Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
-
Upload
patrico-rillah-setiawan -
Category
Documents
-
view
251 -
download
0
Transcript of Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
1/32
EPIDEMIOLOGI
Walaupun kanker memiliki gejala gangguan fisik yang beraneka ragam, keluhan nyeri
pada kanker sering dianggap yang paling penting. Nyeri yang tidak teratasi akan mempengaruhi
kualitas hidup dan menurunkan kemampuan dalam menjalani terapi untuk kembali sehat ataupun
untuk mendapatkan proses kematian yang tenang.1 WHO dan komunitas nyeri internasional
sudah mengidentifikasi nyeri pada kanker sebagai masalah kesehatan global. Prevalensi nyeri
yang tinggi pada negara berkembang diakibatkan karena keterlambatan diagnosis dan
terhalangnya akses ke penggunaan opioid.1
Menurut literatur, prevalensi nyeri berkisar dari ! pada pasien setelah pengobatan
kuratif sampai "#! pada pasien pengobatan antikanker dan $%! pada pasien dengan metastasis
lanjut atau fase terminal.&'idak ditemukan perbedaan dalam prevalensi nyeri antara pasien yang
menjalani pengobatan antikanker dan pasien stadium lanjut atau stadium terminal.& (aktor)
faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri kronis pada penderita kanker yang selesai
pengobatan seperti neuropati perifer karena kemoterapi, brakialis ple*opathy karena radiasi,
nyeri panggul kronis yang disebabkan radiasi dan nyeri pas+aoperasi . Nyeri memiliki
prevalensi tinggi pada jenis kanker tertentu seperti pankreas %%!- dan kanker kepala dan leher
%!-.%
/elain itu, literatur menunjukkan bah0a hampir setengah dari seluruh pasien kanker
dira0at kurang adekuat, dengan variabilitas tinggi di desain studi dan pengaturan klinis./tudi terbaru yang dilakukan baik di talia dan Pan 2ropa 3", $4 menegaskan data ini,
menunjukkan bah0a berbagai jenis rasa sakit atau sindrom nyeri 35, 64 mun+ul dalam semua
tahap kanker a0al dan metastasis- 'able1- dan tidak diperlakukan se+ara adekuat dengan
persentase yang signifikan, mulai dari "$! hingga 6&,!. Penelitian menunjukkan bah0a,
bahkan di pusat)pusat ini, pasien masih diklasifikasikan berpotensi dira0at dengan tidak adekuat
pada #,6! )"",! dari kasus."
MEKANISME NYERI
Mekanisme untuk mengelompokkan sindrom nyeri pada kanker adalah menentukan
apakah nyeri nosiseptif a+hing or throbbing pain- atau nyeri neuropatik seperti rasaterbakar,
kesemutan atau tersetrum listrik-. Pengelompokkan nyeri tersebut penting untuk pemilihanterapi
analgetik.1
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
2/32
Nyeri nosiseptif terjadi karena ada stimulus pada nosiseptor yang ada pada kerusakan
struktur somati+dan visera. Nyeri somati+ dideskripsikan sebagai nyeri yang lo+al, tajam,
berdenyut atau sepertimenekan. /edangkan nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri yang difus,
yang dapat terlihat padapasien dengan tumor peritoneum. Nyeri somati+ berasal dari tulang,
sendi, kulit, otot atau jaringanpenyambung. /edangkan nyeri vis+eral berasal dari organ visera ,
seperti gastrointestinal.
7ntuk mengatasi nyeri pada kanker, WHO menerapkan a three step ladder yaitu
langkah bertahapsesuai dengan nyeri yang dialami pasien. WHO juga menerapkan konsep dalam
terapi medikamentosauntuk nyeri yaitu le0at mulut obat per oral-,dan obat diberikan teratur
setiap )$jam untuk menjagakadar obat tetap stabil-. 8angkah pertama penanganan nyeri
menurut WHO adalah penggunaanasetaminofen, aspirin atau O9N/ lainnya untuk nyeri ringan
:9/ 1)%-. Obat adjuvant dapatdipergunakan di setiap langkah. Obat adjuvant berguna untuk
meningkatkan efektivitas analgesi+ danmemberikan efek analgesi+ untuk tipe nyeri yang
spesifik.$
;ika nyeri masih ada atau bahkan meningkat :9/ ")5-, opioid seperti kodein atau
hydro+odone harusditambahkan bukan sebagai pengganti- ke O9N/. Pada langkah ini, opioid
banyak diberikan dalampreparat kombinasi dengan asetaminofen atau aspirin. ;ika dibutuhkan
dosis opioid yang lebih tinggi,maka langkah ketiga diperlukan. Pada langkah ketiga, analgesi+
opioid dan nonopioid harus dalampreparat yang berbeda untuk menghindari dosis asetaminofen
atau O9N/ yang berlebihan.$
;ika nyeri persisten, ataupun mun+ul dalam taraf berat :9/ 6)1-, maka harus ditangani
dengan opioidyang lebih poten atau dengan dosis yang lebih tinggi. Obat seperti kodein atau
hydro+odone digantidengan opioid yang lebih poten biasanya morfin, metadon, fentanyl atau
levorphanol-. Obat untuk nyeri yang persisten pada kanker seharusnya diberikan se+ara terus
menerus, karena dosis obat yang teratur diberikan akan menjaga kadar obat tetap konstan di
tubuh sehingga men+egah kembalinya nyeri.9nalgetik tetap sebaiknya diberikan dengan jalur
oral. ;ika diberikan intravena, sebaiknya diberikan dengan dosis 1
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
