat
dipertanggung jawabkan, Material adalah sarana penunjang kegiatan
pelayanan publik/pelayanan kesehatan seperti gedung RSUD, meja, kursi,
tempat tidur pasien dan lain-lain, machine adalah alat-alat kesehatan yang
digunakan untuk mempermudah kinerja tenaga medis seperti alat-alat
laboratorium, incubator bayi, USG, diagnostic set dan lain-lain, methode
adalah aturan-aturan atau penetapan cara pelaksanaan kerja untuk
menciptakan pelayanan kesehatan yang baik dan market karena RSUD adalah
penyedia pelayanan publik berupa pelayanan kesehatan, kesehatan
masyarakat Cilegon adalah tujuan yang harus diciptakan oleh RSUD Kota
Cilegon, baik dengan cara penyuluhan atau kegiatan pelayanan kesehtan
secara langsung. Kemudian ditambahkan oleh I1-2;
“Ada bangunan, fasilitas, terus ada manusia ya sebagai tenagakerjanya, kemudian budget atau anggaran sebagai alat untukmerencankan tujuan RSUD”
Dari hasil wawancara penelitian di atas, unsur-usur yang
dibutuhkan untuk membentuk sebuah RSUD adalah bangunan sebagai tempat
bekerja juga untuk melayani masyarakat, fasilitas adalah sarana untuk
melancarkan kegiatan pelayanan kesehatan, manusia sebagai tenaga kerja
yang melayani masyarakat, dan budget atau anggaran yang berfungsi sebagai
dasar untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan RSUD. Pernyataan di atas diperkuat oleh I1-3;
100
“Pertama ya pastinya anggaran, kedua SDM, ketiga fasilitas, itusih yang paling dibutuhkan”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur yang dibutukan untuk membentuk sebuah pelayanan publik
berupa rumah sakit adalah anggaran, anggaran menjadi unsur terpenting
dalam membentuk sebuah pelayanan publik angaran berfungsi sebagai alat
perencana, alat kordinasi, alat pengawasan, dan sebagai pedoman kerja dalam
menjalankan RSUD untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber
daya manusia berfungsi sebagai pengelola juga sebagai pelaksana dalam
mencapai tujuan RSUD. Fasilitas berfungsi sebagai alat untuk memperlancar
seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Cilegon.
Kemudian pada penelitian ini peneliti mengajukan pertanyaan
lain, yaitu Bagaimana proses penempatan kerja di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon?. Pertanyaan penelitian tersebut kemduian di jawab
oleh I1-1 seperti berikut;
“Jadi proses penempatan disini untuk yang PNS sudah adaketentuannya dari pusat melalui BKD Kota Cilegon, sedangkanuntuk pegawai BLUD baru kita sendiri yang rekrut, ketentuan,besaran insentif segala rupa kita yang atur untuk pegawaiBLUD”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa
proses penempatan kerja di lingkungan RSUD Kota Cilegon dibagi menjadi
dua kategori, penempatan pegawai negeri sipil dan pegawai badan layanan
umum daerah. Untuk pegawai negeri sipil proses seleksi dan besaran gaji
sudah diatur oleh badan kepegawaian negara kemudian di tempatkan oleh
badan kepegawaian daerah sesuai dengan kualifikasi RSUD Kota Cilegon,
101
sedangkan untuk pegawai BLUD pihak RSUD Kota Cilegon sendiri yang
mengatur tahapan seleksi dan besaran gaji yang diberikan, RSUD Kota
Cilegon sebelumnya membuat formasi tenaga kerja yang dibutuhkan.
Pernyataan ini ditambahkan oleh I1-3;
“Untuk penetapan kerja perawat, bidan, dokter sudah sesuai. Klountuk dari umum itu sesuai dengan kebutuhan kita ya mba,memang sih sebetulnya harus sesuai dengan kompetensi”
Dari hasil wawancara penelitian di atas proses penetapan kerja
di RSUD Kota Cilegon untuk tenaga medis penetapan kerjanya sudah sesuai
dengan kualifikasi pekerjaan yang di miliki, sedangkan untuk bagian umum
masih ada ketidak sesuaian antara pekerjaan dengan kualifikasi yang dimiliki
pegawai. Kemudian hal ini ditambahkan oleh I2-1;
“Kalau sudah sesuai, langsung kita SPK kan, ini hanyagambaran umum ya, kalau formasinya sudah diusulkan olehRSUD, lalu BKD juga sudah membuat nominatif sesuai usulanitu, sesuai formasi, kemudian meminta ke pusat untuk formasiitu diberikan, akhirnya diberikan, itu kan pusat mengeluarkanSK PNS, setelah keluar SK PNS, dia sudah diterima, laludiberikan surat perintah untuk melaksanakan tugas di rumahsakit, karena sudah sesuai dengan formasinya”
Dari hasil wawancara penelitian ditas dapat diketahui bahwa proses
penetapan kerja dilingkungan RSUD Kota Cilegon melalui proses usulan
yang diminta oleh RSUD Kota Cilegon kepada Badan Kepegawaian Daerah
Kota Cilegon yang selanjutnya diajukan formasinya ke Badan Kepegawaian
nasional. Jika formasi yang diajukan tersebut disetujui oleh pemerintah
kemudian di tempatkan sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasi kerja atau
formasi yang telah diajukan, kemudian dengan dikeluarkan SK PNS dan surat
102
perintah kerja dari RSUD Kota Cilegon maka pegawai tersebut bekerja di
RSUD Kota Cilegon.
Gambar 4.5Proses Penyusunan Formasi
Kemudian penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan Apakah
penempatan pegawai sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan
pegawai?. Dijawab oleh I1-1;
“Sesuai sih ya, sudah sama seperti latar belakang pendidikanterakhirnya tapi nanti kalalu mau lebih jelasnya tanya aja bagiankepegawaian”
Menurut hasil wawancara penelitian di atas penempatan kerja
pegawai RSUD Kota Cilegon sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan
pegawai, namun informan penelitian di atas tidak daat menjelaskan secara
rinci. Kemudian pertanyaan penelitian ini dilanjutkan kepada informan
penelitian selanjutnya. Kemudian dijawab oleh I3-1;
103
“Kita punya formasi alokasi tenaga, misalnya butuhnya adalahdari smk atau apa, nanti kita sesuaikan dengan itu, walaupun diapunya S1 tapi yang kita pakai yang kita butuhinya. Jadi sesuaidengan kebutuhan kita tapi ya memang disesuaikan denganizajahnya”
Menurut informan penelitian di atas penetapan dan penempatan
kerja disesuaikan dengan alokasi tenaga kerja yang dibutuhkan, pegawai
diseleksi dengan kebutuhan RSUD dengan melihat alokasi tenaga kerja yang
dibutuhkan jadi dalam penempatan kerja pegawai ditempatkan sesuai dengan
kebutuha RSUD dan keahlian pegawai tersebut. Selanjutnya ditambahkan
oleh I1-4;
“Untuk dokter kan itu sudah memang memliki basic ya, jadisesuai penempatannya dengan keahliannya. Kan gak mungkinjuga dokter penyakit dalam ditempatkan menjadi dokter anak”
Dari hasil wawacara penelitian di atas, penematan kerja
disesuaikan dengan latar belakang atau keahlian pegawai, seperti penempatan
kerja dokter disesuaikan dengan keahlian atau spesialisasinya, contohnya
dokter penyakit dalam tidak dapat ditempatkan di poli anak, atau bagian
lainya. Namun dalam penelitian ini ditemukan pernyataan lain, seperti
jawaban wawancara informan I1-6 dibawah;
“Sistem penempatannya tidak sesuai, masih ada bidan ygbekerja tidak sesuai dengan tupoksinya, seharusnya ruanglingkup bidan kan ibu dan bayi (ruang bersalin, bayi, nifas) tapimasih ada bidan yg ditempatkan di poli umum, administrasi.”
Menurut informan penelitian di atas penempatan kerja masih
ada ketidak sesuaian dengan latar belakang pendidikan atau keahlianya.
seperti pada tenaga medis, bidan yang memiliki ruang lingkup kerja pada bayi
dan anak (ruang bersalin, bayi, dan nifas) dalam beberapa kasus masih ada
104
bidan yang ditempatkan diluar dari ruang lingkup pekerjaanya seperti bidan
yang ditempatkan di poli umum atau di bagian administrasi. Pernytaan ini
ditambahkan oleh I2-1;
“Kalau untuk PNS, karena kita yg menyerahkan formasinominatif tersebut maka penempatannya pun sesuai dengan latarbelakang pendidikan mereka. Beberapa memang mungkinkurang sesuai, itu untuk menutupi yang kurang-kurang karenajika nunggu pemerintah kan lama ya prosesnya, itu sifatnyakondisonal sebetulnya.”
Dari hasil wawancara penelitian di atas untuk penempatan kerja
pegawai negri sipil sudah sesuai dengan kebutuhan dan keahlinya, namun
dalam beberapa kasus penempatan kerja tidak sesuai dengan keahlianya,
menurut informan penelitian di atas hal tersebut bersifat kondisional karena
proses penerimaan atau penempatan pegawai membutuhkan waktu untuk
dalam prosesnya sedangkan kebutuhan pegawai harus segera terpenuhi maka
sering kali terjadi ketidak sesuaian dalam penempatan pegawai.
Dari hasil wawancara penelitian dengan beberapa informan
penelitian di atas, dalam penempatan pegawai masih ada ketidak sesuaian
antara latar belakang pendidikan atau kehlian dengan ruang lingkup
pekerjaannya, seperti pada tenaga medis bidan terjadi penempatan yang tidak
sesuai dengan ruang lingkup pekerjaanya seharusnya ditematkan di ruang
bersalin, anak, dan nifas namun terjadi penempatan di bagian umum dan
administrasi. Hal tersebut dapat terjadi karena proses penerimaan pegawai
yang memakan waktu. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian
Apakah masih terdapat kekurangan pegawai, yang kemudian dijawab oleh I1-
1;
105
“Masih, masih ada. Kemarin kita baru minta didatangkandokter-dokter spesialis baru untuk kita tempatkan disini”
Menurut informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa
masih terjadi kekurang pegawai di RSUD Kota Cilegon, RSUD masih
kekurangna dokter spesialis seperti dikemukakan oleh informan penelitian di
atas.dari wawancara diatas diketahui bahwa RSUD Kota Cilegon sedang
berupaya menambah jumlah dokter spesialis. Seperti ditambahkan oleh I1-3;
“Saya pikir semua SKPD pasti kurang ya pegawainya apalagi inirumah sakit yg tiap hari melayani orang-orang, tenaga mediskita masih kurang”
Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat
diketahui bahwa masih terjadi kekurangan pegawai pada RSUD Kota
Cilegon, tenaga kerja yang kurang ini pada posisi tenaga medis. Tenaga
medis menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pelayanan
kesehatan di RSUD Kota Cilegon sehingga perlu adanya penambahan guna
mempercepat dan memperlancara kegiatan pelayanan kesehatan. Kemudian
di perkuat oleh pernyataan I2-1;
“Kemarin saya melakukan pembinaan di Kelurahan, yang sayaliat hampir semua SKPD kurang, kurangnya kenapa? Ya itutadi,dalam hampir kurun 3 tahun terakhir tidak ada pembukaanCPNS, jadi kurang”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa masih terjadi kekurangan pegawai di RSUD Kota Cilegon, hal ini
dikarenakan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak ada penambahan
jumlah Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah pusat. Kemudian dilanjutkan
106
dengan pertanyaan penelitian pegawai dalam bidang apa yang masih kurang?.
Dijawab oleh I1-1;
“Yang jadi perhatian saya sih sekarang dokter spesialis yaspesialis penyakit dalam, untuk pegawai lain yang masihkurang, saya belum paham betul”
Dari hasil wawancara penelitian dengan informan di atas dapat
diketahui bahwa tenaga kerja yang masih kurang di RSUD Kota Cilegon
adalah tenaga medis khususnya dokter spesialis penyakit dalam. Hal ini
kemudian ditambahkan oleh I1-3;
“Dokter spesialis kita kurang, suster, apoteker, bagianperkantoran juga masih perlu ditambah beberapa lagi untukmengurus administrasi, ya banyaklah”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa
hampir semua bagian di RSUD Kota cilegon mengalami kekurangan tenaga
kerja, untuk tenaga medis RSUD Kota Cilegon yang kurang adalah dokter
spesialis, suster dan apoteker, dan untuk bagian perkantoran atau manajemen
yang masih kurang adalah bagian administrasi. Berikut tabel kekurangan
pegawai seperti di bawah ini:
Tabel 4.1JUMLAH TENAGA MEDIS RSUD KOTA CILEGON
No Nama PendidikanJumlah
Tersedia
Jumlah
sesuai
PMK
Kekurangan Ket.
1Medik
Dasar
Umum 34 12 √
Gigi 2 4 2
2Medik
Spesialis
Penyakit
Dalam4 3 √
107
Dasar Anak 4 3 √
Bedah 2 3 1
Obgyn 3 3 √
3
Medik
Spesialis
Lain
Mata 2
Paling
sedikit
berjumlah
delapan
pelayanan
dari tiga
belas
pelayanan
belum
sesuai
dengan
PMK
THT 2
Syaraf 1
Jantung 1
Kulit &
Kelamin1
Kedokteran
Jiwa-
Paru 1
Orthopedi 2
Urologi -
Bedah
Syaraf-
Bedah
Plastik-
Forensik -
4
Medik
Sub
Spesialis
Spesialis
Bedah-
Paling
sedikit
berjumlah
dua
pelayanan
dari mpat
subspesialis
dasar
sudah
sesuai
dengan
PMK
Penyakit
Dalam4
Kesehatan
Anak4
Obgyn 2
5 Medik Anestesi 3 2 - √
108
Spesialis
Penunjang
Radiologi 2 2 - √
Patologi
Klinik1 2 1 -
Patologi
Anatomi- 2 2 -
Rehabilitasi
Medik1 2 1 -
(Sumber: Peneliti, 2017)
Kemudian peneliti melanjutkan dengan pertanyaan penelitian
Bagaimana cara mengatasi masalah kekurangan pegawai tersebut dan dijawab
oleh I1-1;
“Kita rekrut pegawai yang memang kita butuhkan, misalnya sekarangkan kita lagi butuh dokter spesialis penyakit dalam, kita minta, kitacari itu sesuai sama apa yang kita butuhkan”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa untuk
mengatasi masalah terkait kekurangan pegawai RSUD Kota Cilegon merekrut
pegawai dengan cara berkordinasi dengan Badan Kepegawai Daerah Kota
Cilegon, jika mengalami kendala RSUD Kota Cilegon mencari sendiri
pegawai tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-2;
“Ya kita harus rekrut pegawai baru, Ini juga sebenernya kita lagiminta beberapa dokter spesialis ke BKD, katanya sih datengnya nantiawal tahun depan, karna mereka lagi pelatihan dulu sekarang.”
Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas
dapat diketahui bahwa untuk mengatasi kekurangan pegawai RSUD Kota
cilegon harus segera merekrut pegawai baru, salah satu caranya adalah
mengajukan formasi penambahan pegawai kepada badan kepegawain dearah
Kota Cilegon. Kemduian diperkuat oleh I2-1;
109
“Menambah ya, membuat formasi unuk kemudian dibuatkannominatif dan diserahkan ke pusat (untuk PNS), untuk BLUDnyamerka yang cari sendiri.”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
untuk proses penambahan atau perekrutan pegawai baru paegawai negeri
sipil RSUD Kota Cilegon harus membuat formasi kebutuhannya yang
kemudian dibuat nominatif oleh Badan Kepegawai Daerah Kota Cilegon
untuk diserahkan ke pemerintah pusat, sedangkan kebutuhan pegawai yang
bukan pegawai negeri sipil RSUD Kota Cilegon mencari sendiri, proses dan
ketentuannya dibuat sendiri oleh RSUD Kota Cilegon. Dilanjutkan dengan
wawancara penelitian Siapakah pihak yang berwenang dalam menempatkan
pegawai di RS. Dijawab oleh I1-1;
“Bagian kepegawaian di instansi terkait yang memang membutuhkanpegawai baru di SKPD-nya”
Dari jawaban hasil wawancara penelitan di atas dapat diketahui bahwa
pihak yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota Cilegon adalah
bagian kepegawaian dari RSUD Kota Cilegon, bagian kepegawaian bertugas
mencari solusi terhadap masalah yang timbul dilingkungan bagian
kepegawaian seperti masalah kekurangan pegawai yang terjadi di RSUD Kota
Cilegon dan menempatkan pegawai barunya. Kemudian ditambahkan oleh I1-
2;
“Kalo di RSUD kan ada tiga jenis pegawai, pertama yg uda PNS ituyang berwenang menempatkan dari pihak BKD langsung, keduaBLUD bagian yang berwenang ada direktur, wakil direktur bagianumum & kepegawaian, dan kepala subbagaian kepegawaian RSUD,ketiga TKK yg berwenang itu PEMKOT Kota Cilegon sendiri dandirektur”
110
Dari hasil wawancara penelitan dengan informan di atas dapat
diketahui bahwa yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota
Cilegon ada beberapa pihak yang berwenang, untuk pegawai negeri sipil yang
berwenang menempatkan pegawai adalah bagian kepegawaian daerah kota
cilegon, sedangkan untuk pegawai BLUD yang berwenang menempatkan ada
direktur RSUD, Wakil Direktur bagian umum dan kepegawaian dan kepala
bagian subbagian kepegawaian, dan untuk TKK yang berwenang adalah
pemerintah kota cilegon dan Direktur RSUD Kota Cilegon. Kemudian di
perkuat oleh I2-1;
“Untuk PNS BKD dan BLUD RSUD Kota Cilegon sendiri. KarenaRSUD kan memiliki wewenang untuk merekrut sendiri pegawai dariyang bukan PNS, dan itu banyak ya jenisnya ada BLUD, TKK, THL,dan lain-lain”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan dapat
disimpulkan bahwa pihak yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota
Cilegon adalah Badan kepegawaian Daerah Kota Cilegon untuk penempatan
pegawai negeri sipil, untuk pegawai BLUD yang berwenang menempatkan
pegawai adalah RSUD Kota cilegon itu sendiri, untuk pegawai TKK dan lain-lain
yang berwenang menenmatkan ada pemerintah Kota Cilegon dan RSUD Kota
Cilegon sendiri. Dilanjutkan dengan wawancara penelitian Siapakah pihak yang
bertanggung jawab menyediakan jika terjadi kekurangan pegawai?, dijawab oleh
I1-1;
“Bagian kepegawaian di RSUD yang biasanya membawahi ataumenangani hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian”
111
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa yang
bertanggung jawab menyediakan jika terjadi kekurangan pegawai adalah bagian
kepegaawaian RSUD Kota Cilegon, bagian kepegawaian memberikan usul dan
saran ke Direktur RSUD untuk menyidiakan pegawai kemudian membuat formasi
tenaga kerjanya yang selanjutnya mencari kekurangan pegawai tersebut.
Diperkuat oleh I1-2;
“Bagian kepegawaian dari instansi terkait dan BKD dalam ruanglingkup daerah SKPD tersebut”
Dari wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa pihak yang
bertanggung jawab menagatasi kekurangan pegawai adalah bagian kepegawaian
RSUD Kota Cilegon bagian kepegawaian harus segeran membuat formasi
pegawai dan mencari pegawai untuk pegawai BLUD dan TKK dan juga
berkordinasi dengan badan kepegawaian Kota Cilegon untuk pegawai negeri sipil.
