makhdor-GMPLS dalam konvergensi -...
Transcript of makhdor-GMPLS dalam konvergensi -...
0 | P a g e
GMPLS DALAM SKEMA KONVERGENSI JARINGAN
Makhdor Rosadi, ST
Konvergensi Internet dan telekomunikasi, dengan aplikasi di dalamnya yang kian rakusbandwidth dengan penqaturan QoS-nya akhirnya membutuhkan jaringan dan elemen didalamnya yang memberi dukungan sepenuh pada penjagaan dan peningkatan kinerjajaringan. Jika dulu bandwidth selalu menjadi obyek yang diprediksi, maka saat inisebagian aplikasi sudah membutuhkan skema “bandwidth on demand”. Di sisi lain efisiensijaringan melalui pemanfaatan jaringan publik (baca : jaringan internet) menjadiconstraint utama dalam penggelaran layanan, terutama untuk keperluan komersial.Maka dibutuhkan teknologi trasnport yang tidak hanya memudahkan routing dandiscovery lintasan terbaik, namun juga dapat mengakomodasi teknologi non paketeksisting.
Paper kali ini akan menggambarkan perkembangan GMPLS saat ini, terutama dalamskema konvergensi jaringan dengan teknologi transport lainnya. Diuraikan juga sekilastentang hubungan MPLS sebagai basis pengembanngannya. Pada akhir paper diberikanbeberapa contoh service yang ditawarkan dan contoh test bed yang secara progresifdigelar di Jepang.
1. MPLS sebagai Cikal Bakal GMPLS
Pada trend pembuatan aplikasi-aplikasi terkini pada jaringan besar, bahkan berskala metro,
bottleneck kelancaran dan kecepatan paket melalui jaringan salah satunya adalah backbone
jaringan itu sendiri. Solusi terdahulu, dan paling mudah, adalah dengan menggelar jaringan
private misalnya leased line, frame relay atau ATM via SDH. Namun pendekatan ini
dirasakan terlalu mahal dan kompleks, sehingga muncullah keinginan untuk melewatkan
paket tersebut melalui jaringan publik, yaitu jaringan IP. Dan ternyata pendekatan ini sangat
populer, walaupun pada mulanya sangat sulit karena berbagai kelemahan mendasar pada IP
itu sendiri.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya IETF menstandarkan solusi MPLS, untuk meningkatkan
kinerja forwarding dan kecerdasan trafik engineering pada jaringan packet-based, misalnya
IP dan ATM. Jadi MPLS merupakan suatu metode switching sekaligus forwarding pada
suatu jaringan dengan memanfaatkan idnetifiakasi berupa label yang ditempelkan pada
paket IP. Teknologi yang biasa dikategorikan pada layer 2.5 ini menyederhanakan proses
routing yang menjadi beban router (karena harus menganalisa setiap header IP pada paket
yang masuk) serta mengoptimalkan pemilihan path melalui kemampuan manajemen class of
service dan traffic engineering. Sebenarnya mekanisme seperti ini mirip dengan apa yang
terjadi pada ATM switch, dengan kemampuan VP dan VC switchingnya. Dan banyak orang
1 | P a g e
mengatakan bahwa sebenarnya teknologi ATM inilah yang menjadi sumber inspirasi
pengembangan MPLS. Maklum saja, saat itu memang ATM lah yang terbukti memberikan
kemampuan Manajemen Quality of Service terbaik.
Dalam jaringan MPLS terdapat beberapa elemen yang saling bekerjasama satu dengan
lainnya LSP (path yang dibentuk sebagai jalur yang akan dilalui paket MPLS), Label
Switching Router (LSR), Label Edge Router (LER), MPLS Egress Node, MPLS Ingress Node,
MPLS Label dan MPLS Node.
Gambar. Contoh pembentukan LSP-MPLS untuk merutekan paket dari Pengirim ke Tujuan
Di sini ada CBR (Constraint Based Routing) yang mempertimbangkan network constraint
dan user constraint. Pertimbangan kedua constraint inilah yang disebut CSPF (Constraint
Shortest Path First) yang kemudian akan menghasilkan explicit route yang berujung pada
Resource Reservation (RSVP-TE dan atau CR-LDP). Resource Reservation bertugas
memesan resource jaringan pada path spesifik yang telah dipesan sebagai jalan yang akan
dilalui paket yang akan dikirim. Sebagai catatan, untuk kasus dimana CR-LDP sudah cukup
untuk menjaga kinerja jaringan, maka tidak perlu menggunakan RSVP-TE. Tentunya ini
akan semakin berat seiring dengan kebutuhan bandwidth yang kini menjurus ke Bandwidth
on Demand, tidak lagi Bandwidth on Forecast.