3/32
nyeri bertambah berat. 9setaminofen termasuk dalam grup ini karena memiliki potensi analgesi+
yang serupa 0alau efek anti inflamasinya paling lemah. =euntungan dari asetaminofen jika
disbanding O9N/ lainnya adalah kurang mengganggu fungsi trombosit, sehingga lebih aman
digunakan pada pasien trombositopeni.$
O9N/ menurunkan jumlah mediator inflamasi pada tempat jaringan yang terganggu
denganmenghambat en>im +y+loo*ygenase, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat
menjadiprostaglandin dan leukotrien. Mediator inflamasi ini membuat saraf sensitive terhadap
stimulus nyeri.Penggunaan bersama dai opioid, O9N/ dan asetaminofen sering memberikan
efek analgesi yang lebihbaik daripada jika digunakan sendiri saja.5
?erla0anan dengan opioid, O9N/ tidak menimbulkan toleransi, ketergantungan
fisiko+ine, de>o+ine dan nalbupine. Obat ini
memiliki ceiling effectdalam analgesia. Opioid jenis ini menghambat reseptor opioid mu dan
mengaktivasi reseptor opioid kappa.Pasien yang mendapat opioid agonis tidak boleh diberikan
opioid agonis)antagonis karena akan dapat mempresipitasi 0ithdra0al syndrome dan
meningkatkan nyeri.$
'oleransi dan ketergantungan fisik terhadap opioid dapat terjadi pada pemberian opioid
jangka panjangdan tidak boleh dika+aukan dengan dianggap sebagai ketergantungan psikis
adiksi-yang bermanifestasisebagai prilaku penyalahgunaan obat.=etergantungan fisik terhadap
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
4/32
opioid mun+ul jika opioid dihentikan se+ara tiba)tiba atau jika nalo*ondiberikan. Manifestasi
klinisnya adalah ke+emasan, iritabel, menggigil, nyeri sendi, lakrimasi, rhinorea,mual, muntah,
diare dan kram perut. 7ntuk opioid dengan 0aktu paruh pendek seperti kodein,
morfin-,gejalanya dapat terjadi $)1& jam dengan pun+aknya &%)5& jam sesudah opioid
dihentikan. 7ntuk opioid0aktu paruh jangka panjang metadon, fentanyl-, gejalanya dapat
tertunda &% jam atau lebih pas+a penghentian obat dan gejala yang ditimbulkan dapat lebih
ringan. Pasien dengan kanker biasanya membutuhkan penghentian opioid jika penyebab nyeri
sudah dihilangkan dengan terapi antineoplasma. Pada keadaan demikian, gejala ketergantungan
opioid dapat dihindari dengan penurunan dosis opioid bertahap, yaitu & hari pertama dosis
diturunkan menjadi separuhnya dan kemudian diturunkan lagi &"!setiap & hari sampai total
dosis mg
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
5/32
Penggunaan opioid intramuskular harus dihindari karena dapat menyakitkan dan
absorbsinya tidak jelas.Penggunaan intravena opioid dapat diberikan pada pasien dengan mual
muntah persisten, gangguan menelan, penurunan kesadaran, dan untuk pasien yang
membutuhkan titrasi +epat.
Penilaian pasien dengan nyeri
Penilaian a0al dan lanjutan terhadap rasa sakit dan pasien dengan nyeri pada setiap
tahap penyakit harus dapat menjelaskan baik kebutuhan tambahan untuk evaluasi dan ren+ana
pera0atan yang yang rasional. tabel &-. Penilaian intensitas nyeri P- yang tepat dan teratur
dengan bantuan alat penilaian yang tepat adalah langkah utama menuju pera0atan efektif dan
individual. Bang paling sering digunakan timbangan standar dilaporkan dalam (igure1and
bersifat visual skala analog :9/-, skala rating verbal :@/- dan skala rating numerik N@/-.
Penilaian kualitas nyeri meningkatkan pilihan terapiC nyeri disebut no+i+eptive ketika hal itu
disebabkan oleh kerusakan jaringan yang sedang berlangsung, baik somatik atau vis+eral atau
neuropatik, jika ditopang oleh kerusakan atau disfungsi dalam sistem saraf 'able1-.1
ntensitas rasa sakit dan hasil pengobatan harus se+ara teratur dinilai menggunakan i-
:9/, atau ii- :@/ atau iii- N@/. Pada pasien usia lanjut, keterbatasan komunikasi atau
gangguan kognitif seperti pada hari)hari terakhir kehidupan membuat diri penyampaian keluhan
nyeri lebih sulit, meskipun ada ada bukti pengurangan klinis pada penderitaan rasa sakit yang
terkait. =etika pasien dalam keadaan defisit kognitif yang parah, pengamatan)nyeri terkait
perilaku dan ketidaknyamanan ekspresi 0ajah yaitu, tubuh gerakan, verbalisasi atau vokalisasi,
perubahan interaksi interpersonal, perubahan aktivitas rutin- adalah strategi alternatif untuk
menilai adanya nyeri tapi tidak ntensitas-.11)1%
Pengamatan perilaku yang berhubungan dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan perlu
dilakukan pada pasien dengan gangguan kognitif untuk menilai adanya nyeri ahli dan panel
konsensus-.
'ekanan psikososial harus dinilai karena berhubungan erat dengan nyeri kanker. ?ahkan,
tekanan psikologis dapat memperkuat persepsi rasa sakit, nyeri yang tidak +ukup terkontrol dapat
menyebabkantekanan psikologis. 1"
Penilaian dari semua komponen nyeri seperti tekanan psikososial harus dipertimbangkan
dan dievaluasi.