Di tambahkan oleh I2-1;
“Untuk RSUD Kota Cilegon, jika menyangkut berbagai hal denganPegawai Negeri Sipil (PNS) BKD yg mengatur, tetapi untuk pegawaitambahan lain seperti BLUD, TKK, itu mereka rekrut sendiri sesuaikebutuhan mereka”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
yang bertanggung jawab untuk menyediakan pegawai jika terjadi kekurangan
pegawai adalah Badan kepegawai daerah Kota Cilegon untuk pegawai negeri
sipil, sedangkan untuk pegawai yang bukan berstatus pegawai negeri sipil bagian
kepegawaian RSUD Kota Cilegon yang bertanggung jawab. Selanjutnya
penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan Adakah terjadi koordinasi RS Cilegon
dengan BKD Kota Cilegon?. Dijawab oleh I1-1;
112
“Ada, lebih jelasnya dijawabnya melalui bagian kepegawaian diRSUD Cilegon saja ya”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa RSUD
Kota Cilegon melakukan kordinasi dengan bagian kepegawain daerah Kota
cilegon untuk hal yang menyangkut dengan kepegawaian. Kemudian jawaban di
atas di atas ditambahkan oleh I1-2;
“Untuk PNS, iya kita koordinasikan semua dengan BKD KotaCilegon. Mulai dari proses pengangkatan, mutasi atau perpindahansampai proses pensiunnya”
Menurut hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat
diketahui bahwa terjadi kordinasi antara RSUD Kota Cilegon dengan badan
kepegawai daerah Kota Cilegon terkait pegawai yang berstatus pegawai negeri
sipil. Kemudian diperkuat oleh I2-1;
“Karna BKD dan RSUD adalah SKPD ya Satuan Kerja PerangkatDaerah, kalau BKD hubungannya ke SKPD lainnya memang wajib yamemang harus karna setiap permohonan maupun urusan pegawaimelalui BKD. Nah kalo BKD untuk jumlah personil yang ada di RSCilegon, untuk data administrasi kepegawaiannya kita yangmengelola”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
terjadi kordinasi yang baik anatara RSUD Kota Cilegon dengan badan
kepegawain daerah Kota Cilegon, kordinasi tersebut mengenai pegawai yang
berstatus pegawai negeri sipil. RSUD Kota Cilegon harus mengajukan
formasi penambahan pegawai untuk menambah jumla pegawainya ke badan
kepegawaian daerah Kota Cilegon sehingga badan kepegawaian daerah Kota
Cilegon dapat nominatif pegawai yang akan diajukan ke badan kepegawai
pusat agar pada periode pengangkatan yang akan datang formasi pegawai
113
yang dibuthkan tersedia. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian
Bagaimana proses koordinasi tersebut?. Dijawab oleh I1-1;
“Koordinasi ke BKD itu hanya menyangkut masalah pegawai yangstatusnya sudah PNS (Pegawai Negeri Sipil), kalau untuk yg BLUD,TKK, Magang, itu kita sendiri yang mengatur”
Dari hasil wawancara penelitian di atas koordinasi yang terjadi antara
RSUD Kota Cilegon dengan badan kepegawaian Kota cilegon menyangkut
urusan penambahan tenaga kerja pegawai negeri sipil. Kemudian lebih rinci
ditambahkan oleh I-2;
“Pertama kita cari dulu tenaga apa yang kita butuhkan, kita catet, truskita laporkan ke BKD, BKD yang memproses itu ke pusat, nanti kitatinggal tunggu aja konfirmasi lagi sama kita”
Proses koordinasi yang terjadi antara RSUD Kota Cilegon dan badan
kepegawaian daerah Kota Cilegon adalah menayangkut penambahan pegawai
negeri sipil, RSUD Kota Cilegon sebelumnya membuat formasi kebutuhan
tenaga kerja yang ada yang kemudian diberikan atau dilaporkan ke bagian
kepegawaian daerah Kota Cilegon. Kemudian di perkuat oleh pernyataan I2-1;
“Karna semua yang terkait dengan pegawai itu BKD yang mengelolajadi permasalahan personil di RSUD maupun SKPD lainnya itu selaludiajukan ke BKD, yang pertama itu permohonan pengadaanpegawainya, terus kenaikan pangkat, terus penempatannya, teruspermohonan pindah/mutasi”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
proses koordinasi yang terjadi adalah proses administrasi pelaporan formasi
penambahan tenaga kerja yang diajukan oleh RSUD Kota Cilegon kepada
bagian badan kepegawaian daerah Kota Cilegon, yang kemudian diproses
menjadi nominatif pegawai oleh badan kepegawaian daerah Kota Cilegon ke
114
pemerintah pusat jika sudah tersedia di beri surat keputusan kemudian
diserahkan ke RSUD Kota Cilegon.
4.3.3 Actuating (Pelaksanaan)
Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang
ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat
tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari
pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan
memberi komponsasi kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan
suatu kegiatan untuk mengintegrasikan usaha anggota-anggota dari suatu
kelompok, sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi
dan kelompoknya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan apabila
ingin secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut (Terry, 2008:138).
Sumber daya manusia sangat berperan penting dalam melaksanakan suatu
kebijakan (perencanaan) untuk mencapai sebuah keberhasilan, dimana sumber
daya manusia lebih difokuskan kepada berapa jumlah orang yang menjalankan
kebijakan tersebut, kualitas sumber daya manusia tersebut, dan juga kinerja
mereka pada saat melaksanakan kebijakan. Pada penelitian ini peneliti
menanyakan siapa saja yang berwenang memberikan pengarahan tujuan?.
Dijawab oleh I1-1;
“Pak direktur ya sebagai penanggung jawab sekaligus direktur rumah sakitini, nanti direktur yang mengarahakan bagaimana manajemen harusbertindak”
115
Menurut hasil wawancara di atas yang bertanggung jawab untuk
memberikan pengarahan adalah Direktur RSUD Kota Cilegon, Direktur
memeberikan pengarahan secara langsung ke Manajemen RSUD Kota Cilegon
untuk menyampaikan tujuan organisasi dan mendelegasikan wewenang kepada
manajemen agar tujuan organisasi dapat berjalan sesuai dengan apa yang sudah di
tetapkan organisasi. Hal lain disampaikan oleh I1-3;
“Karna rumah sakit itu luas sekali ya, biasanya pengarahan tujuandilakukan di tiap-tiap unit, misal kepala unit radiologi menyampaikanarahan tertentu ke stafnya, kalo untuk kepala ruangan misalnya memberipengarahan untuk perawat-perawat”
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pemberian pengarahan
tidak hanya dilakukan oleh Direktur RSUD Kota Cilegon, pengarahan juga
diberikan oleh kepala unit kepada staff atau bawahanya. Karena rumah sakit
cakupannya luas dibagi kedalam beberapa unit pengarahan secara langsung
diharapkan akan tepat sasaran sehingga tujuan organisasi yang diinginkan dapat
tercapai secara efektif dan efisien.
Dari dua hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengarahan
yang dilakukan di RSUD Kota Cilegon dilakukan secara top down, pengarahan
dilakukan secara berurutan mulai dari top management ke bottom management
agar tujuan organisasi yang sudah direncanakan sebelumnya dapat berhasil
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut peneliti gambarkan dalam bentuk
bagan seperti dibawah ini:
Top management(Direktur/Pimpinan)
Middle management(Kepala Bagian, KepalaSeksi, Kepla Unit, KepalaRuangan, dll)
Low management (Stafdan Perawat)
Besarnya tanggung jawabmasing tingkatan
116
Gambar 4.6Tingkatan Manajemen Berdasarkan Tanggung Jawab
*Ket: Semakin tinggi jabatan seseorang, maka jumlah akan semakin sedikit,
sedangkan tugas dan tanggung jawabnya akan semakin besar. Sedangkan semakin
rendah jabatan seseorang, maka jumlah pemegang jabatan tersebut akan semakin
banyak dan tanggung jawabnya semakin kecil.
Kemudian peneliti menanyakan bagaimana pengarahan yang diberikan
oleh atasan ke bawahan maupun antar lini dalam melayani pasien. Hal ini di
jawab oleh I1-1;
“Tiap hari kan kita ada apel pagi, disitu sering dikasih arahan langsungsama atasan”
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengarahan yang
diberikan oleh pimpinan diberikan setiap apel pagi diberikan secara langsung agar
tercipta pemahaman yang mendalam kepada sumber daya manusia di Rumah
Sakir Umum Daerah Kota Cilegon dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk
melayani masyarakat atau pasien secara efektif dan efisien. Hal ini ditambahkan
oleh I1-3;
“Ada apel pagi, briefing juga, kadang kita juga rapat langsung dengandirektur”
Jumlah manager dalam jabatan
117
Menurut informan di atas dijelaskan selain pemberian pengarahan setiap
apel pagi ada juga briefing antara kepala unit dengan bawahan atau tenaga medis
yang diberikan sebelum memulai suatu pekerjaan hal ini bertujuan untuk
menciptakan pekerjaan yang efektif dan efisien serta menurunkan tingkat
kesalahan sumber daya manusia yang ada di RSUD Kota Cilegon. Selain itu ada
juga rapat dengan direktur untuk mengevaluasi apakah pengarahan yang diberikan
kepada sumber daya yang ada di RSUD kota cilegon sudah dilaksanakan dengan
baik. Selanjutnya peneliti menanyakan apakah ada hambatan dalam melaksanakan
pengarahan. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;
“ Tidak ada”
Menurut informan penelitian di atas tidak ada hambatan dalam hal
melaksanakan pengarahan, pengarahan kerja yang diberikan oleh pimpinan dapat
dilaksakan dengan baik oleh organisasi dengan baik, hal ini dipertegas oleh
pernyataan informan penelitian I1-3;
“Sejauh ini belum ada”
118
Pernyataan informan di atas mempertegas pernyataan informan
sebelumnya bahwa tidak ada hambatan dalam melaksanakan pengaraan di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Cilegon dapat melaksanakannya, pengarahan dapat
diserap dan dilaksanakan dengan baik oleh pegawai. Kemudian pertanyaan
wawancara dilanjutkan dengan adakah perintah kerja dalam rumah sakit ini, jika
ada apa bentuk perintah kerja tersebut, lisan atau tulisan? Dijawab oleh I1-1;
“Ya itu tadi seperti di apel pagi, kita kasih arahannya langsung secaralisan, juga kepala bagian masing-masing kasih secara langsung”
Dari hasil wawancara di atas perintah kerja yang diberikan secara lisan,
perintah kerja diberikan ketika apel pagi, dan perintah kerja juga diberikan secara
langsung oleh kepala bagiannya masing-masing sebelum memulai pekerjaan.
Kemudian ditambahkan oleh I1-3;
“Ada yang lisan, ada juga yang tertulis. Kalo lisan ya semacam rapat-rapat,kalo tertulis via memo atau pemberian surat perintah kerja langsung daridirektur”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ada
perintah kerja yang diberikan oleh manajemen atau atasan dari RSUD Kota
Cilegon. Bentuk pengarahan yang diberikan berupa lisan dan tertulis, dalam
bentuk lisan pengarahan diberikan di pada saat rapat atau apel pagi, sedangkan
dalam bentuk tulisan diberikan secara memo atau surat perintah kerja yang
diberikat oleh direktur RSUD Kota Cilegon.
Kemudian penelitian ini dilanjutkan dengan pertanyaan wawancara
Adakah motivasi kerja yang diterapkan di rs cilegon, jika ada berupa apakah
motivasi tersebut? Materi atau non materi. Pertayaan wawancara ini kemudian
penliti berikan kepada I1-1;
119
“Ada, dua-duanya, kalo materi, kita kasih reward berupa insentiftambahan, kalo non materi, kita pengucapan terima kasih, support ke diauntuk lebih baik lagi dalam bekerja”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa RSUD Kota
Cilegon mempunyai motivasi kerja untuk memberikan motvasi juga sebagai
penilaian kerja kepada pegawainya, bentuknya berupa materi dan non materi.
Dalam bentuk materi ada insentif yang diberikan kepada pegawai-pegawai terbaik
di RSUD Kota Cilegon, sedangkan yang berupa non materi adalah dorongan-
dorongan semangat kerja dan ucapan terima kasih kepada pegawai, untuk
meningkatkan semangat kerja para pegawainya. Kemudian diperkuat oleh I1-3;
“Ada, kalau dari materi, kita beri insentif tambahan, untuk nonmaterinya,kita beri dukungan ke pegawai”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
memberikan semangat kerja untuk pegawainya RSUD Kota Cilegon memberikan
motivasi kerja dalam bentuk materi dan non materi. Dalam hal materi RSUD Kota
Cilegon memberikan dalam bentuk insentif atau bonus kepada pegawai yang
berprestasi, sedangkan dalam bentuk non materi RSUD Kota Cilegon memberikan
dukungan atau menanamkan semangat kerja kepada pegawainya agar bekerja
dengan baik. Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti menanyakan Bagaimanakah
proses pemecahan masalah dalam rs cilegon?. Kemudian dijawab oleh I1-1;
“Dibahas dalam rapat atau briefing untuk dicari solusinya dan langsungdisampaikan”
Menurut informan penelitian di atas proses pemecahan masalah yang
terjadi di RSUD Kota Cilegon dilakukan melalui rapat-rapat dan brifing. Rapat
tersebut mencari masalah apa saja yang muncul di RSUD Kota Cilegon kemudian
120
langkah-langkah apa saja yang harus segera dilakukan untuk memecahkan
masalah tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-3;
“Kita sering agendakan perminggu itu ada rapat atau briefing, untuksharing masalah-masalah yang terjadi di rumah sakit, terus kita cari jalankeluarnya bersama-sama”
Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pemecahan masalah, RSUD Kota Cilegon mengagendakan rapat mingguan
untuk mencari masalah yang terjadi dan mencari jalan keluarnya dari masalah
tersebut. Diharapkan dari agenda rapat mingguan tersebut dapat meminimalisir
masalah-masalah yang muncul dan mengurangi masalah-masalah yang akan ada.
4.3.4 Controlling (Pengendalian)
Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneliti kegiatan-
kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek
yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju
sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup kelanjutan
tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana.
Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak
diinginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada
berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan
bahkan tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh
perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang bertanggungjawab atas
penyimpangan yang tidak diinginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-
langkah perbaikan terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry,
2008:166).
121
Pengendalian ini merupakan tahapan terahkir dalam fungsi
manajemen yang sama pentingnya dengan fungsi yang lain, kendati dibeberapa
kegiatan suatu organisasi sering dianggap tidak penting atau dikesampingkan.
Pengendalian atau pengawasan ini pada dasarnya menjaga agar kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diharapkan. Pada
penelitian ini peneliti menanyakan apa saja fungsi Satuan Pengawas Internal (SPI)
dan Inspektorat terhadap RSUD Kota Cilegon, dijawab oleh I1-8:
“yang diawasi oleh SPI itu bidang atau kerjaan yang meliputipelayanan dan keuangan, kalo di pelayanan yah rawat inap, rawatjalan, rekam medis, farmasi, lab. Dan kalo keuangan semuaaspeknya.”
Dari hasil wawancara di atas diketahui bahwa fungsi SPI yakni
mengawasi kinerja pengelolaan RSUD Kota Cilegon dalam bidang pelayanan
yang mencakup semua aspek dari rawat inap, rawat jalan, rekam medis, farmasi,
laboratorium dan bidang keuangan baik pendapatan dan pengeluarannya. Hal
yang sama ditanyakan kepada I3.1 :
“Dari inspektorat ada tiga fungsi yang dijalankan untuk pemeriksaanpada umumnya, pertama itu perencanaan pengawasan program, keduaperumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan, ketiga itupemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugaspengawasan.”
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa Inspektorat Kota
Cilegon dalam menjalankan tugasnya didasari berdasarkan tiga hal yakni
perencanaan pengawasan program, perumusan kebijakan, fasilitasi pengawasan,
dan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Yang
ketiga hal tersebut sebenarnya fungsi tugas Inspektorat secara general yang
122
dilakukan bukan hanya kepada RSUD Kota Cilegon tetapi diterapkan kepada
semua instansi yang di audit. Berikut fungsi pengawasan Inspektorat dalam
bentuk bagan seperti dibawah ini:
Gambar 4.7Tahap Fungsi Pengawasan Inspektorat
Dari wawancara kedua informan tersebut dapat disimpulkan bahwa
fungsi pengendalian RSUD Kota Cilegon sudah dilakukan oleh dua pihak pertama
SPI dan yang kedua Inspektorat. Masing-masing memiliki peran dan fungsi yang
kurang lebih sama, hanya SPI merupakan unit di dalam struktur organisasi RSUD
sendiri sedangkan Inspektorat adalah unit eksternal atau diluar struktur organisasi
RSUD. Adapun aspek yang diawasi yaitu Pelayanan dan Keuangan. Kemudian
peneliti menanyakan hal apa saja yang telah dilakukan SPI dan Inspektorat dalam
menjalankan fungsi pengawasan atau pengendalian di RSUD Kota Cilegon ?
I1-8 :dijawab oleh
Perencanaan pengawasan program
Perumusan kebijakan dan fasilitasipengawasan
Pemeriksaan, pengusutan, pengujian,dan penilaian tugas pengawasan
123
Evaluasi pelayanan sama auditnya. audit pelayanan dan“pendampingan konsultan, SPI itu memberikan rekomendasi, jadi SPIitu hanya memberikan saran bukan menjadi eksekutor yang menjadieksekutornya itu manajemen, SPI hanya memberikan saran danpendapat yang menjadi eksekutor itu manajemen seperti direktur danwakil direktur jadi fungsi SPI hanya memberi pendapat saja. Setelahmelakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi harus ditindaklanjuti oleh manajemen, kan kita ada namanya fungsi pengawasan itutindak lanjut atas temuan SPI atau pemantauan, jadi SPI mengawasimemantau apa yang menjadi temuan”.
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa yang telah dilakukan
oleh SPI dalam menjalankan fungsinya yakni mengevaluasi pelayanan dan
mengaudit temuan dan melaporannya kepada pimpinan, karena SPI tidak
memiliki kewenangan untuk mengeksekusi adanya penyimpangan di dalam
I3-1kegiatan RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama diajukan kepada
“Fungsi pengawasan yang telah dilakukan oleh kami itu menyusundan menetapkan pengawasan di lingkungan RSUD Kota Cilegon”.
Dari wawancara di atas diketahui bahwa peraturan atau ketetapan
mengenai pengawasan diatur oleh Inspektorat sebagai pedoman dalam
menjalankan fungsi pengawasan baik yang dilakukan oleh SPI maupun oleh
Inspektorat itu sendiri.
Dari dua wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
telah dilakukan oleh SPI dan Inspektorat yakni mengevaluasi pelayanan dan
membuat suatu peraturan yang mengatur tentang pengawasan. Peneliti kembali
mengajukan pertanyaan mengenai prosedur apa yang harus dilalui oleh SPI dan
Inspektorat yang dalam menjalankan pengawasan di RSUD Kota Cilegon ?
dijawab oleh I1-8
124
“Melalui Surat Penugasan yang dibuat oleh Ketua SPI dan diserahkankepada Staff SPI yang menjalankan tugas pengawasan, misalpengawasan keuangan prihal penggunaan atau penyusunalaporannya.”Dari wawancara di atas diketahui bahwa Prosedur yang diterapkan
melalui Surat Penugasan Ketua SPI yang diserahkan kepada Staff yang
menjalankan tugas peng I3-1awasan. Hal yang sama ditanyakan kepada
“Prosedur yang harus dilalui sebenarnya hanya menyusun standarisasidalam pengecekan dan pelaporan dari setiap usaha, pengukuranpelaksanaan kegiatan, melaksanakan perbandingan pelaksanaandengan standar dan analisa penyimpangan, mengadakan koreksi padapelaksanaan.”
Dari wawancara diatas diketahui bahwa prosedur yang ditempuh oleh
Inspektorat yakni membuat standarisasi penyusunan dalam fungsi
pengawasannya, karena di dalam pernyataan sebelumnya, peraturan mengenai
pengawasan di RSUD Kota Cilegon Inspektoratlah yang membuatnya.
Dari kedua wawancara tersebut diketahui bahwasannya Prosedur
pengawasan yang dilakukan oleh kedua unit audit tersebut berbeda satu dengan
lainnya, jika SPI hanya berdasarkan Surat Perintah atau penugasan saja, berbeda
dengan Inspektorat yang membutuhkan standarisasi baik dalam persiapan,
pelaksanaan dan hasil laporan kesimpulannya. Kemudian peneliti menanyakan
tentang hal yang sama mengenai pengawasan yakni bagaimana proses
I1-8pengendalian atau pengawasan berlangsung ? dijawab oleh
“Jadi kita punya program kerja namanya rencanan kerja tahunan danrencana kerja semesteran yang ditanda tangani oleh direktur, jadidirektur sudah mengetahui dari awal pekerjaan SPI itu, program kerjaitu sudah tahu yang mau dilaksanakan itu audit, evaluasi kerja SPI,misalnya bulan ini audit keuangan, bulan depan audit yang lain.”
125
Proses pengendalian di SPI sebagaimana diketahui dari pemaparan di
atas yakni SPI melaporkan rencana kerja tahunan kepada direktur, sehingga
sebenarnya pihak direktur mengetahui kapan atau agenda apa saja yang akan
diaudit oleh SPI. Hal yang sama ditanyakan kepada I3-1
“Alurnya sih seperti ini Inspeksi, pengumpulan data, tanya jawab,konfirmasi pihak terkait, uji lapangan bila diperlukan, membuatsimpulan.”
Dari pemaparan di atas terdapat sistematika audit yang dilakukan oleh
Inspektorat seperti Inspeksi langsung, pengumpulan data, tanya jawab,
konfirmasi, uji petik dan membuat kesimpulan atau penilaian.
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
proses pengendalian yang dilakukan oleh SPI dan Inspektorat, di mana SPI hanya
mengaudit temuan atau yang berpotensi bermasalah dan bersifat pemberitahuan di
awal seperti melaporkan rencana kegiatan tahunan sedangkan Inspektorat
mengaudit hampir keseluruhan dari bidang pelayanan maupun keuangan, dan
bersifat independen atau bisa saja tanpa adanya pemberitahuan (mendadak).
