MAKALAH1
-
Upload
zaniyah-afifah -
Category
Documents
-
view
41 -
download
2
Transcript of MAKALAH1
TUGAS
MAKALAH
REKAYASA GEMPA
DI SUSUN OLEH :
ST. NUR ASIA ADAM
D111 11 607
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan yang Maha Penyayang, karena atas segala
limpahan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penyelesaian
makalah ini, tidak lain karena kerja sama yang baik dari semua pihak yang telah bersedia membantu
dalam menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Dosen pembimbing yang senantiasa memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan makalah
ini.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian makalah ini.
3. Rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam memperoleh bahan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa apa yang diuraikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis meminta maaf kepada para pembaca apabila terdapat kesalahan-kesalahan di
dalamnya. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna mencapai
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.
Makassar, 31 Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..……ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Pengertian Gempa Bumi…………………………………………………….1
BAB 2 Studi Mengenai Gempa Bumi
2.1 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi…………………………………………4
2.2 Skala dan Magnitude Gempa Bumi…………………………………………5
2.3 Klasifikasi Gempa Bumi…………………………………………...………..6
2.4 Parameter Gempa Bumi……………………………………………………..8
2.5 Zonasi Wilayah Gempa Bumi Indonesia………………………….………...9
2.6 Pengukuran Gempa Bumi…………………………………………………...10
2.7 Studi Mekanik Gempa Bumi dengan Menggunakan GLOBAL
POSITIONING SYSTEM ( GPS )………………………………...………..11
2.8 Prediksi Gempa Bumi…………………………………………..…………..15
2.9 Alat Pendeteksi Gempa Bumi………………………………...…………….15
BAB 3 Dampak Gempa terhadap Bangunan
3.1 Dampak Gempa terhadap Kerusakan Bangunan Struktur dan
Non-Strukt………………………………………………………………….18
BAB 4 Penutup
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….....20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Gempa
Kejadian alam yang disebut gempa dapat terjadi karena bermacam-macam
penyebab, misalnya letusan gunung berapi, pergerakan lapisan bumi (drift) atau patahan
(fault). Daerah di sekitar Pasifik yang dijuluki ring of fire, yang meliputi wilayah
Pasifik dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Jepang, Asia Tenggara dan Australia
merupakan daerah yang paling sering mengalami gempa.
Besarnya kerusakan yang terjadi pada bangunan serta response manusia terhadap
gempa yang terjadi menjadi ukuran dalam menentukan skala intensitas gempa. Dengan
pengertian tersebut bias dipahami bahwa intensitas gempa akan bervariasi dari suatu
tempat ketempat lain dalam wilayah yang sama.
Harry Wood dan Frank Neumann pada tahun 1931 mengembangkan suatu skala
intensitas gempa yang disebut the Modified Mercalli Intensity (MMI), yang dibagi atas
12 bagian. Skala I menunjukkan bahwa gempa yang terjadi hamper tidak dirasakan oleh
manusia kecuali dalam kondisi yang sangat khusus. Skala XII menunjukkan bahwa
daerah bencana mengalami kerusakan total, dan benda-benda sekitar akan terlempar ke
udara.
Pada satu sisi lain, terdapat ukuran yang menunjukkan kekuatan gempa yang
terjadi yang disebut dengan magnitude gempa. Salah satu metode pengukuran kekuatan
gempa yang sangat dikenal adalah skala Richter, yang dikembangkan oleh Charles F.
Richter pada tahun 1935. Richter membuat skala berdasarkan logaritme dari amplitude
getaran yang terekam pada alat seismometer. Dengan mengetahui kekuatan gempa yang
dinyatakan dalam skala Richter, besarnya energy yang dilepaskan pada ssat terjadinya
gempa dapat diperkirakan.
Dengan memahami arti kekuatan gempa, maka sepatutnya bias dimengerti bahwa
tidak ada hubungan yang langsung antara skala Richter dengan tingkat kerusakan yang
terjadi pada struktur jika terkena gempa. Walaupun gempa mempunyai kekuatan yang
cukup besar, tetapi jika pusatnya jauh di dalam tanah dan jaraknya jauh dari suatu
bangunan, dampaknya terhadap bangunan tidak akan terlampau besar. Sebaliknya,
walaupun kekuatan gempa tidak terlampau besar, tetapi jika lokasinya tidak jauh dari
suatu bangunan makan dampaknya mungkin akan lebih besar.
Dalam beberapa tahun terakhir gempa bumi terjadi hamper merata pada seluruh
wilayah. Gempa yang terakhir pada tanggal 16 Agustus 2009 di daerah Sumatra Barat
dengan kekuatan 5,8 Skala Richter. Gempa terbesar dengan korban jiwa yang paling
banyak terjadi tanggal 26 Desember 2004, dengan jumlah korban jiwa yang tercatat di
atas 200.000 jiwa.
