Makna silaturrahim

7
Makna silaturrahim Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang berarti menyambung[1] danrah im yang berarti rahim wanita, dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat.[2] Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’i, penggunaan kata silaturrahim untuk makna sembarang pertemuan atau kunjungan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerabat, sebenarnya kurang pas. Motivasi untuk bersilaturrahim Silaturrahim bukanlah murni adat istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Amat bervariasi cara agama kita dalam memotivasi umatnya untuk memperhatikan silaturrahim. Terkadang dengan bentuk perintah secara gamblang, janji ganjaran menarik, atau juga dengan cara ancaman bagi mereka yang tidak menjalankannya. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan bahwa silaturrahim merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah dan hari akhir, ه”َ مِ حَ رْ لِ صَ يْ لَ ف ؛ِ رِ خ آْ الِ مْ وَ يْ ل اَ وِ َ اِ ! بُ $ نِ مْ ُ يَ $ انَ كْ $ نَ م. “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahim”. HR. Bukhari dari Abu Hurairah. Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang, .” ُ هَ مِ حَ رْ لِ صَ يْ لَ ف ؛ِ هِ رَ 1 ثَ ا يِ فُ هَ لَ اَ سْ 7 نُ يَ وِ هِ ; قْ رِ ر يِ فُ هَ لَ طَ سْ @ نُ A يْ $ نَ اَ ! بَ حَ اْ $ نَ م

description

Silarurahim

Transcript of Makna silaturrahim

Makna silaturrahimSilaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab;shilahyang berarti menyambung[1]danrahimyang berarti rahim wanita, dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat.[2]Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syari, penggunaan kata silaturrahim untuk makna sembarang pertemuan atau kunjungan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerabat, sebenarnya kurang pas.

Motivasi untuk bersilaturrahimSilaturrahim bukanlah murni adat istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Amat bervariasi cara agama kita dalam memotivasi umatnya untuk memperhatikan silaturrahim. Terkadang dengan bentuk perintah secara gamblang, janji ganjaran menarik, atau juga dengan cara ancaman bagi mereka yang tidak menjalankannya.

Rasulullahshallallahualaihiwasallammenerangkan bahwasilaturrahim merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah dan hari akhir,

.Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahim.HR. Bukhari dari Abu Hurairah.

Beliau jugamenjanjikan bahwa di antarabuah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang,

.Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim.HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik.

Ganjaran di akhirat bagi pemutus tali silaturrahim lebih mengerikan lagi!Terhalang untuk masuk surga!Naudzubillahi min dzalikDari Jubair bin Muthim bahwa Rasulullahshallallahualaihiwasallambersabda,

.Tidak akan masuk surga pemutus (silaturrahim).HR. Bukhari dan Muslim.

Hakikat silaturrahimGanjaran menarik yang dijanjikan untuk orang-orang yang bersilaturrahim tersebut di atas tentu amat menggiurkan, sebaliknya ancaman bagi mereka yang enggan bersilaturrahim juga mengerikan, sehingga tidak mengherankan jika kita dapatkan banyak kaum muslimin yang gemar bersilaturrahim, apalagi di tanah air kita yang adat ketimurannya masih cukup kental. Hanya saja ada sebagian orang merasa bahwa ia telah mempraktekkan silaturrahim, padahal sebenarnya belum. Hal itu bersumber dari kekurangpahaman mereka akan hakikat silaturrahmi. Rasulullahshallallahualaihiwasallammenjelaskan,

.Penyambung silaturrahmi (yang hakiki) bukanlah orang yang menyambung hubungan dengan kerabat manakala mereka menyambungnya. Namun penyambung hakiki adalah orang yang jika hubungan kerabatnya diputus maka ia akan menyambungnya.HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr.Sebab kata menyambung mengandung makna menyambungkan sesuatu yang telah putus. Adapun orang yang menjaga hubungan kaum kerabat manakala mereka menjaganya, pada hakikatnya dia bukanlah sedang menyambung hubungan, namun ia hanya mengimbangi atau membalas kebaikan kerabat dengan kebaikan serupa.Membumikan sabda Nabishallallahualaihiwasallamtersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya bukan suatu hal yang ringan; sebab kita harus mengorbankan perasaan. Bagaimana tidak, sedangkan kita tertuntut untuk berbuat baik terhadap orang yang menyakiti kita, tersenyum pada orang yang cemberut pada kita, memuji orang yang mencela kita, memberi orang yang enggan memberi kita, dan sifat-sifat mulia berat lainnya. Karena itulah ganjaran yang dijanjikan Allah pun besar.

Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, dalam menyikapi silaturrahim, manusia terbagi menjadi tiga tingkatan:1. Penyambung hakiki silaturrahim. Yakni mereka yang tetap menyambung silaturrahim manakala diputus.2. Pembalas jasa. Yakni mereka yang bersilaturrahmi dengan kerabat yang mau bersilaturrahim padanya dan berbuat baik manakala ia dibaiki.3. Pemutus silaturrahim.[5]

Konsekwensi silaturrahimSilaturrahim bukan hanya diwujudkan dalam bentuk berkunjung ke rumah kerabat atau mengadakan arisan keluarga, namun ia memiliki makna yang lebih dalam dari itu. Silaturrahim memiliki berbagai konsekwensi yang harus dipenuhi seorang insan, di antaranya:1. Mendakwahi kerabatDalam Islam, kerabat mendapatkan prioritas utama untuk didakwahi. Allahtaalamemerintahkan Nabi-Nyashallallahualaihiwasallamdi awal masa dakwah beliau,

.Artinya:Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.QS. Asy-Syuara: 214.Dengan bahasa yang santun, ingatkanlah kerabat kita yang masih percaya dengan jimat, yang masih gemar pergi ke dukun, yang shalatnya masih bolong-bolong, yang belum berpuasa Ramadhan, yang masih enggan mengeluarkan zakat dan yang semisal. Berbagai nasehat tadi bisa disampaikan kepada yang bersangkutan secara langsung, atau bisa pula ditransfer melalui siraman rohani yang biasa diletakkan di awal rentetan acara arisan atau pertemuan berkala keluarga.Persaudaraan yang dibumbui dengan budaya saling menasehati inilah yang akan abadi hingga di alam akhirat kelak. Adapun persaudaraan yang berkonsekwensi mengorbankan prinsip ini; maka itu hanyalah persaudaraan semu, yang justru di hari akhir nanti akan berbalik menjadi permusuhan

2. Saling bantu-membantuOrang yang membantu kerabat akan mendapat pahala dobel; pahala sedekah dan pahala silaturrahim. Rasulullahshallallahualaihiwasallambersabda,

.Sedekah terhadap kaum miskin (berpahala) sedekah. Sedangkan sedekah terhadap kaum kerabat (berpahala) dobel; pahala sedekah dan pahala silaturrahim.HR. Tirmidzi dari Salman bin Amir. At-Tirmidzi menilai hadits inihasan.Berbuat baik terhadap kerabat, selain berpahala besar, juga merupakan sarana manjur untuk mendakwahi mereka. Andaikan kita rajin menyambung silaturrahim, gemar memberi dan berbagi dengan kerabat, selalu menanyakan kondisi dan kabar mereka, menyertai kebahagiaan dan kesedihan mereka; tentu mereka akan berkenan mendengar omongan kita serta menerima nasehat kita; sebab mereka merasakan kasih sayang dan perhatian ekstra kita pada mereka.[6]

3. Saling memaafkan kesalahanDalam kehidupan interaksi sesama kerabat, timbulnya gesekan dan riak-riak kecil antar anggota keluarga merupakan suatu hal yang amat wajar. Sebab manusia merupakan sosok yang tidak lepas dari salah dan alpa. Namun fenomena itu akan berubah menjadi tidak wajar manakala luka yang muncul akibat kekeliruan tersebut tetap dipelihara dan tidak segera diobati dengan saling memaafkan.

