MEMPREDIKSI MAKNA

download MEMPREDIKSI MAKNA

of 12

Transcript of MEMPREDIKSI MAKNA

MEMPREDIKSI MAKNA ARSITEKTURRobert G. Hershberger Arizona State University

Tugas tersulit yang dihadapi oleh arsitek adalah untuk memprediksikan dengan akurat bagaimana kelompok-kelompok klien-pengguna akan memahami dan menggunakan bangunan yang dirancang. Hal ini akan tergantung pada makna yang dimiliki lingkungan hasil rancangan itu untuk orang-orang. Makna-makna yang representatif dapat berbentuk persepsi, konsep dan ide; makna-makna yang responsif dapat berupa afektif, evaluatif atau preskriptif. Makna yang kedua tergantung pada yang pertama. Berbagai tipe makna dijelaskan dan digambarkan dengan berbagai contoh. Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa manusia dengan latar belakang pendidikan dan daerah yang berbeda mempersepsi makna yang berbeda terhadap bangunan yang sama. Penelitian saat ini sedang mencoba untuk menuju pada pengertian yang lebih luas terhadap perbedaan ini, sehingga rancangan arsitektur dapat ditingkatkan, baik dari sudut pandang arsitek maupun pengguna. PREDIKSI MERUPAKAN SUATU MASALAH Tugas yang paling sulit yang dihadapi para arsitek adalah untuk memprediksikan sebelum proses pembangunan, bagaimana kelompok-kelompok klien dan pengguna akan memahami dan menggunakan bangunan yang dirancang. Sekedar memprediksi tentu cukup mudah. Hal yang sulit adalah untuk memprediksikan secara tepat dengan konsisten, terutama untuk kelompokkelompok klien dan pengguna yang makin beragam. Adalah cukup sulit untuk merancang bangunan yang memuaskan kebutuhan dan keinginan orang-orang yang memiliki kesamaan latar belakang dengan arsitek, namun lebih sulit lagi memuaskan klien dan pengguna dengan latar belakang sosioekonomi dan suku yang berbeda, atau kelompok dengan kekhususan umur, kesehatan atau masalah mobilitas. Jika arsitek berusaha untuk berempati atau secara intuitif berhubungan dengan kelompok-kelompok ini, ia bisa saja melakukan kesalahan. Ia bisa jadi memasangkan nilai-nilai lingkungan, kebutuhan dan keinginan yang sebenarnya bukan milik kelompok itu. Ia bisa jadi merancang lingkungan dengan kemungkinan terbaik dapat berkompromi dengan kelompok pengguna, dan dengan kemungkinan terburuk tidak bertoleransi terhadap mereka, seperti yang terjadi pada Pengembangan Perumahan Pruit Igo di St. Louis. Belum pernah terjadi peningkatan jumlah komisi arsitektural, terutama yang dibiayai oleh pemerintah, ditujukan untuk kelompok klien-pengguna ini. Jika kita mencapai keunggulan dalam rancangan bangunan untuk kelompok klien-pengguna yang berbeda ini, hal ini tidak akan disebut, seperti yang telah disebutkan terhadap arsitektur klasik Yunani yang terkenal, bahwa keunggulan ini dimungkinkan karena semua elemen masyarakat arsitek, pemimpin, penduduk memiliki sistem nilai yang sama. Melainkan, hal itu terjadi karena pengertian teoretis tentang hubungan manusia lingkungan, penelitian, keahlian klinis akan dikembangkan sampai ke arah penemuan akan nilai-nilai, kebutuhan dan keinginan khusus dari kelompok klien-pengguna, kemudian menggunakannya untuk memprediksikan bagaimana mereka memahami dan menggunakan berbagai kombinasi dari bentuk dan ruang. PEMAHAMAN DAN PENGGUNAAN Penelitian dari beberapa ilmuwan sosial, dan penelitian saya sendiri sejauh ini, telah diarahkan kepada pemahaman (atau pemaknaan) akan lingkungan

arsitektural. Selagi kami juga tertarik pada penggunaan lingkungan-lingkungan ini, kami menemukan bahwa lingkungan arsitektural tak dapat digunakan, kecuali dalam tingkatan pengertian yang paling primitif, yaitu dalam ketiadaan makna. Hal ini tidak secara biasa mungkin, walaupun untuk memasuki sebuah bangunan, kecuali seseorang mengenali bahwa panel kayu berukuran lebar 3 kaki dan tinggi 7 kaki, dengan sebuah knop pada satu sisinya dan engsel-engsel pada sisi lainnya adalah sebuah pintu (sebuah benda yang dapat dibuka oleh seseorang untuk melewatinya). Penggunaan panel kayu 3 x 7 kaki persegi sebagai pintu, tidaklah terjadi secara otomatis. Hal ini bergantung pada makna, yang pada gilirannya tergantung pada pengalaman. Apakah orang-orang Eskimo atau penghuni Pulau Laut Selatan akan secara otomatis mengerti kegunaannya? Jika pintu-pintu itu ditempatkan bersisian sepanjang dinding, atau pada gerbang masuk sampai ke bangunan, akankah seorang Inggris yang terbiasa mengendarai mobil di sebelah kiri jalan, memilih pintu sebelah kanan dan memilih untuk memutar ke kanan pada saat masuk, seperti yang dilakukan rekannya yang orang Amerika? Hal ini sulit dijawab. Jika orang Inggris memilih pintu yang kiri dan memutar ke kiri, maka harus dibuat rancang bangunan yang berbeda bagi orang-orang Inggris! Pada kenyataannya, banyak dari permasalahan prediksi yang dihadapi arsitek setiap hari, merupakan permasalahan yang penting. Bagaimana seorang arsitek Inggris memprediksi cara-cara kelompok minoritas mempersepsi, memahami dan menggunakan perumahan umum yang dirancang untuk mereka? Yang jelas, sebagian besar perumahan umum di area urban melanjutkan kesaksian terhadap kehilangan yang luar biasa akan perasaan atau empati, yang dialami oleh arsitek-arsitek CIAM, seperti Walter Gropius dan Le Corbusier ketika mereka mengajukan proposal menara tinggi yang diletakkan di lapangan-lapangan hijau sebagai solusi perumahan bagi orang-orang miskin di kota. Jika pada akhirnya, mereka mengira hal itu akan berhasil bagi mereka. Tetapi walaupun tidak berhasil, bagaimana dengan banyak arsitek lain yang telah menrancang begitu banyak rumah di seluruh negeri? Dan keseriusan masalah ini tidak bermula dan berakhir dengan perumahan umum. Bagaimana dengan memprediksi pemahaman dan penggunaan dari rancangan-rancangan kita untuk penjara, lembaga-lembaga pemulihan mental, rumah-rumah jompo, fasilitas-fasilitas preschool dan asrama-asrama kampus? Akankah pengetahuan dan empati arsitek (kesaksian anekdot dan dongeng-dongeng kebijaksanaan kata Kenneth Craik) untuk para penghuni bangunan-bangunan itu menyebabkan ia dapat membuat prediksi yang akurat mengenai respon-respon terhadap apa yang ia rancang? Saya pikir tidak. Dalam ketiadaan informasi yang lebih baik, bagaimanapun, hal inilah yang coba dilakukan oleh para arsitek. Kadang kala usaha itu berhasil. Namun cukup sering arsitek gagal. Dan kegagalan bukanlah hal yang sepele. Secara kolektif, keseluruhan pertimbangan, kesalahan, inefisiensi atau pengalaman yang tidak menyenangkan dalam bangunan bertanggung jawab terhadap terjadinya kerugian yang luar biasa akan uang dan waktu yang dialami oleh masyarakat, dan yang sama pentingnya, terhadap kehilangan akan kenyamanan hidup personal, adanya perasaan tidak aman, permusuhan dan bahkan kekerasan. Ada kalanya hal itu mengakibatkan kecelakaan serius dan kehilangan nyawa; menyaksikan banyak orang yang berjalan melewati jendela atau pintu kaca setinggi langit-langit, percaya bahwa ia dapat terbuka. Dalam banyak kasus, masalah muncul karena pengguna tidak memiliki makna yang sama terhadap bentuk-bentuk atau ruang arsitektural, seperti yang dimaksudkan oleh arsitek. Karenanya, pemahaman dan penggunaan lingkungan arsitektur yang terjadi tidaklah seperti yang diharapkan. MAKNA ARSITEKTURAL

Dalam cara apa, kalau begitu, arsitektur dapat menjadi bermakna? Pengertian teoretis apa tentang makna yang harus dirancang oleh arsitek untuk prediksi yang akurat? Saya memahami bahwa terdapat dua kategori makna yang esensial yang harus diperhatikan oleh arsitek. Yang pertama dapat diklasifikasikan sebagai makna yang representasional, sedangkan yang kedua adalah makna responsif. Dalam makna representasional, lingkungan arsitektural yang telah diketahui, di dalamnya, dan segala yang berhubungan dengannya, direpresentasikan di dalam organisme manusia sebagai persepsi, konsep, ide atau apapun. Kita melihat obyek-obyek persegiempat, mengenalinya sebagai pintu, merasakan dinginnya knop perunggunya, dan seterusnya. Kedua, makna responsif, terdiri dari respon-respon internal terhadap representasi-representasi internal yang telah ada. Respon-respon ini bisa berupa afektif, evaluatif, atau preskriptif secara alami: perasaan geli, perasaan jijik atau terhina, pemikiranpemikiran tentang nilai dari lingkungan yang terhadir, atau ide-ide tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadapnya. Pengertian konseptual ini sangat penting bagi arsitek, sebab tidak seperti model makna yang dikembangkan oleh Psikolog Charles Osgood, pengertian ini menyatakan bahwa di mana lingkungan diperhatikan, di sana terdapat dua makna yang berbeda, dan yang kedua tergantung pada yang pertama. Jika kelompok-kelompok orang sangat berbeda dalam representasinya terhadap lingkungan arsitektural tertentu, hanya akan sedikit keuntungan yang diraih dari membandingkan makna-makna responsif dari kelompok-kelompok itu, karena respon-responnya tidak akan mengarah pada stimulus yang sama. Jika seorang arsitek Inggris melihat pada sebuah tempat tinggal kaum minoritas yang memburuk dan melihat bangunan-bangunan tua yang rusak dan tidak dicat, jalan-jalan yang kotor, dan pada saat yang sama, seorang penduduk kulit hitam melihat rumah-rumah tetangganya dalam segala kekhasannya dan jalan-jalan yang digunakan sebagai tempat bermain anak-anak, maka hanya ada sedikit alasan untuk membandingkan kedua representasi yang berbeda itu. Hal ini senada dengan perbedaan jenis kelamin: ruang tamu yang memiliki dekorasi dengan cita rasa yang tinggi merupakan pengaturan set-set yang penuh makna dari wanita-wanita dari kelompok yang sama dan memiliki kesadaran seni dekorasi ruang. Para lelaki mungkin melihat ruangan sebagai sebuah set, melihatnya sebagai sebuah kesatuan dan menghubungkannya dengan efek-efek keseluruhan. Dualitas makna (representasional dan responsif) juga penting dalam memprediksi perilaku. Arsitek pertama-tama harus memiliki pengertian yang baik akan representasi-representasi yang benar-benar akan dibentuk oleh para pengguna bangunannya. Setelah itu, ia juga harus mempelajari bagaimana para pengguna akan bereaksi (perasaan, emosi, pemaknaan, preskripsi, dsb.) terhadap apa yang telah mereka representasikan. Dengan mempertimbangkan keduanya, arsitek harus dapat membuat pendekatan-pendekatan yang masuk akal dari cara orang-orang berperilaku di dalam bangunan yang ia rancang, belum lagi apa yang akan mereka rasakan. JENIS DAN TINGKATAN MAKNA ARSITEKTURAL Di dalam dua kategori yang luas dari makna arsitektural, makna representasional dan responsif, terdapat beberapa subkategori makna yang dapat dengan berguna dibedakan terhadap prediksi arsitektural. Berkenaan dengan makna representasional, dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar, yaitu presentasional dan referensial. Sementara itu, makna responsif dapat dikelompokkan menjadi: afektif, evaluatif dan preskriptif. Jenis-jenis makna ini akan didiskusikan dalam bagian berikut.

Makna Presentasional Maksud dari makna presentasional di sini sama dengan yang telah dikembangkan oleh Suzanne Langer dalam Philosophy in a New Key dengan judul Bentuk Presentasional. Bentuk arsitektural dalam hal ini, menyajikan diri mereka sendiri kepada pengamat, pendengar, orang yang merasakan, dan seterusnya, secara langsung dan kepada sesuatu yang luas secara serempak (tidak berpindah-pindah). Bentuk-bentuk itu tidak bertindak sebagai tanda-tanda, karena repsesentasi yang ditimbulkan tidak dari seluruh atau sebagian bentuk yang telah dialami sebelumnya atau remote2 lainnya atau obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang terbayangkan, namun dari pengamatan pada bentuk itu sendiri. Representasi biasanya tidak verbal, dalam pengertian yang kita katakan pada diri sendiri, Wow, bukankah itu kompleks, atau besar, atau kuat. Hal itu lebih cenderung ikonik, representasi secara struktural mirip dengan bentuk yang diamati. Dengan representasi internal kita, kita memisah-misahkan obyek berdasarkan pada konteksnya, merasakan bentuk, tekstur, warnanya, dst, menyadari kedudukannya terhadap kita dan obyek lainnya, dan mengkategorikannya menurut obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang telah diketahui. Kita menjadi menyadari atribut-atribut atau kualitas-kualitas obyek atau peristiwa, setidaknya yang benar-benar berhubungan dengan kita. Tingkatan yang paling dasar dari makna representasional adalah pengenalan terhadap bentuk. Kita dapat melihat/merepresentasi bentuk ini:

Dan menyadari bahwa bentuk itu termasuk dalam sebuah kategori bentuk seperti:

Secara umum, kita mengambil langkah selanjutnya (referensial) dan berpikir sendiri: segitiga. Dengan bentuk-bentuk yang lebih kompleks, kita dapat, tentu saja tetap bertahan pada tingkat perseptual dari kategorisasi, tak memiliki katakata yang dapat mengkategorikan bentuk. Kita dapat pula dengan cepat merasakan atau mengkategorikan bentuk-bentuk yang berhubungan kepada benda-benda itu seperti ukuran, organisasi, kekuatan, tekstur, keruangan dan potensi yang tampak. Tingkat kedua dari makna presentasional melibatkan kategorisasi pada tingkat deskriptif atau adjektif, bukan tingkat menamai dan menomori. Akhirnya, kita dapat menyadari dengan ukuran, intensitas, tekstur dan seterusnya, bahwa obyek itu dekat atau jauh. Kita menyadari kedudukannya terhadap diri kita sendiri. Di permukaan, sepertinya akan terdapat sedikit perbedaan antar berbagai kelompok orang tentang makna presentasional. Bagaimanapun, bahkan di sini, apa yang kita presentasikan tergantung pada pengalaman kita. Jika pengalaman masa lalu terhadap bentuk benar-benar berbeda antara arsitek dan kelompok pengguna, maka mereka bisa jadi tidak akan melihat obyek yang sama. Arsitek bisa jadi menitikberatkan pada bentuk dari obyek, sedangkan kelompok pengguna menitikberatkan pada kedudukannya, ukuran atau warnanya. Jika hal ini terjadi, dan arsitek tidak menyadarinya, ia akan benar-benar tertekan untuk merancang yang sesuai bagi kelompok pengguna itu.

Makna Referensial

Gambar 1. Pintu sebagai referensi terhadap makna

Beberapa bentuk lebih penting dalam hubungannya dengan representasi yang mereka bawa ke pikiran, dari obyek dan peristiwa yang berbeda dengan mereka sendiri. Bentuk-bentuk ini berlaku sebagai tanda atau simbol dari obyek atau peristiwa lain. Contoh sempurna dari hal ini adalah kata-kata. Representasi dari bentuk kata itu sendiri sepele sehubungan dengan representasi yang ditimbulkannya, maknanya. Walau mengenai bentuk arsitektural, bagaimanapun, seringkali terdapat nilai penting referensial. Pintu-pintu, menyambung contoh yang terdahulu, dalam cakupan yang agak luas dari ukuran, bentuk, warna dan tekstur, menimbulkan representasi dari aktivitas melalui bagi sebagian besar pengamat. Karakteristik dari pintu bisa jadi digunakan oleh pengamat untuk membentuk ide dari beberapa hal sebagai kepribadian arsitek yang merancangnya, atau sikapnya terhadap pemilik. Dalam kasus ini, pintu tidak dipandang sebagai sebuah obyek, namun lebih sebagai referensi terhadap benda yang lain. Tingkatan makna referensial, dalam kenyataannya, sangat banyak dan meliputi banyak kesulitan yang dialami arsitek dalam memprediksi respon pengguna terhadap bangunan yang dirancangnya. Tingkatan paling dasar dari makna referensial adalah pengenalan terhadap kegunaan. Untuk tujuan mengoperasikan, untuk menggerak-gerakkan, untuk fungsi dalam bangunan, merupakan arti penting yang utama bahwa ruang-ruang, bentuk dan warna dari bangunan dikenali dalam hal kegunaan. Walaupun jika seorang arsitek meniatkan bahwa beberapa obyek dalam bangunan tak dapat dikenali dalam hal gunanya, siapapun yang menghuni bangunan mungkin tidak akan mau atau dapat menerima mereka dalam hal itu. Hal ini berlaku pada kedua kegunaan, manusia dan bangunan. Sebuah rumah harus mengkomunikasikan kepada penggunanya bahwa ia adalah sebuah tempat yang memungkinkan bagi sebuah keluarga untuk hidup, makan, tidur dan bergerak kegunaan manusia. Rumah itu juga harus mengkomunikasikan bahwa ia tidak akan rubuh dan dapat menjaga penghuninya dari cuaca yang buruk kegunaan bangunan. Jika ia gagal dalam salah satu aspek, maka ia tidak selayaknya diapresiasi atau digunakan seperti yang diniatkan oleh arsiteknya. Termasuk mungkin pula bagi arsitek untuk mengkomunikasikan manfaat dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang dirancangnya. Hanya terlalu mudah untuk mengingat telah melihat sebuah obyek yang dengan mudah dikenali sebagai kursi, namun terlihat tidak nyaman, sehingga kita susah mendudukinya. Satu manfaat, kemudian, duduk adalah untuk beristirahat sebuah manfaat fisiologis. Makna-makna semacam itu dapat dikomunikasikan. Manfaat lainnya bisa jadi secara psikologis. Sebuah kursi yang besar, bersandaran tinggi, berkesan tebal, bisa jadi diduduki bukan hanya untuk kenyamanan, namun juga untuk menciptakan rasa aman. Kursi itu bisa jadi juga mengindikasikan kedudukan atau

peran sosial, sebagai contoh: kursi ayah, kursi goyang nenek, kursi pendeta atau singgasana raja.

Gambar 2. Berbagai Desain Tangga Mewakili Manfaat yang Disandangnya

Nilai dapat diekspresikan atau didasarkan pada hubungan dalam arsitektur dengan bentuk itu sendiri, kegunaan dan manfaat bentuk dan bebas dari yang manapun. Yang pertama tentang bentuk-bentuk simbolisasi yang diberi nilai oleh mereka sendiri, kita melihat yang mana dari kedua bentuk itu yang paling sering digunakan, dan kepada bentuk-bentuk yang paling mendapat curahan perhatian. Setiap periode sejarah sepertinya memiliki bentuk-bentuk favoritnya, seperti kebanyakan arsitek juga memiliki bentuk-bentuk kegemaran. Kubah-kubah, busur-busur, menara-menara, galeri-galeri, sumbu, dan kantilever telah bernilai tinggi pada masing-masing masa. Contoh tangga dapat digunakan untuk melacak semua jenis dan tingkatan makna yang telah didiskusikan dan untuk menunjukkan bagaimana bentukbentuk arsitektural dapat digunakan untuk mengindikasikan nilai dari manfaatmanfaat yang beragam. Yang pertama yang harus diidentifikasikan sebagai tangga, obyek harus terlihat dapat digunakan secara fungsional untuk naik atau turun dalam suatu urutan pergerakan badan penggunaan manusia. Obyek itu juga harus terlihat mampu menahan berat badan seseorang dan bertahan dalam jangka waktu lama penggunaan bangunan. Jika obyek itu digunakan, obyek itu harus menunjukkan bahwa ia memungkinkan seseorang pergi dari satu tingkat ke tingkat yang lain manfaat fisik. Jika dibuat sangat lebar, ia dapat mengindikasikan bahwa banyak orang dapat menggunakannya bersama-sama manfaat sosial. Jika ditempatkan di posisi utama, seperti di opera house, bisa jadi terdapat manfaat psikologis dengan menjadikan seseorang dapat mengamati kerumunan orang pada saat menuruni tangga. Dengan ukurannya, letaknya yang utama, dan mungkin dengan rancangan yang mendetail dan indah, dapat pula mengindikasikan nilai yang disertakan dalam manfaat ini. Ketika sebuah tangga yang besar ditempatkan di dalam sebuah rumah pribadi, tangga itu bisa jadi mengekspresikan nilai kultural yang bebas dari kemanfaatan: untuk dapat memiliki sebuah tangga yang besar adalah untuk menarik perhatian. Senada dengan hal itu, jika tangga itu dirancang dengan garis halus yang berliku-liku, detail yang bagus, dan karpet putih yang lembut, tangga itu bisa jadi menyimbolkan kefemininan; yang mungkin menyebabkan pemakai menunjukkan kualitas atau nilai terhadapnya. Dalam hal prediksi arsitektural, perbedaan antara makna presentasional dan referensial merupakan pertimbangan penting. Jika seorang arsitek terutama menitikberatkan pada makna presentasional dari apa yang dirancangnya (bentuk, warna, status, dsb) pada saat kelompok pengguna lebih memperhatikan makna referensial (kegunaan, manfaat, atau nilai), maka arsitek dan kelompok pengguna bisa jadi memiliki perbedaan yang besar dalam respon-respon afektif, evaluatif dan preskriptif mereka; dan arsitek bisa jadi salah dengan prediksinya akan respon pengguna bangunan terhadap bangunan rancangannya.

Kemungkinannya, tentu, meningkat dengan menurunnya tingkat pendekatan antara arsitek dan pengguna, yang cenderung menjadi kasus dalam situasisituasi seperti itu melibatkan kelompok klien-pengguna yang berbeda dengan arsitek dalam karakteristik sosial-ekonomi, etnik, usia, kesehatan dan mobilitas. Makna Afektif Setelah representasi kita terbentuk, kita biasanya memiliki respon-respon internal lebih jauh, yang berhubungan dengan representasi kita. Salah satu dari respon ini biasanya disebut dengan makna afektif. Representasi kita bisa jadi menggairahkan kita, menyenangkan kita, membuat kita bosan, memuakkan atau melakukan banyak sekali hal-hal semacam itu. Perasaan dan emosi kitalah yang dibawa bermain. Kita melihat sebuah bangunan yang tidak kita ketahui fungsinya, namun bentuk dan tampilannya dengan mudah menyenangkan kita. Bangunan itu memiliki kombinasi garis, warna dan tekstur yang tepat. Atau ketika berjalan di tengah kota, kita sampai di pojok dan melihat kombinasi bentuk, keteduhan dan bayangan yang membuat kita menahan nafas. Kita terpengaruh oleh bentuk itu sendiri. Di pihak lain, kita bisa jadi berdiri di hadapan pintu yang sangat bagus namun terlihat sangat berat dan diukir dan merasa tergetar saat pintu itu dibuka. Kita terpengaruh oleh kegunaan dari bentuk. Kita dapat duduk di kursi yang bentuknya menyenangkan kita, kemudian dibuat marah dengan ketidaknyamanannya. Akhirnya, seringkali pertentangan antara makna representasional dan kenyataan sangat mempengaruhi kita. Hal yang sama dapat dinyatakan juga terhadap kegunaan dan nilai; kita melihat gedung dengan kolom-kolom yang mengagumkan, dan menemukan bahwa gedung itu adalah sebuah toko serba murah, lalu kita merasa kecewa dan terganggu. Makna afektif adalah juga respon yang dipelajari berdasarkan pengalaman. Tidak seperti respon-respon otonom, makna afektif ini benar-benar bervariasi antar masing-masing individu yang memiliki persamaan secara fisiologis. Bangunan yang menyenangkan orang awam bisa jadi membosankan bagi arsitek dan sebaliknya. Sebuah ruang bawah tanah dapat mempengaruhi seorang Arab dengan cara yang benarbenar berbeda dengan seorang Jerman. Gambar 3. Respon terhadap Jika arsitek tidak secara dekat mengenal Bangunan Berdasarkan Pengalaman nilai-nilai budaya para pengguna bangunan yang dirancangnya, ia biasanya tidak dapat memprediksi bagaimana rancangannya akan mempengaruhi mereka. Hal yang sama berlaku pula untuk makna evaluatif. Makna Evaluatif Jenis kedua dari makna yang datang dalam respon-respon terhadap representasi kita, dan mungkin juga terhadap makna evaluatif, adalah makna evaluatif. Makna semacam itu berurusan dengan perasaan-perasaan kita yang muncul segera dan emosi terhadapnya. Kita bisa jadi melihat sebuah bangunan, terkesan dan

bahkan merasa senang dengan representasi kita terhadapnya, namun setelah mempertimbangkannya, kita menyimpulkan bahwa gedung itu membosankan dan tidak menyenangkan. Contohnya, kita bisa jadi pada awalnya bereaksi terhadap makna presentasionalnya (bentuk), namun kemudian terhadap makna referensialnya (fungsi). Nilai-nilai, kriteria, standar-standar atau sikap-sikap yang kita kuasai melalui pengalaman sebelumnya dibawa untuk dipusatkan pada representasi kita, dan dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kita menyimpulkan bahwa gedung itu menyenangkan, tidak menyenangkan, baik, jelek, biasa, atau apapun. Di sini, nilai-nilai dan manfaat-manfaat kita menjadi pusatnya. Seorang turis contohnya, akan menilai bangunan dan kota dengan kriteria yang benar-benar berbeda dengan penduduk asli. Sama halnya, seorang petugas perawatan akan mengevaluasi detail bangunan dengan cara yang berbeda dengan seorang sejarawan seni. Banyak arsitek yang terlibat di dalam sebuah renovasi bangunan asli menemukan bahwa perubahan order benar-benar merefleksikan nilai-nilai dari petugas perawatan. Prediksi, tentu saja, makin dibuat sulit karena arsitek tidak terlalu sering merancang untuk kelompok-kelompok yang homogen. Hampir selalu terdapat beberapa kelompok pengguna yang berbeda dengan tujuantujuan, keinginan-keinginan dan aktivitas-aktivitas yang bertentangan, yang harus disortir dan diperhitungkan. Hampir tidak mungkin untuk memperoleh hasil rancangan yang memenuhi keinginan seluruh pengguna. Jika tidak, bagaimanapun, akan menjadi kredit bagi arsitek untuk mengetahui pihak-pihak yang tidak puas, hingga dapat menggunakan selain makna arsitektural untuk memberikan kompensasi terhadap para pengguna ini.

Makna Preskriptif Sesudah merepresentasikan situasi, terpengaruh oleh representasi kita terhadapnya, mengevaluasi representasi dan afeksi kita, kita akan memutuskan apa yang akan kita lakukan. Inilah makna preskriptif. Biasanya, makna yang berhubungan dengan arsitektur tidaklah seperti yang ditunjukkan oleh bahasa yang tak bersambungan (diskursif), dimana sebuah preskripsi (perintah, permohonan, petunjuk) secara eksplisit diberikan: Jangan belok kiri. Arsitektur biasanya bersifat preskriptif dalam pengertian bahwa sesuatu dibuat mungkin atau biasa oleh sebuah pengaturan dari bentukbentuk. Seseorang dituntun untuk menyimpulkan bahwa ia tidak boleh berbelok ke kiri, namun mengikuti jalan yang lebih lebar dan nyaman ke kanan. Bagaimanapun, makna yang terkandung adalah preskriptif dari aksi apa yang harus dilakukan. Makna preskriptif berarti disposisi Gambar 4. Rancangan Jalan Setapak untuk merespon, dalam pengertian Mencegah Manusia Melewati yang hampir sama dengan yang Rerumputan, Tanpa Memasang Tanda didiskusikan Charles Morris dan Larangan Roger Brown. Makna ini juga merupakan satu-satunya jenis makna yang dapat benar-benar diberi label, dan untuk itu, membuktikan ketidakcukupan dirinya sendiri sebagai definisi yang lengkap tentang makna. Harus diakui, jenis makna ini dapat cukup membuktikan untuk orang-orang yang tertarik hanya dalam perilaku. Sangat jelas bahwa

