manajemen farmasi
-
Upload
agung-priyanto -
Category
Documents
-
view
198 -
download
13
description
Transcript of manajemen farmasi
MAKALAH MANAGEMEN FARMASI
JAMINAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
KELOMPOK 5 A
AGUNG PRIYANTO
FAUZIAH UTAMI
HANI HAIFA PUTRI
ISTIQOMAH
WARDA NABIELA
JAMINAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
A. Pengertian Mutu
Secara tradisional, mutu dianggap sebagai tanggung jawab bagian/ unit pengendalian
mutu dan masih ada berbagai organisasi yang belum mengetahui bahwa banyak masalah
mutu berasal dalam bidang pelayanan dan administratif.
Mutu bukanlah merupakan pokok persoalan taktis, tetapi merupakan pokok persoalan
strategis. Mutu tidak datang melalui upaya sedikit demi sedikit atau melalui suatu suatu
program perbaikan atau peningkatan mutu, prosedur atau proses tunggal.
Mutu merupakan hasil dari suatu rangkaian tindakan yang dipadukan secara menyeluruh
dengan keterkaitan (komitmen) jangka panjang. Mutu bukan suatu fungsi jangka pendek,
tetapi merupakan suatu fokus jangka panjang. Mutu tidak dapat dimanufaktur dengan segera;
mutu itu diinfuskan dan ditanam kedalam produk dan/atau pelayanan melalui cara yang
sistemik.
Mutu dapat dicapai, proses demi proses didalam suatu payung menyeluruh yang
disebut sistem manajemen mutu penyeluruh (S3M). Dewasa ini, apabila berbicara mutu,
berarti mutu dari semua aspek produksi, seperti mutu produk dan pelayanan, mutu kehidupan
kerja, keterlibatan dan pemberdayaan personel, peningkatan produktivitas, posisi dalam
persaingan, dan kepuasan konsumen.Suatu sistem manajemen mutu menyeluruh meliputi
seluruh proses yang secara kolektif memberi kontribusi untuk pencapaian mutu menyeluruh.
B. Sistem Manajemen Mutu Menyeluruh (S3M)
S3M adalah suatu pendekatan manajemen dari suatu organisasi/ lembaga yang
terpusat pada mutu, didasarkan pada partisipasi dari semua anggota/personelnya, bertujuan
keuntungan jangka panjang melalui kepuasan konsumen, termasuk manfaat bagi anggota/
personel dari organisasi/lembaga itu dan untuk masyarakat.
S3M terdiri atas berbagai kegiatan peningkatan yang melibatkan tiap personel
organisasi/ lembaga dalam suatu upaya terpadu menuju unjuk kerja yang meningkat pada
tingkat. S3M memadukan teknik manajemen fundamental, upaya penyempurnaan yang
sedang berlangsung, dan peralatan teknik dibawah suatu pendekatan disiplin, difokuskan
pada penyempurnaan proses berkelanjutan. Berbagai kegiatan itu pada akhirnya difokuskan
pada peningkatan kepuasan konsumen/pengguna.
1
Jaminan mutu merupakan totalitas seluruh kegiatan dan tanggung jawab yang dimaksudkan
untuk memastikan bahwa produk memenuhi seluruh spesifikasi mutu yang ditetapkan dalam
bentuk sediaan akhir. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB-WHO) dan ISO 9001
merupakan bagian dari jaminan mutu yang memastikan bahwa produk secara konsisten
dihasilkan dan dikendalikan pada standar mutu yang tepat sesuai kegunaan yang ditujukan
dan persyaratan perundang-undangan.
Sebagai seorang yang profesional harus dapat mengidentifikasi dan merencanakan
proses produksi yang secara langsung mempengaruhi mutu dan menjamin bahwa proses
tersebut dilaksanakan dibawah kondisi terkendali. Mutu produk yang diharapkan dapat
dicapai dengan pengendalian proses yang efektif untuk mencegah ketidaksesuaian pada
berbagai tahap proses.