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
6/32
Panduan untuk penilaian pasien dengan nyeri pada setiap tahap penyakit
1. Menilai dan menilai kembali rasa sakit
Penyebab, onset, jenis, tempat, tidak adanya < kehadiran meman+arkan rasa sakit, durasi,
intensitas, relief dan pola temporal rasa sakit, jumlah nyeri terobosan, sindrom nyeri,
patofisiologi tereka, nyeri pada istirahat dan < atau bergerak adanya faktor pemi+u dan tanda)tanda dan gejala yang berhubungan dengan rasa sakit
adanya faktor menghilangkan
penggunaan analgesik dan kemanjuran dan tolerabilitas mereka
memerlukan deskripsi kualitas nyeri
o sakit, berdenyut, tekananC sering dikaitkan dengan nyeri somatik kulit, otot dan
tulang
o sakit, kram, menggerogoti, tajamC sering dikaitkan dengan nyeri viseral
o nyeri tajam, menusuk, kesemutanC sering dikaitkan dengan
nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan saraf&. Menilai dan menilai ulang pasien
keadaan klinis dengan +ara < pemeriksaan fisik tertentu lengkap dan investigasi radiologi
dan < atau biokimia tertentu
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
7/32
adanya gangguan nyeri dengan kegiatan sehari)hari pasien, pekerjaan, kehidupan sosial,
pola tidur, nafsu makan, fungsi seksual, suasana hati, kesejahteraan,mengatasi dampak
dari rasa sakit, penyakit dan terapi pada fisik, kondisi psikologis dan sosial
adanya pengasuh, status psikologis, tingkat kesadaran akan penyakit, ke+emasan dan
depresi dan bunuh diri, lingkungan sosialnya, kualitas hidup, keprihatinan spiritual at
. Menilai dan menilai ulang kemampuan 9nda untuk menginformasikan dan
berkomunikasi denganpasien dan keluarga
8uangkan 0aktu untuk menghabiskan 0aktu dengan pasien dan keluarga untuk
memahami kebutuhan mereka
Terapi Farmakologik
Pada tahun 1#6$, ?adan =esehatan /edunia WHO- mengembangkan model konseptual
)langkah untuk memandu penatalaksanaan nyeri. Model ini memberikan pendekatan yang telah
teruji dan sederhana untuk seleksi yang rasional dalam pemberian dan titrasi analgesik. /aat ini,
terdapat konsensus yang menyeluruh mengenai penggunaan terapi medis dengan model ini
untuk seluruh nyeri. ?ergantung pada beratnya nyeri, pemberian terapi dimulai sesuai tingkatan
nyeri. 7ntuk nyeri ringan sesuai skala analog numerik 1)
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
8/32
By the mouth.
By the clock.
By the ladder.
For the individual.
With attention to detail.
Gamar !. 'hree)/tep 9nalgesi+ 8adder oleh World Health Organi>ation.1
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
9/32
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
10/32
Analgesik Langka" ke#$
9nalgesik pada langkah ke 1 memiliki D+eiling effe+tE terhadap efek analgesia mereka
dosis maksimum yang terlampaui menyebabkan hilangnya efek analgesia yang diharapkan-.
Asetaminofen. 9setaminofen adalah analgesik langkah ke)1 yang efektif. 9setaminofen juga
analgesik tambahan yang sangat berguna pada berbagai keadaan, termasuk sakit kepala.
9setaminofen merupakan analgesik dan antipiretik poten namun tidak memiliki sifat anti
inflamasi yang signifikan. 'empat dan mekanisme kerjanya masih belum jelas namun dianggap
memiliki efek sentral. Aosis kronik F %. g
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
11/32
dianggap sebagai indikasi bah0a target kerja parasetamol adalah pada GO). GO) pada
manusia terdiri dari $ asam amino. Gy+loo*ygenase) GO)- adalah varian GO)1.
2kspresi m@N9 GO) didapatkan terutama pada hypothalamus, pituitary, dan pleksus koroid,
tempat yang merupakan target kerja parasetamol. Parasetamol memiliki efek dominan pada
sistem saraf pusat karena kadar peroksida dan asam arakhidonik pada otak lebih rendah
dibanding pada daerah perifer yang mengalami inflamasi.11
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid. Obat)obat anti)inflamasi non steroid 9N/,
termasuk aspirin- adalah analgesik langkah ke)1 yang efektif. Obat)obat 9N/ bekerja, pada
suatu bagian menghambat siklo)oksigenase, en>im yang mengubah asam arakhidonik menjadi
prostaglandin. Prostaglandin adalah lipid pro)inflamatorik yang terbentuk dari asam arakhidonik
oleh kerja en>im +y+loo*ygenase GO- dan produk sintetase akhir lain. Prostaglandin terlibat
pada sensitisasi dan
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
12/32
relatif lebih aman. Obat sitoproteksi gaster seperti misoprostol atau PP mungkin perlu pada
pasien dengan faktor resiko ri0ayat perdarahan atau ulkus pada gaster, mual
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
13/32
dosis yang memadai dalam sehari dengan ter+apainya Dsteady stateE-. Memberikan
sediaan pada pasien dengan dosis)dosis terbagi yang sama dapat digunakan ketika terjadi
Dbreakthrough painE res+ue dose-. ;ika nyeri masih tidak dapat terkontrol dalam &% jam,
tingkatkan dosis mulai &"! hingga "! untuk nyeri ringan hingga sedang, mulai "!
hingga 1! untuk nyeri berat sampai nyeri tak terkontrol, atau sejumlah dengan dosis
total Dres+ue medi+ationE yang digunakan dalam &% jam sebelumnya. ;angan menunggu
lama. Penundaan justru memperlama derita nyeri pasien. ;ika nyeri menjadi berat dan tak
terkontrol setelah 1 atau & dosis seperti pada D+res+endo painE-, tingkatkan dosis lebih
+epat. Observasi ketat pasien hingga nyeri menjadi lebih terkontrol.
Dosis inisial untuk nyeri konstanCMorfin
1. 7ntuk pasien yang relatif pertama dengan opioid dan nyeri signifikan,
mulailah dosis 1 hingga mg dengan tablet atau +airan konsentrasi morfin oral
lepas)segera J % h, atau
&. 7ntuk pasien dengan pemaparan opioid yang signifikan sebelumnya,
hitunglah dosis a0al untuk opioid lepas)segera dengan tabel analgesik lain yang
sepadan untuk memulai opioid baru , kita harus megulang kembali dosis ini
seperlunya- dengan dosis J % h, atau. 7ntuk pasien dengan nyeri yang stabil dan tidak berat, mulailah dengan
morfin oral De*tended releaseE pada dosis 1" atau mg dua kali sehari atau
hingga $ mg sekali dalam sehari berdasarkan formulasi-. /elanjutnya, jelaskan
mengenai DbreakthroughE atau Dres+ue doseE yaitu 1! ")1"!- dari dosis total
tiap &% jam dan dapat digunakan J 1 h po prn. Pada pasien ra0at jalan, mintalah
pada pasien dan keluarganya untuk men+atat obat)obatan yang mereka dapatkan
dalam sebuah +atatan harian.
Dosis oral rutin : Sediaan opioid extended-release dan sediaan dengan
waktu-paru yang pan!ang.
/ebagian ke+il pemberian dosis formulasi opioid De*tendedE atau Dsustained)releaseE
dengan 0aktu paruh yang panjang seperti ms +ontin, t1
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
14/32
dilepaskan sesuai 0aktu dan ditelan seluruhnya, atau butiran tersebut dapat di+ampur
dengan air atau dimasukkan dalam sonde selang lain menuju traktus I. =ontrol nyeri
yang paling baik jika dosis telah ter+apai dalam & hingga % hari ketika Dsteady stateE
telah ter+apai-. Aosis De*tended)releaseE sebaiknya tidak diubah lebih dari sekali dalam
&)% hari. Metadon memiliki 0aktu)paruh yang panjang dan bervariasi. Meski 0aktu
paruhnya biasa mendekati sehari atau lebih lama, interval dosis yang efektif untuk
analgesia biasanya dengan frekuensi J 6 hK kadang J $ h, bahkan sampai J % h.
=eanekaragaman 0aktu)paruh dan potensi yang tidak diharapkan kadang didapatkan
dengan obat ini, maka perlu untuk meningkatkan dosis hanya tiap % hingga 5 hari atau
sedikit lebih sering.
Menguba men!adi sediaan extended-release : Morfin.
7ntuk mengubah menjadi sediaan De*tended)releaseE, hitung dosis morfin total yang
dibutuhkan untuk men+apai kenyamanan pasien dalam periode &% jam. ;uga dapat dibagi
& untuk mendapat morfin De*tended releaseE dosis per 1& jam se+ara rutin, atau memberi
dosis total satu kali dalam sehari tergantung produknya-. /elalu berikan berikan
Dbreakthrough doseE lepas)segera dalam bentuk tablet atau +airan terkonsentrasi. ?erikan
1 ! ")1" !- dari dosis &% jam J 1 h po prn. Monitor dengan ketat dan titrasi sesuai
kebutuhan.
"reaktroug pain.?ahkan ketika nyeri kronik terkontrol baik dengan opioid kerja panjang, breakthrough
pain dapat terjadi, dnegan episode yang +epat, dalam )" menit, atau lebih lama.
=etidaknyamanan bisa berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. 7mumnya
pasien menggambarkan breakthrough pain dalam skala intensitas %
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
15/32
"reaktroug doses.
Nyeri berat yang mun+ul sesaat, disebut Dbreakthrough painE dapat terjadi baik
pada saat istirahat dan bergerak. =etika nyeri tersebut berlangsung lebih dari beberapa
menit, dibutuhkan analgesik ekstra, yaitu DbreakthroughE atau Dres+ue dosesE, yang akan
memberi tambahan terapi. 7ntuk lebih efektifnya dan meminimalkan efek yang tidak
diinginkan, gunakan sediaan opioid lepas)segera yang sama dan digunakan dengan dosis
rutin. =etika metadon atau fentanil transdermal dipakai, sebaiknya digunakan pilihan
opioid kerja singkat, seperti morfin atau hidromorfon sebagai Dres+ue doseE. 7ntuk setiap
Dbreakthrough doseE, berikan 1 ! ")1" !- dari dosis &% jam. =etika efek analgesik
pun+ak berkorelasi dengan konsentrasi plasma pun+ak Gma*-, Dbreakthrough dosesE
dapat diberikan saat Gma* telah ter+apai. /ebagai +atatan, kodein, hidrokodon, morfin,
oksikodon, dan hidromorfin memiliki kemiripan. 2kstra Dbreakthrough doseE dapat
diberikan satu kali tiap 1 jam dengan pemberian oral, sedikit dikurangi pada pasien lemah
atau orang tua setiap & jam-, setiap menit jika diberikan subkutan atau intramus+ular,
dan setiap 1)1" menit jika diberikan melalui intravena. nterval yang lama antara
Dbreakthrough dosesE hanya memperlama derita nyeri pasien.
Meningkatkan dosis morfin
1. ;ika pasien membutuhkan lebih dari & hingga % Dbreakthrough dosesE dalam
0aktu &% jam dari pemberian rutin, pertimbangkan untuk meningkatkan dosissediaan De*tended releaseE.
&. 'entukan jumlah total morfin yang digunakan rutin L breakthrough- dan berikan
dari total jumlah dalam dosis terbagi J 1& h atau J &% h berdasarkan produknya-.
. Hitung ulang Dbreakthrough doseE sehingga dosis tersebut selalu 1 ! dari dosis
total dan berikan J 1 h po.
Pada pasien dengan kanker, alasan paling utama untuk meningkatkan dosis adalah
patologi yang makin memburuk, bukan karena toleransi farmakologik.
#eratian teradap klirens.
