Makalah Ulumul Hadits

11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadits adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang sudah mutawatir dari segi validalitas periwatannya, hadits mempunyai kerumitan tersendiri. Hal ini disebabkan hadits pada masa Rasulullah masih hidup tidak banyak yang dicatat, bahkan Nabi sendiri pernah melarang mencatatnya. Tentu saja pada perkembangannya setelah Nabi wafat hadits banyak tersebar dalam hafalan para sahabat melalui periwayatan. Baru setelah muncul kekhawatiran akan hilangnya hadits Nabi, timbullah kesadaran untuk membukukan hadits. Akan tetapi dalam upaya membukukan itu memerlukan usaha yang cukup berat untuk melacak kevalidan hadits. Pelacakan waktu itu tidak hanya terkait dengan upaya mengetahui para periwayatannya, tapi juga member penilaian terhadap kualitas intelektual dan moral siperawi. Karena dengan cara itulah kevalidan hadits dapat terjamin. Namun demikian, dengan banyaknya kitab yang menghimpun hadits dengan bentuk dan cara yang bervariasi, pelacakan kevalidan atau keshahihan hadits sudah terkait dengan penulusuran terhadap teks atau kitab-kitab yang ada. Disinilah 1

description

see

Transcript of Makalah Ulumul Hadits

Page 1: Makalah Ulumul Hadits

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang sudah mutawatir dari

segi validalitas periwatannya, hadits mempunyai kerumitan tersendiri. Hal ini disebabkan

hadits pada masa Rasulullah masih hidup tidak banyak yang dicatat, bahkan Nabi sendiri

pernah melarang mencatatnya. Tentu saja pada perkembangannya setelah Nabi wafat hadits

banyak tersebar dalam hafalan para sahabat melalui periwayatan. Baru setelah muncul

kekhawatiran akan hilangnya hadits Nabi, timbullah kesadaran untuk membukukan hadits.

Akan tetapi dalam upaya membukukan itu memerlukan usaha yang cukup berat untuk

melacak kevalidan hadits. Pelacakan waktu itu tidak hanya terkait dengan upaya mengetahui

para periwayatannya, tapi juga member penilaian terhadap kualitas intelektual dan moral

siperawi. Karena dengan cara itulah kevalidan hadits dapat terjamin.

Namun demikian, dengan banyaknya kitab yang menghimpun hadits dengan bentuk dan

cara yang bervariasi, pelacakan kevalidan atau keshahihan hadits sudah terkait dengan

penulusuran terhadap teks atau kitab-kitab yang ada. Disinilah diperlukan suatu metode dan

prosedur melakukan pelacakan validalitas hadits pada kitab-kitab hadits yang cukup banyak

itu. Metode yang di maksud adalah ilmu takhrij al-hadits.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan takhrij al-hadits?

2. Bagaimanakah sejarah atau latar belakang takhrij al-hadits?

3. Apa tujuan dan manfaat dari takhrij al-hadits?

1

Page 2: Makalah Ulumul Hadits

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Al-Hadits

Secara etimologi kata “Takhrij” berasalتخريج) )  dari akar kata: خروجا يخرج خرج

mendapat tambahan tasydid/syiddah pada ra (‘ain fi’il) menjadi : - تخريجا- ج يخر� ج yang خر�

berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan dan menumbuhkan.1

maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak atau sesuatu yag masih tersembunyi, tidak

kelihatan dan masih samar. Penampakkan dan pengeluaran disini tidak mesti berbentuk fisik

yang konkret, tetapu mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti

makna kata istkhraj (استخراج) yang diartikan istinbath (استنباط) yang berarti mengeluarkan

hokum dari nash/teks Al-Qur’an dan hadis.

