Makalah Teologi Aswaja _ Aliran Syiah Dan Mu'Tazilah

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal mula tumbuhnya aliran – aliran dalam Islam adalah karena masalah politik yang terus meningkat menjadi persoalan teologi. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada saat wafatnya nabi Muhammad saw yaitu mengenai permasalahan siapakah yang nantinya pantas menjadi pengganti beliau disinilah awal mulanya benih aliran syiah muncul dan masalah ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Thalib tepatnya pada saat perang Shiffin. Persoalan orang yang berbuat dosa inilah kemudian yang memicu tumbuhnya aliran – aliran teologi lain. Aliran Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu bukanlah kafir tetapi bukan pula mukmin (al – manzilah bain al – manzilitain). Syi’ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Menurut terminologi syiah berarti ”Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.”. Mu’tazilah memiliki lima ajaran dasar teologi mutazilah, yang dikenal dengan Al-Ushul Al-Khamsah, dan dalam Syi'ah 1

description

Ilmu Kalam

Transcript of Makalah Teologi Aswaja _ Aliran Syiah Dan Mu'Tazilah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal mula tumbuhnya aliran – aliran dalam Islam adalah karena masalah politik yang

terus meningkat menjadi persoalan teologi. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada saat

wafatnya nabi Muhammad saw yaitu mengenai permasalahan siapakah yang nantinya pantas

menjadi pengganti beliau disinilah awal mulanya benih aliran syiah muncul dan masalah ini

mencapai puncaknya pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Thalib tepatnya pada saat

perang Shiffin.

Persoalan orang yang berbuat dosa inilah kemudian yang memicu tumbuhnya aliran –

aliran teologi lain. Aliran Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar

itu bukanlah kafir tetapi bukan pula mukmin (al – manzilah bain al – manzilitain).

Syi’ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya.

Menurut terminologi syiah berarti ”Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib

sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk

kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.”.

Mu’tazilah memiliki lima ajaran dasar teologi mutazilah, yang dikenal dengan Al-Ushul

Al-Khamsah, dan dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama)

dan furu'uddin (masalah penerapan agama).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang melatarbelakangi munculnya Mu’tazilah?

2. Apa saja pokok – pokok dasar ajaran Mu’tazilah?

3. Apa yang melatarbelakangi munculnya Syi’ah?

4. Bagaimana dasar-dasar pemikiran Syi’ah?

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Mu’tazilah

1. Pengertian dan Asal – Usul Kemunculan Mu’tazilah

Airan Mu’tazilah merupakan suatu golongan/aliran teologi Islam yang cukup

besar dan telah mengambil peranan penting dalam sejarah pemikiran umat Islam.

Aliran ini juga merupakan aliran tertua dalam perkembangan alam pikiran umat

Islam.1 Mereka adalah ulama – ulama yang sangat rasionalistis dan kritis, bukan saja

terhadap hadits – hadits Nabi dan cara – cara penafsiran Al – Qur’an, tetapi juga

terhadap pengaruh ajaran filsafat Yunani.

Situasi kelahiran aliran Mu’tazilah pada awalnya disebabkan karena adanya

perbedaan pendapat yang berkembang waktu itu, yaitu tentang pelaku dosa besar.

Kelompok ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu tidak kafir dan tidak mukmin,

melainkan berada diantara dua posisi kafir dan mukmin (al-Manzilah baina al-

Manzilatain). Mereka fasiq nantinya masuk neraka untuk selama – lamanya.

Golongan ini lahir sekitar abad pertama Hijriyah, pada zaman permulaan Daulat

Abbasyiah di kota Basrah (Irak) selain sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam59, di

samping itu juga sebagai tempat perpaduan aneka ragam kebudayaan asing serta

tempat pertemuan agama – agama. Dan juga, akibat berkembang pesatnya bidang

keilmuan logika dan filsafat yang besar peranannyadalam pemikiran agama

khususnya bidang aqidah sangat besar.2

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau

memisahkan diri, yang berarti menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah

Mu’tazilah menunjukkan pada dua golongan.

Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I ) muncul sebagai respon

politik murni. 3 Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam

arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan

lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut

1 . Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam,UIN-MALIKI PRESS,Malang, 2010, hlm.126.2 . Ibid, hlm. 127.3 . Dr. Abdul Rozak, M. Ag.; Dr. Rohison Anwar, M. Ag.; Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007. cet.III, hlm. 77.

2

penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka

menjauhkan diri dari pertikaian masalah khalifah. Kelompok ini bersifat netral politik

tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum mu’tazilah yang tumbuh di

kemudian hari.

Golongan kedua (selanjutnya disebut Mu’tazilah II ) muncul sebagai respon

persoalan teologis yang berkembang dikalangan Khawarij dan Murji’ah akibat

adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat

dengan golongan khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang-

orang yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji. dalam sejarah

kemunculannya memiliki banyak versi. 4 Beberapa versi tentang pemberian nama

Mu’tazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara

Wasil bin Atha serta mertanya, Amr bin Ubaid dan Hasan Al-Basri di Basrah. Ketika

Wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di mesjid Basrah,

datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang

yang berdosa besar . Ketika Hasan Al Basri masih berfikir, Wasil mengemukakan

pendapatnya dengan mengatakan. ”Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat

dosa besar bukanlah mukmin bukanlah pula kafir ,tetapi berada pada posisi diantara

keduanya , tidak mukmin tidak juga kafir.” Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri

dari Hasan Al Basri pergi ke tempat lain di mesjid disana ia mengulangi pendapatnya

kembali. Atas peristiwa ini Hasan Al Basri mengatakan : “Wasil menjauhkan diri

dari kita (I’tazaala’ anna )”. Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan

diri pada peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.5

Menurut al-Baghdadi, Wasil dan temannya ‘Amr ibn Ubaid Ibn Bab diusir oleh

Hasan Al-basri dari majelisnya karena adanya pertikaian antara mereka mengenai

persoalan Qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari

Hasan Al-Basri dan mereka serta pengikut-pemgikutnya disebut kaum Mu’tazilah

karena mereka menjauhklan diri dari paham umat islam tentang soal orang yang

berdosa besar.6

4 . Dr. Abdul Rozak, M. Ag.; Dr. Rohison Anwar, M. Ag.; Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007. cet.III, hlm. 77.5 . Ibid,. hlm. 78.6 . Harun Nasution,Teologi Islam : Aliran – aliran sejarah analisa perbandingan, UI-Press,Jakarta,2008, hlm.40.

3

Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubrah Zadah,menyebut bahwa Qatadah Ibn

Da’mah pada suatu hari masuk ke mesjid Basrah dan menuju majlis ‘Amr ibn Ubaid

yang disangkanya adalah majelis Hasan Al Basri. Setelah mengetahui bahwa majelis

tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat itu,

sambil berkata: “Ini kaum Mu’tazilah .” Semenjak itu , kata Tasy Kubra Zadah,

mereka disebut kaum Mu’tazilah.7

Mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang

berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki posisi diantara

kedua posisi itu (al-manzilah bain al-manzilatain). Dalam artian, mereka member

status orang yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk) golongan orang

mukmin dan kafir.8

Ada teori baru yang dimajukan oleh Ahmad Amin, bahwa nama Mu’tazilah sudah

terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dengan Hasan Al Basri dan sebelum

timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi. Kalau itu dipakai sebagai

designatie terhadap golongan orang – orang yang tak mau turut campur dalam

pertikaian – pertikaian politik yang terjadi di Zaman Usman Ibn’ Affan dan’Ali bin

