Makalah Tekton

download Makalah Tekton

of 35

description

Tugas Makalah Untuk Magister Teknik Unsyiah

Transcript of Makalah Tekton

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    PENDAHULUAN

    Indonesia Negara Paling Beresiko Terkena Gempa dan Tsunami di seluruh dunia,

    Indonesia merupakan negara yang memiliki titik gempa terbanyak di dunia, mencapai 129 titik.

    Selain itu, Indonesia merupakan negara rawan gempa terbesar di dunia yang dapat menimbulkan

    gelombang tsunami yang dapat berpengaruh pada kerusakan tata kota pembangunan kita.

    Indonesia termasuk salah satu Negara rawan terjadinya kebakaran dikarenakan berdirinya

    bangunan, baik bangunan bertingkat rendah sampai bertingkat tinggi seperti perkantoran,

    perumahan, hotel, dan lain-lain. Penyebabnya dapat bersumber dari pencetus nyala api, atau

    hubungan arus listrik pendek.

    Oleh sebab itu, agar pemerintahan tidak mengalami kerugian maupun terjadinya

    pengrusakan pada bangunan eksisting makaterjadi pemeriksaan bangunan akibat gempa, tsunami

    dan kebakaran untuk mengetahui tingkat kerusakan struktur dengan melakukan serangkaian

    pemerksaan baik secara visual, pengujian elemen struktur dan uji pembebanan, sehingga

    dperoleh gambaran kondisi fisik bangunan dan keandalan struktur berdasarkan sisa kekuatan

    yang ada dan derajat kerusakan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan langkah

    perbaikan, perkuatan atau tindakan teknis lannya dalam upaya pemanfaatan kembali.

    Seiring perkembangan dan kemajuan zaman telah banyak alat yang diciptakan untuk

    konstruksi bangunan.Ada beberapa bentuk metode pengujian kekuatan tekan beton yangdapat

    digunakan diantaranya pengujian-pengujian yang bersifat tidakmerusak (non destructive test),

    setengah merusak (semi destructive test)dan yang merusak secara keseluruhan komponen-

    komponen yang diuji (destructive test). Destructive test inilah yang paling mendekati nilai

    kuattekan beton sebenarnya dimana pengujian ini harus dilakukan di laboratorium dengan

    menggunakan alat compression testing machine.

    Namun, ada beberapa kasus dimana tidak mungkin untuk mengujisampel beton di

    laboratorium atau beberapa kasus dimana butuh pembacaan kekuatan beton secara langsung di

    lapangan.Kasus-kasusseperti inilah yang pada akhirnya menggunakan nondestructive test. Hal-

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    halyang menjadi alasan digunakannya nondestructive test beberapadiantaranya adalah sebagai

    berikut :

    a. Hasil pengujian kubus atau silinder yang tidak memenuhi persyaratan seperti kuat tekan yang

    terlalu rendah, sehingga diperlukan konfirmasi terhadap kuat tekan aktual yang terpasang di

    lapangan.

    b. Tidak dibuatnya benda uji kubus atau silinder, hal ini akibat factor kelalaian ataupun tidak

    adanya perjanjian dalam pembuatan benda uji.

    c. Untuk keperluan evaluasi bangunan eksisting (yang telah ada/berdiri). Evaluasi biasanya

    dilakukan jika ada kemungkinan adanya perubahan kualitas struktur, yang bisa terjadi karena

    accident (misal kebakaran, gempa).

    d. Evaluasi juga dilakukan bila terdapat perubahan fungsi bangunan atau penambahan kapasitas

    beban bangunan, misal ruang kantor yang diubah menjadi ruang arsip/perpustakaan, yang

    nantinya akan merekomendasikan perkuatan struktur eksisting.

    e. Adanya kerusakan akibat kesalahan pengerjaan atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi

    teknis, maupun karena faktor umur bangunan. Dari hasil evaluasi akan dapat diketahui

    berapa perkiraan kapasitas struktur dan rekomendasi perbaikan yang diperlukan.

    f. Untuk mengevaluasi beton hasil fabrikasi (beton pracetak) yang akandigunakan dalam suatu

    struktur.

    Akan tetapi hasil dari nondestructive test ini belum dapat mewakilikekuatan suatu struktur,

    sehingga diperlukan hubungan/korelasi denganbeberapa pengujian kuat tekan yang lain (Mindess

    et al., 2003). Kekuatankarakteristik beton saat perencanaan dan pelaksanaan umumnya

    adalahhasil uji kuat tekan beton benda uji silinder atau kubus di laboratorium.Pada kenyataannya

    nilai kuat tekan yang paling mendekati berasal darikuat tekan benda uji core karena sampel

    didapatkan langsung darikeadaan aktual di lapangan.

    Namun pengambilan sampel core dilakukanhanya pada kondisi-kondisi tertentu saja, yaitu

    apabila nilai hasilcompression test silinder atau kubus di laboratorium tidak mencapai kuattekan

    yang direncanakan.Keterbatasan dalam pengambilan sampel coreinilah yang menyebabkan uji

    compression sampel silinder atau kubus dilaboratorium tetap menjadi standar utama dalam

    mengontrol karakteristikdan kekuatan suatu struktur.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kerusakan Struktural Bangunan

    Kerusakan yang dominan pada bangunan ini adalah kerusakan pada elemen struktural

    bangunan.Elemen struktur kolom merupakan bagian yang mengalami kerusakan berat, lebih dari

    80% kolombangunan mengalami kerusakan.Kerusakan yang terjadi berupa hancurnya beton

    kolom bangunantersebut.Kerusakan pada kolom di masing-masing lantai dapat dilihat pada

    Gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Contoh Kerusakan Pada Kolom

    2.2 Identifikasi kerusakan struktur

    Identifikasi kerusakan komponen struktur pada bangunan yang terjadi dikelompokkan

    menjadi :