2. Dari MPLS menuju GMPLS
Teknologi GMPLS (Generalized MPLS) hadir dari usaha pengembangan kemampuan
switching dari MPLS untuk dapat mengakomodasi switching untuk non packet, misalnya
TDM (Time Division Multiplex), FSC (Fiber Switch Capable), bahkan Lamda Swicth Capable
2 | P a g e
(LSC). Dengan demikian fungsi GMPLS kini bisa “diinstal” di berbagai perangkat
berplatform optik seperti SONET ADM, OXC (Optical Cross Connect) dan perangkat yang
ada dalam sistem DWDM. Ini jelas tidak seperti MPLS, yang hanya didukung (terutama)
oleh router dan switch saja.
Gambar. Hirarki forwarding nested LSPs dari interface switching yang beraneka ragam
Setiap perbatasan pada gambar di atas diimplementasikan dalam suatu perangkat switch,
misalnya antara antara TDM dengan Lamda terdapat SDH Cross Connect, antara lamda
dengan fiber terdapat Optical Cross Connect, antara fiber dengan fiber bundle terdapat Fiber
Cross Connect. Sedangkan pada packet / cell terdapat dua switching yaitu switching layer-2
(misalnya MPLS router atau ATM Switch) dan Packet Switching (misalnya IP Router).
Jadi GMPLS yang merupakan konsep konvergensi vertikal dalam teknologi transport, yang
tetap berbasis pada penggunaan label namun kini mekanisme yang serupa dikembanngkan
untuk jaringan DWDM, misalnya dengan menggunakan panjang gelombang (λ) sebagai
label. Maka dikenallah standar MPλS. Bagaimana sebuah lamda dapat dinamai sebagai
label? Mudah saja, kita bisa membuat label ”100” untuk lamda 1310 nm, label ”200” untuk
lamda 1330 nm, dan seterusnya.
Jika ”G” di dalam istilah GMPLS ini adalah Generalized, lalu apa saja yang bisa
digeneralisasikan?
”G” di sini membawa konsekuensi untuk menggeneralisasi segala elemen yang ada pada
MPLS dan yang terkait MPLS, dari mulai labelnya, constraint, dan skema pemisahan antara
control plane dan data plane. Hal ini dilakukan agar teknologi non paket dapat juga diambil
alih pengaturan ”routing” dan ”forwarding”-nya.
Misalnya di protokol RSVP-TE, labelnya digeneralisasi untuk dapat mendukung
pembentukan LSP pada setiap level hierarki.
3. GMPLS Framework
Muncul pertanyaan apakah GMPLS yang notabene adalah pengembangan dari MPLS, juga
masih bisa disebut teknologi 2.5 ?
3 | P a g e
Perlu diketahui bahwa GMPLS sebenarnya bukan superset dari MPLS. Jika diibarartkan
seorang anak, GMPLS adalah ”anak” yang lebih cerdas dari ibunya (karena kemampuan
Traffic Engineeringnya yang semakin baik), lebih gaul (karena bisa diterapkan pada
teknologi non packet) dan juga kini si anak bukan hanya jago di teknis namun juga jago di
manajemen (karena ditambahkan lagi layer manajemen). Tidak seperti MPLS, GMPLS
memiliki Link Management Protocol (LMP) untuk mengatur dan memelihara kesehatan
control plane dan data plane antar node.
Jadi yang diambil oleh GMPLS dari MPLS adalah mekanisme Traffic Engineering-nya.
Dengan demikian bicara GMPLS secara keseluruhan adalah suatu sebutan untuk suatu
framework yaitu keluarga protokol dengan anggota keluarga yang dapat dibagi dalam tiga
kategori yaitu protokol untuk routing, protokol untuk signaling dan Link Management.
Routing
Link Management
Signaling
OSPF-TE
IS-IS-TE
RSVP-TE
CR-LDP
LMP
Untuk auto discovery topologi jaringan
Mengumumkan resource availability (BW, tipe proteksi)
Mengumumkan tipe proteksi link (1+1,1:1, unprotected, extra traffic)
Implementasi derived link untuk memperbaiki skalabilitas, menerima dan
mengumumkan link tanpa alamat IP, menerima dan mengirimkan interface ID
Merutekan discovery untuk back-up yang bermacam-macam dari primary path
Bertugas untuk membangun LSP
Mempertukarkan label pada jaringan non paket
Membangun bi-directional LSP,
Membangun backup path, ekspedisi penugasan label melalui label
Dukungan pada proses switching waveband.