Opioid dan metabolitnya diekskresi se+ara primer melalui ginjal # !) #" !-.
Morfin memiliki & metabolit utama C morfin))glukoronide dan morfin)$)glukoronide.
/ebagai akibatnya, ketika dehidrasi atau gagal ginjal akut dan kronik merusak klirens
ginjal, interval dosis untuk morfin harus ditingkatkan, atau jumlah dosis dikurangi, untuk
men+egah akumulasi berlebihan dari obat yang aktif. ;ika produksi urine minimal
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
16/32
oligouria- atau tidak ada anuria-, hentikan dosis rutin dan berikan morfin hanya sesuai
kebutuhan. Hal ini paling sangat penting ketika pasien sekarat. Hal ini tidak menjadi
sepenting pada pemberian opioid lain seperti hidromorfon atau fentanil. Metabolisme
opioid tidak terlalu sensitive terhadap hepar. Namun demikian, jika fungsi hepar
memburuk, tingkatkan interval dosis atau turunkan dosis.
$idak direkomendasikan.
'idak semua analgesik yang ada sekarang direkomendasikan untuk dosis akut
atau kronik. Meperidin sangat sedikit diabsorbsi melalui oral dan memiliki 0aktu paruh
sekitar jam. Metabolit utamanya, normoperidin, tidak memiliki sifat analgetik, dengan
0aktu paruh sekitar $ jam, diekskresi di renal, dan memberi efek yang tidak diinginkan
jika terakumulasi rasa bergetar, disforia, mioklonus, dan kejang-. Aosis rutin meperidin
J h untuk analgesia mengakibatkan akumulasi tak dapat di+egah dan memberi resiko
mun+ulnya efek yang tidak diinginkan pada pasien, khususnya jika klirens ginjal
terganggu. Oleh karena itu, meperidin tidak direkomendasikan untuk dosis rutin.
Propo*yphene khususnya diberikan pada dosis tertentu untuk menghasilkan sedikit
analgesia. Peningkatan dosis dapat menyebabkan akumulasi metabolit toksik. Gampuran
agonis dan antagonis opioid, seperti penta>o+ine, butorphanol, nalbuphine, de>o+ine,
sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang baru saja mendapat agonis opioid murni
kodein, hidrokodon, hidromotfon, metadon, morfin, oksikodon-. ;ika digunakanbersama)sama, kompetisi pada reseptor opioid dapat menyebabkan reaksi 0ithdra0al.
8ebih jauh lagi, agonist)antagonist tidak direkomendasikan sebagai analgesik rutin,
karena dosis mereka dibatasi oleh +eiling effe+t. Penggunaan penta>o+ine dan
butorphanol berhubungan dengan resiko tinggi relatif psikotomimetik.
Persepsi bah0a pemberian analgesik opioid untuk penanganan nyeri
menyebabkan adiksi adalah sebuah mitos tidak sesuai yang menghambat kontrol nyeri
yang adekuat. =ebingungan mengenai perbedaan antara adiksi, toleransi dan
ketergantungan fisik adalah adalah hal yang bertanggung ja0ab terhadap persepsi ini.
Adiksi
9dalah istilah yang saat ini digunakan, merupakan fenomena yang kompleks. ni
ditandai oleh ketergantungan psikologik terhadap obat)obat dan kumpulan tingkah laku
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
17/32
yang diakibatkan Penggunaan obat berulang dan terus)menerus, meski diketahui
menimbulkan bahaya. Perhatian harus diberikan untuk membedakan adiksi yang
sebenarnya gangguan penggunaan obat)obatan- dari pemakaian obat dengan tujuan
kriminal, disfungsi psikologik
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
18/32
pasien memerlukan penga0asan ketat terhadap protokol dosis dan persetujuan sangatlah
penting. Aokter yang tidak terbiasa dengan situasi ini mungkin membutuhkan
pertolongan dari dokter ahli penanganan nyeri dan
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
19/32
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
20/32
diberikan baik dengan dosis bolus maupun infus. ;arum dapat tetap ditempat
insersinya selama 5 hari atau lebih selama tidak terdapat tanda infeksi atau iritasi
lokal. 9nggota keluarga dapat diajarkan +ara menggantinya.
In*eksi in)ram'sk'lar )idak direkomendasikan. Aosis subkutaneus sedikit
lebih kurang nyeri dan sama efektifnya. Opioid intraspinal, epidural atau
intratekal mungkin lebih bermanfaat pada pasien tertentu yang mengalami nyeri
pada bagian ba0ah tubuh, atau nyeri yang tidak berespon baik terhadap terapi
opioid sistemik rutin.1&,16
E(ek pemerian ol's. =etika dosis total opioid berubah dalam aliran darah,
beberapa pasien mengalami kantuk setengah hingga 1 jam setelah meminum obat
dimana kadar pun+ak plasma diikuti oleh nyeri hanya sesaat sebelum dosis
selanjutnya adalah akibat kadar plasama yang turun. /indrom ini dikenal sebagai
Eefek bolusE, hanya dapat diatasi dengan mengganti formula lepaslambat oral,
rektal atau transdermal- atau infus parenteral kontinyu untuk menurunkan
perubahan yang sangat drastis dalam konsentrasi plasma setelah tiap dosis.1
DOSIS E+,IANALGESIK DARI ANALGESIK OPIOID
Tael %-Aosis eJuianalgesik opioid 1,1
Menguba rute pemberian.
=etika mengubah rute pemberian obat, tabel eJuianalgesik merupakan
pedoman yang bermanfaat dalam menentukan dosis inisial. Metabolisme tahap
pertama membutuhkan dosis oral yang lebih besar atau dosis rektal untuk
menghasilkan analgesia yang setara dengan dosis parenteral akan opioid yang
sama. @ekomendasi dosis eJuivalen menghadirkan kesepakatan yang didapatkan
dari beberapa kejadian yang terbatas jumlahnya, sehingga tabel)tabel ini hanya
merupakan pedoman, dan tiap pasien mungkin membutuhkan dosis yang perlu
disesuaikan. $oleransi - Silang Opioid.
/ementara toleransi farmakologik dapat berkembang dalam penggunaan
opioid, toleransi mungkin tidak ditandai terhadap opioid lain. 'oleransi)silang
inkomplit tampaknya berhubungan dengan perbedaan dalam struktur molekular
tiap opiod yang sulit dijelaskan dan +ara masing)masing opioid berinteraksi
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
21/32
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
22/32
jam. Meskipun obat ini paling sering dipelajari untuk golongannya, amitriptyline memiliki efek
samping yang yang paling banyak karena aktivitas antikolinergiknya yang prominen dan resiko
toksisitas pada jantung. Meskipun efek sedasi bisa sangat bermanfaat pada pasien yang juga
mengalami kesulitan tidur, efek sampingnya ini menyebabkan dibatasi penggunaannya pada
pasien lemah dan usia tua. /ebaliknya, desipramine trisiklik mempunyai efek antikolinergik atau
efek sedasi yang lebih sedikit. Aosisnya sama dengan amitriptyline. Nortiptyline juga bisa lebih
efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit disamping amitriptyline. Iabapentin juga
efektif sebagai adjuvan untuk segala tipe nyeri neuropatik. Iabapentin merupakan antikonvulsan
yang bisa mensupresi neuronal firing. =ebanyakan ahli memulai pada dosis rendah 1 mg po-
dan dosis ditingkatkan setiap 1 hingga & hari dengan 1 mg po Jd hingga men+apai efeknya.
?eberapa pasien membutuhkan dosis lebih dari $ mgepin, dan asam
valproik paling umum digunakan sebagai obat)obat adjuvan. Iabapentin mengalami
peningkatan dosis seperti yang dikemukakan di atas. =arbama>epin dimulai pada dosis 1 mg
po bid ti tid dan ditingkatkan per 1 atau & mg tiap " hingga 5 hari hingga men+apai efeknya.
9sam valprioik dimulai pada dosis &" mg Jhs dan ditingkatkan per &" mg setiap 5 hari dalamdosis terbagi hingga men+apai efek. Aengan meningkatnya dosis, penga0asan kadar
karbama>epin dan asam valproik dalam plasma dapat membantu untuk memprediksikan
meningkatnya resiko efek samping.
Nyeri ne'ropa)ik kompleks. Aengan berkembangnya kerusakan saraf, nyeri
yang yang dihasilkan menjadi ber+ampur aduk dan sangat sulit untuk ditangani. =erusakan saraf
dan nyeri kronik dapat menyebabkan kematian neuron primer, hilangnya selubung mielin,
sensitisasi sentral, dan perubahan pada neurotransmiter dan neuroreseptor efektif, dan bahkan
kematian neuron sensorik. Aari 0aktu ke 0aktu, reseptor opioid bisa mengalami regulasi yang
menurun, menyebabkan opioid kurang efektif, dan reseptor NMA9 N)methyl)d)aspartat-
menjadi lebih berperan karena glutamat menjadi neurotransmiter yang bermakna. Opioid dapat
dihentikan atau dilanjutkan jika masih efektif sebagian. =ombinasi obat)obat analgesik adjuvan
mungkin dibutuhkan, termasuk antiaritmia oral, agonis alpha)&)adrenergik, antagonis reseptor
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
23/32
NMA9, kortokosteroid, dll. Pertimbangkan untuk mengkonsultasikan kepada pakar yang
menangani nyeri sesegera mungkin untuk meminimalkan penderitaan pasien dan resiko
kerusakan yang lebih jauh akibat nyeri itu sendiri.
Nyeri )'lang. Nyeri tulang biasanya menyebabkan masalah yang konstan baik
pada saat istirahat dan memberat dengan bergerak. Prostaglandin diproduksi oleh inflamasi yang
sedang berlangsung dan
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
24/32
=ortikosteroid dapat diberikan sekali sehari dengan dosis & hingga & mg atau lebih. Psikosis
steroid sebaiknya dipertimbangkan jika didapatkan delirium agitasi. Miopati proksimal,
kandidiasis oral, hilangnya tulang, dan toksisitas lain mungkin terjadi dengan penggunaan jangka
lama namun masalahnya kurang pada pasien dengan penyakit terminal.
Ke)amin. =etamin menunjukkan efek analgesia pada pasien kanker melalui infus
dengan dosis yang lebih rendah disbanding pada dosis anestesi sekitar ,1)1," mg
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
25/32
Kons)ipasi. =onstipasi sekunder akibat pemberian opioid hampir sering ditemukan.
Primernya merupakan efek opioid terhadap sistem saraf pusat, medulla spinalis, dan
pleksus mienterikus dari usus halus, dimana berakibat berkurangnya aktivitas motorik
dan peningkatan 0aktu transit defekasi. =olon memiliki lebih banyak 0aktu dalam
mengolah isinya, menyebabkan terbentuknya defek yang besar dan keras serta sulit untuk
dikeluarkan. (aktor)faktor lain seperti dehidrasi, intake makanan yang buruk, pengobatan
yang lain, dsb, dapat menyebabkan memburuknya masalah. 'oleransi terhadap konstipasi
dapat berkembang sangat lambat, jika yang lain telah terjadi. ni membutuhkan antisipasi
dan penatalaksanaan yang berlanjut. ntervensi diet sendiri +ontoh, peningkatan +airan
dan serat- kadang tidak memadai. ?ulk)forming agen+ontohC psyllium- membutuhkan
asupan +airan substansial dan tidak direkomendasikan untuk orang)orang dengan
penyakit lanjut dan mobilitas yang terbatas. 7ntuk menangkis efek lambat dari opioid,
mulailah dengan meresepkan laksatif stimulan dengan rutin sepertiK senna, bisa+odyl,
glyserine, +asanthranol, dsb- dan tingkatkan dosis hingga men+apai efek. =arena stool
softener +ontohK do+usate sodium- biasanya tidak efektif diberikan sendiri, kombinasi
stimulan
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
26/32
=ebanyakan pasien juga bisa mendapatkan tidur mereka yang hilang dalam satu atau dua
minggu. 7ntuk pasien dengan penyakit yang sangat lanjut, mental yang mengambang dan
somnolen yang berlebihan kadang)kadang terjadi, khususnya pada pasien dengan kondisi
medis multipel yang memberatkan, konsumsi obat)obatan, dan penurunan fungsi, bahkan
tanpa penggunaan analgesik opioid. Nyeri bisa, nyatanya, menjadi stimulasi primer yang
menyebabkan mereka tetap sadar. /ekali nyeri telah tertangani, level sedasi alami pasien
dapat terlihat. ;ika sedasi terjadi, beri dorongan pada pasien dan keluarganya untuk
memahami sejelas)jelasnya mengenai tujuan dan ren+ana penanganan nyeri yang dibuat
sehingga didapatkan keseimbangan antara tingkat kesadaran dan kontrol nyeri yang
sesuai dengan individu. ?eberapa pasien +enderung memilih tidur dan nyaman daripada
sadar dan dalam keadaan nyeri. ;ika sedasi yang tidak diinginkan terjadi, beragam opioid
atau berbagai +ara pemberian dapat mendukung kesembuhan. ;uga, pertimbangkan
penggunaan psikostimulan seperti C metilpenidate, " mg J am dan J noon serta
dititrasi-, khususnya jika opioid menghasilkan analgesia yang efektif.
Deliri'm. 'erjadinya kebingungan, mimpi buruk, gaduh gelisah, agitasi, gerakan +epat
mioklonik, tingkat kesadaran yang terdepresi se+ara signifikan, dan kejang)kejang
menandakan delirium akibat kelebihan opioid. ;ika pedoman pemberian opioid diikuti
se+ara seksama, delirium sangat jarang terjadi pada pasien dengan bersihan ginjal yang
normal. Meski demikian, satu atau lebih efek samping ini dapat terjadi se+ara bertahap+ontoh C pada pasien dengan produksi urin yang tidak +ukup dan terjadi akumulasi
opioid akibat menurunnya asupan dan dehidrasi. - atau se+ara +epat +ontoh C pada pasien
yang mengalami sepsis-.
Depresi napas. ?eberapa ahli memiliki pandangan yang luas mengenai resiko depresi
napas dalam penggunaan opioid untuk mengatasi nyeri. 9plikasi yang tidak sesuai pada
model he0an dan manusia dari penelitian mengenai nyeri akut bertanggung ja0ab
terhadap ketakutan ini. Nyeri merupakan stimulus yang kuat terhadap pernapasan, dan
toleransi farmakoogik terhadap depresi pernapasan berkembang se+ara +epat. 2fek opioid
agak berbeda dengan yang dialami pasien yang tidak nyeri dan mendapatkan dosis yang
sama. Aengan peningkatan dosis, depresi napas tidak terjadi segera tanpa adanya
kelebihan dosis. /omnolen selalu merupakan pertanda depresi napas. Penilaian yang
adekuat dan titrasi opioid yang sesuai berdasarkan prinsip farmakologi akan men+egah
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
27/32
kesalahan pemberian. Pemberian analgesia yang dikontrol oleh pasien dengan interval
dosis yang sesuai 1)1" menit jika melalui :, menit jika melalui /=- dapat
digunakan se+ara aman, karena pasien yang mendapatkan terlalu banyak opioid dosis
ekstra akan tertidur dan berhenti menekan tombol PG9 sebelum depresi napas terjadi.
;ika delirium akibat kelebihan opioid terjadi, namun frekuensi napas masih dalam batas
toleransi F$ kali
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
28/32
regional seperti opioid neuroaksial dan anestetik lokal biasanya dipraktikkan lebih dulu sebelum
metode intervensi yang lain.Prosedur ablatif atau destruksi neuron, dengan rasio resiko)manfaat
yang sempit, sebaiknya ditunda selama penyembuhan nyeri masih bisa dilakukan dengan
modalitas non)ablatif. Meski demikian, beberapa prosedur, seperti blok pleksus +elia+ pada
pasien kanker pankreas memberikan manfaat lebih besar jika dilakukan lebih dini dengan
neurolisis. ?lok diagnostik dengan anestetik lokal harus digunakan untuk menilai efektivitasnya
sebelum prosedur sebenarnya dengan agen neurolitik. ?lok ini juga berguna untuk mengevaluasi
efek defisit neurologis akibat prosedur ablatif. =omplikasi neurologis akibat neurolisis yang
mungkin mun+ul yaitu hilangnya fungsi motorik permanen, paresthesia, dan dysthesia.
Pemilihan prosedur yang sesuai dapat menurunkan penggunaan opioid sistemik dan
meningkatkan kualitas hidup.