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    a. Kerusakan ringan struktur, adalah cacat/ kerusakan/ kegagalan pada komponen struktur yang

    tidak akan mengurangi fungsi layan (kekuatan kekakuan, dan daktalitas) struktur secara

    keseluruhan, struktur masih dalam keadaan prima atau kondisi andal.

    b. Kerusakan sedang struktur, adalah cacat/ kerusakan/ kegagalan pada komponen struktur yang

    dapat mengurangi kekuatannya, tetapi kapasitas layan (kekuatan kekakuan, dan daktalitas)

    struktur sebagian atau secara keseluruhan tetap dalam kondisi aman, tetapi dibawah kondisi

    prima atau disebut kurang andal.

    c. Kerusakan berat struktur, adalah cacat/ kerusakan/ kegagalan pada komponen struktur yang

    dapat mengurangi kekuatannya,tetapi kapasitas layan (kekuatan kekakuan, dan daktalitas)

    struktur sebagian atau secara keseluruhan dalam kondisi tidak aman, atau disebut tidak andal

    Berdasarkan Peraturan Mentri PU nomor 19 Tahun 2006 dan kriteria persepakatan antara BNPB

    dan Dep. PU, identifikasi kerusakan yaitu

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Faktor penyebab kerusakan struktur bangunan yaitu

    a. Rendahnya mutu bahan bangunan seperti kayu lapuk, kuat tekan beton rendah

    b. Rendahnya mutu pengerjaan seperti: penggunaan aduk yang salah, besarnya bukaan pada

    dinding pasangan bata, sistem sambungan tradisional yang lemah, pengecoran beton tanpa

    pemadatan

    c. Penggunaan bahan struktur yang tidak tepat seperti, pasangan dinding polos ( tanpa penguat

    baja tulangan) difungsikan sebagai struktur pemikul beban

    d. Kesalahan konfigurasi sistem struktur seperti tidak mengikuti kaidah struktur bangunan tahan

    gempa

    e. Lemahnya sambungan join balok kolom karena detail tulangan join tidak dilengkapi dengan

    sengkang penahan gaya geser

    f. Penyelesaian detail join komponen beton yang tidak sesuai dengan ketentuan bangunan tahan

    gempa

    g. Mutu pengerjaan yang rendah

    h. Salah penyelesaian detail tulangan

    i. Bangunan tradisional joglo, sistim sambungan sunduk terkait lidah alur, lemah pada sistem

    sambungan antar batang komponen, mudah patah dan roboh total

    j. Bangunan bertingkat yang dirancang oleh ahli bangunan mengalami rusak atau roboh total

    akibat tidak mengikuti ketentuan SNI bang. Tahan gempa ( soft story, short column effect and

    column share failure, short beam weak column and weak joint, strong beam weak column

    and weak joint, salah detail tulangan karna tidak mengikuti ketentuan SNI, kurangnya

    sengkang penahan geser dan pengekang di inti join)

    Kerusakanakibat faktor alam pada gedung yang harus diperhatikan secara khusus adalah

    pada bagian struktur.Struktur paling berat menahan beban gedung. Hal ini dikarenakan semua

    berat dan beban akan disalurkan juga ditahan oleh struktur. Sebagian besar struktur gedung

    terbuar dari beton bertulang.Oleh sebab itu beton bertulang pada struktur ini perlu dianalisis

    secara tuntas.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Menurut Mustopo (1988), kajian kerusakan yang harus diperhatikan dalam menentukan pola

    kerusakan meliputi empat keadaan yaitu, sebagai berikut:

    1. Pengamatan lapangan.

    2. Informasi dan catatan-catatan.

    3. Pengujian struktur berupa destructive, non destructive dan semi destructive.

    4. Diagnosa penyebab kerusakan.

    Menurut Tamim, (1988), identifikasi perbaikan beton bertulang adalah sebagai berikut:

    1. Retak, ialah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit.

    2. Lubang, ialah lubang yang relative dalam dan lebar pada beton.

    3. Kelupas dangkal pada permukaan beton.

    Menurut Bambang Suhendro, (2003) Crack dibedakan menjadi 3 macam adalah sebagai

    berikut:

    1. Retak kecil : lebar < 0,5 mm.

    2. Retak sedang : lebar1,2 mm..

    Spalling dibedakan menjadi 3 macam adalah sebagai berikut:

    1. Terkelupas ringan : dalam < 20 mm.

    2. Terkelupas sedang : dalam>20 mm, baja tulangan belum kelihatan.

    3. Terkelupas berat : dalam>20 mm, baja tulangan sudah kelihatan.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    PEMBAHASAN

    3.1 Metode Non Destructive Test

    3.1.1 Probe Penetration

    Probe penetration test menggunakan sebuah alat tembak yangdidesain khusus untuk

    menembakkan sebuah batang besi (probe) sampaimenembus ke dalam beton.Kedalaman

    penetrasi dari batang besitersebut mengindikasikan nilai kekuatan beton yang diuji. Metode ini

    hampir sama dengan hammer test, yang membedakan adalah gaya impact(tumbukan) probe

    terhadap beton lebih besar daripada plunger padahammer test. Pengujian dengan metode ini dapat

    dilihat pada Gambar 3.1

    (Sumber : ACI Committee 228 Report) Gambar 3.2 Contoh alat probe penetration

    Gambar 3.1 Ilustrasi probe penetration test

    Standar atau prosedur yang mengatur metode ini ada pada ASTM C803/C 803M), dimana

    disyaratkan :

    1. Energi kinetik awal dari probe mempunyai nilai yang konsisten.

    2. Koefisien dari variasi kecepatan keluarnya probe pada saat ditembak tidak lebih dari 3%

    berdasarkan 10 kali tes yang disetujui metodeballistic.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Hal yang paling mempengaruhi nilai kekuatan suatu beton yangdihasilkan dengan metode ini

    adalah kekerasan dari aggregat kasarnya(ACI Committee Report). Seperti yang terlihat pada

    Gambar 3.3

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.3 Efek dari tipe aggregat dalam hubungan antara kuat tekan beton

    dengan kedalaman penetrasi Probe

    3.1.2 Pull Out Test

    Pull out test adalah metode yang digunakan untuk mengukur besarnya gaya maksimum yang

    dibutuhkan untuk mencabut logam/besi yang ditanam ke dalam suatu beton. Logam ini dapat

    ditanam sebelum maupun sesudah proses casting. Menurut Malhotra (1991) kuat tekan beton

    yang dihasilkan oleh pull out test adalah 20% dari kuat tekan yang dihasilkan oleh uji

    compression.