Adanya tujuan tercapainya mutu untuk mencapai kepuasan konsumen yang konsisten
dengan standar profesional dan etika, peningkatan pelayanan yang konsisten, dan efisiensi
dalam pemberian jasa / pelayanan. Tujuan mutu merupakan pernyataan yang
mengekspresikan kebijakan mutu. Cakupan isi tujuan mutu, meliputi: ketetapan yang jelas
mengenai kebutuhan konsumen dengan ukuran mutu yang sesuai; tindakan pencegahan dan
pengendalian untuk menghindari ketidakpuasan konsumen; optimasi biaya yang berkaitan
dengan mutu bagi unjuk kerja dan tingkat jasa / pelayanan dan pencapaiannya untuk
mengidentifikasi peluan peningkatan mutu; serta pencegahan terhadap pengaruh yang
merugikan masyarakat dan lingkungan oleh organisasi.
Sebelum mencapai suatu tujuan mutu tertentu, maka harus dibuat rencana mutu yang
merupakan bagian terpadu dari sistem manajemen mutu. Manajemen harus menetapkan
rencana mutu untuk kegiatan dan sumber daya yang diinginkan untuk memenuhi kebijakan
mutu, tujuan, dan persyaratan. Rencana tersebut mencakup kebutuhan dan harapan konsumen
dan pihak lain, unjuk kerja produk, unjuk kerja proses, sistem manajemen mutu, hal-hal yang
dipelajari melalui pengalaman, kesempatan untuk perbaikan, dan penilaian risiko.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (1994), mengemukan
mutu adalah suatu derajat kesempurnaan pelayan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi, sumberdaya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
2
memuaskan sesuai norma, etika hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
Sedangkan menurut Wijoyono (1999) berpendapat bahwa mutu adalah penentuan
pelanggan, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan
terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak,
sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu
menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan mutu memberi peranan penting. Batasan tentang
mutu pelayanan banyak macamnya, yaitu:
a. Menurut Azwar (1996) beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati
(Winston Dictionary, 1956).
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program ( Donabedian, 1980)
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan, yang
didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau
terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut
( Din ISO 8402, 1986).
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,1984).
b. Menurut editor Bari (1998) batasan mutu yang dipandang cukup penting adalah:
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan seseuatu yang sedang diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3) Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa, yang di dalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman dan pemenuhan kebutuhan para pengguna.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip oleh Editor
Bari (1998) telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu pelayanan
kesehatan:
1) Bagi pemakai jasa pelayan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada
dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi
3
petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas dalam melayani
pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.
2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam
menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi efesien pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, dan atau
kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.
Pada setiap pelayanan kesehatan terdapat beberapa unsur yang bersifat pokok yakni :
a. Unsur masukan
Yang dimaksud dengan unsur masukan adalah semua hal yang diperlukan
untuk terselenggaranya suatu pelayanan kesehatan. Unsur masukan yang
terpenting adalah tenaga, dana, dan sarana. Secara umum disebutkan apabila
tenaga dan sarana ( kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan ( standart of personnels and facilities), serta dana yang
tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya
pelayanan kesehatan.
b. Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang
mempengaruhi penyelenggara pelayanan kesehatan. Untuk suatu instansi
kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan bersifat mendukung maka
sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.
c. Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan
pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut dapat
dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis dan non-medis. Secara
umum disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.