makna ini benar-benar penting bagi arsitek yang berharap bangunan mereka dapat digunakan sesuai yang dimaksudkan. Makna preskriptif paling dapat dipertanggungjawabkan bagi semua tingkatan makna yang disebutkan sebelumnya. Tidaklah cukup untuk hanya mengenali bentuk untuk bertindak. Seseorang setidaknya harus mengetahui kegunaan. Namun manfaat juga termasuk, sebab bisa jadi sebuah bangunan tidak diperuntukkan bagi penggunaan oleh orang-orang tertentu. Nilai yang ditempatkan pada bangunan oleh masyarakat bisa jadi juga mempengaruhi aksiaksi pengguna bangunan, apakah ia berjalan atau berlari, apakah ia bertindak dengan penuh hormat atau acuh tak acuh. Namun hal ini juga tergantung pada apakah pengguna itu juga menjadi bagian nilai yang ada pada masyarakat itu. Pengaruh yang langsung dirasakan akan mempengaruhi pula keputusankeputusan pengguna. Akhirnya, untuk memecahkan semua representasi, afeksi dan evaluasinya, pengguna itu akan memutuskan apa yang akan dilakukan, dan melakukannya. Apakah perilaku pengguna akan seperti yang dimaksudkan oleh arsitek, akan tergantung pada seberapa baik si arsitek memprediksi seluruh cakupan makna yang akan ditujukan oleh pengguna terhadap bangunan. USAHA-USAHA PENELITIAN SEBELUMNYA DAN IMPLIKASINYA Penelitian awal saya dalam bidang ini terfokus pada ya atau tidaknya arsitek lakukan, dalam kenyataannya, memahami lingkungan arsitektural secara berbeda dengan orang awam, baik pada tingkatan makna representasional ataupun makna responsif, dan jika demikian, untuk menemukan kepada apa perbedaan ini harus ditujukan. Sebuah rancangan eksperimental dirumuskan untuk itu, di mana mahasiswa arsitektur yang telah lulus dari Universitas Pennsylvania dibandingkan dengan orang-orang yang bukan arsitek dan calon arsitek pada institusi yang sama, dalam hubungannya dengan pertalian mereka akan makna untuk memilih lingkungan-lingkungan arsitektur. Para calon arsitek berperan sebagai sebuah kelompok kontrol yang memiliki respon-respon, jika sama dengan para arsitek dan orang-orang yang bukan arsitek, akan menunjukkan pentingnya kepribadian dan pengalaman praprofesi. Metode dari penelitian ini sepenuhnya dilaporkan di tempat lain. Cukuplah untuk menyatakan bahwa terdapat lebih banyak perbedaan pengucapan antara para arsitek Penn dan orang2 nonarsitek Penn dalam pemahaman mereka tentang lingkungan arsitektural. Karena para calon arsitek dalam sebagian besar perbandingannya dengan para arsitek memiliki persamaan, hal ini merupakan bukti bahwa pendidikan profesi dalam kelompok arsitek memegang peranan penting dalam cara mereka memahami lingkungan arsitektural. Jika hasilnya dapat digeneralisasi kepada pendidikan arsitektur secara keseluruhan, implikasinya akan mengurangi kekeliruan pada kekuatan prediksi arsitek. Arsitek bisa jadi merupakan salah satu yang terburuk dalam memprediksikan bagaimana orang awam, para pengguna bangunan yang dirancangnya, akan merepresentrasikan dan merespon apa yang dirancangnya. Sebagai tambahan, karena kelompok2 yang dibandingkan di Penn sangatlah seragam dalam hampir semua aspek etnik, pendidikan, daerah, kelompok usia dan tingkat ekonomi seseorang hanya dapat tercengang oleh perbedaan yang besar yang mungkin disinggung ketika faktor-faktor lain ini dipertimbangkan.