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita
semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda
gempa bumi,
baik yang ringan maupun yang sangat dahsyat, menelan banyak korban
jiwa dan
harta, meruntuhkan bangunan2 dan fasilitas umum lainnya. Gempa bumi
disebabkan oleh adanya pelepasan energi regangan elastis batuan pada
litosfir.
Semakin besar energi yang dilepas semakin kuat gempa yang terjadi.
Terdapat dua
teori yang menyatakan proses terjadinya atau asal mula gempa yaitu
pergeseran
sesar dan teori kekenyalan elastis. Gerak tiba2
sepanjang sesar merupakan
penyebab yang sering terjadi. Klasifikasi gempa bumi secara umum
berdasarkan
sumber kejadian gempa (R.Hoernes, 1878). Setiap bencana alam selalu
mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, korban jiwa dan harta
benda kerap
melanda masyarakat yang berada di sekitar lokasi bencana.
Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat alamiah,
yang
terjadi pada lokasi tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran
pada bumi
terjadi akibat dari adanya proses pergeseran secara tiba-tiba (sudden
slip) pada
kerak bumi. Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena adanya sumber
gaya (force)
sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun dari bantuan
manusia
(artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden slip, getaran pada
bumi
juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau
berupa getaran
kecil-kecil yang sulit dirasakan manusia. Getaran tersebut misalnya yang
disebabkan oleh lalu-lintas, mobil, kereta api, tiupan angin pada pohon
dan lain-
lain. Getaran seperti ini dikelompokan sebagai mikroseismisitas (getaran
sangat
kecil). Dimana tempat biasa terjadinya gempa bumi alamiah yang cukup
besar,
berdasarkan hasil penelitian, para peneliti kebumian menyimpulkan
bahwa hamper
95 persen lebih gempa bumi terjadi di daerah batas pertemuan antar
lempeng yang
menyusun kerak bumi dan di daerah sesar atau fault.
Para peneliti kebumian berkesimpulan bahwa penyebab utama
terjadinya
gempa bumi berawal dari adanya gaya pergerakan di dalam interior
bumi (gaya
konveksi mantel) yang menekan kerak bumi (outer layer) yang bersifat
rapuh,
sehingga ketika kerak bumi tidak lagi kuat dalam merespon gaya gerak
dari dalam
bumi tersebut maka akan membuat sesar dan menghasilkan gempa bumi.
Akibat
gaya gerak dari dalam bumi ini maka kerak bumi telah terbagi-bagi
menjadi
beberapa fragmen yang di sebut lempeng (Plate). Gaya gerak penyebab
gempa
bumi ini selanjutnya disebut gaya sumber tektonik (tectonic source).
Selain sumber tektonik yang menjadi faktor penyebab terjadinya
gempa bumi,
terdapat beberapa sumber lainnya yang dikategorikan sebagai penyebab
terjadinya
gempa bumi, yaitu sumber non-tektonik (non-tectonic source) dan
gempa buatan
(artificial earthquake).
BAB II
STUDI MENGENAI GEMPA BUMI
2.1 Penyebab Gempa Bumi
Permasalahan utama dari peristiwa-peristiwa gempa adalah: 1)
sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar, 2) merupakan
kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan dan diperkirakan secara
akurat baik kapan dan dimana terjadinya sertamagnitudanya, dan 3) gempa
tidak dapat dicegah. Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat
diperkirakan secara akurat, usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah: a)
menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture, kemungkinan tsunami,
dan landslide, serta b) bangunan sipil harus direncanakan dan dibangun
tahan gempa.
Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan
kerugian yang terjadiakibat gempa disebabkan oleh kerusakan dan
kegagalan infrastruktur. Kerusakan akibatgempa dapat dibagi dalam dua
jenis, yaitu: 1) kerusakan tidak langsung pada tanah yangmenyebabkan
terjadinya likuifaksi, cyclic mobility, lateral spreading, kelongsoran lereng,
keretakan tanah, subsidence, dan deformasi yang berlebihan, serta 2)
kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia yang diterima
bangunan selama goncangan. Pencegahan kerusakan struktur sebagai akibat
langsung dari gaya inersia akibat gerakan tanah dapat dilakukan melalui
proses perencanaan dengan memperhitungkan suatu tingkat beban gempa
rencana. Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa,
analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan untuk
mendapatkan beban gempa rencana.
Secara umum, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa,
terdapat beberapa jenis metoda analisis dengan tingkat kesulitan dan akurasi
yang bervariasi. Sesuai dengan metoda analisis yang digunakan, parameter
pergerakan tanah yang diperlukan untuk perhitungan dapat diwakili oleh: 1)
percepatan tanah maksimum, 2) respon spektra gempa, dan 3) riwayat
waktu percepatan gempa (time histories).
Percepatan tanah maksimum hanya memberikan informasi kekuatan
puncak gempa.Respon spektra gempa memberikan informasi tambahan
mengenai frekuensi gempa dan kemungkinan efek amplifikasinya. Riwayat
waktu percepatan gempa memberikan informasi terlengkap 4. yaitu berupa
variasi besarnya beban gempa untuk setiap waktu selama durasi gempa.
Dalam analisis gempa, semakin sederhana suatu metoda analisis
berarti semakin sedikit parameter gempa yang diperlukan. Akan tetapi,
semakin banyak parameter yang diperlukan umumnya akan menghasilkan
perkiraan hasil yang semakin akurat.
2.2 Skala dan Magnitude Gempa Bumi
Data-data kejadian gempa yang dikumpulkan dari berbagai sumber
umumny menggunakan skala magnituda yang berbeda-beda. Skala
magnituda yang digunakan antara lain adalah suface wave magnituda (ms),
Richter local magnitude (ML), body wave magnitude (mb) dan moment
magnitude (Mw). Skala-skala magnituda tersebut harus dikonversi terlebih
dahulu menjadi satu skala magnituda yang sama sebelum digunakan dalam
analisis resiko gempa. Terdapat beberapa usulan formulasi atau persamaan
konversi skala magnituda yang diusulkan peneliti seperti Purcaru dan
Berckhemer (1978), Tatcher dan Hanks (1973), dimana rumus-rumus
tersebut dibuat dengan menggunakan analisis regresi.Selain itu, Idriss (1985)
telah membuat grafik korelasi hubungan antara Mw dengan ML, MS, mb, dan
MJMA.Analisis konversi pada studi ini menggunakan data-data gempa
(katalog gempa) wilayah Indonesia yang dikumpulkan dari berbagai sumber
diatas.Hal tersebut disebabkan peneliti tidak memiliki data informasi untuk
pembuatan persamaan konversi tersebut.Dari data-data tersebut dengan
menggunakan analisis regresi didapat rumusan korelasi konversi magnituda
untuk wilayah Indonesia seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Korelasi konversi antara beberapa skala magnituda untuk wilayah
Indonesia
Korelasi Konversi Jml Data(Events)
Range DataKesesuaian
(R2)
Mw = 0.143Ms ² – 1.051Ms + 7.285
3.173 4.5 ≤ Ms ≤ 8.6 93.9%
Mw = 0.114mb ² – 0.556mb + 5.560
978 4.9 ≤ mb ≤ 8.2 72.0%
Mw = 0.787ME + 1.537 1545.2 ≤ ME ≤
7.371.2%
mb = 0.125ML ² - 0.389x + 3.513
722 3.0 <ML < 6.2 56.1%
ML = 0.717MD + 1.003 3843.0 ≤ MD ≤
5.829.1%
2.3 Klasifikasi Gempa Bumi
Kejadian bencana alam tidak dapat dicegah dan ditentukan kapan dan
dimana lokasinya, akan tetapi pencegahan jatuhnya korban akibat
bencana ini
dapat dilakukan bila terdapat cukup pengetahuan mengenai sifat-
sifat bencana
tersebut.
Klasifikasi gempa, antara lain:
Berdasarkan penyebabnya :
Gempa tektonik, yaitu gempa yang disebabkan oleh
pergeseran lapisan
batuan pada daerah patahan.
Gempa vulkanik,yaitu gempa yang diakibatkan oleh
aktivitas
vulkanisme.
Gempa guguran (gempa runtuhan), yaitu disebabkan oleh
runtuhnya
bagian gua.
Gempa tumbukan, yaitu gempa yang disebabkan oleh
meteor besar
yang jatuh ke bumi.
Berdasarkan bentuk episentrum :
Gempa sentral, yaitu gempa yang episentrumnya titik
Gempa linier, yaitu gempa yang episentrumnya garis.
Berdasarkan kedalaman hiposentrum
Gempa dalam, yaitu lebih dari 300 km
Gempa menengah, yaitu antara 100-300 km
Gempa dangkal, yaitu kurang dari 100 km
Berdasarkan jarak episentrum
Gempa lokal, yaitu episentrumnya kurang dari 10000 km.
Gempa jauh, yaitu episentrumnya sekitar 10000 km.
Gempa sangat jauh, yaitu episentrumnya lebih dari 10000
km.
Data dalam ilmu kebumian selalu berkaitan dengan kedalaman
dan
ketebalan. Oleh karena itu, seorang ahli ilmu kebumian harus
mempunyai
kemampuan untuk menentukan kedalaman dan ketebalan.
Kedalaman sendiri
sebebarnya adalah lokasi sebuah titik, yang diukur secara vertikal
terhadap
ketinggian titik acuan. Dalam ilmu Geofisika misalnya. Dikenal
klasifikasi
gempa berdasarkan kedalaman. Menurut Fowler, 1990, klasifikasi
gempa
berdasarkan kedalaman fokus adalah :
1.Gempa dangkal : kedalaman fokus gempa kurang dari 70 km
2.Gempa sedang : kedalamanan fokus gempa kurang dari 300 km
3.Gempa dalam : kedalaman fokus gempa lebih dari 300 km
(kadang-kadang
lebih dari 450 km)
Seperti halnya kedalaman, kemampuan untuk menentukan
ketebalan juga
sangat diperlukan dalam ilmu kebumian. Dengan mengetahui cara
menghitung ketebalan, ahli kebumian bisa menyelidiki ketebalan
lapisan-
lapisan penyusun bumi sehingga kita bisa mengetahui bahwa
ketebalan kerak
bumi mencapai 100 km, ketebalan matel adalah sekitar 2900 km,
liquid outer
core sekitar 2200 km, dan solid inner core sekitar 1250 km.
picture by wikipedia
Analisis geometri akifer (aquifer : lapisan yang dapat
menyimpan dan
mengalirkan air dalam jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir,
kerikil,
batupasir, batugamping rekahan.) juga melibatkan analisis
kedalaman dan
ketebalan.
Selain klasifikasi gempa di atas dikenal juga gempa laut, yaitu
gempa
yang episentrumnya terdapat di bawah permukan laut. Gempa ini
menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang dahsyat, disebut
tsunami.
Seismograf adalah alat pencatat gempa, sedang seismogram adalah
rekaman
atau hasil catatan seismograf.
2.4. Parameter Gempa Bumi
a. Gelombang Gempa bumi
Secara sederhana dapat diartikan sebagai merambatnya energi dari
atau hiposentrum (fokus) ke tempat lain di bumi. Gelombang
ini terdiri dari gelombang badan dan gelombang permukaan. Gelombang
badan adalah gelombang gempa yang dapat merambat di lapisan bumi,
sedangkan gelombang permukaan adalah gelombang gempa yang merambat
dipermukaanbumi.
b. Ukuran besar Gempa bumi
Magnitudo gempa merupakan karakteristik gempa yang
berhubungan dengan jumlah energi total seismic yang dilepaskan sumber
gempa. Magnitude ialah skala besaran gempa pada sumbernya. Jenis-
magnitude/ besaran gempa bumi. Magnitude gelombang badan, mb,
ditentukan berdasarkan jumlah total energi gelombang elastis yang
ditransfer dalam bentuk gelombang P dan S
Magnitude gelombang permukaan: Ms ditentukan berdasarkan
berdasarkan jumlah total energi gelombang love (L) dan gelombang
Rayleigh (R) dengan asumsi hyposenter dangkal (30 km) dan amplitude
maksimum terjadi pada periode 20 detik.
Moment gempa seismic moment : Mo merupakan skala yang
menentukan magnitude suatu gempa bumi menurut momen gempa, sehingga
dapat merupakan gambaran deformasi yang disebabkan oleh suatu gempa.
c. Intensitas
Intensitas adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu
gempa selain dengan magnitude. Intensitas dapat didefenisikan sebagai
suatu besarnya kerusakan disuatu tempat akibat gempa bumi yang diukur
berdasarkan kerusakan yang terjadi. Harga intensitas merupakan fungsi dari
magnitude.jarak ke episenter, lama getaran, kedalaman gempa, kondisi tanah
dan keadaan bangunan. Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)
merupakan skala intensitas yang lebih umum dipakai. Dibawah ini akan
diuraikan pembagian intensitas serta efek yang diakibatkan oleh besarnya
intensitas tersebut dan nilai intensitas dalam satuan skala richter.
2.5 Zonasi Wilayah Gempa Bumi Indonesia
Berdasarkan sejarah kekuatan sumber gempa, aktifitas gempa bumi di
Indonesia bisa dibagi dalam 6 daerah aktifitas :
Daerah sangat aktif, magnitude lebih dari 8 mungkin terjadi di daerah ini yaitu
di Halmahera, pantai utara Irian.
1. Daerah aktif, magnitude 8 mungkin terjadi dan magnitude 7 sering
terjadi yaitu di lepas pantai barat Sumatra, kepulauan Sunda dan
Sulawesi tengah.
2. Daerah Lipatan dengan atau tanpa retakan, magnitude kurang dari tujuh
bisa terjadi yaitu di Sumatra, kepulauan Sunda, Sulawesi tengah.
3. Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan, magnitude kurang dari 7
mungkin terjadi, yaitu di pantai barat Sumatra, jawa bagian utara,
Kalimantan bagian timur.
4. Daerah gempa kecil, magnitude kurang dari 5 jarang terjadi, yaitu di
daerah pantai timur Sumatra, Kalimantan tengah
5. Daerah stabil, tak ada catatan sejarah gempa, yaitu daerah pantai selatan
Irian,Kalimantanbagianbarat.
2.6 Pengukuran Gempa Bumi
Aktifitas kerak bumi dapat diukur dengan berbagai cara yaitu
* Seismometer, pendeteksi getaran bumi
* Scintilation Counter, pengukur gas radon yg aktif
* Tiltmeter, pengukur pengangkatan atau penurunan permukaan bumi
* Magnetometer, pengukur perubahan local medan magnit bumi
* Pengukuran geodesi, baik dengan penggunaan GPS maupun Theodolit yg
digunakan untuk mengukur perubahan titik-titik triangulasi suatu patahan
* Alat-alat laser, pengukur round trip travel time
* Resistivity gauge, digunakan untuk mengungkapkan variasi konduktivitas batuan
* Creep meter, alat untuk mengukur gerak horizontal semua patahan
* Gravimeter, pengukur gaya berat bumi
* St raimeter, pengukur ekspansi dan konstraksi kerak
bumi.
2.7 Studi Mekanik Gempa Bumi Dengan menggunakan Global Positioning System (GPS)
Dengan adanya fakta, maka langkah pemantauan potensi dan usaha
mitigasi bencana jelas penting sekali untuk dilakukan, sehingga diharapkan
efek negatif yang dapat ditinggalkan oleh bencana tersebut dapat direduksi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemantauan potensi dan
mitigasi bencana alam gempa bumi yaitu melalui penelitian serta analisis
mekanisme siklus dan tahapan gempa bumi. Siklus gempa bumi (earthquake
cycle) didefinisikan sebagai perulangan gempa. Satu siklus dari gempa bumi
ini biasanya berlangsung dalam kurun waktu puluhan sampai ratusan tahun.
Dalam satu siklus gempa bumi terdapat beberapa mekanisme tahapan
terjadinya gempa bumi, diantaranya yaitu tahapan interseismic, pre-seismic,
co-seismic, dan post-seismic [Mori (2004), Vigny (2004), Ando (2005),
Natawidjaja (2004)]
Bentuk analisis siklus gempa bumi dilakukan dengan cara meneliti
dokumen sejarah kejadian gempa bumi, dan penelitian-penelitian geologi,
geofisika seperti stratigrafi batuan, terumbu karang (coral microattols), paleo-
tsunami, paleo-likuifaksi, dan lain-lain. Sementara itu bentuk analisis tahapan
gempa bumi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti fenomena-fenomena
yang menyertai tahapan gempa bumi seperti deformasi, seismisitas, informasi
pengukuran geofisika (reseistivitas elektik, pengamatan muka dan temperatur
air tanah), dan lain-lain. [Mori (2004), Vigny (2004; 2005), Ando (2005),
Natawidjaja (2004)
Studi Mekanisme Gempa Bumi Aceh 2004 dengan GPS
Untuk melihat mekanisme dari gempa bumi Aceh 2004
dapat
dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan teknologi Global
Positioning
System (GPS). Data GPS dapat dengan baik melihat deformasi
yang
mengiringi tahapan mekanisme terjadinya Gempa Bumi. Studi
mengenai
tahapan mekanisme gempa ini akan sangat berguna dalam
melakukan evaluasi
potensi Bencana Alam gempa bumi, untuk memperbaiki upaya
mitigasi
dimasadatang.
Data GPS yang digunakan dalam penelitian mekanisme
gempa Aceh
ini diantaranya yaitu data GPS hasil dari program SEAMERGES
yang telah
mengumpulkan data-data GPS dari lebih 60 stasiun titik
pengamatan yang
berkaitan dengan pergerakan lempeng di Asia Tenggara dan data-
data GPS
yang berkaitan dengan gempa Aceh 2004 dan Gempa Nias 2005.
Sebagian
data berupa data kontinyu, dan sebagian lagi berupa data
campaign.
Kemudian pada bulan Februari dan Maret 2005, ITB bekerjasama
dengan
Nagoya Univerisity, BPPT, LIPI, dan Universitas Syiah Kuala
mengadakan
kerjasama penelitian Near field co-seismic dan post-seismic gempa
yang
terjadi di Aceh, dan Near Field co-sesimic gempa Nias dengan
menggunakan
teknologi GPS. Pekerjaan survai dilakukan masing-masing selama
kurang
lebih 10 hari dengan memantau titik-titik benchmark yang dulu di
bangun
oleh BPN dan BAKOSURTANAL. Selain itu pada survei
lapangan juga di
pasang titik-titik baru guna pemantauan pergerakan tanah di sekitar
Aceh
pasca gempa bumi 2004. Di bawah ini diberikan foto-foto yang
diambil dari
kegiatan survey lapangan di daerah Lok Nga di Pantai Barat Aceh,
dan Sigli
di pantai Utara Aceh.
Analisis tahapan Interseismic
Dari hasil pengolahan data interseismic dapat disimpulkan
bahwa
akumulasi deformasi pada tahapan interseismic di sekitar wilayah
Aceh
ternyata cukup besar sebelum terjadinya gempa bumi di akhir
tahun 2004, dan
apabila kita sebelumnya menyadari akan hal tersebut maka bukan
tidak
mungkin kita dapat melakukan bentuk mitigasi bencana yang lebih
baik lagi.
Kemudian apabila kita tengok hasil pemodelan block rotation
(solusi
geodessya 1999 dalam vigny 2005) di daerah Sumatera, kita bisa
melihat
indikasi deformasi yang cukup besar di daerah Sumatera bagian
utara apabila
Indikasi “high” deformasi
dimungkinkan karena terdapatnya area wide coupling di sekitar
zona subduksi
tersebut. Area wide coupling ini dimungkinkan oleh pola sudut
kemiringan
dangkal yang menyusun zona subduksi Sumatera bagian utara.
Sementara itu
makin ke selatan sudut kemiringan-nya membesar.
Analisis tahapan Pre-seismic
Pengolahan data pre-seismic signal, dilakukan dengan
menggunakan data
GPS kontinyu yang terletak di daerah paling dekat dengan
episenter gempa,
yaitu GPS di stasiun Sampali Sumatera Utara, dan stasiun Phuket
Thailand.
Sinyal yang dicoba dilihat adalah sinyal pre-seismic deformasi,
dan
karakteristik ionosfer pada gempa Aceh 2004. Berdasarkan hasil
penelitian
pre-seismic signal deformasi dari gempa Aceh- 2004 ternyata tidak
ditemukan
adanya bentuk anomali deformasi berupa akselerasi deformasi. Hasil
pengolahan data GPS daily solution di stasiun Sampali selama 15
hari
sebelum terjadinya gempa di Aceh tidak menunjukkan adanya
akselerasi
deformasi. Kumpulan nilai koordinat daily solution hanya berubah
dalam
fraksi mili saja. Sementara itu hasil pengolahan data GPS daily
solution di
stasiun Phuket selama 15 hari sebelum terjadinya gempa di Aceh
juga tidak
menunjukkan adanya akselerasi deformasi. Kumpulan nilai
koordinat daily
solution di titik Phuket juga hanya berubah dalam fraksi mili saja.
Berbeda
halnya kalau kita lihat hasil pengolahan data 15 hari setelah gempa
di titik
Sampali dan Phuket, masing-masing dengan jelas menunjukkan
sinyal
deformasi post-seismic.
Analisis tahapan Coseismic
Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya co-seismic
deformation akibat
gempa Aceh 2004 di beberapa titik pantau near field adalah
sebagai berikut:
titik Banda Aceh terdeformasi 2.4 meter, titik pulau Sabang telah
terdeformasi
1.8 meter, Sigli mengalami deformasi 70 centimeter, titik
Meulaboh
terdeformasi 1.9 meter dan Lok Nga terdeformasi sebesar 2.7
meter.
Sementara itu co-seismic deformation di beberapa titik pantau far
field adalah
sebagai berikut: titik Phuket Thailand terdeformasi sebesar 27
sentimeter, titik
Langkawi Malaysia terdeformasi sebesar 17 sentimeter, dan titik
Sampali
Sumatera Utara terdeformasi 15 sentimeter.
Dari hasil co-seismic deformation gempa Aceh 2004, kita
kemudian membuat
model co-seismic slip (pergeseran pada bidang sesar) dengan
menggunakan
formula elastic half space modeling (Okada 1999). Input parameter
utama
yaitu vektor co-seismic deformation, parameter sekundernya
diantaranya
konstanta rigiditas, kemudian beberapa parameter untuk
pendekatan model
(apriori model) yaitu geometri bidang sesar (panjang dan lebar
bidang sesar),
serta informasi sudut kemiringan bidang sesar. Pendekatan nilai
sudut
kemiringan diperoleh dari plotting vertikal gempa susulan
(aftershock).
Informasi co-seismic slip gempa Aceh yang dibuat, dapat
digunakan dalam
melihat mekanisme release energi, kemudian perhitungan besar
energi, serta
mekanisme transfer energy (stress transfer) yang berguna dalam
hal evaluasi
potensi gempa.
Analisis Post-Seismic
Post-seismic pada gempa Aceh 2004 dimulai tepat setelah
berakhirnya
deformasi elastis pada tahapan co-seismic. Nilai deformasi
bertambah sebesar
4 sentimeter dalam kurun waktu 15 hari di stasiun PHKT (Phuket
Thailand).
Rekaman sinyal post-seismic menunjukan pola eksponensial sesuai
dengan
hukum omori mengenai tahapan ini. Nilai deformasi di stasiun
PHKT (Phuket Thailand)
setelah 50 hari dari waktu kejadian gempa mencapai 34 cm, dan
nilai ini cukup signifikan, mencapai 1.25 kali nilai deformasi yang
diberikan
tahapan co-seismic. Sementara itu stasiun GPS yang dipasang
kontinyu di
Universitas Syah Kuala Banda Aceh menunjukkan nilai deformasi
post-
seismic sebesar 15 sentimeter setelah 90 hari pengamatan.
Deformasi post-
seismic ini dapat terjadi bertahun-tahun lamanya.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa studi mengenai tahapan
mekanisme
gempa ini akan sangat berguna dalam melakukan evaluasi potensi
Bencana
Alam gempa bumi, untuk memperbaiki upaya mitigasi di masa
datang.
Setelah melihat mekanisme fase gempa bumi di Aceh 26
Desember 2004
ditambah dengan informasi penelitian siklus gempa bumi, dan
penelitian
lainnya, maka kita dapat melakukan evaluasi potensi gempa bumi
di masa
yang akan datang di sekitar zona subduksi Sumatera pasca
terjadinya gempa
besar tersebut.
2.8 Prediksi Gempa Bumi
Prediksi dengan peralatan dan metode ilmiah
* Pengetahuan tentang zona seismic dan daerah beresiko yang
dipelajari
lewat studi dampak
historis dan lempeng tektonik
* Memonitor aktifitas seismikdengan menggunakan seismogram
dan
instrument lain
* Menggunakan observasi ilmiah
* Memonitor tingkat seismic global.
2.9 Alat pendeteksi gempa Bumi
1. Earth Queke Alarm
Alarm ini merupakan alat peringatan/penanda adanya
getaran (gempa) bumi dengan cara mendeteksi kedatangan gelombang
seismik P-Wave sebelum kedatangan S-Wave dan Surface Wave (Q-wave
dan R-wave) yang berbahaya dan bersifat merusak, kemudian memicu alarm
sebagai peringatan tanda bahaya.
Dengan auto-reset speaker alarm yang sangat nyaring,
mampu
membangunkan orang yang sedang tidur sehingga mendapatkan
kesadarannya untuk cepat tanggap/bereaksi dan segera
berlindung ke tempat
yang aman sebelum gelombang seismik yang merusak datang.
Alat ini mendeteksi P-wave menggunakan Tabung Sensor
SMST. Ini
sangat compact dan portable. Casing-nya sangat kokoh dengan
permukaan
casing belakang yang simetris, menjamin kesimetrisan posisi
pada dinding
bagi kesempurnaan dan keakuratan penerimaan resonansi
gelombang
seismik.
Tempat pemasangan dapat dipindah-pindahkan sesuai
keinginan.
Cocok dipasang pada semua jenis gedung (bertingkat maupun
tidak), baik
untuk fasilitas umum atau rumah pribadi. Alat ini bersifat
maintenance-free,
bebas perawatan. Baterainya mampu bertahan hingga 12 bulan
dan mudah
untuk diganti, dilengkapi tombol battery-check.
Alarm ini menggunakan sensor part teknologi berstandar
internasional yang berkualitas tinggi yang support untuk
mendeteksi semua
jenis gempa.
2. Jam Pendeteksi Gempa
Bagi negara yang posisinya di antara lempeng bumi,
seperti Jepang,
gempa bumi merupakan suatu gangguan yang hampir setiap hari
terjadi.
Untuk itu, diperlukan sistem peringatan dini yang bisa diakses
semua orang
sebelum gempa terjadi. Citizen, produsen jam asal Jepang,
menangkap
peluang ini dengan menciptakan Seismic Watch.
peranti tersebut merupakan alat deteksi gempa bumi
berbentuk jam tangan dan jam dinding analog. Di
dalamnya, terdapat receiver EEW (early earthquake
warning). EEW merupakan sinyal early warning
system gempa bumi yang telah lama diterapkan di
Jepang. Sistem sinyal itu dikelola Lembaga
Meteorologi Nasional. Sinyal tersebut dipancarkan oleh lebih dari seratus
stasiun pemantau gempa yang tersebar di seluruh negara tersebut. Dalam
keadaan normal, Seismic Watch berfungsi layaknya jam tangan biasa.
Namun, ketika tiba-tiba menangkap sinyal EEW, ia akan langsung
menghitung besarnya gempa dan interval waktu hingga gempa datang.
Perhitungan ini berdasar data lokasi di mana jam sedang dipakai pemiliknya.
Setelah menghitung, jam langsung memperingatkan pemiliknya lewat bunyi
alarm dan getaran. Putaran jarum jamnya akan makin cepat sesuai dengan
intensitas perkiraan gempa. Sementara itu, jarum menit dan jarum detiknya
akan memulai countdown hingga gempa benar-benar tiba.
BAB III
DAMPAK GEMPA TERHADAP BANGUNAN
Seperti diketahui gempa Aceh-Nias yang melanda wilayah tersebut pada tanggal 26 Desember 2004 telah
menyababkan terjadinya gelombang tsunami yang sangat dahsyat.. korban jiwa yang tercatat lebih dari 200.000 jiwa,
namun diyakini masih banyak korban lain yang tidak masuk dalam perhitungan. Rongsokan mobil, bangunan serta
pohon masih bias ditemukan di daerah Banda Aceh, tiga-empat bulan setelah terjadinya tsunami.
Dari segi teknis, agak sulit menentukan apakah kerusakan struktur yang terjadi adalah akibat gempa yang terjadi
ataukah akibat gelombang tsunami. Hal ini disebabkan karena dari sisa reruntuhan bangunan yang sempat terlihat
disekitar pantai Ulee Lhe, Banda Aceh, tidak dapat ditemukan penunjuk yang kuat tentang penyebaba keruntuhan
secara langsung. Beberapa bangunan bertingkat yang berdiri di sekitar Masjid Baiturrahman Banda Aceh dari jauh
masih kelihatan kokoh, tetapi ternyata sudah kehilangan satu tingkat. Suatu bangunan ruko hanya tersisa 2 lantai,
karena kolom pada level dasar sudah patah dan tertindih oleh bangunan diatasnya. Tidak ada petunjuk kuat apakah
kolom ini patah akibat hantaman benda – benda besar yang terbawa oleh arus yang kuat ataukah patah akibat gaya
geser gempa.
Kerusakan struktu yang terjadi akibat gempa Nabire Papua apadatahun 2004 sebagian besar disebabkan oleh
kesalahan pelaksanaan. Perlu dijelaskan bagwa gempa di Nabire terjadi dua kali pada tahun 2004, yaitu pada bulan
Februari 2004 dan November. Sebahagian bangunan yang rusak akibat gempa bulan Februari 2004 sebenarnya sedang
dalam perbaikan dan rekonstruksi pada saat gempa terjadi lagi pada bulan November 2004.
Salah satu contoh banguan yang mengalami kerusakan akibat gempa Nabire adalah Masjid Al-Fatah.
Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa tulangan pondasi dipotong tepat diatas permukaan tanah pada saat
pemasangan. Kurangnya panjang penyaluran tulangan menyebabkan kurang bagusnya transfer beban dari struktur
bagian atas kedalam pondasi. Akibat gempa, kolom bawah mengalami perpindahan permanent yang cukup besar
sehingga struktur bagian atas menjadi runtuh.
Kekurangan lain dari bangunan Masjid ini adalah tidak adanya tulangan torsi, terutama untuk balck dengan
tinggi total 80 cm. jarak antara tulangan pada lapisan bawah dan atas sekitar 70 cm, jauh melebihi jarak tulangan
maksimum yang diperbolehkan. Tebal plat beton bertulang adalah 15 cm dengan jarakkolom sekitar 10 cm. untuk
mengurangi tebal plat, balok grid dipasang pada pertengahan bentang pada masing – masing arah. Karena sekitar
struktur sudah ambruk ke tanah, sangat sulit untuk mengetahui apakah tulangan untuk balok grid terpasang secara
benar. Sesuai dengan perencanaan, semua tulangan balok yang tidak menumpu pada kolom harus dipasang sebagai
tulangan lapangan, artinya dipasang pada bagian bawah balok yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gempa Bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi,
tidak dapat dicegah dan ditentukan dimana lokasinya. Untuk melihat
mekanisme dari gempa bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
Global Positioning System ( GPS ). Data GPS dapat dengan baik melihat
deformasi yang mengiringi tahapan mekanisme terjadinya gempa bumi.
Studi mengenai tahapan mekanisme gempa bumi ini akan sangat
berguna dalam melakukan evaluasi potensi bencana alam gempa bumi, untuk
memperbaiki upaya mitigasi dimasa depan.