d. Unsur keluaran
Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjukan pada
penampilan pelayanan kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua
4
macam. Pertama penampilan aspek medis pelayanan kesehatan. Kedua
penampilan aspek non-medis pelayanan kesehatan. Disebutkan apabila kedua
ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan bukan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Bagi masyarakat yang dimaksud dengan pelayanan yang baik yang pertama
adalah: kecepatan pelayanan, keramah tamahan dan komunikasi yang baik,
terhadap dokter juga perawat. Jadi masyarakat tidak mempersoalkan dokter
lulusan dari mana, apakah laki-laki atau perempuan, suku atau agamanya,
Karena sampai sekarang pelayanan yang cepat dan ramah tamah sangat
dibutuhkan menurut Danakusuma ( 2002) Seiring dengan keadaan sosial
masyarakat yang semakin meningkat dimana masyarakat semakin sadar akan
kualitas maka perlu peningkatan kualitas atau pelayanan kesehatan yang lebih
berorientasi pada kepuasan pasien. Artinya berusaha untuk memberikan
pelayanan yang terbaik dan mengevaluasi berdasarkan kaca mata pasien. Mutu
mencakup tentang atribut-atribut kualitas pelayanan seperti kehandalan, daya
tangkap, simpati, kenyamanan, kebersihan dan keramahan. Dari sudut
pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu empati dan tanggap akan
kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu berusaha memenuhi kebutuhan
pasien serta harapan mereka, diberi dengan cara yang ramah pada waktu
mereka berobat (Sampoerna, 1994).
C. Definisi Penjamin Mutu
Secara Umum :
Penjamin mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, prodosen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan.
Secara Khusus pelayanan kesehatan :
Penjamin mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pelayanan
kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholders memperoleh kepuasan.
D. Pelaksanaan Penjaminan Mutu
Didasarkan atas dokumen yaitu dokumen pelayanan kesehatan atau dokumen mutu.
5
a. Dokumen pelayanan kesehatan sebagai rencana atau standar.
b. Dokumen mutu sebagai instrumen untuk mencapai dan memenuhi standar yang
telah ditetapkan.
E. PROGRAM MENJAGA MUTU
Pengertian program menjaga mutu antara lain :
a) Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan,
sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang
diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta
menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan
(Maltos & Keller, 1989).
b) Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan
antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu
sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut
(Ruels & Frank, 1988).
c) Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup
identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta
mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
d) Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara
objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
e) Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak
sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda.
Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama,
yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan
dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
F. Kepuasan Pelanggan
Philiph Kotler mendefinisikan Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan
seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk
yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.
6
Pelayanan kesehatan dinyatakan bermutu atau berkualitas apabila :
1. Pelayanan kesehatan mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui
pelaksanaan misinya (aspek deduktif).
2. Pelayanan kesehatan mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif)
berupa:
a. Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs)
b. Kebutuhan dunia kerja (industrialneeds)
c. Kebutuhan profesional needs)
G. Tujuan Penjaminan Mutu
Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara berkelanjutan
(continuous improvement), yang dijalankan oleh suatu sarana pelayanan kesehatan
secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya, serta memenuhi kebtuhan
stakeholdersnya).
H. Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi mutu, ingat 9 M :
2. Men
3. Money
4. Materials
5. Machines and mechanization
6. Modern information method
7. Markets
8. Management
9. Motivation
10. Mounting product re
I. .Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Kompetensi teknis
Akses terhadap pelayanan
Kontiniutas
Efektifitas
Keamanan
Efisiensi
7
Hubungan antar manusia
Kenyamanan
J. Pelayanan Kesehatan Yang Baik
1) Praktek yang rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan
2) Menekankan pencegahan
3) Kerjasama yang baik antar pasien yang awam dengan praktisi yang ilmiah
medis.
4) Memperlakukan individu sepenuhnya
5) Hubungan dokter – pasien akrab dan berkesinambungan
6) Koordinasi denga pekerjaan kesejahteraan sosial
7) Koordinasi semua jenis pelayanan kesehatan
8) Pelayanan untuk kebutuhan semua orang
J. Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu Produk
Cacat (defect)
Kerja ulang (rework)
Terbuang (scrap)
Item hilang (loss item)
Pekerjaan terlambat skedulnya (back logs)
Pekerjaan terlambat selesai (late deliveries)
Item lebih (surplus item)
8
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK (SK NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004)
Pelayanan kesehatan mempunyai peranan strategis dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan apotek merupakan salah satu pelayanan kesehatan
di Indonesia.Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian,
penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi
apotek adalah sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,
dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat kepada pasien
yang berazaskan kepada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut, apoteker pengelola apotek dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pelayanan resep, pelayanan
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga
pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai
harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari
kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses pelayanan
kefarmasian. Untuk itu apoteker harus berupaya mencegah dan meminimalkan masalah yang
terkait obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan profesional untuk
tercapainya pengobatan yang rasional.
Pelayanan kefarmasian pada dasarnya bertujuan untuk menyediakan sediaan farmasi
berupa obat, semua bahan obat dan alat kesehatan. Termasuk di dalamnya kegiatan ini adalah
penjaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, serta pemerataan obat dan jaminan
mutu obat. Artinya dalam sistem kesehatan nasional, pelayanan kefarmasian menempati
posisi strategis dalam konteks keterpaduan mutu pelayanan kesehatan-kedokteran yang
membutuhkan sediaan farmasi yang diperlukan. Tidak ada gunanya pelayanan kesehatan-
kedokteran bermutu kalau pada saat proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan, sediaan
farmasi tidak sesuai dengan mutu yang diharapkan. Oleh karena itu, regulasi atas
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat dan mudah
terjangkau merupakan tuntutan mutlak yang harus segera diatur lebih lanjut. Pengaturan
tersebut harus tetap ditujukan pada pengertian pembangunan kesehatan itu sendiri, yaitu
9
sebagai upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Untuk
mencapai tujuan di atas, instrumen sub sistem pelayanan kesehatan menjadi sangat penting
karena berhubungan langsung dengan pencapaian tujuan tersebut. Melalui pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan primer,proses memberdayakan masyarakat
termasuk memanfaatkan pelayanan kefarmasian.
Sebagai upaya agar para apoteker pengelola apotek dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian yang profesional, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Adapun tujuan dikeluarkan standar tersebut adalah sebagai pedoman praktek
apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak
profesional, serta melindungi profesi dalam menjalankan praktek. Agar Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek tersebut dapat dilaksanakan, maka perlu disusun Buku Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
10
PELAYANAN FARMASI DI APOTEK
1. PELAYANAN RESEP
Suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
PROSEDUR TETAP PELAYANAN RESEP
A. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor
ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta
nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis,
frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). Membuatkan kartu
pengobatan pasien (medication record).
4. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan
pada resep.
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan / alat / spatula / sendok
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat
semula.
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum
7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan
etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair)
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam
resep.
11
C. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan resep)
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
PROSEDUR TETAP PELAYANAN RESEP NARKOTIK
A. Skrining resep
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
3. Mengkaji pertimbangan klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
4. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek
lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan “iter” tidak
boleh dilayani sama sekali
5. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama
sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
6. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
B. Penyiapan Resep
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung narkotika atau
menimbang bahan baku narkotika
3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya
4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam
resep
5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai
permintaan dalam resep.
12
C. Penyerahan Obat
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep
sebelum dilakukan penyerahan
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik resep
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.
PROSEDUR TETAP PRODUKSI SKALA KECIL
1. Menghitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar (formularium
nasional,dll)
2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan sarung
tangan/alat/spatula/sendok
3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan Meracik obat (timbang,
campur, kemas)
4. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan
etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair)
Contoh sediaan yang dibuat :
Pengenceran alkohol, pembuatan larutan rivanol, pembuatan OBH, pembuatan puyer/kapsul,
pembuatan salep 24.
a. Pengenceran alkohol :
Hitung alkohol 95 % sesuai dengan sediaan yang dikehendaki. Ambil alkohol tersebut
dengan gelas ukur. Tutup kembali wadah alkohol setelah pengambilan dan kembalikan
ketempat semula. Kalibrasi wadah sesuai dengan volume yang dikehendaki. Masukan
alkohol tersebut kedalam wadah, tambahkan air sesuai dengan volume yang dikehendaki,
kemas, tempelkan dengan etiket warna biru.
b. Pembuatan larutan rivanol :
Hitung rivanol (Aethacridini lactas) sesuai dengan sediaan yang dikehendaki. Timbang
obat, tutup kembali wadah setelah pengambilan dan kembalikan ketempat semula.