    Standar atau prosedur dalam menggunakan metode ini dapat dilihat pada ASTM C 900,

    dimana disyaratkan :

    1. Kedalaman penanaman logam (embement depth) dan ukuran diameterhead (d1) haruslah

    sama, tetapi tidak ada persyaratan mengenai berapabesarnya.

    2. Besarnya diameter antara kedua reaction ring (d2) bisa antara 2sampai 2,4 kali dari besarnya

    head.

    3. Dari kedua syarat di atas, dapat diketahui bahwa apex anglenyaberkisar antara 540 dan 700.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.4 Ilustrasi pull out test

    Gambar 3.5 Contoh pengujian cabut dengan alat Proceq Edm Electromotor

    3.1.3 Ultrasonic Pulse Velocity

    Ultrasonic pulse velocity adalah metode yang digunakan untukmengukur kecepatan hantaran

    dari gelombang (pulse velocity) ultrasonic yang melewati suatu beton.Standar atau prosedur

    dalam menggunakanmetode pengujian ini dapat dilihat pada ASTM C 597.

    Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagaiberikut (ACI Committee

    Report) :

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    1. Sebuah pengirim gelombang mengirimkan sebuah gelombangtegangan tinggi berdurasi

    pendek kepada sebuah transducer.

    2. Pada saat yang sama sebuah pengukur waktu elektrik menyala.

    3. Gelombang ultrasonic tersebut dihantarkan melalui viscous coupling fluid, yang kemudian

    masuk menjalar ke dalam beton dan diterimaoleh sebuah receiver transducer.

    4. Ketika gelombang tersebut diterima, alat pengukur waktu elektrik secara otomatis mati, dan

    memperlihatkan waktu yang dibutuhkangelombang tersebut dari mulai dikirim sampai

    dengan diterima.

    5. Waktu inilah yang mengindikasikan berapa kekuatan beton tersebut.

    Skema alur ini dapat dilihat pada Gambar 3.6

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.6 Skema pengujian ultrasonic pulse velocity

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.7 Skema contoh hubungan antara pulse velocity dengan

    compressive strength

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Prinsip kerja alat ini memanfaatkan rambatan gelombang pada medium tertentu (dalam hal

    ini elemen beton).

    Gambar 3.8 Contoh Alat UPV

    Foto di atas menampilkan alat PUNDIT (Portable Ultrasonic Non-destructive Digital

    Indicating Tester). Jika Schmidt Hammer berbasis analog dan mengandalkan kinerja mekanis

    (pantulan massa), maka alat ini merupakan perlatan elektronis. Foto pertama adalah unit

    utamanya, mencakup prosesor dan display bacaan (unit ini yang akan membangkitkan

    gelombang), sedangkan foto kedua adalah unit sensor (sebagai transmitter dan receiver

    gelombang) yang nantinya ditempelkan ke permukaan beton (bulatan warna biru) dan beberapa

    kabel. Terlihat juga di foto kedua silinder metal panjang dan kaleng isi pelumas (grease).

    Cara kerja peralatan ini adalah dengan menempelkan unit sensor (bulatan biru, foto kedua) ke

    permukaan beton, yang akan memancarkan gelombang dari transmitter dan menuju ke receiver.

    Waktu rambat gelombang tersebut, akan ditampilkan dan bisa dibaca pada display (unit dalam

    kotak, foto pertama). Saat unit sensor ditempelkan ke permukaan beton, harus terjadi kontak

    yang sempurna antara keduanya agar gelombang bisa merambat sempurna. Karena beton dan

    unit sensor sama-sama bersifat padat/keras, maka kemungkinan akan terdapat celah/rongga

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    antara keduanya. Oleh sebab itu digunakan medium gel (misal memakai grease/vaselin) yang

    nantinya menjadi perantara dan memastikan bahwa terjadi kontak sempurna antara kedua bidang

    permukaan (beton dan unit sensor).Sedangkan silinder metal/besi digunakan untuk kalibrasi alat

    sebelum digunakan (lihat foto di bawah ini), dengan mempertimbangkan sifat besi yang

    cenderung homogen materialnya.

    Gambar 3.9Contoh kalibrasi alat UPV

    Penempatan unit sensor (lihat gambar di bawah) bisa secara direct( unit sensor pada

    permukaan yang saling berlawanan, a), semi-direct (unit transmiter dan receiver saling tegak

    lurus, b), atau indirect (sensor pada permukaan yang sama, c). Metode direct adalah yang paling

    akurat, sedangkan metode lain akan membutuhkan koreksi. Foto-foto pengujian berikut

    menampilkan pengujian dengan metode indirect.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Gambar 3.10 Penempatan Unit Sensor

