MAKALAH UJIAN
-
Upload
deliaintan -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of MAKALAH UJIAN
SIROSIS HEPATIS
I. PENDAHULUAN
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodul- nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang
mengelilingi parenkim hepar.1,2
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Gejala patologik dari sirosis hepatis
mencerminkan proses yang telah berlangsung lama dalam parenkim hepar dan
mencakup proses fibrosis yang berkaitan dengan pembentukan nodul-nodul
regeneratif. Kerusakan dari sel-sel hepar dapat menyebabkan ikterus, edema,
koagulopati, dan kelainan metabolik lainnya.1,3
Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar
mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) di sekitar parenkim hepar yang mengalami regenerasi.1
II. EPIDEMIOLOGI
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun1
III. ETIOLOGI
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan
penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis
hepatis antara lain: 1,4
1
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)
3. Kelainan metabolik :
a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alpha l-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis
5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid )
6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lain-lain)
7. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
8. Kriptogenik
9. Sumbatan saluran vena hepatika
IV. PATOFISIOLOGI
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat.
Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama
lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi.
Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :5
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut
lebar yang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)
hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian
sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya
berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor.
2
Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan
regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,
hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran
porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis,
kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua
bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi
pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini
pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan
pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi,
beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein
antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.5,6
V. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1,4
1. Mikronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3
mm.
2. Makronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3
mm.
3. Campuran
Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang
terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.
Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : 1,4
1. Sirosis Hepatis Kompensata
Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis Hepatis Dekompensata
Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.
3
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 :
perasaan mudah lelah dan lemah
selera makan berkurang
perasaaan perut kembung
Mual
berat badan menurun
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi
portal, meliputi4 :
hilangnya rambut badan
gangguan tidur
demam tidak begitu tinggi
adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.
Temuan Klinis
Temuan klinsis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata
(spider telengiektasis) suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa
vene-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di muka, bahu dan lengan
atas
4
Eritema palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Tanda ini tidak spessifik pada sirosis . ditemukan pada
kehamilan, arthritis reumatoid dan hipertiroidesme
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismmenya belum
diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki kemungkinan akibay=t peningkatan
androstenedion. Selain itu ditemukan hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-lai, sehingga laki-laki menglami perubahan ke arah
feminisme. Kebalikanya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonaidesme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromositosis.
Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa teraba normal,
membesar atau mengecil.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang non
alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga akibat
hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi diimetil sulfid akibat pintasan
porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti teh.
Asterixis bilateral tetapii tidak sinkron berupa gerakan mengepak-
ngepak dari tangan , dorsofleksi tangan.7
5
Dasar diagnosis minimmun 5 dari manifesasi (Haryonno-
Subandono)5:
Hepatoseluler
- Sklera ikterik
- Spider nevi (telengiektasis)
- Ginecomastia
- Atropi testis
- Palmar eritem
Hipertensi portal
- Varices oesophagus
- Splenomegali
- Kolaterla dindiing perut/venektasi
- Hemoroid
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain4 :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi.
AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini normal,
tidak mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan
ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya
meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
6
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang
selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor
koagulan akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya
hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta
untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma
hati pada pasien sirosis.
VII. KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut
berbagai macam komplikasi sirosis hati4 :
1. Hipertensi Portal4
2. Asites4
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri
abdomen serta demam4.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah
satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-
40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan
perdarahan4.
7
5. Ensefalopati Hepatik. Rnsefalopati hepatic merupakan kelainan
neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur
kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma4.
Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan
detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal
dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,
peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan
protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut
pembagian stadium ensefalopati hepatikum :
Stadium Manifestasi Klinis
0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya
ingat, konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.
Tabel 1
Pembagian stadium ensefalopati hepatikum14
6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan
fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa
adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
VIII. PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi
ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi.
8
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi
progresi kerusakan hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang
hepatotoksik
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat
menghambat kolagenik
Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai
konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah
terjadinya sirosis
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi
utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan
3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan
dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-
1000 mg/hari selama 6 bulan
Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon,
kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam
penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Asites
Tirah baring
Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic
bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa
edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana
9
pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi
dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),
diikuti dengan pemberian albumin.
Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti
cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis
dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.
Varises Esofagus
Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol)
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi
Ensefalopati Hepatik
Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia
Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang
Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR.
Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat
perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif,
parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.
IX. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit
lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai
prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
10
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status
nutrisi.
Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C
berturut-turut 100%,80%, dan 45%.8
Gambar 4. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. Available from : URL :
http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789 /3386/1/ penydalam-
srimaryani5.pdf
2. Suyono,Sufiana,Heru,Novianto,Riza,Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di
RSUD Dr. Moewardi. Kalbe. 2006 Available from : URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/
09_150_Sonografisirosishepatis.html
3. Raymon T.Chung, Daniel K.Podolsky. Cirrhosis and its complications. In :
Kasper DL et.al, eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th
Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62.
4. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.
5. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam :
Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th
Edition. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal.
671-2.
7. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. Available from: URL :
http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview
8. Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts
General Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10
12