malakah HPP dengan DU+IC

62
BAB I KASUS I.1 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan dengan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal 5 Agustus 2015. Masuk VK 28 Juli 2015 pukul 15.30 Masuk ICU 28 Juli 2015 pukul 17.00 Masuk ruangan Jeruk 31 Juli 2015 pukul 13.00 Masuk pindah rawat IPD ke ruangan Markisa tanggal 1/8/2015 pukul 17.00 Keluhan Utama : Pasien rujukan dari PKM Cimarga dengan HPP Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS dalam keadaan lemas. Sebelumnya pasien sudah melahirkan di bidan puskesmas pukul 14.00, bayi lahir dalam keadaan meninggal, laki-laki dengan berat lahir 4000 gram, ari-ari lahir lengkap. Setelah melahirkan pasien mengalami robekan pada jalan lahir dan sudah dijahit di bidan. Namun darah masih mengalir banyak dari lubang vagina (jalan lahir) ± 500 cc. 1

description

makalah mengenai HPP dengan DIC dan berakhir MODs

Transcript of malakah HPP dengan DU+IC

Page 1: malakah HPP dengan DU+IC

BAB I

KASUS

I.1 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan dengan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal 5

Agustus 2015.

• Masuk VK 28 Juli 2015 pukul 15.30

• Masuk ICU 28 Juli 2015 pukul 17.00

• Masuk ruangan Jeruk 31 Juli 2015 pukul 13.00

• Masuk pindah rawat IPD ke ruangan Markisa tanggal 1/8/2015 pukul

17.00

Keluhan Utama :

Pasien rujukan dari PKM Cimarga dengan HPP

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS dalam keadaan lemas. Sebelumnya pasien sudah melahirkan

di bidan puskesmas pukul 14.00, bayi lahir dalam keadaan meninggal, laki-laki

dengan berat lahir 4000 gram, ari-ari lahir lengkap. Setelah melahirkan pasien

mengalami robekan pada jalan lahir dan sudah dijahit di bidan. Namun darah

masih mengalir banyak dari lubang vagina (jalan lahir) ± 500 cc.

Keluhan yang dirasakan saat itu yaitu lemas, mata berkunang-kunang. Hingga

sempat tidak ingat kejadian selanjutnya atau tidak sadarkan diri.

Ini merupakan kehamilan kedua. Anak pertama keguguran pada usia kehamilan 5

bulan. Pasien mengaku terjatuh sebelum terjadinya keguguran.

1

Page 2: malakah HPP dengan DU+IC

Pada kehamilan ini pasien mengaku tidak pernah terjatuh, menderita suatu

penyakit, atau pingsan. Namun pasien sering merasa lesu dan tidak ada gairah.

Sering dikatakan keluarga atau teman-temannya bahwa pasien terlihat pucat.

Pasien tidak rutin ANC ke bidan dan tidak pernah USG selama kehamilan. Sekitar

1 hari sebelum persalinan pasien sudah mengetahui sudah tidak ada gerak janin.

Sehingga pada saat persalinan bayi lahir mati.

Pasien menyangkal adanya demam, nyeri dada, pasien tidak menderita penyakit

saat kehamilan, tidak ada riwayat darah sulit berhenti saat terluka, tidak sedang

mengidap penyakit jantung maupun paru.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan lemas hingga pingsan sebelumnya. Pasien

menyangkal memiliki penyakit hipertensi, Diabetes Mellitus, jantung, Penyakit

ginjal, Penyakit kuning, Penyakit paru, maupun kelainan darah.

I.2 PEMERIKSAAN FISIK

KEADAAN UMUM :

Tampak sakit berat, cm

TANDA VITAL :

TD : 70/40

N : 102 x/ menit, regular, lemah

FR : 28x/ menit

T : 35oC

Kepala : Normochepali, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis : +/+, sclera ikterik -/-

Hidung: Deformitas (-)

Mulut : candidiasis oral (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O , KGB tidak teraba membesar.