    Dengan mengetahui jarak antara dua unit sensor tersebut (yang memenuhi batasan minimum)

    dan waktu rambat gelombang (dari bacaan display), bisa diperoleh kecepatan rambat gelombang

    pada beton yang diuji/diamati.Nah, pemanfaatan data kecepatan rambat gelombang ini bisa

    bervariasi.Tuntutan yang paling diinginkan adalah korelasi dengan kekuatan beton (nilai kuat

    tekan).Namun ingat pula bahwa material beton sebenarnya bersifat heterogen dalam sudut

    pandang medium perambatan, karena terdiri dari kerikil/agregat (bisa bervariasi macam dan

    ukurannya) dan pasta semen, selain itu juga tergantung dari campurannya. Campuran beton yang

    satu dengan lainnya (walaupun dengan kuat tekan relatif sama) belum tentu bisa menghasilkan

    bacaan yang sama, belum lagi jika mempertimbangkan faktor kondisi lingkungan dan umur

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    beton di lapangan. Akan lebih baik jika terdapat sampel lab yang berfungsi sebagai kalibrasi

    dengan beton di lapangan namun harus dengan campuran yang sama atau mendekati dengan

    keadaan in-situ, tapi ini pun pasti tidak mudah. Faktor lain adalah adanya pengaruh tulangan

    (medium rambatan gelombang menjadi berubah) dan adanya crack/retakan.

    Kalau yang disebut terakhir tadi (crack) justru bisa dideteksi dengan peralatan ini. Intinya, pada

    daerah crack maka gelombang akan merambat melalui udara (medium berbeda), yang akan

    mengakibatkan perubahan waktu tempuh dan akhirnya adalah menghasilkan kecepatan rambat

    yang berbeda. Dengan membandingkan dengan kecepatan rambat di lokasi tanpa crack, maka

    bisa dilokalisir tempat yang diduga terdapat retakan, termasuk pula perkiraan kedalaman crack.

    Namun harap diketahui pula jika retakan terisi oleh air, maka hal ini bisa menjadi tidak

    akurat.Pengaruh perubahan kecepatan juga bisa difungsikan untuk mengukur tingkat

    keseragaman/homogenitas material beton eksisting (terutama pada beton precast), dan juga

    perkiraan ketebalan elemen misal slab serta modulus elastis material.Beberapa fungsi yang

    disebut dalam paragraf inilah sebenarnya yang lebih cocok diterapkan dalam penggunaan alat.

    3.1.4 Rebound Hammer

    3.1.4.1 Rebound Hammer Manual

    Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact(tumbukan) pada

    permukaan beton dengan menggunakan suatu massayang diaktifkan dengan menggunakan energi

    yang besarnya tertentu.Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut akibat tumbukan

    yangterjadi dapat memberikan indikasi kekerasan beton tersebut. Standar atauprosedur dalam

    menggunakan metode pengujian ini dapat dilihat pada :

    a) ASTM C 805 (North American Standard)

    b) EN12504-2 (European Standard)

    c) JGJ/T 23-2001 (Chinese Standard)

    d) BS 1881, part 202 (British Standard)

    e) DIN 1048 Part 2 (German Standard)

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagaiberikut (ACI Committee

    Report) :

    1. Plunger diposisikan secara tegak lurus pada permukaan beton.

    2. Ketika badan alat ditekan ke beton, pegas yang menghubungkanantara hammer (sistem

    massa) dengan badan alat menjadi memanjang.

    3. Dan ketika penekanan terjadi secara sempurna, latch (palang penahan) terlepas, dan pegas

    tersebut menarik sistem massa menuju beton.

    4. Sistem massa tersebut menumbuk bahu plunger dan kemudian memantul.

    5. Sistem massa yang memantul menggerakkan sebuah indikator geser,yang mana indikator

    tersebut mencatat nilai rebound.

    Skema alur ini dapat dilihat pada Gambar 3.11

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.11Skema ilustrasi pengujian rebound hammer

    Pada pengujian hammer, nilai rebound hanya dipengaruhi betonyang berada di dekat

    plunger. Plunger yang diletakkan di atas partikelaggregat keras akan menghasilkan nilai rebound

    yang tinggi, sedangkanjika plunger diletakkan di atas aggregat lunak dan mempunyai

    ronggaudara yang besar akan menghasilkan nilai rebound yang rendah. Dalammengatasi hal ini,

    maka disyaratkan mengambil 10 nilai rebound denganjarak 2,5 cm untuk tiap tembakan pada

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    tiap tes area. Beton yang akandites harus mempunyai ketebalan 100 mm (4 in) dan harus

    mempunyaikekakuan yang cukup.Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:

    a) Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur.

    b) Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.

    Perlu diperhatikan juga bahwa sesuai prinsip kerjanya yang berupa pantulan pada permukaan

    beton, maka sebenarnya nilai bacaan tersebut adalah representasi pada permukaan saja dan

    belumlah mewakili sifat keseluruhan elemen betonnya.Kalibrasi terhadap sampel laboratorium

    dengan sifat yang bisa mendekati beton yang diuji di lapangan (yang tentu juga tidak mudah)

    juga diperlukan demi akurasi pengukuran. Selain itu, nilai bacaan juga akan dipengaruhi oleh

    beberapa faktor yaitu.:

    a. pengaruh agregat (pantulan pada daerah yang dekat dengan agregat akan memberikan nilai

    bacaan yang lebih tinggi dibanding pada mortar/pasta);

    b. kemungkinan adanya keropos di dalam elemen beton yang diuji (yang akan menunjukkan

    nilai bacaan rendah);

    c. kekeringan permukaan (permukaan basah memberikan nilai yang lebih kecil); variasi

    campuran beton;

    Oleh karena itu, jika pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan representasi nilai kuat

    tekan beton aktual, maka sebaiknya juga didampingi dengan metode pengujian lainnya sebagai

    pembanding.

    Kelebihan hammer test :

    a) Murah.

    b) Pengukuran bisa dilakukan dengan cepat.

    c) Praktis (mudah digunakan).

    d) Tidak merusak.