Peneliti mengajukan kembali pertanyaan mengenai bagaimana alur hubungan
kerjasama/koordinasi antara RSUD Kota Cilegon dengan SPI/Inspektorat ?
I1-8dijawab oleh
“Jadi SPI itu berkoordinasi dengan dewan pengawas. Klo diperusahaan tu ada komite audit, komite audit itu akan memantaukinerja internal auditor SPI, nah jadi SPI itu melaporkan hasil kerjake dewan pengawas. Klo sama inspektorat itu lingkupnya beda denganSPI ya, klo inspektorat itu tingkat pemda klo SPI itu tingkat SKPD.Jadi ga ada hubunganya, jadi SPI itu bertanggung jawab kepdadirektur klo inspektorat kepda walikota, tapi untuk melaksanakn
126
pengawasanya inspektorta itu biasanya menanyakan dulu ke SPI apasaja yang sudah dilakukan supaya tidak tumpang tindih,apa yangsudah di audit SPI klo isnpektorat itu menyakini kinerja SPI sudahbagus dia tidak mengaudit ulang, sama dengan bpk juga dia akanmenanyakan terlebih dahulu apakah sudah di audit oleh SPI klomereka sudah yakin tidak di audit lagi klo tidak yakin baru merekamelakukan audit ulang.”
Dari wawancara di atas, diketahui bahwa hubungan koordinasi SPI
dengan RSUD Kota Cilegon tercangkup melalui satuan unit di struktur RSUD, di
mana di dalam susunan kepengurusan RSUD terdapat Dewan Pengawas sebagai
penerima hasil laporan SPI, dan koordinasi SPI dengan Inspektorat pun berjalan
dengan baik hal tersebut di lihat dari penjelasan di atas yang menyatakan bahwa
SPI menjelaskan kegiatan mana saja yang telah di audit sehingga tidak menjadi
double job oleh Inspektorat dan hal ini bisa dikatakan efisien. Hal yang sama pun
disampaikan oleh I3-1
“Dalam menjalankan fungsi inspektorat kami selalu koordinasi,singkronisasi, dan integrasi baik secara vertikal ke atasan, maupunsecara horizontal kepada mitra seperti SPI dan BPK dan DPRD.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa Inspektorat
selalu berkoordinasi secara horizontal dengan mitra terkait yakni SPI dan RSUD
Kota Cilegon dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
Dari wawancara di atas antara SPI dan Inspektorat dapat disimpulkan
bahwa Koordinasi antara RSUD dengan SPI dan Inspektorat berjalan baik hal
tersebut sebagaimana disampaikan oleh I1-8 dan I3-1 bahwa koordinasi tersebut agar
tidak terjadi tumpang tindih bagi berjalannya fungsi pengawasan. Peneliti
mengajukan pertanyaan kembali mengenai Siapa sajakah pihak yang berwenang
dalam mengawasi rumah sakit? Dari beberapa pihak yang berwenang melakukan
127
fungsi pengendalian, apakah (SPI/Inspektorat) melakukan koordinasi/kerjasama
dengan mereka? Bagaimana proses kerjasama/koordinasi tersebut? Dijawab oleh
I1-8
“Ada Dewan Pengawas, Seperti yang sudah saya jelaskan tadi ya, SPIitu berkoordinasi dengan dewan pengawas untuk mengaudit rumahsakit.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, disampaikan bahwa yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap RSUD Kota Cilegon salah satunya
yakni Dewan Pengawas dan SPI pun pasti berkoordinasi dengan Dewan Pengawas
karena terdapat pelaporan kegiatan pengawasan yang disampaikan. Hal yang sama
I3-1disampaikan oleh
“Inspektorat sebagai pengawas eksternal bertanggung jawab langsungkepada walikota. Tentu saja kami berkoordinasi untuk penyelengaraandaerah termasuk rumah sakit. Inspektorat bertanggung jawab terhadapproses pengawasan penyelengaraan daerah, melaporkan sertamemberikan usulan tindak lanjut temuan kepada walikota.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa Inspektorat
merupakan salah satu pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan
penyelenggaraan daerah salah satunya yakni RSUD Kota Cilegon, dan Inspektorat
sudah melakukan koordinasi sebagaimana yang dijelaskan pada pertanyaan
sebelumnya.
Dari dua wawancara di atas dapat disimpulakan bahwa pihak-pihak
yang berwenang dalam melakukan pengawasan yaitu Dewan Pengawas dalam hal
ini SPI sebaga pelaksananya, dan Inspektorat sebagai pengawas ekternal, yang
128
keduanya melakukan koordinasi guna berjalannya fungsi pengawasan yang efektif
dan efisien. Peneliti menannyakan kembali yakni prihal kapan sajakah
(SPI/Inspektorat) melakukan kunjungan dalam menjalankan fungsi
I1-8 :pengendalian/pengawasan di RS, dijawab oleh
“Kapannya lebih sering pak direktur yang meminta sewaktu-waktu,jadi tidak tentu kapannya”
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa jadwal atau waktu
pelaksanaan pengawasan tidak pasti atau bersifat tentatif karena direktur yang
I3-1 :menentukan. Hal yang sama disampaikan oleh
“Waktunya tidak pasti kapan (bisa kapan saja), ada dua metode dalamproses pengawasan, pengawasan langsung dan pengawasan tidaklangsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi olehpimpinan atau tim pengawas secara langsung ke lapangan (inspeksi).Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis.”
Dari penjelasan di atas, sifat tentatif mengenai waktu sama hal nya
dengan SPI yakni tidak pasti waktunya. Hanya saja jika Inspektorat menjelaskan
bentuk pengawasan secara langsung yakni inspkesi atau turun langsung ke
lapangan seperti mengawasi kinerja pelayanan dan pengawasan secara tidak
langsung yakni mempelajari bentuk laporan tertulis yang biasanya mencangkup
hal keuangan.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwasannya kedua pihak
yang menjalankan fungsi pengawasan sama-sama tidak menentukan waktu
pelaksaan secara pasti atau bersifat tentatif karena pada dasarnya pengawasan
yang baik tersebut tidak diketahui oleh pelaksana pelayanan sehingga kinerja yang
129
sebenar-benarnya dapat terlihat. Peneliti mengajukan kembali pertanyaan yakni
Dapatkah (SPI/Inspektorat) menyampaikan saran untuk perencanaan yang
I1-8terdapat di RS Cilegon? Dijawab oleh
“Kalau untuk perencanaan SPI tidak bisa memberikan saran kecuali
evaluasi dalam pelayanan dan keuangan rumah sakit.”Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa SPI dapat memberikan
saran atas hasil evaluasi pelayanan dan keuangan RSUD Kota Cilegon, namun
untuk hal perencanaan SPI tidak bisa memberikan saran atau masukan. Hal yang
I3-1berbeda disampaikan oleh
“Tidak bisa, kami hanya membuat perencanaan pengawasan danpemeriksaan program bukan perencaan pembangunan di rumah sakit,kami memberikan usulan kepada walikota bukan kepada rumah sakit.”
Dari pernyataan adi atas diketahui bahwa Inspektorat tidak
memberikan saran kepada RSUD Kota Cilegon, dan hanya terbatas sebagai
pengawas atau audit saja, adapun hasil dari pengawasan tersebut disampaikan
kepada Wali Kota.
Dari kedua wawancara di atas, terdapat perbedaan di mana SPI dapat
memberikan saran kepada RSUD sedangkan Inspektorat tidak memberikan saran,
dilihat dari struktur dan fungsi memang SPI berada di dalam pengawasan internal
yang sudah sepatutnya dapat memberikan saran langsung kepada Direktur, Dewan
Pengawas, Manajemen, dan Pihak terkait yang berada di lingkungan RSUD Kota
Cilegon untuk menjadi masukan yang bersifat konstruktif. Sedangkan Inspektorat
yang bersifat eksternal dinilai sebagai penilai atas dasar hasil audit pengawasan
oleh karena itu yang berhak memberi saran atas hasil penilaian tersebut yakni
130
Wali Kota. Peneliti menanyakan kembali terkait jika melihat jumlah tenaga medis
di RSUD Kota Cilegon memang sudah cukup banyak, namun ada beberapa yang
masih belum sesuai dengan jumlah yang seharusnya ada dalam PERMENKES
No. 340/MENKES/PER/III/2010 dan beberapa jika tidak hadir, tidak ada
pengganti sehingga mengganggu proses pelayanan RS. Bagaimanakah pihak
(SPI/Inspektorat) dalam menanggapi kekurangan tenaga medis tersebut? Apakah
I1-8(SPI/Inspektorat) sudah mengetahui hal tersebut, dijawab oleh
“SPI pada dasarnya mengetahui hal itu, Cuma memang kami hanyasebatas mengetahui adapun solusi terkait itu kembali lagi kepadapimpinan dalam hal ini Direktur RSUD, Mudah-mudahan kedepanyadapat teratasi.”Dari keterangan yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa SPI
mengetahui bahwa terdapat kekurangan tenaga medis di RSUD Kota Cilegon atau
belum sesuai dengan ketentuan Permenkes Nomor 340, namun wewenang SPI
hanya sebatas mengetahui kondisi tersebut, dan tidak bisa mengambil suatu
kebijakan atau wewenang lebih lanjut. Hal yang sama disampaikan oleh I3-1
“Untuk tenaga medis di rumah sakit, rumah sakit sendiri yangmengetahui kebutuhan tenaga medisnya. Direktur dapat berkoordinasidengan badan kepegawaian daerah untuk penambahan ataupengurangan tenaga kerja (medis) di rumah sakit. Kita tahu untukjumlah tenaga medis karena rumah sakit juga memberikan datapegawainya, tapi untuk urusan lebih atau kurang tenaga medis ituurusan rumah sakit dan badan kepegawaian daerah”
I3-1 di atas, dapat diketahui bahwaDari apa yang disampakan oleh
Inspektorat mengetahui ketentuan yang seharusnya dipenuhi mengenai tenaga
medis yang belum cukup sesuai Permenkes Nomor 340, namun sama seperti hal
nya SPI, Inspektorat mengembalikan kepada Manajemen RSUD Kota Cilegon
131
yang lebih mengetahui kebutuhan tenaga medisnya dan menyarakan agar
berkoordinasi dengan BKD apabila dirasa perlu untuk menamba tenaga medis.
Dari wawancara baik antara I1-8 dan I3-1 dapat disimpulkan
bahwasannya SPI dan Inspektorat mengetahui ketentuan mengenai tenaga medis
tertentu yang jumlahnya belum sesuai dengan Permenkes Nomor 340, Hal ini
disadari pula bahwasanya kondisi tersebut tidak dapat diatasi oleh kedua unit ini
karena hal tersebut dikembalikan kepada Manajemen RSUD Kota Cilegon.
Peneliti kembali mengajukan pertanyaan mengenai pelayanan di RSUD Kota
Cilegon seperti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan admnistrasi?
Dijawab oleh I5-1
“Saya ga tau sih, yang nguruskan waktu itu anak”
Dari penjelasan di atas tidak dapat diketahui berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk pelayanan administrasi, dikarenakan informan tidak
langsung menjalani proses pelayanan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2
“Ga tau, yang ngurus orang tua, saya kan kondisinya lagi sakit”
Dari penjelasan di atas, tidak berbeda dengan informan I5-1 karena
tidak langsung menjalani proses pelayanan. Hal yang sama kembali ditanyakan
kepada I5-3
“Kalau saya tadi pas daftar kebagian cepat ngga lama”
Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa waktu pelayanan
admnisrasi di RSUD Kota Cilegon berlangsung cepat. Kembali Peneliti tanyakan
kepada I5-4
132
“Tergantung antrian mba klo ini, klo lagi sedikit yang ngantri bisacepat”
Dari penjelasan informan I5-4 dapat diketahui bahwa waktu
pelayanan admnistrasi di RSUD Kota Cilegon tergantung dari situasi di ruang
pelayanan admnistrasi, jika pasien yang sedang melakukan proses pelayanan
administrasi sedikit maka waktu pelayanannya berjalan cepat ataupun sebaliknya.
Alur pelayanan pasien rawat jalan dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 4.7Alur Rawat Jalan
Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5
“Saya di sini dari jam 7 pagi udah ambil nomer antrian, trus nunggupanggilan di loket depan itu ya, Cuma pagi itu mereka belum buka,bukanya siang jam 8, malah kadang telat juga, jadi buat daftar aja kitaharus nunggu lama, ya kira-kira sekitar 1 jam deh”.Informan I5-5 menjelaskan bahwa terdapat waktu tunggu yang lama
diakibatkan informan datang pada pukul 7 pagi, sedangkan loket dibuka pukul 8
133
pagi. Sehingga ada waktu tunggu selama satu jam. Dan Informan menyatakan
bahwa terkadang loket buka tidak tepat waktu yang ditentukan. Terkahir hal yang
sama ditanyakan kepada I5-6
“Wah saya sih ga ngitung berapa lamanya, saya juga baru dateng, baruambil nomer antrean, ini uda rame aja”
Pernyataan di atas, seperti hal nya penjelasan yang telah disampaikan oleh
informan I5-4 bahwa kondisi dan situasi jumlah pasien menjadi indikator penyebab
waktu lama atau tidaknya proses pelayanan administrasi.
Dari enam informan yang telah diwawancarai terkait waktu pelayanan
admnistrasi di RSUD Cilegon dapat disimpulkan bahwa kondisi dan situasi
banyaknya pasien yang melakukan proses pelayanan admnistrasi menjadi
penyebab lama atau tidaknya waktu pelayanan, dan faktor penyebab waktu
pelayanan lainnya adalah keterlambatan pembukaan loket. Peneliti kembali
mengajukan pertanyaan terkait apakah anda sering berobat disini? Dijawab oleh
I5-1
“Sering, kalo sakit saya berobatnya disini”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan I5-1 sering berobat
di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2
134
“Ga juga, paling baru 2-3 kali.”
Berbeda dengan Informan I5-1, Informan I5-2 menyatakan hanya baru 2
sampai 3 kali berobat di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama pula ditanyakan
kepada I5-3
“Kalau sakit berobatnya ke sini soalnya dekat ke rumah.”
Dari pernyataan di atas, Informan I5-3 menyatakan sering berobat ke RSUD
Kota Cilegon dikarenakan dekat dengan rumahnya. Hal yang sama ditanyakan
kepada I5-4
“Ngga mba, mudah-mudahan ngga balik lagi kerumah sakit”
Dari pernyataan di atas, Informan I5-4 tidak sering berobat di RSUD Kota
Cilegon, dan mengharapkan yang terakhir untuk dirawat atau berobat di RSUD
Kota Cilegon. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5
“Nggak sering, siapa yg mau sering-sering dateng ke sini.”
Pernyataan Informan I5-5 tidak berbeda jauh dengan informan sebelumnya
yang menyatakan tidak sering berobat ke RSUD Kota Cilegon. Terakhir hal yang
sama ditanyakan kepada I5-6
“Bukan saya yang berobat, bapak saya check up hari ini, minggu laludirawat di sini.”
Dari pernyataan di atas, tidak dapat jawaban seberapa sering atau tidaknya
informan untuk berobat ke RSUD Kota Cilegon dikarenakan hanya sebatas
mengantar atau menemani orang tuanya yang sudah dirawat atau check up.
Dari keenam Informan yang telah diwawancarai tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa seberapa sering Informan berobat ke RSUD Kota Cilegon
135
bervariasi jawabannya terdapat dua informan yang sering dan selebihnya tidak,
yang sering dikarenakan dekat dengan rumah, dan yang tidak sering karena
sifatnya yang tentatif tergantung kondisi kesehatannya. Peneliti kembali
menanyakan kepada Informan terkait mengapa Informan berobat di RSUD Kota
Cilegon ? dijawab oleh I5-1
“Karena saya udah percaya sih ya, dari dulu keluarga juga disini aja”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kepercayaan akan
pelayanan kesehatan dari RSUD Kota Cilegon dan rekomendasi dari keluarga
mempengaruhi alasan informan untuk berobat di RSUD Kota Cilegon. Hal yang
sama ditanyakan kepada I5-2
“Rumah saya di Panggung Rawi, jadi deket”
Dari pernyataan di atas, alasan berobat di RSUD Kota Cilegon
dikarenakan lokasinya berdekatan dengan rumah informan. Hal yang sama
ditanyakan kepada I5-3
“Dekat rumah sih mba”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui alasan informan berobat di RSUD
Kota Cilegon sama hal nya dengan informan sebelumnya yakni, lokasi RSUD
berdekatan dengan rumah. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-4
“Karena dapat rujukan dari puskesmas”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ada suatu pasien dirujukan
atau rekomendasi dari Puskesmas tempat pasien dirawat sebelumnya dikarenakan
ada suatu hal yang tidak bisa ditangani oleh tim di Puskemas, pernyataan tersebut
136
berbeda dengan tanggapan informan sebelumnya. Hal yang sama pula ditanyakan
kepada I5-5
“Soalnya deket sih dari rumah”
Dari parnyataan di atas, sama dengan pernyataan I5-2 dan I5-3 sebelumya
yakni mengenai lokasi RSUD yang berdekatan dengan rumah. Hal yang sama
ditanyakan kepada I5-6
“Udah dapet rujukan dari puskesmasnya gitu”Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pasien berobat di RSUD
Kota Cilegon dikarenakan rujukan dari Puskemas hal ini sama percis dengan apa
yang di alami oleh informan I5-4.
Dari enam infroman yang telah diwawancara di atas, dapat disimpulkan
bahwa setidaknya ada dua alasan mengapa pasien beroba di RSUD Kota Cilegon,
yang pertama yakni karena lokasi yang berdeketan dengan rumah, dan kedua
karena rujukan dari Puskemas tempat pasien dirawat sebelumnya. Peneliti
kembali menanyakan terkait pelayanan di RSUD Kota Cilegon yakni bagaimana
pelayanan administrasi di RSUD Kota Cilegon ? dijawab oleh I5-1
“Bagus kok”
Dari pernyataan tersebut, informan menilai pelayanan administrasi di
RSUD Kota Cilegon sudah tergolong bagus. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-
2
“Gatau, bukan saya yang ngurus. Tapi kayaknya sih cepet, soalnya sayacepet dapet kamarnya”
Dari pernyataan tersebut, Informan memberikan jawaban bahwa pelayanan
administrasi RSUD Kota Cilegon termasuk dalam kategori bagus, didasari salah
137
satunya yakni cepat mendapatkan kamar untuk pasien. Hal yang sama
disampaikan kepada I5-3
“Ya biasa pelayanan admistrasi mah gitu gitu aja, siapin ktp, kartu bpjsterus ngantri”
Penjelasan di atas dari informan I5-3 tergolong tidak memberikan penilaian
dikarenakan hanya sebatas menjawab persyaratan-persyaratan yang harus
disiapkan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-4
“Biasa mba klo itu, klo udah punya KIB sih tinggal daftar mau ke poli apasesuai sama keluhanya, terus nanti diarain ke dokternya terus nunggupanggilan.”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa inforaman I5-4 menganggap
biasa pelayanan admnistrasi di RSUD Kota Cilegon, dan menjelaskan mengenai
penggunaan KIB yang sudah bisa langsung daftar. Hal yang sama ditanyakan
kepada I5-5:
“Kurang bagus sih, ya tadi itukan karna saya ngantri lama”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi di
RSUD Kota Cilegon dinilai kurang bagus oleh informan dengan alasana daftar
tunggu yang banyak dan waktu antri yang lama. Hal yang sama ditanyakan
kepada I5-6:
“Ribet sih, uda ada surat check up tapi masih tetep ambil nomerpendaftaran juga”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi di
RSUD Kota Cilegon dinilai sulit dengan alasana sudah ada surat check up tetapi
harus tetap mengambil nomor antrian.
138
Dari keenam informan yang telah diwawancara, dapat disimpulkan
bahwasannya penilaian tentang pelayanan administrasi di RSUD Kota Cilegon
cukup bervariatif, dengan terdapat alasan yang beragam. Penilaian bagus,
dikarenakan mendapatkan fasilitas yang cepat dan menilai tidak bagus
dikarenakan daftar tunggu antrian yang lama. Peneliti menanyakan tentang apakah
sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon memadai, dijawab oleh I5-1
“Lengkaplah buat saya mah”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana RSUD
Cilegon termasuk dalam kategori lengkap untuk ukuran pribadi informan, hal
yang sama ditanyakan kepada I5-2
“Cukup kalo buat saya”
Penjelasan dari informan di atas, menilai sarana dan prasarana di RSUD
Kota Cilegon cukup memadai. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-3
“Cukup, lumayanlah”
Sama dengan pernyataan informan sebelumnya, sarana dan prasarana di
RSUD Kota Cilegon dinilai cukup memadai. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-
4 seperti berikut:
“Kurang sih kalo kata saya, soalnya saya ini padahal uda dateng pagi tapiga dapet tempat duduk buat nunggu panggilan nomer.”