Abi Thalib. Mereka menjauhkan diri dari golongan-golongan yang saling bertikai.9

Dalam suratnya kepada khalifah, Qais menamai mereka “mu’tazilin”. Kalau al Tabari

menyebut nama dengan nama “Mu’tazilin”, Abu al-fida memakai kata “Al

Mu’tazilah” sendiri.10

Untuk mengetahui asal usul nama Mu’tazilah itu sebenarnya memang sulit. Yang

jelas ialah bahwa nama Mu’tazilah sebagai designatie bagi aliran teologi rasional dan

liberal dalam islam timbul sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan al Basri di Basrah

dan bahwa lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah itu telah pula terdapat kata –

kata I’tazalah, al-Mu’tazilah. Tetapi apa hubungan yang terdapat antara Mu’tazilah

pertama dan Mu’tazilah kedua, fakta-fakta yang ada belum dapat memberikan

kepastian.11

7. Dr. Abdul Rozak, M. Ag.; Dr. Rohison Anwar, M. Ag.; Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007. cet.III, hlm. 77.8 . Ibid., hlm. 77.9 . Harun Nasution,Teologi Islam : Aliran – aliran sejarah analisa perbandingan, UI-Press,Jakarta,2008, hlm.41.10 . Ibid., hlm. 42.11 . Ibid., hlm. 43.

4

Dapat disimpulkan, timbulnya nama aliran Mu’tazilah ialah persoalan Hasan al-

Basri dan kedua muridnya yang menjauhkan diri, yaitu Wasil bin ‘Ata dan Amr bin

Ubaid dan aliran Mu’tazilah timbul semata – mata hanya karena agama.

Adapun penyebutan terhadap nama yang paling disukai aliran Mu’tazilah, yaitu

Ahlul adli wat Tauhid, suatu sebutan yang lebih disukai oleh mereka sendiri.

Meskipun nama Mu’tazilah adalah pemberian oleh lawan – lawannya, namun

akhirnya nama tersebut diterima mereka dan ditafsirkan lain, supaya sesuai dengan

pendirian mereka. 12

Mu’tazilah adalah kelompok yang mengadopsi faham qodariyah, yaitu faham

yang mengingkari takdir Allah; dan menjadikan akal (rasio) sebagai satu-satunya

sumber dan metodologi pemikirannya. Dari sinilah pemikiran Mu’tazilah berakar dan

melahirkan berbagai kongklusi teologis yang menjadi ideologi yang mereka yakini.

Disebutkan dalam buku “al-mausu’ah al-muyassaroh fi’ladyan wa’lmadzahib

wa’lahzab al-mu’ashirah” bahwa pada awal sekte Mu’tazilah ini mengusung dua

pemikiran yang menyimpang (mubtadi’), yaitu:

1. Pemikiran bahwa manusia punya kekuasaan mutlak dalam memilih apa

yang mereka kerjakan dan mereka sendirilah yang menciptakan pekerjaan

tersebut.

2. Pemikiran bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang mu’min tetapi bukan

pula orang kafir, melainkan orang fasik yang berkedudukan diantara dua

kedudukan – mu’min dan kafir- (manzilatun baina ‘lmanzilataini).

Dari dua pemikiran yang menyimpang ini kemudian berkembang dan

melahirkan pemikiran-pemikiran turunan seiring dengan perkembangan mu’tazilah

sebagai sebuah sekte pemikiran.

Sejalan dengan keberagamaan akal manusia dalam berfikir maka pemikiran

yang dihasilkan oleh sekte Mu’tazilah ini pun sama beragamnya. Tidak hanya

beragam akan tetapi melahirkan sub-sub sekte yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap

sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran

pimpinan sub sekte tersebut.

12 . Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, UIN-MALIKI PRESS, Malang, 2010, hlm. 128 dan 129

5

2. Tokoh – tokoh aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah memiliki tokoh – tokoh yang terkemuka dan masing – masing

mempunyai pikiran dan ajaran – ajaran sendiri yang berbeda dengan tokoh – tokoh

sebelumnya atau tokoh – tokoh pada masanya, sehingga masing – masing tokoh

mempunyai aliran sendiri.