Kalibrasi wadah sesuai dengan volume yang dikehendaki. Masukan rivanol kedalam
13
erlenmeyer, tambahkan air secukupnya lalu kocok sampai larut. Masukan kedalam wadah
tambahkan air sampai sesuai dengan volume yang dikehendaki. Kemas, tempelkan dengan
etiket warna biru dan label kocok dahulu.
c. Pembuatan Obat Batuk Hitam-OBH (Potio Nigra)
Resep Standar OBH (Formularium Nasional edisi 2, 1978)
Tiap 300 ml mengandung :
Glycirrhizae Succus 10 gr
Ammonii Chloridum 6 gr
Ammoniae Anisi Spiritus 6 gr
Aqua destillata hingga 300 ml
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Dosis : 4-5 x sehari 1 sendok makan
Catatan :
1. Digunakan etanol 10 % atau metil paraben 0,1 % b/v sebagai pengawet
2. Sari akar manis dilarutkan dalam air mendidih
Resep standar Ammoniae Anisi Spiritus (Formularium Nasional edisi 2, 1978)
Tiap 100 gr mengandung :
Oleum anisi 4 gr
Aethanolum 90 % 76 gr
Ammonia liquidum 20 gr
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
Pembuatan :
Tahap I (pembuatan Ammoniae Anisi Spiritus)
Hitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar. Timbang bahan, tutup
kembali wadah setelah pengambilan dan kembalikan ke tempat semula. Kalibrasi wadah
sesuai dengan sediaan yang dikehendaki. Masukan aethanolum 90% kedalam wadah
tambahkan oleum anisi dan ammonium liquidum. Tambahkan air sampai volume yang
dikehendaki.
Tahap II (pembuatan OBH)
Hitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar. Timbang bahan, tutup
kembali wadah setelah pengambilan dan kembalikan ketempat semula. Larutkan glycirrhizae
succus dengan air panas, lalu dinginkan. Larutkan ammonii chloridum dengan air dingin.
14
Kalibrasi wadah sesuai dengan volume yang dikehendaki. Masukkan larutan glycirrhizae
succus kedalam wadah, tambahkan larutan ammonii chloridum dan ammoniae anisi spiritus.
Kemas, tempelkan dengan etiket warna putih dan label kocok dahulu.
d. Pembuatan Puyer/Kapsul
Hitung obat yang akan dibuat sesuai dengan resep. Ambil obat dan bahan pembawanya
dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok. Tutup kembali wadah obat setelah
pengambilan dan kembalikan ketempat semula. Jumlah terkecil suatu zat yang masih boleh
ditimbang dengan timbangan miligram ialah 30 mg; tetapi jika kita membutuhkannya dalam
jumlah lebih kecil, maka haruslah dibuat pengenceran dengan suatu zat netral (laktosa).
Gerus obat, bagi serbuk dengan sesuai, jika mungkin selalu dibuat sampai bobotnya 0,5 gr.
Tetapi ini hanyalah suatu kebiasaan, karena di manapun tak dinyatakan, bahwa serbuk-serbuk
harus mempunyai bobot 0,5 gr. Serbuk biasanya dibagi-bagi menurut penglihatan, tetapi
sebanyak-banyaknya 10 serbuk bersama-sama. Jadi serbuk itu dibagi dengan jalan
menimbang dalam sekian bagian, sehingga dari setiap bagian, sebanyak-banyaknya dapat
dibuat 10 serbuk. Penimbangan satu persatu diperlukan, jika sisakit memperoleh lebih dari 80
% dari takaran maksimum untuk sekali atau dalam 24 jam. Dalam hal ini seluruh takaran
serbuk itu ditimbang satu persatu. Juga pada serbukserbuk dengan bobot yang kurang dari 1
gr, penimbangan-penimbangan ini dapat dilakukan pada timbangan biasa. ((Dr. CF an Duin,
Handleiding tot de Practische en Theoretische Receptuur). Serbuk dapat dikemas dengan
kertas perkamen (biasanya untuk anak-anak) maupun kapsul (untuk dewasa), beri etiket
warna putih.
PROSEDUR TETAP PEMUSNAHAN RESEP
1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.