    Kekurangan hammer test :

    a) Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan, kelembaban beton, sifat dan jenis

    agregat kasar, derajat karbonisasi dan umur beton. Oleh karena itu perlu diingat bahwa beton

    yang akan diuji haruslah dari jenis dan kondisi yang sama.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    b) Hanya memberikan informasi mengenai karakteristik beton padapermukaan.

    3.1.4.2 Rebound Hammer Digital

    Secara umum sistem kerja hammer digital hampir sama denganhammer manual. Hanya saja

    hammer digital memiliki beberapakelebihan khusus, diantaranya :

    1. Tidak memerlukan faktor koreksi terhadap arah tembakan, arahvertikal maupun horisontal

    tidak mempengaruhi nilai yang dihasilkan.Hal ini dikarenakan hammer digital tidak

    menggunakan lagi system massa seperti pada hammer manual.

    2. Penembakan pada satu titik (misal: sembilan pembacaan) bias dilakukan continue tanpa jeda.

    Kemudian menghasilkan satu nilaimean (nilai rata-rata) atau median (nilai tengah) yang

    dapat dipilihsalah satu.

    3. Memiliki option menu untuk memasukkan kedalaman karbonasiataupun faktor bentuk benda

    uji, yang tentu saja mempengaruhi nilaiyang dihasilkan.

    4. Dapat mengkonversi nilai rebound (R-value) secara otomatis terhadapsatuan pengukuran

    yang diinginkan (N/mm2, kg/cm2, psi).

    5. Dapat merekam banyak penembakan sekaligus (1000 pembacaan) yang tersimpan dalam

    memory hammer tersebut. Kemudian dapatditransfer ke dalam komputer untuk digunakan

    lebih lanjut.

    6. Dapat digunakan untuk mengukur kekuatan beton muda dengan menggunakan plunger yang

    didesain khusus, yaitu mushroom plunger.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Gambar 3.12Contoh alat hammer manual dan digital dari proceq

    3.1.5 Break Off Number

    Break off number adalah metode yang digunakan dengan caramengukur gaya maksimum

    yang dibutuhkan untuk memutus (break off)bagian bawah sebuah core silinder dalam suatu slab

    beton. Standar atauprosedur dalam menggunakan metode pengujian ini diuraikan padaASTM C

    1150.

    Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagaiberikut (ACI Committee

    Report) :

    1. Membuat core pada suatu bagian struktur. Pada existing building, coredidapatkan dengan

    cara seperti core drill biasa tetapi bagian bawahcore tidak boleh terputus. Sedangkan pada

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    new construction, core bias didapatkan dengan cara menaruh tabung silinder pada bagian

    strukturyang akan dicor.

    2. Membuat counter bore pada salah satu sisi core, kemudian memasangsuatu alat loading di

    dalam counter bore tersebut. Alat loadingtersebut terhubung dengan sebuah pompa hidrolis

    dan pengukurtekanan.

    3. Kemudian pengujian dilakukan dengan cara memompa cairan hidrolis ke alat loading secara

    perlahan-lahan, sehingga menimbulkan gaya tekan horisontal terhadap core sampai dengan

    bagian bawah core terputus. Gaya yang dibutuhkan untuk memutus (break off) core

    inilahyang mengindikasikan nilai kuat tekan struktur tersebut.

    Skema alur ini dapat dilihat pada Gambar 3.13

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.13Skema ilustrasi pengujian break off test

    3.1.6 Cast In Place Cylinders

    Cast in place cylinders adalah metode yang digunakan dengan caramendapatkan benda uji

    silinder dari slab beton yang baru dicor tanpamelakukan pengeboran seperti core drill. Standar

    atau prosedur dalammenggunakan metode pengujian ini dapat dilihat pada ASTM C 873.

    Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagaiberikut (ACI Committee

    Report) :

    1. Memasukkan cetakan silinder ke dalam slab beton yang akan dicor.Kemudian setelah

    mengeras dan berumur cukup, cetakan silinderdiangkat keluar.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    2. Silinder yang didapat, diuji dengan mesin compressive test biasa.Sehingga nilai kuat tekan

    yang dihasilkan tidak perlu dikonversiterhadap kuat tekan sesungguhnya seperti pada metode

    NDT lain.

    3. Tentu saja metode ini meninggalkan lubang yang cukup besar padastruktur yang diuji.

    (Sumber : ACI Committee 228 Report)

    Gambar 3.14Cetakan dan pendukung yang didesain khusus untuk metode

    cast in place cylinders

    Perbandingan atau perbedaan dari beberapa pengujian non

    destructive test dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.

    Tabel 3.1 Perbandingan antara beberapa non destructive test

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    (Sumber : Hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya)

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Masing-masing NDT juga mempunyai kisaran besar kuat tekanatau limit yang dapat dipikul,

    seperti terlihat pada Tabel 3.2 dibawah ini.

    Tabel 3.2 Besaran kuat tekan yang dapat dipikul oleh metode

    non destructive test

    3.1.7 Microcrackmeter

    Kalau yang ini sebenarnya bukan termasuk kategori pengujian, namun sebatas hanya

    pengamatan visual saja.Sesuai namanya, alat ini berfungsi untuk menentukan lebar retakan

    (crack) pada permukaan elemen beton.

    Gambar 3.15Contoh gambar Microcrackmeter

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Retakan yang diamati di sini adalah yang berukuran kecil/lembut.Yang digaris merah pada

    gambar kedua di atas itu dari spidol, bukan lebar retakannya, untuk kemudahan pencatatan

    saja.Pengamatan retakan bisa bertujuan untuk keperluan evaluasi (misal perbandingan terhadap

    batasan ijin lebar retak) ataupun untuk perkiraan volume injeksi pada retakan (bila nantinya

    diperlukan perbaikan misal dengan grouting).

