MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap...

12
A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di Setiap organisasi saling interaksi dan ketergantungan antara satu dengan yang lain adalah kegiatan setiap saat yang harus dilakukan. Dalam proses interaksi ini, antara suatu subsistem MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI Setelah mempelajari bagian ini diharapkan mahasiswa mampu : 1) Menjelaskan pengertian konfliks dari berbagai ahli 2) Menjelaskan Pandangan terhadap konfliks 3) Menyebutkan jenis-jenis konfliks 4) Menyebutkan factor-faktor penyebab konfliks 5) Menjelaskan cara menemukan konfliks 6) Menjelaskan metode menangani konfliks 7) Menyebutkan langkah-langkah manajemen untuk menangani konfliks 8) Menyebutkan beberapa pedoman dalam pendisiplinan Petunjuk umum mempelajari materi Proses pembelajaran paad topic ini dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran teori dan aplikatif praktek yang mengacu mengacu pada Sistem Kredit Semester (SKS) sebagai berikut : 1) Para mahasiswa dituntut untuk mencapai kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini secara tuntas, sehingga mahasiswa yang belum menguasai kompetensi yang diharapkan harus mengulang kembali sampai kompetensi yang diharapkan tersebut tercapai. 2) Para mahasiswa dituntut untuk belajar secara mandiri tanpa bantuan optimal dari dosen atau fasilitator. 3) Para mahasiswa harus mengerjakan tugas-tugas atau latihan yang tertuang di dalam modul ini dan dilaporkan kepada dosen/fasilitator pada setiap kegiatan tutorial. 4) Para mahasiswa harus mengerjakan tes yang sudah disediakan pada setiap modul. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian bahan belajar, para mahasiswa dapat mencocokkan jawaban yang ditetapkan dengan kunci jawaban yang telah disediakan serta menghitung sendiri perolehan nilai. Melalui penilaian mandiri ini, para mahasiswa dapat mengetahui dimana letak kekurangannya, sehingga memperbaiki dan memperkaya materi secara mandiri pula. 5) Kegiatan pelajaran tatap muka yang terjadwal dan terprogram, akan dilaksanakan didalam kelas dalam membahas teori dan atau dilaksanakan dilaboratorium dalam menerapakan atau mempraktekan teori. 6) Para mahasiswa dalam pelaksanaan tutorial dengan dosen/fasilitator wajib mengikutinya, toleransiyang diberikan bila ada halangan yang benar-benar penting yang menyebabkan tidak dapat mengikuti tutorial. 7) Kegiatan mandiri yang mendalami, mempersiapkan atau untuk tujuan suatu tugas akademik lain, seperti : membaca dan mengkaji buku sumber lainnya diperbolehkan untuk mendukung pemahaman terhadap modul ini. Apabila mahasiswa memungkinkan untuk mempelajari modul ini lebih lama atau melaksanakan pelatihan kegiatan hal tersebut merupakan perjuangan belajarnya yang perlu dikembangkan, karena kegiatan belajar mandiri pada dasarnya tidak terikat oleh jumlah waktu yang harus ditentukan

Transcript of MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap...

Page 1: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

A. Pendahuluan

Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di Setiap organisasi saling interaksi dan ketergantungan antara satu dengan yang lain adalah kegiatan setiap saat yang harus dilakukan. Dalam proses interaksi ini, antara suatu subsistem

MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI

Setelah mempelajari bagian ini diharapkan mahasiswa mampu :

1) Menjelaskan pengertian konfliks dari berbagai ahli

2) Menjelaskan Pandangan terhadap konfliks

3) Menyebutkan jenis-jenis konfliks

4) Menyebutkan factor-faktor penyebab konfliks

5) Menjelaskan cara menemukan konfliks

6) Menjelaskan metode menangani konfliks

7) Menyebutkan langkah-langkah manajemen untuk menangani konfliks

8) Menyebutkan beberapa pedoman dalam pendisiplinan

Petunjuk umum mempelajari materi Proses pembelajaran paad topic ini dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran teori dan aplikatif

praktek yang mengacu mengacu pada Sistem Kredit Semester (SKS) sebagai berikut : 1) Para mahasiswa dituntut untuk mencapai kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini secara

tuntas, sehingga mahasiswa yang belum menguasai kompetensi yang diharapkan harus mengulang kembali sampai kompetensi yang diharapkan tersebut tercapai.