Secara geografis, aliran Mu’tazilah dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran Mu’tazilah

Basrah dan aliran Mu’tazilah Bagdad. Aliran Mu’tazilah Basrah terlebih dahulu muncul

dibandingkan dengan aliran Mu’tazilah Bagdad.

Menurut keterangan Ahmad Amin perbedaan kedua aliran tersebut karena aliran

Mu’tazilah Bagdad banyak dipengaruhi filsafat Yunani, disebabkan adanya kegiatan

penerjemahan buku – buku filsafat. Aliran Mu’tazilah Basrah lebih banyak menekankan

pada segi – segi teori dan keilmuan, sedangkan aliran Mu’tazilah Bagdad justru

sebaliknya, lebih menekankan pada segi pelaksanaan dan banyak terpengaruh oleh

kekuasaan khalifah – khalifah.13

Adapun tokoh – tokoh aliran Mu’tazilah yang terkenal dari kedua aliran tersebut,

antara lain :

a. Aliran Mu’tazilah Basrah

1) Wasil bin ‘Ata al-Ghazzal (80-131 H/ 699-748 M), ia terkenal sebagai

pendiri aliran Mu’tazilah dan pimpinan pertama yang meletakkan lima

prinsip ajaran Mu’tazilah.

2) Abdul Huzail Muhammad bin al-Huzail al-Allaf (wafat 231 H).

3) Abu Ali an-Nazzham (wafat 231 H).

4) Muhammad bin Ali al Jubbai (wafat 295 H).

5) Hasyim ‘Abd al Salam (wafat 321 H).

b. Aliran Mu’tazilah Bagdad

1) Abu Musa al-Murdar (wafat 226 H).

2) Abu al Husain al Khayyat (wafat 300 H).

3) Susamah Ibn Asyras (wafat 213 H).14

3. Pokok – pokok ajaran Mu’tazilah

13 . Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, UIN-MALIKI PRESS, Malang, 2010, hlm.129-130.14 . Harun Nasution,Teologi Islam : Aliran – aliran sejarah analisa perbandingan, UI-Press,Jakarta,2008, hlm.51-52.

6

Pokok dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-Ushul al-Khamsah (Lima ajaran dasar

teologi mu’tazilah) adalah : Al-Tauhid (Pengesaan Tuhan), Al-Adl (Keadilan Tuhan), Al-

waad wa al-wa’id (janji dan ancaman Tuhan), Al-manzilah bain al-manzilatain (posisi

diantara dua posisi) dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy an al-munkar (menyeru kepada

yang kebaikan dan mencegah kemungkaran). Berikut kutipannya dengan sedikit

perubahan :

1) At tauhid

At Tauhid (pengesaan Tuhan ) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran

Mu’tazilah. Tauhid memiliki arti yang spesifik.Tuhan harus disucikan dari segala

sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya. Menurutnya Tuhan itu satu

– satunya yang Esa tidak ada yang menyamai-Nya.15 Bukan jisim, bukan jauhar,

bukan ‘aradl, tidak berlaku pada-Nya masa, tidak mengambil ruang dan tempat,

tidak bisa disifati dengan sifat-sifat yang ada pada makhuk-Nya, tidak terbatas,

tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak dapat dicapai dengan panca indera.