1lok Ne'roaksial
Aengan diketahuinya keberadaan reseptor opioid pada medulla spinalis di tahun 1#5,
pemberian obat)obat melalui epidural dan intratekal untuk analgesia mulai digunakan. Opioid
intratekal memperlihatkan efek analgesianya dengan menurunkan pelepasan neurotransmitter
presinaptik dan menghambat transmisi nyeri dengan hiperpolarisasi membran neuron
postsinaptik pada kornu dorsalis. Pemberian obat neuroaksial kontinyu bisa melalui kateter
epidural atau intratekal. Obat dapat diberikan menggunakan e*ternal syringe pump atau sistemly
implanted intrathe+al drug delivery 'AA-. 'he 2uropean 9sso+iation of Palliative Gare
merekomendasikan indikasi penggunaan 'AA pada pasien kanker jika analgesik konvensional
gagal memberikan efek analgesi yang memuaskan meski dosis opioid kuat telah ditingkatkan,
dan
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
29/32
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
30/32
&ambar '. /istem 'AA &%
Ne'rolisis In)ra)ekal
Neurolisis intratekal dilakukan dengan pemberian agen neurolitik pada ruang
subara+hnoid. 'ujuannya yaitu blokade segmental yang murni sensorik, tanpa menyebabkan
kelemahan motorik. 9gen kimia0i yang umum digunakan umtuk neurolisis antara lain al+ohol
konsentrasi "! hingga 1! dan fenol 5! hingga 1&!. 9lkohol bersifat hipobarik sehingga
pasien perlu diposisikan semi)prone. ni akan memungkinkan alkohol tetap tinggal didekat dorsal
root ganglia dan menghasilkan blokade sensorik ketika diinjeksikan pada ruang intratekal.
=arena fenol bersifat hiperbarik, sehingga pasien diposisikan sebaliknya 0ajah ke atas dan
daerah yang akan diinjeksi lebih rendah dengan sudut %" derajat-. Gatatan Ierbershagen yang
meninjau 1#6 pasien kanker yang menjalani neurolisis intratekal menunjukkan bah0a 56!
hingga 6%! pasien dengan nyeri somatik berespon baik terhadap terapi. /ebaliknya, kontrol
nyeri yang baik pada nyeri viseral hanya berkisar 1#! hingga &%!.
1lok Simpa)is
'erdapat beberapa tempat untuk blok simpatis yang bisa dilakukan untuk terapi nyeri
kanker dari organ viseral. @antai simpatis pada level yang sesuai bisa diblok untuk nyeri spesifik.
Neurolisis digunakan pada hampir semua blok simpatis karena pemasangan kateter sangat sulit
dan tidak praktis. Pleksus +oelia+ menjadi target untuk nyeri yang berasal dari kanker abdomen
atas. ?lok pleksus hipogastrik posterior dilakukan untuk nyeri kanker dari organ pelvik seperti
http://3.bp.blogspot.com/-ysLyRhT0iq8/TyAOxNrEfLI/AAAAAAAAAZ0/xZllFomkKw8/s1600/ScreenHunter_30+Jan.+25+22.16.jpg -
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
31/32
ovarium, kandung kemih, dan prostat. ?lok ganglion impar efektik untuk nyeri kanker organ
vagina dan anal.
1lok Pleks's 2oelia3
?lok pleksus +oelia+ diletakkan pada retroperitoneal abdomen atas. 8evelnya pada '1&
dan 81 badan vertebra, anterior dari krura diafragma. Pleksus +oelia+ mengelilingi aorta
abdominal dan +elia+ dan arteri mesenterika superior. /araf otonom mensuplai hepar, pan+reas,
kandung empedu, lambung, lien, ginjal, usus halus, dan kelenjar adrenal berasal dari pleksus
+elia+. 2fektivitas blok pleksus +elia+ pada terapi nyeri kanker abdomen telah banyak dievaluasi.
/ebuah meta)analisis oelh 2isenberg dkk menyimpulkan bah0a blok pleksus +oelia+
memberikan kesembuhan jangka panjang 5! hingga #! pasien kanker pan+reas dan abdomen
atas. =omplikasi antara lain hipotensi postural, pneumothoraks, diare, hematoma retroperitoneal,
dan paraplegi akibat mielopati iskemik akut mungkin akibat terkenanya arteri 9damkievi+>-.
Penyebaran +airan neurolitik ke posterior kadang mempengaruhi saraf somatik bagian ba0ah
thoraks dan lumbal, sehingga bisa menyebabkan sindrom nyeri neuropatik.
1lok Pleks's 4ipogas)rik S'perior
Pleksus hipogastrik superior adalah struktur retroperitoneal yang meluas se+ara bilateral
dari 1
-
8/12/2019 Manajemen Nyeri Pada Kanker Revisi
32/32
diinjeksi disekitar saraf bermielin. (enol kurang nyeri dibanding alkohol dan lebih terpilih untuk
neurolisis saraf perifer. ?entuk lain destruksi daraf yaitu ablasi radiofrekuensi dan +ryoablation.
'ahun)tahun terakhir ini, ada teknik baru yaitu penggunaan infus anestetik lokal untuk blok saraf
perifer, dengan teknologi pompa infus dan kateter. Penggunaan nerve stimulation atau
ultrasonografi untuk mengidentifikasi penempatan kateter memudahkan blok saraf untuk
memberikan analgesia yang lebih baik. 9hli nyeri mendapat banyak tantangan dalam melakukan
blok saraf perifer pada pasien kanker. 9danya edema jaringan mempersulit identifikasi tonjolan
tulang atau denyut perifer. Neuroanatomi bisa menyimpang akibat invasi tumor atau kompresi
dan kontraktur atau tertariknya jaringan akibat terapi radiasi. 7/I bisa digunakan untuk
membantu blok dan penempatan kateter. ?lok saraf perifer yang telah dilaporkan antara lain blok
saraf femoral, blok supraskapula, blok kompartemen psoas, blok pleksus lumbal distal, blok
paravertebral dan blok interpleural.
4ama)an dalam Pena)alaksanaan Nyeri Kanker
Hambatan dalam penatalaksanaan nyeri kanker bisa berhubungan dengan praktisi
kesehatan, pasien dan keluarga, serta sistem pera0atan kesehatan kebijaksanaan dan regulasi
kesehatan setempat-.
A9('9@ P7/'9=9