2

Page 3: malakah HPP dengan DU+IC

Pemeriksaan Paru :

Pemeriksaan Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V 1 jari medial midclavicula line sinistra

Perkusi :

Batas pinggang jantung : ICS III Parasternal sinistra

Batas jantung kanan: : ICS IV parasternal dextra

Batas jantung-kiri : ICS V 1 jari medial mid clavicula line sinistra

Auskultasi : BJ S1 & S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi: Tampak datar, supel

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+) , hepato

splenomegali (-)

Perkusi: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi: Bising usus (+) N

Pemeriksaan Ekstremitas :

Atas: akral dingin +/+, clubbing finger -/-, edema -/-

Bawah: akral dingin +/+, clubbing finger -/-, edema -/-

3

Page 4: malakah HPP dengan DU+IC

Status Obstetrikus :

TFU setinggi pusat, kontraksi lemah

VU : perdarahan aktif (+)

VT : Ruptur perineum gr II dan telah di periniorafi

I.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 28/7/2015)

4

Page 5: malakah HPP dengan DU+IC

I.4 PEMERIKSAAN RONTGEN TORAKS

Interpretasi :

foto tidak simetris

Jaringan lunak dan tulang baik

Tidak terdapat destruksi ataupun fraktur tulang costae

Trakea tertarik ke paru kiri

Sudut costophrenicus kanan kiri lancip

Tampak gambaran infiltrate di lapang atas paru kiri dan kanan

Aorta sulit dinilai, Corakan bronkovaskuler meningkat, CTR < 50%

 

Kesan :

Jantung : kardiomegali tanpa bendungan paru

Paru: tidak tampak TB paru

5

Page 6: malakah HPP dengan DU+IC

I.5 DIAGNOSIS

• P1A1 post pasrtum IUFD dengan Syok Hipovolemik ec HPP ec Atonia Uteri dan Syok Sepsis

• Laserasi perineum grade II

• Anemia ec perdarahan

• Leukositosis

• Gangguan Fungsi hati

• Hipoalbunemia

I.6 PENATALAKSANAAN

O2 6 lpm simple mask

IVFD RL 1500 cc loading, RL 500 c + oksitosin 20 Unit

Misoprostol 4 tablet per rektal

Ceftriaxon 1 x 2 gr (H-1)

Metergin 1 ampul IV

Kalnex 1 ampul

Vit K 1 ampul

Ondansentron 1 ampul

Ranitidin 1 ampul

Transfusi PRC 4 kantong hingga Hb ≥ 10

Masase uterus

Repair perineum

DC

6

Page 7: malakah HPP dengan DU+IC

I.7 FOLLOW UP

28/7/2015

Pukul 16.30 di VK

S/mengeluh pandangan berkurang, mual

O/ 60/ palpasi Pemasangan CVC

28/7/2015

Pukul 17.00 di ICU

S/-

O/ KU lemah

TD 94/55,N 155,RR 51,Sat 81

Anemis, Cor/pulmo = dbn, TFU=3 jari bpst kontraksi lemah

VT=perdarahan rembes

A/ Syok Hipovolemik pada P1A1 post partum IUFD ec HPP ec atonia uteri, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Gangguan Fungsi hati, Hipoalbunemia

P/terpasang CVC, O2 RM 10-15 lpm, R/ ventilator VC, transfusi, resusitasi cairan CVC 18 cmH20, drip oksitosin 2 ampul dalam RL 20 tpm, drip dobutamin dan drip vaskon target TD Sistol ≥ 100 MAP ≥ 70, ceftriaxon 1 x 2 gr (H-2), ondansentron 3 x 4 mg, Ranitidin 2 x 1 ampul, kalnex dan vit K 1 ampul / NaCl 0,9% 100 cc 3x 1 habis dalam 30 menit.

29/7/2015

di ICU

S/-

O/ KU TSB, CM

TD 119/79,N 123,RR 12 terkontrol ventilator,Sat O2 100

7

Page 8: malakah HPP dengan DU+IC

Anemis, Cor/pulmo = dbn, TFU=2 jari bpst kontraksi cukup baik

Lab : leukosit 40.480, Hb 10,6, trombosit 87.000, OT/PT = 1.660/1725, albumin 1,73, kreatinin 2,29, UL : keruh, leukosit +1, glukosa +2. protein +2, darah +3, sedimen eritrosit 15-20, leukosit 7-8, bakteri +1, AGD : alkalosis respiratorik

A/ P1A1 post partum IUFD dengan riwayat syok hipovolemik ec HPP ec atonia uteri, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Gangguan Fungsi hati berat, Hipoalbunemia, AKI, Infeksi saluran kemih

P/terpasang ventilator, NGT tertutup, IVFD : RL + Oksitosin 2 A / 8 jam, vaskon + dobutamin, Inj Ceftriaxon 1 x 2gr (H-3), ondansentron 3 x 1 amp, drip kalnex dan vit K 1 ampul/ 8 jam, Inj Ranitidin 2 x 1 ampul.

30/7/2015

Di ICU

S/ -

O/ TD 100/64

TFU 2 jari bpst kontraksi baik.

Lab : leukosit 17.000, Hb 6,30, trombosit 77.000, OT/PT = 555/910, albumin 1,92, Ur/Cr= 88,86, 1,56

A/ P1A1 post partum IUFD dengan riwayat syok hipovolemik ec HPP ec atonia uteri, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Gangguan Fungsi hati berat, Hipoalbunemia, AKI, Infeksi saluran kemih

P/terpasang ventilator, NGT tertutup, vaskon + dobutamin, Inj Ceftriaxon 1 x 2gr (H-4), ondansentron 3 x 1 amp, drip kalnex dan vit K 1 ampul/ 8 jam, Inj Ranitidin 2 x 1 ampul, OMZ 1x1 ampul, lesichol 3 x 1, SNMC drip.

31/7/2015

di ICU

S/-

O/ KU TSS, CM

TD 101/56,N 80,RR 19,Sat O2 100

8

Page 9: malakah HPP dengan DU+IC

Anemis, Cor/pulmo = dbn, TFU=2 jari bpst kontraksi baik

Lab : leukosit 18.910, Hb 9,9, trombosit 103.000, OT/PT = 383/657, Ur/cr = 147,28/ 3,74

A/ P1A1 post partum IUFD riwayat HPP ec atonia uteri, Syok Sepsis perbaikan, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Gangguan Fungsi hati berat, Hipoalbunemia, AKI dd acute on CKD, Infeksi saluran kemih

P/terpasang ventilator, NGT tertutup, Inj Ceftriaxon 1 x 2gr (H-5), ondansentron 3 x 1 amp, drip kalnex dan vit K 1 ampul/ 8 jam, Inj Ranitidin 2 x 1 ampul, OMZ 1x1 ampul, lesichol 3 x 1, SNMC drip.

1/8/2015

Di jeruk

S/ -

O/ TD 100/80

TFU 2 jari bpst kontraksi baik.

A/ P1A1 post partum IUFD riwayat HPP ec atonia uteri, Syok Sepsis perbaikan, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Gangguan Fungsi hati berat, Hipoalbunemia, AKI dd acute on CKD, Infeksi saluran kemih

P/terpasang ventilator, NGT tertutup, Inj Ceftriaxon 1 x 2gr (H-6), ondansentron 3 x 1 amp, drip kalnex dan vit K 1 ampul/ 8 jam, Inj Ranitidin 2 x 1 ampul, OMZ 1x1 ampul, lesichol 3 x 1, SNMC drip.

3/8/2015

di Markisa

S/batuk berdahak

O/ KU TSS, CM

TD 120/80 Anemis, Cor = dbn, pulmo rh +/+, TFU=2 jari bpst kontraksi baik

Lab : Leukosit 13.120, Hb 8,70, trombosit 220.000. OT/PT 66/360, Ur/Cr = 116,06/ 5,98

9

Page 10: malakah HPP dengan DU+IC

A/ P1A1 post partum IUFD riwayat HPP ec atonia uteri, Syok Hipovolemik + Syok Sepsis perbaikan + DIC, Laserasi perineum grade II, Anemia ec perdarahan, Leukositosis, Hipoalbumin+ Gangguan Fungsi hati berat+AKI dd acute on CKD ec DIC, Infeksi saluran kemih, Pneumonia

P/lanjut

Ceftriaxon STOP, Meropenem 3 x 1 gr IV, Dexamethason 3 x 1 ampul, inhalasi ventolin bisolvin/ 8 jam.

Anjuran HD pasien menolak

8/8/2015

Di Markisa

S/ batuk berdahak +, sesak berkurang

O/ CM/TSS TD 120/70

Kor : BJ I-II regular, M-, g-

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-

Abdomen : BU + normal

Ekstremitas : hangat, CRT <2 detik

A/ P1A1 HPP dan ruptur perineum grade II, Riwayat Syok Sepsis + DIC, Pneumonia, gangguan fungsi hati, AKI dd/ acute on CKD, ISK

10

Page 11: malakah HPP dengan DU+IC

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 ANALISIS MASALAH

Ny.Mimin 22 tahun datang ke ruang VK RSUD Adjidarmo dengan keluhan perdarahan setelah melahirkan (HPP). Sebelumnya pasien melahirkan di bidan dengan bayi laki-laki 4.000 gram lahir mati.Sehari sebelumnya pasien memang sudah tidak merasakan gerakan janin. Dari autoanamnesis didapatkan perdarahan per vaginam pasien sekitar 500 cc sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien telah mengalami Haemorragik Post Partum. Untuk menilai penyebab dari HPP dapat diamati dari 4T yaitu Tonus (atonia uterus), Trauma (luka jalan lahir), Tissue ( Retensio/ sisa plasenta), dan thrombine ( gangguan pembekuan darah). Dari kasus ini didapati pemeriksaan fisik terutama dalam pemeriksaan khusus obstetrikus yaitu kontraksi uterus lemah dan ruptur perineum derajat 2 yang sudah diperineorafi. Jadi bisa disimpulkan bahwa penyebab HPP pada pasien ini adalah karena Atonia Uteri. Pasien ini bisa mengalami atonia uteri karena terdapat beberapa faktor resiko yaitu IUFD, anemia, dan bayi besar. Anemia bisa menjadi salah satu penyebab atonia uteri dan berakhir pada HPP.

11

Page 12: malakah HPP dengan DU+IC

Selain itu juga IUFD bisa mengakibatkan terjadinya DIC dan HPP.

Pasien datang dengan tampak pucat, TD 70/40, nadi 102 x/menit, frekuensi napas 28 x/menit, suhu 35oC, dan akral dingin dan dapat disimpulkan pasien detang dalam keadaan syok.

Sementara Syok ini bisa disebabkan perdarahannya atau disebut sebagai syok hipovolemik. dan juga bisa disebabkan oleh sepsis karena didapati juga leukositosis dan ISK.

12

hemoragik Post Partum

berkurangnya fibrinogen

DIC dan hipofibrinogenemia

pembekuan darah meluas

Pembekuan intravaskular dimulai dan endotel pembuluh darah oleh trombosit

tromboplastin masuk ke peredaran darah ibu

menghasilkan tromboplastin

kerusakan pada desidua plasenta

IUFD

Page 13: malakah HPP dengan DU+IC

Dan Syok serta DIC yang terjadi pada pasien ini menyebabkan terjadinya MODs (Multiple Organ Disfunction Syndrome).

II.2 MATERI

PERDARAHAN POST PARTUM (HEMORAGIK POST PARTUM/HPP)

A. Pengertian

Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum). Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien

13

DIC

Page 14: malakah HPP dengan DU+IC

mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B. Klasifikasi perdarahan

• Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.• Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.

C. Etiologi

Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :• Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.

3. Gangguan mekanisme pembekuan darah

• Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D. Faktor predisposisi

Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :1. Trauma persalinan

Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.2. Atonia Uterus 

Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta

14

Page 15: malakah HPP dengan DU+IC

pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.

3. Jumlah darah sedikit

Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.

4. Kelainan pembekuan darah

Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

E. Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

F. Gambaran klinik

Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab• Uterus tidak berkontraksi dan lembek

• Perdarahan segera setelah bayi lahir

• Syok• Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar

• Atonia uteri• Darah segar mengalir segera setelah anak lahir• Uterus berkontraksi dan keras• Plasenta lengkap

15

Page 16: malakah HPP dengan DU+IC

• Pucat• Lemah• Mengigil

• Robekan jalan lahir• Plasenta belum lahir setelah 30 menit• Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras

• Tali pusat putus• Inversio uteri• Perdarahan lanjutan

• Retensio plasenta• Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap• Perdarahan segera

• Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang

• Tertinggalnya sebagian plasenta• Uterus tidak teraba• Lumen vagina terisi massa

• Neurogenik syok, pucat dan limbung • Inversio uteri

G. Penatalaksanaan1. Penatalaksanaan umuma. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awalb. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat daruratd. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasie. Atasi syok jika terjadi syokf. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahirh. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masukj. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Penatalaksanaan khusus

16

Page 17: malakah HPP dengan DU+IC

a. Atonia uteri Kenali dan tegakkan kerja atonia uteri Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,lakukan pengurutan uterus. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan  Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitasv kesehata rujukan. Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

b. Retensio plasenta dengan separasi parsial Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. Lakukan transfusi darah bila diperlukan. Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

c. Plasenta inkaserata Tentukan diagnosis kerja Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan

17

Page 18: malakah HPP dengan DU+IC

plasenta. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

d. Ruptur uteri Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e. Sisa plasenta Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal.  Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut:  Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekanv

18

Page 19: malakah HPP dengan DU+IC

 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

g. Robekan serviks Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah.

SYOK HIPOVOLEMIK

 

1. A.     Pengertian

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya

volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi

karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler

menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir distol yang

akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output).

Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh

darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin

memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui

permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga

19

Page 20: malakah HPP dengan DU+IC

dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat

terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan

diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang berlebihan.

Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau

peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan

kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat

berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan

dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu

berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan

mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi

perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron,

system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam

pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat

terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah

menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume

intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi

deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil

dan produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini

hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,

dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.

 

DERAJAT SYOK

a)      Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak,

otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi

rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran

tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis

metabolik tidak ada atau ringan.

20

Page 21: malakah HPP dengan DU+IC

b)      Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-

organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit

dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan

asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

c)      Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi

untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi

vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,

gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah

jantung menurun).

 

1. B.     Etiologi

Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan

volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan

tekanan darah sistolik; sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen

umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan

oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam

jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan jantung dan paru-paru

dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan

cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas  (john

a.boswick,1998:44).

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,

misalnya terjadi pada:

1)      Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir

keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik

terganggu.

21

Page 22: malakah HPP dengan DU+IC

2)      Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan

darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml

perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

3)      Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan

protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran

darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam

jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa

melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman

jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan

keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita

bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi

oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan

dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan

prioritas utama (www.medicastore.com).

 

1. C.     Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang

meliputi :

1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-

di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-

pai 30%.

22

Page 23: malakah HPP dengan DU+IC

3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi

tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan

tidak sadar.

4. Sistim pencernaan : mual, muntah

5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.

Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung

yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.

(www.medicastore.com)

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

1)      Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial

rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih

2)      Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.

Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian

kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada

usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons

kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan

cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan

volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia

lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang

cepat atau singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,

penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa

menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

v        Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

23

Page 24: malakah HPP dengan DU+IC

v        Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke

mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

v        Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah

sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial

dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat

dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.

v        Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.

Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan

menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan;

(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta

(3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan

oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik

dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat

juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia,

hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik,

ketonuria), dan pada dehidrasi berat

 

1. D.    Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul

gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan

seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk

menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran

darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk

24

Page 25: malakah HPP dengan DU+IC

menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.

Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah

arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas

otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk

memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi

karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi

glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga

menurun.

1. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan

tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi

mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan

darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan

akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak

mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)

menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan

tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis

kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =

Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak

menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini

menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya

toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut

memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan

anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin

dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi

detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah

nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga

rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik

25

Page 26: malakah HPP dengan DU+IC

menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam

laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

1. Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat

diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.

Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang

cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan

akhirnya anoksia dan hiperkapnea (www.els.co.id).

 

1. E.     Komplikasi

2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang

berkepanjangan.

3. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler

karena hipoksia.

4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan

yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

 

Efek Dari Syok Seluler

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan

metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy

pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient

secara kimiawi dipecahkan dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosine

tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini untuk melakukan berbagai

fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan melakukan

fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan

kekurangan oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui

anaerob dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob.

Metabolisme ini menghasilkan tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient,

26

Page 27: malakah HPP dengan DU+IC

dan lingkungan intraseluler yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi sel

menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel, sehingga

memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa

kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom)

menjadi rusak dan terjadi kematian sel

 

Respon Vaskuler 

Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa

ke sel-sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel

bergantung pada aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah

secara continue didaur ulang kembali melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan

untuk menyingkirkan produk-produk akhir metabolism seluler seperti

karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang dikeluarkan untuk

mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur

dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan

local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler

untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme pengaturan

local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi dalam

berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang

mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.

 

Pengaturan Tekanan Darah

Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn

vaskulatur harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik

neural, kimiawi, dan hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang

adekuat dan akhirnya memberikan perfusi jaringan.

Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan

darah) terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini

menghantarkan impuls ke pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada

27

Page 28: malakah HPP dengan DU+IC

kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin)

dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan peningkatan frekuensi

jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah.

Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang

efektif dan vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah

dan perfusi jaringan. Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat

mengkompensasi dengan meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika

mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi system yang gagal,

maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome syok

dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan

menyebabkan kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001).

 

F.      Pemeriksaan Penunjang

1. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit

mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang

mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau

perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi

(suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan

obat)

2. Pemeriksaan fisik Kulit

3. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena

begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok

septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)

Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).

4. Tekanan darah

5. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang

sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)

6. Status jantung

7. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.

28

Page 29: malakah HPP dengan DU+IC

8. Status respirasi

9. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi

lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)

10. Status Mental

11. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,

sopor sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

12. Fungsi Metabolik

 Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai

alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.

Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada

syok kardiogenik. Keseimbangan Asam Basa

Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,

penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,

kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.

 

G.    Penatalaksanaan

1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan

ventilator tambahan sesuai kebutuhan.

2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai

ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan

mempertahankan perfusi jaringan.

1)      Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan

untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena

sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan

data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.

2)      Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua

atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan

29

Page 30: malakah HPP dengan DU+IC

pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian

volume.

Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter

mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan

hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan

darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.

Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat

yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada

kondisi klinis pasien.

3)      Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan

ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya,

sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang,

perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan terapi komponen darah.

4)      Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat

kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5)      Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan

hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan

6)      Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan

memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit,

volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.

2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.

3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan

darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,

gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien

terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis

kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.

30

Page 31: malakah HPP dengan DU+IC

4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan

mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada

pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.

5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen)

untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.

6. Dukung mekanisme devensif tubuh

1)      Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk

menghilangkan rasa khawatir.

2)      Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.

3)      Pertahankan suhu tubuh.

Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi

tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.

Pasien yang  mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi

meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.

 

SEPSIS DAN SYOK SEPTIK

Definisi

Systemic inflammatory response syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau

lebih dari kriteria berikut:

1. Suhu > 38°C atau < 36°C

2. Denyut jantung >90 denyut/menit

3. Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS,

sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus

terdapat bakteriemia.

31

Page 32: malakah HPP dengan DU+IC

Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan

hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:

1. Asidosis laktat

2. Oliguria

3. Atau perubahan akut pada status mental

Terdapat beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, diantaranya memasukkan

pertanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein, sebagai

langkah awal dalam diagnosis sepsis.

(Hermawan, 2007).

Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan

perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme

sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan

darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)

disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat

atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ

(Chen dan Pohan, 2007).

Etiologi

Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting

terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar

dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat

langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat

menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang

pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri

gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase

yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair

semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak

integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).

Patogenesis

Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin

proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin

proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel

32

Page 33: malakah HPP dengan DU+IC

menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin

antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang

bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang

berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan

antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.

Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk

LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian

dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian

makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang

menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.

Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh

monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC),

kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida

spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen

yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+

(limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).

Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi

sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony

stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-

10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β

dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan

kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain

merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang

mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama

juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2

(PG-E2) dan merangsang ekspresiintercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).

Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi

oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah

mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah,

yaitu:

1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh

endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif

33

Page 34: malakah HPP dengan DU+IC

2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi

neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang

melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM)

yang dihasilkan oleh endotel

3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang

melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk

radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,

sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel

tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ

multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ

multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil

sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.

    Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan

IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-

α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat

peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian

syok septik pada sepsis dapat dicegah.

(Hermawan, 2007).

Patofisiologi Syok Septik

Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi

yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen,

NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses

homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila

proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi

yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,

kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.

Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan

maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok.

Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi

penurunan curah jantung.

34

Page 35: malakah HPP dengan DU+IC

Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang

dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF

merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan

perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang

diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi

(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin

bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan

(Chen dan Pohan, 2007).

Gejala Klinis Sepsis

Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti

lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering:

paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat.

Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita

diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia.

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:

1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa

2. Koagulasi intravaskular

3. Gagal ginjal akut

4. Perdarahan usus

5. Gagal hati

6. Disfungsi sistem saraf pusat

7. Gagal jantung

8. Kematian

(Hermawan, 2007).

Diagnosis

Riwayat

Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah

pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:

1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi

2. Hipotensi, oliguria, atau anuria

35

Page 36: malakah HPP dengan DU+IC

3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas

4. Perdarahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan

inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan

pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.

Laboratorium

Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi,

urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas

darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin,

dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.

Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,

hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya

hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat

mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.

Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin,

penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC.

Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat.

Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik

terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan

ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

(Hermawan, 2007).

Penatalaksanaan

Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:

1. Stabilisasi pasien langsung

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien

harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan

obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan

tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal

dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.

36

Page 37: malakah HPP dengan DU+IC

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme

Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan

secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas.

Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial

dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka

antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan,

2007).

Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat,

misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan

gentamisin.

A. Golongan penicillin

- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis

- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari

B. Golongan penicillinase—resistant penicillin

- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari

sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing

dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi

yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).

- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.

C. Gentamycin

Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati

terhadap efek nefrotoksiknya.

Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan.

Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik

yang dianjurkan:

Bakteri Antibiotik Dosis

Escherichia coli Ampisilin/sefalotin - Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya

dilarutkan dalam 50-100 ml cairan, diberikan Klebsiella, Gentamisin

37

Page 38: malakah HPP dengan DU+IC

Enterobacter

per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari

flebitis.

- Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv

- Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv

Proteus mirabilis Ampisilin/sefalotin

Pr. rettgeri, Pr.

morgagni, Pr.

vulgaris

Gentamisin

Mima-Herellea Gentamisin

Pseudomonas Gentamisin

Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin

(Purwadianto dan Sampurna, 2000).

Fokus infeksi awal harus diobati

Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi

anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang

gangren (Hermawan, 2007).

Penatalaksanaan Syok Septik

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang

perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6

jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup

airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,

vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter

vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-

12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5

ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi

Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi

atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.

Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan

hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.

Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut

oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh

38

Page 39: malakah HPP dengan DU+IC

gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan

penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.

Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi

oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi

oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik

kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor

kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon

terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah,

penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan

ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu

diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,

ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.

Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan

hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau

bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan

renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-

10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan

pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi.

Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai

MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat

digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5

mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5

mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28

mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau

inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

39

Page 40: malakah HPP dengan DU+IC

4. Bikarbonat

Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat

<9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal

Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis

maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis

digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan

pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi

dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat

dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan,

vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian

secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.

7. Kortikosteroid

Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi

adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.

Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada

pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.

(Chen dan Pohan, 2007).

DIC (Koagulasi Intravaskular Diseminata)

PENGERTIAN

Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi system koagulasi dan

fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan.

DIAGNOSIS

Klinis:

40

Page 41: malakah HPP dengan DU+IC

• Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia,

proteinuria

• Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma,

hematemesis-melena, hematuria, epistaksis)

• Manifestasi trombosis gagal organ (paru, ginjal, hati)

KID merupakan akibat dari kausa primer yang lain:

-Bidang obstetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus,

septik)

-Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat,leukimia

-Infeksi (septikemia, gram negatif, gram positif, virus HIV, hepatitis, dengue,

parasit malaria)

-Trauma, penyakit hati akut, luka bakar

DIAGNOSIS BANDING

Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : DPL, hemostasis lengkap (PT, aPTT, fibrinogen, d-dimer)

TERAPI

• Suportif

Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik

Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah

Membebaskan jalan napas

41

Page 42: malakah HPP dengan DU+IC

Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa

Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit

• Mengobati penyakit primer

• Menghambat proses patologis

Antikoagulan

Heparin intravena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU,

evaluasi aPTT dengan target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan

keempat

Bila pada jam kedua:

aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U

aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap

aPTT >2,5 x kontrol, evaluasi APTT pada jam keempat, bila:

aPTT <1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U

aPTT >2,5 x kontrol, heparin dikurangi 2500U

Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC,

FFP, kriopresipitat)

KOMPLIKASI

Gagal organ , syok/ hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan

PROGNOSIS

Malam

42

Page 43: malakah HPP dengan DU+IC

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada kasus ini disimpulkan bahwa IUFD, anemia, dan bayi besar dapat

menyebabkan atonia uteri yang berakhir pada perdarahan post partum (HPP). Dan

HPP serta penyakit ISK yang diderita pasien dapat menyebabkan Syok yaitu syok

hipovolemik dan Syok Septik yang dapat mengakibatkan DIC dan berujung pada

suatu kerusakan multiorgan atau Multiple Organ Disfunction Syundrom berupa

gangguan fungsi hati, gangguan fungs ginjal, dan juga paru. Untuk penanganan

kasus ini dibutuhkan waktu yang cepat agar prognosis pasien bisa lebih baik.

43

Page 44: malakah HPP dengan DU+IC

DAFTAR PUSTAKA

1. Tambunan, KL. Koagulasi intravascular diseminata. Dalam: Suyono, S.

Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H.dkk. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:

2001: 555-64.

2. Tambunan, KL. Diagnosis dan penatalaksanaan koagulasi intravascular

diseminata. In: Suberti, I. Lydia, A. Rumende, CM. Syam, AF. Mansjoer,

A. Suprohita. Penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang Ilmu Penyakit

Dalam. PIP IPD FKUI Jakarta 2001: 25-31.

3. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Yayasan Bina

4. Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010.

5. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 22nd Edition. USA: McGraw Hill.

2007.

6. WHO Guidelines for The Management of Postpartum Haemorrhage and

Retained Placenta. 2009

7. Alarm Course, in Management of Post partum hemorrhage

8. SOGC Clinical Practice Guidelines in Prevention and Management of

Postpartum Haemorrhage. No.99, April 2000

44