Takhrij menurut istilah adalah sebagai berikut:

1. Pendapat Mahmud Ath- Thahhan

أخرجته التي األصلية مصادره في الحديث موضع على الداللة هو االتخريج

الحاجة. عند مرتبته بيان ثم Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat بسنده

hadist di dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai

keperluan.2

2. Menurut istilah kata tahrij oleh para ahli hadits dipakai untuk beberapa pengertian ,

yakni (Syuhudi, 1992;41).

a) Mengemukakan hadist kepada orang banyak dengan menyebutkan para

periwayatnya dalam sanad yang telah meyampaikan hadist itu dengan metode

periwayatan yang mereka tempuh.

b) Ulama hadist mengemukakan berbagai hadist yang telah dikemukakan oleh para

guru hadist, atau berbagai kitab, atau yang lainnya. Yang susunannya

1 Al-Marbawi, Kamus Idris Al-Marbawi,…, hlm 167.

2 Mahmud Ath-Thahhan. Ushul At-Takhrij wa Dirasah As-Sanid. Riyad: Maktabah Rosyad. t.t. hlm 12.2

Page 3: Makalah Ulumul Hadits

dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya,

atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun

kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.

c) Menunjukan asal- usul hadist dan mengemukakan sumber pengambilannya dari

berbagai kitab hadist yang disusun oleh para mukhorrijnya langsung ( yakni para

periwayat yang juga sebagai penghimpun bagi hadist yang mereka riwayatkan).

d) Mengemukakan hadist berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni

kitab-kitab hadist, yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan

sanadnya masing-masing, serta diterangkan keadaan periwayatnya dan kualitas

hadistnya.

e) Menunjukan atau mengemukakan letak asal hadist pada sumber yang asli, yakni

berbagai kitab yang didalamnya dikemukakan hadist itu secara lengkap dengan

sanadnya masing-masing: kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan

kualitas sanad hadist tersebut.3

Dari lima pengertian takhrij diatas menurut Syuhudi (1992;43) yang paling popular dan

dikehendaki bagi kepentingan praktis kegiatan penelitian hadits adalah pengertian butir

kelima. Sehingga yang dimaksud dengan Takhrijul Al-Hadits adalah penelusuran atau

pencarian hadits dalam berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadts yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Al-Mahdi (TT:9) takhrij secara terminologi menurut ahli hadits

adalah bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya sebuah hadits dengan

sanadnya sendiri. Apabila dikatakan

ن فال جه خر أ يث لحد ا ا هذ

Maka berarti pengarang menyebut suatu hadits berikut sanadnya dalam kitab yang

dikarangnya. Pengertian ini mempunyai kesamaan arti dengan kata ikhraj dan istihkraj.

Pengertian istikhraj dapat kita pahami melalui kalimat

ستخر ا و ن فال جه خر ب لكتا ا ا هذ

جه

(Al-Mahdi,TT:10)

3 Syuhudi Ismail. Metode Penelitian Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. 1992. Hlm. 41-423

Page 4: Makalah Ulumul Hadits

Yang dimaksud di sini menurut ahli hadits adalah simulan menyebutkan hadits-hadits

dengan sanad-sanad miliknya sendiri dan dalam sanad bertemu dengan perawi dalam sanad

pengarang sebelumnya, baik pada pihak guru yang diatasnya lagi, maka pengarang yang

kedua disebut dengan mustakhrij.

Menurut pendapat Al-Ghamari (1994:15): Ahli hadits menyampaikan hadits-hadits

sampai ke pengarangnya (kitab hadits) tanpa sanad si pengarang kemudian mentakhrij hadits

dengan sanad sendiri tanpa melalui metode si pengarang. Sanad-sanad itu berasal dari

gurunya yang lebih senior.

B. Sejarah Takhrij Al-Hadits

Menurut Al-Thahhan (1991:13-14) pada mulanya ilmu takhrijul al-hadits oleh para ulama

dan peneliti hadits tidak diperlukan. Para ulama tidak merasa memerlukan ilmu takhrij

karena pengetahuan yang mereka miliki tentang sumber hadits sangat luas dan mantap.