Dari penjelasan di atas, berbeda dengan pernyataan sebelumnya bahwa
sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon dinilai kurang memadai, dengan
alasan kursi duduk tempat menunggu antrian di ruang pelayanan administrasi
tidak mencukupi. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5
139
“Kurang, alat lab nya kurang, saya masih harus ke luar, ke biomed untukperiksa sisanya, karna alatnya ga ada disini”
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di
RSUD Kota Cilegon dinilai kurang memadai dengan alasan peralatan kesehatan di
laboratorium tidak lengkap atau kurang, sehingga pasien harus ke laboratorium di
luar RSUD Kota Cilegon.
Dari enam hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa sarana dan
prasarana di RSUD Kota Cilegon memiliki jawaban yang variatif dengan empat
informan menyatakan cukup memadai namun dua informan menyatakan kurang
memadai dengan alasan sarana penunjang pelayanan kurang dan peralatan
kesehatan di Laboratorium kurang. Peneliti kembali menanyakan tentang
bagaiman kondisi sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon, dijawab oleh I5-1:
“Bagus, bersih, rapilah”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kondisi sarana dan
prasarana di RSUD Kota Cilegon dinyatakan atau dinilai bagus, bersih, dan rapih
oleh informan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2
“Ya namanya lagi sakit ya sebenernya ga terlalu peduliin itu sih, ygpenting saya cepet sembuh aja.”
Dari pernyataan di atas, informan menyatakan sebenarnya tidak terlalu
memperhatikan terkait kondisi sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon, hal
yang sama kembali ditanyakan kepada I5-3
“Sepertinya alat-alatnya udah lama sih, tapi masih layak pakai”
140
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa penilaian terhadap kondisi
sarana dan prasarana masih tergolong layak pakai. Hal yang sama pula ditanyakan
kepada I5-4
“bagus mba, ruang tunggunya aja baru”
Dari pernyataan di atas informan menyatakan bahwa sarana yakni ruang
tunggu di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus karena kondisi ruangannya masih
baru. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5
“Bagus sih soalnya masih baru, tapi masih ga cukup”
Dari penyataan di atas dapat diketahui bahwa kondisi sarana dan prasarana
dinilai masih bagus walaupun terdapat prasarana seperti kursi yang masih kurang.
Terakhir peneliti tanyakan hal yang sama kepada I5-6
“Lumayan kalo di Kelas I mah, tapi gatau ya kalo di kelas lain”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana yang
diamati oleh informan khususnya di Kelas I dinilai bagus.
Dari hasil wawancara dengan enam informan di atas dapat disimpulkan
mengenai kondisi sarana dan prasaran di RSUD Kota Cilegon tergolong baik hal
ini diperkuat dari ruang pelayanan yang masih baru dan nyaman. Peneliti kembali
menanyakan tentang bagaimana tindakan tenaga medis ? dijawab oleh I5-1
“Baik – baik dokternya, susternya juga”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis baik
yang dilakukan oleh dokter maupun perawat dinilai baik oleh informan. Hal yang
sama ditanayakan kepada I5-2
“Bagus, di tambah lagi dokternya cantik”
141
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di
RSUD Kota Cilegon dinilai baik oleh informan, hal serupa peneliti tanyakan
kepada I5-3
“Saya berobat disini tindakannya tepat”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di
RSUD Kota Cilegon dinilai baik dan tepat dalam menangani pasien oleh
informan, hal serupa peneliti tanyakan kepada I5-4
“Bagus, cepat, tindakanya sesuai sama penyakit mba”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di
RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dan cepat dan dirasa sesuai dengan keluhan
yang dirasakan oleh pasien. Hal yang sama ditanayakan kepada I5-5
“Gak tau, saya kan baru daftar ini, belum ketemu juga sama dokternya.”
Berbeda dengan pernyataan informan sebelum-sebelumnya, pernyataan
informan I5-5 menyatakan ketidak tahuan nya terhadap kinerja tenaga medis di
RSUD Kota Cilegon dikarenakan baru sebatas daftar untuk berobat sehingga
belum dapat menilai tentang tenaga medis tersebut. Hal yang sama ditanyakan
kepada I5-6
“Tindakannya sih bagus, Cuma kadang malem perawatnya suka berisik,ngobrol2 gitu”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di
RSUD Kota Cilegon dinilai bagus oleh informan, walaupun terdapat catatan
bahwa perawat yang bekerja pada shift malam dinilai berisik karena berdiskusi
atau ngobrol.
142
Dari keenam pernyataan yang telah dinyatakan oleh informan di atas dapat
disimpulkan bahwa tindakan tenaga medis baik dokter maupun perawat yang
berada di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus oleh Informan. Selanjutnya peneliti
menanyakan tentang respon yakni apakah dokter mananyakan keluhan pasien ?
dijawab oleh I5-1
“Iya, pertama kali saya ketemu pasti ditanya dulu sakitnya yg mana aja”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota
Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit
dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-2
“Iya, ditanya sambil diperiksa juga sih”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui seperti pernyataan informan
sebelumnya bahwa dokter di RSUD Kota Cilegon menanyakan kepada pasien
atau informan mengenai keluhan atau sakit dibagian tubuh mana saja. Hal yang
sama peneliti tanyakan kepada I5-3
“Iya mba, klo ngga nanya tau saya sakit dari mana, kan dokter nanyadulu keluhanya baru ngasih tindakan”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota
Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit
dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-4
“Iya mba nanya dulu sakitnya apa, sakitnya dibagian apa gitu-gitu”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota
Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit
dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-5
143
“Saya kurang tau sih tentang hal itu”
Dari pernyataan di atas dapat berbeda dengan pernyataan informan
sebelumnya bahwa informan I5-5 tidak mengetahui dikarenakan belum bertemu
dengan dokter. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-6
“Ya iyalah, masa dokter main periksa2 aja kan ga mungkin”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota
Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit
dibagian tubuh mana saja.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dokter
di RSUD Kota Cilegon dalam memeriksa pasien selalu menanyakan keluhan atau
di bagian tubuh mana yang dirasa sakit. Peneliti kembali mengajukan pertanyaan
kepada informan terkait bagaimana keterbukaan informasi dan pelayanan di
RSUD Kota Cilegon ? dijawab oleh I5-1
“Terbuka ya karna kalo ada apa2 mereka ngomong langsung gitu kepasien / keluarga pasien”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa informasi yang
disampaikan atau diumumkan di RSUD Kota Cilegon dinilai terbuka dan
responsive dengan dinyatakan bahwa jika terdapat sesuatu hal pihak RSUD
langsung memberikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien. Hal yang
sama ditanyakan kepada I5-2
“Kalo kata saya sih ya bagus – bagus aja”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai
keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus. Hal
yang sama ditanyakan kepada I5-3
144
“Bagus, tuh seperti pengumuman dokter yang lagi berhalangan hadir diinfokan di tempel ditembok”Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai
keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dengan
alasan pengumuman yang terkait dengan pelayanan diberitahukan di selebaran
yang ditempelkan di dinding. Hal serupa ditanyakan kepada I5-4
“Baik, tadi saya nanya terus dikasih tau harga kelas-kelas kamar klo maudirawat inap disini untuk pasien non bpjs”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai
keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dengan
alasan informasi yang disampaikan jelas mengenai tarif atau biaya yang
dikenakan kepada pasien. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5
“Ga tau”
Dari pernyataan di atas, informan I5-5 tidak mengetahui bagaimana
keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama
ditanyakan kembali kepada I5-6
“Bagus, soalnya disini ada alat lab yg gada, dikasih tau langsung kebiomed”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai
keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus,
dikarenakan jika ada kendala seperti rujukan ke lab di luar RSUD diberi
informasi.
Dari pernyataan yang telah disampaikan oleh keenam informan tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD
Kota Cilegon dapat dinilai dalam kategori baik atau bagus dengan beberapa alasan
145
diantaranya informasi harian yang disampaikan, pertanyaan-pertanyaan pasien
yang dijawab sampai kendala-kendala yang diinformasikan kepada pasien atau
keluarga pasien. Pertanyaan terakhir peneliti tanyakan mengenai apakah obat yang
berada di RSUD Kota Cilegon ini sudah lengkap ? dijawab oleh I5-1
“Sejauh ini kalo saya berobat disini, obat yg saya terima ada terus”Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD
Kota Cilegon dinilai sudah lengkap dan mencukupi. Hal yang sama ditanyakan
kepada I5-2
“Iya lengkap”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD
Kota Cilegon dinilai sudah lengkap, pernyataan ini sama dengan pernyataan yang
disampaikan oleh informan sebelumya. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-3
“Selama ini sih lengkap, obat yang dibutuhkan buat saya ada terus”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD
Kota Cilegon dinilai sudah lengkap, dengan alasan obat yang dibutuhkan selalu
tersedia. Hal yang sama pula ditanyakan kepada I5-4
“Cukup lengkap lah mba, masa rumah sakit ngga lengkap”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD
Kota Cilegon dinilai sudah lengkap. Hal yang serupa kembali ditanyakan kepada
I5-5
“Ga tau”
Dari pernyataan tersebut di atas, informan I5-5 tidak mengetaui ketersedian
obat di RSUD Kota Cilegon lengkap atau tidak dikarenakan belum menerima
146
melakukan cek kesehatan sehingga belum menerima obat. Hal yang sama
ditanyakan kepada I5-6
“Lengkap sih, tapi kadang kalo stoknya kosong kita harus nebus di luar”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD
Kota Cilegon dinilai sudah lengkap walaupun jika tidak ada pasien harus menebus
obat di apotik luar.
Dari enam informan yang telah diwawancara dan dengan pernyataannya
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Obat yang tersedia di RSUD Kota Cilegon
lengkap dengan pernyataan informan yang sama.
4.3 Pembahasan
Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan
kegiatan interpretasi hasil penelitian, yaitu menggabungkan temuan hasil
penelitian di lapangan dengan dasar operasional yang telah ditetapkan sejak awal.
Pembahasan merupakan inti dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori POAC (Planning, Organizing,
Actuating, dan Controling) dari G.R Terry. Di mana teori tersebut digunakan
sebagai alat untuk menganalisis dan menilai sejauh mana pengelolaan RSUD Kota
Cilegon, bagaimana perbaikan manajemen pengelolaannya, apakah terdapat
peningkatan pelayanan dan memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan di RSUD
tersebut.
Manajemen pengelolaan suatu organisasi terlebih organisasi tersebut
merupakan badan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan
147
suatu keharusan yang harus dijalankan dengan baik dan profesional. Karena
pengelolaan yang dilakukan secara baik dan profesional akan menghasilkan atau
output yang baik juga, dan hasil luaran atau outcome pun akan selaras yakni
menghasilkan produk yang baik yang amat sangat dirasakan oleh pasien / publik
dalam hal ini masyarakat.
Cilegon yang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang
merupakan termasuk jenis kota industri tentu menjadikan Kota Cilegon sebagai
penggerak roda perekonomian baik lokal maupun nasional, tingkat heterogen
masyarakat, kultur, dan sosial ekonomi tentu merupakan ciri khas dari suatu kota
industri. Dari keragaman itu tentu dibutuhkannya suatu fasilitas layanan untuk
msyarakatnya, baik itu fasilitas layanan pendidikan, kesehatan, olah raga, sentra
ekonomi, dan lain sebagainya. Dan tentunya fasilitas pelayanan publik itu
disediakan oleh Pemerintah Daerah sekitar.
Dalam hal ini jenis pelayanan yang disediakan oleh Pemda Kota Cilegon
dan diteliti oleh peneliti adalah layanan kesehatan yang berupa RSUD Kota
Cilegon, Rumah Sakit yang tergolong dalam tipe B ini melayani segenap
Masyarakat yang berada di Kota Industri tersebut.
Oleh karena diperlukannya suatu penelitian terhadap penilaian RSUD Kota
Cilegon tersebut, di mana Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang
sangat diperlukan dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi
atau instansi seperti rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi
pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi
pemilik rumah sakit, hasil penilaian kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan
148
informasi tentang kinerja manajemen atau pengelola yang telah diberikan
kepercayaan untuk mengelola sumber daya rumah sakit. Bagi masyarakat, semua
hasil penilaian kinerja rumah sakit dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan
pertimbangan kepada siapa (rumah sakit) mereka akan mempercayakan perawatan
kesehatannya.
1. Perencanaan / Planning
Berkaitan dengan perencanaan terhadap penelitian rumah sakit di Cilegon,
menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang digariskan, planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan,
karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.
Pembahasan mengenai perencaaan ini ada beberapa hal yang menjadi
bahan penelitian yakni mekanisme perencanaan di RSUD Kota Cilegon,
hal apa saja yang sudah masuk dalam program perencaaan, agenda
perencanaan yang belum terealisasi, sumber pembiayaan untuk
menjalankan rencana tersebut dan bagaimana anggaran harus dapat
terserap secara efektif dan efisien.
Pertama, mekanisme perencanaan yang dilakukan di RSUD Kota Cilegon
yakni melalui mekanisme bottom up atau poin-poin perencanaan
bersumber dari usulan bawahan atau unit-unit instalasi (smr) yang
kemudian mereka membuat suatu laporan kebutuhan yang diserahkan
kepada bidang perencanaan, atau seperti yang telah dilakukan yakni
Bidang Perencanaan mengumpulkan semua PPTK untuk membuat suatu
rencana kebutuhan baik yang bersifat rutin ataupun waktu tertentu
149
dikarenakan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi subjek yang lebih
mengetahui yaitu staff pelaksana atau staff dalam jajaran teknis bawahan.
Dengan mekanise seperti itu diharapkan semua kebutuhan di RSUD Kota
Cilegon dapat diinventarisasi dan diketahui oleh pimpinan dalam hal ini
jajaran Direktur dan Wakil Direktur.
Kedua yaitu perencanaan yang belum terealisasi yakni pembangunan
tampak muka, dikarenakan pihak Manajemen (PPTK) belum mendapatkan
pihak pelaksana pembangunan tersebut (kontraktor). Dan dari semua
perencanaan tersebut, anggaran didapatkan dari APBD, APBN, dan
Swakelola RSUD Kota Cilegon untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang diperlukan baik yang bersifat rutin maupun tertentu, baik untuk hal
pelayanan maupun peningkatan fasilitas sarana dan prasarana. Dan
terakhir anggaran tersebut akan optimal secara efektif dan efisien apabila
penggunaannya disesuaikan dengan perencanaan yang telah dibuat atau
ditetapkan.
2. Pengorganisasian / Organizing
Berkaitan tentang pengorganisasian di RSUD Kota Cilegon yang berfungsi
untuk mengatur seluruh unit dan komponen yang ada sehingga
pelaksanaan dapat berjalan dan berhasil guna. Dalam hal ini ada beberapa
temuan hasil dari penelitian ini yang pembahasannya meliputi banyak hal,
yakni diantaranya sistem pembagian kerja, peraturan, pengelompokan,
penetapan kerja, dan lain-lain.
150
Pertama adalah sistem pembagian kerja yang meliputi waktu atau jam
kerja yaitu dibedakan antara dua bidang kerja, jika satuan manajemen
bekerja dalam jadwal hari senin sampai dengan sabtu mulai pukul 07.30
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, dan sabtu hanya dibatasi sampai
jam 12.00 WIB, sedangkan untuk satuan tenaga medis dibagi kedalam tiga
shift mulai shift 1 (pukul 07.00 s/d 14.00 WIB) shift 2 (pukul 14.00 s/d
21.00 WIB), dan shift 3 (pukul 21.00 s/d 07.00 WIB). Jadwal tersebut
telah diatur didalam Peraturan Walikota dan Peraturan internal RSUD
Kota Cilegon.
Kedua mengenai aturan khusus, memang kategori sumber daya manusia di
RSUD Kota Cilegon dibedakan dalam tiga jenis, pertama yang berstatus
PNS aturannya langsung berasal dari pusat, jika melihat peraturan tata
tertibnya yakni di PP Nomor 53 tahun 2010, untuk status BLUD yakni
aturannya termuat di dalam peraturan internal RSUD Kota Cilegon dan
untuk yang berstatus TKK peraturannya berasal dari Pemerintah Kota
Cilegon, dalam hal ini Perwal. Aturan-aturan tersebut pada dasarnya
mengatur tentang tata tertib, perjanjian kerja, jadwal kerja, tidak
menyalahgunakan wewenang dan bertanggung jawab atas apa yang
dikerjakan termasuk fasilitas seperti peralatan medis, dan lainnya.
Ketiga, mengenai pengelompokan dan penetapan kerja di RSUD Kota
Cilegon disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya, seperti Dokter,
Bidan, Perawat, Apoteker, dan lain-lain. Proses penempatan kerjanya
sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelemnya yang terkait dalam
151
peraturan masing-masing status pegawai seperti PNS ditetapkan oleh pusat
melalui BKD Kota Cilegon, BLUD melalui Pimpinan RSUD dalam hal
teknisnya melalui Kasubag Kepegawaian, dan TKK berasal dari Pemda.
Kendala yang ditemukan dalam hal ini yakni ada penempatan tugas dan
fungsi yang tidak sesuai seperti Bidan yang seharusnya ditugaskan terkait
Ibu dan Anak namun disini ditugaskan dalam bagian poliumum dan
administrasi.
Keempat, yakni terkait kekurangan pegawai, RSUD Kota Cilegon dalam
penelitian ini dinilai masih kekurangan untuk tenaga medisnya seperti
Dokter Spesialis, suster, apoteker, dan sebagian tenaga pendukung
administrasi. Adapun cara mengatasi kekurangan tersebut dengan cara
melakukan rekruitment oleh RSUD, mengajukan permohonan kepada
BKD, dan membuka atau mengusulkan formasi kepegawaian PNS.
Kelima, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pelayanan RSUD Kota
Cilegon, informan menganggap bahwa anggaran, sumber daya manusia,
dan fasilitas sarana prasarana seperti peralatan medis, menjadi faktor
penunjang untuk pelayanan yang optimal.
3. Pelaksanaan / Actuating
Berkaitan dengan pelaksanaan (Actuating) yang merupakan kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-
tujuan dapat tercapai. Pelaksanaan ini berandil besar dalam suksesnya
suatu operasional kegiatan dalam hal ini pelayanan di RSUD Kota
152
Cilegon, dalam penelitian ini pembahasan yang dipaparkan terkait
pelaksanaan meliputi beberapa hal diantaranya penanggungjawab dalam
pemberian wewenang atau mengarahkan kinerja, bentuk pengarahan yang
dilakukan, jenis seperti apa dan apakah ada suatu motivasi untuk
mendorong dalam pencapaian tujuan.
Pertama, yang berwenang dalam mengarahkan tujuan yakni Direktur
RSUD Kota Cilegon sebagai penanggung jawab atau pimpinan tertinggi
salam struktur organisasi Rumah Sakit, dan Kepala Unit sebagai pimpinan
cabang dari tiap-tiap unit layanan yang berada di Rumah Sakit.
Kedua, yakni bentuk pengarahan yang disampaikan oleh pimpinan untuk
meningkatkan pelayanan bagi pasien disampaikan melalui apel pagi atau
briefing, apel pagi dilaksanakan setiap hari dan briefing dilaksanakan
sekurang-kurangnya seminggu sekali, dimana forum briefing merupakan
salah satu kegiatan untuk menyelesaikan masalah (Problem Solving) yang
dianggap perlu ada suatu tindakan penyelesaian.
Ketiga, adalah perintah kerja yang ditunjukan kepada orang atau bagian
dalam bentuk tulisan maupun lisan yang selama ini dikerjakan, seperti
halnya dalam bentuk tulisan berupa diterbitkannya Surat Perintah (SP) dan
Memo.
Terakhir yakni motivasi yang diberikan pimpinan terhadap pegawai adalah
berupa Bonus (Reward) dan insentif tambahan, hal ini merupakan
dorongan kepada pegawai agar meningkatkan kinerja dan pelayanan
kepada pasien atau masyarakat umum.
153
4. Pengawasan / Controlling
Pengawasan atau Pengendalian merupakan pengukuran dan perbaikan
terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah
dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara.
Pengawasan menyumbang suatu faktor agar tujuan organisasi dapat
terwujud atau terkendali dan meminimalisir timbulnya penyimpangan
terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Dari faktor pengawasan ini ada
beberapa hal yang perlu dijelaskan diantaranya.
Pertama, fungsi pengawasan SPI/Inspektorat di RSUD Kota Cilegon
meliputi pengawasan pelayanan dan audit keuangan, dan juga
mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan. Prosedur yang dilakukan
sesuai dengan program kerja tahunan yang dibuat, dengan cara membuat
Surat Tugas yang ditujukan kepada staff pengawas untuk langsung
melakuan pengawasan, adapun teknisnya seperti : (Inspeksi, Pengumpulan
data, tanya jawab, konfirmasi pihak terkait, uji lapangan, dan membuat
kesimpulan).
Kedua, alur hubungan antara SPI dan RSUD yaitu melalui dewan
pengawas yang terdiri dari unsur pimpinan RSUD Kota Cilegon, dan alur
hubungan SPI dan Inspektorat hanya sebatas koordinasi dalam hal
pengawasan yang telah dilakukan. Waktu pengawasan tidak dapat
ditentukan atau bersifat tentatif dan bagaimana permintaan Direktur
sewaktu-waktu.
154
Ketiga, dari hasil pengawasan dan pengendalian tersebut, SPI hanya
sebatas mengetahui apabila terjadi temuan-temuan di lapangan, seperti
kekurangan pegawai dan lain sebagainya, dan hanya sebatas membuat
kesimpulan yang kemudian disampaikan kepada pimpinan.
Keempat, jenis-jenis pelayanan yang telah dilakukan diantaranya waktu
pelayanan tidak tentu batasan penyelesaiannya dikarenakan mengikuti
situasi dan kondisi dari banyaknya pasien, jika semakin banyak maka
waktu pelayanan (waktu tunggu) semakin lama, jika tidak maka akan
cepat. Alasan untuk berobat di RSUD Kota Cilegon dikarenakan beberapa
alasan, diantaranya karena jarak yang dekat, rekomendasi keluarga, dan
rujukan dari puskesmas.
Kelima, Penilaian pelayanan RSUD Kota Cilegon, empat informan
menilai bagus. Akan tetapi dua informan menilai kurang bagus dengan
alasan antrian lama, dan merasa ribet karena harus mengambil nomor
antrian walaupun sudah melakukan check up. Penilaian terhadap sarana
dan prasarana pun sama yakni empat informan menilai cukup bagus, tetapi
dua informan menilai kurang karena tempat duduk yang belum mencukupi
dan fasilitas peralatan di laboratorium yang kurang. Selebihnya penilaian
terhadap kondisi sarana dan prasarana, tindakan tenaga medis, informasi
yang disampaikan RSUD Kota Cilegon kepada pasien, dan ketersediaan
obat dinilai bagus.
Tabel 4.1
Hasil Penelitian
155
No. Indikator Hasil Temuan Lapangan Kendala1. Planning 1. Pembangunan
Tampak Muka Depanbelum terealisasikan
1. Belum didapatkan pihakketiga yang mampumengerjakan projecttersebut
2. Kurangnya anggaran3. Lemahnya faktor-faktor
pendukung sebelumusulan perumusanperencaanaan seperti tidakdilakukan kajianmengenai bagaimanatujuan perencanaantersebut, manfaatperencanaan tersebut,ketidaksiapan anggaran,dll
2. Organizing 1. Kurang tenaga medisdi bidang dokterspesialis
2. Penempatan pegawaiyang tidak sesuaidengan latar belakangpendidikan dankeahlian
1. Manajemen pengelolaanSDM yang kurangoptimal
2. Perekrutan pegawai yangtidak didasari darikebutuhan RS
3. Actuating 1. Pengarahan dari liniatas ke bawahdilakukan denganlisan dan tertulis, sertasering dilakukannyameeting setelah apelpagi sebelummelaksanakankegiatan
2. Pengarahan diberikandari tiap-tiap kepalaunit kepada stafnyakembali setelahkepala-kepala unittersebut mengadakan
-
156
meeting denganDirektur atau Wadirsebagai pimpinantertinggi
3. Reward diberikansesuai dengan hasilkinerja masing-masing pegawai
4. Punishment dilakukandengan verbal dannon verbal, dilakukanjika terdapat pegawaiyang melanggaraturan yang telahdisepakati bersama
4. Controlling 1. Koordinasi yangdilakukan RS denganpihak-pihak terkaitseperti BKD danInspektorat sudahcukup bagus. Akantetapi tidak denganSPI sebagai auditorinternal dalam RS
2. Pelayanan RSUDKota Cilegon berjalanlambat
3. Sarana dan Prasaranakurang memadai
1. Koordinasi dengan SPIkurang baik
2. Antrian yang lama, waktutunggu yang tidak pasti,kurangnya tenaga medis
3. Sarana prasarana kuranglayak bagi penyandangcacat dan anak-anak, alatlaboratorium kurang
(Sumber: Peneliti, 2017)
156
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka
penyimpulan akhir tentang Manajemen Pengelolaan RSUD Kota Cilegon sudah
berjalan dengan baik walaupun masih terdapat indikator yang harus diperbaiki
atau dioptimalkan.
Dari hasil pembahasan, manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon sudah berjalan dengan optimal, hal ini dapat dilihat dari beberapa
perencanaan yang telah terlaksana seperti adanya peningkatan pelayanan
kesehatan, perbaikan kesehatan masyarakat serta beberapa penambahan alat
kesehatan. Namun demikian, masih ditemukan kendala dalam perencanaan
pembuatan tampak muka depan rumah sakit yang sudah tertunda hingga 3 tahun
lamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan di RSUD Kota Cilegon masih
belum optimal karena masih ada perencanaan yang belum terealisasikan. Dalam
pengorganisasian di RSUD Kota Cilegon sudah berjalan dengan baik, hal ini
dapat dilihat dari cukup banyaknya jumlah pegawai yang terdapat di RSUD Kota
Cilegon, Akan tetapi, perekrutan pegawai yang terjadi belum disesuaikan
berdasarkan kebutuhan yang seharusnya sehingga dengan banyaknya jumlah
pegawai tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian penempatan pegawai dengan
latar belakang pendidikan masing-masing pegawai. Sedangkan dalam
pengaarahan, tidak ditemukan masalah atau kendala yang berarti, hal ini dapat
158
dilihat dari pernyataan beberapa informan yang mengaku pengarahan, reward
maupun punishment (SP) sudah sesuai dengan peraturan yang ada.
Koordinasi yang terjadi antara pihak manajemen RSUD Kota Cilegon dengan
Dinas maupun Badan terkait sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari adanya
koordinasi antara BKD yang telah menerima usulan pengajuan penambahan
pegawai khususnya tenaga medis yang berstatus PNS di RSUD, serta Inspektorat
yang telah mengetahui adanya perencanaan pembuatan tampak muka depan yang
belum terealisasikan dan beberapa pengawasan mengenai sarana prasarana serta
pengauditan laporan keuangan serta kinerja pelayanan Rumah Sakit tersebut.
Namun demikian, masih ditemukan kurangnya koordinasi antara SPI dengan
pihak manajemen RS dalam keterbukaan informasi mengenai proses perencanaan
tersebut, walaupun hal-hal yang berkaitan langsung dengan pihak RS seperti
mengaudit keuangan dan memberikan saran mengenai sarana prasarana kepada
RS telah terlaksana dengan cukup optimal.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian diatas maka
peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon, seperti berikut ini :
1. Dalam segi perumusan perencanaan tampak muka depan RSUD Kota
Cilegon hendaknya merencanakan dengan seksama. Hal ini dapat dilihat
dari aspek kebutuhan (prioritas utama), perencanaan tentang jumlah
anggaran, tujuan dibangunnya tampak muka depan (input, output dan
158
outcomenya) untuk pihak Rumah Sakit maupun masyarakat sekitar.
Melakukan kembali kajian tentang usulan perumusan perencanaan tampak
muka depan RSUD Cilegon agar ke depannya tidak lagi terjadi
perencanaan yang gagal dikarenakan kekurangan anggaran, tidak
ditemukan pihak ketiga, ketidaksiapan tim project, dsb. Meninjau ulang
perencanaan yang menjadi prioritas utama dalam 3-5 tahun ke depan serta
menyiapkan berbagai hal pendukung lainnya dalam pelaksanaan
perencanaan tersebut agar tidak menjadi sia-sia.
2. Menambah tenaga medis terutama untuk dokter spesialis dan beberapa
tenaga medis dengan berkoordinasi melalui BKD Kota Cilegon atau pihak
RSUD Cilegon juga bisa melakukan perekrutan pegawai sendiri mengenai
tenaga medis yang memang dibutuhkan untuk RSUD Cilegon yang sesuai
dengan kebutuhan dan keahliannya agar pelaksanaan pelayanan
masyarakat tidak terhambat hanya karena kekurangan tenaga medis.
3. Pihak RSUD Cilegon seharusnya menempatkan kesesuaian penempatan
pegawai yang sesuai dengan latar belakang sehingga tidak menimbulkan
gap/kesenjangan dalam kemampuan dan keahlian pegawai tersebut. Juga
perekrutan yang diadakan harusnya berdasarkan kebutuhan pihak RSUD
Cilegon agar tidak terjadi lagi ketidaksesuaian penempatan kerja dengan
latar belakang dan keahlian pegawai yang bersangkutan.
4. Pihak RSUD Cilegon dengan SPI harus melakukan koordinasi dan
kerjasama yang baik agar pengawasan di RSUD Cilegon dapat berjalan
optimal serta dapat melakukan perbaikan atas saran dan masukan dari SPI
158
kepada pihak RSUD Cilegon. Pihak RSUD Cilegon dapat memulainya
dengan keterbukaan informasi tentang RSUD Cilegon mulai dari
manajemen hingga keuangan, serta melibatkan SPI dengan usulan
perumusan perencanaan yang akan dilakukan di kemudian hari agar SPI
dapat memberi masukan dan saran demi peningkatan mutu RSUD
Cilegon.
5. Agar pelayanan tidak berjalan lambat, pihak RSUD Cilegon dapat
memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari pelayanan agar
mempermudah proses pelayanan, mengelola manajemen SDM agar
terciptanya SDM yang profesional dengan memberikan pelatihan dan
pendidikan, memberikan sanksi tegas terhadap pegawai yang tidak taat
pada SOP yang berlaku, serta perbaikan SOP (waktu tunggu pelayanan)
yang diperjelas kembali untuk memberikan informasi kepada masyarakat
agar pelayanan yang diterima oleh masyarakat dapat berjalan dengan
optimal dan meningkatkan tingkat kepuasan pelayanan masyarakat sebagai
pengguna utama RSUD Cilegon.
6. Menambah sarana dan prasarana yang ramah untuk lansia dan penyandang
cacat agar mempermudah mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dengan didukung oleh fasilitas yang memadai, serta menambah jumlah
alat laboratorium dan alat kesehatan lainnya demi menunjang pelayanan
kesehatan masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
BukuAmirullah dan Budiyono, Haris. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha
IlmuArikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka CiptaGarna, K. Judistira. 2009. Metoda Penelitian Kualitatif. Bandung: The Judistira
Garna Foundation dan Primako AkademikaHandoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFEHasibuan, H. Malayu S.P 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.
Jakarta: Bumi Aksara____________________. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi AksaraIrawan, Prasetya. 2006. Metodelogi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas
TerbukaMoleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
RosdakaryaSiagian, Prof. DR. Sondang. 2007. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: PT Bumi
AksaraSugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: AlfabetaTerry, Goerge. R. 2008. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi AksaraKamus Besar Bahasa Indonesia
Artikel lainhttp://ado1esen.blogspot.com/2014/02/menurut-para-ahli.html di akses padatanggal 09 Mei 2015 pukul 13.15 WIBhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan di akses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul13.58 WIBmobile.repository.ipb.ac.id/handle/123456789/56162#sthashTTfV3y96.dpbs diakses pada tanggal 10 Mei 2015 pukul 15.10 WIB
Dokumen lainUU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah SakitPERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi RumahSakit di IndonesiaKepmenkes RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar PelayananMinimal Rumah Sakit
(
SURAT PERNYATAAN WAWANCARA
a
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : H rnt0clnj
Pekerjaan ,frJ9 - -
rabatan : IrAc|gtr6 tzC?GdftNAtA xt
No. rerp/Hp , oBt3tT %6qoAlarnat ltNu. Se fi sja *r.Or* I A t :PeL'tu4aaJAlA
l1@,. Ao^4b*rt 6f' - o,tL@n)
Menerangkan bahwa :
Nama :Devy Sulihati
NIM :6661110847
Progratn $t'udi : Adminishmi lr@m; , , '
Fakultas : Ilmu Sosial <lan Politik - UNTIRTA
Telah melakukan wawancara untuk keperluan peneliiian skripsi tentang Manajemen
Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. Demikian surat pern.vataan ini dibuat
dengan benar untuk dipergunakan semestinya.
Cilegon,
ffw( .l-{ tN Dvrt )
SURAT PnRNYATAAN WAWANCARA
a
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
, J+r Nut mri)/MI rqsuD @ {pp Dn
SP, / f a\n" ffrycrhcs t1.tat44 1
:Devy Sulihati
:66611 10847
: Adnrirdsmi ' 1" ,, ,l-.- ,
: Ilmu Sosial dan Fslitik : UNTIRTA
Telah melakukan wawancara untuk repu #*liti* skripsi tentang Manajernen
Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota C.ilegoa. Dernikian surat pernyataan ini dibuat
dengan benar untuk dipergunakan semestinya- :
Nama
Feker.jaan
Jabatan
No. Telp/Hp
Alarnat
Menerangkan bahwa :
Nama
NIM
Progrem Studi
Fakultas
,s{e$ rTopTjg I
fa,muttput k^ I AAE"n -,hnba
Cilegon,
t&trvu,- &4,v
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 129/Menkes/SK/II/2008
TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Otonomi Daerah, maka kesehatan
merupakan salah satu bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Hal ini berarti bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajad kesehatan masayarakat diwilayahnya;
b. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat;
c. dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b, dan c di atas diperlukan Suatu Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang ditetapkan dnegan Keputusan Menteri Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
(lembaran negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);
5. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4502);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/SK/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis / Medical Report;
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/SK/Per/I/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT Kedua : Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam lampiran ini. Ketiga : Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Rumah Sakit dalam menjamin pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Keempat : Setiap Rumah Sakit agar menyesuaikan dengan Standar Pelayanan Minimal ini dalam waktu 2 (dua) tahun sejak Keputusan ini ditetapkan.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J a k a r t a Pada tanggal : 6 Februari 2008
MENTERI KESEHATAN RI,
DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat ( l) perubahan Undang – undang Dasar Negara Repubrik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf keejahteraan mesyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6 menyatakan : Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Ayat 7. Indikator SPM adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalarn pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. Ayat 8. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial ekonomi dan pemerintahan. Dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 PP RI No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja, ukuran atau satuan rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, cara perhitungan / rumus / pembilangan penyebut / standar / satuan pencapaian kinerja dan sumber data.
C. PENGERTIAN
Umum: 1. Standar Pelayanan Minimal:
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat.
2. Rumah Sakit: adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kurative dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Definisi Operasional: 1. Jenis Pelayanan adalah jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh Rumah
Sakit kepada masyarakat. 2. Mutu Pelayanan adalah 3. Dimensi Mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian
terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan kenyamanan, kesinambungan pelayanan kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standa WHO.
4. Kinerja adalah proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk dalam bentuk jasa pelayanan atau barang kepada pelanggan.
5. Indikator Kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu atau tolak ukur prestasi kuantitatif / kualitatif yang digunakan untuk mengukur terjadinya perubahane terhadap besaran target atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu yang harus dicapai.
7. Definisi operasional: dimaksudkan untuk menjelaskan pengertian dari indikator
8. Frekuensi pengumpulan data adalah frekuensi pengambilan data dari sumber data untuk tiap indikator
9. Periode analisis adalah rentang waktu pelaksanaan kajian terhadap indikator kinerja yang dikumpulkan
10. Pembilang (numerator) adalah besaran sebagai nilai pembilang dalam rumus indikator kinerja
11. Penyebut (denominator) adalah besaran sebagai nilai pembagi dalam rumus indikator kinerja
12. Standar adalah ukuran pencapaian mutu/kinerja yang diharapkan bisa dicapai
13. Sumber data adalah sumber bahan nyata/keterangan yang dapat dijadikan dasar kajian yang berhubungan langsung dengan persoalan
D. PRINSIP PENYUSUPAN DAN PENETAPAN SPM Di dalam menyusun SPM telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai komponen atau
sektor terkait dari unsur-unsur kesehatan dan departemen terkait yang secara rinci terlampir dalam daftar tim penyusun;
2. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti dan dipahami;
3. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang, waktu dan persyaratan atau prosedur teknis:
4. Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat diukur baik kualitatif ataupun kuantitatif;
5. Terbuka, SPM dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat: 6. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan
dana yang tersedia; 7. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik; 8. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampun
keuangan, kelembagaan dan personil dalam pencapaian SPM
E. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan, 2. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,, 5. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan
Nasional tahun 2000 – 2005, 6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenanga Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah,
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah (Lembaran Negara tahun 2001No. 14, tambahan lembaran negara No. 42621)
9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
10. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diiubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005
I I . Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
14. Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik,
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 61 / Menkes/ SK /l/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Propinsi, Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah
I7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis tentang penyusunan dan penetapan Standar Pelayanan Minimal,
BAB II SISTEMATIKA DOKUMEN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
Sistematika dokumen SPM disusun dalam bentuk : Bab I Pendahuluan yang terdiri dari;
a. Latar Belakang b. Maksud dan tujuan c. Pengertian umum dan khusus d. Landasan Hukum
Bab II Sistematika Dokumen Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Bab III Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit terdiri dari:
a. Jenis Pelayanan b. SPM setiap jenis pelayanan, lndikator dan Standar
Penutup
Lampiran
BAB III STANDAR PELAYANAN MINIMAL
RUMAH SAKIT
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam pedoman ini meliputi jenis-jenis pelayanan indikator dan standar pencapaiain kinerja pelayanan rumah sakit. A. Jenis – jenis pelayanan rumah sakit
Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit meliputi : 1. Pelayanan gawat darurat 2. Pelayanan rawat jalan 3. Pelayanan rawat inap 4. Pelayanan bedah 5. Pelayanan persalinan dan perinatologi 6. Pelayanan intensif 7. Pelayanan radiologi 8. Pelayanan laboratorium patologi klinik 9. Pelayanan rehabilitasi medik 10. Pelayanan farmasi 11. Pelayanan gizi 12. Pelayanan transfusi darah 13. Pelayanan keluarga miskin 14. Pelayanan rekam medis 15. Pengelolaan limbah 16. Pelayanan administrasi manajemen 17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah 18. Pelayanan pemulasaraan jenazah 19. Pelayanan laundry 20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit 21. Pencegah Pengendalian Infeksi
B. SPM setiap jenis pelayanan, Indikator dan Standar
Adapun Standar Pelayanan minimal untuk setiap pelayanan, indicator dan standar dapat dilihat pada lampiran 1. Semnetara rinciannya dapat dilihat pada lampiran 2.
BAB IV PERAN PUSAT, PROVINSI, DAN KABUPATENIKOTA
Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalah sebagai berikut : I. Pengorganisasian:
a. Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota
b. Penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal
sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
2. Pelaksanaan dan Pembinaan
a. Rumah Sakit wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal yang disusun dan disahkan oleh Kepala Daerah
b. Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
c. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal dan mekanisme kerjasama antar daerah kabupaten/kota
d. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar teknis,pedoman,
bimbingan teknis, pelatihan, meliputi: 1). Perhitungan kebutuhan Pelayanan rumah sakit sesuai Standar
Pelayanan Minimal 2). Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target SPM 3). Penilaian pengukuran kinerja 4). Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan
standar pelayanan minmal rumah sakit
3. Pengawasan a. Gubernur/Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal rumahsakit di daerah masing-masing
b. Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian kinerja
pelayanan rumahsakit sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan
BAB V PENUTUP
Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan jenis-
jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar kinerja yang ditetapkan. Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan sumber daya yang tidak merata maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran daerah
Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit diharapkan
dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.
Hal-hal lain yang belum tercantum dalam Buku SPM ini akan ditetapkan
kemudian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LAMPIRAN 1
SPM setiap jenis pelayanan, Indikator dan Standar NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR 1. Gawat Darurat 1. Kemampuan menangani
life saving anak dan dewasa
2. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat
3. Pemberi pelayanan gawat
darurat yang bersertifikat yang masih berlaku
BLS/PPGD/GELS/ALS
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana
5. Waktu tanggap pelayanan
Dokter di Gawat Darurat 6. Kepuasan Pelanggan 7. Kematian pasien< 24 Jam
8. Khusus untuk RS Jiwa pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 Jam
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka
1. 100 %
2. 24 Jam
3. 100 %
4. Satu tim
5. ≤ lima menit terlayani, setelah pasien datang
6. ≥ 70 % 7. ≤ dua per seribu (pindah ke
pelayanan rawat inap setelah 8 jam)
8. 100 % 9. 100%
2. Rawat jalan 1. Dokter pemberi Pelayanan di Poliklinik Spesialis
2. Ketersediaan Pelayanan
1. 100 % Dokter Spesialis 2.
a. Klinik Anak b. Klimik Penyakit dalam c. Klinik Kebidanan d. Klinik Bedah
3. Ketersediaan Pelayanan di RS Jiwa 4. Jam buka pelayanan 5. Waktu tunggu di rawat jalan 6. Kepuasan Pelanggan 7. a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskop TB b. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS
3. a. Anak Remaja b. NAPZA c. Gangguan Psikotik d. Gangguan e. Neurotik f. Mental Retardasi g. MentalOrganik h. UsiaLanjut
4. 08.00 s/d 13.00 Setiap hari kerja kecuali Jumat : 08.00 - 11.00 5. ≤ 60 menit 6. ≥ 90 % 7. a. ≥ 60 % b. ≤ 60 %
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
3.
Rawat Inap
1. Pemberi pelayanan di
Rawat Inap
2. Dokter penanggung jawab pasien rawat inap
3. Ketersediaan Pelayanan Rawat Inap
4. Jam Visite Dokter Spesialis 5. Kejadian infeksi pasca
operasi
6. Kejadian Infeksi Nosokomial
7. Tidak adanya kejadian
pasien jatuh yang berakibat kecacatan / kematian
8. Kematian pasien > 48 jam
1. a. Dr. Spesialis b. Perawat minimal pendidikan D3 2. 100 % 3. a. Anak b. Penyakit Dalam c. Kebidan d. Bedah 4. 08.00 s/d 14.0 setiap hari kerja 5. ≤ 1,5 % 6. ≤ 1,5 % 7. 100 % 8. ≤ 0.24 %
9. Kejadian pulang paksa 10. Kepuasan pelanggan 11. Rawat Inap TB a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB b. Terlaksanana kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di Rumah Sakit 12. Ketersediaan pelayanan rawat inap di rumah sakit yang memberikan
pelayanan jiwa 1 3. Tidak adanya kejadian kematian pasien gangguan jiwa karena bunuh diri 14. Kejadian re-admission pasien gangguan jiwa dalam waktu ≤ 1 bulan 15. Lama hari perawatan Pasien gangguan jiwa
9. ≤ 5 % 10. ≥ 90 % 11.
a. ≥ 60 % b. ≥ 60 %
12. NAPZA, Gangguan Psikotik, Gangguan Nerotik, dan Gangguan Mental Organik 13. 100 % 14. 100 % 15. ≤ 6 minggu
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR 4. Bedah Sentral (Bedah saja) 1. Waktu tunggu operasi
elektif
2. Kejadian Kematian di meja operasi
3. Tidak adanya kejadian
operasi salah sisi 4. Tidak adanya kejadian
opersi salah orang 5. Tidak adanya kejadian
salah tindakan pada operasi
6. Tidak adanya kejadian
tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelah operasi
7. Komplikasi anestesi karena
overdosis, reaksi anestesi, dan salah penempatan anestesi endotracheal tube
1. ≤ 2 hari
2. ≤ 1 %
3. 100 %
4. 100 %
5. 100 %
6. 100 %
7. ≤ 6 %
5.
Persalinan, perinatologi (kecuali rumah sakit khusus di luar rumah sakit ibu dan anak) dan KB
1. Kejadian kematian ibu
karena persalinan
2. Pemberi pelayanan persalinan normal
3. Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit
4. Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi
5. Kemampuan menangani
BBLR 1500 gr – 2500 gr 6. Pertolongan persalinan
melalui seksio cesaria 7. Keluarga Berencana
a. Presentase KB (vasektomi & tubektomi) yang dilakukan oleh tenaga Kompeten dr.Sp.Og, dr.Sp.B, dr.Sp.U, dr.umum terlatih
b. Presentse peserta KB mantap yang mendapat konseling KB mantap bidan terlatih
8. Kepuasan Pelanggan
1. a. Perdarahan ≤ 1 % b. Pre-eklampsia ≤ 30 % c. Sepsis ≤ 0,2 % 2. a. Dokter Sp.OG b. Dokter umum terlatih (Asuhan Persalinan Normal) c. Bidan 3. Tim PONEK yang terlatih 4. a. Dokter Sp.OG b. Dokter Sp.A c. Dokter Sp.An 5. 100 % 6. ≤ 20 % 7. 100 % 8. ≥ 80 %
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR 6. Intensif 1. Rata rata pasien yang
kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam
2. Pemberi pelayanan Unit
Intensif
1. ≤ 3 % 2. a. Dokter Sp.Anestesi dan
dokter spesialis sesuai dengan kasus yang ditangani
b. 100 % Perawat minimal D3 dengan sertifikat Perawat mahir ICU / setara (D4)
7. Radiologi 1. Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto
2. pelaksana ekspertisi 3. Kejadian kegagalan
pelayanan Rontgen 4. Kepuasan pelanggan
1. ≤ 3 jam 2. Dokter Sp.Rad
3. Kerusakan foto ≤ 2 % 4. ≥ 80 %
8.
Lab. Patologi Klinik
1. Waktu tunggu hasil
pelayanan laboratorium.
2. Pelaksana ekspertisi 3. Tidak adanya kesalahan
pemberian hasil pemeriksa laboratorium
4. Kepuasan pelanggan
1. ≤ 140 menit
Kimia darah & darah rutin
2. Dokter Sp.PK
3. 100 %
4. ≥ 80 %
9. Rehabilitasi Medik
1. Kejadian Drop Out pasien
terhadap pelayanan Rehabilitasi Medik yang di rencanakan
2. Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik
3. Kepuasan Pelanggan
1. ≤ 50 % 2. 100 %
3. ≥ 80 %
10. Farmasi
1. waktu tunggu pelayanan
a. Obat Jadi b. Racikan
2. Tidak adanya Kejadian
kesalahan pernberian obat
3. Kepuasan pelanggan 4. Penulisan resep sesuai
formularium
1. a. ≤ 30 menit b. ≤ 60 menit 2. 100 % 3. ≥ 80 % 4. 100 %
11.
Gizi
1. Ketepatan waktu
pemberian makanan kepada pasien
2. Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien
3. Tidak adanya kejadian
kesalahan pemberian diet
1. ≥ 90 % 2. ≤ 20 % 3. 100 %
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
12.
Transfusi Darah
1. Kebutuhan darah bagi
setiap pelayanan transfusi
2. Kejadian Reaksi transfusi
1. 100 % terpenuhi 2. ≤ 0,01 %
13.
Pelayanan GAKIN
Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan
100 % terlayani
14.
Rekam Medik
1. Kelengkapan pengisian
rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan
2. Kelengkapan Informed Concent setelah mendapatkan informasi yang jelas
3. Waktu penyediaan
dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan
4. Waktu penyediaan
dokumen rekam medik pelayanan rawat inap
1. 100 % 2. 100 % 3. ≤ 10 menit 4. ≤ 15 menit
15.
Pengelolaan Limbah
1. Baku mutu limbah cair
2. Pengelolaan limbah padat infeksius sesuai dengan aturan
1. a. BOD < 30 mg/l b. COD < 80 mg/l c. TSS < 30 mg/l d. PH 6-9 2. 100 %
16.
Administrasi dan manajemen
1. Tindak lanjut penyelesaian
hasil pertemuan direksi 2. Kelengkapan laporan
akuntabilitas kinerja 3. Ketepatan waktu
pengusulan kenaikan pangkat
4. Ketepan Waktu pengurusan gaji berkala
5. Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam setahun
6. Cost recovery
7. Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan
8. Kecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap
9. Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepakatan waktu
1. 100 % 2. 100 % 3. 100 % 4. 100 % 5. ≥ 60 % 6. ≥ 40 %
7. 100 % 8. ≤ 2 jam 9. 100 %
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
17.
Ambulance/Kereta Jenazah
1. Waktu pelayanan
ambulance/Kereta jenazah
2. Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/Kereta jenazah di rumah sakit
3. Response time pelayanan
ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan
1. 24 jam 2. ≤ 230menit 3. (?) Sesuai ketentuan daerah
(?)
18.
Pemulasaraan Jenazah
1. Waktu tanggap (response
time) pelayanan pemulasaraan jenazah
≤ 2 Jam
19.
Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
1. Kecepatan waktu
menanggapi kerusakan alat
2. Ketepatan waktu pemeliharaan alat
3. Peralatan laboratorium dan
alat ukur yang digunakan dalam pelayanan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi
≤ 80 % 100 % 100 %
20.
Pelayanan Laundry
1. Tidak adanya kejadian
linen yang hilang 2. Ketepatan waktu
penyediaan linen untuk ruang rawat inap
100 % 100 %
21.
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
1. Ada anggota Tim PPI yang
terlatih
2. Tersedia APD di setiap instalasi/ departemen
3. Kegiatan pencatatan dan
pelaporan infeksi nosokomial / HAI (Health Care Associated Infection) di RS (min 1 parameter)
Anggota Tim PPI yang terlatih 75 % 60 % 75 %
LAMPIRAN 2 URAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL I. PELAYANAN GAWAT DARURAT. 1. Kemampuan menangani lifesaving anak dan dewasa Judul Kemampuan menangani life saving di Gawat darurat Dimensi Mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya kemampuan Rumah Sakit dalam memberikan Pelayanan Gawat
Darurat Definisi Operasional
Life Saving adalah upaya penyelamatan jiwa manusia dengan urutan Airway, Breath, Circulation
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah kumulatif pasien yang mendapat pertolongan life saving di Gawat Darurat Denominator Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan life saving di Unit Gawat
Darurat Sumber Data Rekam Medik di Gawat Darurat Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
2. Jam buka pelayanan gawat darurat Judul Jam buka pelayanan Gawat darurat Dimensi Mutu Keterjangkauan Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat 24 Jam di setiap Rumah Sakit Definisi Operasional
Jam buka 24 jam adalah Gawat Darurat selalu siap memberikan pelayanan selama 24 jam penuh.
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah kumulatif jam buka gawat darurat dalam satu bulan Denominator Jumlah hari dalam satu bulan Sumber Data Laporan Bulanan Standar 24 Jam Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
3. Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS Judul Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS Dimensi Mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat oleh tenaga kompeten dalam bidang ke
gawat daruratan Definisi Operasional
Tenaga kompeten pada gawat darurat adalah tenaga yang sudah memiliki sertifikat pelatihan BLS/PPGD/GELS/ALS
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah tenaga yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS Denominator Jumlah tenaga yang memberikan pelayanan kegawat daruratan Sumber Data Kepegawaian Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
4. Ketersediaan tim penanggulanagan bencana Judul Ketersediaan tim penanggulanagan bencana Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas Tujuan Kesiagaan rumah sakit untuk memberikan pelayanan penanggulangan bencana Definisi Operasional
Tim penanggulangan bencana adalah tim yang dibentuk di rumah sakit dengan tujuan untuk penanggulangan akibat bencana yang mungkin terjadi sewaktu - waktu
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah Tim penanggulangan bencana yang ada di rumah sakit Denominator Tidak ada Sumber Data Instalasi gawat darurat Standar satu tim Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat Judul Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu menyelamatkan
pasien gawat darurat Definisi Operasional
Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah Kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter (menit)
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejakkedatanagan semua pasien yang di
sampling secara acak sampai dilayani dokter Denominator Jumlah seluruh pasien yang di sampling (minimal n = 50) Sumber Data Sample Standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat Judul Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat Dimensi Mutu Kenyamanan Tujuan Terselenggaranya pelayanan gawat darurat yang mampu memberikan kepuasan
pelanggan Definisi Operasional
Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang di berikan
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah kumulatif rerata penilaian kepuasan pasien Gawat Darurat yang di survey Denominator Jumlah seluruh pasien Gawat Darurat yang di survey (minimal n = 50) Sumber Data Survey Standar ≥ 70 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat Judul Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu menyelamatkan pasien gawat
darurat Definisi Operasional
Kematian ≤ 24 jam adalah kematian yang terjadi dalam periode 24 jam sejak pasien datang
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiga bulan
Periode Analisa Tiga bulan Numerator Jumlah pasien yang meninggal dalam periode ≤ 24 jam sejak pasien datang Denominator Jumlah seluruh yang ditangani di Gawat Darurat Sumber Data Rekam Medik Standar ≤ 2 perseribu Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
8. Pasien jiwa yang dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam (khusus untuk rumah sakit dengan
pelayanan jiwa) Judul Pasien jiwa yang dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu menenangkan dan
menyelamatkan pasien jiwa dalam pelayanan gawat darurat kesehatan jiwa Definisi Operasional
Pasien dapat ditenangkan adalah pasien dengan gangguan jiwa yang dengan intervensi medis tidaklagi menunjukkan gejala dan tanda agresif yang dapat mencelakakan diri sendiri maupun orang lain sebagai akibat gangguan jiwa yang diderita.
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiga bulan
Periode Analisa Tiga bulan Numerator Jumlah pasien gangguan jiwa yang dapat ditenangkan Denominator Jumlah seluruh pasien gangguan jiwa yang menunjukkan gejala dan tanda agresif
yang ditangani di Gawat Darurat Sumber Data Rekam Medik Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
9. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka Judul Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang mudah diakses dan mampu segera memberikan
pertolongan pada pasien gawat darurat Definisi Operasional
Uang muka adalah uang yang diserahkan kepada pihak rumah sakit sebagai jaminan terhadap pertolongan medis yang akan diberikan
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiga bulan
Periode Analisa Tiga bulan Numerator Jumlah pasien gawat darurat yang tidak membayar uang muka Denominator Jumlah seluruh pasien yang datang di Gawat Darurat Sumber Data Survei Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
II. PELAYANAN RAWAT JALAN 1. Pemberi pelayanan di klinik spesialis Judul Pemberi pelayanan di klinik spesialis Dimensi Mutu Kompetensi tehnis Tujuan Tersedianya pelayanan klinik oleh tenaga spesialis yang kompeten Definisi Operasional
Klinik spesialis adalah klinik pelayanan rawat jalan di rumah sakit yang dilayani oleh dokter spesialis (untuk rumah sakit pendidikan dapat dilayani oleh dokter PPDS sesuai dengan special privilege yang diberikan)
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah hari buka klinik spesialis yang ditangani oleh dokter spesialis dalam waktu
satu bulan Denominator Jumlah seluruh hari buka klinik spesialis dalam waktu satu bulan Sumber Data Register rawat jalan poliklinik spesialis Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan
2. Ketersediaan pelayanan rawat jalan Judul Ketersediaan pelayanan rawat jalan Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang minimal harus ada di
rumah sakit Definisi Operasional
Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan rawat jalan spesialistik yang dilaksanakan di rumah sakit. Ketersediaan pelayanan rawat jalan untuk rumah sakit khusus disesuaikan dengan spesifikasi dari rumah sakit tsb.
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang ada (kualitatif) Denominator Tidak ada Sumber Data Register rawat jalan Standar Minimal kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan dan bedah Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan
3. Ketersediaan pelayanan rawat jalan di rumah sakit jiwa Judul Ketersediaan pelayanan rawat jalan di rumah sakit jiwa Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan yang minimal harus ada di rumah sakit jiwa Definisi Operasional
Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan rawat jalan spesialistik yang dilaksanakan di rumah sakit.
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang ada (kualitatif) Denominator Tidak ada Sumber Data Register rawat jalan Standar Minimal
a. NAPZA b. Gangguan Psikotik c. Gangguan Neurotik d. Gangguan Organik
Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan
4. Buka pelayanan sesuai ketentuan Judul Buka pelayanan sesuai ketentuan Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan spesialistik pada hari kerja di rumah sakit Definisi Operasional
Jam buka pelayanan adalah jam dimulainya pelayanan rawat jalan oleh tenaga spesialis jam buka 08.00 s.d. 13.00 setiap hari kerja kecuali jum’at
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah pelayanan rawat jalan spesialistik yang buka sesuai ketentuan dalam satu
bulan Denominator Jumlah seluruh hari pelayanan rawat jalan spesialistik dalamsatu bulan Sumber Data Register rawat jalan Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan
5. Waktu tunggu di Rawat Jalan Judul Waktu tunggu di Rawat Jalan Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya pelayanan rawat jalan spesialistik pada hari kerja di setiap rumah sakit
yang mudah dan cepat diakses oleh pasien Definisi Operasional
Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai pasien mendaftar sampai dilayani oleh dokter spesialis
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pasien rawat jalan yang disurvey Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan yang disurvey Sumber Data Survey Pasien rawat jalan Standar ≤ 60 menit Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan/komite mutu/tim mutu
6. Kepuasan Pelanggan pada Rawat Jalan Judul Kepuasan Pelanggan pada Rawat Jalan Dimensi Mutu Kenyamanan Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan yang mampu memberikan kepuasan
pelanggan Definisi Operasional
Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan
Frekuensi Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa Tiga bulan sekali Numerator Jumlah kumulatif rerata penilaian kepuasan pasien rawat jalan yang disurvey Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan yang disurvey (minimal n = 50) Sumber Data Survey Standar ≥ 90 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan /tim mutu/panitia mutu
7. Pasien rawat jalan tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS Judul Pasien rawat jalan tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS Dimensi Mutu Akses, efisiensi Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan bagi pasein tuberkulosis dengan strategi
DOTS Definisi Operasional
Pelayanan rawat jalan tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah pelayanan tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis nasional. Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberculosis harus melalui pemeriksaan mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus menggunakan paduan obat anti tuberculosis yang sesuai dengan standar penanggulanagn tuberculosis nasional, dan semua pasien yang tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan penanggulangan nasional
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiap tiga bulan
Periode Analisa Tiap tiga bulan Numerator Jumlah semua pasien rawat jalan tuberculosis yang ditangani dengan strategi DOTS Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan tuberculosis yang ditangani di rumah sakit dalam
waktu tiga bulan Sumber Data Register rawat jalan, register TB 03 UPK Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat jalan
III. PELAYANAN RAWAT INAP 1. Pemberi pelayanan rawat inap Judul Pemberi pelayanan rawat inap Dimensi Mutu Kompetensi tehnis Tujuan Tersedianya pelayanan rawat inap oleh tenaga yang kompeten Definisi Operasional
Pemberi pelayanan rawat inap adalah dokter dan tenaga perawat yang kompeten (minimal D3)
Frekuensi Pengumpulan Data
6 bulan
Periode Analisa 6 bulan Numerator Jumlah tenaga dokter dan perawat yang memberi pelayanan diruang rawat inap yang
sesuai dengan ketentuan Denominator Jumlah seluruh tenaga dokter dan perawat yang bertugas di rawat inap Sumber Data Kepegawaian Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap
2. Dokter penanggung jawab pasien rawat inap Judul Dokter penanggung jawab pasien rawat inap Dimensi Mutu Kompetensi tehnis, kesinambungan pelayanan Tujuan Tersedianya pelayanan rawat inap yang terkoordinasi untuk menjamin
kesinambungan pelayanan Definisi Operasional
Penanggung jawab rawat inap adalah dokter yang mengkoordinasikan kegiatan pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah pasien dalam satu bulan yang mempunyai dokter sebagai penanggung jawab Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan Sumber Data Rekam medik Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap
3. Ketersediaan pelayanan rawat inap Judul Ketersediaan pelayanan rawat inap Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat inap yang minimal harus ada di rumah sakit Definisi Operasional
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit yang diberikan tirah baringdi rumah sakit. Untuk rumah sakit khusus disesuaikan dengan spesifikasi rumah sakit tsb.