2) Para mahasiswa dituntut untuk belajar secara mandiri tanpa bantuan optimal dari dosen atau fasilitator.

3) Para mahasiswa harus mengerjakan tugas-tugas atau latihan yang tertuang di dalam modul ini dan dilaporkan kepada dosen/fasilitator pada setiap kegiatan tutorial.

4) Para mahasiswa harus mengerjakan tes yang sudah disediakan pada setiap modul. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian bahan belajar, para mahasiswa dapat mencocokkan jawaban yang ditetapkan dengan kunci jawaban yang telah disediakan serta menghitung sendiri perolehan nilai. Melalui penilaian mandiri ini, para mahasiswa dapat mengetahui dimana letak kekurangannya, sehingga memperbaiki dan memperkaya materi secara mandiri pula.

5) Kegiatan pelajaran tatap muka yang terjadwal dan terprogram, akan dilaksanakan didalam kelas dalam membahas teori dan atau dilaksanakan dilaboratorium dalam menerapakan atau mempraktekan teori.

6) Para mahasiswa dalam pelaksanaan tutorial dengan dosen/fasilitator wajib mengikutinya, toleransiyang diberikan bila ada halangan yang benar-benar penting yang menyebabkan tidak dapat mengikuti tutorial.

7) Kegiatan mandiri yang mendalami, mempersiapkan atau untuk tujuan suatu tugas akademik lain, seperti : membaca dan mengkaji buku sumber lainnya diperbolehkan untuk mendukung pemahaman terhadap modul ini. Apabila mahasiswa memungkinkan untuk mempelajari modul ini lebih lama atau melaksanakan pelatihan kegiatan hal tersebut merupakan perjuangan belajarnya yang perlu dikembangkan, karena kegiatan belajar mandiri pada dasarnya tidak terikat oleh jumlah waktu yang harus ditentukan

Page 2: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Supaya organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kematian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, karena apabila konflik ini dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penyelesaian. Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Perlu disadari oleh para manajer bahwa tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi, karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin.

B. Pengertian

Menurut Marquis,& Huston, (2003), Konflik merupakan ketidaksesuaian internal atau eksternal yang diakibatkan dari perbedaan ide, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Menurut Deutcsh (1973) dalam Huber (2000), menyatakan konflik adalah perselisihan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku dua orang atau lebih terancam. Jadi konflik terjadi kalau tidak ada kesesuaian antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perbedaan ide atau nilai-nilai dalam mencapai tujuan organisasi/kelompok yang dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya.

Melihat dari faktor-faktor yang melatar belakanginya, konflik merupakan suatu gejala dimana individu atau kelompok menunjukkan sikap atau perilaku “bermusuhan” terhadap individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua pihak yang terlibat. Keberadaan konflik dalam organisasi. Menurut Robbin (1996), konflik terjadi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah terjadi konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah terjadi konflik, maka konflik tersebut menjadi suatu kenyataan.

C. Pandangan Terhadap Konflik

Ada dua pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian

Page 3: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

rupa maka konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996) disebut sebagai the Conflict Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisir konflik.

Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996). 1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View) Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.

3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View) Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (19892) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).

D. Jenis-jenis Konflik

Ada berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

1. Konfliks dilihat dari Tingkatannya

Untuk mengatasi konflik manajer harus mengetahui pada lefel apa konflik terjadi sehingga dia dapat menyusun strategi secara cepat dalam menangani konflik tersebut.

Menurut Gordon (1993), menyatakan ada 5 tingkatan konflik yaitu antara lain :

a. Konflik intrapersonal, yaitu Konflik terjadi jika indifudu mengalami internal konflik yang berkaitan dengan tujuan atau mengalami konflik peran dalam kelompok.

b. Konflik Interpersonal, yaitu konflik terjadi jika dua individu berbeda pendapat tentang isu-issu baru, tindakan atau tujuan-tujuan dan hasil yang diharapkan kelompok

c. Konfliks Intra Group, yaitu konflik terjadi substantive dan afektif, substanstif konflik didasarkan pada ketidaksetujuan secara intelektual, affektif konflik terjadi karena respon emosional terhadap situasi dan atau akibat dari interaksi antar anggota kelompok yang berbeda personality

d. Intergrup group, yaitu konflik terjadi antar kelompok atau antar departemen dalam organisasi

e. Intra organizational, yaitu konflik terjadi bila fungsi-fungsi didalam organisasi tidak jalan

Page 4: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

2. Konflik Dilihat dari Fungsi

Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict), yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

3. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.

b. Konflik antar-individu (conflict among individuals). Konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.

c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Konfliks terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.

d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.

e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.

f. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

4. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi

Winardi (1992) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi, misalnya, antara atasan dan bawahan.