2) Al- Adl

Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut

sudut pandang manusia ,karena alam semesta ini sesungguhnya dicipitakan untuk

kepentingan manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik

(ash – shalah) dan terbaik (al-ashalah) dan bukan yang tidak terbaik . Begitu pula

Tuhan itu adil bila tidak melanggar janji-Nya. Dengan demikian Tuhan terikat

dengan janjinya.16

3) Al-Wa’d wa al-Wa’id

Ajaran ketiga ini sangat erat kaitannya dengan ajaran kedua . Al-Wa’d wa al-

Wa’id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang Maha adil dan Maha bijaksana,

tidak akan melanggar janji-Nya. Perbuatan Tuhan tertikat dan dibatasi oleh janji-

Nya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan

mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka (al -ashi).17 Begitu pula

janji Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang bertaubat nasuha pasti

benar adanya. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Jelasnya siapapun berbuat baik

15 . Dr. Abdul Rozak, M. Ag.; Dr. Rohison Anwar, M. Ag.; Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007. cet.III, hlm.80.16 . Ibid, hlm. 83.17 . Ibid, hlm. 85.

7

akan dibalas dengan kebaikan; Siapapun berbuat jahat akan dibalasnya dengan

siksa yang sangat pedih.

4) Al-Manzilah bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi)

Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan

belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik.18 Izutsu, dengan mengutip

Ibn Hazm, menguraikan pandangan Mu’tazilah sebagai berikut, ”Orang yang

melakukan dosa besar disebut fasik. Ia bukan mukmin bukan pula kafir, bukan

pula munafik (hipokrit).” Mengomentari pendapat tersebut,Izutsu menjelaskan

bahwa sikap Mu’tazilah adalah membolehkan hukum perkawinan dan warisan

antara mmukmin pelaku dosa besar dan mukmin lain dan dihalalkannya binatang

sembelihannya.

Menurut mu’tazilah pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin

secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada

Tuhan, tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah

kepatuhan melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara

mutlak mkarena ia masihpercaya kepada Tuhan ,Rasul-Nya dan mengerjakan

pekerjaan yang baik. Hanya saja kalau meninggal sebelum bertobat ,ia

dimasukkan ke neraka dan akan kekal di dalamnya.orang mukmin masuk surga

dan orang kafir masuk neraka.

5) Al-Amr bin al-Ma’ruf Wa an-nahyin an Munkar

Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang

kemungkaran. Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan

kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang, yang hanya

dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat

baik dan mencegahya dari kejahatan. 19

18 . Dr. Abdul Rozak, M. Ag.; Dr. Rohison Anwar, M. Ag.; Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2007. cet.III, hlm.85.19 . Ibid, hlm.86.

8

B. Aliran Syi’ah

1. Pengertian dan Asal Usul Munculnya Aliran Syiah

Syi’ah (Bahasa Arab: ,شيعة Bahasa Persia: (شيعة ialah salah satu aliran atau

mazhab dalam Islam. Muslim Syi'ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah

Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal

dari Syi'ah adalah Shī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul

Bait dan Imam Ali.20

Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut

aliran Syi'ah.

Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة “Syī`ah”. Bentuk tunggal dari

kata ini adalah “Syī`ī” شيعي. "Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah

“Syi`ah `Ali" علي .yang artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S شيعة

Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda:

"Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta

wa syi'atuka humulfaaizun).

Syi'ah menurut etimologi bahasa mempunyai arti : Para Pengikut, Penyongkong,

Pendukung atau Pembela. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di

atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang

menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih

berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak

cucu sepeninggal beliau.21 Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran.

Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni

juga mengalami perpecahan mazhab.22

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah)

adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang

Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi

Sunnah.

20 . Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam,UIN-MALIKI PRESS,Malang, 2010, hlm.108.21 . Ibid, hlm.108.22 . Ibid, hlm. 109

9

Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu

sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus

kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang

diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah

langsung oleh Nabi Muhammad, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan

pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits,

mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim

Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu

Hurairah tidak dipergunakan.

Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas

Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama,

walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan

Imam saat ini.23

Mengenai latar belakang munculnya aliran Syi’ah, terdapat dua pendapat :

Pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan

Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali

bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika

berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang

siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase

yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu

kelompok mendukung sikap Ali di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali

di sebut Khawarij.

2. Pemrakarsa Syiah

Abdullah Bin saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman. Berpura – pura

masuk Islam (secara nifak) di zaman Khalifah ‘Utsman bin Affan. Dialah pemrakarsa

ajaran Syiah yang ekstrem yang menjadi puncak bersemaraknya perpecahan dalam

kalangan masyarakat Islam terutama dalam kelompok Syiah itu sendiri.24

23 . Ibid, hlm. 11024 . Ibid, hlm. 110

10

Abdullah bin Saba’ orang pertama yang mengkafirkan Abu Bakar, ‘Umar dan

‘Ustman dan tidak mengiktikaf kekhalifahan kecuali hanya dari kalangan Ahli bait.

Seorang ulama Syaikh Muhammad Husain al – Zain pernah memperkatakan tentang

Abdullah bin Saba’ :

“Abdullah bin Saba’ mengeluarkan qaul (yang sesat), mengajarkan fahaman

yang ghalu (keterlaluan)… dan perbuatannya sangat melampaui batas”.25

3. Doktrin Syi’ah

Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan

furu’udin (masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:

a. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.

b. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.

c. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi

sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.

d. Al-Imamah, bahwa bagi Syiah berarti pemimpin urusan agama dan dunia.

e. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan, dan mereka mempercayai

kehidupan akhirat.26

Berikut ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang

menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk

menciptakan Takdir.

Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan dia

Maha mengetahui segala sesuatu.(Al-Hadid / QS. 57:3).

Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah

itu masa lalu, kini atau akan datang. Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu

dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya).

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak

mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia

Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya

dengan serapi-rapinya (Al-Furqaan / QS. 25:2)

25 . Ibid, hlm. 11126 . Ibid, hlm. 112

11

Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada

di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya

itu sangat mudah bagi Allah.

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui

apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu

terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu

amat mudah bagi Allah. (Al-Hajj / QS. 22:70)

Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.

Sesungguhnya Telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya

Allah itu ialah Al masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah

(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika dia hendak

membinasakan Al masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-

orang yang berada di bumi kesemuanya?". kepunyaan Allahlah kerajaan langit

dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; dia menciptakan apa yang

dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Maa'idah / QS.

5:17)

Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu

semuanya,

Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika dia

menghendaki, pasti dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya".(Al-An'am /

QS 6:149)Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat,

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (As-

Safat / 37:96) Allah yang menentukan segala akibat. Nabi sama seperti muslimin

lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah :

1) Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.

2) Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.

3) Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah

nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.

4) Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari

keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.

12

5) Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad SAW.27

4. Sekte dalam Syi'ah

Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih

ada sampai sekarang,  yakni :

a. Dua Belas Imam

Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan

demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam,

dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam

Syiah. Urutan imam mereka yaitu:

1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

5) Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir

6) Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq

7) Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim

8) Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha

9) Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad

atau Muhammad at Taqi

10) Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi

11) Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari

12) Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi.28

Syiah Itsna Asyariyah ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah,

yaitu golongan ini terbentuk setelah lahirnya kedua belas iman yaitu kira-kira

pada tahun 260 H/878 M. Pengikut sekte ini menganggap bahwa iman ke dua

belas yang tak lain adalah Muhammad Al-Mahdi, dinyatakan gaibah

(occultation). Muhammad Al-Mahdi bersembunyi diruang bawah tanah rumah

ayahnya di Samarra dan tidak kembali. Itulah sebabnya kembalinya Imam Al-

27 . Ibid, hlm. 11228 . Ibid, hlm. 113

13

Mahdi ini selalu ditunggu – tunggu pengikut sekte Syi’ah Itsna Asyariyah. Ciri

khas kehadirannya adalah sebagai Ratu Adil yang akan turun di akhir zaman.