Dalam control channel management, bertugas untuk membangun menjagakesehatan suatu link (Hello Protocol).
Dalam Link Connectivity Verification, untuk meyakinkan connectivity secara fisik
antar node (menggunakan “PING message”).
Dalam link property correlation, digunakan untuk identifikasi properti link node yangbersebelahan (mekanisme proteksi).
Dalam Fault Isolation, bertugas mengisolasi fault di domain optik.
Gambar. Framework GMPLS
Dari framework tersebut, tampak bahwa GMPLS ini terlihat ”canggih” dan ”serba komplit”.
Tapi muncul tantangan apakah dengan demikian secara keseluruhan mampu memberikan
pendekatan yang sederhana dan efektif ? Jika dulu MPLS populer karena mampu
memberikan kesederhanaan pada jaringan, kini dengan adanya GMPLS yang serba general
ini, muncul keraguan apakah hal itu masih bisa sederhana.
Karenanya saat ini muncul varian lagi dari MPLS ini yaitu T-MPLS, yang merupakan bentuk
langsing dari MPLS. T-MPLS ini akan membuat GMPLS semakin langsing dan konsep
sederhana dari versi native MPLS masih dapat dipertahankan.
4 | P a g e
4. Faktor Pendorong Pengembangan GMPLS
Konvergensi dari dunia telecom dan datacom kedalam era infocom mensyaratkan
infrastruktur jaringan harus multi service yaitu mampu mendukung beberapa tipe trafik
dengan requirement yang berbeda dalam hal QoS. Karena trafik IP akan mendominasi, dan
sifatnya yang self similar dan asimetrik terhadap data flow, maka infrastruktur jaringan juga
harus mendukung requirement berupa fleksibilitas dan kemampuan untuk bereaksi
terhadap perubahan demand terhadap waktu. Inilah ciri teknologi NGN (Next Generation
Network), dan MPLS adalah salah satu pemeran utamanya terutama dalam teknologi
transport-nya.
Sebenarnya faktor pendorong MPLS ini juga menjadi faktor pendorong GMPLS juga,
ditambah lagi dengan munculnya kebutuhan pembentukan LSP secara hirarki karena kini
sudah ada kebutuhan switching untuk teknologi yang tidak hanya non IP, tapi juga non
paket. Bagaimana kerjasama antara LSP region yang berbeda (dalam multi Autonomous
System) juga menjadi PR tambahan bagi teknologi GMPLS.
ATM
Frame Relay
TDM
OSS
IP
ATM
Frame Relay
OSS
TDM
OSS
OSS
OSS
IP
MPLS
Gambar. MPLS menyatukan semua jenis jaringan dalam satu OSS
Jika dihubungkan dengan kebutuhan komersial maka perkembangan GMPLS mendapat
dorongan dari teknologi dan market sekaligus. Dari salah satu sisi teknologi, perkembangan
internet akhirnya menimbulkan ketidakcocokan antara asumsi kebutuhan bandwidth
sebelumnya dengan realitas sebenarnya. Dari salah satu sisi market, untuk memperoleh
peningkatan pangsa pasar maka akhirnya kebutuhan bandwidth meningkat secara kontinyu.
Mempermasalahkan mana yang lebih dulu harus diakomodasi adalah tentu tidak sama
dengan membandingkan antara mana duluan antara telur dan ayam, yang tidak berujung
pangkal. Namun kajian tekno-ekonomi, yang menganalisa secara mendalam semua aspek
dari kedua sisi adalah tindakan bijak, namun terkadang menimbulkan persoalan lamanya
deployment yang akan dilakukan.
5. MPLS dan GMPLS dalam Skema Konvergensi Jaringan
5 | P a g e
Ada beberapa skema roadmap konvergensi yang direncanakan oleh operator dunia maupun
Indonesia sendiri. Tentu saja skema tersebut akan memanfaatkan kelebihan yang
dimilikinya saat ini disamping juga melihat potensi yang dapat dikembangkan di masa
datang. Namun demikian, dari sekian banyak roadmap itu sebenarnya semua dalam posisi
“wait and see”, apa sebenarnya yang akan benar-benar berkembang baik dari sisi teknologi
maupun dari sisi demand. Terlalu naif jika operator hanya melihat dari satu sisi teknologi
saja, misalnya, karena bisa jadi demand tidak menuju ke sana. Sialnya lagi, kecenderungan
di negara lain seringkali tidak bisa dijiplak di Indonesia. Jadi roadmap para operator di Cina,
Jepang, Korea, tidak bisa begitu saja dipakai di sini.
Namun demikian, nampak bahwa MPLS ditetapkan sebagai teknologi transport backbone
dalam semua langkah migrasi menuju NGN, misalnya migrasi transport backbone dari TDM
(PDH/SDH) ke full IP (IP MPLS) atau jika belum ada infrastruktur eksisting maka akan
langsung dibangun jaringan IP/MPLS.
Gambar. Contoh Plan Migrasi Fixed Network
Pada perkembangannya kini, MPLS akan bersanding bersama GMPLS. Tentu saja ada
persoalan migrasi dalam hal ini. Skenario migrasi menjadi perhatian penting juga karena
jika tidak dilakukan secara “soft” maka akan menimbulkan dampak negatif ekonomi yang
tidak kecil.
6 | P a g e
Saat ini GMPLS telah dikembangkan untuk memetakan trafik IP langsung ke atas layer optik
(DWDM) dengan menurunkan kompleksitas dan penyediaan alokasi bandwidth yang cepat
dan fleksibel bagi trafik IP. Pendekatan four layer terdahulu (IP over ATM over SDH over
DWDM) kini sudah mengarah sepenuhnya ke pendekatan IP/MPLS over DWDM (two
layer).
GMPLS mendefinisikan suatu set protokol untuk manajemen link, penentuan topologi dan
route, signaling dan survivabilitas jaringan IP dan optik. Dalam implementasinya di layer
jaringan core, Protocol GMPLS bekerjasama dengan MPIS.
Ada banyak lembaga yang secara aktif secara kontinyu mengembangkan standar untuk
control plane pada teknologi transport (termasuk GMPLS), antara lain :
ITU, yang mengembangkan ASON yaitu framework yang menggambarkan arsitektur
pengendalian dan manajemen untuk mendukung fungsi jaringan switch otomatis
berbasis transport optik. Sebagai catatan, ASON tidak sama dan tidak satu domain
dengan GMPLS karena GMPLS adalah keluarga protokol sedangkan ASON adalah
sebuah arsitektur jaringan optik.
IETF, yang mengembangkan GMPLS, yang nantinya akan diterapkan pada ASON
yang dibuat oleh ITU.
OIF (Optical Internetworking Forum), yang mengembangkan interface antara user
ke network atau sebaliknya dan antara network ke network. Dari lembaga ini
muncullah teknologi O-UNI (Optical User Network Interface) dan E-NNI (External
Network Node Interface).
TM Forum, yang terutama mengembangkan manajemen network.
Salah satu contoh penerapan GMPLS, MPLS dan O-UNI dapat diihat pada gambar berikut :
Gambar. Jaringan dan Interface GMPLS
Dari gambar, tampak bahwa ditengah-tengah jaringan ini terdapat Link Management
Protocol (LMP). LMP inilah yang akan menjaga kesehatan suatu link (melalui protokol
Hello-nya) dan meyakinkan hubungan antar node secara fisik tetap terjaga serta pada kasus
7 | P a g e
tertentu jika ada kesalahan pada suatu titik di jaringan, maka LMP ini akan melakukan
isolasi, agar kesalahan ini tidak membuat “kepanikan” di titik-titik lain di jaringan.
Jadi pada implementasinya, untuk jaringan eksisting, penerapan GMPLS akan dimulai dari
backbone utama dulu, misalnya dengan diterapkannya ASON, untuk kemudian
menghubungkan antar elemen yang telah diinstal MPLS di dalamnya.
Label yang dibentuk dalam GMPLS dibentuk untuk melakukan ekstensi dari representasi
single 32 bit number menjadi arbitrary length byte array yaitu pada RSVP dalam bentuk
Generalized Label object dan pada CR-LDP berupa Generalized Label TLV dimana GMPLS
membawa label dan informasi yang berhubungan untuk dikirim dari satu node ke node yang
lain.
Karena pentingnya aspek kontrol dalam jaringan core GMPLS, sebuah control plane yang
terpisah diterapkan pada protokol tersebut. Dengan adanya control plane ini maka GMPLS
dapat mengontrol secara penuh jaringan optik dibawahnya. Control plane dalam GMPLS
menyediakan enam fungsi top-level:
1. Neighbour discovery – Untuk dapat mengatur jaringan maka setiap perangkat yang
terhubung ke jaringan harus kenali terlebih dahulu. Perangkat-perangkat tersebut antara
lain switch, router, multiplexer (OADM), dan optical cross-connect (OXC).
2. Dissemination of link status – Selain mengetahui hardware apa saja yang terhubung ke
jaringan, link yang menghubungkan perangkat-perangkat tersebut juga harus diketahui
statusnya apakah link tersebut berjalan dengan normal atau down. Untuk mendapatkan
informasi status link ini, suatu protocol routing harus digunakan. Dalam GMPLS, kedua
protocol routing OSPF dan IS-IS dimodifikasi untuk keperluan ini.
3. Topology state management – Protokol-protokol yang mendeteksi status link seperti
OSPF dan IS-IS dapat dipergunakan untuk mengontrol dan mengatur topologi jaringan.
4. Path management – MPLS menggunakan antara lain protokol RSVP untuk membangun
link end-to-end. Namun jika data MPLS melalui jaringan telekomunikasi, protokol-
protokol lainnya harus diimplementasi juga seperti UNI, PNNI, dan SS7. Saat ini IETF
bekerja untuk memodifikasi protokol RSVP dan LDP untuk mendukung kontrol dan
manajemen path.
5. Link management – Dalam MPLS, Label Switched Path (LSP) digunakan untuk
membangun dan membebaskan link dan link-link agregat. Dalam GMPLS dibutuhkan
kemampuan untuk membangun dan membebaskan kanal-kanal optik agregat. Link
Management Protocol (LMP) mengembangkan fungsi-fungsi MPLS kedalam suatu
optical plane dimana pembangunan link akan meningkatkan skalabilitas.
6. Protection and recovery – Dengan MPLS, sebagai ganti satu ring dengan satu ring
backup untuk proteksi, jaringan dapat membuat suatu struktur mesh yang
memungkinkan terciptanya beberapa path yang berbeda-beda.
6. MPLS Services
Apa perbedaan antara Service yang mampu disediakan MPLS dengan GMPLS ?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat dulu service
karena sebagian besarnnya mampu juga nantinya disediakan oleh GMPLS.
Pada implementasinya, ada beberapa
MPLS VPN, inilah yang paling sering digunakan dan ternyata umumnya berhasil
memberikan QoS yang setara dengan koneksi VPN conventional seperti Frame Relay
atau Leased Line.
MPLS VPNs muncul sebagai teknologi yang standar untuk memenuhi persyaratan
VPN yaitu IP dapat disetting bersifat private, kemampuan mendukung alamat yang
bertumpuk (overlapping address space) dan mampu membri koneksi intrane dan
ekstranet dengan routing ya
Layanan real time audio dan video
daripada layanan data biasa.
telefon, maka pada videoconference at
tidak bisa ditoleransi terlalu tinggi.
MPLS Quality of Service (QoS)
Ada dua pendekatan yang berbeda untuk mendukung QoS ini, yaitu pendekatan
Signalling QoS yang berdasarkan pada pembentukan ko
protokol pensinyalan (RSVP, ATM SVC) dan pendekatan
memberikan skema manajemen bandwidth pada jaringan IP
bit pada Type of Service (TOS).
Intserv, sedangkan pendekatan kedua menggunakan model Diffserv.
Any Transport over MPLS (AtoM)
AtoM adalah aplikasi yang membawa
Ethernet,dan ATM melewati awan MPLS.
Pseudowire, meliputi Ethernet, ATM, Serial Virtual,
MPLS
Speed
Scalability
ServiceGuarant
ees
Security
Apa perbedaan antara Service yang mampu disediakan MPLS dengan GMPLS ?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat dulu service yang disediakan MPLS,
karena sebagian besarnnya mampu juga nantinya disediakan oleh GMPLS.
beberapa penggunaan dasar MPLS sebagai service
, inilah yang paling sering digunakan dan ternyata umumnya berhasil
memberikan QoS yang setara dengan koneksi VPN conventional seperti Frame Relay
MPLS VPNs muncul sebagai teknologi yang standar untuk memenuhi persyaratan
VPN yaitu IP dapat disetting bersifat private, kemampuan mendukung alamat yang
bertumpuk (overlapping address space) dan mampu membri koneksi intrane dan
ekstranet dengan routing yang optimal serta tentu saja koneksitas internet
time audio dan video, yang memiliki tuntutan QoS yang jelas lebih baik
daripada layanan data biasa. Jika jitter dulunya masih bisa ditoleransi pada service
telefon, maka pada videoconference atau aplikasi interactive lainnya hal itu sudah
tidak bisa ditoleransi terlalu tinggi.
MPLS Quality of Service (QoS) based service
Ada dua pendekatan yang berbeda untuk mendukung QoS ini, yaitu pendekatan
QoS yang berdasarkan pada pembentukan koneksi dinamis dengan
protokol pensinyalan (RSVP, ATM SVC) dan pendekatan Configured
memberikan skema manajemen bandwidth pada jaringan IP dengan memanfaatkan
bit pada Type of Service (TOS). Pendekatan pertama menggunakan skema / model
edangkan pendekatan kedua menggunakan model Diffserv.
Any Transport over MPLS (AtoM)
AtoM adalah aplikasi yang membawa trafik Layer 2, misalnya Frame Relay
Ethernet,dan ATM melewati awan MPLS.
Ethernet, ATM, Serial Virtual, point to point.
Scalabil
8 | P a g e
Apa perbedaan antara Service yang mampu disediakan MPLS dengan GMPLS ?
yang disediakan MPLS,
karena sebagian besarnnya mampu juga nantinya disediakan oleh GMPLS.
service, yaitu
, inilah yang paling sering digunakan dan ternyata umumnya berhasil
memberikan QoS yang setara dengan koneksi VPN conventional seperti Frame Relay
MPLS VPNs muncul sebagai teknologi yang standar untuk memenuhi persyaratan
VPN yaitu IP dapat disetting bersifat private, kemampuan mendukung alamat yang
bertumpuk (overlapping address space) dan mampu membri koneksi intrane dan
ng optimal serta tentu saja koneksitas internet
, yang memiliki tuntutan QoS yang jelas lebih baik
Jika jitter dulunya masih bisa ditoleransi pada service
au aplikasi interactive lainnya hal itu sudah
Ada dua pendekatan yang berbeda untuk mendukung QoS ini, yaitu pendekatan
neksi dinamis dengan
Configured QoS yang
dengan memanfaatkan
Pendekatan pertama menggunakan skema / model
edangkan pendekatan kedua menggunakan model Diffserv.
Frame Relay (FR),
.
9 | P a g e
Traffic Engineering, dimana posisi MPLS dapat disatukan dengan traffic engineering
atau dapat pula terpisah. Jika ada suatu jaringan tidak perlu menggunakan TE
karena kinerjanya sudah memuaskan, maka tidak perlu diinstal traffic engineering.
Dengan kata lain MPLS dapat digunakan sebagai fondasi berbagai value added service,
seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Dan itu dimungkinkan karena MPLS memiliki
kelengkapan sifat yang support terhadap kinerja jaringan mulai speed, scalability, security
dan service guarantees.
Pada Diffserv misalnya, maka pengaturan CoS (Class of Service) pada tiap paket dilakukan di
LER Ingress, yaitu dengan memanfaatkan informasi pada bit DSCP. Apa peran MPLS di
sini? Perannya adalah memberikan kemampuan traffic engineering dan teknik routingnya
sendiri. Ingat bahwa Diffserv bekerja pada layer 3 sedangkan MPLS pada layer 2.5.
Pada klasifikasi Service Class, bit precedence digunakan untuk mengklasifikasikan paket ke
dalam kelas-kelas yang berbeda dan berdasarkan kebijakan service provider. Perjanjian
antara provider dengan kastamer diwujudkan dalam SLA. Misalnya pada kasus Telkom, ada
beberapa pembagian kelas layanan sebagai berikut :
Kelas layanan Silver (dengan IP Precedence 0 alias best effort), sehingga pada kelas
ini yang dijaminkan hanya parameter availability saja.
Kelas layanan Gold, seluruh paramater QoS diukur, meliputi delay, packet loss,
availability (tidak ada jaminan jitter). IP Sec untuk layanan ini misalnya IP
Precedence 2 untuk IP Critical. Contoh packet loss < 5%.
Kelas layanan Interactive, seluruh parameter diukur termasuk jitter (khusus IP
Precdence 5). Contoh delay di SLA dibatasi 125 ms, packet loss < 0,5 %.