Hubungan para ulama hadits dengan sumber hadits aslinya pada waktu itu sangat dekat

sehingga ketika mereka hendak membuktikan kevalidan hadits cukup menjelaskan tempat

dan sumbernya dalam berbagai kitab sunnah. Mereka mengetahui metode dan cara-cara buku

sumber hadits itu ditulis sehingga dengan kemampuan yang dimiliki mereka tidak merasa

kesulitan menggunakan dan mencari sumber dalam rangka mentakhrij hadits, maka dengan

mudah mereka mampu menjelaskan sumber aslinya.

Akan tetapi pada perkembangannya, para ulama hadits sudah merasa kesulitan untuk

mengetahui hadits dari sumber aslinya, terutama setelah semakin berkembangnya karya-

karya besar seperti dalam bidang fiqh, tafsir, sejarah dan hadits itu sendiri, sehingga para

ulama hadits merasa perlu melakukan takhrij terhadap hadits-hadits yang dipakai dalam

kitab-kitab tersebut. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjelaskan atau

menunjukkan hadits pada sumber aslinya, menentukan metodenya serta menentukan kualitas

hadits sesuai dengan kedudukannya.

Setiap kitab-kitab induk hadits telah tersusun menurut susunan tertentu yang berbeda satu

dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan cara yang ilmiah yang membuat penelitian dan

pencarian hadits menjadi praktis. Prosedur ilmiah yang praktis seperti inilah yang menjadi

kajian ilmu takhrij.

4

Page 5: Makalah Ulumul Hadits

Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-Thahhan adalah Al-

Khaththib Al-Baghdadi (w. 436 H). Kemudian, dilakukan ole Muhammad bin Musa Al-

Hazimi (w. 584 H) dngan karyanya yang berjudul Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia men-

takhrij kitab fiqh Syafi’ah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti

Abu Al-Qasimi Al-Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani, karya kedua ulama ini hanya

beberapa muhthuthah (manuskrip) saja. Pada perkembangan selajutnya, cukup banyak

bermunculan kitab yang berupaya men-takhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama.

Di antara kitab-kitab takhrij tersebut, adalah sebagai berikut :

1. Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzabi, karta Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I

(w. 548 H).

2. Takhrij Ahadits Al-Mukhtashar A;-Kabir li Ibni Al-Hijab, karya Muhammad bin

Ahmad Abdul Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H).

3. Nashbu Ar-Rayah li Ahadits Al-Hidayah li Al-Marghinani, karya Abdullah bin Yusuf

Az-Zaila’I (w. 762 H).

4. Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf li Az-Zamaksyari, karya Al-Hafidz Az-Zaila’i.

5. Al-Badru al-Munir fi Takhrij Al-Ahadits wa Al-Atsar Al-Waqi’ah fi Asy-Syarhi Al-

Kabir li Ar-Rafi’i, larya Umar bin Ali bin al-Mulaqqin (w. 804 H).

C. Tujuan dan Faedah Takhrij Hadits

Takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal hadits yang ditakhrij. Tujuan lainnya

adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini, kita

akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul

hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun

kualitasnya.

Adapun faedah takhrij hadits ini antara lain :

1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadits yang menjadi

topik kajian.

2. Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat.

Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak akan

bertambah.

5

Page 6: Makalah Ulumul Hadits

3. Dapat ditemukan status dan istilah hadits.

4. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah

mengetahui bahwa hadits tersebut adalah maqbul (dapat diterima). Sebaliknya,

orang yang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa haidits

tersebut mardud (ditolak).

5. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari

Rasulullah SAW. yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang

kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.

6

Page 7: Makalah Ulumul Hadits

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Takhrij hadits merupakan kegiatan penelitian suatu hadits baik dari segi sanad, rowi,

maupun matan hadits. Kebutuhan takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang

mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan(menguatkan) dengan suatu hadist atau

tidak dapat meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan

hadist dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat

dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang

sehubungan dengannya.

B. Saran

Kami selaku pemakalah mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat di dalam

makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman

semua agar makalah ini dapat dibuat dengan lebih baik lagi.

7

Page 8: Makalah Ulumul Hadits

8