Frekuensi Pengumpulan Data
3 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat inap spesialistik yang ada (kualitatif) Denominator Tidak ada Sumber Data Register rawat inap Standar Minimal kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan dan bedah (kecuali rumah sakit
khusus disesuaikan dengan spesifikasi rumah sakit tsb) Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap
4. Jam visite dokter spesialis Judul Jam visite dokter spesialis Dimensi Mutu Akses, kesinambungan pelayanan Tujuan Tergambarnya kepedulian tenaga medis terhadap ketepatan waktu pemberian
pelayanan Definisi Operasional
Visite dokter spesialis adalah kunjungan dokter spesialis setiaphari kerja sesuai dengan ketentuan waktu kepada setiap pasien yang menjadi tanggungjawabnya, yang dilakukan antara jam 08.00 sampai dengan 14.00
Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa Tiap tiga bulan Numerator Jumlah visite dokter spesialis antara jam 08.00 sampai dengan 14.00 yang disurvey Denominator Jumlah pelaksanaan visite dokter spesialis yang disurvey Sumber Data Survey Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap/Komite medik/Panitia mutu
5. Kejadian infeksi pasca operasi Judul Kejadian infeksi pasca operasi Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan Tujuan Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi yang bersih
sesuai standar Definisi Operasional
Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam
Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa tiap bulan Numerator Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis Standar ≤ 1,5 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Ketua komite medik/komite mutu/tim mutu
6. Angka kejadian infeksi nosokomial Judul Angka kejadian infeksi nosokomial Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit Definisi Operasional
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialamioleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis, dan infeksi luka operasi
Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa tiap tiga bulan Numerator Jumlah pasien rawat inap yang terkena infeksi nosokomial dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien rawat inap dalam satu bulan Sumber Data Survei, laporan infeksi nosokomial Standar ≤ 1,5 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala instalasi rawat inap/komite medik/panitia mutu
7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian Judul Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Tergambarnya pelayanan keperawatan yang aman bagi pasien Definisi Operasional
Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb, yang berakibat kecacatan atau kematian
Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa tiap bulan Numerator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut dikurangi jumlah pasien yang jatuh dan
berakibat kecacatan atau kematian Denominator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala instalasi rawat inap
8. Kematian Pasien > 48 Jam Judul Kematian Pasien > 48 Jam Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit yang aman dan efektif Definisi Operasional
Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode 48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 1 bulan Numerator Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan Sumber Data Rekam Medis Standar ≤ 0,24 % ≤ 2,4/1000 (internasional) (NDR ≤ 25/1000, Indonesia) Penanggung jawab Pengumpulan data
Ketua komite mutu/tim mutu
9. Kejadian pulang paksa Judul Kejadian pulang paksa Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan Tujuan Tergambarnya penilain pasien terhadap efektifitas pelayanan rumah sakit Definisi Operasional
Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan Sumber Data Rekam Medis Standar ≤ 5 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Ketua komite mutu/tim mutu
10. Kepuasan Pelanggan Rawat Inap Judul Kepuasan Pelanggan Rawat Inap Dimensi Mutu Kenyamanan Tujuan Terselenggaranya persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan rawat inap Definisi Operasional
Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap pelayanan rawat inap
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan pasien yang disurvey (dalam prosen) Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minimal 50) Sumber Data Survei Standar ≥ 90 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Ketua komite mutu/tim mutu
11. Pasien rawat inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS Judul Pasien rawat Inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS Dimensi Mutu Akses, efisiensi Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat Inap bagi pasein tuberkulosis dengan strategi
DOTS Definisi Operasional
Pelayanan rawat inap tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah pelayanan tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis nasional. Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberculosis harus melalui pemeriksaan mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus menggunakan paduan obat anti tuberculosis yang sesuai dengan standar penanggulanagn tuberculosis nasional, dan semua pasien yang tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan penanggulangan nasional
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiap tiga bulan
Periode Analisa Tiap tiga bulan Numerator Jumlah semua pasien rawat inap tuberculosis yang ditangani dengan strategi DOTS Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap tuberculosis yang ditangani di rumah sakit dalam
waktu tiga bulan Sumber Data Register rawat inap, register TB 03 UPK Standar 100 % Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap
12. Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa Judul Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa Dimensi Mutu Akses Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat inap yang minimal harus ada di rumah sakit jiwa Definisi Operasional
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit jiwa yang diberikan kepada pasien tidak gaduh gelisah tetapi memerlukan penyembuhan aspek psiko patologis.
Frekuensi Pengumpulan Data
3 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat inap rumah sakit jiwa Denominator Tidak ada Sumber Data Register rawat inap Standar Minimal
a. NAPZA b. Gangguan Psikotik c. Gangguan Neurotik d. Gangguan Organik
Penanggung jawab Pengumpulan data
Kepala Instalasi rawat inap
13. Tidak adanya Kematian Pasien gangguan jiwa karena bunuh diri Judul Tidak adanya Kematian Pasien gangguan jiwa karena bunuh diri Dimensi Mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang aman dan
efektif Definisi Operasional
Kematian pasien jiwa karena bunuh diri adalah kematian yang terjadi pada pasien gangguan jiwa karena perawatan rawat inap yang tidak baik
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 1 bulan jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan Numerator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan dikurangi jumlah kejadian
kematian pasien gangguan jiwa bunuh diri dalam satu bulan Denominator Jumlah seluru pasien yang dirawat dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis Standar 100 % Penanggung jawab Komite medik/mutu
14. Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam perawatan dalam waktu ≤
1 bulan Judul Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam perawatan
dalam waktu ≤ 1 bulan Dimensi Mutu Efektifitas, Kompetensi tehnis Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang efektif Definisi Operasional
Lamanya waktu pasien gangguan jiwa yang sudah dipulangkan tidak kembali keperawatan di rumah sakit jiwa
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 6 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien gangguan yang dipulangkan dalam 1 bulan dikurangi jumlah
kejadian pasien gangguan jiwa yang kembali dirawat dalam waktu ≤ 1 bulan Denominator Jumlah seluru pasien yang gangguan jiwa yang dipulangkan dalam 1 bulan Sumber Data Rekam medis Standar 100 % Penanggung jawab Komite medik/mutu 15. Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa Judul Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa Dimensi Mutu Efektifitas, Kompetensi teknis Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang efektif Definisi Operasional
Lamanya waktu perawatan pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 6 bulan Numerator Jumlah rerata perawtan pasien gangguan jiwa 6 minggu Denominator Tidak ada Sumber Data Rekam medis Standar ≤ 6 minggu Penanggung jawab Komite medik/mutu
IV. BEDAH SENTRAL 1. Waktu tunggu operasi elektif Judul Waktu tunggu operasi elektif Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan penanganan antrian pelayanan bedah Definisi Operasional
Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu operasi yang terencana dari seluruh pasien yang
dioperasi dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis Standar ≤ 2 hari Penanggung jawab Ketua instalasi bedah sentral 2. Kejadian kematian dimeja operasi Judul Kejadian kematian dimeja operasi Dimensi Mutu Keselamatan, efektifitas Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan bedah sentral dan anestesi dan kepedulian
terhadap keselamatan pasien Definisi Operasional
Kematian dimeja operasi adalah kematian yang terjadi di atas meja operasi pada saat operasi berlangsung yang diakibatkan oleh tindakan anastesi maupun tindakan pembedahan
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiap bulan dan sentinel event
Periode Analisa Tiap bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang meninggal dimeja operasi dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 1 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis 3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Judul Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap
keselamatan pasien Definisi Operasional
Kejadian operasi salah sisi adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada sisi yang salah, misalnya yang semestinya dioperasi pada sisi kanan, ternyata yang dilakukan operasi adalah pada sisi kiri atau sebaliknya
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
dioperasi salah sisi dalam waktu satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 100 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang Judul Tidak adanya kejadian operasi salah orang Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap
keselamatan pasien Definisi Operasional
Kejadian operasi salah orang adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada orang yang salah
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah operasi salah
orang dalam waktu satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 100 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis 5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi Judul Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Tergambarnya ketelitian dalam pelaksanaan operasi dan kesesuaiannya dengan
tindakan operasi rencana yang telah ditetapkan Definisi Operasional
Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
mengalami salah tindakan operasi dalam waktu satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 100 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis 6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah operasi Judul Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah
operasi Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Kejadian tertinggalnya benda asing adalah kejadian dimana benda asing
sepertikapas, gunting, peralatan operasi dalam tubuh pasien akibat tundakan suatu pembedahan
Definisi Operasional
Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
mengalami tertinggalnya benda asing dalam tubuh akibat operasi dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien Standar ≤ 100 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
7. Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube
Judul Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube
Dimensi Mutu Keselamatan pasien Tujuan Tergambarkannya kecermatan tindakan anastesi dan monitoring pasien selama
proses penundaan berlangsung Definisi Operasional
Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan sebagai akibat komplikasi anastesi antara lain karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event Numerator Jumlah pasien yang mengalami komplikasianastesi dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan Sumber Data Rekam medis Standar ≤ 6 % Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
V. PERSALINAN DAN PERINATOLOGI (KECUALI RUMAH SAKIT KHUSUS DI LUAR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK)
1. Kejadian kematian ibu karena persalinan Judul Kejadian kematian ibu karena persalinan Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Mengetahui mutu pelayanan rumah sakit terhadap pelayanan persalinan. Definisi operasional
Kematian ibu melahirkan yang disebabkan karena perdarahan, pre eklamsia, eklampsia, partus lama dan sepsis. Perdarahan adalah perdarahan yang terjadi pada saat kehamilan semua skala persalinan dan nifas. Pre-eklampsia dan eklampsia mulai terjadi pada kehamilan trimester kedua, pre-eklampsia dan elampsia merupakan kumpulan dari dua dari tiga tanda, yaitu : - Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik >110 mmHg - Protein uria > 5 gr/24 jam 3+/4-pada pemeriksaan kualitati - Oedem tungkai Eklampsia adalah tanda pre eklampsia yang disertai dengan kejang dan atau penurunan kesadaran. Sepsis adalah tanda-tanda sepsis yang terjadi akibat penanganan aborsi, persalinan dan nifas yang tidak ditangani dengan tepat oleh pasien atau penolong. Partus lama adalah…..
Frekuensi pengumpulan data
Tiap bulan
Periode analisis Tiap tiga bulan Numerator Jumlah kematian pasien persalinan karena pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia
dan sepsis Denominator Jumlah pasien-pasien persalinan dengan pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia
dan sepsis. Sumber data Rekam medis rumah sakit Standar Pendarahan < 1% pre-eklampsia < 30%, sepsis < 0,2% Penanggung jawab Komite medik
2. Pemberi pelayanan persalinan normal Judul Pemberi pelayanan persalinan normal Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan normal oleh tenaga yang kompeten Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan normal adalah dokter Sp,OG, dokter umum terlatih
(asuhan persalinan normal) dan bidan Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.OG, dokter umum terlatih (asuhan persalinan normal)
dan bidan yang memberikan pertolongan persalinan normal. Denominator Jumlah seluruh tenaga yang memberi pertolongan persalinan normal. Sumber data Kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Komite mutu
3. Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit Judul Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan normal oleh tenaga yang kompeten Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit adalah Tim PONEK yang terdiri
dari dokter Sp,OG, dengan dokter umum dan bidan (perawat yang terlatih). Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Tersedianya tim dokter Sp.OG, dokter umum, bidan dan perawat terlatih. Denominator Tidak ada Sumber data Kepegawaian dan rekam medis Standar Tersedia Penanggung jawab Komite mutu
4. Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi Judul Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan dengan tindakan operasi oleh tenaga yang
kompeten Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi adalah dokter Sp,OG,
dokter spesialis anak, dokter spesialis anastesi Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.OG, dokter spesialis anak, dokter spesialis anastesi
yang memberikan pertolongan persalinan dengan tindakan operasi. Denominator Jumlah seluruh tenaga yang melayani persalinan dengan tindakan operasi Sumber data Kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Komite mutu
5. Kemampuan menangani BBLR 1500 gr-2500 gr Judul Kemampuan menangani BBLR 1500 gr-2500 gr Dimensi mutu Efektifitas dan keselamatan Tujuan Tergambarnya kemampuan rumah sakit dalam menangani BBLR Definisi operasional BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1500 gr-2500 gr Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani Denominator Jumlah seluruh BBLR 1500 gr-2500 gr yang ditangani Sumber data Rekam medis Standar 100% Penanggung jawab Komite medik/Komite mutu
6. Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria Judul Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria Dimensi mutu Efektifitas, keselamatan dan efisiensi Tujuan Tergambarnya pertolongan di rumah sakit yang sesuai dengan indikasi dan
efisien. Definisi operasional Seksio cesaria adalah tindakan persalinan melalui pembedahan abdominal baik
elektif maupun emergensi. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah persalinan dengan seksio cesaria dalam 1 bulan Denominator Jumlah seluruh persalinan dalam 1 bulan Sumber data Rekam medis Standar < 100% Penanggung jawab Komite mutu
7.a. Keluarga Berencana Judul Keluarga Berencana Mantap Dimensi mutu Ketersediaan pelayanan kontrasepsi mantap Tujuan Mutu dan kesinambungan pelayanan Definisi operasional Keluarga berencana yang menggunakan metode operasi yang aman dan
sederhana pada alat reproduksi manusia dengan tujuan menghentikan fertilitas oleh tenaga yang kompeten
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jenis pelayanan KB mantap Denominator Jumlah peserta KB Sumber data Rekam medik dan laporan KB rumah sakit Standar 100% Penanggung jawab pengumpulan data
Direktur Pelayanan Medik
7.b. Konseling KB Mantap Judul Keluarga Berencana Mantap Dimensi mutu Ketersediaan kontrasepsi mantap Tujuan Mutu dan kesinambungan pelayanan Definisi operasional Proses konsultasi antara pasien dengan bidan terlatih untuk mendapatkan pilihan
pelayanan KB mantap yang sesuai dengan pilihan status kesehatan pasien. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah konseling layanan KB mantap Denominator Jumlah peserta KB mantap Sumber data Laporan unit layanan KB Standar 100% Penanggung jawab pengumpulan data
Direktur Pelayanan Medik
8. Kepuasan Pelanggan Judul Kepuasan Pelanggan Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya persepsi pasien terhadap mutu pelayanan persalinan Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan persalinan. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen) Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50) Sumber data Survei Standar > 80% Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
VI. PELAYANAN INTENSIF 1. Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam Judul Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam Dimensi mutu Efektifitas Tujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif Definisi operasional Pasien kembali keperawatan intensif dari ruang rawat inap dengan kasus yang
sama dalam waktu < 72 jam Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72
jam dalam 1 bulan. Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif dalam 1 bulan. Sumber data Rekam medis Standar < 3% Penanggung jawab Komite mudik/mutu
2. Pemberi pelayanan unit intensif Judul Pemberi pelayanan unit intensif Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya pelayanan intensif tenaga yang kompeten Definisi operasional Pemberi pelayanan intensif adalah dokter Sp.An dan dokter spesialis sesuai
dengan kasus yang ditangani, perawat D3 dengan sertifikat perawat mahir ICU/setara
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.An dan spesialis yang sesuai dengan kasus yang
ditangani, perawat D3 dengan sertifikat perawat mahir ICU/setara yang melayani pelayanan perawatan intensif
Denominator Jumlah seluruh tenaga dokter dan perawat yang melayani perawatan intensif Sumber data Kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Komite medik/mutu
VII. RADIOLOGI 1. Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto Judul Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan radiologi Definisi operasional Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto adalah tenggang waktu mulai pasien di
foto sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto dalam satu bulan. Denominator Jumlah pasien yang difoto thorax dalam bulan tersebut. Sumber data rekam medis Standar < 3% Penanggung jawab Kepala instalasi radiologI
2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan Judul Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan Dimensi mutu Kompetensi tehnis Tujuan Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan rontgen dilakukan oleh tenaga ahli
untuk memastikan ketepatan diagnosis Definisi operasional Pelaksana ekspertisi rontgen adalah dokter spesialis Radiologi yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan pembacaan foto rontgen/ hasil pemeriksaan radiologi. Bukti pembacaan dan verifikasi adalah dicantumkannya tanda tangan dokter spesialis radiologi pada lembar hasil pemeriksaan yang dikirimkan kepada dokter yang meminta.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah foto rontgen yang dibaca dan diverifikasi oleh dokter spesialis radiologi
dalam 1 bulan. Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan foto rontgen dalam 1 bulan. Sumber data Register di Instalasi Radiologi Standar 100 % Penanggung jawab Kepala instalasi radiologI
3. Kejadian kegagalan pelayanan rontgen Judul Kejadian kegagalan pelayanan rontgen Dimensi mutu Efektifitas dan efisiensi Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan rontgen Definisi operasional Kegagalan pelayanan rontgen adalah kerusakan foto yang tidak dapat dibaca Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah foto rusak yang tidak dapat dibaca dalam 1 bulan Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan foto dalam 1 bulan Sumber data Register radiology Standar < 2 % Penanggung jawab Kepala instalasi Radiologi
4. Kepuasan pelanggan Judul Kepuasan pelanggan Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan radiologi Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan radiology Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pasien yang disurvei yang menyatakan puas Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50) Sumber data Survei Standar > 80 % Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
VIII. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK 1. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium Judul Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium Definisi operasional Pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan pemeriksaan
laboratorium rutin dan kimia darah. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium adalah tenggang waktu mulai pasien diambil sample sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium pasien yang disurvey
dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium yang disurvey dalam bulan tersebut. Sumber data Survey Standar < 140 menit (manual) Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium Judul Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh tenaga
ahli untuk memastikan ketepatan diagnosis. Definisi operasional Pelaksana ekspertisi laboratorium adalah dokter spesialis patologi klinik yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembacaan hasil pemeriksaan laboratorium. Bukti dilakukan ekspertisi adalah adanya tandatangan pada lembar hasil pemeriksaan yang dikirimkan pada dokter yang meminta.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah hasil lab. yang diverifikasi hasilnya oleh dokter spesialis patologi klinik
dalam satu bulan. Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan laboratorium dalam satu bulan Sumber data Register di instalasi laboratorium Standar 100% Penanggung jawab Kepala instalasi laboratorium
3. Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium Judul Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratorium Definisi operasional Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah penyerahan hasil laboratorium
pada salah orang. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien yang diperiksa laboratorium dalam satu bulan dikurangi
jumlah penyerahan hasil laboratorium salah orang dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium dalam bulan tersebut Sumber data Rekam medis Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
4. Kepuasan pelanggan Judul Kepuasan pelanggan Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan laboratorium Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan laboratorium. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen) Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50) Sumber data Survei Standar > 80 % Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
IX. REHABILITASI MEDIK 1. Kejadian drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan. Judul Kejadian drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang
direncanakan. Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan efektifitas Tujuan Tergambarnya kesinambungan pelayanan rehabilitasi sesuai yang direncanakan Definisi operasional Drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan adalah pasien
tidak bersedia meneruskan program rehabilitasi yang direncanakan. Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 6 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 3 bulan Denominator Jumlah seluruh pasien yang di program rehabilitasi medik dalam 3 bulan Sumber data Rekam medis Standar < 50% Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik
2. Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik Judul Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik Dimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan klinis dalam rehabilitasi medik Definisi operasional Kesalahan tindakan rehabilitasi medik adalah memberikan atau tidak memberikan
tindakan rehabilitasi medik yang diperlukan yang tidak sesuai dengan rencana asuhan dan/atau tidak sesuai dengan pedoman/standar pelayanan rehabilitasi medik.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien yang deprogram rehabilitasi medik dalam 1 bulan dikurangi
jumlah pasien yang mengalami kesalahan tindakan rehabilitasi medik dalam 1 bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien yang deprogram rehabilitasi medik dalam 1 bulan Sumber data Rekam medis Standar 100 % Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitas Medik
3. Kepuasan Pelanggan Judul Kepuasan pelanggan Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan rehabilitasi medik Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan rehabilitas medik. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen) Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50) Sumber data Survei Standar >80 % Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitas Medik
X. FARMASI 1.a. Waktu tunggu pelayanan obat jadi Judul Waktu tunggu pelayanan obat jadi Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah tenggang waktu mulai pasien
menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat jadi pasien yang disurvey dalam
satu bulan Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut. Sumber data Survey Standar <30 % Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
1.b. Waktu tunggu pelayanan obat racikan Judul Waktu tunggu pelayanan obat racikan Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah tenggang waktu mulai pasien
menyerahkan resep sampai dengan menerima obat racikan Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat racikan pasien yang disurvey
dalam satu bulan Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut. Sumber data Survey Standar <60 % Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
2. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat Judul Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat Dimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat Definisi operasional Kesalahan pemberian obat meliputi :
1. Salah dalam memberikan jenis obat 2. Salah dalam memberikan dosis 3. Salah orang 4. Salah jumlah
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey dikurangi jumlah pasien
yang mengalami kesalahan pemberian obat Denominator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
3. Kepuasan Pelanggan Judul Kepuasan pelanggan Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan farmasi Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan farmasi. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen) Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minimal 50) Sumber data Survey Standar >80% Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
4. Penulisan resep sesuai formularium Judul Penulisan resep sesuai formularium Dimensi mutu Efisiensi Tujuan Tergambarnya efisiensi pelayanan obat kepada pasien Definisi operasional Formularium obat adalah daftar obat yang digunakan di rumah sakit. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah resep yang diambil sebagai sample yang sesuai formularium dalam satu
bulan. Denominator Jumlah seluruh resep yang diambil sebagai sampel dalam satu bulan (n minimal
50) Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
XI. Gizi 1. Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien Judul Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien Dimensi mutu Efektifitas, akses, kenyamanan Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan instalasi gizi Definisi operasional Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien adalah ketepatan
penyediaan makanan, pada pasien sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pasien rawat inap yang disurvei yang mendapat makanan tepat waktu
dalam satu bulan. Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap yang disurvei Sumber data Survey Standar >90% Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
2. Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien Judul Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien Dimensi mutu Efektifitas dan efisien Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan instalasi gizi Definisi operasional Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang tidak dimakan oleh pasien
(sesuai dengan pedoman asuhan gizi rumah sakit) Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien yang disurvey Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan Sumber data Survey Standar >20% Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
3. Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet Judul Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet Dimensi mutu Keamanan, efisien Tujuan Tergambarnya kesalahan dan efisiensi pelayanan instalasi gizi Definisi operasional Kesalahan dalam memberikan diet adalah kesalahan dalam memberikan jenis
diet. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pemberian makanan yang disurvey dikurangi jumlah pemberian makanan
yang salah diet. Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
XII. TRANSFUSI DARAH 1. Pemenuhan kebutuhan darah bagi setiap pelayanan transfusi Judul Pemenuhan kebutuhan darah bagi setiap pelayanan transfusi Dimensi mutu Keselamatan dan kesinambungan pelayanan Tujuan Tergambarnya kemampuan bank darah rumah sakit dalam menyediakan
kebutuhan darah. Definisi operasional Cukup jelas Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah permintaan kebutuhan darah yang dapat dipenuhi dalam 1 bulan Denominator Jumlah seluruh permintaan darah dalam 1 bulan Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan bank darah
2. Kejadian reaksi transfusi Judul Kejadian reaksi transfusi Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya manajemen risiko pada UTD Definisi operasional Reaksi transfusi adalah kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi akibat
transfusi darah, dalam bentuk reaksi alergi, infeksi akibat transfusi, hemolisi akibat golongan darah tidak sesuai, atau gangguan sistem imun sebagai akibat pemberian transfusi darah.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah kejadian reaksi transfusi dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien yang mendapat transfusi dalam satu bulan Sumber data Rekam medis Standar <0,01% Penanggung jawab Kepala UTD
XIII. PELAYANAN GAKIN 1. Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan Judul Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit
pelayanan Dimensi mutu Akses Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap masyarakat miskin Definisi operasional Pasien Keluarga Miskin (GAKIN) adalah pasien pemegang kartu askeskin Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pasien GAKIN yang dilayani rumah sakit dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh pasien GAKIN yang datang ke rumah sakit dalam satu bulan. Sumber data Register pasien Standar 100% Penanggung jawab Direktur Rumah Sakit
XIV. REKAM MEDIK 1. Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan Judul Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan keselamatan Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam kelengkapan informasi rekam medik. Definisi operasional Rekam medik yang lengkap adalah, rekam medik yang telah diisi lengkap oleh
dokter dalam waktu < 24 jam setelah selesai pelayanan rawat jalan atau setelah pasien rawat inap diputuskan untuk pulang, yang meliputi identitas pasien, anamnesis, rencana asuhan, pelaksanaan asuhan, tindak lanjut dan resume
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah rekam medik yang disurvey dalam 1 bulan yang diisi lengkap Denominator Jumlah rekam medik yang disurvey dalam 1 bulan. Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medik/wadir pelayanan medik.
2. Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas Judul Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter untuk memberikan kepada pasien dan
mendapat persetujuan dari pasien akan tindakan medik yang dilakukan. Definisi operasional Informed concent adalah persetujuan yang diberikan pasien/keluarga pasien atas
dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pasien yang mendapat tindakan medik yang disurvey yang mendapat
informasi lengkap sebelum memberikan persetujuan tindakan medik dalam 1 bulan.
Denominator Jumlah pasien yang mendapat tindakan medik yang disurvey dalam 1 bulan Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medik
3. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan Judul Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan Dimensi mutu Efektifitas, kenyamanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan pendaftaran rawat jalan Definisi operasional Dokumen rekam medis rawat jalan adalah dokumen rekam medis pasien baru
atau pasien lama yang digunakan pada pelayanan rawat jalan. Waktu penyediaan dokumen rekam medik mulai dari pasien mendaftar sampai rekam medis disediakan/ditemukan oleh petugas.
Frekuensi pengumpulan data
tiap bulan
Periode analisis Tiap 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis sampel rawat jalan yang diamati Denominator Total sampel penyediaan rekam medis yang diamati (N tidak kurang dari 100). Sumber data Hasil survei pengamatan diruang pendaftaran rawat jalan untuk pasien
baru/diruang rekam medis untuk pasien lama. Standar Rerata < 10 menit Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medis
4. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat inap Judul Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat inap Dimensi mutu Efektifitas, kenyamanan, efisiensi Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan rekam medik rawat inap Definisi operasional Dokumen rekam medis rawat inap adalah dokumen rekam medis pasien baru
atau pasien lama yang digunakan pada pelayanan rawat inap. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat inap adalah waktu mulai pasien diputuskan untuk rawat inap oleh dokter sampai rekam medik rawat inap tersedia di bangsal pasien.
Frekuensi pengumpulan data
tiap bulan
Periode analisis Tiap 3 bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis sampel rawat inap yang diamati Denominator Total sampel penyediaan rekam medis rawat inap yang diamati Sumber data Hasil survei pengamatan diruang pendaftaran rawat jalan Standar Rerata < 15 menit Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medis
XV. Pengolahan Limbah 1. Baku mutu limbah cair Judul Baku mutu limbah cair Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap keamanan limbah cair rumah
sakit Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang dianggap aman bagi
kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan indikator : BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter TSS (Total Suspended Solid) 30 mg/liter PH : 6-9
Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang sesuai dengan
baku mutu. Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair. Sumber data Hasil pemeriksaan Standar 100% Penanggung jawab Kepala IPRS
2. Pengolahan limbah padat berbahaya sesuai dengan aturan Judul Pengolahan limbah padat berbahaya sesuai dengan aturan Dimensi mutu Keselamatan Tujuan Tergambarnya mutu penanganan limbah padat infeksius di rumah sakit Definisi operasional Limbah padat berbahaya adalah sampah pada akibat proses pelayanan yang
mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad renik yang dapat menularkan penyakit dan/atau dapat mencederai, antara lain : 1. Sisa jarum suntik 2. Sisa ampul 3. Kasa bekas 4. Sisa jaringan Pengolahan limbah padat berbahaya harus dikelola sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah limbah padat yang dikelola sesuai dengan standar prosedur operasional
yang diamati Denominator Jumlah total proses pengolahan limbah padat yang diamati Sumber data Hasil pengamatan Standar 100% Penanggung jawab Kepala IPRS / Kepala K3 RS
XVI. Administrasi dan Manajemen 1. Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi Judul Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi Dimensi mutu Efektivitas Tujuan Tergambarnya kepedulian direksi terhadap upaya perbaikan pelayanan di rumah
sakit Definisi operasional Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi adalah pelaksanaan
tindak lanjut yang harus dilakukan oleh peserta pertemuan terhadap kesepakatan atau keputusan yang telah diambil dalam pertemuan tersebut sesuai dengan permasalahan pada bidang masing-masing
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Hasil keputusan pertemuan direksi yang ditindaklanjuti dalam satu bulan Denominator Total hasil keputusan yang harus ditindaklanjuti dalam satu bulan Sumber data Notulen rapat Standar 100% Penanggung jawab Direktur rumah sakit
2. Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja Judul Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi Tujuan Tergambarnya kepedulian administrasi rumah sakit dalam menunjukkan
akuntabilitas kinerja pelayanan. Definisi operasional Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban rumah sakit untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara periodik. Laporan akuntabilitas kinerja yang lengkap adalah laporan kinerja yang memuat pencapaian indikator-indikator yang ada pada SPM (Standar Pelayanan Minimal), indikator-indikator kinerja pada rencana strategik bisnis rumah sakit dan indikator-indikator kinerja yang lain yang dipersyaratkan oleh pemerintah daerah. Laporan akuntabilitas kinerja minimal 3 bulan sekali.
Frekuensi pengumpulan data
1 tahun
Periode analisis 3 tahun Numerator Laporan akuntabilitas kinerja yang lengkap dan dilakukan minimal 3 bulan dalam
satu tahun Denominator Jumlah laporan akuntabilitas yang seharusnya disusun dalam satu tahun Sumber data Bagian Tata Usaha Standar 100% Penanggung jawab Direktur
3. Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat Judul Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kenyamanan Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap tingkat kesejahteraan pegawai. Definisi operasional Usulan kenaikan pangkat pegawai dilakukan dua periode dalam satu tahun yaitu
bulan April dan Oktober Frekuensi pengumpulan data
1 tahun
Periode analisis 1 tahun Numerator Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu sesuai periode kenaikan pangkat
dalam satu tahun. Denominator Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya diusulkan kenaikan pangkat dalam satu
tahun. Sumber data Sub bagian kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha
4. Ketepatan waktu pengurusan kenaikan gaji berkala Judul Ketepatan waktu pengurusan kenaikan gaji berkala Dimensi mutu Efektivitas, kenyamanan Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kesejahteraan pegawai Definisi operasional Usulan kenaikan berkala adalah kenaikan gaji secara periodik sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku (UU No. 8/1974, UU No. 43/1999) Frekuensi pengumpulan data
Satu tahun
Periode analisis Satu tahun Numerator Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu sesuai periode kenaikan pangkat
dalam satu tahun. Denominator Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya diusulkan kenaikan pangkat dalam satu
tahun. Sumber data Sub bagian kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha
5. Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam pertahun Judul Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam pertahun Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kualitas sumber daya manusia Definisi operasional Pelatihan adalah semua kegiatan peningkatan kompetensi karyawan yang
dilakukan baik dirumah sakit ataupun di luar rumah sakit yang bukan merupakan pendidikan formal. Minimal per karyawan 20 jam per tahun.
Frekuensi pengumpulan data
Satu tahun
Periode analisis Satu tahun Numerator Jumlah karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam per tahun Denominator Jumlah seluruh karyawan di rumah sakit Sumber data Sub bagian kepegawaian Standar >60% Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha
6. Cost Recovery Judul Cost recovery Dimensi mutu Efisiensi, efektivitas Tujuan Tergambarnya tingkat kesehatan keuangan di rumah sakit Definisi operasional Cost recovery adalah jumlah pendapatan fungsional dalam periode waktu tertentu
dibagi dengan jumlah pembelanjaan operasional dalam periode waktu tertentu. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah pendapatan fungsional dalam satu bulan Denominator Jumlah pembelanjaan operasional dalam satu bulan Sumber data Sub bagian kepegawaian Standar >40% Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha/Keuangan
7. Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan Judul Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan Dimensi mutu Efektivitas Tujuan Tergambarnya disiplin pengelolaan keuangan rumah sakit Definisi operasional Laporan keuangan meliputi realisasi anggaran dan arus kas
Laporan keuangan harus diselesaikan sebelum tanggal 10 setiap bulan berikutnya Frekuensi pengumpulan data
Tiga bulan
Periode analisis Tiga bulan Numerator Jumlah laporan keuangan yang diselesaikan sebelum tanggal setiap bulan
berikutnya dalam tiga bulan Denominator Jumlah laporan keuangan yang harus diselesaikan dalam tiga bulan Sumber data Sub bagian kepegawaian Standar 100% Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha/Keuangan
8. Kecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap Judul Kecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap Dimensi mutu Efektivitas, kenyamanan Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan informasi pembayaran pasien rawat inap Definisi operasional Informasi tagihan pasien rawat inap meliputi semua tagihan pelayanan yang telah
diberikan. Kecepatan waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat inap adalah waktu mulai pasien dinyatakan boleh pulang oleh dokter sampai dengan informasi tagihan diterima oleh pasien.
Frekuensi pengumpulan data
Tiap bulan
Periode analisis Tiap tiga bulan Numerator Jumlah kumulatif waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat inap yang
diamati dalam satu bulan Denominator Jumlah total pasien rawat inap yang diamati dalam satu bulan Sumber data Hasil pengamatan Standar < 2 jam Penanggung jawab Bagian Keuangan
9. Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepakatan waktu Judul Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepakatan waktu Dimensi mutu Efektivitas, Tujuan Tergambarnya kinerja manajemen dalam memperhatikan kesejahteraan
karyawan. Definisi operasional Insentif adalah imbalan yang diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja
yang dicapai dalam satu bulan. Frekuensi pengumpulan data
Tiap 6 bulan
Periode analisis Tiap 6 bulan Numerator Jumlah bulan dengan kelambatan pemberian insentif Denominator 6 Sumber data Catatan di bagian keuangan Standar 100% Penanggung jawab Bagian Keuangan
XVII. AMBULANCE/KERETA JENAZAH 1. Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah Judul Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah Dimensi mutu Akses Tujuan Tersedianya pelayanan ambulance/kereta jenazah yang dapat diakses setiap
waktu oleh pasien/keluarga pasien yang membutuhkan. Definisi operasional Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah adalah ketersediaan waktu
penyediaan ambulance/kereta jenazah untuk memenuhi kebutuhan pasien/keluarga pasien
Frekuensi pengumpulan data
Setiap bulan
Periode analisis Tiga bulan sekali Numerator Total waktu buka (dalam jam) pelayanan ambulance dalam satu bulan Denominator Jumlah hari dalam bulan tersebut Sumber data Instalasi gawat darurat Standar 24 jam Penanggung jawab Penanggungjawab ambulance/kereta jenazah
2. Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah di rumah sakit Judul Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah di rumah sakit Dimensi mutu Kenyamanan, keselamatan Tujuan Tergambarnya ketanggapan rumah sakit dalam menyediakan kebutuhan pasien
akan ambulance/kereta jenazah Definisi operasional Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah adalah waktu yang
dibutuhkan mulai permintaan ambulance/kereta jenazah diajukan oleh pasien/keluarga pasien di rumah sakit sampai tersedianya ambulance/kereta jenazah. Maksimal 30 menit
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah penyediaan ambulance/kereta jenazah yang tepat waktu dalam 1 bulan Denominator Jumlah seluruh permintaan ambulance/kereta jenazah dalam satu bulan Sumber data Catatan penggunaan ambulance/kereta jenazah Standar 100% Penanggung jawab Penanggungjawab ambulance/kereta jenazah
3. Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan Judul Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan Dimensi mutu Tujuan Definisi operasional Frekuensi pengumpulan data
Periode analisis Numerator Denominator Sumber data Standar Penanggung jawab
XVIII. PEMULASARAAN JENAZAH 1. Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah Judul Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah Dimensi mutu Kenyamanan Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kebutuhan pasien akan
pemulasaraan jenazah. Definisi operasional Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah adalah waktu yang dibutuhkan
mulai pasien dinyatakan meninggal sampai dengan jenazah mulai ditangani oleh petugas.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Total kumulatif waktu pelayanan pemulasaraan jenazah pasien yang diamati
dalam satu bulan Denominator Total pasien yang diamati dalam satu bulan Sumber data Hasil pengamatan Standar < 2 jam Penanggung jawab Kepala instalasi pemulasaraan jenazah
XIX. PELAYANAN PEMELIHARAAN SARANA RUMAH SAKIT 1. Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat Judul Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kesinambungan pelayanan Tujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam pemeliharaan alat Definisi operasional Kecepatan waktu menanggapi alat yang rusak adalah waktu yang dibutuhkan
mulai laporan alat rusak diterima sampai dengan petugas melakukan pemeriksaan terhadap alat yang rusak untuk tindak lanjut perbaikan, maksimal dalam waktu 15 menit harus sudah ditanggapi.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah laporan kerusakan alat yang ditanggapi kurang atau sama dengan 15
menit dalam satu bulan. Denominator Jumlah seluruh laporan kerusakan alat dalam satu bulan Sumber data Catatan laporan kerusakan alat Standar > 80 % Penanggung jawab Kepala IPRS
2. Ketepatan waktu pemeliharaan alat Judul Ketepatan waktu pemeliharaan alat Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kesinambungan pelayanan Tujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam pemeliharaan alat Definisi operasional Waktu pemeliharaan alat adalah waktu yang menunjukkan periode
pemeliharaan/service untuk tiap-tiap alat sesuai ketentuan yang berlaku. Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah alat yang dilakukan pemeliharaan (service) tepat waktu dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh alat yang seharusnya dilakukan pemeliharaan dalam satu bulan Sumber data Register pemeliharaan alat Standar 100% Penanggung jawab Kepala IPRS
3. Peralatan Laboratorium (dan alat ukur yang lain) yang terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi. Judul Peralatan Laboratorium (dan alat ukur yang lain) yang terkalibrasi tepat
waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi. Dimensi mutu Keselamatan dan efektivitas Tujuan Tergambarnya akurasi pelayanan laboratorium Definisi operasional Kalibrasi adalah pengujian kembali terhadap kelayakan peralatan laboratorium
oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Frekuensi pengumpulan data
1 tahun
Periode analisis 1 tahun Numerator Jumlah seluruh alat laboratorium yang dikalibrasi tepat waktu dalam satu tahun Denominator Jumlah alat laboratorium yang perlu dikalibrasi dalam 1 tahun Sumber data Buku register Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
XX. PELAYANAN LAUNDRY 1. Tidak adanya kejadian linen yang hilang Judul Tidak adanya kejadian linen yang hilang Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitas Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry Definisi operasional Tidak ada Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 1 bulan Numerator Jumlah linen yang dihitung dalam 4 hari sampling dalam satu tahun Denominator Jumlah linen yang seharusnya ada pada hari sampling tersebut Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Laundry
2. Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap Judul Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitas Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry Definisi operasional Ketepatan waktu penyediaan linen adalah ketepatan penyediaan linen sesuai
dengan ketentuan waktu yang ditetapkan Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis 1 bulan Numerator Jumlah hari dalam satu bulan dengan penyediaan linen tepat waktu Denominator Jumlah hari dalam satu bulan Sumber data Survey Standar 100% Penanggung jawab Kepala Instalasi Laundry
XXI. PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI 1. Tim PPI Judul Tersedianya anggota Tim PPI yang terlatih Dimensi mutu Kompetensi teknis Tujuan Tersedianya anggota Tim PPI yang kompeten untuk melaksanakan
tugas-tugas Tim PPI Definisi operasional Adalah anggota Tim PPI yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dasar dan lanjut PPI Frekuensi pengumpulan data
Tiap 3 bulan
Periode analisis Tiap 1 bulan Numerator Jumlah anggota tim PPI yang sudah terlatih Denominator Jumlah anggota Tim PPI Sumber data Kepegawaian Standar 75% Penanggung jawab Ketua Komite PPI
2. Koordinasi APD Judul Tersedianya APD (Alat Pelindung Diri) Dimensi mutu Mutu pelayanan, keamanan pasien, petugas dan pengunjung Tujuan Tersedianya APD di setiap instalasi RS Definisi operasional Alat terstandar yang berguna untuk melindungi tubuh, tenaga
kesehatan, pasien atau pengunjung dari penularan penyakit di RS seperti masker, sarung tangan karet, penutup kepala, sepatu boots dan gaun
Frekuensi pengumpulan data
Setiap hari
Periode analisis 1 bulan Numerator Jumlah instalasi yang menyediakan APD Denominator Jumlah instalasi di rumah sakit Sumber data Survey Standar 75% Penanggung jawab Tim PPI
3. Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial di rumah sakit Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi
nosokomial di rumah sakit Dimensi mutu Keamanan pasien, petugas dan pengunjung Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan infeksi di RS Definisi operasional Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial, pengumpulan
data (cek list) pada instalasi yang tersedia di RS, minimal 1 parameter (ILO, ILI, VAP, ISK)
Frekuensi pengumpulan data
Setiap hari
Periode analisis 1 bulan Numerator Jumlah instalasi yang melakukan pencatatan dan pelaporan Denominator Jumlah instalasi yang tersedia Sumber data Survey Standar 75% Penanggung jawab Tim PPI RS
Keterangan : ILO : Infeksi Luka Operasi ILI : Infeksi Luka Infus VAP : Ventilator Associated Pneumonie ISK : Infeksi Saluran Kemih
MASUKAN TENTANG PENATALAKSANAAN TUBERCULOSIS (TB) DI RS
No. Jenis Pelayanan Indikator Standar 1. Rawat jalan a. Penegakan diagnosis TB melalui
pemeriksaan mikroskopis TB b. Terlaksananya kegiatan pencatatan
dan pelaporan TB di Rumah Sakit
60%
60%
2. Rawat Inap c. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB
d. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di rumah sakit
60%
60%
A. RAWAT JALAN 1. Kegiatan penegakan diagnosis Tuberculosis (TB) Judul Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatan Tujuan Terlaksananya diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Definisi operasional Penegakan diagnosis pasti TB melalui pemeriksaan mikroskopis
pada pasien rawat jalan Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis
TB di RS dalam 3 bulan Denominator Jumlah penegakan diagnosis TB di RS dalam 3 bulan Sumber data Rekam medik Standar 60% Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan
2. Kegiatan pencatatan dan pelaporan (TB) di RS Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan (TB) di RS Dimensi mutu Efektivitas Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan TB di RS Definisi operasional Pencatatan dan pelaporan semua pasien TB yang berobat rawat
jalan ke RS. Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien TB rawat jalan yang dicatat dan dilaporkan Denominator Seluruh kasus TB rawat jalan di RS Sumber data Rekam medik Standar 60% Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan
B. RAWAT INAP 1. Kegiatan penegakan diagnosis Tuberculosis (TB) Judul Penegakan kegiatan TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatan Tujuan Terlaksananya diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Definisi operasional Penegakan diagnosis pasti T melalui pemeriksaan mikroskopis pada
pasien rawat inap. Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis
TB dalam 3 minggu Denominator Jumlah penegakan diagnosis TB dalam 3 bulan Sumber data Rekam medik Standar 60% Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat inap
15. Kegiatan pencatatan dan pelaporan Tuberculosis (TB) di RS Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan Tuberculosis
(TB) di RS Dimensi mutu Efektivitas Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan TB di RS Definisi operasional Pencatatan dan pelaporan semua pasien TB yang berobat rawat inap
ke RS. Frekuensi pengumpulan data
3 bulan
Periode analisis 3 bulan Numerator Jumlah seluruh pasien TB rawat inap yang dicatat dan dilaporkan Denominator Seluruh kasus TB rawat inap di RS Sumber data Rekam medik Standar 60% Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan