Manajemen Lingkungan Sekolah

31
MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN MANAJEMEN LINGKUNGAN SEKOLAH Disusun Oleh: Anesia RSA1C11300 1 Elsa Cessara RSA1C11301 3 Ahmad Maulana Ardi RSA1C11301 9 Roslina Turnip RSA1C11302 8 Dosen Pengampu: Drs. Affan Malik M.E Drs. Fuldiaratman M.Pd

description

Manajemen pendidikan

Transcript of Manajemen Lingkungan Sekolah

MAKALAH KIMIA ANORGANIK

MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN

MANAJEMEN LINGKUNGAN SEKOLAH

Disusun Oleh:

AnesiaRSA1C113001

Elsa CessaraRSA1C113013

Ahmad Maulana ArdiRSA1C113019

Roslina TurnipRSA1C113028

Dosen Pengampu:

Drs. Affan Malik M.EDrs. Fuldiaratman M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA PGMIPAUFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS JAMBI2014

19KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan karuniaNya lah penyusun dapat menyelesaikan makalahnya yang berjudul Manajemen Lingkungan Sekolah. Makalah ini disusun sebagai bahan persentasi sebagai tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad saw., beserta para keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:1. Allah swt., Tuhan Yang Maha Esa yang karuniaNya selalu tercurahkan kepada semua makhlukNya2. Bapak Drs. Affan Malik M.E dan Bapak Drs. Fuldiaratman M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan Pendidikan yang telah membimbing penyusun dalam penyusunan makalah ini.3. Kedua orang tua penyusun yang selalu menjadi motivasi terbesar dalam pembelajaran 4. Rekan-rekan dan segala pihak yang telah membantu dalam hal moril maupun materiil sehingga makalah ini dapat tersusun.Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga dapat dijadikan batu loncatan agar karya-karya berikutnya dapat terselesaikan dengan lebih baik lagi.Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuhJambi, Desember 2014

PenyusunDAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2PENDAHULUAN31.1Latar Belakang Masalah31.2Rumusan Masalah41.3Tujuan Penulisan4PEMBAHASAN52.1Definisi Manajemen Lingkungan Sekolah52.2Definisi Budaya Sekolah52.3Karakteristik Budaya Sekolah62.4Pengembangan Budaya Sekolah72.5Peran Serta Masyarakat92.6Manajemen Peran Serta Masyarakat15PENUTUP173.1Kesimpulan173.2Saran17DAFTAR PUSTAKA18

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam tahun-tahun terakhir ini, semakin didasari bahwa pendidikan tidak hanya merupakan sektor penyedia layanan umum (public goods), melainkan yang lebih penting adalah sebagai suatu investasi produktif (productive invesment) yang memacu pertumbuhan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan. Untuk itu, diperlukan konsepsi, kebijakan, dan program-program pendidikan yang tepat, terarah, dan aplikabel.Pendidikan merupakan persoalan strategis bagi suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya penting bagi upaya melahirkan individu dan masyarakat terpelajar, akan tetapi juga menjadi bekal utama sebagai persiapan memasuki kompetisi global, suatu persaingan antarbangsa yang demikian ketat dan berpengaruh terhadap semua dimensi kehidupan. Pendidikan yang berkualitas juga menentukan kualitas suatu bangsa, serta berpengaruh sangat signifikan dalam mendorong proses transformasi sosial menuju kehidupan yang maju, modern, dan bermartabat.Saat ini tuntutan akan kualitas pendidikan begitu tinggi sehingga manusia memerlukan pendidikan yang telah diberdayakan secara optimal dan secepat mungkin, serta terus dikembangkan dengan semangat kemitraan bersama stakeholders. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan antara lain diperlukan manajemen sekolah yang berkualitas, integritas kepala sekolah yang tinggi, dan lingkungan sekolah baik internal maupun eksternal yang kondusif.Akhir-akhir ini, mutu pendidikan di Indonesia dirasa tidak mengalami peningkatan secara merata dikarenakan beberapa faktor, yaitu:

1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function.2. Penyelnggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelnggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Hal ini menyebabkan sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif mengembangkan dan memajukan serta meningkatkan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

3. Peran serta warga sekolah, khususnya guru, serta peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini masih sangat minim. Parsitipasi masyarakat selama ini pada umumnya hanya sebatas dukungan dana, sedangkan dukungan seperti pemikiran, moral, barang, dan jasa kurang diperhatikan.Dalam makalah ini akan dibahas mengenai manajemen lingkungan sekolah, yang di dalamnya diuraikan tentang manajemen budaya dan lingkungan sekolah, serta manajemen peran serta masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut.1. Apa pengertian manajemen lingkungan sekolah serta hunbungan antara manajemen lingkungan dengan budaya sekolah.2. Apa tujuan manajemen sekolah dan budaya sekolah dengan meningkatkan kualitas peserta didik.3. Apa Partisipasi (Peran Serta) Masyarakat dalam lingkungan sekolah.4. Bagaimana mendekatkan manajemen lingkungan dengan budaya sekolah.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:1. Mengetahui pengertian manajemen lingkungan sekolah serta hunbungan antara manajemen lingkungan dengan budaya sekolah.2. Mengetahui tujuan manajemen sekolah dan budaya sekolah dengan meningkatkan kualitas peserta didik.3. Mengetahui Partisipasi (Peran Serta) Masyarakat dalam lingkungan sekolah.4. Mengetahui cara mendekatkan manajemen lingkungan dengan budaya sekolah.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Manajemen Lingkungan Sekolah

Pendidikan di Indonesia beberapa saat terakhir ini diguncang oleh pencarian orientasi dan dasar yang lebih demokratis, ikut membangun masyarakat madani yang maju, modern, dan demokratis. Dalam kaitan mencari orientasi pendidikan, sekaligus dalam meningkatkan kualitasnya, pengaruh lingkungan internal dan eksternal sangat besar.Menurut Salusu (1996:319), lingkungan adalah kondisi, situasi atau keadaan, peristiwa, dan pengaruh-pengaruh yang mengelilingi dan memengaruhi perkembangan organisasi, baik sifatnya lingkungan internal dalam organisasi maupun lingkungan eksternal organisasi.[footnoteRef:2] Menurut Kusnadi (2000:70), lingkungan sekolah terbagi atas dua, yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal meliputi struktur, budaya, dan pemasarn, sedangkan lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, hukum, sosial, politik, teknologi, ekologi, dan sumber daya manusia.[footnoteRef:3] [2: Salusu, Pengambilan Keputusan yang Strategik, Jakarta: Gramedia Press, 1996, h. 319 ] [3: Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi, Malang: Brawijaya Press, 2000, h. 70.]

2.2 Definisi Budaya Sekolah

Menurut Nurkholis (2003:45), budaya sekolah adalah pola, nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos, dan kebiasan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah.[footnoteRef:4] Ansar & Massaong (2011:187) mengemukakan bahwa budaya sekolah merupakan sistem nilai sekolah yang akan mempengaruhi cara warga sekolah berperilaku. Budaya sekolah dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau dioperasikan.[footnoteRef:5] Jerald Greenberg (dalam Ansar & Massaong, 2011:186) menambahkan bahwa budaya sekolah diartikan sebagai sistem makna yang dianut bersama oleh warga sekolah.[footnoteRef:6] [4: Nurkholis, Manajemen Berbasih Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi, Jakarta:Gramedia, 2003, h. 45.] [5: Massaong, A.K., Menggali Pengalaman Empirik Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, Gorontalo: Sentra Media, 2011, h. 187] [6: Ibid, h. 186]

Berdasarkan uraian tersebut, maka budaya sekolah dapat diartikan sebagai pola, nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos, dan kebiasan-kebiasaan yang dibentuk melalui perjalanan panjang sekolah. Budaya sekolah berkaitan erat dengan tumbuhnya perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkannya, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu pembelajaran secara efektif dan efisien. Budaya sekolah yang sehat memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi kerja guru, dan produktivitas serta kepuasan kerja guru. Sebaliknya budaya sekolah yang tidak baik/tidak sehat akan menimbulkan ketidakkondusifan lingkungan sekolah. Budaya sekolah yang baik di antaranya:a. Budaya persaingan yang sehatb. Tegur sapa antar komponen sekolahc. Pemberdayaan gemar membacad. Absen datang dan pulangBudaya sekolah yang tidak baik di antaranya:a. Meremehkan waktub. Datang terlambatc. Menunda pekerjaand. Membuang sampah sembarangan[footnoteRef:7] [7: Nursisto, Spektrum Pengalaman Lapangan dalam Dunia Pendidikan, Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum, 2011, h. iii-iv]

2.3 Karakteristik Budaya Sekolah

Budaya sekolah sebagaimana dikemukakan oleh Ansar & Massaong (2011:186) memiliki empat karakteristik, yaitu:a. Budaya sekolah bersifat khusus (distinctive), karena tiap sekolah memiliki sejarah, pola komunikasi, sistem, dan prosedurnya masing-masing.b. Budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan sulit untuk diubah.c. Budaya sekolah biasanya memiliki sejarah yang implisit. Artinya setiap sekolah pasti mempunyai budaya dan sejarah terbentuknya budaya masing-masing, namun sejarah terbentuknya budaya tersebut tidaklah harus dinyatakan secara terang-terangan.d. Budaya sekolah tampak sebagai perwakilan simbol yang melandasi keyakinan dan nilai-nilai sekolah tersebut.[footnoteRef:8] [8: Loc. cit.]

Karakteristik budaya sekolah yang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nurkholis (2003:46), yaitu:a. Budaya sekolah lebih mudah dipahami bila elemen-elemen sekolah terintegrasi secara konsisten antara satu dengan yang lain.b. Budaya sekolah merupakan suatu sistem yang harus diterima oleh warga sekolah.c. Sebagian besar budaya sekolah berkembang dari kepala sekolah yang memiliki pengaruh yang besar terhadap warganya.d. Budaya sekolah bersifat menyeluruh pada semua sistem.[footnoteRef:9] [9: Nurkholis, op. cit, h. 46.]

2.4 Pengembangan Budaya Sekolah

Pengembangan budaya sekolah dilakukan dalam rangka membangun iklim akademik sekolah. Melalui pengembangan budaya sekolah yang dilakukan secara dinamis serta berpijak pada nilai, norma, serta filosofi yang disepakati oleh segenap stakeholder pendidikan di sekolah akan mampu menumbuhkembangkan sekolah menjadi pusat pengembangan peserta didik.Ansar & Massaong (2011:195) menjelaskan bahwa mekanisme pengembangan budaya sekolah dapat ditempuh melalui:a. Perbaikan desain dan struktur organisasi sekolahb. Sistem dan prosedur kerjac. Peningkatan fasilitas penunjang pembelajarand. Kisah-kisah, legenda, dongeng yang merupakan simbol-simbol bermakna di sekolah dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kepada warga sekolahe. Pernyataan formal kepala sekolah berupa nilai-nilai, falsafah-falsafah dan keyakinan-keyakinan yang perlu diwujudkan.[footnoteRef:10] [10: Massaong, A.K., op. cit, h.195.]

Sedangkan menurut Depdiknas (2002:14), ada beberapa aspek budaya utama yang harus diwujudkan di sekolah, dan tiap-tiap aspek budaya tersebut ada cara tersendiri untuk mengembangkannya. Aspek budaya beserta hal yang harus dikembangkan tersebut antara lain:a. Budaya jujur1) Transparansi dalam pengambilan kebijakan di sekolah2) Kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas3) Kesesuaian laporan dengan kenyataanb. Budaya saling percaya1) Pendelegasian wewenang jika pimpinan sedang ada tugas tertentu atau berhalangan tugas2) Penetapan peserta penataran/pelatihan3) Pembentukan tim kerja atau satuan tugasc. Budaya kerjasama1) Keterlaksanaan pembagian tugas2) Partisipasi komite sekolah, orang tua, masyarakat, dan alumni.3) Pelaksanaan team teachingd. Budaya baca1) Jumlah kunjungan ke perpustakaan2) Jumlah buku yang dipinjam3) Jenis buku yang dipinjam atau dibacae. Budaya disiplin dan efisiensi1) Ketepatan waktu2) Frekuensi kehadiran3) Cara berpakaian4) Pemanfaatan mediaf. Budaya bersih1) Kebersihan halaman sekolah2) Kebersihan ruang kelas dan laboratorium3) Kebersihan ruang kerjag. Budaya berprestasi dan berkompetisi1) Partisipasi dalam berbagai lomba2) Motivasi berprestasih. Budaya memberi teguran dan penghargaan1) Pemberian teguran bagi yang berbuat salah2) Pemberian penghargaan bagi yang berprestasi[footnoteRef:11] [11: Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat PLP, 2002, h. 14]

2.5 Peran Serta Masyarakat

Secara umum orang dapat mengatakan apabila terjadi kontak, pertemuan dan lain-lain antara sekolah dengan orang di luar sekolah, adalah kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Apakah ini yang dimaksud dengan hubungan sekolah dengan masyarakat, tentunya yang dimaksudkan dalam uraian di sini tidak sesederhana pengertian tersebut. Arthur B. Mochlan menyatakanschool public relationadalah kegiatan yang dilakukan sekolah atau sekolah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Apa sebenarnya kebutuhan masyarakat terhadap sekolah itu? Masyarakat (lebih khusus lagi orang tua murid) mengirimkan anak-anaknya ke sekolah agar mereka dapat menjadi manusia dewasa yang bermanfaat bagi kehidupannya dan bagi masyarakat secara umum. Secara praktis sering kita dengar para orang tua menginginkan anaknya dapat berprestasi di sekolah Ini berarti kebutuhan masyarakat terhadap sekolah adalah penyelenggaraan dan pelayanan proses belajar mengajar yang berkualitas dengan out put yang berkualitas pula. Dengan tuntutan yang demikian akan menjadi beban bagi sekolah, dengan segala keterbatasan yang dimilikinya (tenaga, biaya, waktu dan sebagainya).Pengertian di atas memberikan isyarat kepada kita bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat lebih banyak menekankan pada pemenuhan akan kebutuhan masyarakat yang terkait dengan sekolah. Di sisi lain pengertian tersebut di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan hubungan masyarakat tidak menunggu adanya permintaan masyarakat, tetapi sekolah berusaha secara aktif (jemput bola), serta mengambil inisiatif untuk melakukan berbagai aktivitas agar tercipta hubungan dan kerjasama harmonis.Peran serta masyarakat sangat penting diwujudkan dalam implementasi pendidikan, karena masyarakat memiliki berbagai sumber daya yang dibutuhkan sekolah dan sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping pemerintah[footnoteRef:12] (Wasliman, 2009:135). Peran serta masyarakat yang berupa kerjasama kemitraan antara sekolah dengan pemerintah, orang tua, dan kelompok-kelompok masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lainnya dilindungi oleh undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang mendasari kerjasama kemitraan tersebut. Adapun undang-undang atau peraturan yang mendasari antara lain adalah: [12: Wasliman, Iim, Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhan Khusus, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2009, h.135]

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut:1) Pasal 4 berbunyi: Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi2) Pasal 49 berbunyi: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikanb. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut:1) Pasal 7 Ayat 1: Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya2) Pasal 7 Ayat 2: Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya3) Pasal 8: Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan4) Pasal 9: Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan

A. Orang Tua Siswa

Orang tua siswa adalah salah satu mitra sekolah yang dapat berperan serta dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah. Melalui orang tua kegiatan belajar anak di rumah dapat dipantau, bahkan orang tua dapat menjadi bagian dari paguyuban para orang tua siswa yang dapat memberi masukan dan dukungan dalam merencanakan pengembangan sekolah.Keterlibatan orang tua selain sebagai bentuk kepedulian terhadap kemajuan pendidikan anak juga sebagai bentuk partisipasi mereka dalam sistem manajemen sekolah. Orang tua dapat terlibat secara aktif mulai dari perencanaa, pelaksanaan, dan pemantauan kemajuan dan perkembangan sekolah dalam mewujudkan akuntabilitas sekolah.Sebagaimana diketahui, terdapat tiga komponen penting dalam pendidikan (trilogi pendidikan). Ketiganya meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga, dalam hal ini orang tua siswa, merupakan sumber pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua berperan sebagai pengganti guru di rumah.Orang tua dapat berperan serta dalam menyediakan dana, prasarana dan sarana sekolah sebagai upaya realisasi program-program sekolah yang telah disusun bersama. Orang tua yang memiliki pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan khusus dapat berperan serta dalam membantuk sekolah pada proses pembelajaran, pengelolaan persekolahan, dan pengelolaan keuangan sekolah. Orang tua dapat pula dilibatkan dalam program pembelajaran dan mengatasi kesulitan belajar peserta didik. Orang tua dapat membantu kesulitan siswa dalam bidang pelajaran tertentu di rumah untuk memberi penjelasan atau jika diperlukan mendatangkan guru les privat.Sebagaimana dinyatakan oleh Tim Penulis Paket Pelatihan Awal MBS untuk Sekolah dan Masyarakat (2003:2-7), para pakar sepakat bahwa ada tujuh jenis peran serta orang tua dalam pembelajaran:1) Hanya sekedar pengguna jasa pelayanan pendidikan yang tersedia. Misalnya, orang tua hanya memasukkan anak ke sekolah dan menyerakan sepenuhnya kepada pihak sekolah.2) Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga, misalnya dalam pembangunan gedung sekolah.3) Menerima secara pasif apapun yang diputuskan oleh pihak yang terkait dengan sekolah.4) Menerima konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan kepentingan sekolah. Misalnya, kepala sekolah berkonsultasi dengan komite sekolah dan orang tua siswa mengenai masalah pendidikan.5) Memberikan pelayanan tertentu. Misalnya, sekolah bekerja sama dengan mitra tertentuk seperti Komite Sekolah dan orang tua murid untuk bekerja sama dengan Puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang perlunya sarapan pagi sebelum sekolah dan makanan yang bergizi.6) Melaksanakan kegiatan yang telah didelegasikan atau dilimpahkan oleh sekolah. Misalnya, sekolah meminta orang tua murid tertentu untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya pendidikan atau hal-hal penting lainnya.7) Mengambil peran dalam pengambilan keputusan pada berbagai jenjang. Misalnya orang tua siswa ikut serta membicarakan dan mengambil keputusan tentang rencana kegiatan pembelajaran di sekolah, baik dalam pendanaan, pengembangan dan pengadaan alat bantu pembelajaran.[footnoteRef:13] [13: Sediono, dkk, Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program MBS, Jakarta: Depdiknas, 2003, h. 2-7]

B. Komite Sekolah

Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah. (Kepmendiknas Nomor: 044/U/2002).1) Maksud dan Tujuan Pembentukan Komite SekolahMaksud dibentuknya Komite Sekolah adalah agar ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat.Tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah:a) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.b) Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.c) Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelnggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

2) Fungsi Komite SekolahKomite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:a) Mendorong timbulnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.b) Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha dan industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu.c) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.d) Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:(1) Kebijakan dan program pendidikan(2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)(3) Kriteria kinerja satuan pendidikan(4) Kriteria tenaga kependidikan(5) Kriteria fasilitas pendidikan(6) Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikane) Mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan.f) Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.g) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

3) Struktur Komite SekolahKepengurusan dan keanggotaan Komite Sekolah berasal dari elemen masyarakat sebagai berikut:a) Perwakilan orangtua/wali peserta didikb) Tokoh masyarakatc) Anggota masyarakat yang memiliki perhatian terhadap pendidikand) Pejabat pemerintah setempate) Dunia usaha dan dunia industrif) Pakar pendidikan yang memiliki kepedulian terhadap pendidikang) Organisasi profesi tenaga kependidikanh) Perwakilan siswa, dan ataui) Perwakilan alumni

C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, yang dimaksud LSM adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi atau lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.1) Ciri-ciri LSMLSM bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi, ataupun negara. Maka secara garis besar, organisasi non pemerintah dapat dilihat dengan ciri sebagai berikut:(a) Organisasi tersebut bukan bagian dari pemerintah, birokrasi, ataupun negara.(b) Dalam melakukan kegiatannya, tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba/non-profit).(c) Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota.

2) Maksud dan Tujuan Pembentukan dan Pembinaan LSMPembinaan terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam rangka mengembangkan, mendayagunakan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam pembangunan secara swadaya dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan bertujuan agar keberadaan serta kegiatannya bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan sejalan dengan pembangunan di daerah, dalam lingkup pembangunan nasional (Menteri Dalam Negeri, 1990:5).

3) Fungsi LSMMenurut lampiran Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, fungsi LSM adalah:(a) Wahana partisipasi masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.(b) Wahana partisipasi masyarakat dalam pembangunan.(c) Wahana pengembangan keswadayaan masyarakat.(d) Wahana pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi atau lembaga.

2.6 Manajemen Peran Serta Masyarakat

Karakteristik yang paling menonjol dalam konsep Manajemen Berbasis Sekolah adalah pemberdayaan partisipasi para orang tua dan masyarakat. Peran orang tua dan masyarakat secara kelembagaan adalah dalam dewan sekolah atau komite sekolah. Filosofi yang menjadi landasan adalah bahwa pendidikan yang pertama dan utama adalah dalam keluarga dan masyarakat adalah pelanggan pendidikan yang perkembangannya dipengaruhi oleh kualitas para lulusan. Untuk itu, orang tua dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah.Ada dua bentuk pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan, yaitu:a. Pendekatan school-based dengan cara mengajak orang tua siswa dan masyarakat ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua dan kunjungan orang tua terhadap anaknya yang sedang belajar di sekolah.b. Pendekatan home-based, yaitu orang tua membantu anaknya belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang berkunjung ke rumah.[footnoteRef:14] [14: Nurkholis, op. cit., h. 126]

Sedangkan menurut Malik (2011:16), terciptanya hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan sarana yang strategis dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk:a. Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anakb. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat.Cara menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat antara lain dengan cara memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan, transparan dalam pengelolaan dana sekolah, bersifat terbuka dalam menampung aspirasi dari masyarakat.Melalui hubungan yang harmonis tersebut diharapkan tercapainya tujuan hubungan sekolah dan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. Lulusan yang berkualitas ini tampak dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.[footnoteRef:15] [15: Malik, Halim, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Kompas, 2011, h. 16]

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau pegangan yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Dalam pengembangan budaya sekolah perlu mengacu pada 10 prnsip dari berpedoman pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah hingga Evaluasi Diri, selain menggunakan 10 prinsip tersebut dalam pengembangan kebudayaan sekolah juga perlu memegang asas-asas seperti: kerjasama kelompok, kemampuan bertanggung jawab, keinginan pada kemauan, kegembiraan yang harus dimiliki seluruh anggota, hormat, jujur, disiplin, kemampuan menempatkan diri, kemampuan dan kesopanan yang dimiliki seuluruh anggota.

3.2 Saran

Materi ini merupakan salah satu bagian yang sangat bermanfaat untuk dipahami dengan baik, terutama dalam pembelajaran pengelolaan pendidikan. Maka, disarankan agar mempelajari serta memahaminya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat PLP.Kusnadi. 2000. Pengantar Manajemen Strategi. Malang: Brawijaya Press.Malik, Halim. 2011. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Kompas.Massaong, A.K. 2011 Menggali Pengalaman Empirik Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Gorontalo: Sentra Media.Nurkholis. 2003 Manajemen Berbasih Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia.Nursisto. 2001. Spektrum Pengalaman Lapangan dalam Dunia Pendidika. Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum.Salusu. 1996. Pengambilan Keputusan yang Strategik. Jakarta: Gramedia Press. Sediono, dkk. 2003. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program MBS. Jakarta: Depdiknas.Wasliman, Iim. 2009. Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhan Khusus. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

1