HASIL PENELITIAN TERKINI

Penelitian saya telah berlanjut dan diarahkan pada akhir dari memperbaiki kemampuan arsitek dalam membuat prediksi pra-pembangunan (1) dengan membuat perbandingan lebih jauh dari pemahaman lingkungan dari kelompokkelompok orang yang berbeda, (2) dengan mempertimbangkan masalah-masalah yang berhubungan dengan kelayakan berbagai media untuk merepresentasikan lingkungan arsitektural, dan (3) dengan berusaha mengembangkan sebuah set yang komprehensif dari skala-skala semantik yang dapat diaplikasikan pada lingkungan-lingkungan yang telah dirancang. Sehubungan dengan poin pertama, studi terakhir saya dengan mudah terpenuhi. Calon arsitek di Arizona State University dibandingkan dengan calon arsitek dari University of Pennsylvania dalam keterkaitan mereka terhadap makna terhadap sekelompok bangunan yang identik. Sasaran dari tahapan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah perbedaan yang besar dalam geografis (juga kultural?) dapat meliputi perbedaan dalam pemahaman terhadap lingkungan arsitektural sebesar yang disebabkan oleh pendidikan arsitek-arsitek itu. Kemudian ditemukan bahwa perbedaan geografis dari kedua kelompok dengan latar belakang pendidikan yang sejenis ini pada akhirnya menghasilkan perbedaan yang besar pula dalam keterkaitannya dengan makna, seperti yang juga disebabkan oleh perbedaan pendidikan. Sekali lagi, jika hasilnya digeneralisasikan terhadap kelompok-kelompok populasi selain dari kelompok calon arsitek dari kedua kampus, akan terdapat kesimpulan bahwa seorang individu yang hidup di wilayah geografis tertentu bisa jadi merupakan pemprediksi yang buruk bagi orang yang hidup di daerah lainnya. Studi lengkap terakhir lainnya merupakan studi yang berorientasi pada metodologi secara khusus ditujukan pada meningkatkan kemampuan peneliti untuk mempelajari permasalahan dalam prediksi. Dua studi pertama dari penelitian ini berhubungan dengan permasalahan dalam merepresentasikan lingkungan arsitektur melalui media fotografi. Yang pertama, sebuah studi panduan, dengan sederhana membandingkan respon-respon dari kelompok yang dipasangkan dari responden-responden untuk slide warna dan hitam putih untuk contoh-contoh bangunan yang sama. Slide-slide hitam putih, bagaimanapun, dengan mutu yang sedikit lebih rendah, telah direproduksi dari slide-slide warna yang asli. Studi ini diikuti dengan studi lebih luas tentang membandingkan slide satu warna, slide multiwarna, film berwarna, film hitam putih, dan televisi hitam putih dengan lingkungan yang nyata. Lingkungan arsitektural yang dipertimbangkan adalah perumahan dengan contoh-contoh yang beragam. Saat hasil penelitian belum benar-benar dievaluasi, nampak bahwa keputusankeputusan yang berhubungan dengan slide-slide satu warna secara umum mirip dengan keputusan yang dibuat di lingkungan-lingkungan nyata, daripada yang dibuat terhadap media-media lainnya. Tentu saja sangat krusial untuk menemukan media pengganti untuk lingkungan-lingkungan nyata, hingga studistudi yang lebih bermakna dapat dilakukan tanpa harus membawa para responden ke berbagai lingkungan yang dibutuhkan dalam studi, sebuah hal yang hampir mustahil. Studi-studi tambahan terakhir terpusat pada pengembangan dari set pendek dari skala perbedaan semantik yang benar-benar meliputi area presentasional, afektif dan evaluasional dari makna arsitektural. Kelompok pertama dari duapuluh skala dikembangkan dengan mereview sejumlah usaha penelitian yang memanfaatkan skala semantik dan menyaring skala utama untuk dimensi2 yang telah muncul sebelumnya. Sebuah analisa lebih jauh dari set skala yang diajukan telah lengkap. Dalam studi ini, sembilan dimensi yang berbeda dari makna dan satu dimensi subordinat telah ditemukan untuk memperhitungkan banyaknya skala yang diajukan dalam studi-studi terdahulu. Beberapa area yang dapat dipertanyakan dari pemilihan skala masih tertinggal, bagaimanapun, studi lebih jauh memang diperlukan. Mengurangi sangat banyak jumlah skala yang mungkin untuk sebuah kelompok yang kecil namun komprehensif yang dapat

diperbandingkan, merupakan kewajiban untuk mengusahakan kemungkinan untuk mempelajari sejumlah besar lingkungan arsitektural secara ekonomis tanpa mengorbankan berbagai jenis dan tingkatan makna yang penting bagi arsitek dan pengguna sejenis. PENELITIAN SAAT INI Daya dorong dari penelitian saya saat ini dipusatkan pada permasalahan prediksi. George McKehnie, seorang psikolog lingkungan di Arizona State University, dan saya berencana untuk mengeksplorasi sebaik apa para arsitek dapat memprediksi makna-makna yang terkait dengan kelompok minoritas khusus terhadap contoh2 perumahan umum yang beragam, termasuk perumahan umum yang dirancang oleh arsitek-arsitek responden sendiri. Kami berharap menemukan variabel kepribadian atau pengalaman apakah yang cenderung berhubungan dengan suksesnya prediksi terhadap respon2 pengguna. Kami juga berharap dapat mengembangkan sebuah instrumen penelitian yang dapat dipergunakan scara langsung dalam praktek untuk membandingkan profil dari respon2 dan prediksi2 mereka sendiri dengan keterkaitan makna yang direkam oleh kelompok klien-pengguna. Dalam rangka menetapkan validitas instrumen, kami berencana untuk melakukan evaluasi-evaluasi pascapembangunan untuk menentukan apakah penggunaan instrumen penelitian berhubungan dengan peningkatan kenyamanan pengguna dengan lingkungan yang telah dirancang. KESIMPULAN Artikel ini telah memasang secara permanen apa yang saya pikir menjadi tantangan terbesar bagi perancang arsitektural, yakni, untuk meningkatkan kemampuan prediksinya, sebelum pembangunan, pemahaman dan penggunaan bangunannya oleh kelompok pengguna-klien dan kemudian untuk meningkatkan kemampuannya untuk merancang bagi kelompok2 ini. Informasi latar belakang yang solid tentang makna arsitektural dan pengertian akan pentingnya permasalahan prediksi dalam hubungannya dengan lingkungan arsitektural telah tersedia; dan jika studi-studi seperti yang pada akhirnya telah diajukan dapat dipenuhi, sebuah dasar untuk meningkatkan rancangan arsitektural dari kedua sudut pandang arsitek dan pengguna akan juga dapat dihasilkan.