Makalah.docx
-
Upload
ilham-saiif -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of Makalah.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan
secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saya. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Masalah gizi walaupun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,
pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada
kasus tertentu seperti pada krisis (bencana, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi)
masalah gizi muncul akibat maslah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga untuk
memperoleh makanan untuk anggota keluarga. Di Indonesia dan di beberapa negara
berkembang pada umumnya masalah yang masih mendominasi adalah kurang energi
protein (KEP), anemia besi, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), kurang
vitamin A (KVA) dan masalah obesitas. 1 (hal.1)
Diseluruh dunia malnutrisi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada masa anak. Malnutrisi dapat terjadi akibat dari masukan makanan yang
tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak
cukup. Penyediaan makan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode
makanan, dan faktor-faktor emosi dapat membatasi masukan makanan. Kelainan
metabolik tertentu dapt juga menyebabkan malnutrisi. Kebutuhan nutrien pokok dapat
bertamba selama stres dan sakit serta selama pemberian antibiotik atau obat-obat
katabolik atau anabolik. Malnutrisi dapat terjadi secara akut maupun kronik, reversible
maupun ireversible.
1
Jumlah gizi buruk di Indonesia tahun 2012 (81 kasus), 2013 (560 kasus), dan 2014
sampai bulan februari (26 kasus). Dimana untuk provinsi aceh tahun 2013 tercatat
sebanyak 31 kasus. 2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan
dengan bagaimana cara mengetahui gizi buruk dan penatalaksanaannya. Serta untuk
melengkapi tugas kepanitraan klinik RSUD Langsa.
Dokter muda diharapkan mampu memahami dan mengetahui penanganan anak
dengan gizi buruk sehingga dapat melakukan usaha preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
promosi kedepannya guna mengurangi jumlah gizi buruk di Indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sebelum melakuakan penilaian status gizi dikenal beberapa istilah yang berhubungan
dengan status gizi. Kerancuan pengertian istilah akan menyebabakan interpretasi yang
berbeda tentang berbagai hal mengenai penilaian status gizi. Beberapa istilah tersebut
meliputi: gizi, keadaan gizi, status gizi, dan malnutrisi.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan fungsi normal dari organ-organ, dan menghasilkan energi
Keadaan gizi adalah keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya gizi
dalam seluler tubuh.
Status gizi (Nutrition Status) adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu.
Contoh: gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan
pengeluaran yodium dalam tubuh.
Malnutrisi (gizi salah, malnutrition) adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Terdapat 4 jenis bnetuk
malnutrisi:
1. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk
periode tertentu.
2. Spesific defisiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A,
yodium, Fe, dan lain-lain.
3. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.
4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak
seimbangnya LDL, HDL, dan VLDL. 1 (17-18)
3
Kurang energi protein (KEP) atau protein energy malnutrition (PEM) adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), manifestasi
KEP dari seseorang ditentukan dengan mengukur status gizi anak atau penderita KEP.
KEP dapat terjadi secara akut maupun kronik berupa kwashiorkor, marasmur, atau
marasmus-kwashiorkor. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80%
indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS. 3,1 (193)(17-18)
Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana kondisi seseorang yang nutrisinya dibawah
rata-rata. Hal ini adalah merupakan bentuk teraparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun. Zat gizi yang dimaksud adalah berupa protein, karbohidrat, dan kalori. 3
(193)
2.2 Epidemiologi
Kurang energi protein (KEP) adalah bentuk paling umum dari kekurangan gizi. Pada
tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak-anak kurang gizi berjumlah 181.900.000
(32%) di negara berkembang.
KEP pada orang dewasa disebabkan karena kelaparan, pada saat ini sudah tidak
didapati lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal sebagai honger oedem. KEP pada
saat ini terutama terdaapt apda anak balita. Dari hasil analisis antropometri susenas tahun
1989-1999 prevalensi gizi buruk mulai menurun, dan cenderung menurun secara
keseluruhan pada tiap provinsi di Indonesia. Pada umumnya KEP lebih banyak terdaapt
didaerah pedesaan dari pada diperkotaan. Disamping kemiskinan, faktor lain yang
berpengaruh adalah, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping
ASI (MP-ASI) dan/atau pemberian makanan sesudah bayi disapih serta tentang
pemeliharaan lingkungan yang sehat. 3 (303)
4
berikut ini adalah tabel presentase balita gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi
lebih, tahun 1998-2003 di Indonesia:
Dari laporan hasil survey rumah tangga tahun 2002 dan 2003 diketahui bahwa
presentase balita yang bergizi baik/normal sebesar 71,88% pada tahun 2002 dan 69,59%
pada tahun 2003. Balita yang bergizi kurang dan buruk (KEP) sebesar 25,82% pada
tahun 2002 dan 28,17% pada tahun 2003, dan selebihnya yaitu balita yang bergizi lebih
sebesar 2,30% pada tahun 2002 dan 2,24% pada tahun 2003.
Pada tahun 2002-2004, SKRT membuat presentase status gizi balita berdasarkan pada
jenis kelamin sebagai berikut:
Dari tabel diatas dapat diketahui presentase balita perempuan yang bergizi baik relatif
lebih tinggi dari pada bayi laki-laki.
5
Sementara itu, untuk presentase balita dengan status gizi buruk menurut provinsi di
Indonesia tahun 2003 dapat dilihat dari tabel berikut: 5 (48-51)
2.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian
status gizi secara langsung meliputi: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi: survei konsumsi
makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
Penilaian status gizi secara langsung:
1. Antropometri: digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
2. Klinis: digunakan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dan
dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Dapat dilihat dari jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral, dan organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid dengan melakukan pemeriksaan fisik
berupa tanda (sign), gejala (symptom), atau riwayat penyakit.
6
3. Biokimia: dengan melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Seperti: darah, urine, tinja,
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian dengan cara biokimia
dilakukan jika gejala klinis kurang spesifik, metode ini digunakan untuk
mengetahui kemungkinan aka terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
4. Biofisik: dilakukan dengan cara melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak langsung:
1. Survei kosumsi makanan: adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan zat gizi tertentu.
2. Statistik vital: adalah menganalisis data statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhungungan dengan gizi.
3. Faktor ekologi: masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia tergantung dari
ekologi seperti iklim, tanah, dan lain-lain. 1 (18-21)
2.4 Etiologi gizi buruk
1. Pola makan
Anak kurang mendapat asupan protein dan asam amino. Pada bayi yang masih
menyusui umumnya protein diperoleh dari ASI. Kurangnya pengetahuan ibu dalam
mengkonsumsi makanan cukup protein untuk dirinya yang masih menyusui ataupun
asupan anak blitanya sangat berpengaruh terhadap terjadinya kwashiorkor, terutama
saat peralihan dari ASI ke makanan pengganti ASI. Menurut konsep klasik, diet yang
mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi
esensialnya seimbangakan menyebabkan anak menjadi menderita marasmus.
7
2. Faktor sosial dan ekonomi
Anak yang hidup di negara berkembang dan negara miskin umunya
mengalami masalah KEP karena kemiskinan keluarga yang membuat kebutuhan anak
akan nutrisi yang adekuat tidak terpenuhi. Dalam world food conference di Roma
1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa
diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan.
3. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dapat menurunkan derajat gizi anak, begitupun sebaliknya, KEP
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. 6 (5-
6)
2.5 Antropometri Gizi
Antropometri gizi adalah hubungan antara berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi ubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis
ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak
bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk megukur status gizi dari
berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh.
Walaupun sering digunakan, antropometri ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Keunggulan dari penggunaan antropometri ini adalah:
- Prosedur sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
- Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri.
- Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat didaerah
setempat.
- Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
- Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau
8
- Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk,
karena sudah ada ambang batas yang jelas.
- Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
- Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan
terhadap gizi.
Kelemahan antropometri:
- Tidak sensitif, metode ini tidak bisa mendeteksi status gizi dalam waktu singkat.
Disamping itu tidakdpat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink
dan Fe.
- Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifitas dan sensitivitas pengukuran antropometri.
- Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. 1 (36-37)
2.6 Parameter Antropometri
Parameter antropometri adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia antara lain: umur,
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada. Lingkar
pinggul dan tebal lemak bawah kulit.
A. Umur
Faktor umur sangat menentukan dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabakan interpreatasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut puslitbang gizi bogot (1980)
batasan umur digunakan adalah umur penuh (complete year) dan anak umur 0-2
tahun digunakan bulan usia penuh.
9
B. Berat Badan (BB)
Berat badan adalah parameter antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan untuk bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk
mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR jika berat bayi <2500 gram.
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang.
Pada masa bayi berat badan digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema,
dan adanya tumor. Disamping itu pula berat badan dapat digunakan untuk
menghitung dosis obat.
C. Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan digunakan untuk menggambarkan keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi
badan merupaka ukuran kedua yang terpenting, karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pada
anak yang belum bisa berdiri seperti neonatus yang dipakai adalah panjang badan
(PB). Sedangkan untuk anak yang sudah bisa berdiri dialkukan pengukuran tinggi
badan dengan microtoise.
D. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas mudah dilakukan untuk mengetahui status gizi, akan
tetapi baku standar untuk digunakan belum memadai untuk Indonesia. Lingkar
lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah) tetapi kurang sensitif
untuk golongan lain terutama dewasa. Pengukuran dilakukan dibagian tengah antara
bahu dan siku lengan kiri, dengan syarat otot tidak dalam keadaan tegang dan bebas
baju.
E. Lingkar Kepala
Lingkar kepala digunakan untuk memeriksa keadaan patologis dari besarnya
kepala, yang sering ditemui berupa kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil
(mikrosefalus). Lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Ukuran lingkar kepala dipengaruhi oleh suku bangsa.
10
F. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan untuk anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala
dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak
tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan
sampai 5 tahun rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu. 1 (38-55)
2.7 Indeks Antropometri
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks antropometri. Di Indonesia
ukuran baku hasil pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) digunakan baku HAVARD yang disesuaikan untuk Indonesia.
Berdasarkan ukuran baku tersebut, penggolongan status gizi menurut indeks
antropometri adalah sebagai berikut: 1 (56)
STATUS
GIZI
Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks
BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB
Gizi baik >80% >85% >90% >85% >85%
Gizi kurang 61-80% 71-85% 81-90% 71-85% 76-85%
Gizi buruk <60% <70% <80% <70% <75%
A. Berat badan menurut umur (BB/U)
BB/U memberikan gambaran yang sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
indeks antropometri yang sangat labil karena cepat sekali untuk berubah.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Melihat karakteristik dari BB/U sangat labil maka
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).
11
Kelebihan indeks BB/U:
- Lebih mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum
- Baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis
- Berat badan dapat berfluktuasi sangat cepat
- Dapat mendeteksi kegemukan
Kelemakan indeks BB/U
- Dapat terjadi interpretasi yang salah bila terdapat edema maupun asites
- Didaerah yang terpencil, penentuan umur secara tepat masih menjadi masalah
utama
- Memerlukan data umur yang akurat
- Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan
anak saat penimbangan
B. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
TB/U menggambarkan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam
waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. TB/U menggambarkan status gizi masa lampau.
Keuntungan TB/U:
- Baik untuk menilai status gizi masa lampau
- Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa
Kekurangan TB/U:
- Tinggi badan tidak ceapt naik, bahkan tidak mungkin turun
- Pengukuran relatif sulit dikalukan karena anak harus berdiri tegak
- Ketepatan umur sulit didapat
12
C. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. BB/TB adalah indeks
antropometri untuk mengetahui status gizi saat ini.
Keuntungan BB:
- Tidak memerlukan data umur
- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus)
Kelemahan TB:
- Tidak dapat memerikan gambaran apaka anak tersebut pendek, cukup tinggi, atau
kelebihan tinggi badan sesuai umurnya
- Sulit melakukan pengukuran tinggi badan pada balita
- Membutuhkan 2 jenis alat ukur
D. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bwah kulit. Lingkar lengan atas berkorelasi baik degan BB/U maupun
BB/TB. LLA merupakan parameter yang sangat labil dan menggambarkan status gizi
saat ini. Perkembangan LLA hanya sensitif untuk umur 2-5 tahun karena pada usia
sampai 2 tahun pertama terjadi perubahan sekitar 5,4 cm pertahun, sedangkan usia 2-
5 tahun terjadi perubahan sekitar 1,5 pertahun dan kurang sensitif pada anak usia
diatas 5 tahun.
Keuntungan LLA/U:
- Indikator yang baik untuk menilai KEP berat
- Alat ukur murah, ringan, dapat dibuat sendiri
Kekurangan LLA/U:
- Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat
- Sulit menentukan ambang batas
- Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2-5tahun
yang perubahannya tidak nampak nyata. 1 (56-59)
13
2.8 Penggunaan Indeks Antropometri
Indeks antropometri yang sering digunakan dalam menilai statuts gizi adalah BB/U,
TB/U, BB/TB. Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan temasuk air, lemak,
tulang, dan otot. Indeks TB/U adalah pertumbuhan linier sehingga memerlukan waktu
yang relatif lama untuk mengamati pola pertumbuhan.
Sejak tahun 1972 indek BB/U adalah yang paling sering digunakan, namun tetap
dianjurkan untuk memakai TB/U dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurangan
gizi terjadi secara kronis atau akut. Keadaan gizi kronis atau akut mengandung arti
terjadi keadaan gizi yang dihubungkan dengan kejadian saat ini. Pada keadaan kurang
gizi kronis, BB/U dan TB/U rendah, tetapi BB/TB normal. Kondisi ini sering disebut
dengan stunting (pendek).
Pada tahun 1978 WHO lebih menganjurkan penggunaan BB/TB, karena
menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman sulit didapat secara benar,
khususnya daerah terpencil dimana terdapat masalah tentang pencatatn kelahiran anak.
Indeks BB/TB juga menggambarkan status gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak
menggambarkan keadaan masa lampau. 1 (69)
Median adalah nilai tegah dari suatu populasi. Nilai median dinyatakan sama dengan
100% untuk standard, setelah itu digunakan presentase terhadap nilai median untuk
ambang batas. Contoh: anak umur 2 tahun dengan BB 12 kg, maka 80% median adalah
9,6 kg dan 60% median adalah 7,2 kg. Jika nilai 60-80% digunakan untuk ambang batas
gizi kurang maka anak yang berat badannya berada diantara 7,2-9,6 kg dinyatakan
berstatus gizi buruk. Indeks antropometri lain seperti TB/U dan BB/TB dapat juga
dihitung berdasarkan persen terhadap median. 1 (69-70)
Standar deviasi unit (SD) disebut juga Z-score. WHO menyarankan menggunakan
cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. SD juga digunakan untuk
menyatakan hasil pengukuran pertumbuhan (growth monitoring). WHO memberikan
gambaran perhitungan SD terhadap baku NCHS (National Center for Health Statistics).
Z−score= Nilai IndividuSubjek−Nilai Median Buku RujukanNilai Simpang Baku Rujukan
Penilaian status gizi berdasarka indeks BB/U, TB/U, dan BB/U standart baku
antropometri WHO-NCHS. 1 (70-71)
14
Indeks yang dipakai
Batas
PengelompokanSebutan Status Gizi
BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD Kurus
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
No Indeks yang digunakan Interpretasi
15
BB/U TB/U BB/TB
1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++
Rendah Normal Rendah Sekarang kurang +
2 Normal Normal Normal Normal
Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang
Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang
3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal
Tinggi Rendah Tinggi Obese
Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Berikut adalah contoh penggunaan z-score untuk anak laki-laki:
- Anak pertama (A1) = U: 36 bulan, TB: 96 cm, BB: 15,2 kg
- Anak kedua (A2) = U: 10 bulan, TB: 75 cm, BB: 5,8 kg
Nilai baku rujukan WHO-NCHS
BB/U -3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
A1 10 11,6 13,1 14,7 16,2 17,7 19,1
A2 6,6 7,6 8,6 9,5 10,6 11,7 12,7
TB,PB/U -3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
A1 85,9 89,4 93 96,5 100,1 103,6 103,6
A2 65,7 68,3 71 73,6 76,3 78,9 81,6
BB/TB,PB -3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
16
A1 11,3 12,3 13,3 14,4 15,5 16,6 17,7
A2 7,5 8,3 9,1 9,9 10,8 11,8 12,7
Nilai z-scorenya adalah:
Untuk BB/U anak pertama : 15,2−14,716,2−14,7
=0,51,5
=1,5 SD
Untuk BB/U anak kedua :5,8−9,59,5−8,6
=−3,70,9
=−4,1 SD
Untuk PB/U anak pertama : 96−96,596,5−93
=−0,53,5
=−3 SD
Untuk PB/U anak kedua : 75−73,6
76,3−73,6=1,4
2,7=0,5 SD
Untuk BB/TB anak pertama :15,2−14,415,5−14,4
=0,81,1
=0,7 SD
Untuk BB/TB anak kedua :5,8−9,99,9−9,1
=−4,10,8
=−5,1 SD
Jika ambang batas (cut off point) gizi kurang menurut anjuran WHO adalah -2SD,
maka anak yang pertama termasuk gizi normal dan anak yang kedua karena menurut
BB/U tergolong dibawah normal (underweight <-2SD, menurut TB/U tergolong normal,
dan menurut BB/TB tergolong kurus (wasting <-2SD). Maka status gizi anak yang kedua
tergolong “gizi kurang masa kini”.
Pemilian sistem klasifkasi sangat tergantung pada tujuan program, dan tenaga yang
tersedia dan kebutuhan cut off point yang dapat dijangkau. Di Indonesia sendiri lebih
banyak menggunakan cara persen terhadap median seperti yang dilaksanakan pada PSG
(pemantauan status gizi) tahun 1999. 1 (71-72)
17
2.9 Klasifikasi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Baku antropometri untuk laki-laki dan perempuan yang sekarang digunakan di
Indoesia adalah baku WHO-NCHS. Berikut adalah klasifikasi menurut WHO-NCHS: 1(76)
Kategori Cut off point
Gizi lebih >120 % median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi baik 80-120 % median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi sedang 70-79,9 % median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi kurang 60-69,9 % median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi buruk <60 % median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Masih terdapat beberapa klasifikasi lain dalam penentuan status gizi diantaranya
klasifikasi gomer (1956), kualitatif wellcome trust, waterlow, jelliffe, bengoa, dan
klasifikasi status gizi menurut rekomendasi lokakarya antropometri, 1975 serta
puslitbang gizi 1978. Berikut adalah klasifikasi KEP menurut bengoa dan klasifikasi
status gizi menurut rekomendasi lokakarya antropometri 1975 adn puslitbang 1978: 1(73-76)
Klasifikasi Bengoa
Kategori BB/U (% Baku)
KEP I 90-76
KEP II 75-61
KEP III Semua penderita dengan edema
Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang gizi 1978
18
Kategori BB/U TB/U LLA/U BB/TB LLA/TB
Gizi baik 100-80 100-95 100-85 100-90 100-85
Gizi kurang <80-60 <95-85 <85-70 <90-70 <85-75
Gizi buruk <60 <85 <70 <70 <75
2.10 Patofiologi KEP
Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan tubuh untuk menghasilkan kalori untuk kelangsungan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. Defisiensi beberapa nutrien dapat ditunjukkan dengan kadar
nutrien atau metabolitnya dalam darah yang rendah, dengan mengamati pengaruh
biokimia atau pengaruh pemberian nutrien atau produk-produknya secara klinis atau
memberikan pada penderita sejumlah besar nutrien yang sesuai dan memperhatikan
angka yang diekskresikan. Gangguan nutrisi paling akut adalah gangguan yang
melibatkan elektrolit dan air, terutama ion natrium, kalium, klorida, dan hidrogen.
Malnutrisi kronik biasanya melibatkan defisit lebih dari pada satu nutrien.
Pada penderita ganggguan gizi dalam jangka waktu lama akan terjadi perubahan pada
tubuh. Jika terjadi stress katabolik maka kebutuhan akan protein akan meningkat,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi terus
menerus maka akan menunjukkan manifestasi klinis berupa kwashiorkor ataupun
marasmus. 7 (211)
Protein adalah salah satu zat pembangun tubuh. Kekurangan protein dapat menggangu
sintesis protein sehingga terjadi:
1. Gangguan pertumbuhan
2. Atrofi otot
3. Penurunan kadar albumin serum
4. Hemoglobin turun (anemia gizi)
5. Jumlah aktivitas fagosit turun (daya tahan terhadap infeksi menurun)
6. Sintesis enzim menurun sehingga terjadi gangguan pencernaan makanan
19
Dalam keadaan berat KEP dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kwashiorkor
a. Etiologi
o Kemiskinan.
o Pengetahuan yang kurang tentang makanan tambahan pada bayi dan anak.
o Pemikiran yang salah tentang anak yang terlihat seperti gemuk (oedema).
o Macam-macam infeksi : diare dan cacingan.
o Penyebab lain: ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu dengan sakit berat,
ibu hamil lagi, penghentian ASI secara tiba-tiba, dan penitipan anak/bayi.
b. Patofisiologi
Pada kwashiorkor terjadi gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala
yang menyolok pada penderita kwasiorkor.
Pada orang yang menderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme
jaringan yang berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan
20
menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan
untuk sintesis jaringan tubuh. Oleh karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan masih terjadi proses
anabolisme.
Terjadinya proses anabolisme ini dikarenan sebagian asam amino yang
terdapat dalam serum tetap disalurkan ke otot, tetapi sebagai akibatnya protein
dalam serum jumlahnya menjadi sangat berkurang. Berkurangnya asam amino
dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh
hepar, sehingga kemudian timbul edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-
beta, sehingga transport lemak dari hati kejaringan lemak juga terganggu, dan
akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar secara berlebihan dan terjadi
hepatomegali. 7 (212)
c. Tanda dan Gejala
o Pertumbuhan terganggu. Berat badan dan tinggi badan kurang
dibandingkan dengan anak sehat.
o Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut
menjadi apatis.
o Edema ringan maupun berat (terutama kaki bagian bawah). Bentuk muka
bulat seperti bulan (moonface)
o Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin karena
gangguan fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-
kadang ditemukan.
o Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam, kering, jarang.
o Kulit kering (crazy pavement dermatosis – bercak putih/merah muda
dengan tepi hitam pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan)
o Pembesaran hati (hepatomegali). Anemia ringan
o Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah dan globulin yang
relatif tinggi. 3,7 (213)
2. Marasmus
21
a. Etiologi
o Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal, anak diterlantarkan atau tidak
dapat menyusu dengan baik
o Terapi dengan puasa karena penyakit tertentu
o Tidak memulainya dengan makanan tambahan
b. Patofisiologi
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit.
Pada mulanya kelainan yang terjadi masih bersifat fisiologis, tetapi
karena terjadi dalam waktu lama, sedangkan tubuh harus menjaga
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi dengan asupan ari
luar. Tetapi karena penderita marasmus asupan energi dari luar berkurang,
maka cadangan protein tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
tersebut.
Penghancuran jaringan pada penderita marasmus membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan dengan cara mensintesis glukosa dan metabolit
22
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh
karena itu pada penderita marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan
asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup
albumin. 7 (212-213)
c. Tanda dan gejala
o Muka seperti orang tua
o Sangat kurus, tulang terbungkus kulit
o Cengeng dan rewel
o Kulit keriput, mudah diangkat, terlihat longgar
o Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput
(baggy pant)
o Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan
dalam
o Tekanan darah, detak jantung, dan napas berkurang
o Iga gambang
o Sering disertai penyakit infeksi dan diare
o Otot menyusut (wasted), dan lembek. 3 (193-194)
2.11 Komplikasi
- Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan
begitu luasnya fungsi organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat
banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa
organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot, tulang, hati,
pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. 4 (100)
- Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan
karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi
23
adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.
Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin,
Growht hormon (hormon pertumbuhan), Thyroid Stimulating Hormon meninggi
tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. 4 (207)
- Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada penglihatan
(membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak segera
teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta). 4 (153)
- Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai ko-
enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin. B1 menyebabkan
penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung. 4 (190)
- Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai
ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis angularis
(retak-retak pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan mata. 4 (194)
- Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf. 4 (205)
- Defisiensi Vitamin B12, Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor
ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa. 4 (214)
- Defisiensi Vitamin C, Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi
dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh
fibroblas karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses
pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin. 4 (186)
- Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium,
Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan
tumbuh kembang anak. 4 (261)
- Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia. 7(212)
2.12 Penatalaksaan gizi buruk
24
Dalam proses penatalaksanaan gizi buruk terdapat 3 fase yaitu: fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan pada pasien kwashiorkor,
marasmus, maupun marasmik-kwashiorkor:
Pelayanan rutin yang dilakukan untuk gizi buruk meliputi 10 langkah penting berikut: 8 (3)
1. Atasi/cegah hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia sehingga setiap anak
harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk
rumah sakit. Pemberian makanan sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan memeriksa gula darah, maka
semua gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia. Berikut tatalaksananya:
o Segera berikan F75 pertama atau modifikasinya bila memungkinkan
o Bila F75 pertama tidak dapat disediaka dengan cepat, berikan 50ml larutan
glukosa atau gula 0,1% (1sendok teh dalam 50ml air) secara oral atau
NGT.
o Lanjutkan pemberian F75 setiap 2-3 jam, siang dan malam minimal 2 hari.
o Bila masih ASI tetap lanjutkan ASI diluar jadwal pemberian F75
25
o Jika anak tidak sadar (letargis) berikan glukosa 10% secara intravena
sebanyak 5 ml/kbBB, atau larutan glukosa sebanyak 50 ml dengan NGT. 3
(197-198)
2. Atasi/cegah hipotermia
Hipotermi terjadi jika suhu aksilar <35,5°C. Tatalaksanya adalah sebagai
berikut:
o Segeri beri makan F75
o Pastikan bahwa anak berpakaian. Tutup degan selimut hangat dan letakkan
pemanas atau lampu didekatnya. Atau letakkan anak pada dada atau perut
ibunya (metode kanguru).
Pemantauan:
o Ukur suhu aksilar setiap 2 jam sampai suhu meningkat >36,5°C.
o Pastikan anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama malam hari.
o Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia. 3 (199)
3. Atasi/cegah dehidrasi
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk
dengan dehidrasi adalah :
- Ada riwayat diare sebelumnya
- Anak sangat kehausan
- Mata cekung
- Nadi lemah
- Tangan dan kaki teraba dingin
- Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
26
- Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30
menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition)
- Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1. 3 (200)
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Dan lalukan pemeriksaan:
- frekuensi nadi
- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
- frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai
ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel
berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,
tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun
rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat
badan.
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit
dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan
lakukan penilaian ulang setelah 1 jam. 3 (201)
5. Obati/cegah infeksi
27
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP
berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas. Bila tidak ada
perbaikan atau terjadi komplikasi segera rujuk.
Vaksin campak jika anak berumur >6 bulan dan belum pernah mendapatkanny,
atau jika anak berumur >9 bulan dan sudah pernah mendapatkan vaksin sebelum
berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika terjadi syok.
Berikut adalah petunjuk pemberian antibiotik jika terlihat jelas adanya infeksi: 3
(203)
28
6. Mulai pemberian makanan
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu fase
stabilisasi,fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Fase Stabilisasi (1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme
basal.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ (Modified
Dried Skimmed Milk Cotton Seed Oil) yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut
diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
29
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kgBB/hari
- Cairan : 130 ml/kgBB/hari (jika ada edema berat 100 ml/kgBB/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
- Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
- Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/
Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa
nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
- Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/kgBB/hari
- Pada hari 3- 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam
dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
- Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan
edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan
naik. 3 (205)
7. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth)
30
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekuensi nafas
2. frekwensi denyut nadi. Bila terjadi peningkatan nafas > 5 kali/menit dan
denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
31
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas
dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi dan kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan
pertambahan berat badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan berat badan dihitung.
Baik bila kenaikan BB 50 gram/KgBB/minggu.
Kurang bila kenaikan bb <50 gram/KgBB/minggu, perlu dilakukan
evaluasi secara menyeluruh. 3 (207)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
32
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi
(Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk
keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut : 3 (208)
UMUR DAN
BERAT BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg +
0,25 mg Asam Folat
(diberikan 3 kali sehari)
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
(diberikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5
tahun
½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita cacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT
(125mg/tablet) (DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
33
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, dan bermain
dengan anak) 3 (214)
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat
di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan dan berat badan
anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
34
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Iswanda Syahputra
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
BB : 10 kg
Anak ke : 2
Agama : Islam
Nama Ayah : Abdullah
Nama Ibu : Siti Majna
Alamat : Dusun Krueng, Rantau panjang
Tgl masuk RS : 05 Maret 2014, 14:10 WIB
B. ANAMNESA PASIEN
Keluhan Utama :
- Sakit perut
Telaah :
- Os datang dengan orang tuanya ke RSUD Langsa pada tanggal 05 Maret 2014
dengan keluhan sakit perut yang dirasakan ± 3 hari sebelumnya, Riwayat demam
(+) tidak terlalu tinggi, menggigil (-), demam sudah dirasakan sejak 2 hari yang
lalu dan bersifat terus-menerus. Riwayat muntah (-), mencret (-), BAB (+)
normal, BAK (+) normal, batuk (-), pilek (-), sesak napas (-). Riwayat kebiasaan
os tidak mau makan selama seminggu terakhir ini, dan sudah lebih dari pada
sebulan terakhir nafsu makan os menurun dan hanya sedikit sekali makan. Untuk
riwayat minum, os masih mau untuk minum.
36
Riwayat Kehamilan
- Os adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Selama kehamilan ibu os tidak pernah
mengalami demam (-), kejang (-), cacar (-), campak (-), hiperemesis gravidarum
(-), riwayat DM (-), penggunaan obat anti kejang (-), penggunaan narkotika (-),
penyakit lain (-).
Riwayat Kelahiran
- Dari keterangan ibu os, os dilahirkan secara spontan dibidan desa. Saat lahir bayi
segera menangis, BBL : 2800 gram, PB : 48 cm.
Riwayat Imunisasi
- Dari keterangan keluarga, os sejak dari kecil tidak pernah mendapatkan imunisasi
apapun setelah lahir.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Os sebelumnya tidak pernah mengalami riwayat kejang, epilepsi (-), hepatitis (-),
DBD (-). Demam (+), batuk (+), pilek (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami hal yang sama seperti os.
Riwayat Penggunaan Obat-obatan
- Sebelum berobat ke rumah sakit, dari keterangan keluarga os tidak ada
mengkonsumsi obat apapun.
C. STATUS PRESENT
Keadaan Umum : Sangat lemah
Sensorium : compos mentis
HR : 87 x/ menit
RR : 18 x/ menit
TD : 90/70 mmHg
Suhu : 37,4°C
37
D. D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala - Normochepali
2. Wajah - Kulit wajah Ikterik (-), Anemis (-), oedem (-), ptekie ( - )
3. Mata - Mata cekung (+)
- Konjungtiva palpebra inferior anemis (-)
- Sklera ikterik (-)
- Pupil : isokor 3mm/3mm
4. Hidung - NCH (-)
- Sekret (-)
5. Telinga - Normotia
- Lubang telinga: Radang (-), Serumen (+), darah (-), nanah (-)
6. Mulut - Bibir kering (+), anemis (-), sianosis (-)
- Lidah kotor (-), beslag (-)
- Faring hiperemis (-)
- Tonsil T1/T1
7. Leher - I : Simetris (+), perbesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
KGB (-)
- P : Trakea midline (+), Perbesaran KGB (-), pembesaran KGB
(-)
8. Thorax - I : Simetris (+), retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-)
- P : Nyeri tekan (-), Massa (-), fremitus vocal kanan=kiri
- P : ICS IV : Sonor
ICS V : Sonor Memendek, ICS VI : Redup
- A : Suara nafas: Vesikuler (+/+)
Suara tambahan: Rhonki (- /-), Wheezing (- /-)
9. Jantung Tidak terdengar suara jantung tambahan
10. Abdomen - I : Simetris (+), Distensi (+), darm contour (-), darm steifung
38
(-), terlihat vena pada abdomen
- P : Massa (-), defanse muscular (-), Nyeri tekan (+) regio
umbilical, teraba massa dibagian umbilical
- P : Tympani (+)
- A : Peristaltik (+), kesan normal
11. Punggung - Kesan normal
12. Ekstremitas - Turgor kulit : normal
- Ekstremitas atas : Kulit anemis (-/-), Sianosis (-/-), Ikterik (-/-),
Edema (-/-), tanda fraktur (-/-)
- Ekstremitas bawah : Kulit anemis (-/-), Sianosis (-/-), Ikterik
(-/-), edema (-/-), tanda fraktur (-/-)
13. Genitalia - Dalam batas normal
E. STATUS GIZI
39
- BB : 10kg
- TB : 96cm
- Umur : 7 tahun
Nilai baku WHO-NCHS
-3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
BB/U 15,0 17,6 20,2 22,9 26,5 30,2 33,9
-3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
TB/U 106,4 111,5 116,6 121,7 126,8 131,9 137,9
-3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD
BB/TB 10,9 12,1 13,4 14,7 16,2 17,7 19,2
Nilai z-scorenya adalah:
- Untuk BB/U anak pertama : 10−22,9
22,9−20,2=−12,9
2,7=−4,7 SD
- Untuk PB/U anak pertama : 96−121,7
121,7−116,6=−25,7
5,1=−5,04 SD
40
- Untuk BB/TB anak pertama :10−14,7
14,7−13,4=−4,7
1,4=−3,36 SD
Dari hasil BB/U, TB/U, BB/TB menunjukkan semuanya dibawah -3SD, jadi dapat
disimpulkan bahwa anak sekarang mengalami gizi buruk masa dahulu dan sekarang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin:
o Hemoglobin : 15,5 gr/dl (N)
o Hematrokrit : 39,8 % (N)
o Leukosit : 15.000 ui (H)
o Trombosit : 307.000 ui (N)
Feses:
o Warna : kuning
o Konsistensi : lembek
o Ascaris lumbricoides : (-)
o Tricuris trichura : (-)
o Ancylostoma : (-)
o Amuba : (-)
o Eritrosit : (-)
LFT
o Total protein : 5,0 gr/dl
o Albumin : 4,0 gr/dl
o Globulin : 1,0
o Total bilirubin : 1,8 mg/dl
o Direct bilirubin : 0,5 mg/dl
o SGOT : 22 U/i
o SGPT : 17 U/i
o Alkaline phospatase : 133 U/i
o Ureum : 35 mg/dl
o Creatinine : 1,0 mg/dl
o Total cholesterol : 128 mg/dl
41
Elektrolit darah
o Chlorida (Cl) : 95 mmol/l
o Natrium (Na) : 122 mmol/l
o Kalium (K) : 1,2 mmol/l
Foto thorax
o Sinus costrophrenicus : lancip, kanan & kiri sama
o Sudut cardiophrenicus: tampak baik
o Corakaran bronckovascular meningkat pada perikardial dan perihilus yang
mengarah ke basal.
o Tampak bercak pada apeks parencym paru kanan
o Kesan : suspect TB paru
42
Foto polos abdomen
o Preperitoneal fat line : baik
o Psoas line : baik
o Contour ginjal : baik
o Distribusi udara : tampak baik
o Kesan : tidak tampak kelainan
43
USG
o Hepar : DBN
o Vesica urinaria : DBN
o Lien : DBN
o Ginjal kanan/kiri : DBN
o Vesica urinaria : DBN
o Kesan : Tidak tampak kelainan
G. Diagnosa Banding
1. Dispepsia
2. Gizi buruk (marasmus)
H. Diagnosa
Gizi buruk + TB paru
I. TERAPI
o IVFD RL 20gtt/menit (mikro)
o Dulcolax supp 1
o Inj. Cefotaxime 250 mg/ 12 jam
o Inj. Ranitidine 10 mg/ 8 jam
o Domperidon syr 3 x Cth 1
o Curcuma syr 1 x Cth 1
44
o Vit. A 1 x 200 mg
o Isoniazid 1 x 100 mg
o Rifampicin 1 x 100 mg
o Diet M2 hari pertama dan kedua, F75 dihari berikutnya
TABEL FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Pemeriksaan
06/03/14 Keluhan:
- Sakit perut
- Muntah 2 kali
- Demam (-)
- Batuk (-)
- Tidak mau makan
Pemeriksaan:
- Thorax:
o I: simetris, reatraksi sela iga (-)
o P: fremitus vocal kanan= kiri, nyeri tekan (-)
o P: sonor
o A: vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Abdomen:
o I: simetris, distensi (+), darm contour (-), darm steifung (-)
o P: teraba massa pada abdomen regio umbilical, berbatas tegas,
tepi rata, konsistensi lunak
o P: tympani
o A: peristaltik (+) kesan normal
07/03/14 Keluhan:
- Sakit perut (+) tidak berkurang, perut kembung (+)
- Demam (-)
- Nafsu makan berkurang
Pemeriksaan:
45
- Teraba massa pada abdomen (+), tepi rata, konsistensi lunak
08/03/14 Keluhan:
- Lemas
- Nyeri perut (+), perut kembung berkurang
- Demam (-)
- Massa pada abdomen (-) setelah BAB
Pemeriksaan:
- Massa pada abdomen tidak teraba lagi
09/03/14 Keluhan:
- Nyeri perut berkurang
- Massa pada abdomen (-)
- Mencret (-)
- Perut kembung (-)
- Nafsu makan mulai meningkat
Pemeriksaan:
- Thorax: vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Abdomen : distensi (-), peristaltik (+) kesan normal
10/03/14 Keluhan:
- Nyeri perut berkurang
- Massa pada abdomen (-)
- Mencret (-)
- Perut kembung (-)
- Nafsu makan mulai meningkat
Pemeriksaan:
- Thorax: vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Abdomen : distensi (-), peristaltik (+) kesan normal
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Supariasa, I Dewa Nyoman. Bakri, Bachyar. Fajar, Ibnu. 2002. Penilaian Status Gizi.
EGC: Jakarta
2. www.gizi.depkes.id/enam provinsi sulit keluar dari miskin dan gikur
3. WHO. Bakti Husada. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pelayana Kesehatan Anak Di
Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. 2009. Gd. Bina Mulia: Kuningan, Jakarta.
4. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. 2006. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
5. Bakti Husada. Indonesia sehat 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2004, Menuju
Indonesia Sehat 2010. 2006. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
6. Pudjianti, S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. 2005. Gaya Baru: Jakarta
7. Wahab, A. Samik. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, Vol. 1. 2000. EGC:
Jakarta
8. Kemenkes RI, Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak 2011. Bagan tatalaksana
Gizi Buruk. Buku I. 2011. Dirjen Bina Gizi: Jakarta
47