7. GMPLS Services
10 | P a g e
GMPLS didisain untuk mengatasi masalah-masalah komplexitas pada jaringan metro,
antara lain dalam hal layanan provisioning end-to-end, discovery sumber daya jaringan,
pembuatan layanan (service) dan pembagian bandwidth. Mengapa bisa kompleks? Itu
terjadi karena fungsi-fungsi provisioning, misalnya, diinstall ke setiap elemen jaringan
metro, dan ketika ada penambahan suatu elemen (baru) atau mengubah suatu fungsi dalam
suatu elemen di dalamnya, maka akan dilakukan secara manual. Ini membutuhkan waktu
lama, sehingga provisioning menjadi lambat (untuk ukuran kebutuhan saat ini). Inilah yang
akan dibantu otomatisasi dan penyederhanannya menggunakan GMPLS melalui
kemempuan control plane-nya. SONET ataupun SDH memang digdaya dalam hal swicthing
route (mencapai kecepatan switching di bawah 50 msec), tetapi tidak efisien dari sisi
resource yang digunakan. Bayangkan saja untuk SDH 1+1, yang memerlukan satu link
badwidth “sekedar” untuk back-up saja. GMPLS mengatasi hal ini, dengan tetap
menawarkan keunggulan re-routing jika ada path yang terganggu, tetapi tetap dapat meng-
efisiensikan resource. Bahkan dapat membuat kelas-kelas layanan berdasarkan kecepatan
proteksi (rerouting) ini, misalnya dengan membagi menjadi kelas-kelas proteksi seperti
Platinum yaitu kelas yang memiliki kecepatan perubahan route di bawah 50 ms (reliabilitas
sangat tinggi), Gold yaitu dimana perubahan routenya dilakukan jika ada fail.
Hampir sama dengan MPLS, GMPLS yang bersinergi dengan ASON mampu memberikan
service yang beraneka ragam, yaitu :
Layanan data klasik (best effort Internet, Frame Relay)
Ethernet (EPL, EVPL, EPLAN, EVPLAN). Ini adalah pilihan favorit yang diambil
sebagai metro backbone, yang kemudian secara bertahap control plane-nya akan
digantikan dengan GMPLS. Jika ingin membentuk atau bergabung dengan jaringan
yang lebih luas lagi (antar metro, misalnya) maka akan lebih mudah karena long haul
network provider (misalnnya inter exchange carrier - IXC) diskenariokan
menggunakan GMPLS.
L1/L2/L3 Virtual Private Network (VPN). Dengan service ini, maka pelanggan bukan
hanya bisa mendapatkan jenis VPN sepeti yang biasa digunakan selama ini, tetapi
juga mendapatkan VPN dengan jaringan bertopologi tertentu. Data plane yang
dimilikinya terpisah dengan pelanggan lainnya, sedangkan antara control plane
dengan management plane-nya terpisah. User memiliki kontrol lebih besar untuk
provisioning.
SONET/SDH switched connection (STS-n, VC-n)
OTH switched connection (ODU, OCh)
8. GMPLS Test Bed
11 | P a g e
Ada beberapa test bed, alias jaringan yang dijadikan obyek tes yang biasanya melibatkan
institusi riset, universitas dan beberapa perusahaan komersial. Satu diantaranya adalah JGN
II di Jepang, yang dioperasikan oleh lembaga yang namanya dalah NICT sejak April 2004.
Proyek ini sekaligus memperlihatkan bagaimana Photonic Cross Connect dapat menerapkan
GMPLS dengan efektif, sesuai teori dan sesuai simulasi via software.
Saat ini sudah diimplementasikan test bed berupa jaringan GMPLS yang menghubungkan
antara Dojimo (Osaka), Fukuoka, Kanazawa, Tomachi-2 (Tokyo), Otemachi-1 (Tokyo).
Sebagian LSP GMPLS-nya digunakan untuk konektivitas internal pada layer-2 service dari
JGN II.
Jaringan JGN II ini juga memiliki NMS yang multi layer, tidak hanya mampu
memanajemeni paket IP saja, tapi juga mampu memanajemeni elemen-elemen optik.
Sedangkan konektivitasnya sudah menjangkau 64 perefecture di Jepang dengan janngkaun
internasional mencapai USA sampai Chicago, Asida sampai Thailand dan Singapura.
Sayangnya tidak sampai ke Indonesia, sebab jika terhubung maka operator, regulator
telekomunikasi Indonesia dan mungkin perguruan tinggi bisa belajar lebih banyak lagi
tentang GMPLS ini. Untuk diketahui bahwa pada pembangunan JGN II ini, 4 operator
dengan 6 jaringan ASON terlibat penuh dalam JGN II in.
Layanan apa saja yang diujicoba pada JGN II ini?
Layanannya meliputi MPLS over GMPLS, IPV6 (yaitu IPV6 over GMPLS), Wide Area
Ethernet (FE, GbE, 10 GE), OXC (Optical Cross Connect) 1 GbE Lamda / 10G (SDH) Lamda,
dan juga Optical testbed (dark fiber dan Optical Amplifier). Semua elemen optik dan
Ethernet ini diujicobakan untuk mendapatkan kinerja riil yang kemudian dapat dijadikan
feedback untuk pengembangan selanjutnya.
Tidak ketinggalan juga dicobakan internetworking pensinyalan dengan ASON E-NNI,
bagaimana kinerja pertukaran informasi antar domain dan bagaimana juga kinerja
signalling RSVP untuk multiple domain tersebut yakni ASON ke ASON, ASON ke GMPLS,
GMPLS ke ASON, dan GMPLS ke GMPLS.
9. Perkembangan Terkini
Untuk Ethernet, saat ini menjadi teknologi pilihan di sisi pelanggan. Jadi transport di sisi
pelanggan menggunakan Ethernet, di backbone menggunakan MPLS. Namun dengan
perkembangan terkini dimana terjadi adaptasi Ethernet untuk “dinaikkan kelasnya” menjadi
teknologi transport sekelas carrier menjadi PBB-TE (Provider Backbone Bridge Traffic
Engineering) yang distandarkan pada IEEE 802.1ag, maka sebagian perhatian saat ini
terbelah untuk juga menyodorkan alternatif teknologi ini untuk menandingi GMPLS. Maka
MPLS pun akhirnya mengeluarkan versi T-MPLS, yang merupakan versi “langsing” dari
MPLS,
Kita tunggu saja bagaimana kedua alternatif teknologi ini beradu menampilkan
kelebihannya dalam hal solusi komprehensif, standar yang terbuka bagi industri untuk
memastikan interoperability, integrasi dengan Operation Support System eksisting, solusi
efesien secara gradual sesuai strategi deployment penyedia jaringan, dengan kinerja handal
12 | P a g e
di tahun-tahun mendatang. Apalagi dengan makin hebatnya kemajuan elemen-elemen dan
jaringan optik sebagai kendaraan fisik kedua teknologi ini.
Sementara itu European and Global Alliance (terdiri dari 30 partner dari 9 negara) sedang
mengembangkan solusi yang lebih advanced lagi untuk aplikasi di level middleware, control
plane dan management plane dari GMPLS . Solusi ini disebut mereka dengan nama
LUCIFER (Lamda User Controlled Infrastructure For European Research). Salah satu
misinya adalah menjadi sumberdaya besar dalam teknologi Grid.
Pengembangan integrasi antar aplikasi middleware dengan jaringan transport berbasis pada
tiga plane, yaitu service plane, network resource provisioning system (NRPS) plane dan
control plane itu sendiri, dimana kini sudah muncul pengembangan baru dari GMPLS
menjadi G2MPLS, suatu versi baru dari GMPLS yang diadop untuk teknologi grid.
Gambar. Arsitektur LUCIFER (Lambda User Controlled Infrastructure For European
Research)
Biografi PenulisMakhdor Rosadi, ST. Menyelesaikan S1 Telekomunikasi di STTTelkom Bandung pada tahun 1996.Pengalaman kerja di salah satu perusahaan telekomunikasi diIndonesia, dengan 9 tahun diantaranya bekerja sebagai engineerkalibrasi di Laboratorium Kalibrasi, spesialisasi area frekuensi danarea optik. Beberapa artikel lain dapat ditemukan dihttp://ilmukalibrasi.blogspot.com danhttp://makhdor.blogspot.com
13 | P a g e
REFERENSI
1. Rendy Munadi, Diktat Kuliah Advanced Telecommunication Network, Jurusan Teknik
Elektro-S2, IT Telkom
2. Kuncoro Wastuwibowo, Pengantar MPLS, Ilmukomputer.com, 2003
3. Akhmad Ludfy, Overview GMPLS, http://www.ristinet.com, PT Telkom RDC, 2006
4. Polaris Networks, GMPLS The New Big Deal in Intelligent Metro Optical Networking
(white paper).
5. T-MPLS, A New Route to Carrier Ethernet
6. Lucifer, University of Essex
7. M Saqib Ilyas, A simulation study of GELS (GMPLS-controlled Ethernet Label
Switching) for Ethernet over WAN, School of Science and Engineering LUMS, Lahore,
Pakistan