Manajemen masjid 8 habit
-
Upload
muhammad-zen -
Category
Documents
-
view
879 -
download
6
description
Transcript of Manajemen masjid 8 habit
IMPLEMENTASI MANAJEMEN “THE EIGHT HABIT”
BAGI PENGELOLA MASJID DI INDONESIA
Disusun: Muhammad Zen*
) البيهفى ) رواه د�ى الـه� م�ن� اب� ر� خ� و�ه�ي� ة� ر� ع�ام� �اجــد�ه�م م�س�
“Masjid-masjid dibangun megah (mentereng), tetapi sepi dari pelaksanaan (aktivitas ta’mir
masjid) sesuai petunjuk dari petunjuk Allah”.
Berbicara tentang masjid, hampir sama tuanya dengan membicarakan titik start
penguatan kelembagaan dan motivasi perjuangan untuk pengembangan Islam di permukaan bumi
ini, karena setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah beliau berusaha bersama muhajirin
lainnya dengan masyarakat setempat (kaum anshar) membangun masjid supaya orang-orang
islam berkumpul didalamnya untuk melaksanakan shalat lima waktu. Masjid yang pertama
dibangun Rasul SAW adalah Masjid Quba. Ahmad Sutarmadi (2002) menjelaskan masjid pada
masa Rasul SAW dan para sahabat sudah mulai difungsikan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat Islam waktu itu. Karena itu masjid menempati posisi sentral (Islamic Centre), yaitu
sebagai kegiatan ibadah, pusat pembinaan umat Islam, sekretariat pemerintah Islam, pusat
dakwah, pusat pengembangan kebudayaan Islam, mahkama Islam dan baitul mal (lembaga
pemberdayaan ekonomi umat Islam) sebagai pusat kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang
dikembangkan oleh kelompok jama’ah masjid dalam terapi mengatasi kemiskinan.
Masjid terambil dari kata bahasa Arab sajada yang berti tempat sujud atau tempat
menyembah Allah SWT. Secara teoritis-konseptual, masjid adalah pusat kebudayaan Islam. Dari
tempat suci inilah, syiar keislaman yang meliputi aspek duniawi dan ukhrowi, material-spiritual
di mulai. Berbagai catatan sejarah telah menorehkan dengan baik mengenai kegemilangan
peradaban Islam yang secara langsung disebabkan tempaan jasmani, ruhani, dan intelektual di
pusat peradaban yaitu Masjid.
Sayangnya, banyak di antara masjid yang masih memfungsikan masjid sebagai ritual
ansich. Tidak menjadikan masjid sebagaimana semestinya berdasarkan kilasan sejarah tersebut.
Untuk itu, para pengelola masjid hendaknya berpikir dan menginventarisasikan bagaimana bisa
mencari solusi gejolak terpaan problematika jamaah masjid. Tentu, hal ini akan menjadi mimpi
* Penulis, Dosen Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta , Trainer Manajemen Masjid, dan Konsultan Syahid Center Management (SCM). Makalah ini di sampaikan pada acxara Dewan Majid Indonesia (DMI) tanggal 8 Mei 2006
1
belaka saat mengelola masjid tanpa diiringi manajemen yang profesional. Masjid tidak hanya
dipandang sebagai suatu bangunan yang megah semata, namun perlu untuk dimakmurkan oleh
seluruh komponen pengelola, dan jamaah agar terlaksana izzul islam wa almuslimin.
Mayoritas umat di Indonesia adalah umat Islam, apabila jumlah masjid yang ada di
Indonesia benar-benar difungsikan sebagai ta’mir masjid dengan baik maka dalam waktu yang
tidak lama salah satunya yaitu akan mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan akibat krisis
multidimensional yang sudah diderita beberapa tahun ini. Karena salah satu fungsi masjid adalah
memberikan pembinaan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk sosial ekonomi. Singkatnya,
Moh E. Ayub (1998) menegaskan di antara fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pengembangan
masyarakat serta persatuan umat dalam rangka meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlak
mulia, kecerdasan umat dan tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.
Untuk mencapai tujuan itu diperlukan usaha pengembangan pola idarah (manajemen), imarah
(pengelolaan program) dan ri’ayah (pengelolaan fisik).
Pengelola Masjid Sebagai Ujung Tombak Ta’mir
The Eight Habit from effectiveness to greatness )2004( adalah judul buku karya
Stephen R. Covey berbicara tentang pola manajemen hidup melalui delapan kebiasaan. Buku ini
merupakan kelanjutan dari buku terlaris di dunia yaitu The Seven Habits of Highly Effective
People. Tidak ketinggalan dengan buku sebelumnya karya ini juga telah mempengaruhi berjuta-
juta orang di seluruh dunia dalam mencapai kesuksesan mengelola bisnis dan organisasi. The 8th
(eight) Habit (delapan kebiasaan hidup) mengajak pengelola masjid sebagai ujuk tombak ta’mir
masjid untuk mulai memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang-orang di sekitar kita, termasuk
jamaah masjid, untuk melampaui efektivitas dan meraih keagungan ta’mir. Semakin baik
pengelolaan masjid dengan kreatif dan inovatif meramu kegiatan akan memberikan citra
tersendiri bagi sebuah masjid di mana tercermin setting budaya, pendidikan, ekonomi, sosial
keagaamaan masyarakat setempat.
Pengelolaan masjid secara professional berarti berupaya untuk ta’mirkan masjid. Allah
SWT. berfirman surat at Taubah ayat 18:
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
kepada siapapun selain kepada Allah, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
2
The 8th Habit mengajarkan pengelola masjid untuk menemukan panggilan jiwa dan hidup
penuh kebanggaan maupun gairah yang luar biasa sebagai pengelola masjid, tidak sebaliknya
merasa malu dan close minded. Sebagai pengelola sebuah masjid baik masjid pedesaan, masjid
perkantoran, masjid pusat perbelanjaan, masjid lembaga pendidikan, masjid agung, masjid elit,
masjid organisasi, maupun masjid perkotaan. Hendaknya, setiap pengelola masjid senantiasa
berusaha memperbaiki kinerja, sebab ingatlah kesuksesan seseorang atau lembaga apapun
termasuk masjid yaitu menjaga trust (kepercayaan). Berusahalah menjaga trust masyarakat yang
telah diberikan dan dipercayakan kepada Anda. Ketahuilah, trust sangat sulit diberikan kembali
jika pengelola tak mampu memberikan dan membuktikan manfaat yang terbaik dalam mengelola
sebuah masjid.
Tak ada kata yang terlambat dalam merealisasikan sebuah kegiatan dalam memakmurkan
masjid. Mulailah dengan konsep 3 M AA Gym (mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil,
mulai sekarang juga). Dengan demikian, berarti pengelola sudah membuktikan manfaat bagi
jamaah dan masyarakat umumnya, mengilhami orang lain untuk menemukan panggilan jiwa
mereka dalam melaksanakan aktivitas ta’mir masjid. Melalui kombinasi 4 kecerdasan
(kecerdasan fisik (Pisical Quetiont/PQ), kecerdasan mental (Intelligence Quetiont /IQ),
kecerdasan emosi (Emotional Quetiont /EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quetiont /SQ) ),
yang dimiliki oleh setiap manusia termasuk pengelola masjid untuk bisa menjadi manusia yang
bermanfaat bagi yang lainnya, menggapai hidup ini dengan penuh makna dan keagungan. Rasul
bersabda; “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang usianya dan banyak amal karikatifnya”.
(HR. Bukhori).
The 8th Habit juga mampu memberikan inspirasi setiap pengelola masjid menggapai
kesuksesan untuk bekerja, mengurangi buta aksara dan membangkitkan entrepreneurship jamaah
agar ekonomi umat kian membaik. Eksistensi entrepreneurship sangat diperlukan setidak-
tidaknya untuk meminimalisasi tingkat kriminalitas di lingkungan masjid. Bukankah “Kefakiran
mendekatkan kepada kekufuran”??? Senada apa yang tercantum pada salah satu misi
pengelolaan masjid menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) adalah meningkatkan ekonomi
jama’ah sesuai dengan sumber alam, sumber manusia yang tersedia untuk menghasilkan barang-
barang jadi, jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi seperti industri, nelayan, pertanian,
perdagangan, pelayananan dan jasa.
3
Kegiatan strategis untuk meningkatkan ekonomi jama’ah dapat dilakukan dengan
mengusahakan permodalan melalui koperasi dan lembaga keuangan yang menguntungkan seperti
membangun BMT di masjid dengan dukungan pengelolaan zakat, kerjasama dengan perbankan,
mencari modal dari sumber lain yang halal, membangun kerjasama anggota jama’ah masjid
dalam menumbuhkan ekonomi dengan memanfaatkan tenaga ahli sesuai dengan situasi setempat
seperti membuat sentra ekonomi. Di samping itu masjid juga dapat berperan sebagai pengelolaan
ZIS profesional dan sebagai pusat perpustakaan. Karena itu, pengelola masjid lebih mengetahui
kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar sehingga pemungutan dan distribusi zakat lebih
merata. Untuk itulah diperlukan adanya delapan kebiasaan agar pengelola masjid dapat
memakmurkan masjid dan tercapai kesuksesan tujuan yang diharapkan.
Langkah-langkah Manajemen The Eight Habit
Adapun langkah-langkah manajemen delapan kebiasaan (The Eight Habit( tersebut yang
mesti dimiliki oleh para pengelola masjid sebagai berikut:
Kebiasaan Pertama, proaktif (be proactive).
Sebagai pengelola masjid kebiasaan proaktif ini sangat diperlukan, agar semua kegiatan
yang telah direncanakan dapat terlaksanakan sebagaimana mestinya. Proaktif berarti lebih dari
sekedar berinisiatif dan aktif. Orang yang proaktif tidak pernah mengeluh, tidak pernah
menyalahkan apa pun atau siapa pun atas keadaan yang dialaminya. Di mana proaktif selalu
mencermati kegiatan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (jamaah masjid) seperti; Pendidikan
Bahasa (Arab & Inggris), Bimbingan Membaca Al-Qur'an, Pendidikan & Pelatihan Komputer,
Pendidikan Meningkatkan Kualitas Kinerja Guru, Bimbingan Membaca Al-Qur'an Karyawan,
Pendidikan Komputer TK/ TPA, Perpustakaan, Bazar Amal, Pesantren Ramadhan/ Kilat,
Pemberian Beasiswa, Khitanan Masal, Peringatan Hari Besar Islam, Nasyid, Qasidah, Penerbitan,
dan sebagainya.
Di samping, mencari solusi hambatan dan ancaman yang mengganjal setiap kegiatan baik
dari sisi keaktifan pengurus, jamaah, administrasi dan dana, bangunan fisik maupun K4
(kebersihan, keindahan, ketentraman, dan ketertiban) tempat wudhu masjid.
Karena itu, proaktif pengurus juga dapat dibuktikan dengan komitmennya membuat data
base jamaah masjid. Ahmad Yani menjelaskan, paling tidak ada enam nilai penting dari data
jamaah masjid, antara lain: Pertama, dapat diketahui jumlah yang konkrit dari jamaah, berapa
laki-laki perempuan, kanak-kanak, anak-anak, remaja, pemuda maupun orang dewasa dan orang
4
tua, bahkan para manula (manusia lanjut usia), begitu juga dengan jumlah keluarga hingga
jumlah anak yatim, janda dan duda. Kedua, bisa diketahui potensi atau kualitas jamaah yang
sesungguhnya, baik dari segi pekerjaan, jabatan, aktivitas, dana, fasilitas hidup yang dimiliki,
pengalaman, pendidikan, ketrampilan, kemampuan bahasa, keahlian, status sosial hal ini sangat
penting sehingga manakala masjid memerlukan sumber daya manusia dengan keahlian atau
pengalaman tertentu bisa dengan mudah menghubunginya.
Ketiga, dapat diketahui identitas jamaah yang sesungguhnya, misalnya dari segi umur,
warna kulit, golongan darah, suku, jumlah keluarga. Hal ini dibutuhkan manakala ada informasi
yang terkait dengan jamaah bisa disampaikan kepada mereka, misalnya bila ada informasi
lapangan kerja untuk pemuda usia 20-30 tahun, maka pengurus masjid bisa menginformasikan
kepada jamaah yang berusia tersebut. Keempat, dapat diketahui kondisi kepribadian jamaah
mulai dari bakat, minat, hobi, sikap dan tingakatan pemahaman dan pengamalan keagamaan
misalnya kemampuan membaca Al-Qur'an dan lain-lainnya. Kelima, dapat dilakukan proyeksi
pengembangan program kegiatan pada masa kini dan mendatang. Keenam, dapat diketahui
keinginan, kritik dan saran jamaah terhadap masjid dan kepengurusannya, baik yang berkaitan
dengan kegiatan, fasilitas, khatib, pendanaan, informasi, dan lain-lainnya.
Hal ini karena fungsi masjid sebagai pusat pembinaan dan pengembangan umat, pengurus
masjid harus melakukan program pembinaan dan pengembangan jamaah. Agar pembinaan dan
pengembangan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang jelas, maka mendata
jamaah menjadi sesuatu yang sangat penting. Pendataan merupakan sesuatu yang sangat penting,
disebut penting karena pendataan merupakan bagian yang sangat pokok dari perencanaan.
Perencaaan yang baik baru bisa dilakukan -salah satunya-- manakala diketahui data awal
tentang situasi dan kondisi yang menjadi pelaksana dan sasaran dari suatu perencanaan, demikian
pula halnya dengan masjid. Karena itu, pada banyak instansi terdapat data yang terkait
dengannya, misalnya di rumah sakit ada data para medis, karyawan dan pasien. Di kantor ada
data karyawan, di kampus ada data dosen, karyawan dan mahasiwa, di sekolah ada data guru,
karyawan dan murid. Karena itu di masjid semestinya ada data tentang jamaah, namun yang amat
disayangkan adalah jutseru pada umumnya di masjid-masjid tidak terdapat data tentang jamaah,
padahal data jamaah sangat diperlukan bagi pengembangan masjid kita pada masa-masa yang
akan datang. Allah SWT berfirman dalam QS Ar-Ra’du 13: 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
5
Kebiasaan pertama ini mengingatkan bahwa kitalah pemrogram kehidupan kita sendiri, pengelola
masjid sebagai medium of change ta’mir tidaknya sebuah masjid.
Kebiasaan Kedua, mulai dengan akhir dalam pikiran (begin with the end in mind).
Kebiasaan kedua ini menegaskan pengelola harus memiliki tujuan yang jelas dalam
memakmurkan masjid. Mempunyai tujuan berarti mencakup visi, misi, dan sasaran. Kebiasaan
ini menunjukkan perlunya arah dan cara menjalani dan menentukan hal-hal yang utama dalam
memanaje masjid. Hal-hal yang utama dalam mengatur masjid adalah terwujudnya tujuan-tujuan
berharga secara progresif dan seimbang dalam aspek kehidupan baik secara fisik, emosional,
intelektual, sosial, finansial, mental, maupun spiritual. Sebagaimana dalam keputusan mu’tamar
IV DMI dapat dicermati tujuan DMI adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia,
dan kecerdasan umat serta tercapainya masyakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT
dalam wilayah negara Republik Indonesia. Visi DMI adalah menjadikan masjid sebagai tempat
ibadah, muamalah dan persatuan umat. Sementara misinya adalah mewujudkan fungsi masjid
sebagai pusat ibadah, pengembangan masyarakat dan persatuan.
Kegiatan tidak akan terlaksana tanpa memiliki tujuan, visi, dan misi yang jelas. Islam
menegaskan betapa pentingnya posisi niat yang kita terjemahkan tujuan, visi, dan misi dalam
berbagai kehidupan. Allah menegaskan pentingnya posisi niat tersebut QS Al-Bayyinah(98); 5:
Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan niat
yang ikhlas (memurnikan keta`atan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus"
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya ultimate goal, visi dan misi dalam
berbagai aktivitas; “Setiap perbuatan tergantung niatnya (tujuan, visi dan misi)” (HR. Muslim).
Imam As-Syuyuti dalam Al-Asybah wa Nadzair menjelaskan al-umuru bi maqaasidihaa (segala
sesuatu tergantung tujuan, visi, dan misi). Sebagai makhluk hidup tentu memiliki tujuan akhir
hidup adalah beribadah kepada Allah dalam pengertian luas. QS. Azariyat (51): 56 "Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."
Kebiasaan kedua ini mengajarkan agar kita memilih dan menuliskan program kehidupan
kita di masa mendatang, menentukan apa yang kita tuju dalam hidup ini apakah itu sebagai
pengelola masjid atau sebagai manusia secara individu.