2. Tata cara pemusnahan:
a. Resep narkotika dihitung lembarannya
b. Resep lain ditimbang
c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
3. Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.
15
2. PELAYANAN INFORMASI OBAT
Kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan
konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana .
PROSEDUR TETAP PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)
1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan
pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis
2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan
informasi
3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan
bijaksana baik secara lisan maupun tertulis
4. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien.
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat
3. PROMOSI DAN EDUKASI
Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada
masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri.
Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan
tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah
mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga
membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta
memberikan penyuluhan.
e. Pembuatan salep 24-salep asam salisilat belerang (Acidi Salicylici Sulfuris Unguentum) :
Resep Standar (Formularium Nasional edisi 2, 1978)
Tiap 10 gram mengandung :
Ac. Salicylicum 200 mg
Sulfur 400 mg
Vaselin Album ad 10 gr
Dalam wadah tertutup rapat, 3-4 x sehari dioleskan.
Hitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar. Timbang obat, tutup
kembali wadah setelah pengambilan dan kembalikan ketempat semula. Larutkan asam
salisilat dengan sedikit etanol 95 %, tambahkan sebagian vaselin, aduk sampai homogen.
16
Gerus sulfur, tambahkan sebagian vaselin, aduk sampai homogen. Campurkan kedua bahan
tersebut, masukan kedalam wadah. Kemas, tempelkan dengan etiket warna biru
PROSEDUR TETAP SWAMEDIKASI
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi
2. Menggali informasi dari pasien meliputi:
a. Tempat timbulnya gejala penyakit
b. Seperti apa rasanya gejala penyakit
c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d. Sudah berapa lama gejala dirasakan
e. Ada tidaknya gejala penyerta
f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
2. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan
menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek
3. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi: nama
obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang
mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari
oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari
hubungi dokter.
4. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan
4.KONSELING
Suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien
yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat.
Konseling dapat dilakukan pada :
1. Pasien dengan penyakit kronik seperti : diabetes, TB, dan asma, dll.
2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan
3. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan
pemantauan.
4. Pasien dengan multirejimen obat
5. Pasien lansia
6. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya
7. Pasien yang mengalami Drug Related Problem
17
PROSEDUR TETAP KONSELING
1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien
2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien / keluarga pasien
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode open-ended question :
a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini
b. Cara pemakaian, bagaimanan dokter menerangkan cara pemakaian
c. Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler,
supositoria, dll)
5. Melakukan verifikasi akhir meliputi:
- Mengecek pemahaman pasien
- Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
5. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan.
Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya
untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis serta pasien dengan
pengobatan paliatif.
Tujuan : pasien yang karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan datang ke apotek masih
mendapatkan pelayanan kefarmasian secara optimal.
Pasien yang memerlukan pelayanan home care diantaranya :
1. Pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi aktivitas dasar sehari-hari misal :
mandi, makan, minum, memakai baju secara mandiri
2. Pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan
obatnya, interaksi obat dan efek samping obat
3. Pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus misal: pasien TB
Jenis layanan Home Care:
1. Informasi penggunaan obat
2. Konseling pasien
18
3. Memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah
menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam minum obat.
Home Care dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Dengan kunjungan langsung ke rumah pasien
2. Dengan melalui telepon
Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record)
terlampir.
PROSEDUR TETAP PELAYANAN RESIDENSIAL (HOME CARE)
1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan
2. Menawarkan pelayanan residensial
3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien
4. Menyepakati jadwal kunjungan
5. Melakukan kunjungan ke rumah pasien
6. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi yang ada atau
kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan
7. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, Charles JP. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Penerbit buku kedokteran : Jakarta Anonim.2004. Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Idris. 2005. UUPK Sebagai Intrumen Penunjang Pembangunan Kesehatan
Majalah Kedokteran Indonesia vol 55
Majalah Ilmu Kefarmasian Vol 1 no 2 Agustus 2004 hal 102-115 ISSN: 1692-9883 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SK NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
20