MALAWENG

4
MALAWENG SUATU KAJIAN HUKUM ADAT PADA SUKU BANGSA BUGIS WAHYUNIS E511 12 262 JURUSAN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU ILMU SOSIAL ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

description

hukum adat

Transcript of MALAWENG

  • MALAWENG

    SUATU KAJIAN HUKUM ADAT PADA SUKU BANGSA BUGIS

    WAHYUNIS

    E511 12 262

    JURUSAN ANTROPOLOGI SOSIAL

    FAKULTAS ILMU ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • MALAWENGHukum adat suku bangsa Bugis

    Hukum menurut pendapat malinowsky merupakan sebagai sarana pengendalian

    sosial (legal order) terdapat dalam setiap bentuk masyarakat. Hukum dalam kehidupan

    masyarakat bukan ditaati karena adanya tradisi ketaatan yang bersifat otomatis-spontan,

    seperti dikatakan Radcliffe-Brown, tetapi karena adanya prinsip timbal-balik (principle of

    reciprocity) dan prinsip publisitas (principle of publicity). Sistem pertukaran sosial yang

    berkembang dalam masyarakat Trobriand menjadi pengikat sosial dan daya dinamis yang

    menggerakkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat melalui prinsip resiprositas atau

    timbal-balik dalam bentuk pertukaran benda dan tenaga, menggerakkan hubungan-

    hubungan ekonomi, pertukaran jasa antar kerabat, menggerakkan kehidupan kekerabatan,

    sistem pertukaran mas kawin, dan juga menggerakkan hubungan antar kelompok dalam

    bentuk upacara-upacara yang berlangsung dalam kehidupan bersama.

    Hukum adat merupakan suatu tatanan hidup masyarakat yang kemudian menjadi

    hukum yang tidak tertulis, berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta

    memperlancar proses interaksi dalam masyarakat tersebut. Walaupun demikian, adat tetap

    dipatuhi berdasarkan atas keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai

    kekuatan hukum.

    Setiap suku bangsa memiliki adat tersendiri yang merupakan pencerminan

    kepribadian dan penjelmaan dari jiwa bangsa itu sendiri. Adat merupakan pencerminan

    kepribadian suatu bangsa yang berlangsung turun-temurun dari abad ke abad. Setiap

    bangsa di dunia tentu memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri, yang berbeda satu dengan

    yang lainnya sehingga ketidaksamaan inilah yang memberikan identitas antara bangsa yang

    satu dengan yang lainnya. Demikian pula bangsa Bugis yang juga memiliki tatanan hukum

    adat dalam menjalani kehidupannya.

    Pada masyarakat Bugis ada salah satu hukum adat yang dikenal sebagai Malaweng,

    Malaweng merupakan hukum yang mengatur perbuatan kesusilaan siri. Di dalam sistem

    nilai kebudayaan siri perempuan sangat berperan dalam menjaga kontinuitas harkat

    kehormatan siri kerabat mereka. Oleh karena itu kedudukan, status, serta martabat

    perempuan acap kali menjadi

    taruhan nyawa bagi upaya penegakan hargai diri dan kehormatan siri mereka. Dalam

    konsep siri terkandung hak asasi manusia, terutama anggota kerabat perempuan untuk

    menjaga siri dan derajat keluarga dan kerabatnya. Dikatakan bahwa dalam masyarakat

  • Bugis-Makassar yang berstratifikasi, maka kedudukan dan fungsi perempuan sangat penting

    dalam menjaga siri dan darah keluarga dan kerabat mereka.

    hukum adat dengan istilah Malaweng. Dari berbagai sumber yang diperoleh penulis,

    Hukum Adat Malaweng itu terdapat tiga tingkatan, yaitu :

    1. Malaweng tingkat pertama (Malaweng Pakkita), yakni sesesorang yang melakukan

    pelanggaran melalui pandangan mata. Misalnya, menatap sinis kepada orang lain,

    menatap tajam laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan lain sejenisnya.

    2. Malaweng tingkat kedua ( Malaweng Kedo-kedo), yakni seseorang yang melakukan

    pelanggaran karena perbuatan tingkah laku. Misalnya, laki-laki melakukan hubungan

    intim dengan perempuan adik atau kakak kandungnya sendiri, membawa lari anak

    gadis (silariang), melakukan hubungan intim dengan ibu/ayah kandungnya sendiri,

    menghilangkan nyawa orang lain, mengambil barang orang lain tanpa

    sepengetahuan yang punya, dan lain sejenisnya.

    3. Malaweng luse (perbuatan meniduri atau seketiduran dengan orang yang terlarang

    atau, sumbang seketiduran).

    Perbuatan malaweng pakkita dan malaweng kedo, meskipun masih dipandang

    sebagai perbuatan tercela, tetapi tidak pernah lagi dijatuhi pidana pembuatnya, teristimewa

    di kota. Akan tetapi delik malaweng luse tetap dipandang sebagai perbuatan yang sangat

    tercela, yang disamakan dengan perbuatan binatang (gau olokolok). Perbuatan malaweng

    akan mengakibatkan timbulnya pelanggaran siri dan mengakibatkan kesukaran berat bagi

    orang tua dan sanak keluarga (terutama dari pihak perempuan). Delik malaweng

    (kesusilaan) adalah delik yang sangat berat dan hina dari semua delik adat di Tana Bugis.

    Perbutan ini disebut perbuatan binatang, pangkaukeng olok kolok. Terhadap perbuatan

    malaweng luse, dikenakan pidana mati, dengan cara ditenggelamkan ke laut (ri labu) atau

    dibuang ke tebing.

    Dalam Latoa dikatakan berbagai keburukan apabila diperbuat, sapa ri tana, yakni:

    1. sungai mengering karena lemahnya mata air;

    2. tanam-tanaman, tidak berbuah, dan bila berbuah pun buahnya tidak akan jadi;

    3. saling sengketa antara rakyat dalam negeri, karena tidak bersesuaian pendapat

    antara rakyat dan raja, dan to pabbicara (hakim); dan

  • 4. keburukan lain adalah tak menjadi Sangiang Seri dan segala sumber makanan

    pokok tak akan menjadi, seperti jagung, wijen. (palloge:2006)

    Dari contoh kejadian diatas itu merupakan ganjaran terhadap suat Kerajaan jika tidak

    melaksanakan hukum adat malaweng ini sehingga dapat menghancurkan negaranya

    sendiri.

    Itulah penjelasan hukum adat yang ada dalam masyarakat Bugis yang merupakan

    perwujudan dari konsep siri yang dianut dalam masyarakat Bugis serta konsep

    Pangngadereng yang dimaksud adalah, AdeBicara,Rapang,Wari, Sara. Yang dijadikan

    masyarakat sebagai filosofi hidup.

    DAFTAR REFERENSI

    Nasution, edi.2009. Antropologi hukum. Dikutip Darihttp://editorsiojo85.wordpress.com/2009/03/31/antropologi-hukum/. Diakses PadaTanggal 9 Mei.2014. Makassar

    Kapalan, David. 1999. Teori budaya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

    Palloge, Andi.2006. Sejarah kerjaan tanah Bone. Yayasan al- muallim. Sungguminasa

    Pelras, Cristian. 1996. Manusia Bugis. Nalar. Jakarta