6
Kebiasaan Ketiga, dahulukan yang utama (put first things first). Mendahulukan yang
utama merupakan kebiasaan yang menuntut integritas, disiplin dan komitmen. Kebiasaan ketiga
ini sebagai perwujudan dari skala prioritas pengelola masjid dalam memilih kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki baik dari aspek keuangan, maupun sumber daya lainnya, di
samping juga memperhatikan needs assesment (rumusan kebutuhan) dan want (keinginan) para
jamaah. Memilih dan memilah hanya melakukan hal-hal yang lebih utama, yaitu aktivitas-
aktivitas yang akan membawa pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh semua
komponen. Kebiasaan ketiga ini menekankan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya. Allah SWT menegaskan orang tersebut sebagai orang yang sukses dalam QS Al-
Mu’minun 23: 3, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiada berguna"
Kebiasaan Keempat, berpikir menang-menang (think win-win). Kebiasaan keempat ini
mengharapkan dalam memanaje masjid tidak ada unsur yang dirugikan baik pengelola, jamaah,
remaja dan sebagainya. Kebiasaan ini berasal dari latihan setiap individu baik pengelola maupun
yang lainnya untuk sebuah kejujuran/ transparansi (honesty, menyesuaikan kata dengan
perbuatan), integritas (integrity, menyesuaikan perbuatan dengan perkataan), kematangan sikap
(maturity), dan mentalitas kelimpahan (aboundance mentality, keyakinan bahwa karunia Allah
SWT tersedia tanpa batas bagi siapa pun yang mengikuti causality law atau ketentuan-Nya,
sebagai lawan dari mentalitas kelangkaan, search mentality).
Kebiasaan Kelima, berusaha memahami terlebih dahulu baru minta dipahami (seek
first to understand than to be understood). Kebiasaan kelima menunjukkan bahwa kunci
kesuksesan mengelola masjid adalah saling memahami, membantu, mengerti dan mengasihi.
Tidak hanya bertepruk sebelah tangan, harus dua tangan agar serasi, senada dan seirama. Jika
pengelola ingin dipahami, dimengreti dan dikasihi dan dibantu oleh jamaah dalam menyukseskan
ta’mir masjid. Pengelola harus tahu hakikat yang dibutuhkan jamaah. Islam mengatur adab dalam
bertamu, bertetangga, berteman, bermasyarakat dan seterusnya. Hal inilah yang merupakan
simbolisasi setiap insan untuk menghormati, memahami hak orang lain kalau ingin dihormati dan
dipahami.
Kebiasaan Keenam, wujudkan sinergi (sinergize). Bersinergi berarti keseimbangan
dapat digapai. Sinergi dapat dicermati jika ada kerjasama yang harmoni antara pengelola, ustadz
dan para jamaah masjid untuk melaksanakan kegiatan ta’mir dan mencari solusi terbaik dari
7
berbagai ragam perbedaaan yang ada baik aqidah maupun pendapat, terpola saling menghargai
open minded dan kerjasama dengan pihak yang berkepentingan. Sinergi juga bisa dicermati
adanya seimbang kegiatan masjid antara yang berinvestasi dunia dan berinvestasi akhirat. Allah
berfirman QS. Al-Qashas (28):77:
Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
Betapapun hebatnya kemampuan pengelola, tanpa adanya kerja sama tak bisa
melaksanakan kegiatan sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu kerja sama semua komponen
dalam kebaikan sangat dianjurkan. Bukankah sapu lidih yang berserakan akan sangat mudah
dipatahkan, namun akan sulit dipatahkan jika dihimpun dan diikat. Imam Ali RA pernah berujar:
بنظام الباطل سيغلب نظام بال Bahwa kejahatan yang terorganisir dapat“ الحق
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Kebiasaan Ketujuh, mengasah gergaji (sharpen the saw). Kebiasaan ketujuh ini
menekankan pentingnya secara terus menerus pengelola masjid mengasah gergaji fisik,
emosional, intelektual, sosial, finansial, mental dan spiritual. Artinya, pengelola masjid dudah
sepetutnya memperbaiki terus menerus kinerja kepengurusan, manajemen, kegiatan, dan
bangunan fisik masjid learning by proses. Dari waktu ke waktu hendaknya pengelola terus
berjuang meningkatkan kesuksesan tersebut dalam kegiatan ta’mir. Islam menganjurkan kepada
kita untuk setiap saat memperbaiki prestasi yang digapai, orang Islam adalah orang yang hari ini
harus lebih baik daripada kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. begitu sibuk
memperbaiki dirinya sendiri sehingga tidak mempunyai waktu tersisa untuk mencari-cari
kesalahan dan aib orang lain. Allah berfirman QS. Al-Hasyar (59): 18
�ه�ا ي� �اأ ذ�ين� ي �وا ال ق�وا ء�ام�ن ه� ات �ظ�ر� الل �ن �ت �ف�س� و�ل �غ�د" ق�دم�ت� م�ا ن ق�وا ل ه� و�ات �ن الل ه� إ �ير� الل ب �م�ا خ� . ب �ون� �ع�م�ل ت
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
8
Banyak di antara pengelola masjid yang mengeluhkan faktor lingkungan atau setting
antropologi masyarakat yang majemuk serta meratapi kendala berupa kurangnya sumberdaya
yang diperlukan untuk suksesnya ta’mir tanpa memperbaiki kekurangan yang tampak.
Kebiasaan Kedelapan: Temukan suara Anda dan ilhami orang lain menemukan suara
mereka (Find your voice and inspire others to find their). Kebiasaan ini mengajarkan bahwa
pengelola masjid harus memmberikan manfaat yang terbaik bagi dirinya, keluarga, dan
masyarakat, agama, bangsa dan negara. Kemampuan pengelola masjid menemukan suara (intuisi)
mereka tentunya dianugerahkan oleh Allah sejak lahir. Ketika pengelola masjid sukses
memakmurkan masjid sudah sepatutnya mereka mengeinspirasikan kepada pengelola masjid
lainnya untuk sukses. Dengan demikian, masjid tersebut boleh dikategorikan sebagi masjid
percontohan. Sehingga tepat kiranya kata orang bijak; “Jika anda ingin sukses belajarlah dengan
orang sukses, jika lembaga (organisasi, masjid) Anda ingin sukses belajarlah dengan masjid yang
sukses. Rasul bersabda; “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lainnya”
(HR. Muslim) Allah SWT berfiman QS. Al-Imran )3(: 104:
�ل�ت�ك�ن ن�ك�م� و� ة� م� م3ي�ر� إ�ل�ى ي�د�ع�ون� أ� ون� ال�خ� ر� م�
�ي�أ وف� و� ع�ر� و�ن� ب�ال�م� ي�ن�ه� ن�ك�ر� ع�ن� و� ال�م�
أ�ول�ئ�ك� م� و� ون� ه� ل�ح� �(104)ال�م�ف
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung."
Penutup
Hadirnya pola manajemen yang dikembangkan oleh Stephen R Covey melalui The Eight
Habit memberikan warna tersendiri bagi perbaikan kinerja mengelola masjid di tanah air ini
menjadi makmur yang notabene memiliki problematika dan multi kendala masing-masing. Jika
pengelola mengelola masjid berangkat dari hati nurani akan menjadi lebih bermakna apa yang
diusahakannya. Namun jika tidak, tidak dapat terlaksana bahkan mentalitas apatis, “sebodo
amat”.
Keikhlasan mengelola masjid dapat kita cermati dari frekuensi efektivitas dan efisiensi
terlaksananya kegiatan-kegiatan yang mendukung dalam proses ta’mir masjid. Dengan demikian,
manajemen The Eight Habit ini berusaha meyakinkan bahwa siapapun mampu menjadi pengelola
yang profesional yang dapat menggapai kesuksesan ta’mir masjid dan meminimalisisai
9
kegagalan dalam berbagai aspek kehidupan dengan syarat memenuhi delapan kebiasaan tersebut.
Ronie Lessem dalam “Intrausaha Analisis Pribadi Pengusaha Sukses” (1992) menyatakan
pengelola sukses adalah yang memiliki pola manajemen organisasi (masjid) yang baik di
samping sebagai seorang pengambil resiko yang akan melakukan aktivitas memakmurkan masjid.
The eight habit setidak-tidaknya dapat menstimulasi pengelola, ustadz, jamaah, remaja,
perempuan, dewasa dan seterusnya untuk menjadi yang terbaik, menjadi manusia sejati dan
tangguh dalam menghadapi sebesar apapun problematika yang dihadapi dalam ta’mir masjid.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani, Pentingnya Data, www.al-islam.com
Ayub, Moh. E., dkk, Manajemen Masjid, (Jakarta: GIP, 1998)
Covey, Stephen R., The Eight Habit from effectiveness to greatness, (New York: Free Press,
2004)
Lessem, Ronie Intrausah Analisis Pribadi Pengusaha Sukses, (Jakarta: PPM,1992)
Sutarmadi, Ahmad, Visi, Misi, dan Langkah Strategis; Pengurus Dewan Masjid Indonesia dan
Pengelola Masjid, (Jakarta: Logos, 2002)
10