Page 5: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi, misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.

c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

d. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

E. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketagori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. 1. Komunikasi.

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

2. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

3. Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

F. Penyebab Konflik

Beberapa hal yang menimbulkan konfliks dalam organisasi keperawatan antara lain adalah :

1. Perilaku Menentang

Page 6: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik, yang menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional. Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal. Murfhy menggambarkan tiga versi penentang, yaitu (1) penentang pertama adalah Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi; (2) Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain; (3) penentang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.

2. Stres Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi. Konfrontasi, ketidak setujuan dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.

3. Ruang Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.

4. Kewenangan Dokter

Page 7: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masa kini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.

5. Keyakinan, Nilai dan Sasaran Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja. Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

G. Cara untuk menemukan konfliks atau sumbernya

Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu : 1. Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)

Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.

2. Observasi langsung

Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.

3. Kotak saran (suggestion box) Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut.

4. Politik pintu terbuka

Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini.

Page 8: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

5. Mengangkat konsultan personalia

Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.

6. Mengangkat “ombudsman” Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.

H. Metode Untuk Menangani Konflik Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah antara lain:

1. Mengurangi konflik; Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.

2. menyelesaikan konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif. a. Dominasi (Penekanan)

Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).

b. Kompromi atau Negosiasi Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik

c. Penyelesaian secara integratif Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sungguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.

Page 9: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

I. Prose Konfliks

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain : 1. Konflik Laten

Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi, misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.

2. Konflik yang dirasakan ( felt konflik) Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

4. Resolusi konflik Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .

5. Konflik “Aftermatch” Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

Gambar : Diagram proses konflik (Marquis & Huston, 1998)

Page 10: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

J. Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menangani konfliks antara lain adalah :

1. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan, langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.

2. Mengumpulkan keterangan/fakta, dimana fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati

3. Menganalisis dan memutuskan, dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.

4. Memberikan jawaban, meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada pihak karyawan.

5. Tindak lanjut, Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat. 6. Pendisiplinan, Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan

tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.

K.Peran Pimpinan Dalam Penyelesaian Konflik Ada beberapa peran pemimpin dalam penyelsaian konfliks antara lain adalah :

1. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi sehingga bias fokus mengatasinya.

2. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.

3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir eksplisit tentang sejauhmana perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.

4. Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan dinegosiasikan.

5. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.

6. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi. 7. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka harus mengontrol

proses dan hasil dari perdebatan/diskusi. (Nurhidayah , 2012:181)

L. Macam-macam Tindakan Pendisiplinan Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif

dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan : 1. diberi peringatan secara lesan 2. diberi peringatan secara tertulis 3. dihilangkan/dikurangi sebagian haknya 4. didenda 5. dirumahkan sementara ( lay-off ) 6. diturunkan pangkat/jabatannya 7. diberhentikan dengan hormat 8. diberhentikan tidak dengan hormat

Page 11: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat

M. Beberapa Pedoman dalam Pendisiplinan Menurut Heidjarachman Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti : 1. Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual

Tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa dendam.

2. Pendisiplinan haruslah bersifat membangun Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.

3. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.

4. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih

5. Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. 6. Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali. 7. Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci

bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.

N. Managemen konflik Langkah-langkah penanganan konfliks antara lain adalah: a. Pengkajian

- Analisa situasi

o Identifikasi jenis konflik, siapa yg terlibat & peran masing-masing untuk menentukan waktu

yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian

lebih mendalam. - Analisa & memastikan isu yg berkembang

o jelaskan masalah & prioritas fenomena, tentukan masalah utama, yang memerlukan suatu

penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam

satu waktu. - Menyusun tujuan

o Jelaskan tujuan sfesifik yg akan dicapai b. Identifikasi

- Mengelola perasaan

hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang

berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan. c. Intervensi

- Masuk pd konflik yg diyakini dpt diselesaikan dg baik yang diyakini dapat diselesaikan dengan

baik dan Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.

- Menyeleksi metode dlm menyelesaikan konflik , penyelesaian konflik memerlukan strategi

yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang

terjadi d. Pelaksanaan

- Penyelesaian secara integratif

Page 12: MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI · PDF file6) A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat