makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

12
About Me Aku adalah lukisan yang dibuat dengan judul TRI DATU. Sebenarnya itu bukanlah judul dari cerita yang tampak dan tergambar padaku. Judul cerita yang sesuai dengan gambar itu sebenarnya ialah cerita yang terdapat pada lontar Itihasa dan Tantri, yaitu cerita Ramayana. Setting yang dibuat ialah disaat Hanuman diberikan tumbuhan Latha Mahosadhi oleh pamannya Sugriwa. Pemberian tumbuhan ini bertujuan untuk memberi tahu Hanuman bahwa, tumbuhan ini dapat menyembuhkan segala macam jenis penyakit, bahkan tumbuhan ini juga dapat menghidupkan orang atau binatang yang telah mati. Disaat yang sama, Sugriwa bertemu dengan saudara kembarnya yaitu Subali. Dahulu kala, mereka berdua merupakan saudara yang saling mengayomi dan saling mengasihi. Namun, karena suatu kesalahpahaman hubungan keduanya semakin memburuk, bahkan terjadi sebuah perpecahan dimana, mereka berdua bersaing demi memperebutkan seorang dewi bernama Dewi Tara yang merupakan putri dari Bhatara Guru dan memperebutkan tihtah untuk menjadi raja di Goa Kiskenda. Begitulah kira-kira cerita singkatnya. Tema yang disematkan dalam diriku ialah Kesetiaan, Kebijaksanaan, serta Pengorbanan. Dimana dalam hal ini, dilambangkan melalui masing-masing tokoh yang tergambar yaitu, Hanuman merupakan simbol kesetiaan, Sugriwa merupakan symbol kebijaksanaan, serta Subali merupakan symbol dari pengorbanan. Selain makna yang tergambar dari ketiga tokoh tadi, terdapat beberapa hal yang juga memiliki arti yang diberikan oleh pelukisku. Dalam lukisan ini, tergambar sosok Sugriwa yang bediri hanya dengan satu kakinya saja, itu melambangkan bahwa hanya sebuah kebijaksanaanlah yang dapat menyeimbangkan serta membuat peranan daripada sisi positif serta sisi negative menjadi sama besarnya. Sebab, di dunia ini ada satu hal yang sangat mutlak adanya yaitu, dimana ada cahaya, pasti terdapat sebuah bayangan yang akan menjadi akibatnya. Artinya, setiap perbuatan baik yang kita lakukan belum tentu dapat dinilai baik dimata seseorang serta, belum tentu perbuatan yang tidak baik selalu memiliki tujuan yang tidak baik pula, karena setitik cahaya pasti akan terlihat walaupun ditempat segelap apapun. Itulah yang sering kita kenal dengan istilah Rhwa Bhineda. Selain itu, tergambar pula bola mata dari tokoh Sugriwa menghadap kearah yang berlawanan. Padahal, saat itu Ia sedang menyerahkan tumbuhan Latha Mahosadhi kepada Hanuman. Logikanya, disaat kita memberikan sesuatu ataupun berbicara kepada seseorang, tentulah mata kita pasti tertuju pada orang yang kita ajak berbicara kan ? Nah, hal tersebut menunjukan bahwa terdapat sebuah kepedulian daripada tokoh Sugriwa kepada saudara kembarnya Subali. Hal ini berarti, kita harus selalu memiliki rasa kepedulian terhadap setiap ciptaan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, khususnya sesama saudara sendiri sebagaimana sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana. setelah itu, terdapat juga sebuah makna lain yang diselipkan pelukis pada tokoh Hanuman.

Transcript of makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Page 1: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

About Me

Aku adalah lukisan yang dibuat dengan judul TRI DATU.

Sebenarnya itu bukanlah judul dari cerita yang tampak dan

tergambar padaku. Judul cerita yang sesuai dengan gambar itu

sebenarnya ialah cerita yang terdapat pada lontar Itihasa dan

Tantri, yaitu cerita Ramayana. Setting yang dibuat ialah disaat

Hanuman diberikan tumbuhan Latha Mahosadhi oleh pamannya

Sugriwa. Pemberian tumbuhan ini bertujuan untuk memberi tahu

Hanuman bahwa, tumbuhan ini dapat menyembuhkan segala

macam jenis penyakit, bahkan tumbuhan ini juga dapat

menghidupkan orang atau binatang yang telah mati. Disaat yang

sama, Sugriwa bertemu dengan saudara kembarnya yaitu Subali.

Dahulu kala, mereka berdua merupakan saudara yang saling

mengayomi dan saling mengasihi. Namun, karena suatu

kesalahpahaman hubungan keduanya semakin memburuk, bahkan

terjadi sebuah perpecahan dimana, mereka berdua bersaing demi

memperebutkan seorang dewi bernama Dewi Tara yang

merupakan putri dari Bhatara Guru dan memperebutkan tihtah

untuk menjadi raja di Goa Kiskenda. Begitulah kira-kira cerita

singkatnya.

Tema yang disematkan dalam diriku ialah Kesetiaan,

Kebijaksanaan, serta Pengorbanan. Dimana dalam hal ini,

dilambangkan melalui masing-masing tokoh yang tergambar yaitu,

Hanuman merupakan simbol kesetiaan, Sugriwa merupakan symbol

kebijaksanaan, serta Subali merupakan symbol dari pengorbanan.

Selain makna yang tergambar dari ketiga tokoh tadi, terdapat

beberapa hal yang juga memiliki arti yang diberikan oleh pelukisku.

Dalam lukisan ini, tergambar sosok Sugriwa yang bediri hanya

dengan satu kakinya saja, itu melambangkan bahwa hanya sebuah

kebijaksanaanlah yang dapat menyeimbangkan serta membuat

peranan daripada sisi positif serta sisi negative menjadi sama

besarnya.

Sebab, di dunia ini ada satu hal yang sangat mutlak adanya

yaitu, dimana ada cahaya, pasti terdapat sebuah bayangan yang

akan menjadi akibatnya. Artinya, setiap perbuatan baik yang kita

lakukan belum tentu dapat dinilai baik dimata seseorang serta,

belum tentu perbuatan yang tidak baik selalu memiliki tujuan yang

tidak baik pula, karena setitik cahaya pasti akan terlihat walaupun

ditempat segelap apapun. Itulah yang sering kita kenal dengan

istilah Rhwa Bhineda. Selain itu, tergambar pula bola mata dari

tokoh Sugriwa menghadap kearah yang berlawanan. Padahal, saat

itu Ia sedang menyerahkan tumbuhan Latha Mahosadhi kepada

Hanuman. Logikanya, disaat kita memberikan sesuatu ataupun

berbicara kepada seseorang, tentulah mata kita pasti tertuju pada

orang yang kita ajak berbicara kan ? Nah, hal tersebut menunjukan

bahwa terdapat sebuah kepedulian daripada tokoh Sugriwa kepada

saudara kembarnya Subali. Hal ini berarti, kita harus selalu memiliki

rasa kepedulian terhadap setiap ciptaan dari Ida Sang Hyang Widhi

Wasa, khususnya sesama saudara sendiri sebagaimana sesuai

dengan ajaran Tri Hita Karana. setelah itu, terdapat juga sebuah

makna lain yang diselipkan pelukis pada tokoh Hanuman.

Page 2: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Bisakah anda menemukannya ?. Ya, jika sekilas anda

perhatikan, Hanuman merupakan satu-satunya tokoh Wanara yang

tidak menggunakan aksesoris apapun pada tubuhnya. Hal itu

melambangakan kesederhanaan serta sebuah kerendahan hati.

Selain dari hal-hal tadi, tergambar pula sebuah makna dari paksi

atau burung yang terdapat pada lukisan ini. Jika dilihat, jumlah

burung disebelah kanan berbeda dengan jumlah burung

disebrangnya. Pelukisku memiliki sebuah anggapan bahwa di dunia

ini, tidak semuanya adalah orang baik begitu juga orang jahat.

Perbedaan dianatara keduanya sangatlah kecil dan sangat sulit

untuk ditemukan karena kedua hal ini sebenarnya adalah sama.

About Tri Datu

Nah, beranjak dari pemaparan mengenai tema serta makna-

makna yang terdapat pada lukisan tadi, sekarang saya akan mulai

membuka dan memberikan sedikit pengetahuan mengapa saya

memilih judul Tri Datu untuk lukisan ini. Sebelumnya, mendengar

kata Tri Datu mungkin kita hanya membayangkan gelang yang biasa

dipakai oleh umat hindu di tangan kanannya dan kebanyakan

mainset dari seseorang menganggap bahwa gelang ini merupakan

gelang yang difungsikan sebagai pelindung atau istilah awamnya

jimat belaka. Untuk lebih jelasnya, berikut saya telah merangkum

pandangan dari Bapak I Gede Wiratmaja Karang pada sebuah blog

yang saya temukan di internet mengenai etimologi dari Tri Datu,

fungsinya dalam kehidupan masyarakat, khusuhnya masyarakat

hindu di bali, serta kaitan antara Tri Datu dengan ajaran-ajaran

lainnya yang membentuk suatu kesinambungan dimana,

kesinambungan ini mengarah pada sebuah tujuan, yaitu

kedamaian.

Pertama-tama, Benang dalam upacara keagamaan umat

Hindu dimanfaatkan sebagai sarana dan prasarana upacara, baik itu

menyendiri atau pada bebanten yang digunakan. Seperti yang

terdapat di dalam banten pajati, pabuat, pamendak dengan segeh

agung, dan lain-lain.

Page 3: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Selain itu, benang juga dapat digunakan di dalam upacara-upacara

lainnya baik itu dalam upacara pitra yadnya yaitu sebagai alat untuk

mengikat jempol kaki dan tangan orang meningal, pamegat, serta

bisa juga digunakan untuk pementasan wayang gedog dan masih

banyak lagi. Kegunaan benang dalam upacara keagamaan umat

Hindu demikian memiliki makna khusus yang perlu ditelaah lebih

mendalam. Demikian juga dengan benang Tri Datu yang perlu

diuraikan, dan dimaknai. Biasanya gelang Tri Datu ini dipakai

sebagai sebuah gelang tangan, kalung berisi uang kepeng, dan lain-

lain.

Ada angapan bahwa benang Tri Datu sebagai penjaga diri,

jimat,atau hanya sekedar ikut-ikutan trend, paica atau banyak lagi.

Hampir semua orang Bali yang beragama Hindu mengetahui

benang Tri Datu atau juga sering disebut Sri datu. Secara etimologi

Tri Datu berasal dari kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti

raja, jadi Tri Datu berarti tiga raja. Tiga raja di sini adalah tiga Dewa

utama dalam agama Hindu. Tiga Dewa yang dimaksud adalah Dewa

Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. Sastra-sastra agama

menguraikan bahwa Dewa Brahma dengan aksara suci Ang,

memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan

warna merah. Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4

dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam. Dan Dewa Siwa

dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga,

disimbolkan dengan warna putih. Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung,

Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan

menjadi OM.

Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu

serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida

Sang hyang Widi Wasa. Jalinan benang ini benar bila ukuran

benangnya, besar benangnya sama dijalin saling ikat bukan terlepas

begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. Benang Tri

Datu bagi masyarakat Hindu difungsikan sebagai sarana dan

prasarana upacara keagamaan. Semua kegiatan keagamaan yang

terangkum dalam Panca Maha Yajña dimana, di dalam

pelaksanaannya memakai benang Tri Datu.

Contohnya, :

Upacara Dewa Yajña benang Tri Datu difungsikan sebagai

sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala

manifestasinya. Benang sebagai alat atau media

penghubung antara pemuja dan yang dipuja.

Upacara Butha Yajña, benang Tri Datu dipakai pamogpog

atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan.

Pelaksanaan upacara Rsi Yajña juga memakai benang Tri

Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di

diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.

Pada upacara Manusa Yajña benang Tri Datu difungsikan

sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra

berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap

norma-norma agama.

Sedangkan pada upacara Pitra Yajña benang Tri Datu

difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal.

Page 4: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Hakikatnya, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi

diri dalam konteks Tri Murti. Memakai benang Tri Datu, diharapkan

supaya umat Hindu dapat memfungsikan Tri Pramana. Dimana, Tri

Pramana berarti tiga unsur yang menyebabkan terjadinya suatu

kehidupan. Tri Pramana terdiri dari bayu, sabda dan idep. Bayu

merupakan tenaga, sabda merupakan bunyi atau suara, serta idep

adalah pikiran. Penyatuan Tri Pramana inilah merupakan jalinan

kuat serta satu kesatuan utuh yang disimbolkan dengan benang Tri

Datu. Berdasarkan penjelasan tadi, menegaskan bahwa manusia

merupakan makhluk yang sempurna diantara mahluk ciptaan Ida

Sang Hyang Widhi Wasa yang lainnya. Manusia berasal dari kata

Manusah, yang berakar dari kata Manu yang berarti kebijaksanaan,

dan sah berarti mempunyai. Sehingga Manusia adalah makhluk

hidup yang mempunyai kebijaksanan.

Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia,

yaitu bayu, sabda dan idep, yang dikenal dengan istilah Tri

Pramana. Tri Pramana inilah yang perlu dituntun oleh ajaran agama

dan ilmu pengetahuan. Bertujuan agar manusia menjadi lebih

bijaksana, dan menjadi manusia yang sempurna. Memahami

konsep Tri Pramana tadi, akan menjadi penggerak daripada konsep

Trikaya Parisudha. Trikaya Parisudha berdasarkan etimologinya

berasal dari kata Tri berarti tiga, Kaya berarti perbuatan atau

prilaku, dan Parisudha berarti upaya penyucian. Trikaya Parisudha

berarti upaya pembersihan atau penyucian atas tiga perbuatan

atau prilaku. Tri Kaya Parisuda merupakan tiga gerak perilaku

manusia yang harus disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan suci

disebut dengan Manacika, berkata yang baik dan benar disebut

dengan Wacika, dan berbuat yang jujur adalah Kayika. Trikaya

Parisudha merupakan konsep dasar manusia dalam hidupnya.

Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri

Pramana, dan Tri Kaya Parisudha sebagai aktualisasi diri ini,

diharapkan umat Hindu mulai sadar akan jati dirinya. Salah satunya

dengan cara introspeksi diri atau dengan istilah mulat sarira.

Dengan adanya introspeksi diri ini diharapkan umat Hindu dapat

hidup sesuai dengan konsep ajaran agama Hindu yang satu dengan

yang lainnya dimana, hubungan yang memiliki keterikatan ini

diharapkan dapat mencapai sebuah tujuan bersama yang berupa

kedamaian. Umat Hindu akan sadar bahwasannya ini adalah bagian

dari kehidupan, dan kehidupan hanyalah sebagian kecil alam

semesta. Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri

Pramana, dan Tri Kaya Parisudha menuntun umat Hindu akan jati

dirinya.

Sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih

baik. Walau tidak mudah, tetapi lebih baik berdiri dari pada duduk,

lebih baik berjalan dari pada berdiri, lebih baik berlari dari pada

berjalan. Berpikir, berkata, berbuat dengan baik dan benar

merupakan makanan bagi manusia kelahiran tua. Berpikir, berkata,

berbuat dengan baik dan benar merupakan makanan bagi atman

yang rindu akan asalnya.

Page 5: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Benang Tri Datu, Tri Murti, Tri Pramana, Tri Kaya Parisudha, dan tri-

tri yang lainya merupakan jalinan penuh misteri dan mesti

diuraikan. Itu tadi merupakan pandangan dari beliau yang telah

saya rangkum. Pandangan beliau tadi memang sangat luas

cakupan, makna, serta nilai moralnya. Sampai-sampai sulit bagi

saya untuk merangkum semua pandangan beliau terhadap Tri Datu

karena memang, Tri Datu merupkan aspek yang sangat penting di

dalam kehidupan ini dan merupakan aspek utama yang menjadi

pedoman dalam memahami segala macam aspek yang terkait

padanya.

Jadi intinya, mengapa saya menggunakan istilah Tri Datu untuk

lukisan saya ini semata-mata bukan hanya melambangkan warna

dari ketiga tokoh utama yang saya lukis melainkan saya ingin

memberikan sedikit pandangan saya bahwa kata Tri Datu yang

berarti tiga raja tadi dimana, raja menurut pandangan saya adalah

merupakan satu hal utama yang terdapat di dalam diri seseorang.

Jadi, menurut saya Tri Datu yang terdapat di dalam diri seseorang

ialah tiga hal utama yang sangat berpengaruh antar satu dengan

yang lainnya yaitu kebijaksanaan, kesetiaan, serta pengorbanan.

Kebijaksanaan akan menimbulkan sebuah rasio perbandingan

dalam menentukan pilihan serta tujuan di dalam menjalani hidup

ini. Setelah terdapatnya sebuat tujuan atau pilihan yang memiliki

persentase terbesar, mulailah timbul sebuah kepercayaan terhadap

pilihan itu yang lama-kelamaan akan menjadi sebuah sikap.

Inilah sikap yang sangat sulit dipertahankan adanya, yaitu sikap

setia. Setia dalam artian konstan dan terpusat saat menjalani

sebuah pilihan yang akan kita jalani. Jika dipandang dari sisi lain,

setia berarti satu. Satu berarti fokus dan, fokus menuntut adanya

sebuah pengorbanan. Jadi, berkorban untuk memulai mengambil

sikap setia dalam menjalani tujuan dan cita-cita yang telah kita pilih

serta mulai untuk mengembangkan pola pikir yang bijak untuk

mendapatkan sebuah kehidupan yang serasi dan seimbang antar

segala komponen-komponen yang bersangkutan satu dengan

lainnya.

Page 6: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

About The Real Story Of The Painting

Nah, jika anda masih penasaran dengan asal usul dari tokoh-

tokoh yang terlibat dalam lukisan ini, saya telah merangkum cerita

yang saya dapat melalui internet. Semoga cerita ini dapat

memberikan sedikit gambaran anda mengenai watak dan sifat dari

masing-masing tokoh yang tergambar. ini merupakan cerita yang

menyangkut kehidupan dari masing-masing tokoh yang saya

gambarkan tadi. Kisah ini bermula dari pertapaan Grastina dimana

bersemayam seorang resi bernama Resi Gotama beserta isterinya

seorang bidadari bernama Dewi Indradi yang mempunyai anak

seorang puteri bernama Dewi Anjani, dan dua orang puteranya

bernama Subali dan Sugriwa.

Pada suatu hari Dewi Anjani bermain ditaman. Mainannya

berupa sebuah cupu pemberian dari ibundanya. Cupu manik

Astagina adalah cupu pemberian Bathara Surya kepada Dewi

Indradi. Cupumanik Astagina terdiri dari dua bagian yaitu berupa

wadah dengan tutupnya yang memiliki keajaiban. Tutup itu dapat

memper lihatkan keadaan para dewa dewi di kahyangan.

Sedangkan wadahnya memperlihat kan kehi dupan manusia di

bumi dan alam raya. Dewi Anjani dalam bermain selalu ber hati-

hati jangan sampai ketahuan kedua adiknya. Namun ternyata kali

ini tidak, kedua adiknya menge tahui kakaknya sedang bermain

dengan benda aneh. Subali dan Sugriwa menginginkan cupu itu.

Mereka menghadap ayahanda Resi Gotama dan menceritakan apa

yang dimiliki kakaknya.

Mereka meminta juga barang yang sama dari ayahandanya.

Resi Gotama segera memanggil isteri dan putrinya Dewi Anjani.

Resi Gotama menjadi gusar setelah melihat Cupumanik Astagina.

Cupumanik diminta dari tangan Dewi Anjani. Resi Gotama

mengenali Cupumanik itu milik Batara Surya. Resi Gotama

menuduh, isterinya telah berselingkuh dangan Batara Surya. Resi

Gotama menanyakan asal mula cupu terebut sehingga bisa dimiliki

Dewi Indradi. Dewi Indradi diam seribu bahasa. Ia tidak menjawab

satu patah katapun. Resi Gotama menjadi marah, lalu menghardik

isterinya dan mengutuk nya menjadi tugu. Dalam waktu sekejap

Dewi Indradi berubah nenjadi tugu. Resi Gotama melemparkan

tugu itu jauh jauh dan tugu tersebut akan jatuh di negeri Alengka.

Kelak pada waktu perang besar Alengka, tugu ini akan menjadi

senjata Anila Senapati Prabu Rama dalam melawan Patih Prahasta

Setelah itu Dewi Indradi bisa pulih kembali seperti semula menjadi

bidadari dan pulang kekahyangan.

Ketiga puteranya tertegun, ketika Resi Gotama

melemparkan cupu tersebut jauh jauh keangkasa. Cupu manik

melayang ke angkasa. Karena induk cupu lebih berat, maka jatuh

terlebih dulu dan menjadi telaga Madirda. Telaga Madirda adalah

sebuah telaga kalau tersentuh airnya apalagi untuk mandi maka

orang yang mandi akan berubah wujud. Sedangkan tutupnya

melayang lebih jauh dari tempat jatuhnya induk cupu dan terbang

terus sampai ke wilayah Ayodya dan jatuh menjadi telaga yang

dinamakan telaga Nirmala.

Page 7: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Telaga Nirmala akan menyembuhkan kutukan tersebut

mejadi wujud semula. Putera puteri Resi Gotama segera mengejar

cupu tersebut namun tidak ditemukan. Karena capek dan badan

merasa kepanasan maka Subali, Sugriwa dan pamongnya yang

bernama Jembawan masuk dalam telaga. Setelah masuk didalam

air mereka saling tidak mengenal karena mereka mengira ada

pengganggu di depannya. Mereka berkelahi dengan hebatnya.

Kemudian mereka sadar ternyata mereka menjadi manusia kera.

Sedangkan Dewi Anjani pun sampai pula di telaga Madirda. Dewi

Anjani tidak mandi, hanya telapak kakinya terendam air dan

tangannya mengambil air dan mengusapkannya kewajahnya. Ia

terkejut melihat perubahan dirinya menjadi kera. Demikian pula

apa yang terjadi pada Saraba pamong Dewi Anjani.

Ketiga putera-puteri Resi Gotama dan pamongnya

menghadap ayahandanya. Resi Gotama memerintahkan

Dewi Anjani bertapa Nyantoka di dalam sungai sebatas lehernya

sambil mengangakan mulutnya untuk memakan apa saja yang

masuk dalam mulutnya sebagai makanannya. Sedangkan Subali

bertapa di hutan Sunyapringga dengan tapa Ngalong. Tapa Ngalong

adalah posisi terbalik kaki diatas, kaki berpegangan pada cabang

pohon dan kepala dibawah. Makanannya buah-buahan. Untuk

Sugriwa diperintahkan bertapa Ngijang, yaitu seperti kijang,

merangkak di padang rumput, makanannya rumput-rumputan.

Setelah sekian lama mereka bertapa, mereka melupakan

waktu, tanpa terasa mereka telah bertapa bertahun-tahun

lamanya. Sementara itu di kahyangan Jonggring Saloka bagaikan

dilanda gempa, gunung Candradinuka mengeluarkan hawa panas

dan memuntahkan lahar kemana-mana. Batara Guru segera

menggelar pertemuan para dewa dibalai Repat Kepanasan . Batara

Narada mengumpulkan para dewa. Dalam pertemuan itu Batara

Narada melaporkan bahwa penyebab kacaunya keadaan kahyangan

Jonggring saloka akibat ulah Prabu Maesasura dan Lembusura yang

bermaksud menyerang kembali kahyangan Jonggring Saloka.

Serangan yang lalu saja sudah banyak bangunan kahyangan yang

telah hancur.

Batara Guru dan Batara Narada turun ke Arcapada mencari

jago dewa yang dapat mengalahkan Prabu Maesa Sura dan Lembu

Sura Batara Guru menaiki lembu Andini sedangkan Batara Narada

mengikuti kepergian Batara Guru. Sesampai di atas sungai Yamuna

Batara Guru melihat cahaya sebesar lidi aren yang memancar

kelangit. Ternyata pancaran cahaya berasal dari Dewi Anjani yang

sedang bertapa . Batara Guru iba hatinya melihat Dewi Anjani

jarang sekali mendapatkan makanan yang masuk dalam mulutnya.

Batara Guru memetik daun sinom atau daun asam yang masih

muda, dan melemparkan kedepan mulut Dewi Anjani. Melihat ada

makanan dihadapannya, Dewi Anjani segera melahapnya.

Page 8: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Dengan kesaktian Batara Guru Dewi Anjani menjadi berbadan dua,

wajah dan anggota badan yang berwujud kera kembali menjadi

seorang dewi yang cantik jelita. Kelak Dewi Anjani melahirkan

seorang anak berwujud kera putih, yang diberi nama Anoman.

Batara Guru memanggil beberapa bidadari untuk memberi

pakaian dan merias wajahnya. Kemudian Batara Guru

memerintahkan para bidadari untuk membawa Dewi Anjani ke

kahyangan.

Batara Guru dan Batara Narada melanjutkan perjalanan ke

hutan Sunyapringga menemui Subali yang sedang bertapa ngalong

disebuah pohon besar. Subali dibangunkan dan diajak menemui

Sugriwa. Mereka akhirnya bertemu dengan Sugriwa. Batara Guru

menitahkan kepada Subali dan Sugriwa untuk melawan Prabu

Maesasura dan Lembusura, agar tidak meneruskan niatnya untuk

menghancurkan kahyangan. Setelah memberikan pesan – pesan

Batara Guru dan Batara Narada kembali ke kahyangan.

Subali dan Sugriwa berangkat menuju goa Kiskenda. Sesampai di

depan pintu goa Subali gundah hatinya Didalam hati ia tidak yakin

mereka bisa mengalahkan Prabu Maesasura dan Lembusura,

sedangkan para dewa saja tidak sanggup untuk mengalahkannya.

Subali berpesan kepada Sugriwa, agar Sugriwa tidak perlu

ikut memasuki istana Goa Kiskenda. Sugriwa diperintahkan

menunggu didepan pintu goa saja. Sedangkan Subali sendiri yang

akan melawan Prabu Maesasura dan Lembusura.

Apabila nanti ada darah merah dan darah putih yang mengalir

kepintu goa, adalah pertanda Subali mati dan diminta Sugriwa

menutup pintu goa. Sugriwa menangis mendengar pesan kakaknya

namun Sugriwa siap melaksanakan perintahnya. Seperti kita

ketahui Subali berdarah putih disamping Begawan Bagaspati dan

Prabu Puntadewa.

Subali memasuki halaman istana Goa Kiskenda dan

disambut pasukan penjaga yang berkepala hewan. Ada yang

berkepala kerbau, sapi, kuda, harimau dan masih banyak jenis yang

lain. Subali mendapatkan serangan bertubi tubi dari pasukan goa

Kiskenda. Namun dalam waktu singkat Subali berhasil

melumpuhkan pasukan Goa Kiskenda. Kemudian Subali memasuki

istana Goa Kiskenda dan mendapat serangan dari Prabu Maesasura

dan Lembu Sura. Sesuai dengan namanya prabu Maesasura

berkepala kerbau dan patih Lembusura berkepala sapi. Kali ini

lawan Subali sangat tangguh, berkali-kali Prabu Maesasura tewas,

kemudian dilompati Lembusura, Prabu Maesasura hidup kembali

demikian pula sebaliknya.

Dengan sisa tenaga yang ada Subali segera membenturkan

kedua kepala musuhnya sehingga hancur berkeping-keping. Darah

dan otak prabu Maesasura dan Lembusura mengalir kesepanjang

goa. Sugriwa yang waktu itu termangu menunggu kakaknya

terkejut melihat darah merah dan darah putih mengalir bersama

sama ke pintu goa.

Page 9: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Sugriwa menangisi kematian kakaknya. Sugriwa memastikan bahwa

kakaknya, Subali tewas, setelah berhasil mengalahkan Maesasura

dan Lembusura, terbukti ada darah merah yang mengalir bersama

darah putih kakaknya. Sesuai pesan kakaknya Sugriwa menutup

pintu goa dengan batu-batuan. Sugriwa pergi ke kahyangan untuk

melaporkan kejadian tersebut kepada Batara Guru. Di kahyangan,

Sugriwa diterima Bathara Guru. Menurut Batara Guru, Batara Guru

akan menganugerahkan Dewi Tara kepada Subali untuk menjadi

istrinya. Namun mengingat Subali sudah tewas, maka anugrah

tersebut diberikan kepada Sugriwa. Sugriwa bersama Dewi Tara

meninggalkan kahyangan menuju goa Kiskenda.

Sementara itu Subali terjebak dalam goa. Subali marah

karena adiknya berbuat curang padanya. Subali lupa dengan pesan

pesan yang diberikan pada adiknya. Subali bersemadi mohon

pertolongan dewa untuk membuka pintu goa. Dengan kekuatan

penuh Subali menghantam batu-batuan hingga hancur berkeping-

keping. Setelah keluar dari goa, Subali berangkat ke kahyangan

menemui Batara Guru. Subali melaporkan semua kejadian pada

Batara Guru. Batara Guru tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Dewi

Tara sudah terlanjur diberikan kepada Sugriwa, karena Subali

dianggap sudah tewas. Namun Batara Guru tidak akan melupakan

jasa Subali. Diberikannya kepada Subali aji Pancasona yang

mempunyai kekuatan hebat. Aji Pancasona menjadikan pemiliknya

menjadi sakti dan tidak mati apabila tubuhnya menyentuh tanah.

Sementara itu Sugriwa dan Dewi Tara telah bersemayam di

Goa Kiskenda. Tidak lama kemudian Subali memasuki istana Goa

Kiskenda, melihat adiknya sedang bersanding dengan Dewi Tara,

Subali langsung menarik Sugriwa dan memukulnya. Ditariknya

tubuh Sugriwa sehingga keluar dari goa. Perkelahian terjadi antara

kedua kakak beradik. Keduanya tidak ada yang mau mengalah

sehingga perkelahian mereka berlangsung sampai beberapa hari

beberapa malam. Subali sangat geram. Tubuh Sugriwa dilempar

jauh keluar wilayah Goa Kiskenda. Sugriwa jatuh di hutan

Pancawati. Untuk menghadapi Subali, Sugriwa menghimpun

pasukan kera.

Subali kini telah bersemayam dalam Goa Kiskenda bersama

dewi Tara. Subali menjadi pertapa dan bergelar Resi Subali. Ia

meninggalkan Goa Kiskenda dan bertapa di hutan Sunyapringga.

Sementara Subali bertapa, nampaklah Prabu Dasamuka sedang

mengadakan perburuan di hutan Sunyapringga. Banyak jenis hewan

yang telah ditangkap. Prabu Dasamuka melihat ada seekor kera

sebesar manusia, sedang tidur bagai seekor kelelawar. Prabu

Dasamuka ingin memiliki kera itu dan akan dipamerkan di Alengka.

Didekatinya kera tersebut dan dipukulnya. Subali jatuh dan mati.

Prabu Dasamuka girang hati mendapatkan buruannya. Prabu

Dasamuka terkejut ketika melihat kera buruannya hidup kembali.

Resi Subali marah melihat keangkuhan Prabu Dasamuka.

Page 10: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Prabu Dasamuka pun tampak tertegun melihat hewan

buruannya bisa hidup kembali dan terlebih lebih bisa bicara juga

seperti manusia. Prabu Dsamuka tahu kalau mahluk didepannya

bukan sembarangan kera, tapi seorang yang teramat sakti. Demi

mendapatkan ajian yang dimiliki Resi Subali , maka Prabu

Dasamuka pura pura berbaik hati dan menyapa Resi Subali dengan

ramah. Kelihatannya Resi Subali sudah terpedaya melihat raksasa

yang begitu sopan dan mau menghargai dirinya. Resi Subali

berkenan pula menerima persahabatan yang ditawarkan Prabu

Dasamuka. Sejak saat itu mereka kelihatan sering bersama.

Mereka saling kunjung mengunjungi. Sudah beberapa kali Subali

diajak Prabu Dasamuka ke Alengka demikian pula sebaliknya.

Sehingga sampai pada suatu hari Prabu Dasamuka sudah

tidak sabar untuk mendapatkn aji Pancasona yang dimiliki Subali.

Kini sudah saatnya Prabu Dasamuka memperdaya Resi Subali

untuk bisa menguasai aji Pancasona. Hal ini dilakukan Prabu

Dasamuka untuk yang kedua kalinya. Pertama dilakukan terhadap

kakak tirinya bernama Prabu Danaraja raja negeri Lokapala. Prabu

Danaraja dibunuh setelah menyerahkan aji Rawerontek pada

Prabu Dasamuka, Sepeninggal Prabu Danaraja,Prabu Dasamuka

menguasai kerajaan Lokapala.

Nama kerajaan Lokapala pun diubah menjadi Alengka.

Setelah Prabu Dasamuka bertemu dengan Resi Subali, Prabu

Dasamuka mengemukakan bahwa banyak bahayanya yang

dihadapi Resi Subali, apabila bertapa seorang diri dihutan

Sunyapringga yang masih banyak binatang buasnya. Prabu

Dasamuka sanggup menjaga keselamatan Resi Subali sewaktu

bertapa. Namun apabila ada musuh yang sakti Prabu Dasamuka

tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk itu Prabu Dasamuka minta aji

Pancasona untuk menjadi kekuatannya dalam menjaga

keselamatan Resi Subali.

Tanpa berpikir panjang Resi Subali segera menyalurkan aji

Pancasona ketubuh Prabu Dasamuka. Aji Pancasona telah

merasuki tubuh Prabu Dasamuka. Setelah merasakan aji

Pancasona telah memasuki tubuhnya, prabu Dasamuka menyerang

Subali. Resi Subali tidak berdaya menghadapi Prabu Dasamuka.

Prabu Dasamuka berniat membunuh Resi Subali, namun Wibisana,

adik prabu Dasamuka mencegahnya. Selamatlah resi Subali dari

kekejaman Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka dan pasukannya

meninggalkan hutan Sunyapringga. Resi Subali kembali ke istana

Goa Kiskenda untuk menjumpai istrinya.

Page 11: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Sementara itu Sugriwa telah selesai berlatih kanuragan atau

keperajuritan. Sugriwa merasa percaya diri untuk bisa

mengalahkan kakaknya, Resi Subali. Sugriwa pun pergi menjumpai

kakaknya di Goa Kiskenda. Perkelahianpun terjadi. Keduanya tidak

ada yang mau mengalah. Kini perkelahiannya semakin seru.

Keduanya sampai di hutan Sunyapringga. Subali semakin beringas,

Sugriwa dilemparkan kesuatu dahan pohon besar. Sehingga

terjepit diantara dua dahan yang berhimpitan Sugriwa tidak bisa

bergerak sama sekali.

Subali meninggalkan Sugriwa, menuju Goa Kiskenda

menemui Dewi Tara yang dianggap sebagai istrinya. Diatas pohon,

Sugriwa memohon dewa agar bisa lepas dari jepitan pohon. Dewa

mendengar permintaan Sugriwa, Diutusnya Anoman anak dewi

Anjani yang lahir di kahyangan, turun ke bumi. Anoman menjumpai

pamannya dan berjanji akan menolongnya. Anoman berpamitan

pada pamannya untuk mencari orang yang bisa menolongnya.

Anoman menemui Rama di hutan Dandaka. Rama menyanggupi

permintaan Anoman. Berangkatlah Anoman bersama Rama dan

Laksmana menuju tempat Sugriwa berada . Sugriwa berjanji pada

Rama akan membantu rama untuk mencari Dewi Sinta yang hilang.

Rama melepaskan panah Guwa Wijaya ke dahan pohon yang

menjepit Sugriwa. Sehingga dahan pohon pun terpotong.

Sugriwa lepas dari jepitan pohon. Sesampai di bawah

pohon, Sugriwa berterima kasih pada Rama dan minta pertolongan

sekali lagi untuk membantu merebut kembali istrinya dari tangan

Subali. Rama pun menyanggupinya. Terjadi perkelahian hebat

antara Sugriwa dan Subali memperebutkan Dewi Tara. Untuk mem

persingkat perkelahian tersebut Rama berniat melepas anak panah

pada Subali. Namun ragu – ragu karena Sugriwa dan Subali bagai

saudara kembar yang tidak bisa dibedakan satu sama lainnya.

Kebetulan Sugriwa terdesak mundur dan kembali menghampiri

Rama.

Rama menyuruh Sugriwa memakai slempang janur kuning

dipundaknya. Sugriwa melaksa nakan pesan Rama dan kembali

berkelahi dengan Subali. Rama segera melepaskan anak panah

Guwa Wijaya ke dada Subali. Subali jatuh tersungkur. Rama

menemui Subali. Subali tersenyum ketika mengetahui Rama adalah

titisan Bathara Wisnu. Subali berterima kasih karena Rama telah

membebaskannya dari kutukan ayahandanya. Arwah Subali lepas

dari raga dan memasuki alam Kelanggengan. Kedatangannya

disambut para dewa dan dewi. Sugriwa menangisi kematian

kakaknya. jasad Subali di perabukan dengan khidmat.

Sepeninggal Resi Subali, Sugriwa mengajak Rama dan Laksmana ke

hutan Pancawati. Sete lah mereka bermukim di hutan Pancawati,

Rama meminta agar Sugriwa menjadi raja.

Page 12: makna TRI DATU pada lukisan wayang Bali

Sugriwa menolak permintaan Rama. Sugriwa meminta

Rama yang menjadi raja Pancawati, karena ia masih menjadi raja di

Goa Kiskenda. Rama bersedia menjadi raja Pancawati. Namun

Prabu Rama juga mengangkat Sugriwa menjadi seorang Narpati.

Narpati adalah jabatan seting kat raja. Narpati Sugriwa membantu

tugas Prabu Rama dan melaksanakan perintah yang diberikan

padanya.

Prabu Rama dalam menyelesaikan permasalahan selalu

didampingi Narpati Sugriwa dan adiknya Laksmana dan juga para

senopati, Anoman, Anila dan Jaya Anggada. Anila adalah anak

angkat Batara Narada. Batara Narada tertawa ketika melihat Batara

Guru sedang mengasuh anaknya berupa seekor anak kera berbulu

putih Anoman. Batara Guru menjadi kesal hatinya. Diciptakannya

seekor anak kera berbulu biru tua. Anak kera berbulu biru tua itu

selalu mengikuti Batara Narada kemanapun pergi.. Kera itu minta

digendong. Batara Narada akhirnya mengakui anak kera itu menjadi

anaknya..

Batara Naradha memelihara anak kera itu sampai menjadi

besar. Kera itu diberi nama Anila. Anila turun dari Kahyangan

beberapa saat setelah Anoman turun, Sedangkan Anggada adalah

anak Resi Subali. Gimana ceritanya ? panjang kan ? tapi…., seru kan

? itulah cerita dari tokoh-tokohnya tadi. Memang, mungkin masih

banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam cerita ini. Tapi

itulah usaha yang telah saya lakukan, harap memakluminya ya .