Betapa banyak keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.Allahtaalaberfirman, .Artinya:Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil.QS. Al-Araf: 199.Namun ada suatu praktek keliru dalam mengamalkan sifat mulia ini yang perlu diluruskan. Yaitu: mengkhususkan hari raya Idhul Fitri sebagai momen untuk saling memaafkan. Jika minta maaf tidak dilakukan di hari lebaran seakan-akan menjadi tidak sah, atau minimal kurang afdhal. Sehingga maraklah acara halal bihalal di bulan Syawal. Padahal kita diperintahkan untuk saling memaafkan sepanjang tahun dan tidak menumpuk-numpuk kesalahan setahun penuh, lalu minta maafnya baru dirapel di hari lebaran. Jika belum sempat berjumpa dengan idhul fitri, lalu keburu dipanggil Allah, alangkah malangnya nasib dia di akherat!Keyakinan tersebut juga berimbas pada ucapan selamat idhul fitri yang serasa kurang jika tidak dibumbui kalimat mohon maaf lahir batin. Padahal dahulu para sahabat Nabishallallahualaihiwasallammanakala saling mengucapkan selamat di hari raya, redaksi yang diucapkan adalah:taqabbalallah minna wa minkum[7].Dan kalimat ini jelas lebih sempurna; sebab tidak semata-mata bermuatan ucapan selamat, namun juga mengandung doa agar Allah menerima amalan orang yang mengucapkan selamat maupun yang diberi selamat.

Ranjau-ranjau silaturrahimDi antara perilaku yang seharusnya dihindari dalam menjalin silaturrahim:

1. FanatismeSalah satu musibah besar yang menimpa umat Islam dewasa ini adalah: perpecahan di antara mereka. Di antara faktor terbesar yang menimbulkan perpecahan adalah adanya rumah-rumah lain di dalam rumah besar Islam. Apalagi manakala hal itu diiringi dengan fanatisme buta sesama anggota rumah-rumah kecil tersebut. Sehingga seakan kebenaran hanyalah ada dalam diri mereka. Padahal sebagai umat Islam kita tidak boleh bersikap fanatik kecuali kepada kebenaran; yakni al-Quran dan Sunnah Rasulshallalahualaihiwasallamdengan pemahaman para sahabat Nabishallallahualaihiwasallam.Paguyuban keluarga juga berpeluang menimbulkan fanatisme tercela, jika tidak senantiasa disuntik arahan agama dan dipoles sentuhan islami.

2. Lunturnya sikap adil.Perasaanpakewuhterhadap saudara terkadang menjerumuskan seseorang untuk segan mengucapkan yang haq. Apalagi manakala hal itu merugikan saudara sendiri. Contoh nyatanya manakala kita dihadapkan untuk menjadi saksi dalam suatu kasus, yang pelakunya adalah saudara kita sendiri. Manakala kita menyampaikan fakta sebenarnya, hal itu akan mengakibatkan dia mendekam di hotel prodeo dan kerabat lainnya menjauhi kita, namuninsyaAllahbuahnya kita akan disayang Allah. Sebaliknya jika kita menyembunyikan kebenaran, mungkin saudara kita akan selamat, kita akan disanjung kaum kerabat, namun akibatnya dimurkai Allah. Dalam kondisi simalakama inilah keimanan kita diuji; apakah akan mementingkan keridhaan Allah atau pujian manusia?

3. Berjabat tangan dengan non mahram[8]Bersalaman merupakan salah satu ibadah mulia yang menjanjikan ganjaran menggiurkan. Nabi kitashallallahualaihiwasallammenerangkan,

.Tidaklah ada dua orang muslim yang bertemu lalu saling bersalaman, melainkan dosa keduanya akan diampuni sebelum mereka berdua berpisah.HR. Abu Dawud dari al-Bara bin Azib dan dinyatakan sahih oleh al-Albany.Namun manakala yang diajak bersalaman adalah orang-orang yang sebenarnya tidak boleh kita salami, maka saat itu justru dosalah yang menanti kita.Rasulullahshallallahualaihiwasallambersabda,

.Lebih baik kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi daripada ia memegang wanita yang tidak halal baginya.HR. Thabarany (XX/212 no. 487) dari Maqil bin Yasar dan dinilai kuat oleh al-Mundziry[9]dan al-Albany[10].