Oleh karena inilah, Muhammad Al-Mahdi dijuluki sebagai Imam Mahdi Al-

Muntazhar (yang ditunggu).

b. Ismailiyah

Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa

imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa

imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:

1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

5) Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir

6) Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-

Shadiq

7) Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan

kakak Musa al-Kadzim.29

c. Zaidiyah

Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan

pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap

moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan

imam mereka yaitu:

1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

5) Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah

anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.30

29 . Ibid, hlm. 11430 . Ibid, hlm. 115

14

5. Kontroversi tentang Syi'ah

Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal

terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para

pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama

Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan. Dalam

terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna "mereka yang menolak imamah

(kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan

sebagian sahabat yang mengikuti keduanya".

Sebagian Sunni menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi

bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan

kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan

bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan. Syi'ah menolak keras hal

ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif.

Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut.

Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah

sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat

Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para sahabat mengenai masalah imamah

Abu Bakar dan Umar.31

6. Sebutan Rafidhah oleh Sunni

Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak

dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada

Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun 121 H.

Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang

melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar

dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat.

Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia

mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun

mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya.32

31 . Ibid, hlm. 11532 . Ibid, hlm. 116

15

Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa

penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka

"Rafadhtumuunii".

1) Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah

pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah

menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.

2) Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : "Aku telah bertanya kepada ayahku,

siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah

orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."33

3) Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Imam Syafi'i. Meskipun mazhabnya

berbeda secara teologis dengan Syi'ah, tetapi ia pernah mengutarakan

kecintaannya pada Ahlul Bait dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan

syairnya: "Kalau memang cinta pada Ahlul Bait adalah Rafidhah, maka

ketahuilah aku ini adalah Rafidhah".34

33 . Ibid, hlm. 11634 . Ibid, hlm. 117

16

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Aliran Mu’tazilah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, pada abad 2 H. Kelahirannya

bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-

Bashri karena perbedaan pendapat.

Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar, bukan mukmin bukan kafir

yang berarti ia fasik.

Aliran mu’tazilah merupakan aliran yang membawa persoalan-

persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada

persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan Murji’ah. Mereka

banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum

Rasionalitas islam”. Sedangkan aliran Syi’ah merupakan aliran pertama

yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh

pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Nabi adalah

dari ahlul bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin

sendiri dalam alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka

berpendapat bahwa pengganti Nabi yang pantas menjadi pemimpin

adalah seseorang yang ma’shum (terhindar dari dosa). Bahkan dalam

sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka telah menuhankan Ali.

Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi Muhammad

SAW.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan juga, bahwa pemikiran Al-Mu’tazilah

meliputi Al-Tauhid, Al-Adlu (keadilan Allah), Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan ancaman),

Al-manzilah bainal manzilataini (tempat diantara dua tempat), Amar Ma’ruf Nahi Munkar

(mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran). Sedangkan pemikiran kalam Syi’ah

meliputi Al- Tauhid, Al-Adlu, Al-Nubuwwah, Al-Imamah, Al-Ma’ad.

2. Saran

Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi penulisan makalah maupun penyusunan kata-kata. Untuk itu

pemakalah sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran terutama dari dosen pembimbing

17

dan dari pembaca yang bersifat membangun dan perbaikan demi kemajuan untuk masa-masa

yang akan datang.

18

DAFTAR PUSTAKA

Bashori; Mulyadi. Studi Ilmu Tauhid/Kalam, Malang : UIN-MALIKI PRESS, 2010.

http://ariechopue.blogspot.com/2013/05/makalah-pemikiran-mutazilah-dan.html. di akses pada 11 Desember 2014.

http://hiyakuni.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html. di akses pada 11 Desember 2014.

http://rudimnur.blogspot.com/2012/06/aliran-mutazilah-dan-syiah.html. di akses pada 11 Desember 2014.

M.Ag., Anwar, Rosihan, DR; M.Ag., Rozak, Abdul, Drs. Ilmu Kalam, Bandung : CV Pustaka Setia. 2007.

Nasution, Harun, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,      Jakarta: Universitas Indonesia, 2008.

19