    3.1.8 Rebar Locator (Covermeter)

    Pengujian ini bertujuan antara lain untuk mendeteksi tulangan dalam elemen beton, dan juga

    ketebalan selimut beton (concrete cover). Seperti terlihat di gambar berikut, bentuknya cukup

    kompak dan mudah dibawa atau ditenteng.Ada unit display (kotak besar merah, ada judulnya

    Profometer 4) dan kotak di sampingnya adalah unit sensornya.

    Gambar 3.16Contoh gambar Covermeter

    Prinsip alat ini adalah memanfaatkan medan elektromagnetik, yang mudah terpengaruh oleh

    adanya metal/logam, dalam hal ini adalah berupa tulangan baja di dalam beton. Lebih mudahnya

    seperti detektor logam.

    Untuk mendeteksi tulangan, unit sensor ditempelkan pada permukaan beton lalu digeser

    perlahan sambil diamati bacaan di display. Arah gerakan adalah tegak lurus pada sumbu tulangan

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    yang akan dideteksi. Khusus pada alat tipe Profometer ini, akan terdengar nada sinyal bila sensor

    mendeteksi keberadaan tulangan, yang selanjutnya posisi/titik ini ditandai. Posisi scanning bisa

    vertikal maupun horizontal.

    Gambar 3.17Pengujian di lapangan

    Berikutya dilakukan scan serupa dari arah berlawanan, sehingga didapatkan posisi/titik

    berikutnya. Jarak antara dua titik ini yang merupakan perkiraan dari diameter tulangannya.Jika

    scanning dilakukan dari tepi elemen, maka jarak dari tepi ke titik pertama terdengar sinyal

    adalah tebal selimut betonnya.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Gambar 3.18Pengujian di lapangan

    Dari hasil beberapa scanning ini bisa dibuat gambaran perkiraan posisi tulangan dan

    diameternya, seperti gambar di atas.Selain untuk mencocokkan dengan data-data gambar/laporan

    (bila ada), pengujian (atau lebih tepatnya pengamatan) ini juga berfungsi sebagai pendahuluan

    sebelum pengambilan beton inti (core case/drill) agar pemotongan nantinya tidak mengenai

    tulangan. Seperti pada peralatan lainnya, tentu alat ini juga akan membutuhkan kalibrasi.

    Kalibrasi yang paling baik tentu saja bila ada pembanding langsung di lapangan, misal sampel

    inti beton, sehingga bisa diketahui diameter yang ada dan tebal selimut.

    Meskipun kelihatan canggih dan praktis, namun perlu diperhatikan juga keterbatasan alat ini,

    yaitu antara lain dalam beberapa kondisi berikut :

    Deteksi hanya bisa dilakukan sebatas tulangan teluar saja, sehingga bila terdapat beberapa

    lapis tulangan, maka lapis tulangan yang dalam tidak bisa terdeteksi dengan baik, termasuk

    dalam hal ini adalah pengaruh overlap/sambungan lewatan dan bundel tulangan

    Jarak antar tulangan yang terlalu rapat, sehingga bisa mempengaruhi akurasi

    pembacaan/perkiraan diameter tulangan

    Pengaruh dari kandungan besi dalam agregat yang berlebih, atau penggunaan jenis semen

    yang khusus

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    3.2 Metode Semi Destructive Test

    3.2.1 Core Drill

    Pengujian core adalah metode yang secara langsungmendeterminasi kekuatan beton yang

    sebenarnya pada suatu struktur.Umumnya core diperoleh untuk mengevaluasi dan menilai

    apakahkekuatan suatu struktur beton sesuai dengan mutu yang direncanakan,karena sampel core

    itu sendiri diambil secara langsung dari struktur yangdiamati (ACI 214.4R-03).Standar atau

    prosedur dalam menggunakanmetode pengujian ini dapat dilihat pada ASTM C 42.

    Walaupun core terlihat sangat mewakili kekuatan suatu strukturdaripada benda uji silinder

    yang dicetak terpisah, tetapi menurut ACI214.4R-03 ada beberapa faktor koreksi yang harus

    diwaspadai dalammenggunakan metode core testing. Faktor-faktor tersebut adalah :

    1. Length to diameter ratio (l/d). Ukuran standar l/d adalah 2, jika l/d 2maka kuat tekan dari

    core tersebut harus dikenai faktor koreksi.Faktor koreksi ini diatur dalam ASTM C 42/C

    42M maupun BS 1881seperti terlihat pada tabel 3.3 di bawah ini.

    Tabel 3.3 Faktor koreksi length to diameter ratio

    2. Diameter, ukuran diameter standar yang biasa digunakan adalah 100 dan 150 mm (4 dan 6

    in). Selain kedua ukuran tersebut, ada juga ukuran 50 mm (2 in) yang mana menurut Bartlett

    and MacGregor (1994) kuat tekan core 50 mm bernilai 6% lebih kecil daripada ukuran core

    standar 100 mm.

    3. Moisture condition, perbedaan kondisi kelembaban memberikan pengaruh yang cukup

    signifikan pada kuat tekan core. Core yang langsung dikeringkan di udara terbuka

    mempunyai kuat tekan 1014% lebih tinggi daripada core yang direndam terlebih dahulu 40

    jam sebelum pengujian.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    4. Presence of reinforcing bars or other inclusions. Adanya tulangan yang ikut terpotong di

    dalam core menimbulkan efek yang tidak bias diukur, hal ini sesuai aturan ASTM C 42 yang

    melarang adanya tulangan di dalam core. Dan hasil kuat tekan yang diperoleh dari core

    tersebut tidak boleh digunakan.

    5. Coring direction, pengeboran yang dilakukan secara horizontal menghasilkan kuat tekan

    yang lebih rendah dibandingkan denganpengeboran vertikal. Hubungan lekatan aggregat

    mortar lemah padabagian bawah aggregat akibat bleeding, sehingga core dari

    pengujianhorisontal ketika diuji tekan akan lebih cepat hancur. Hal inidikarenakan posisi

    lekatan yang lemah berada sejajar dengan gayatekan pada saat pengujian.

    (Sumber : ASTM STP 169D, 1994)

    Gambar 3.19Pola kelemahan akibat bleeding (a) core vertikal dan

    (b) core horizontal

    Selain faktor koreksi yang telah disebutkan di atas, menurut ACI214.4R-03 dan Bartlett and

    Macgregor(1994) ada juga faktor-faktor lainyang cukup mempengaruhi hasil kuat tekan core.

    Faktor-faktor tersebutadalah :

    1. Timbulnya rongga-rongga udara yang terlalu banyak, akibat tidakbaiknya proses konsolidasi

    yang dapat menyebabkan menurunnyakuat tekan core.

    2. Proses pengeboran yang mungkin menyebabkan kerusakan pada coremaupun struktur yang

    dibor, sehingga menurunkan nilai kuat tekancore. Salah satu kerusakan yang mungkin terjadi

    adalah terlepasnyaikatan aggregat dengan mortar akibat getaran pengeboran.

    3. Lokasi pengeboran, core yang diambil pada bagian atas struktur akanmenghasilkan nilai

    yang lebih rendah dari core yang diambil padabagian bawah struktur. Hal ini dikarenakan

    aggregat lebih banyaktertumpuk pada bagian bawah struktur. Pada penelitian yangdilakukan

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Bartlett and Macgregor (1994) dengan benda uji slab 16 in(400 mm), disimpulkan bahwa

    core yang diambil dari bagian bawahslab bernilai 17% lebih tinggi daripada core bagian

    atas slab.

    4. Microcracking atau keretakan kecil pada suatu struktur akanmenyebabkan core yang diambil

    dari struktur tersebut mengalamipenurunan nilai kuat tekan. Microcracking ini umumnya

    disebabkan oleh beban yang telah diterima oleh struktur ataupun deformasi yangterjadi pada

    struktur tersebut.

    3.2.1 Pengambilan Sampel Core/Inti Beton

    Gambar 3.19 Sample Core pada beton

    Salah satu pengujian secara destruktif adalah dengan mengebor elemen beton dengan alat

    khusus sehingga didapatkan silinder inti (core, seperti gambar di atas) yang kemudian akan dites

    kuat tekannya di laboratorium (dengan mempetimbangkan faktor koreksi dimensi). Lokasi

    pengujian harus dipilih sedemikian rupa sehingga kerusakan yang ditimbulkan tidak akan terlalu

    banyak mempengaruhi kekuatan struktur (misal tidak mengenai tulangan utama/pokok). Disini

    bisa saja digunakan bantuan dari alat covermeter seperti yang telah diuraikan di atas, guna

    mengetahui perkiraan lokasi yang aman.Contoh bentuk mata/ujung bornya seperti pada foto

    berikut.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Gambar 3.20 Sample silinder

    Tergantung pada lokasinya, silinder inti yang diambil bisa berukuran (diameter) kecil atau

    besar. Untuk elemen semacam balok dan kolom (elemen yang ukurannya relatif

    kecil/langsing/slender), maka penggunaan bor ukuran kecil 40-50 mm akan lebih cocok. Pada

    pengambilan beton inti pada elemen seperti pelat yang cukup luas, bisa digunakan diameter yang

    lebih besar (150 mm). Foto pertama di bawah judul di atas adalah hasil pengambilan inti

    diameter besar, sedangkan dua foto berikut menunjukkan proses pengeboran inti untuk diameter

    kecil (atas) dan besar (bawah).

    Gambar 3.21 Sample di lapangan

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Saat proses pengeboran perlu diperhatikan adanya suplai air yang kontinyu sebagai

    pendingin mata bor dan juga sebagai pembersih kotoran hasil pengeboran agar tidak

    mengganggu putaran ujung bor. Pengambilan sampel dilakukan setelah pengeboran mencapai

    kedalaman tertentu, yang tentu saja harus melebihi tebal selimutnya/beton bagian luar alias

    sampai bagian dalam/inti. Kedalaman pengeboran selain menyesuaikan dengan kebutuhan, perlu

    dicermati juga nilai rasio diameter terhadap tinggi sampel (alias kedalaman pengeboran) di

    kisaran angka 1,0-2,0 dan juga rasio diameter inti terhadap ukuran maksimum agregat sekitar

    nilai 3. Pada elemen pelat, pengeboran bisa saja dilakukan sampai menembus total, sehingga bisa

    teramati pula ketebalan pelat yang sebenarnya, termasuk lapisan lain seperti aspal/overlay pada

    lantai jembatan atau pavement. Selain itu, pengeboran bisa saja dilakukan sampai mengenai

    tulangan, asal di daerah tersebut bukan merupakan lokasi gaya atau tegangan maksimum. Dalam

    hal ini maka dari hasil sampel inti juga bisa diketahui lokasi, diameter termasuk kondisi tulangan

    yang ada.

    Setelah pengeboran selesai, maka akan didapatkan sampel inti beton seperti pada beberapa

    foto berikut ini. Foto yang atas adalah contoh inti diameter kecil, dengan lapisan hitam adalah

    waterproofing karena merupakan hasil pengambilan contoh pelat dak.Foto sebelah bawah

    menunjukkan inti diameter besar sekaligus nampak pula lubang hasil pengeborannya. Kalau

    yang ini adalah hasil pengeboran pada lantai jembatan sehingga akan terbawa pula lapisan aspal

    di atasnya.

