MAKNA LAFADZ IDRIB PADA QS, An-NISA AYAT 34...
Transcript of MAKNA LAFADZ IDRIB PADA QS, An-NISA AYAT 34...
1
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Demi Allah,
Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,
penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
MAKNA LAFADZ IDRIB PADA QS, An-NISA AYAT 34 PERSPEKTIF ULAMA KABUPATEN MALANG
Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau
memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti disusun orang lain,
ada penjiplakan, duplikasi, atau memindah data orang lain, baik secara
keseluruhan atau sebagian, maka skripisi dan gelar sarjana yang diperoleh
karenanya, batal demi hukum.
Malang, 6 Februari, 2014
Penulis,
2
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk Orang-orang tercinta dan yang paling berjasa dalam arti hidupku serta
Yang telah memberikan perubahan dalam setiap langkahku.
1. Teruntuk kedua orang tuaku; Ayahanda Sudo’I dan Ibunda Cicik Larasati. Dengan kasih sayang, ketulusan cinta dan doanya yang tiada berbalas telah membekaliku untuk mengarungi samudera kehidupan ini.
2. Adindaku Muhammad Nazril Qamarullah Latuf yang selalu memberikan canda tawa dan kasih sayang .
3. Keluarga besar tercintaku yang turut serta memberikan do’a dan motivasi dalam perjuangan ini, menjadikan hidupku begitu indah dan bermakna.
4. Kepada semua guru-guruku yang selalu memberikan asupan pendidikan, ilmu pengetahuan, arahan serta bimbingannya, semoga menjadi ilmu yang manfaat dan barokah.
5. Kekasih pujaan hatiku Maria Ira Ratnasari yang telah memberikan binaan cinta dan kasih sayangnya serta selalu setia, semoga nanti kita bisa membina keluarga yang bahagia dalam bingkai sakinah, mawaddah, warahmah.
6. Kawan-kawan sejatiku Fakultas Sari’ah angkatan 2009, terima kasih telah membuatku merasa termotivasi dan percaya diri dalam membangun semangat juang.
Kupersembahkan Tulisan yang sederhana ini kepada kalian semua, doaku; “Semoga Allah SWT memberikan perubahan kepada kita
untuk meraih apa yang selama ini kita cita-citakan sehingga menjadi orang yang berguna dan bahagia di dunia maupun di akhirat”
Amin Ya Robbal Alamin.
3
MOTTO
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al-Baqarah 02: 35)
4
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat beserta salam
semoga senantiasa tercurah kepada beliau yang menjadi suri tauladan manusia,
rahmat semesta alam Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, para
sahabatnya, serta pengikutnya yang istiqomah hingga akhir zaman. Tiada kata
yang layak kita haturkan selain mengucap syukur kepada Allah SWT atas segala
kesempatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Makna Lafadz Idrib Pada Qs. An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama
Kabupaten malan dapat diselesaikan dengan curahan kasih sayang-Nya,
kedamaian dan ketenangan jiwa.
Dengan segala daya dan upaya serta bantuan, bimbingan maupun
pengarahan dan hasil diskusi dari pelbagai pihak dalam proses penulisan skripsi
5
ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo MS.i, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.,
2. Dr. Roibin , M.Hi., selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Dr. Sudirman Hasan, MA., selaku Ketua Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah,
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag, selaku dosen pembimbing penulis. Syukron katsiron
penulis haturkan atas waktu yang telah beliau limpahkan untuk bimbingan,
arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga beliau
beserta seluruh keluarga besar, khususnya Ibu dan Bapak, selalu mendapatkan
rahmat dan hidayah Allah SWT. Serta dimudahkan, diberi keikhlasan dan
kesabaran dalam menjalani kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat.
5. Dr. Roibin., selaku dosen wali penulis selama menempuh kuliah di Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Terima kasih
penulis haturkan kepada beliau yang telah memberikan bimbingan, saran, serta
motivasi selama menempuh perkuliahan.
6. Segenap dosen Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang yang telah menyampaikan pengajaran, mendidik, membimbing,
serta mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Semoga Allah SWT memberikan
pahala-Nya yang sepadan kepada beliau semua.
7. Staf Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6
Semoga apa yang telah saya peroleh selama kuliah di Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini, dapat
bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi saya pribadi. Penulis sebagai
manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan dosa, menyadari bahwasanya
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Malang, 6 februari
2014
Penulis,
Muhammad LukmanH. NIM 09210060
DAFTAR TRANSLITERASI
A. Umum
7
Transliterasi yang dimaksud di sini adalah pemindahalihan dari bahasa
Arab ke dalam tulisan Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam
bahasa Indonesia.
Konsonan
dl ض Tidak ditambahkan ا
th ط b ب
dh ظ t ت
(koma menghadap ke atas)‘ ع ts ث
gh غ j ج
f ف h ح
q ق kh خ
k ك d د
l ل dz ذ
m م r ر
n ن z ز
w و s س
h ه sy ش
y ي sh ص
B. Vokal, pandang dan Diftong
Setiap penulisan Arab dalam bentuk tulisan Latin vokal fathah ditulis
dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan bacaan panjang
masing-masing ditulis dengan cara berikut:
Vokal (a) panjang = â misalnya قال menjadi qâla
8
Vokal (i) panjang= î misalnya قیل menjadi qîla
Vokal (u) panjang= û misalnya دون menjadi dûna
Khusus bacaan ya’nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “î”,
melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’ nisbat di
akhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya’ setelah fathah ditulis
dengan “aw”dan “ay” seperti contoh berikut:
Diftong (aw) = و misalnya قول menjadi qawlun
Diftong (ay) = ي misalnya خیر menjadi khayrun
C. Ta’ marbûthah (ة)
Ta’ marbûthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengah-
tengah kalimat, tetapi apabila Ta’ marbûthah tersebut berada di akhir kalimat,
maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya: للمدرسة الرسالة
menjadi al-risalat li al-mudarrisah.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL….................................................................................i
9
HALAMAN JUDUL………………………………..……………..……........ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................v
HALAMAN MOTTO………….......................................................................v
KATA PENGANTAR......................................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................ix
DAFTAR ISI…….............................................................................................xi
ABSTRAK INGGRIS .....................................................................................xii
ABSTRAK ARAB…………………………………………………………....xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................6
C. Batasan Masalah...................................................................................6
D. Tujuan Penelitian ...............................................................................6
F. Sistematika Pembahasan.......................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………….. …...…..9
A. Penelitian terdahulu ………………………..………..........................9
B. Kajian Teori ……...……………………..…………..........................13
1. Nusyuz Istri terhadap Suami …………………….……..13
a. Pengertian Nusyuz Terhadap Suami……………....…13
b. Cara Penyelesaian Nusyuz……………………….…..14
2. Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Tafsir………………….18
a. Ulama Salafi………………………………………….18
b. Ulama Moderen……………………………………....21
10
c.Ulama Kontemporer………………………………..….25
BAB III . METODE PENELITIAN…………………………………………....35
A.Jenis Penelitian ……............................................................................36
B.Pendekatan Penelitian….……………...…...........................................37
C.Lokasi Penelitian….…………….…………………………………….39
D.Sumber Data…..……………………………………………………....40
1.Data Primer………….…………………………………………40
2.Data Skunder…………….……………………………………..41
E.Metode Pengumpulan Data ....................................................................42
1. Metode Wawancara……………………………………………43
F.Metode Pengolahan Data .......................................................................43
G. Metode Analisis Data ...........................................................................45
BAB IV. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN……………………………..48
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian.....................................................48
1. Lokasi penelitian ………………...............................................48
2. Kondisi Wilayah Penelitian ……………………………….…49
B. Paparan Dan Analisis Data....................................................................55
1. Profil informan ..........................................................................55
C. Pembahasan……………………………………………………...…....56
1. Makna Lafadz idrib menurut Ulama Kabupaten Malang ….....56
2. Solusi Tepat Dalam Mengatasi Perselisihan Rumah Tangga....60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..98
A. Kesimpulan...........................................................................................98
11
B. Saran......................................................................................................99
12
BAB 1
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah salah satu tahap paling penting dalam kehidupan setiap muslim,
karena hanya melalui perkawinan seseorang bisa dinilai sah untuk memasuki kehidupan
rumah tangga. Di samping itu perkawinan juga merupakan langkah awal dalam
membangun stabilitas sosial dalam masyarakat. Ketika suatu pasangan mengikrarkan
dirinya untuk sanggup menempuh kehidupan rumah tangga maka keduanya telah
memasuki tahap kehidupan yang baru. Membangun mahligai rumah tangga berarti
menyatukan dua watak yang berbeda, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani masing-masing, bersama-sama mentaati perintah agama, dan bermasyarakat
serta bernegara dengan baik.1
Untuk mencapai tahap perkawinan tidak hanya dibutuhkan kematangan fisik saja,
namun yang tidak kalah penting adalah kesiapan mental terutama komitmen dalam
1 M. Fauzil Adhim, Kupinang Engkau Dengan Hamdalah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), 129.
13
mengemban tanggung jawab serta kewajiban sebagai suami atau istri nantinya. Dengan
demikian tampak bahwa konsekuensi yang akan ditanggung oleh seseorang terlihat
begitu besar jika melakukan keteledoran dalam rumah tangganya. Sebaliknya, jika
hubungan perkawinan berjalan dengan harmonis, maka effective side effect seperti tolong
menolong akan didapat.2
Islam memberikan perhatian yang sangat besar dalam persoalan
rumah tangga, terutama berkenaan dengan rasa keadilan dan
penghormatan terhadap hak serta kewajiban suami-istri yang terbina dalam
struktur keluarga. Islam menyatakan bahwa baik laki-laki maupun
perempuan setara derajatnya dihadapan Allah SWT. Hanya satu yang
menjadi pembeda di antara keduanya, yaitu kadar ketakwaan kepada Allah
SWT.3 Islam memerintahkan masing-masing suami istri untuk
memperlakukan pasangannya dengan baik dan penuh dengan kelembutan .
Islam menyeru para suami untuk melaksanakan hal tersebut dengan
pertimbangan bahwa ia adalah pemimpin dan pemilik wewenang untuk
menceraikan istri dengan wasiat yang indah dibawah ini.4
2 Fauzil , Adhim, 154. 3 Syeh Hafizh Ali Syuaisi’,”Tuhfatul Urusy wa Bahjatu an-Nufus”, diterjemahkan oleh Abdul Rosyad 4 Syaikh Mahmud al-Mashiri,” Perkawinan Idaman”, diterjemahkan Iman Firdaus Lc, Q, Dpl.(Cet. I ; Jakarta: Qisthi Press,2011) 264
14
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa:19).
Namun demikian kenyataan seringkali menunjukkan bahwa
hubungan suami istri tidak selalu harmonis. Kadang-kadang suatu pasangan
gagal dalam menyelamatkan biduk rumah tangganya karena menghadapi
masalah yang dianggap berada di luar kemampuannya. Kadang-kadang
wanita mengabaikan hak Suaminya atau kurang maksimal dalam melakukan
kewajibannya terhadap rumah dan anak-anaknya.5 Hal seperti ini seringkali
muncul karena ketidaksanggupan dari salah satu pihak, bisa suami atau istri,
untuk melaksanakan kewajiban masing-masing. Apabila ketidaksanggupan
itu datang dari salah satu pihak saja, yakni dari pihak suami atau istri, maka
hal tersebut termanifestasi dalam sebuah perilaku yang disebut dengan
nusyuz.6
Perilaku nusyuz merupakan persoalan awal dalam rumah tangga sebelum
menjalar kepada persoalan berikutnya yang lebih parah, yaitu masalah syiqaq.
Pada permasalahan nusyuz, sikap mengacuhkan pasangan baru terjadi pada
salah satu pihak suami atau istri..7
5 Mahmud, al-Mashiri, 265 6 Shaleh bin Ghanim as-Sadlan, “Nusyuz” diterjemahkan oleh Abu Hudaifah Yahya, Nusyuz Petaka Rumah Tangga (Jakarta: Nurul Qalb, 2008), 30 7 Ghanim, as-Sadlan, 30
15
Dalam QS An_nisa ayat 34 ada tiga tahap dalam penyelesaian nusyuz .
Yang berbunyi :
Tahap Yang harus dilakukan dalam penyelesaian yang pertama
yaitu فعظو ھن “Maka Nasehatilah Mereka” nasehatilah mereka apa saja
yang Allah wajibkan kepada mereka berupa pergaulan yang baik kepada
suami, dan pengakuan akan kedudukannya terhadap Istri. Sebagaimana
Nabi SAW bersabda.:
امرت المرأة أن تسجد لزوجھالوأمرت أحد أن یسجد لأحد ل
“Jika aku dibolehkan memerintahkan untuk sujud kepada yang lain
patilah aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.
16
Pengobatan yang tahap kedua yaitu :
“……… Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka…..”
Menurut Imam Al-Qurtubi ini pendapat yang bagus, karena apabila suami
berpaling dari ranjang istrinya (tidak menggaulinya), maka jika si istri itu
mencintai suaminya, hal itu akan membuat dia susah sehingga dia akan
kembali untuk berbaikan. Dan jika ia membencinya maka akan muncul
pertentangan dari istri, hingga bahwa akan Nampak penentangan dating
dari pihak istri. Adapun batas memisahkan diri dari istri itu menurut ulama
adalah satu bulan,8 sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW ketika Nabi
bercerita rahasia kepada Hafshah lalu ia menyebarkannya kepada Aisyah
lalu keduanya berdemonstrasi kepada biliau. Dan tidak sampai pada waktu
empat bulan yang Allah jadikan sebagai batas orang yang melakukan
Li’an .
Pengobatan Yang tahap terakhir adalah “dan pukullah
mereka.” Allah memerintahkan agar memulainya dengan Nasehat dahulu
kemudian pisah ranjang, bila belum berhasil maka pukullah, karena itulah
yang dapat memperbaikinya dan yang dapat mendorongnya untuk
8 Syaikh Imam Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an: “Tafsir Al-Qurtubi”, diterjemahkan oleh Ahmad Rijali Kadir, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 401
17
memenuhi hak suaminya.9 Sedangkan pukulan disini adalah pukulan
pendidikan bukan pukulan yang menyakitkan, tidak mematahkan tulang
dan tidak menyebabkan luka seperi meninju dan yang semisalnya, karena
tujuannya untuk memperbaiki bukan untuk yang lain.
Atas dasar Latar Belakang tersbut peneliti ingin mengetahui lebih
dalam tentang Makana Lafadz “IDRIB” Dalam Surat An-Nisa Ayat
34 Perspektif Ulama Kabupaten Malang.
2) Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Kabupaten
Malang?
2. Bagaimanakah solusi jika terjadi perselisihan antara suami istri
perspektif ulama Kabupaten Malang ?
3) Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang diungkapkan oleh penulis didalam
latar belakang, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui makna lafadz Idriba dalam Qs. An-Nisa Ayat 34
Perspektif Ulama Kabupaten Malang .
9Imam Al Qurtubi, 401
18
2. Untuk mendeskripsikan Solusi penyelesaian dalam perselisihan
suami istri yang terdapat Dalam Surat An-Nisa Ayat 34 Perspektif
Ulama Kabupaten Malang .
4). Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teoritis
a. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang Makna Lafadz
Idrib yang terdapat Dalam Surat An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama
Kabupaten Malang.
b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan oleh
penulis dapat memberikan kontribusi pengetahuan atau teori bagi Fakultas
Syari’ah Jurusan alAhwal alSyakhsiyyah.
c. Sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Praktis
a. Dapat dijadikan bahan acuan atau rujukan bagi siapa saja yang Sedang
Mengalami Nusyuz dan Ingin Mengetahui Batasan Dalam
Penyelesaiannya.
b. Sebagai sumber pengetahuan untuk memecahkan permasalahan dalam
sebuah rumah tangga ketika terjadi pertentangan atau pertengkaran
yang disebabkan oleh Istri Sedang Nusyuz Terhadap Suaminya.
19
5. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan adalah rangkaian urutan yang terdiri dari
beberapa uraian mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau
penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam
pembahasannya terdiri dari lima bab:
BAB I : Memberikan pengetahuan umum tentang arah penelitian yang akan
dilakukan. Pada bab ini, memuat tentang latar belakang masalah, definisi
operasional, rumusan masalah, batasan masalah, penelitian terdahulu, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II: Bagian ini menjelaskan tentang Penjelasan Lafadz Idrib pada Qs
An-Nisa 34 ( latar belakang sosial, latar belakang Turunnya Lafadz
Tersebut , macam- macam nya Makna dari Lafadz Idrib);
BAB III : Bagian ini berisikan metode penelitian. Untuk mencapai hasil
yang sempurna, penulis akan menjelaskan tentang metode penelitian yang
dipakai dalam penelitian ini, dimana metode penelitian tersebut terdiri dari
lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumbe data, metode
pengumpulan data, serta metode pengolahan dan teknik analisa data.
BAB IV :merupakan uraian tentang paparan data yang diperoleh dari
lapangan dan analisa data dari penelitian dengan menggunakan alat analisa
20
atau kajian teori yang telah ditulis dalam bab II. Selain itu penjelasan atau
uaraian yang ditulis dalam bab ini, juga sebagai usaha untuk menemukan
jawaban atas masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam rumusan
masalah.
BAB V : sebagai penutup yang merupakan rangkaian akhir dari sebuah
penelitian. Pada bab ini, terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan
dimaksudkan sebagai hasil akhir dari sebuah penelitian. Hal ini penting
sekali sebagai penegasan terhadap hasil penelitian yang tercantum dalam bab
IV. Sedangkan saran merupakan harapan penulis kepada semua pihak yang
kompeten atau ahli dalam masalah ini.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Seperti umumnya dalam penelitian , maka dalam penelitian ini pun
dianggap perlu untuk mengemukakan beberapa penelitian lain yang telah
dilakukan sebelumnya di daerah lain yang juga berkaitan dengan tradisi, sekalipun
bentuk dan tata caranya berbeda. Akan tetapi penelitian sejenis di daerah yang
22
menjadi lokasi penelitian ini memang belum pernah dilakukan sehingga
memungkinkan untuk diadakan penelitian ini.
Sebelum penulis meneliti tentang masalah ini, persoalan ini juga pernah
diteliti oleh Shofa Qonita dengan judul Perlindungan Terhadap Istri Sebagai
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No
23 Tahun 2004.” 10 Hasil dari penelitian tersebut adalah kekerasan yang terjadi
dalam masyarakat juga karena pemahaman yang salah terhadap suatu ayat
ataupun hadits seperti yang terdapat dalam surat Al-Nisa’ ayat 34, yaitu :
Wadzrubuuhunna sering dijadikan alsan atau landasan untuk melakukan
kekerasan terhadap istri. Masih dalam ayat yang sama lafadz qawwamun, yang
berarti suami berkewajiban mengayomi, memberi perhatian, dan melakukan
pergaulan yang baik terhadap istri atau pada sebagian masyarakat justru dimaknai
sebagai kekuasaan untuk melakukan kesewenang-wenangan terhadap istri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shofa Qonita, yaitu bahwa
upaya untuk menanggulangi masalah perlindungan kekerasan dalam rumah tangga
prespektif hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 dilihat dari jenis
hukumnya.
Sedangkan untuk penelitian yang kedua , yaitu oleh Nora Hidayatin
dengan judul “Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang Terhadap
10 Shofa Qonita, “Perlindungan Terhadap Istri Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No 23 Tahun 2004.”, Skripsi Tahun 2005
23
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Gender”.11Hasil dari penelitian yang
didapatkan adalah mahasiswa dan mahasiswi fakultas syari’ah memiliki
pemahaman yang positif terhadap kekerasan dalam rumah tangga, secara
keseluruhan 100%. Dari mahasiswa mengetahui 76% melalui media massa, 8%
dari teman, 4% melihat sendiri. Sedangkan mahasiswi 4% lewat teman, 68% dari
media massa, 12% dari dosen, 4% melihat sendiri, 8% dari keluarga dan 4% dari
tetangga. Secara keseluruhan mereka mengetahui tentang persoalan kekerasan
dalam rumah tangga karena saat ini persoalan kekerasan dalam rumah tangga
telah menjadi persoalan publik. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang paling
banyak diketahui oleh mereka adalah kekerasan fisik. Pada umumnya, mahasiswa
merespon positif dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004
karena hal itu merupakan langkah tepat untuk meminimalisir kekerasan dalam
rumah tangga. Karena adanya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 diharapkan
akan menciptakan hubungan hubungan keluarga yang harmonis.
Jadi secara mendalam persoalan yang lebih dominan antara keduanya
dalam merespon KDRT adalah mereka menganggap bahwa persoalan KDRT
tidak hanya menjadi tanggungjawab dari kelompok, jenis kelamin tertentu
misalnya perempuan, akan tetapi KDRT adalah menjadi tanggung jawab bersama.
Penelitian yang Ketiga telah diteliti oleh Azizah dengan judul
“Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan
Suami (Studi di Kel. Arjosari Blimbing Kota Malang)” dalam skripsi ini
11 Nora Hidayatin,“Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Gender”, Skripsi Tahun 2005
24
menjelaskan tentang pemahaman istri, bentuk-bentuk kekerasan dan dampak
psikologis serta sosiologis korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan
oleh suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, untuk menjelaskan pemahaman
istri korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di
Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. Kedua, untuk
memahami bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh
suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. Ketiga,
unuk memahami dampak psikologis dan sosiologis yang di alami oleh istri yang
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di
Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. 12
Dalam hal ini, peneliti membedakan diantara dua dalam penelitian di atas.
Peneliti, mengupas mengenai pemahaman para Ulama atau Kyai di Masyarakat
kabupaten Malang tentang KDRT yang dilakukan suami. Karena selama ini
banyak terjadi tindak kekerasan di berbagai Jawa Timur khususnya di daerah
Kabupaten Malang dan selalu yang menjadi korban adalah istri. Peneliti untuk
mencoba meneliti lebih dalam mengenai pemahaman Para Ulama Atau Para Kyai
yang ada disekitar Kabupaten Malang Tentang Makna Lafadz Wadribuhunna
Dalam Qs An-Nisa Ayat 34, yang kaitannya tentang Pencegehan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
12 Azizah, “Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami” Skripsi UIN Malang, Tahun 2007.
25
B. Kajian Teori
1. Nusyuz Istri Terhadap Suami.
a. Pengertian Nusyuz Istri Terhadap Suami
Nusyuz secara etimologis berarti tempat yang tinggi. Adapun secara
terminologis maknanya pembangkangan seorang wanita terhadap suaminya dalam
hal-hal yang diwajibkan Allah untuk ditaatinya. Seakan wanita itu merasa paling
tinggi, bahkan lebih tinggi dari suaminya.13
Menurut Slamet Abidin dan H. Amnuddin Nusyuz berarti durhaka.14
Maksudnya seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa alas
an yang dapat diterima oleh syara’. Dia tidak menaati suaminya atau menolak
diajak ketempat tidurnya.
Ibnu Qudamah berkata, ”Makna Nusyuz adalah mendurhakai suami dari
kewajiban untuk taat kepadanya. Berasal dari kata Nasyaz, yang berarti naik atau
berada diatas. Seakan-akan istri Nusyuz naik, memposisikan diri diatas suami dan
enggan untuk melaksanakan keawajiban dari Allah untuk taat kepadaNya. 15
13 Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: QISTHI PRESS, 2011), h. 359 14 Tihami, Sohari Syahrani, Fikih Munakahat , (Jakarta; Rajawali Press, 2009), h. 185 15 Muhammad Bin Ibrahim Al-Hamid, “ Min Akhta’ Az-Zaujat”, diterjemahkan oleh Muhammad Muhtadi Lc, Dosa-Dosa Suami Istri Yang meresahkan Hati, (Cet I ; Solo: Kiswah, 2011), h. 54.
26
Muhammad Utsman al-Khusyt. Memaknai Nusyuz Istri dengan, istri yang
tidak mau berdandan, membangkang suami diatas ranjang, keluar rumah tanpa
izin suami, dan meninggalkan kewajiban keagamaan.16
Imam Muhammad Abduh dan sekelompok ahli Fiqih bahwa Nusyuz
mencakup seluruh kemaksiatan yang menyebabkan suami minnggat atau
menolak.17
Sedangakan Menurut Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Nusyuz
berasal dari kata ”nasyz” yang berarti tempat yang tinggi. Sedangkan dari segi
istilah, Nusyuz adalah pembangkangan istri terhadap suaminya dalam hal-hal
yang diwajibkan Allah untuk mentaatinya, seolah-olah yang meninggikan diri dan
merasa lebih tinggi daripada suaminya. 18
b. Cara Penyelesaian Nusyuz.
Al-Quranul Karim telah membimbing kita menuju langkah-langkah yang
selayaknya dilalui oleh laki laki untuk memperbaiki kehidupan keluarga, saat
angin penentangan bertiup keras dan istri mulai membangkang dan menentang,
Al-Quran telah mensyariatkan Dalam Qs.An- Nisa Ayat 34 sebagai berikut.
16 , Muhammad Utsman al-Khusyt, Membangun Harmonisme Keluarga , (Jakarta; Qisthi Press, 2007, h. 105 17 Muhammad Utsman al-Khusyt,h. 105 18 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, “ Shahih Fiqh As-sunnah Wa Adillatuhu wa Tau”, diterjemahkan oleh Iman Fhih Madzahib Al Aimmah, diteterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap, Faisal Saleh, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: Pustaka Azam , 2007), h. 350
27
Artinya
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Tahapan-Tahapan dalam penyelesaiannya sebagai berikut:
a) ( ) Terlebih Dahulu Memberi Nasehat kepada istri.
Yaitu memberi nasehat dengan cara mengingatkannya kepada Allah,
kewajiban kepada suami, dan hak-hak suami yang wajib dilaksanakan dan
menjauhkan pandangannya dari perbuatan dosa dan perilaku durhaka, Yaitu agar
bersikap baik kepada suami dan mengakui kedudukannya yang lebih tinggi dari
pada istri, iangatkanlah dia akan kematian, alam lubur, hari akhir dan hari
perhitungan. Disamping itu, istri mesti diingatkan bahwa ia akan kehilangan Hak
mendapatkan, nafkah, pakaian, dan ia akan ditinggalkan di tempat tidur sendirian
jika ia tetap durhaka kepada suaminya. Diharapkan dengan nasehat itu istri
terbuka hatinya untuk meminta Maaf atau bertobat atas apa yang telah
dilakukannya tanpa sebab. 19 Suami yang baik akan dapat menentukan dan
memilih kata-kata dan sikap yang layak untuk mengajari istri. Kadang-kadang ada
istri yang tinggi hati, sombong. Karena hidupnya biasa senang dengan orang
tuanya lalu dipandang enteng suaminya. Maka suami hendaklah mengajarinya dan
menyadarkannya. Karena apabila seseorang telah bersuami, apabila bercerai 19Sayyid Sabiq, “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc, Fikiqih Sunnah, (Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006), h. 96.
28
dengan suaminya, jika ia pulang kembali kepada tanggungan ibu bapak, tidak lagi
akan seperti masih sewaktu dia masih gadis. Dan Si suami dalam memberi
pengajaran itu tidak boleh bosan. Karena mendirikan dan menegakkan
ketrentaman sebuah rumah tangga kadang-kadang meminta waktu berpuluh
tahun.20 Si suami hendaklah menunjukkan pimpinan yang tegas dan bijaksana.
b) ( ) Pisah Ranjang.
Jauhilah mereka pada waktu tidur agar mereka bisa taat lagi kepada
suaminya. Takut-Takutilah mereka dengan mengabaikan atau tidak
menggaulinya. Siapa tahu mereka tidak sanggup menahannya. Suami boleh
meninggalkan sesuka hatinya dan bagaimanapun kondisinya, sesuai dengan
kondisi si istri. Yang penting hukuman tersebut mengandung efek jera bagi istri
agar ia tidak melakukan Nusyuz lagi. 21
Ini pendapat yang bagus, karena suami apabila berpaling dari ranjang
istrinya (tidak menggaulinya), maka jika si istri mencintai suaminya, hal itu akan
membuat Dia susah sehingga Dia akan kembali untuk berbaikan. 22
Ada zaman-zamannya bagi seorang perempuan adalah satu hukuman yang
menghibakan Hati, kalu sisuami menunnjukkan marah dengan memisahkan tidur.
Memang kalau pergaulan telah berpuluh tahun, “hukuman” pisah tempat tidur
tidak begitu besar artinnya, sebab sudah biasa juga suami istri yang telah banyak
20 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.62. 21 Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: QISTHI PRESS, 2011), h. 362 22 Imam Al Qurtubi, h. 399
29
anak dan bercucu, sebab telah tua-tua berpisah tempat tidur. Tetapi diwaktu masih
muda memisah tempat tidur karena menunnjukan hati tidak senang, adalah
pukulan yang agak keras bagi seorang istri.23
Masa isolasi istri ini tidak boleh dilakukan lebih dari empat bulan, yaitu
masa yang ditetapkan Allah sebagai alas an untuk para pelaku ila’. Dalam hal ini
suami juga harus berniat untuk menghukumnya, memperingatkannya dan
memperbaikinya, bukan untuk balas dendam atau membahayakan dirinya.
c) ( ) Dipukul dengan pukulan yang tidak membahayakan.
Apabila istri tetap enggan berhenti dengan nasehat dan menjauhi ranjang,
maka ia harus mendidiknya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, pukulan
yang lembut halus dan mendidik, bukan pukulan yang merusak sehingga setan
yang menipunya dengan pembangkangan dan penentangan keluar dari kepalanya.
Tentu cara yang ketiga ini hanya dilakukan kepada perempuan yang
memang sudah patut dipukul.Ada kaum perempuan terpelajar, yang mengukur
seluruh perempuan dengan dirinya sendiri, menyanggah keras dengan kebolehan
seperti ini terhadap kaum ibu yang lemah, Dia agaknya tidak sadar bahwa
memang ada perempuan yang memang pukul yang hanya dapat memperbaiki
kedurhakaannya.24
Dalam memumukul, hendaklah suami menjauhi muka dan bagian – bagian
anggota tubuh yang membahyakan karena tujuan memukul adalah untu member
pelajaran bukannya membinasakan ( menciderai).25
23 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.61 24 Hamka h. 63 25 Sayyid Sabiq, “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc, Fikiqih Sunnah, (Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006), h. 96.
30
2. Makna Lafdz Idhrib Menurut Para ulama Tafsir.
a. Masa Salaf
Definisi Salaf (السلف)
Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( السلف ) artinya yang terdahulu (nenek
moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika
dikatakan (الرجل سلف) salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah
mendahuluinya.26
Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan
terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut
Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa)
pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : الذین ثم یلونھم الذین ثم قرني الناس خیر
,Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat)“ .یلونھم
kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa
Tabi’ut Tabi’in.
Penafsiran terhadap Al-Quran pada dasarnya merupakan otoritas Nabi
SAW karena hanya nabi-lah yang memahami apa yang dimaksudkan oleh
wahyu.27 Akan tetapi, karena Nabi SAW tidak menjelaskan seluruh ayat dalam
Al-Quran, maka setelah Nabi SAW meninggal, para sahabat memhami Al-Quran
dengan cara bertanya pada para sahabat yang terkenal sebagai Ahli Tafsir.
26 http://almanhaj.or.id/content/3428/slash/0/definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah/. Diakses tanggal 3 Februari 2014 Pukul 16.35. 27 MF. Zenrif , Sintesis Paradigma Studi Al- Quran , (Malang; UIN Malang Press, 2008), h. 47
31
Artinya pada masa sahabt sudah ada penafsiran Al-Quran sekalipun masih bersifat
riwayat, yakni belum dikodifikasi atau ditulis dalam sebuah kitab tafsir.28
Setelah paruh abad ke-2 Hijriyah, Ulama membukukan Tafsir Al-Quran
sebagai bagian dari atau menjadi bab dalam kitab kitab hadis. Cara pembukuan
seperti ini berjalan selama satu abad kurang lebih lamanya hingga pada sekitar
dasawarsa terakhir abad ke 3-Hijriyah atau Dasawarsa pertama pada abad ke-4
Hijriyah.Corak penafsirannya masih berpegang teguh pada cara penafsiran bi al
riwayah seperti yang telah dikembangkan sebelumnya29. Hanya Saja sudah
tampak adanya upaya penafsiran Al-Quran dengan menggunakan analisis
kebahasaan yang bersifat leksiografis. Yakni pembahasan berdasarkan analisis
tata bahasa Arab(I’rab) atau belakangan sering disebut dengan pendekatan atau
metode analisis struktural.
Corak tafsir bil al ma’tsur ini masih terus mendominasi model tafsir yang
berkembang hingga paruh pertama abad ke-4 Hijriyah. Pada paruh kedua abad ini
corak tafsir bil al a’yi mulai bermunculan ke permukaan. Semua corak penafsiran
yang berkembang pada masa ini menggunakan metode Tahlily, Yakni penafsiran
ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan urutan mushaf (Utsmaniy). Metode ini berjalan
berabad –abad lamanya.30 Diantara para mufassir Kelompok Ini Adalah Imam
Athabariy, Imam Al-Syaukaniy, Imam Ibnu Katsir.
28 Fauzan Zenrif, h. 48 29 Fauzan Zenrif, h. 48 30 Fauzan Zenrif, h. 49
32
a) Imam Athabariy Dalam Kitab Tafsir At Thabari.
Maknanya dari memukul adalah. “Wahai para suami, nasehatilah istri
kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali
kepada kewajiban mereka, maka ikatlah mereka dengan tali. Dirumah mereka,
dan pukullah meeka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat
kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian”. Sifat pukulan
yang diperbolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak melukai, tidak
keras, dan jangan pukulan yang membuat tulangnya patah apalagi pukulan yang
sampai membuatnya cacat.31
b) Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu
Syaikh. Dalam Kitab Tafsir Jalalain.
Makna dari Lafadz Dharab tersebut yaitu jika nasehat dan pemisahan
tempat tidur tidak menggetarkannya, maka kalian boleh memukul nya dengan
tidak melukai. 32 Ibnu Abbas dan Ulama – Ulama Lain berkata : “ Yaitu Pukulan
yang tidak melukai. “Al-Hasan al-Basiri berkata “Yaitu Pukulan yang tidak
meninggalkan bekas. “para Fuqaha berkata : “ Yaitu tidak melukai anggota badan
dan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. “Ali bin Abi Talhah mengatakan dari
Ibnu Abbas : “Yaitu: Memisahkan dari tempat tidur jika ia terima. Jika tidak Allah
mengizinkanmu Untuk memukulnya, dengan pukulan yang tidak menciderai dan
31 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 916 32 Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “ Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 (Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASY-SYAFI’I,2006) h. 300
33
yang melukai tulang, jika ia terima. Dan jika tidak Juga, maka Allah
menghalalkanmu untuk mendapatkan tebusan darinya.33
c) Imam As-Syaukani Dalam Kitab Tafsir Fath Qadr
Bahwa sistem yang terdapat dalam Al-Quran merupakan hal yang halal
bagi si suami untuk memukul istri dengan pukulan yang tidak parah dan
pukulan yang tidak melukai pada saat Nusyuz tersebut dikhawatirkan terjadi.34
Hal itu diungkapkan bahwa agar si istri benar benar meninggalkan perbuatan
Nusyuznya ketika proses pengabaian atau memisahkannya dari tempat tidur tidak
mempengaruhinya untuk meninggalkan perbuatan Nusyuznya tersebut. Tetapi
jika dengan pengabaian sudah cukup atau istri meninggalkan perbuatan
nusyuznya, maka si suami harus menahan diri dari tindakan untuk memukul istri.
b. Masa Modern
Pada periode berikutnya, umat Islam semakin majemuk, terutama setelah
tersebarnya Islam di luar tanah Arab. Kondisi ini membawa konsekuensi logis
terhadap perkembangan ilmu tafsir. Akibatnya, para pakar tafsir ikut
mengantisipasinya dengan menyajikan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai
dengan perkembangan zaman dan kehidupan umat yang semakin beragam, dari
sinilah lahir istilah tafsir modern.35
33 Dr. Abdullah, Abdurahman bin Ishaq, h. 300 أي ضربا غیر مبرح وظاھر النظم القرآني أنھ یجوز للزوج أن یفعل جمیع ھذه األمور عند مخافة النشوز 34 35 Rosihan Anwar, Samudera al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 259.
34
Salah satu yang mendorong lahirnya tafsir modern adalah semakin
melebar, meluas, dan mendalamnya perkembangan aneka ilmu, dan semakin
kompleksnya persoalan yang memerlukan bimbingan al-Qur’an. Disisi lain,
kesibukan dan kesempatan waktu yang tersedia bagi peminat tuntuan itu semakin
menuntut gerak cepat untuk meraih informasi dan bimbingan.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut di atas, ulama tafsir pada
abad modern menawarkan tafsir al-Qur’an dengan metode baru, yang disebut
dengan metode Maudhu’i (tematik). Metode yang pembahasannya berdasarkan
tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Quran. 36Ada dua tata cara kerja dalam
metode tafsir mawdhui : Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-
Quran yang berbicara tentang satu masalah (Tema) tertentu serta mengarah
kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam
berbagai Surat Al-Quran. Kedua penafsiran yang didasarkan pada surat Al-
Qura’an.
Al-Farmawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila
seseorang ingin menggunakan metode Mawdhu’I . Langkah langkah dimaksud
dapat disebutkan secara ringkas :37
Memilih menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara
Mawdhu’I
a) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah yang telah ditetapkan ayat Makiyah dan Madaniyah.
36 M Al Fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , (Sleman; TERAS, 2005), h. 47 37 Surya dilaga, h. 47.
35
b) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi
masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang
Turunnya Ayat atau Sabab An-nuzul.
c) Mengetahu hubungan (Munasabah) ayat-ayat tersebut dalam
masing-masing surahnya.
d) Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh,
sempurna dan sistematis.
e) Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila
dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan
jelas.
f) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh
dengan cara menghimpun ayat-ayat mengandung pengertian
serupa, mengompromikan pengertian dengan yang amm dan
khash. Antara yang mutlaq dan muqayyad, mensingkronkan
ayat-ayat yang lahirnya terkesan kontradiktif, menjelaskan ayat
yang Nasikh dan Mansukh, sehingga ayat-ayat tersebut bertemu
dalam satu muara tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan
pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang
tepat. 38
Diantara Mufassir kelompok ini adalah, Tafsir al-Manar Muhammad
Rasyid Ridha, Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi
dalam Tafsir Al Maraghi, Sayyid Qutb.
38 Surya dilaga, h. 48.
36
1) Sayyid Qutb Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran.
Sejalan dengan maksud dan tujuan semua tindakan di muka maka
pemukulan yang dilakukan ini bukanlah untuk menyakiti, menyiksa dan
memuaskan diri. Pemukulan ini tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk
menghinakan dan merendahkan. Juga tidak boleh dilakukan dengan keras dan
kasar untuk menundukkannya kepada kehidupan yang tidak disukainya.
Pemukulan ynag dilakukan haruslah dalam rangka mendidik, yang harus disertai
dengan rasa kasih saying seorang pendidik, sebagaimana yang dilakukan seorang
ayah terhadap anak-anaknya dan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya.39
Sudah dimaklumi bahwa semua tindakan ini tidak boleh dilakukan kalu
kedua belah pihak ini berada dalam kondisi harmonis dalam mengendalikan
organisasi rumah tangga yang amat sensitive ini. Tindakan itu hanya boleh
dilakukan untuk menghadapi ancaman kerusakan dan keretakan. Karena itu,
tindakan itu tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi penyimpangan yang hanya
dapat diselesaikan dengan cara tersebut.
2) Al-Qurtubi Syaikh Imam. Dalam Tafsir Al-Qurtubi.
Allah memerintahkan agar memulainya dengan Nasehat dahulu kemudian
pisah ranjang, bila belum berhasil maka pukullah, karena itulah yang dapat
memperbaikinya dan yang dapat mendorongnya untuk memenuhi hak suaminya.40
39 Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam Basyarahil., Muchotob Hamzah (Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani, 2008), h. 359 40Imam Al Qurtubi, 401
37
Sedangkan pukulan disini adalah pukulan pendidikan bukan pukulan yang
menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menyebabkan luka seperi
meninju dan yang semisalnya, karena tujuannya untuk memperbaiki bukan untuk
yang lain.
3) Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi.
Suami boleh memukul istrinya, asalkan pukulan itu tidak menyakiti atau
melukainya, seperti memukul dengan tangan atau tongkat kecil.41
c. Masa Kontemporer.
Perkembangan Tafsir Kontemporer tidak dapat begitu saja dilepaskan
dengan perkembangannya di masa modern. Paradigma Tafsir Kontemporer dapat
diartikan sebagai sebuah model atau cara pandang, totalitas premis-premis dan
metodologis yang dipergunakan dalam penafsiran Al-Quran di era kekinian.
Meskipun masing-masing paradigma Tafsir memiliki keunikan dan
karakteristiknya sendiri-sendiri, Namun ada beberapa karakteristik-karakteristik
yang menonjol dalam Paradigma Tafsir Konteporer. 42
a) Memposisikan Al-Qura’n Sebagai kitab petunjuk.
Sebagian besar dari kitab-kitab tafsir klasik hanya berkutat pada
penngertian kata-kata atau kedudukannya dari segi I’rab dan pembahasan
lain menyangkut segi-segi teknis kebahsaan yang dikandung oleh redaksi
41 Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 45 42 Dr. Abdul Mustaqim , “Epistimologi Tafsir Kontemporer” (Yogyakarta: LKis, 2010). h.59
38
Ayat-Ayat Al-Quran. Oleh karena itu kebanyakan kitab-kitab tafsir
tersebut cenderung menjadi semacam latihan praktis di bidang
kebahasaan, bukan kitab Tafsir dalam arti kitab yang ingin menyingkap
kandungan nilai dan ajaran Al-Quran.43
b) Bernuansa Hermeneutis
Jika pada era klasik lebih menekankan pada praktik esegetik yang
cenderung linier-atomistic dalam menafsirkan Al-Quran, serta menjadikan
kitab suci tersebut sebagai subjek maka tidak demikian pada era modern
dan kontemporer. Paradigma Tafsir kontemporer cenderung bernuansa
hermeneutic dan lebih menekankan pada aspek epistimologis-
metodologis. Kajian seperti ini diharapkan dapat menghasilkan pembacaan
yang produktif atas AlQur-’an atau pembacaan idiologis-tendensius. 44
c) Kontekstual dan Berorientasi pada Spirit Al-Quran.
Salah satu karakteristik tafsir Al-Quran di era kontemporer adalah
sifatnya yang kontekstual dan berorientasi pada semangat Al-Quran. Hal
itu dilakukan dengan cara mengembangkan dan bahkan tidak segan-segan
mengganti metode dan paradigma penafsiran lama.45 Jika metode
penafsiran Al-Qur’an yang digunakan para mufasir klasik-tradisional
adalah metode analitik yang bersifat atomistic dan parsial maka tidak
halnya demikian dengan para mufassir kontemporer yang menggunakan 43 Abdul Mustaqim, h. 59 44 Abdul Mustaqim, h. 61 45 Abdul Mustaqim, h. 63
39
metode Tematik Mawdhui. Tidak hanya itu mereka juga menggunakan
pendekatan interdispliner dengan memanfaatkan perangkat keilmuan
modern, seperti filsafat bahasa, semantik, semiotik, antropologi, sosiologi
dan sains. 46
d) Ilmiah, Kritis dan non Sektarian.
Krakteristik lain dari tafsir di era kontemporer aadalah sifatnya
yang ilmiah, kritis dan non-sektarian. Dikatakan ilmiah karena produk
Tafsirnya dapat diuji kebenarannya berdasarkan konsistensi metodologi
yang dipakai oleh mufassir dan siap menerima kritik dari komunitas
akademik.47 Dikatakan kritis dan non sektarian karena umumnya para
mufassir kontemporer tidak terjebak pada kungkungan madzab. Mereka
justru mencoba bersifat kritis terhadap pendapat pendapat ulama klasik
maupun kontemporer yang sudah dianggap tidak kompatibel dengan era
sekarang. Inilah salah satu penerapan dari digunakannya metode
Hermeneutis dalam memahami teks Al-Qura’an maupun teks-teks
lainnya.48
Diantara Mufassir kelompok ini adalah Buku Al-Quran menurut
perempuan oleh Aminah Wadud, M. Quraish Sihab. Dalam Tafsir Al Misbah,
Prof Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
1) Aminah Wadud. Dalam Buku Al-Quran Menurut Perempuan. 46 Abdul Mustaqim, h. 63 47 Abdul Mustaqim, h. 65 48 Abdul Mustaqim, h. 65
40
Namun tidak bias diabaikan bahwa pada QS An-Nisa Ayat 34 memang
menyebutkan dengan kata dharaba ( memukul). Menurut Lisan Al’arab dan
Lane’s Lexicon, dharaba tidak mesti menyatakan kekuatan atau kekerasan. Kata
ini digunakan dalam Al-Quran, misalnya, dalam ungkapan, “dharaba Allah
matsalan….’ (Allah memberikan atau menetapakan sebagai contoh….’). Kata ini
juga digunakan untuk seseorang pergi, atau ‘Mulai mengadakan” perjalanan.
Namun kata ini sangat berbeda dengan bentuk keduanya, bentuk intensif –
dharaba : memukul berulang- ulang atau dengan keras. Dipandang dari segi
kekerasan yang berlebihan terhadap wanita yang ditunjukkan dalam biografi oleh
sahabat dalam kebiassan yang dikecam oleh Al-Quran (seperti pembunuhan bayi
perempuan), maka ayat ini harus diartikan sebagai larangan tindak kekerasan
tanpa kendali terhadap wanita. Jadi ini bukan izin, melainkan larangan keras
terhadap kebiasaan yang ada.
Al-Qura’an tidak pernah memerintahkan seorang wanita untuk menaati
suaminya. Al-Quran tidak pernah menyatakan bahwa ketaatan kepada suami
merupakan cirri-ciri wanita yang baik’, juga bukan prasyarat bagi wanita untuk
memasuki komunitas islam, namun demikian dalam perkawinan, bentuk
penundukan, wanita benar-benar mematuhi suami mereka, bahwasanya mereka
percaya bahwa seorang suami yang secara materi menafkahi keluarganya,
termasuk istrinya patut dipatuhi. Bahkan dalam kasus seperti itu, norma pada
masa turunnya wahyu, tidak ada korelasi bahwa seorang suami harus memukul
istrinya supaya patuh. Interpretasi seperti itu tidak berpeluangn untuk berkembang
secara universal, dan bertentangan dengan esensi Al-Quran dan Sunah Nabi.
41
Interpretasi demikian merupakan kesalahan berat dalam memahami Al-Quran
untuk membenarkan kurangnya pengendalian diri sebagai laki-laki.
2) M. Quraish Sihab. Dalam Tafsir Al Misbah.
Jika seorang wanita nusyuz atau tidak menaati perintah suami, maka untuk
mengatasinya, dilakukan 3 hal, pertama memberikan nasihat, jika tidak mendapat
respon dari isteri yang nusyuz, dilakukan langkah kedua yaitu menghindari
hubungan seks, jika dengan langkah kedua ini isteri tetap nusyuz, dilakukan
langkah ketiga yaitu memukulnya, akan tetapi pemukulan ini harus di lakukan
dengan tidak meninggalkan bekas atau mencederai fisik seperti tulang yang
patah/retak, luka sebab pemukulan tersebut. Bahasa, ketika menggunakan dalam
arti memukul, tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti atau melakukan suatu
tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh
bahasa dan oleh Al-Quran yadhribuna fil ardh, Yang secara harfiah berarti
memukul bumi. Karena itu perintah diatas dipahami oleh ulama berdasrkan
penjelasan Rasulullah, bahwa yang dimaksut dengan memukul adalah memukul
yang tidak menyakitkan. 49
3) Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar
Cara yang Ketiga ini hanya dilakukan kepada perempuan yang memang
sudah patut dipukul. Atau dalam kondisi yang sudah sangat terpaksa. Laki-laki
yang suka memukul istrinya, seakan-akan dipandangnya istrinya itu sebagai
49 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah”, (Lentera Hati), h. 410
42
budak atau hamba sahaya, padahal istri bukan budak, bukan barang benda, tetapi
istri itu manusia dan teman hidup.50 Sudah terang bahwa hanya perempuan yang
sangat keras kepala yang sampai akan kena pukul, dan hanya laki-laki yang kasar
budi yang mempermudah memukul atau lancang tangan. Pendeknya peraturan
Tuhan itulah yang baik, Ada keizinan memukul kalau sudah sangat perlu, tetapi
orang baik-baik berbudi tinggi, akan berupaya supaya memukul dapat dielakkan.51
Jika sangat terpaksa memukul, maka pukullah tetapi jangan yang menyebabkan
istri menderita, jangan sampai melukai, jangan sampai membuat istri patah tulang,
jangan berkesan, dan jauhi memukul muka karena mukalah kumpulan dari segala
kecantikan. Dan hendaklah berpisah pisah pukulan itu jangan hanya disatu tempat
, supaya jangan menyakitkan benar.
Dari beberapa pendapat Ulama yang telah di paparkan secara jelas
diatas, maka dapat diambil Kesimpulannya sesuai dengan Tabel berikut:
Kategori Ulama Karakteristik Nama Ulama Pemikiran Terhadab Lafadz Idrib
Klasik Metode penafsiran Al-Quran yang digunakan pada masa klasik adalah Metode analitik yang bersifat atomistik dan parsial.
1. Imam Athabariy 2. Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh. 3. Imam As-Syaukani
1. Memaknai secara tekstual. Dengan member batasan sifat pukulannya dengan pukulan yang tidak Parah. 2. Membolehkan memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai. 3. Membolehkan memukul apabila dengan cara pemisahan tidak membuat si istri jera.
Modern Ulama tafsir 1.Sayyid 1. Membolehkan memukul 50 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.61-62. 51 Prof.Dr.Hamka,h. 62
43
pada abad modern Menggunakan tafsir al-Qur’an dengan metode baru, yang disebut dengan metode Maudhu’i (tematik). Metode yang pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Quran.
Qutb 2. Ahmad Musthafa Al-Maraghi 3. Al-Qurtubi Syaikh Imam.
tetapi tujuannya bukan untuk mnyakiti dan tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk menghinakan dan merendahkan Istri. 2. Boleh mememukul istri aslkan tidak dengan benda yang keras. 3. Pukulan yang mendidikan bukan pukulan yang menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menyebabkan luka seperi meninju dan yang semisalnya
Kontemporer Paradigma Tafsir Kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model atau cara pandang, totalitas premis-premis dan metodologis yang dipergunakan dalam penafsiran Al-Quran di era kekinian. Dan cenderung bernuansa hermeneutik dan lebih menekankan pada aspek epistimologis- metodologis .
1. Aminah Wadud 2. M. Quraish Sihab 3. Hamka
1.Memaknai sebagai larangan tindak kekerasan tanpa kendali terhadap wanita. Jadi ini bukan izin, melainkan larangan keras terhadap kebiasaan yang ada. 2.Memaknai Dengan pukulan yang tidak keras dan mnyakitkan. 3. Memaknai dengan pukulan yang jangan menyebabkan istri menderita, jangan sampai melukai, jangan sampai membuat istri patah tulang, jangan berkesan, dan jauhi memukul muka karena mukalah kumpulan dari segala kecantikan. Dan hendaklah berpisah pisah pukulan itu jangan hanya disatu tempat , supaya jangan menyakitkan benar
44
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan
analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisi data mengunakan metode-metode
ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, ekspremental atau
noneksprimental, interaktif atau non intraktif. Metode-metode tersebut telah
dikembangkan secara intensif, melalui uji coba sehingga telah memiliki prosedur
yang baku. Metode penelitian adakalanya juga disebut “metodologi penelitian”
(sebenarnya kurang tepat tetapi banyak digunakan), dalam makna yang lebih luas
bisa berarti “disen” atau rancangan penelitian. Rancangan ini berisi rumusan
tentang objek atau subjek yang akan diteliti, teknik-teknik pengumpulan data,
prosedur pengumpulan dan analisis data berkenaan dengan fokus masalah
tertentu.52
Pada dasarnya metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu53. Hal demikian Penelitian
berangkat dari suatu permasalahan yang bertujuan sistem kedisiplinan ilmu, yang
pada umumnya tujuan penelitin bersifat penemuan, pembuktian dan
pengembangan. Sehingga permasalahan yang digunakan dapat menpunyai
kecocokan dengan metode penelitian.
52 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 5 53 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. (Bandung: Peneribit Alfabeta, 2010), h. 2
45
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Empiris atau Lapangan.
Adapun pengertian dari penelitian empiris merupakan penelitian yang pada
awalnya adalah data sekunder,, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian
tehadap data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat 54 Penelitian Hukum
empiris juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian
dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Akibat dari jenis datanya (data
sekunder dan data primer), maka alat pengumpul datanya terdiri dari studi
dokumen; pengamatan (observasi), dan wawancara (Interview).55
Pada penelitian hukuum empiris atau sosiologis selalu diawali dengan
studi dokumen, sedangkan pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian
yang hendak mencatat atau mendeskripsikan prilaku (hukum) masyarakat.
Wawancara (interview) digunakan pada penelitian yang mengetahui misalnya;
persepsi, kepercayaan, motivasi, informasi, yang sangat pribadi sifatnya.
Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti perilaku
(Hukum) warga masyarakat dan pengelolaan datanya dapat dilakukan baik secara
kualitatif atau kuantitatif.
54 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press,2006), 52 55 Amiruddin, SH,. M.Hum. H. Zainal Asikin, S.H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Raja GrafindoPersada), h. 134
46
Akhirnya, kegunaan penelitian hukum empiris adalah untuk mengetahui
bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum (law
enforcement) Karena penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahan-
permasalahan yang ada dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Disamping
itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan suatu
peraturan perundang-undangan.56
Penelitian Hukum Empiris mempunyai dua tujuan yang pertama,
menggambarkan dan mengungkap, dan kedua, menggambarkan dan menjelaskan.
Kebanyakan penelitian Empiris memberikan penjelasan mengenai peristiwa
dengan mencari makna yang sesungguhnya menurut persepsi partisipan. Maka
dengan hal ini peneliti bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya, berhubungan
dengan Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Kabupaten Malang, dan dapat
mengetahui cara penyelesaian perselisihan dalam kehidupan rumah tangga
menurut Ulama Kabupaten Malang.
2. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan Kualitatif
adalah sustu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang secara individual maupun kelompok.57 Beberapa deskripsi digunakan untuk
menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah kepada penyimpulan.
56 Amirudin,Asikin, 135 57 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung; Rosda, 2005), 60
47
Penelitian kualitatif bersifat induktif; peneliti membiarkan permasalahan-
permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data
dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks
yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta
hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Penelitian Kualitatif memeliki dua tujuan utama, yaitu pertama,
Menggambarkan dan mengungkap, dan yang kedua menggambarkan dan
menjelaskan. Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori.
Beberapa penelitian memberikan deskripsi tentang situasi yang kompleks, dan
arah bagi penelitian selanjutnya. Penelitian memberikan eksplanasi (kejelasan)
tentang hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi
partisipan. 58
Pada pendekatan penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan metode
kualitatif interaktif. Metode Kualitatif Interaktif merupakan studi yang mendalam
menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan
alamiahnya. Peneliti mnginterpretasikan bagaimana orang mencari makna
daripadanya.
Dengan pendekatan kualitatif tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan data
dari hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan di Desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Kabupaten Malang dan Desa Penarukan Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang. Yaiitu yang berhubungan dengan permasalahan dalam hal
58 Sukmadinata, Penelitian Pendidikan, h. 60.
48
cara melakukan penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam kehidupan rumah
tangga dan untuk mengetahui makna Lafdaz Idrib Menurut pendapat dari para
Ulama di Kabupaten Malang.
3. Lokasi Penelitian.
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan penelitian ialah dengan
jalan mempertimbangkan teori substansi yaitu pergilah dan jajahilah lapangan
untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di
lapangan.59 Lokasi penenelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan di desa
Wonokerto , kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Dan Di Desa Penarukan
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang
Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut, dikeranakan di Desa
Wonokerto ditemukan Ulama Yang dikategorikan sebagai Ulama Salafi,
sedangkan di desa Penarukan Kecamtan Kepanjen ditemukan Ulama yang
dikategorikan sebagai Ulama Modern dan Ulama Kontemporer. Maka dengan hal
ini peneliti bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya, berhubungan dengan
permasalahan dalam hal cara melakukan penyelesaian perselisihan yang terjadi
dalam kehidupan rumah tangga dan untuk mengetahui makna Lafdaz Idrib.
Menurut pendapat dari para Ulama di Kabupaten Malang.
4. Sumber dan Jenis Data 59 Lexy J. Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002). h.86
49
Sumber data adalah sesuatu yang sangat penting dalam suatu penelitian.
Yang dimaksud dengan sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata, dan tidakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lai-
lain.:60
a) Data primer ini diperoleh dengan menggunakan metode wawacara
dengan sumber pertama tanpa perantara. Dalam hal ini peneliti
mewawancarai Dua Tipologi Ulama yaitu; Ulama Salafi. Dan Ulama
modern; yang terdiri dari Mubaligh dan Akademisi. Yaitu yang dilakukan
dengan Bapak Toriqul Huda, Bapak Khosim, Bapak Naim, Beliau
sebagai Ulama Salaf di Pesantren Nurul Iman Desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Kabupaten Malang, agar mendapatkan pendapat
tentang makna Lafadz Idhrib Menurut Ulama Salaf. Selanjutnya
Wawancara dengan Bapak Jakfar Sodik, Bapak Karnoto, dan Bapak
Munir. Beliau sebagai Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas di
Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen, agar mendapatkan pendapat
tentang Makna Lafadz Idhrib Menurut Ulama Moderen. Selanjutnya
Wawancara dengan Bapak Hasan , Ibu Dewi Masruroh, dan Bapak
Arbain Nurdin . Beliau sebagai Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi
Agama Islam Ibnu Sina Kepanjen dan Muballigh di Desa Penarukan
Kecamatan Kepanjen. agar mendapatkan pendapat tentang Makna Lafadz
Idhrib Menurut Ulama Kontemporer.
60 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),157
50
b) Sumber data sekunder atau data tangan ke dua adalah: data yang
diperolah oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya
berwujud data dokumentasi atau data laporan yang sudah tersedia.61 Data
sekunder Adalah data yang mendukung adanya data utama. Data
sekunder dirumuskan untuk menunjang validitas dan realibilitas data
primer.62 Data skunder dapat juga diperoleh melalui literatur atau buku-
buku yang berkaitan dengan pokok pembahasan, di antaranya yaitu
Perkawinan Idaman , Syaikh Mahmud Al-Misri, fiqih Sunnah, oleh
Sayyid Sabiq, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan Nusyuz Dan
makna Lafadz Idhrib yang terdapat dalam Qs An-Nisa Ayat 34. .
5. Metode Pengumpulan Data
Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 63 Jenis wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semi terstruktur. Pada awalnya
interviwer menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian
satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih jauh.64
61 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91. 62 Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Malang: 2011), h. 29 63 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),h. 186 64 Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 227.
51
Jenis wawancara semi terstruktur ini peneliti gunakan agar dalam proses
wawancara peneliti tidak kebingungan dalam berdialog. Juga berfungsi untuk
memperoleh jawaban yang lebih luas dari informasi yang diberikan informan.
Dalam wawancara ini, peneliti telah menentukan beberapa informan, Dalam hal
ini peneliti melakukan wawancara langsung dengan tiga Tipologi Ulama Tersebut,
Yaitu dengan, Bapak Hasan, Bapak Naim, Bapak Khosim, Sebagai Ulama yang
bertipologi Salafi. Bapak Jakfar Sodik, Bapak Toriq, Bapak Munir, sebagai
Ulama yang bertipologi Modern. Bapak Karnoto, Ibu Dewi Masruroh, Bapak
Musoli Hakim, sebagai ulama yang bertipologi Kontemporer. hal tersebut
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sangat inti dari pandangan dan
jawaban para Ulama tentang makna Lafadz Dharaba yang terdapat dalam surat
An-Nisa Ayat 34.Serta pendapat tentang cara mengatasi atau menyelesaikan
perselisihan dalam kehidupan rumah Tangga. Adapun jenis data yang diperoleh
pada saat wawancara adalah data-data primer yang berupa hasil wawancara secara
langsung terhadap informan penelitian.
6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode Pengolahan data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya,
upaya yang dilakukan bekerja yang diperoleh dari sumber data primer, sumber
data sekunder, pendapatan dari dengan data, pengorganisasian data, memilah-
milahnya menjadi satuan dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan
menemukan pola, apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan orang lain. Setelah data dikumpulkan dari lapangan dengan
52
lengkap, maka tahap berikutnya adalah pengolahan dan menganalisis data.65
Metode Pengelolahan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Edit (Editing)
Sebelum diolah data yang telah diperoleh perlu di edit terlebih
dahulu. Dengan kata lain data atau keterangan yang dikumpulkan yang
perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki jika masih terdapat hal-hal yang
salah atau yang masih meragukan66.
b) Klasifikasi (Clasifiying)
Klasifikasi adalah klasifikasi (pengelompokan), data hasil
dokumentasi diklarifikasi berdasarkan katagori tertentu67. Proses
pengelompokan data yang diperlukan. Seluruh data yang berasal dari
wawancara dan dokumentasi dibaca.
c) Verifikasi (Verifiyeng)
Adalah suatu tindakan untuk mencari kebenaran tentang data-data
yang diperoleh, sehingga pada nantinya dapat meyakinkan kepada
pembaca tentang kebenaranya penelitian tersebut68
d) Konklusi (Concluding)
Langkah terakhir adalah kongklusi atau menarik kesimpulan,
dalam artian cara penganalisa data-data secara prehensif serta
65Bambang Sunggono, Motode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 125 66 Moh. Nazir,PH.D, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h. 358 67 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 104-105 68 Nana Sudjana dan Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian: Di Perguruan Tinggi, (Bandung: Sinar Baru Aldasindo, 2000), h. 85
53
menghubungkan makna data yang diperoleh peneliti. Penyimpulkan data-
data harus dilakukan secara cermat dengan mengecek kembali data-data
yang telah diperoleh69. Khususnya tentang Makna Lafadz Idrib menurut
pandangan Ulama Kabupaten Malang.
7. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan kerja seperti yang disarankan oleh data. 70 Dari rumusan
tersebut diatas dapatlah kita menarik bahwa analisis data bermaksud pertama-
tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari
catatan lapangan dan tanggapan peneliti, gambar,foto,dokumen, berupa laporan
beografi artikel dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengkategorisasikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut
bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang pada akhirnya
diangkat menjadi teori subtantif.
Adapun metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis deskriptif kualitatif yakni metode penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
akan diamati. sehingga dapat menggambarkan keadaan atau status fenomena
69 Nana Sudjana dan Awalkusumah, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi: Panduan bagi Tenaga Pengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2000), h. 89 70 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),h. 280-281
54
mengenai Makna Lafadz Idhrib yang terdapat Pada Qs. An-Nisa Ayat 32 Menurut
Ulama Kabupaten Malang.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lokasi Penelitian
a. Lokasi penelitian
Lokasi yang diteliti oleh peneliti yaitu di Keluruhan Penarukan
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dan di desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. Oleh kerena itu untuk lebih
mengetahui kondisi dan keadaan lokasi penelitian dalam mewujudkan
adanya kesesuaian realitas sosial dengan data yang ada, maka perlu untuk
dideskripsikan mengenai profil lokasi penelitian berdasarkan data.
Profil Kelurahan Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
1. Kondisi Wilayah Penelitian
a) Batas wilayah
56
Tabel 2.1 batas wilayah lokasi penelitian
Batas Kelurahan Kecamatan
Sebelah utara Kelurahan Ardirejo Kepanjen Sebelah selatan Desa Kedung Pedaringan Kepanjen Sebelah timur Desa Dieng Gondanglegi Sebelah barat Kelurahan Kepanjen Kepanjen Sumber data statistik Kelurahan Penarukan
Sumber data statistik Kelurahan Penarukan
b) Luas wilayah menurut penggunaan
Luas wilayah kelurahan Penarukan menurut penggunaannya
adalah 24,2 Ha. Sektor perumahan yang mendominasi di kelurahan
tersebut. Hal ini peneliti mendapatkan data dari Kantor Kelurahan
Penarukan.
2. Kondisi Masyarakat
a) Jumlah penduduk
Berdasarkan data Tahun 2013, jumlah penduduk kelurahan
penarukan, kecamatan kepanjen , Kabupaten Malang tercatat
sebesar 5295 jiwa, yang terdiri dari 2535 jiwa penduduk laki-laki
dan 2760 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala
keluarga 1238 KK. Distribusi penduduk dan tingkat kepadatan
adalah sebagaimana tabel berikut :
57
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Penarukan
Jumlah laki-laki 2.535 jiwa
Jumlah perempuan 2.760 jiwa
Jumlah total 5295 jiwa
Jumlah kepala keluarga 1238 KK
b) Etnis
Semua etnis masyarakat Kelurahan penarukan adalah
Jawa. Sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah bahasa
Jawa.
c) Agama atau aliran kepercayaan
Agama yang dianut oleh penduduk kelurahan penarukan
kecamatan kepanjen kabupaten malang antara lain Islam, Katolik,
Kristen. Komposisi penduduk kelurahan penarukan menurut agama
pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : agama Islam. 5200 jiwa,
Katolik 46 jiwa, 49 Kristen jiwa.
Tabel 2.3 Keagamaan Dan Kepercayaan Masyarakat Kelurahan
Penarukan
NO Agama Laki-laki Perempuan 1. Islam 2.300 2.899 2. Kristen 24 26 3. Katholik 19 27 Jumlah 2343 2952
Sarana ibadah umat beragama di Kabupaten Malang terdiri
dari masjid 3 buah, langgar/mushola 15 buah.
58
Tabel 2.4 Sarana Pribadatan Masyarakat Penarukan
NO Jenis Prasarana Jumlah (Buah) 1. Jumlah Masjid 3 2. Jumlah Langgar/Surau/Mushola 15 3. Jumlah Wihara - Jumlah 18
Sumber Data Statistik Kelurahan Penarukan
Melihat dari segi keagamaan masyarakat Kelurahan
Penarukan, mayoritas berpegang teguh pada agama Islam.
Masyarakat tak jarang mengadakan kegiatan keagamaan secara
rutin berupa pengajian muslimin dan muslimat, tahlil, dan
sebagainya.
d) Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Penarukan,
Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, terhitung sejak belum
masuk pendidikan, pendidikan TK hingga sarjana S2. Adapun
dengan adanya pendidikan yang dimiliki setiap orang dapat
mempengaruhi terhadap pola pikirnya, salah satunya ialah dalam
kehidupan bermasyarakat. Selain gelar sarjana yang disandang oleh
sebagian penduduk tersebut, juga terdapat beberapa orang yang
memiliki keterbelakangan mental. Namun, keadaan ini tidak
menjadi persoalan. Sehingga mereka tetap berusaha mengenyam
bangku pendidikan, sebagaimana yang dilaksanakan pada SLB
(Sekolah Luar Biasa). Hal ini menggambarkan bahwasanya tingkat
intelektual masyarakat tersebut bagus dan masih peduli terhadap
59
bidang pendidikan, Kondisi pendidikan di desa Penarukan
berdasarkan beberapa indikator menunjukkan perkembangan yang
baik.
Profil Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang
1) Kondisi Wilayah Penelitian
a) Batas wilayah
Tabel 2.5 batas wilayah lokasi penelitian
Batas Kelurahan Kecamatan
Sebelah utara Dsa Ngempit Bantur Sebelah selatan Desa Gumukmas Bantur Sebelah timur Desa Rejoyoso Bantur Sebelah barat Desa Karangsari Bantur Sumber data statistik Desa Wonokerto
Sumber data statistik Kelurahan Penarukan
b) Luas wilayah menurut penggunaan
Luas wilayah kelurahan Penarukan menurut penggunaannya
adalah 28,2 Ha. Sektor persawahan yang mendominasi di desa
tersebut. Hal ini peneliti mendapatkan data dari Kantor Desa
Wonokerto.
60
3. Kondisi Masyarakat
c) Jumlah penduduk
Berdasarkan data Tahun 2013, Desa wonokerto Kecamatan
Bantur , Kabupaten Malang tercatat sebesar 5994 jiwa, yang
terdiri dari 2990 jiwa penduduk laki-laki dan 3004 jiwa penduduk
perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1318 KK. Distribusi
penduduk dan tingkat kepadatan adalah sebagaimana tabel berikut :
Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Desa Wonokerto
Jumlah laki-laki 2.990 jiwa
Jumlah perempuan 3004 jiwa
Jumlah total 5994 jiwa
Jumlah kepala keluarga 1318 KK
d) Etnis
Etnis masyarakat Desa Wonokerto adalah Jawa dan
Madura Sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah
bahasa Jawa dan Bahasa Madura.
e) Agama atau aliran kepercayaan
61
Agama yang dianut oleh penduduk Desa Wonokerto
kecamatan Bantur kabupaten Malang adalah Semuanya Islam
tanpa terkecuali.
Sarana ibadah umat beragama di Desa Wonokerto
Kabupaten Malang terdiri dari masjid 2 buah, langgar/mushola 20
buah.
Tabel 2.7 Sarana Pribadatan Masyarakat Penarukan
NO Jenis Prasarana Jumlah (Buah) 1. Jumlah Masjid 2 2 Jumlah Langgar/Surau/Mushola 20 Jumlah 22
Sumber Data Statistik Desa Wonokerto
Melihat dari segi keagamaan masyarakat Desa Wonokerto,
yang seluruh penduduknya berpegang teguh pada agama Islam.
Masyarakat tak jarang mengadakan kegiatan keagamaan secara
rutin berupa pengajian muslimin dan muslimat, tahlil, dan
sebagainya.
f) Pendidikan
Masayarakat Desa Wonokerto Kecamatan Bantur
Kabupaten Malang sangat minin minatnya untuk mengenyam
pendidikan setinggi-tingginya dikarenakan penduduk Desaesa
Wonokerto mempunyai pemikiran bahwa pendidikan tinggi belum
62
tentu menjamin dapat pekerjaan yang mapan. Dengan adanya
pemikiran seperti itu maka masrakat desa wonokerto kecamatan
Bantur Mayoritas Hanya lulusan SMP sederajat dan SD sederajat.
Mayoritas mata pencaharian Masarakat Desa wonokerto adalah
sebagai petani dan pedagang.
B. Paparan Dan Analisis Data
Dalam paparan dan analisis data ini mencakup Makna Lafadz Idrib dalam
Qs An-Nisa Ayat 34 yang diteliti di Desa Wonokerto Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang Dan Di Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang.
Profil informan
No Nama Informan
Keterangan
1 Ust Toriqul Huda
Usia 45 Tahun Beliau seorang Hafizdul AlQuran. Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur, beliau juga sebagai pengajar TPQ yang dimiliki di desa wonokerto di samping rumahnya.
2 Ust. Naim Usia 50 tahun beliau Sebagai Ulama Salafi di masayarakat desa wonokerto kecamatan Bantur kabupaten Malang. Dan sebagai Ust Pesantren Salaf Nurul Iman Desa Wonokerto Kecamatan Bantur.
3 Ust Khosim Beliau Usia 55 Tahun, belia alumni podok pesantren Nurul Iman Karangsari Bantur Malang. Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur.
4 Ust Jakfar Sodik
Beliau dahulu alumni Pondok Pesatren Tambak Beras Jombang, Mulai dari Tsanawiyah Sampai Tingkat Perguruan Tinggi. Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di mushola-mushola Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen.
5 Ust. Munir Usia 50 tahun, beliau alumni Pondok pesantren Al amin Madura, dan alumni iain Sunan Ampel Surabaya, Sebagai
63
Ulama Modern dan sebagai pengajar di Sma Islam Kecamatan Kepanjen.
6 Ust. Karnoto
Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Penarukan dan Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas Kepanjen .
7 Ust. Hasan Mahfudz
Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen .
8 Ust. Arbain Nurdin.
Usia 45 tahun, beliau alumni Pondok pesantren Al-Amin Madura, Dan alumni Iain Suanan Ampel Surabaya. Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen.
9 Ustzd. Dewi masrurah
Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen.
1. Makna Lafadz Idrib menurut Ulama Kabupaten Malang.
Apabila istri tetap enggan berhenti dengan nasehat dan menjauhi
ranjang, maka ia harus mendidiknya dengan pukulan yang tidak
menyakitkan, pukulan yang lembut halus dan mendidik, bukan pukulan
yang merusak sehingga setan yang menipunya dengan pembangkangan
dan penentangan keluar dari kepalanya.
Tentu cara yang ini hanya dilakukan kepada perempuan yang
memang sudah patut dipukul.Ada kaum perempuan terpelajar, yang
mengukur seluruh perempuan dengan dirinya sendiri, menyanggah keras
dengan kebolehan seperti ini terhadap kaum ibu yang lemah, Dia agaknya
tidak sadar bahwa memang ada perempuan yang memang pukul yang
hanya dapat memperbaiki kedurhakaannya71.
a) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Ust Toriqul
Huda mengatakan:
71 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.63
64
Menurut pendapat saya Makna Dari lafadz Wadhribuhunna tersebut adalah “Memukul” suami boleh memukul istrinya asalkan jika tahapan-tahapan sebelumnya sudah dilaksanakan dengan baik dan benar, dikarenakan istri sudah sangat keterlaluan dan disisi lain istri masih menjadi tanggung jawab suami . Kerana terdapat orang yang sifatnya kesadarannya tumbuh ketika menggunakan cara kekerasan72.
b) Sebagai Ulama Salafi Pesantren Nurul Iman Desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Beliau Ust. Naim, mengatakan:
Menurt saya Makna dari lafadz idrib tersebut adalah “Memukul” suami diperbolehkan untuk memukul dengan pukulan yang niatnya untuk memberikan pendidikan kepada istri dan dalam memukul tersebut memukul pada anggota tubuh yang tidak membahayakan , guna menyadarkan istrinya tersebut agar taat kembali kepada kewajibannya sebagai mana seorang istri yang telah disyariatkan dalam agama.73
c) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang , Ust Khosim Mengatakan:
Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah “Memukul”, Dikarenakan menurut saya suami boleh memukul istri jika si istri memang benar benar keterlaluan atas perbuatan nusyuznya kepda suaminya, di sisi lain istri masih menjadi tanggung jawab suami .Jadi si suami wajib mendidiknya sekalipun dengan jalan kekerasan. Menurut saya diperbolehkannya suami memukul karena islam mngajarkan ketegasan kepada uamatnya. 74
a) Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di
mushola-mushola Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen Ust
Jakfar Sodik mengatakan:
Menurut Saya makna dari Lafadz Idrib tersebut adalah Pukulan dengan perkataan bukan pukulan dengan tangan atau dengan cara kekerasan. Pukulan dengan perkataan , yang kiranya perkataan
72 Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013 73 Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013 74 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013.
65
tersebut dapat membuat si istri sadar dan berubah menjadi lebih baik. Dikarenakan perkataan itu bisa menembus segala sesuatu yang keras sekalipun itu batu.75
b) Ulama Modern dan sebagai pengajar di Sma Islam Kecamatan
Kepanjen Kabupaten Malang Ust Munir mengatakan:
Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah “Memukul”, si suami boleh memukul istri dengan pukulan yang tidak menciderai, meninggalkan bekas sedikitpun dan tidak keras sama sekali dan memukulny aharus pada bagian yang kiranya tidak membahayakan istri, alasan di perbolehkannya memukul karena segala pola prilaku istri menjadi tanggung jawab suami. 76
c) Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Penarukan
dan Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas Kepanjen Ust Karnoto
mengatakan:
Menurut saya makna dari Lafadz Idrib tersebut adalah, Suami boleh memukul dengan pukulan yang tidak membahayakan dan pukulan yang niatnya bukan untuk melukai dan mencelakai si istri, dan pukulan tersebut harus dilakukan dengan pelan tanpa mengeluarkan suara sebagaimana layaknya orang memukul, bagian itu adalah mulai pusar sampai kebawah. 77
a) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Ust Hasan Mahfud mengatakan:
Menurut pendapat saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah Sarana bagi suami untuk menyadarkan istri tanpa ada rasa dendam dan efek jera, walaupun keadaanya darurat tidak diperbolehkan dan dibenarkan untuk memukul, karena memukul akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam dan dengan memukul tersebut tidak akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan
75 Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013. 76 Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013. 77 Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013.
66
rumah tangga.Disamping memukul itu tidak akan menyelesaikan masalah, memukul hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial antara suami istri karena dapat dipastikan terdapat pihak yang merasa menang dan terdapat pihak yang merasa dikalahkan dengan pemukulan tersebut.78
b) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Kabupaten Malang, Ust Arbain Nurdin
mengatakan:
Menurut Saya Makna Dari Lafadz Idrib tersebut adalah Sebuah cara suami untuk menyadarkan si istri tanpa menggunakan cara kekerasan dan tidak menimbulkan rasa sakit hati istri. Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami dan istri agar bisa mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahn yang terjadi yang pada akhirnya menimbulkan dan menuju kedamaian kehidupan berumah tangga tanpa ada pihak yang merasa menang dan kalah diantara suami istri tersebut79.
c) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Ustz Dewi Masruroh mengatakan:
Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah cara atau alat yang dipergunakan suami untuk menyadarkan istri tanpa timbul rasa dendam dan efek jera pada akhirnya nanti , Sedarurat atau sebahaya apapun keaadannya suami tidak dibenarkan untuk melakukan perbuatan kekerasan atau memukul, karena memukul hanya akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami istri dan saling mngenyampingkan sifat watak keras dan rasa keegoisannya masing masing agar menemukan jalan tengah atau menemukan cara yang terbaik untuk menyelesai perselisihan dan permasalahan tersebut dengan kondisi pikiran yang dingin dan tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun80.
78 Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013. 79 Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013. 80 Dewi , Wawancara, Malang, Tanggal 24 september 2013.
67
2. Solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan dan perselisihan
yang terjadi dalam kehidupan keluarga.
a) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang Ust Toriqul Huda mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah si suami harus benar-benar menjadi contoh yang baik bagi istri maupun anak. Karena secara tidak langsung perbuatan suami yang baik tersebut akan dicontoh oleh istri dan anak anaknya. Jadi kuncinya selesai tidaknya suatu permasalahan dalam keluarga tergantung pada suaminya. 81
b) Sebagai Ulama Salafi Pesantren Nurul Iman Desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Kabupaten Malang Beliau Ust. Naim,
mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk mnyelesaikan perselisihan dan permaslahan rumah tangga adalah, suami sebagai kepala keluarga harus benar-benar bisa membawa keluarganya menuju yang lebih baik dengan cara menasehati kepada istrinya dan memberikan contoh yang baik kepada istri, karena perbuatan suami yang bagai manapun akan dicontoh oleh istrinya. Jika suami bisa memberi contoh yang baik maka istri akan menjadi baik juga, dan permasalahan dan perselisihan tersebut tidak akan terjadi kembali. 82
c) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur, Ust Khosim
Mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan dan permasalahan keluarga adalah suami sebagai kepala keluarga harus bisa menjadi suri tauladan yang baik bagi istrinya, karena segala perbuatan atau tindak laku suami akan ditirukan atau akan dicontoh oleh istri, untuk itu suami benar benar dituntut untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya83.
81 Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013. 82 Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013. 83 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013.
68
a) Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di
mushola-mushola Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen Ust
Jakfar Sodik mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi pemaslahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga adalah: pihak suami istri agar mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga tersebu dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak,dengan ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya maka perdamaian tersebut akan timbul dengan sendirinya84.
b) Ulama Modern dan sebagai pengajar di Sma Islam Kecamatan
Kepanjen Ust Munir mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada kehidupan rumah tangga adalah agar pihak suami istri saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya yang sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan terebut bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak suami.Dengan dilakukannya hal ini permasalahan tersebut akan terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan terjadi kembali.85
c) Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Penarukan
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dan Pengisi Jamaah
pengajian rutin Al- Iklas Kepanjen Ust Karnoto mengatakan:
Menurut saya sulusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam keluarga adalah; Permaslahan yang timbul dan sekiranya sudah memasuki puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan kepala yang benar benar dingin, dengan dibantu dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, agar supaya uneg-uneg yang ada dalam hati suami dan hati istri dapat tersampaikan
84 Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013. 85 Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013.
69
dengan baik sehingga saling mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung akan menyelesaikan permaslahan tersebut, dan jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka permaslahan tidak akan timbul kembali dalam kehidupan keluarga.86
a) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Kabupaten Malang Ust Hasan Mahfud mengatakan:
Menurut saya solusi yanng tepat untuk menyelesaikan perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah: Suami supaya memberikan pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan sedikitpun.87
b) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Kabupaten Malang Ust Arbain Nurdin mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk menyelesaikan permaslahan serta perselisihan dalam keluarga adalah: Dengan Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, pihak suami dan istri, agar ihak suami istri tersebut bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan dari pasangannya, dikarenakan jika saling menerima dan saling mngertia antara suami dan istri permaslahan yang terjadi akan luluh dan akan segera terselesaiakan dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya permasalahan tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.88
c) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu
Sina Kepanjen Kabupaten Malang Ustz Dewi Masruroh
mengatakan:
Menurut saya solusi nya adalah Agar Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, dan nantinya pihak suami maupun istri supaya saling intropeksi dirinya masing-masing, dan tidak hanya bisa saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya, dikarenakan
86 Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013. 87 Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013. 88 Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013.
70
permasalahan yang sedang mendera dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.89
3. Analisis Data.
1) Makna Lafadz Idrib Pada Qs An-Nisa ayat 34 Menurut Ulama
Kabupaten Malang.
a. Ulama Salafi.
Ust Toriqul Huda sebagai ulama salafi mengatakan boleh memukul
dengan pukulan fisik, dikarenakan alasan mereka jika sudah memasuki
tahap yang terakhir yaitu tahap pemukulan kondisi si istri memang tingkat
kedurhakaannya terhadap suami sudah keterlaluan dan alasan yang lain, si
istri tersebut masih menjadi tanggung jawab suami, maka menurut mereka
cara yang ampuh dan mujarab untuk mengobati tersebut adalah dengan
cara dipukul. Tetapi pukulan ini diniatkan hanya untuk mendidik si istri,
bukan pukulan yang bersifat balas dendam atau yang lainnya, dan bukan
pukulan yang keras yang sampai membuatnya luka dan membuatnya
cacat. .
Pendapat Ust Toriqul Huda sebagai ulama salaf ini senada dengan
pendapat Ulama Tafsir Klasik Yaitu Imam AthThabari yang berbunyi : ,
“Wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz
mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka,
maka ikatlah mereka dengan tali. Dirumah mereka, dan pukullah mereka
89 Dewi , Wawancara, Malang, Tanggal 24 september 2013.
71
agar mereka kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah
dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian”. Sifat pukulan yang
diperbolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak melukai,
tidak keras, dan jangan pukulan yang membuat tulangnya patah apalagi
pukulan yang sampai membuatnya cacat.90
Sedangkan pendapat Ust Naim sebagai ulama’ salafi dalam
memaknai lafadz Idrib ini beliau mengatakan boleh memukul dengan
tangan dan pukulan tersebut harus diniatkan hanya untuk membri
pendidikan kepada istri, agar si istri akan jera dengan segala
kedurhakannya terhadap suami. Hal senada juga dikatakan oleh ulama
Tafsir salaf yaitu Imam As-Syaukani dalam Tafsir Al-Qadr yang berbunyi
: Bahwa sistem yang terdapat dalam Al-Quran merupakan hal yang halal
bagi si suami untuk memukul istri dengan pukulan yang tidak parah dan
pukulan yang tidak melukai pada saat Nusyuz tersebut dikhawatirkan
terjadi.91 Hal itu diungkapkan bahwa agar si istri benar benar
meninggalkan perbuatan Nusyuznya ketika proses pengabaian atau
memisahkannya dari tempat tidur tidak mempengaruhinya untuk
meninggalkan perbuatan Nusyuznya tersebut.
Ust. Khosim Sebagai ulama salafi berpendapat n bahwa makna dari
Lafdz Idrib itu adalah Memukul. Menurut beliau si suami diperbolehkan
90 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 916 أي ضربا غیر مبرح وظاھر النظم القرآني أنھ یجوز للزوج أن یفعل جمیع ھذه األمور عند مخافة النشوز 91
72
memukul dengan tangan agar si istri kembali taat kepada suami dan
kembali melaksanakan segala kewajibannya terhadap suami. Alasan
diperbolehkannya memukul karena suami masih mempunyai pertanggung
jawaban penuh terhadap istrinya. Pendapat Ust Khosim tersebut senada
dengan pendapat ulama tafsir Salafi yaitu Dr. Abdullah bin Muhammad
bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam kitab Tafsir jalalain. Yang
berbunyi : Makna dari Lafadz Dharab tersebut yaitu jika nasehat dan
pemisahan tempat tidur tidak menggetarkannya, maka kalian boleh
memukul nya . 92
b. Ulama Modern.
Ust Jakfar sodik dalam memaknai lafadz idrib yang ada pada Qs An-
nisa ayat 34 sudahlah sangat modern yaitu beliau Mengatakan bahwa itu
merupakan perintah memukul, yaitu memukul dengan perkataan bukan
dengan tangan atau dengan cara kekerasan, pukulan dengan perkataan
yang kiranya perkataan tersebut dapat membuat istri berubah atau istri
kembali taat kepada suaminya. Karena perkataan dapat menembus segala
sesuatu yang tidak dapat ditembus oleh batu sekalipun.
Pendapat dari Ust jakfar sodiq tersebut sama dengan pendapat dari
Ulama Tafsir Modern Yaiitu Ahmad Mustofa Al-Marghi beliau
mengatakan bahwa Allah mengingatkan para hambaNya akan
kekuasaannya-Nya atas mereka, agar mereka takut kepada-Nya didalam
92 Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “ Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 (Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASY-SYAFI’I,2006) h. 300
73
memperlakukan kaum wanita. Sekan-akan Dia berfirman kepada mereka,
sesungguhnya kekuasan-Nya atas kalian melebihi kekuasaan kalian atas
istri; maka jika kalian berbuat aniaya terhadap mereka, Dia akan menyiksa
kalian; dan jika kalian memaafkan kesalahan - kesalahan mereka, niscaya
dia akan memaafkan kesalahan kesalahan kalian.93
Tidak diragukan lagi, lelaki yang memperbudak wanita akan
melahirkan budak bagi orang lain, karena mereka terdidik dengan
kzhaliman dan tidak mempunyai kehormatan, sifat-sifat baik dan belas
kasihan. Juga akan melahirkan budak wanita dan juga akan melhirkan
orang-orang seperti dia; terdidik sebagai budak yang hina dan tidak
mempunyai kemulyaan. Sungguh tak ubahnya mereka seperti sekumpulan
seorang kambing, dihalau setiap pengembala dan menyambut setiap
teriakan. 94
Ust. Munir mengungkapkan pendapatnya tentang makna lafadz
idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34, yaitu makna dari lafadz Idrib yang
terdapat dalam Qs-An-Nisa ayat 34 tersebut adalah “Memukul”, menurut
Ust munir suami diperbolehkan untuk memukul istri asalkan sifat dari
pukulannya tersebut yaitu dengan pukulan yang tidak menciderai,
meninggalkan bekas sedikitpun dan tidak keras sama sekali dan
memukulnya tersebut harus pada bagian yang kiranya tidak
membahayakan istri, menurut beliau bagian yang tidak membahayakan 93 Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 48. 94 Musthafa, Marghi. h. 48
74
tersebut adalah bagian pusar kebawah, alasan di perbolehkannya memukul
karena segala pola prilaku istri menjadi tanggung jawab suami.
Hal senada juga di ungkapkan oleh ulama Tafsir Modern Yaitu
Sayyid Qutub, beliau mngatakan bahwa, Sejalan dengan maksud dan
tujuan semua tindakan di muka maka pemukulan yang dilakukan ini
bukanlah untuk menyakiti, menyiksa dan memuaskan diri. Sudah
dimaklumi bahwa semua tindakan ini tidak boleh dilakukan kaluu kedua
belah pihak ini berada dalam kondisi harmonis dalam mengendalikan
organisasi rumah tangga yang amat sensitive ini. Tindakan itu hanya boleh
dilakukan untuk menghadapi ancaman kerusakan dan keretakan. Karena
itu, tindakan itu tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi penyimpangan
yang hanya dapat diselesaikan dengan cara tersebut.95
Kesimpulan pendapat dari Ust Munir memaknai lafadz idrib
adalah suami diperbolehkan memukul istri, tetapi hanya dengan niatan
untuk mendidik, bukan dengan niatan yang lainnya, seperti niatan
merendahkan atau melecehkan. Dan tindakan pemukulan ini hanya boleh
dilakukan untuk menghadapi adanya ancaman atau adanya tanda-tanda
akan terjadinya keretakan dalam rumah tangga, dan tindakan pemukulan
ini boleh dilakukan jika tindakan dari penyimpangan istri terhadap
suaminya bisa diselesaikan hanya dengan jalan memukul.
95 Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam Basyarahil., Muchotob Hamzah (Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani, 2008), h. 359
75
Ust. Karnoto memaparkan pendapatnya dalam memaknai makna
lafadz Idrib yaitu menurut beliau adalah, Suami diperbolehkan untuk
memukul istri asalkan sifat dari pukulan tersebut yaitu pukulan yang tidak
membahayakan dan pukulan yang niatnya bukan untuk melukai dan
mencelakai si istri, dan pukulan tersebut harus dilakukan dengan pelan
tanpa mengeluarkan suara sebagaimana layaknya orang memukul, dan
bagian yang diperbolehkan untuk dipukul menurut beliau adalah mulai
pusar sampai kebawah.
Ust. Karnoto memberikan alasan atas diperbolehkannya memukul
tersebut dikarenakan kondisinya sudah darurat dan sudah kepepet. Dan
alasan yang lainnya diperbolehkannya memukul adalah dikarenakan
menurut Ust Karnoto memang ada sifat dari beberapa manusia di muka
bumi ini jika mereka melakukan kesalahan baru sadar atau baru sembuh
dari kesalahannya dengan cara kekerasan atau dengan cara dipukul
dengan tangan.
Pendapat sama juga dipaparkan oleh ulama Tafsirr Modern Yaitu
Sayyid Qutb Dalam kitab tafsir fi zahlil Quran , Yang berbunyi: Memang
adakalanya terdapat orang-orang wanita yang tidak mau menjadikan laki-
laki yang dicintainya itu sebagai pemimpin dan direlakannya menjadi
suaminya kecuali jika lelaki itu dapat menguasai dirinya secara fisik.
Meskipun ini tidak menjadi tabiat semua wanita, namun wanita yang
demikian itu memang ada. Wanita dengan model demikian inilah yang
76
memerlukan pemecahan tahap akhir ini, supaya dia dapat kembali lurus
dan menjaga keutuhan organisasi rumah tangganya dalam kedamaian dan
ketrentaman. 96
Kesimpulan pendapat dari Ust Karnoto tentang makna Lafadz idrib
adalah. Suami boleh memukul istri, jika sudah kepepet, dan asalkan dalm
pemukulannya tersebut bukan dengan niatan mencelakai atau dengan
niatan merendahkannya, dan jika si istri akan benar-benar sadar setelah
dilakukannya tahapan pemukulan ini. Dikarenakan terdapat beberapa
wanita yang baru sadar dari semua kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukannya itu jika telah dipukul atau dengan cara suami bisa
mengendalikan nya dengan cara fisik atau cara kekerasan.
c. Ulama Kontemporer
Ust Hasan Mahfudz memaparkan pendapatnya tentang makna
Lafadz Idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34. Menurut beliau makna dari lafadz
Idrib tersebut adalah Merupakan sarana bagi pihak suami untuk
menyadarkan istri yang sedang durhaka atau sedang tidak melaksanakan
segala kewajibannya terhadap suami tanpa ada rasa dendam dan efek jera,
walaupun dan bagaimanapun keadaanya tidak diperbolehkan dan
dibenarkan untuk melakukan pemukulan terhadap istri , karena dengan
memukul akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam dan dengan
memukul tersebut tidak akan menyelesaikan permaslahan yang sedang
terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Disamping memukul itu tidak
96 Quthb Sayyid, h. 359
77
akan menyelesaikan masalah, memukul hanya akan menimbulkan
kecemburuan sosial antara suami istri karena dapat dipastikan terdapat
pihak yang merasa menang dan terdapat pihak yang merasa dikalahkan
dengan pemukulan tersebut.
Pendapat senada juga di uraikan oleh Ulama Tafsir Kontemporer
Yaitu Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbahnya. Menurut Beliau Kata
Wadribuhunna yang diterjemahkan dengan pukullah mereka terambil
dari kata Dharaba . Yang mempunyai banyak arti. Bahasa dalam
menggunakan arti memukul tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti
atau melakukan suatu tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki
atau musafir dinamai oleh bahasa dan Oleh Al-Quran Yadhribuhunna fil
ardh, yaitu secara harfiah berarti memukul bumi . Karena itu perintah
diatas dipahami oleh ulama berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW,
bahwa yang dimaksud dengan memukul adalah pukulan yang tidak
menyakitkan.
Sementara para ulama memahami perintah menempuh langkah
untuk menasehati dan memisah ranjang ditujukan kepada suami,
sedangkan langkah yang terkhir yaitu langkah memukul –ditujukan kepada
penguasa. Memang tidak jarang ditemukan dua pihak yang diperintahkan
dalam satu ayat. Yaitu dalam Surat Al-Baqarah Ayat 229, Yang berbunyi.
78
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Atas dasar ini, Ulama besar Atha berpendapat bahwa suami tidak
boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya boleh memarahinya. Ibnu Al
–‘Arabi mengomentari pendapat Atha’ itu dengan berkata, “Pendapatnya
itu berdasarkan adanya kecaman Nabi Saw kepada suami yang memukul
istrinya, Seperti Sabda Rasulullah SAW Orang yang terhormat tidak akan
memukul istrinya. Sejumlah ulama sependapat dengan Atha dan menolak
atau memahami secara metafora hadis hadis yang diperbolehkan memukul
istrinya.
Kesimpulan dari pendapat Ust Hasan Mahfudz adalah, dalam
makana lafadz idrib ini bukan perintah pihak suami untuk memukul istri,
tetapi itu merupakan sarana atau alat yang dipergunakan suami untuk
menyadarkan pihak istri yang sedang durhaka, tanpa menimpulkan efek
jera dan tanpa menimbulkan rasa dendam dikemudian harinya setelah
dilakukannya proses teresebut. Jadi menurut pendapat dari Ust. Hasan
79
Mahfudz Walapun dan bagaimanapun serta serumit apapun kondisinya
tetap tidah diperbolehkan untuk melakukan pemukulan terhadap istri.
Ust Arbain Nurdin dalam memaparkan pendapatnya nya tentang
makna lafadz idrib pada Qs An-nisa ayat 34 beliau memaknai Lafadz
tersebut dengan Sebuah cara suami untuk menyadarkan si istri tanpa
menggunakan cara kekerasan dan tidak menimbulkan rasa sakit hati istri.
Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan
dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami
dan istri agar bisa mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan
permasalahn yang terjadi yang pada akhirnya menimbulkan dan menuju
kedamaian kehidupan berumah tangga tanpa ada pihak yang merasa
menang dan kalah diantara suami istri tersebut .
Pendapat senada juga dipaparkan oleh ulama Tafsir kontemporer
yaitu Buya Hamka dalam kitab Tafsirnya yaitu Tafsir Al-Azhar : Beliau
mengemukakan pendapatnya bahwa, perempuan yang taat bukanlah
semata mata perempuan yang tunduk kepada Tuannya. Taat, adalah
perempuan yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang menjaga rumah
tangga dengan baik dan tahu akan tenggang menenggang dan juga tahu
akan harha dirinya. Kepada istri yang sudah semacam itu keadaannya,
janganlah mencari-cari masalah. Berlakulah hormat-menghormati dalam
kehidupan berumah tangga. Karena kalu istri sudah sedemikian rupa
baiknya, lalu laki-laki mencari fasal membuat gaduh, jangan disesalkan
kalu si istri melawan. Janganlah suatu masalah yang terjadi pada rumah
80
tangga hanya ditimpahkan saja kepada istri97. Karena meskipun dia
perempuan, dia juga manusia yang patut dihormati. Keadaan laki-laki pun
sangat cangung kalu wanita itu tidak ada.
Kesimpulan dari pendapat Ust Arbain Nurdin tentang , Makna
Lafadz idrib yang ada pada Qs An-Nisa ayat 34 ini adalah : Adalah
merupakan cara bagi suami untuk menyelesaikan permasalahan dalam
keluarga tanpa mengunakan cara kekerasan sedikitpun, dan tanpa
meninggalkan efek sakit fisik maupun sakit hati. Dengan cara saling
intropeksi diri antara pihak suami istri dengan apa segala kekurangannya,
dan jika ada permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangaa
harus diselesaikan bersama-sama tanpa menyalahkan salah satu pihak.
Agar permaslahan dapat terselesaikan dengan baik.
Ustdz Dewi Masruroh Memaknai Lafadz Idrib Pada QS an-Nisa
dengan :Cara atau alat yang dipergunakan suami untuk menyadarkan istri
tanpa timbul rasa dendam dan efek jera pada akhirnya nanti , Sedarurat
atau sebahaya apapun keaadannya suami tidak dibenarkan untuk
melakukan perbuatan kekerasan atau memukul, karena memukul hanya
akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam, yang harus
dilakukan yaitu saling intropeksi antara pihak suami istri dan saling
mengenyampingkan sifat watak keras dan rasa keegoisannya masing
masing agar menemukan jalan tengah atau menemukan cara yang terbaik
97 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.65
81
untuk menyelesai perselisihan dan permasalahan tersebut dengan kondisi
pikiran yang dingin dan tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun.
Pendapat yang sama juga diungkapkan Oleh Aminah Wadud.
Beliau mengatakan bahwa Jika dipandang dari segi kekerasan yang
berlebihan terhadap wanita yang ditunjukkan dalam biografi para sahabat
dan oleh kebiasaan yang dikecam dalam Al-Quran (sepeeti pembunuhan
bayi perempuan) maka ayat ini harus diartikan sebagai larangan tindak
kekerasan tanpa kendali terhadap wanita . Jadi, ini bukan izin melainkan
larangan keras terhadap kebiasaan yang ada.
Masalah kekerasan rumah tangga dikalangan muslim dewasa ini
tidak bersumber dari ayat Al-Quran ini. Sebagian laki-laki memukul istri
mereka setelah benar-benar mengikuti Anjuran Al-Quran untuk
mengembalikan keharmonisan rumah tangga. Tujuan laki-laki seperti itu
adalah kehancuran bukan keharmonisan. Tindakan demikian mereka
lakukan setelah menemukan fakta bahwa mereka tidak dapat merujuk ke
ayat 3;34 untuk membenarkan tindakan mereka.
Akhirnya kata Ta’aat dalam ayat ini perlu direnungkan secara
kontekstual. Ayat ini berbunyi, “jika mereka ta’aat (tha’aat) kepadamu,
jangan kamu mencari jalan untuk menyusahkannya. ‘ Bagi wantia ini
merupakan hukuman bersyarat, bukan suatu perintah.
Al-Quran tidak pernah memerintahkan seorang wanita suapaya
mentaati suaminya. Al-Quran tidak pernah menyatakan bahwa ketaatan
kepada suami merupakan cirri cirri wanita yang baik. Seperti dalam
Firman Allah SWT dalam QS At-Tahrim Ayat 5 yang berbunyi. :
82
Artinya : jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi
ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.
Namun demikian, dalam perkawinan bentuk penundukan wanita,
wanita benar-benar mematuhi suami mereka, biasanya karena mereka
percaya bahwa seorang suami yang secara materi menafkahi keluarganya,
termasuk istrinya, patut dipatuhi. Bahkan dalam kasus seperti itu, norma
pada masa turunnya Wahyu, tidak ada korelasi bahwa jika seorang suami
harus memukul istrinya supaya patuh. Interpretasi seperti itu tidak
berpeluang untuk berkembang secara universal dan bertentangan dengan
esesnsi Al-Quran dan Sunnah Nabi. Interpretasi demikian merupakan
kesalahan berat dalam memahami Al-Quran untuk membenarkan
kurangnya pengendalian diri sebagian laki-laki.
Mengeenai hubungan antara nafkah dan kepatuhan, dapat diamati
bahwa ternyata suami yang tidak mau dan tidak mampu memberikan
nafkah kepada istrinya pun, meyakini bahwa mereka harus dipatuhi.
Sesungguhnya karakteristik dan perkawinan muslim yang tersebar luas ini
hanyalah satu contoh dari asosiasi laki-laki sebagai pemimpin alami yang
patut dipatuhi.
Kepercayaan terhadap keharusan mematuhi suami ini adalah
peninggalan dari perkawinan bentuk penundukan, dan kepercayaan ini
83
tidak hanya terjadi dalam sejarah muslim. Kepercayaan ini belum
bertambah baik, walaupun dewasa ini laki-laki dan wanita mencari partner
untuk saling memperbaiki emosi, intelektual, ekonomi, dan sepiritual.
Kecocokan mereka didasarkan kepada saling menghormati, bukan pada
kepatuhan wanita kepada laki-laki. Keluarga dipandang sebagai unit
dukungan bersama dan unit kesopanan sosial, bukan institusi untuk
menjadikan wanita sebagai budak bagi laki-laki yang membelinya dengan
harga tinggi dan kemudian menjamin kebutuhan materi dan fisiknya saja,
tanpa memperhatikan aspek pengembangan manusia yang lebih tinggi.
Jika Al-Quran hanya relevan dengan satu jenis perkawinan ini saja,
ia akan gagal menghadirkan model yang pas untuk memenuhi berbagai
tuntutan dan keperluan yang berubah dari peradaban yang sedang
berkembang diseluruh dunia. Karena itu, Nash Alquran memfokuskan
pada norma perkawinan di masa turunnya wahyu, dan menerapkan
berbagai larangan atas tindakan tertentu suami terhadap istrinya. Dalam
konteks yang lebih luas, Al-Quran mengembangkan satu mekanisme
untuk memecahkan permasalahan melalui musyawarah dan abirtase..
Kesimpulan dari pendapat Ustdz. Dewi Masruroh pendapatnya
tenatang makna lafadz idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34 adalah Dalam
menyelesaikan rumah tangga tidak boleh dengan melalui jalan kekerasan,
karena jalan kekerasan tidak akan menyelesaikan permasalahan yang
sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, dalam hal ini suami istri
harus saling intropeksi diri dan mengenyampaikan sifat atau watak keras
masing-masing agar menemukan jalan tengah yang disepakati bersama
84
antara suami istri, dengan ini permaslahan tersebut akan terselesaikan
dengan sendirinya.
2) Solusi Mengatasi permaslahan dalam keluarga jika sedang terjad
dalam rumah tangga menurut ulama kabupaten Malang.
a. Ulama Salafi
Dalam memberikan pendapat tentang solusi menyenyelesaikan
maslah dalam keluarga, Ust Toriqul Huda mempunyai pemikiran yang
sangatlah modern beliau berpendapat bahwa, si sumai sebagai kepala
keluarga harus bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya, dikarenakan
secara tidak langsung segala bentuk dari perbuatan si suami tersebut akan
ditirukan atau diikuti oleh sang istri, denagn begini si suami benar-benar di
tuntut untuk bisa menjadi tauladan yang baik bagi istrinya.
Pendapat yang sama juga dipaparkan oleh ulama Tafsir
Kontemporer yaitu M Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah, beliau
menjelaskan bahwa, kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada
suami tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan.98
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan
dan derajat atau tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat
98 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah”, (Lentera Hati), h. 408
85
yang menegaskan derajat tersebut. Yaitu dalam Firman Allah SWT pada
QS. Al- Baqarah Ayat 228.
Artinya:
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagian kewajiban istri. Walaupun ayat ini disusun dalam
redaksi berita, tetapi maksudnya adalah perintah kepada suami untuk
memperlakukan istrinya secara terpuji agar suami dapat memperoleh
derajat itu.
Ketauhilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap
istri, bukanlah tidak menggangunya, tetapi bersabar dalam gangguan atau
kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat
istri menumpahkan emosi dan kemarahan. 99
Keberhasilan perkawinan tidak akan tercapai kecuali jika kedua
belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak,
antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah atau pengembala,
dan dalam kedudukannya seperti itu, ia berkewajiban untuk
memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun
berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya. Tetapi disisi lain,
99 Quraish Shihab, h. 409
86
perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang
terbaik ketika melakukan diskusi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan perselisihan dan
permasalahan dalam keluarga tersebut tidak boleh dengan jalan kekerasan
sedikitpun kecuali dalam kondisi sangat terpaksa. Pendapat ini senada
dengan pentapat ulama Tafsir Kontemporer yaitu Buya Hamka dalam
Tafsir Al-Azhar yaitu : Seorang suami Supaya bersabar menanggungkan
perangai-perangai istrinya. Sebab tiap-tiap perempuan tiap-tiap manusia
ada saja kelemahannya. Bahkan engkau sebagai laki-lakipun mempunyai
segi kelemahan, yang kesabaran istrimulah yang akan mengekalkan rumah
tangga.100
Dengan pendapat ini dapat disumpulkan bahwa jika si suami
berbuat baik yaitu yang berupa kesabaran kepada istrinya maka si istri
akan ikut pula sabar kepada suminya dan kesabaran si istri tersebut akan
membuahkan hasil yaitu rumah tangga yang kekal dan tidak akan terjadi
kembali perselisihan tersebut.
Dalam memberikan pendapat tentang solusi menyenyelesaikan
maslah dalam keluarga, Ust Naim sangatlah modern dalam pemikirannya,
beliau mengatakan bahwa solusi yang tepat untuk menyelesaikan
perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah:
Suami supaya memberikan pencerahan atau ilmu pengetahuan tentang
100 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.64
87
hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling
menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois
nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa
menggunakan proses kekerasan sedikitpun.
Pendapat yang sama juga di paparkan oleh Ulama Tafsir Modern
Yaitu Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi, beliau menjelaskan
bahwa Dapat dikatakan bahwa laki-laki memiliki kelebihan potensi jiwa
dan tabiat yang kuat yang tidak terdapat pada wanita. Hal itu dikarenakan
tabiat laki-laki yang mempunyai semngat menggelora dan keras sehingga
dalam dirinya terdapat kekuatan dan keteguhan.101 Sedangkan wanita
memiliki tabiat yang sejuk dan dingin yang berarti lembut dan lemah,
sehingga Allah mengharuskan laki-laki mengurusi mereka berdasarkan hal
itu, yang berdasarkan Firman Allah SWT :
………..
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….
Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban laki-laki mendidik istri-
istri mereka, sehingga ketika istri itu sudah menjaga hak-hak para suami
maka tidak diperbolehkan seorang laki-laki (suami) berlaku buruk
101 Syaikh Imam Al-Qurtubi ,Al Jami’ li Ahkam Al Quran : “Tafsir Al Qurtubi”, diterjemahkan oleh Akhmad Rijali Kadir , (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 394
88
terhadap istrinya. Kata qawwam adalah bentuk hiperbola, yaitu mengurus
sesuatu dan mengaturnya berdasarkan pertimbangan serta menjaga dengan
sungguh-sungguh.102 Maka tanggung jawab laki-laki atas wanita
berdasarkan definisi ini, yaitu laki-laki bertindak mengatur dan mendidik
serta menahan wanita dirumah dan melarangnya menampakkan diri secara
terbuka (Mejeng). Wanita harus mentaati dan menerima perintahnya
selama bukan maksiat. Hal itu didasarkan pada keutamaan, nafkah,
intelektual dan kekuatan dalam urusan jihad , harta warisan,
memerintahkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Kesimpulan dari pendapat Ust. Naim dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga adalah , Jika terjadi
perselisihan dalam kehidupan berumah tangga Suami sebagai kepala
keluarga supaya memberikan pencerahan atau ilmu pengetahuan tentang
hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling
menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois
nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa
menggunakan proses kekerasan sedikitpun.
Ust Khosim sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan
Bantur Kabupaten Malang Beliau mengatakan bahwa solusi yang tepat
jika terjadi perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan keluarga
adalah suami sebagai kepala keluarga harus bisa menjadi suri tauladan
yang baik bagi istrinya, karena segala perbuatan atau tindak laku suami
102 Imam Al-Qurtubi, h. 394
89
akan ditirukan atau akan dicontoh oleh istri, untuk itu suami benar benar
dituntut untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya103.
Ulama’Tafsir Modern Buya Hamka Dalam Tafsir Al Azhar juga
mengatakan, Beri mereka petunuk dan pengajaran, tunjuk ajarilah mereka
dengan baik, sadarkan mereka akan kesalahannya. Suami yang baik akan
dapat mentukan dan memilih kata-kata dan sikap yang layak untuk
mengajari istri. Kadang-kadang ada istri yang tinggi hati, sombong karena
hidupnya biasa senang dengan orang tuanya lalu dipandang enteng
suaminya. Maka suami hendaklah mengajarinya dan menyadarkannya,
bahwasaanya setelah bersuami, apapun yang diberikan suami kepada
istrinya terimalah dengan baik. 104
Karena apabila seseorang telah bersuami, apabila bercerai dengan
suaminya, jika ia pulang kembali kepada tanggungan ibu bapak, tidak akan
lagi seperti sewaktu ia masih gadis. Dan beberapa misal yang lain, yang
suami memberikan pengajaran itu tidak boleh bosan, tetapi jangan nyinyir.
Karena dalam mendirikan dan menegakkan ketrentraman dalam kehidupan
berumah tangga kadang-kadang meminta waktu berpuluh tahun. Suami
hendaknya menunjukkan pimpinan yang tegas dan bijaksana.
Kesimpulan pendapat dari Ust Khosim tentang cara penyelesaian
perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah, Suami agar
memberikan pendidikan kepada istrinya tentang hak dan kewajiban suami
istri dalam kehidupan rumah tangga, dan suami agar menjadi suri tauladan
103 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013. 104 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.60
90
yang baik bagi istrinya dikarenakan suami merupakan kepala keluarga dan
segala tindak laku suami secara tidak langsung akan dicontoh oleh sang
istri.
b. Ulama Modern
Ust. Jakfar sodik mengatakan bahwa solusi yang tepat ketika
permaslahan dalam rumah tangga terjadi adalah: pihak suami istri agar
mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara
membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga
tersebut dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, dengan
ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling
menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya
maka perdamaian tersebut akan timbul.
Sayyid Qutb Dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil Quran Juga
mengatakan Cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang
terjadi dalam kehidupan rumah tangga adalah dengan cara mendatangkan
juru damai dari kedua belah pihak, cara ini harus dilakukan, keduanya
bertemu dalam suasana yang tenang, jauh dari subjektivitas, jauh dari
perasaan yang menyelimuti, jauh dari kondisi kehidupan yang
menyelimuti kejernihan hubungan suami istri. Juga bebas dari segala
pengaruh yang merusak suasana kehidupan, yang meruwetkan urusan,
yang yang karena dekatnya hubungan jiwa suami istri semuanya itu
tampak besar dan menutupi semua unsur kebaikan yang lain dalam
kehidupan mereka.
91
Dengan penuh keinginan menjaga nama baik keluarga, dengan
penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya yang kecil, dengan
melepaskan segala keinginan mengalahkan dan menyalahkan sebagaimana
yang sering terjadi antara kedua suami istri dalam kondisi seperti ini. Dan
penuh keinginan dalam kebaikan suami istri dan anak-anaknya serta
organisasi rumah tangganya yang terancam runtuh.
Kedua hakam berkumpul untuk mencoba melakukan islah
(perbaikan-perdamaian) Jika dalam hati suami istri itu masih ada
keinginan yang sungguh untuk kebaikan, dan hanya kemarahan saja yang
menghalangi keinginan itu, dan di tunjang kemauan yang kuat dari hati
kedua hakam , maka Allah akan memberikan kebaikan dan Taufik kepada
keduanya.
Kesimpulan pendapat dari Ust. Jakfar sodik dalam solusi untuk
menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga adalah, pihak suami istri
agar mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara
membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga
tersebut dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, dengan
ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling
menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya
maka perdamaian tersebut akan timbul. Jika dalam hati suami istri itu
masih ada keinginan yang sungguh untuk kebaikan, dan hanya kemarahan
saja yang menghalangi keinginan itu, dan di tunjang kemauan yang kuat
dari hati kedua hakam , maka Allah akan memberikan kebaikan dan
Taufik kepada keduanya.
92
Ust. Munir Memaparkan pendapatnya tentang solusi yang tepat
untuk menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga dengan cara, pihak
suami istri saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya
yang sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan
terebut bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak
suami.Dengan dilakukannya hal ini permasalahan tersebut akan
terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka
permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan
terjadi kembali.
Aminah Wadud juga mengatakan Soal pemulihan keharmonisan
perkawinan Al-Quran lebih mengutamakan kondisi yang harmonis dan
menegaskan pentingnya memulihkannya. Dengan kata lain, bukan
tindakan disipliner yang harus digunakan untuk mengatasi perselisihan
diantara pasangan suami istri. Solusi yang terbaik yang ditawarkan Al-
Quran dan lebih diutamakan oleh Al-Quran adalah dengan cara dengan
cara musyawarah atau Syura, sebagai metode yang terbaik untuk
memecahkan permaslahan diantara kedua belah pihak. 105
Jelas bahwa Al-Quran bermaksud memecahkan permaslahan dan
kembali pada kedamaian dan keharmonisan diantara kedua pasangan itu
ketika Al-Quran menyatakan, tidak ada dosa bagi keduanya jika mereka
mengadakan kedamaian yang sebenarnya. Perdamaian itu lebih baik,
sesuai dengan Firman Allah SWT Pada Qs An-Nisa ayat 128 yang
berbunyi :
105 Aminah Wadud , “Quran Menurut Prempuan ” (Jakarta : Serambi ilmu Semesta, 2001). h.129
93
Artinya:
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Yang menjadi tujuan utama dalam penyelesaian perselisihan dan
pertengkaran rumah tangga adalah perdamaian dan mengadakan
perbaikan, bukan kekerasan dan kepatuhan yang dipaksakan.
Kesimpulan pendapat dari Ust Munir dalam solusi penyelesaian
perselisihan dan permasalahan dalam keluarga adalah: pihak suami istri
saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya yang
sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan terebut
bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak
suami.Dengan dilakukannya hal ini permasalahan tersebut akan
terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka
permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan
terjadi kembali.
94
Ust. Karnoto dalam memapakarkan solusi untuk menyelesaikan
permasalahan dan perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah,
Permaslahan yang timbul dan yang sudah tidah bisa diselesaikan atau
sudah mencapai puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan kepala
yang benar benar dingin, dengan dibantu dengan mendatangkan juru
damai dari kedua belah pihak. Agar supaya uneg-uneg yang ada dalam hati
suami dan hati istri dapat tersampaikan dengan baik sehingga saling
mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung akan
menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah
tangga.
Ahmad Mustahafa Al maraghi juga mengatakan dalam kitab Tafisr
Al-maraghi, beliau mngatakan bahwa, Khitha ini bersifat umum, termasuk
didalamnya suami istri dan kaum kerabatnya, yang paling utama mengutus
hakam adalah mereka. Jika tidak ada, maka kaum muslimin yang
mendengar persoalan mereka hendaknya berusaha memperbaiki
hubungannya. Pertikaian diantara mereka kadang kadang disebabkan oleh
nusyuznya istri, kadang-kadang pula disebabkan oleh kezhaliman suami.
Jika hal yang pertama yang terjadi hendaknya suami mengatasinya dengan
cara paling ringan diantara cara-cara yang disebutkan dalam ayat-ayat
terdahulu.
Tetapi jika hal yang kedua yang terjadi, dan dikhawatirkan suami
akan terus menerus berlaku zhalim atau sulit menghilangkan nusyuzynya,
selanjutnya dikhawatirkan akan terjadi perpecahan antara mereka tanpa
menegakkan rukun rumah tangga yang tiga: ketenangan, kecintaan, dan
95
kasih saying, maka kedua suami istri dan kaum kerabat wajib mengutus
dua orang hakam yang bermaksud untuk memperbaiki hubungan antara
mereka. jika maksud dan tekad mereka benar, maka dengan karunia dan
dan kemurahan Allah SWT akan mempersatukan kembali. 106
Dengan ini dapat diketahui, betapa Allah sangat memperhatikan
hukum hukum- tatanan keluarga dan rumah tangga. Namun sayang sekali
kaum muslimin yang mengamalkan nasehat yang agung ini, sehingga
kerusakan, permusuhan, kebencian melanda banyak rumah tangga, lalu
menghancurkan akhlak dan adab, selanjutnya kerusakan itu menular dari
orang tua kepada anak anaknya..
Kemudian diterangkan, bahwa hukum-hukum itu disyariatkan
sesuai dengan hikmah dan kemaslahatan, karena ia berasal dari Allah
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui tentang ihwal para
Hambanya. Allah SWT berfirman.
Sesungguhnya hukum-hukum yang disyariatkan bagi kalian ini
berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui tentang ihwal dan akhlak para
hamba-Nya. Dia Maha Mengetahui tentang apa yang terjadi diantara
mereka beserta sebab-sebabnya, baik yang tampak maupun yang
106 Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 49
96
tersembunyi, dan mengetahui cara-cara memperbaiki hubungan antara
suami istri. 107
Kesimpulan dari pendapat Ust. Karnoto tentang solusi yang tepat
untuk mengatasi permasalahan yang sedang terjadi dalam rumah tangga
adalah : Permaslahan yang timbul dan yang sudah tidah bisa diselesaikan
atau sudah mencapai puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan
kepala yang benar benar dingin, dengan dibantu dengan mendatangkan
juru damai dari kedua belah pihak. Agar supaya uneg-uneg yang ada
dalam hati suami dan hati istri dapat tersampaikan dengan baik sehingga
saling mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung
akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan
rumah tangga.
c. Ulama Kontemporer
Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT
Ibnu Sina Kepanjen Ust Hasan Mahfud mengatakan pendapatnya dalam
menyelesaikan permaslahan dalam kehidupan rumah tangga adalah :
Menurut saya solusi yanng tepat untuk menyelesaikan perselisihan dan
permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah: Suami supaya
memberikan pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban
suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan
masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami
107 Mustofa Al-Maraghi, h. 50
97
maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan
proses kekerasan sedikitpun.
Ulama Tafsir Modern Ahmad Musthafa Maraghi, juga mengatakan
Hendaklah para suami memberikan nasehat yang menurut pandangan
kalian dapat menyentuh hati mereka, sebab diantara kaum wanita ada yang
cukup dengan diingatkan akan hukuman dan kemurkaan Allah. Diantara
mereka ada yang hatinya tersentuh oleh ancaman dan peringatan akan
akibat yang buruk didunia, seperti ditahan untuk mendapatkan beberapa
kesenangannya, seperti pakaian, perhiasan dan lain sebagainya.
Sebagaimana sesuai dengan Firman Allah SWT Pada QS. At-Tahrim Ayat
6 :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Inilah tindakan yang harus dilakukan oleh suami kepada sang istri
yaitu memberi nasehat kepadanya. Inilah tindakan yang harus dilakukan
pemimpin dan kepala rumah tangga, yaitu melakukan tindakan
pendidikan, yang memang senantiasa dituntut kepadanya dalam semua hal.
98
Nasehat tersebut juga harus mengandung dorongan untuk
mendapatkan pahala menjadi wanita solehah yang senantiasa menjaga
dirinya, sekaligus mengandung ancaman akan balasan yang akan menimpa
wanita yang membangkakng dan durhaka.
Kesimpulan Dari Pendapat ust. Hasan Mahfudz tentang solusi
penyelesaian dalam rumah tangga adalah; Suami supaya memberikan
pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri
dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing
masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri
agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan
sedikitpun.
Ust Arbain Nurdin memaparkan dalam pendapatnya tentang solusi
dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga yaitu dengan
cara : Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, pihak suami dan
istri, agar ihak suami istri tersebut bisa saling menerima kekurangan dan
kelebihan dari pasangannya, dikarenakan jika saling menerima dan saling
mngertia antara suami dan istri permaslahan yang terjadi akan luluh dan
akan segera terselesaiakan dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya
permasalahan tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.
Buya Hamka juga memaparkan dalam Kitab Tafsirnya, Tafsir Al-
Azhar Maka utuslah seorang hakam dari ahli si laki-laki dan seorang
hakam dari si ahli perempuan, Hakam yang pokok adalah artinya sama
dengan hakim. Hakam ialah penyelidik duduk perkara yang sebenarnya,
sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan. Kedua hakam tersebut
99
diutus oleh kedua masyarakat kaum muslimin, atau keluarga terdekat
kedua belah pihak. Hakam si laki-laki, menyelidiki pendirian si laki-laki,
denan seksama, sedangkan hakam si perempuan menyelidiki pendirian si
perempuan dengan seksama pula. Setelah lengkap diketahui, mereka
bertemu kembali, lalu soal itu dikaji dengan kepala dingin. 108
Kalau si laki-laki yang salah maka istrinya ditarik dari dia,, dan
nafkahnya wajib dibayarnya terus. Kalu perempuan yang salah ia dipaksa
kerumah laki-lakinya, dan tidak wajib diberi nafkah. Tetapi kalau kedua
hakam berpendapat mereka diceraikan saja atau diserumahkan kembali,
sedang yang seorang suka, dan yang seorang tidak suka, kemudian mati
salah seorang, maka yang suka berkembalian menerima waris dari yang
mati, dan yang tidak suka berkembalian tidaklah menerima waris. 109
Bagaimanapun juga, yang jelas bahwa yang menetapkan semua
prosedur tersbut adalah Dzat yang menciptakan, Dzat yang paling tahu
tentang Makhluk yang diciptakan Nya. Semua perdebatan diluar apa yang
di Firmankan oleh Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal
segala sesuatu, adalah omong kosong belaka. Setiap penolakan dari pilihan
sang pencipta dan tidak menerimanya, akan membuat seseorang keluar
dari lingkaran keimanan.
Kesimpulan pendapat dari Ust. Arbain Nurdin adalah: Agar Pihak
suami dan istri yang sedang berselisih mendatangkan Juru damai dari
kedua belah pihak, pihak suami dan istri, agar suami istri tersebut bisa
108 Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h. 67 109 Prof.Dr.Hamka,h. 68
100
saling menerima kekurangan dan kelebihan dari pasangannya, dikarenakan
jika saling menerima dan saling mngertia antara suami dan istri
permaslahan yang terjadi akan luluh dan akan segera terselesaiakan
dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya permasalahan tersebut adalah
pasangan suami istri itu sendiri. Dan agar pihak suami istri tersebut benar-
benar menyerahkan kepada hakam dengan sepenuhnya.
Ustdz. Dewi Masruroh, memberikan pendapat tentang solusi
penyelesaian yang harus dilakukan ketika perselisihan dalam rumah
tangga terjadi adalah: Agar Mendatangkan Juru damai dari kedua belah
pihak yang bisa dipercayai, dan nantinya pihak suami maupun istri supaya
saling intropeksi dirinya masing-masing, dan tidak hanya bisa saling
menyalahkan antara satu dengan yang lainnya, dikarenakan permasalahan
yang sedang mendera dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri
itu sendiri.
Imam Al-Qurtubi Juga mengatakan ketika perselisihan diantara
keduanya semakin ruwet maka dianjurkan mengutus mediator dari kedua
belah pihak, menunjukkan bahwa hukum yang berlaku pada keduanya
(juru damai) bukan yang berlaku pada suami istri, oleh karena itu
dianjurkan kepada kedua belah pihak mengutus mediator dari pihak
keluarganya masing-masing. Dan kedua mediator itu haruslah orang yang
dipercaya oleh mereka berdua dan mewakili kedua belah pihak tentunya
juga disertai dengan ridha kedua suami istri untuk berembuk agar mereka
101
berdua rujuk atau bercerai jika mereka melihat hal itu yang paling terbaik.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua mediator itu berkedudukan sebagai
wakil dari kedua suami istri.110
Dua juru damai itu mesti dari keluarga suami dan istri, karena
keduanya lebih memahami keadaan mereka, dan keduanya termasuk orang
yang adil, mempunyai pandangan yang bagus dan memahami Fiqh. Jika
tidak ada dari pihak keluarganya yang layak untuk itu, maka kirimlah
orang yang adil dan mengerti.
Keputusan Hukum dari kedua Hakam suadah barang tentu tidak
selalu akan disukai saja oleh orang yang diberi hukum. Untuk
menghilangkan keraguan Imam As-Syafi’I dan Imam Abu Hanifah
memberikan syarat supaya kedua suami istri yang berselisih itu benar-
benar menyerahkan kekuasaan mengambil apa saja keputusan kepada
kedua hakam itu, dan mereka akan taat menerimanya. Sebab Sayyidina Ali
belum mau melepaskan laki laki yang tidak mau menyerah kalau mau
diceraikan itu, sebelum dia menyerahkan keputusan kepada hakam
sepenuhnya.
Kesimpulan pendapat Dari Ustdz. Dewi masruroh adalah: gar
Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak yang bisa dipercayai,
dan nantinya pihak suami maupun istri supaya saling intropeksi dirinya
masing-masing, dan tidak hanya bisa saling menyalahkan antara satu
dengan yang lainnya, dikarenakan permasalahan yang sedang mendera
110 Syaikh Imam Al-Qurtubi, : “Tafsir Al-Qurtubi”, diterjemahkan oleh, Ahmad Rijali Kadir (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Azam , 2008), h. 408
102
dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri. Dan agar
benar benar-benar menyerahkan semua keputusan kepada pihak juru
damai dengan sepenuhnya.
No
Nama Ulama’.
Pendapat Beliau Tentang: Kategori Ulama.
Lafadz Idrib.
Solusi Penyelesaian.
1. Ust. Toriqul Huda.
Memukul Dengan Tangan.
Suami diperintahkan Untuk menjadi Suri Tauladan Istri.
Salafi.
2. Ust. Naim. Memukul Dengan Tangan.
Suami diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada istri. Dan diperintahkan Untuk menjadi Tauladan Istri.
Salafi .
3. Ust. Khosim. Memukul Dengan Tangan.
Suami agar menjadi Tauladan yang baik bagi Istri.
Salafi.
4. Ust. Jakfar Sodiq.
Memukul dengan perkataan atau sindiran.
Diperintahkan untuk mendatangkan juru damai.
Moderen.
5. Ust. Munir. Memukul dengan tangan, dan tidak melukai / tidak keras.
Dengan cara musyawarah antara pihak suami istri.
Moderen.
6. Ust. Karnoto. Memukul dengan tangan, dan tidak meciderai.
Mendatangkan. Juru Damai.
Modern.
103
7. Ust. Hasan Mahfudz.
Sarana untuk menyadarkan istri tanpa melalui jalan kekerasan.
Diberi Pendidikan. Dan saling menghilangkan ego masing-masing.
Kontemporer
8. Ust, Arbain Nurdin.
Sarana untuk menyadarkan istri tanpa melalui jalan kekerasan.
Mendatang kan Juru Damai.
Kontemporer
9. Ust. Dewi Masruroh.
Sarana untuk menyadarkan istri tanpa melalui jalan kekerasan.
Mendatangkan Juru Damai.
Kontemporer
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Kabupaten Malang sebagai berikut:
Ulama Kabupaten Malang dalam memaknai Lafadz Idrib ini
dibedakan kedalam dua kategori, Kategori yang pertama yaitu kategori
ulama Salafi, Para Ulama salafi memaknai lafadz Idrib ini dengan
memukul secara tekstual yaitu memukul dengan tangan, dengan syarat
tahapan-tahapan sebelumnya telah dilakukan dengan baik, dan dalam
melakukan pemukulan tersebut terdapat batasan-batasan tertentu supaya
tidak membahayakan istri setelah dilakukannya proses pemukulan
tersebut. Kategori yang kedua yaitu ulama Modern dan Kontemporer,
Dalam memaknai Lafadz Idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34 para ulama
Modern dan kontemporer memaknainya dengan pukulan secara
105
kontekstual, yaitu cukup hanya memukulnya dengan kata-kata atau
nasehat, karena menurut para ulama Modern dan Kontemporer
permaslahan akan menjadi semakin runyam jika dalam proses
penyelesaiannya menggunakan jalan kekerasan.
2. Solusi jika terjadi perselisihan antara suami istri perspektif ulama
Kabupaten Malang terdapat Dua kategori, Yaitu Penyelesaiannya
Menurut Ulama Salafi adalah boleh melakukan pemukulan terhadap istri
yang durhaka, dikarenakan proses-proses sebelum dilakukannya
pemukulan sudah dilaksanakan dengan baik dan istri masih dalam
tanggung jawab si suami. Sedangkan untuk kategori yang kedua yaitu
ulama Modern dan Kontemporer. Menurut Mereka solusi yang tepat
dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam kehidupan rrumah
tangga adalah tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun, dikarenakan
jika menggunakan jalan kekerasan, istri tidak akan menjadi baik dan istri
akan mengambil sikap berontak atas dilakukannya proses penyelesaian
dengan cara kekerasan tersebut.
B. Saran
Sebagai pentup dari pembahasan ini, peneliti mengemukakan dan
merekomendasikan saran, sehingga dapat memberikan manfaat khususnya
bagi:
106
1. Diharapkan sebelum melakukan pernikahan pihak laki-laki dan
perempuan dalam memilih jodoh tidak asal-asalan atau hanya faktor
cinta, tetapi harus di tentukan secara matang matang dan
dipertimbangkan secara matang-matang bagaimana sifat atau karakter
calon pasangan yang akan dinikahi nantinya, dengan dilakukannya
proses ini secara otomatis perselisihan yang terjadi dalam rumah
tangga dapat diminimalisir sekecil mungkin.
2. Bagi suami sebagai rumah tangga untuk menjadi tauladan yang baik
dalam keluarganya terutama contoh bagi sang istri, dikarenakan
sedikit banyak perilaku suami akan dicontoh oleh sang istri.
3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu diteliti lebih lanjut mengenai Makna
Lafadz Idrib dalam Qs An-Nisa Ayat 34, dan solusi yang tepat untuk
mengatasi perselisihan yang terjadi ddalam kehidupan berumah
tangga.
107
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Adhim, M. Fauzil. Kupinang Engkau Dengan Hamdalah, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 1999, 129.
Al-Mashiri, Syaikh Mahmud” Perkawinan Idaman”, diterjemahkan Iman Firdaus
Lc, Q, Dpl Cet. I ; Jakarta: Qisthi Press, 2011
Al Qurtubi, Syaikh Imam Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an: “Tafsir Al-Qurtubi”,
diterjemahkan oleh Ahmad Rijali Kadir, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008
Tihami, Syahrani Sohari, Fikih Munakahat ,Jakarta; Rajawali Press, 2009.
Al Hamid Muhammad Bin Ibrahim, “ Min Akhta’ Az-Zaujat”, diterjemahkan oleh
Muhammad Muhtadi Lc, Dosa-Dosa Suami Istri Yang meresahkan Hati, Cet I
; Solo: Kiswah, 2011.
Utsman al-Khusy Muhammad , Membangun Harmonisme Keluarga ,
(Jakarta; Qisthi Press, 2007.
Sayyid Salim Abu Malik, Kamal bin As, “ Shahih Fiqh As-sunnah Wa
Adillatuhu wa Tau”, diterjemahkan oleh Iman Fhih Madzahib Al
Aimmah, diteterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap, Faisal Saleh,
Perkawinan Idaman, Cet I ; Jakarta: Pustaka Azam , 2007.
Sabiq,Sayyid. “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc,
Fikiqih Sunnah, Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006.
Fauzan Zenrif , Muhammad . Sintesis Paradigma Studi Al- Quran , Malang;
UIN Malang Press, 2008.
Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981.
108
Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan
oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, Cet I ; Jakarta: QISTHI
PRESS, 2011.
Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “
Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar
E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASY-
SYAFI’I,2006.
Anwar, Rosihan. Samudera al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Al Fatih Suryadilaga,Muhammad. dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , Sleman;
TERAS, 2005.
Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan
Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam
Basyarahil., Muchotob Hamzah, Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani,
2008.
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh,
Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly, Cet. 1; Semarang: Cv.Toha
Putra, 1986.
Mustaqim , Abdul. “Epistimologi Tafsir Kontemporer” Yogyakarta: LKis,
2010.
Quraish Shihab, Muhammad “Tafsir Al Misbah”, Lentera Hati.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. Bandung:
Peneribit Alfabeta, 2010.
109
Soekanto, Soerjono , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2006.
Amiruddin, SH,. M.Hum. H. Zainal Asikin, S.H, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, Jakarta; Raja GrafindoPersada.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung;
Rosda, 2005.
J. Moleong, Lexy. “Metodologi Penelitian Kualitatif” Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2002.
Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang, Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah, Malang: 2011.
Arikunto, Suharsimi. prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.(
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 227.
Bambang Sunggono, Motode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
Nazir, Mohammad. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009
Nana Sudjana dan Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian: Di Perguruan Tinggi,
Bandung: Sinar Baru Aldasindo, 2000.
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Abu Ja’far. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al
Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, Cet. I;
Jakarta:Pustaka Azzam, 2008.
Wadud, Aminah. “Quran Menurut Prempuan ” Jakarta : Serambi ilmu
Semesta, 2001.
110
B. SKRIPSI
Qonita, Shofa. “Perlindungan Terhadap Istri Sebagai Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No 23 Tahun
2004.”, Skripsi Uin Malang Tahun 2005
Hidayatin, Nora. “Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang
Terhadap Kekerasan DalamRumah Tangga Perspektif Gender”, Skripsi
UIN Malang, Tahun 2005.
Azizah, “Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang
Dilakukan Suami” Skripsi UIN Malang, Tahun 2007.
C. WAWANCARA
Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013
Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013
Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013.
Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013.
Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013.
Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013.
Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013.
Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013.
111