    Gambar 3.22 Sample di lapangan

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Dokumentasi terhadap sampel (dan lubang jika diperlukan) perlu dilakukan setelah selesai

    pengeboran, misal dengan pengambilan foto atau gambar sketsa terhadap bentuk sampel dan

    crack/retakan bila ada termasuk detail lain yang akan membantu dalam proses analisis di

    laboratorium nantinya. Sketsa atau keterangan lokasi relatif titik pengambilan sampel pada

    struktur keseluruhan juga diperlukan. Pada tiap sampel diberikan pula nomor atau keterangan

    lain untuk keperluan identifikasi sampel. Oh ya, lubangnya jangan lupa segera ditutup kembali,

    umumnya memakai mortar low atau non-shrinkage.

    Gambar 3.23 Sample di lapangan

    3.3 Metode Destructive Test

    3.3.1 Compression Test

    Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuattekan terhadap benda uji

    diantaranya silinder (=15 cm, h=30 cm)ataupun kubus (15x15x15 cm) pada umur 28 hari yang

    dibebani dengangaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimumdidapat dari

    pengujian dengan menggunakan alat compression testingmachine.Standar yang digunakan ialah

    ASTM C-39 untuk benda ujisilinder dan BS-1881 Part 115; Part 16 untuk benda uji kubus.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    Gambar 3.24 Test Benda Uji

    Pengujian yang dilakukan di laboratorium terhadap sampel beton inti umumnya adalah

    pengujian kuat tekan. Prinsipnya sama dengan pengujian silinder beton seperti biasa, namun

    perlu diperhatikan juga terutama dimensi sampelnya. Untuk sampel yang berukuran kecil, jika

    sampel cukup panjang atau tinggi maka bisa saja benda uji dipotong menjadi 2 misalnya

    sehingga akan didapatkan 2 benda uji dari satu sampel (dengan syarat rasio diameter : tinggi

    minimum 1,0). Masing-masing ujung juga perlu dipotong dan diratakan.Dengan adanya variasi

    dimensi dan rasio terhadap tingginya, maka pada perhitungan perlu diberikan faktor koreksi,

    termasuk bila dalam sampel ikut nimbrung juga baja tulangannya.

    Sebelum dilakukan pengujian kuat tekan, akan diperlukan juga pengamatan visual terhadap

    sampel. Kemungkinan adanya crack (atau malah pola retak yang ada jika pengambilan sampel

    memang sengaja diambil di daerah/elemen yang mengalami retakan), kekompakan material

    beton berupa kerikil dan pasta semen (kemungkinan adanya pori/lubang), ketebalan elemen

    (misal pada pelat) dan material lain seperti aspal bila ada, kondisi tulangan (diameter, tingkat

    korosi) bila memang ada alias ikut terambil dalam sampel adalah beberapa hal yang bisa diamati

    sebagai bahan pertimbangan untuk hasil uji kuat tekan. Selain pengujian kuat tekan, bisa juga

    dilakukan pengamatan atau pengujian lain bila diperlukan, misal uji kimia, berat jenis.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    3.4 Beberapa Penelitian Yang Telah Dilakukan Sebelumnya

    3.4.1 Penelitian olehY. Tanigawa, K. Baba, dan H. Mori

    Dengan judul Estimation of Concrete Strength by Combined NonDestructive Testing

    Method.

    Metode NDT yang digunakan pada penelitian ini adalah Schmidthammer dan ultrasonic

    pulse velocity. Ada tiga tujuan yang ingin dicapaidalam penelitian ini, yaitu :

    1. Mengetahui pengaruh dari FAS, kondisi curing, umur beton,perbandingan volume campuran

    beton, dan tipe aggregat padapengujian tehadap kedua metode tersebut.

    2. Mengetahui akurasi estimasi kuat tekan dari kedua metode tersebut,dan memilih persamaan

    (rumus) yang paling tepat untuk membangunhubungan kuat tekan perkiraan (schmidt

    hammer &pulse velocity)dengan kuat tekan sesungguhnya (compression test).

    3. Mengetahui apakah persamaan (rumus) yang didapat dapatdiaplikasikan pada evaluasi kuat

    tekan yang sesungguhnya.

    Hasil dan kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah :

    1. Pada Schmidt hammer; nilai rebound meningkat seiring denganmeningkatnya umur dan

    perbandingan volume aggregat kasar, tetapinilai rebound menurun seiring dengan

    meningkatnya FAS. Nilairebound yang lebih tinggi didapat pada beton dengan water

    curingdaripada dengan air curing.

    2. Pada pulse velocity; terjadi hal yang hampir sama seperti Schmidt hammer.

    3. Akurasi estimasi kuat tekan dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan penggunaan

    metode schmidt hammer dan pulsevelocity.

    4. Kuat tekan beton hampir dapat diestimasi secara akurat dengan menggunakan persamaan :

    Fc = k1R + k2Vpc + C (linear) (3.1)

    Log (Fc) = k1R + k2Vpc + C (logaritma) (3.2)

    Dimana : Fc = kuat tekan,

    R = rebound,

    Vpc = pulse velocity,

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    k dan C = konstanta empiris.

    5. Pada campuran beton standar, menggunakan ordinary Portland cement, pasir kali dan batu

    kali (ukuran max 20 mm). Dengan berat semen = 300kg/m3, dan volume aggregat kasar =

    390 l/m3. Didapatkanpersamaan :

    Fc = kR + 22Vpc 94 (3.3)

    Dimana, k = faktor koreksi akibat umur beton.

    k = 1 untuk umur di bawah 13 minggu

    k = 0,9 untuk umur di atas 26 minggu

    3.4.2 Penelitian olehYun Et Al

    Dengan judul Comparative Evaluation of Nondestructive TestMethods for In-Place Strength

    Determination.

    Metode NDT yang digunakan pada penelitian ini adalah reboundhammer, ultrasonic pulse

    velocity, pull out test, probe penetration, danCapo (cut and pull out). Menggunakan compression

    test silinder dan coresebagai control atau acuan. Tujuan dalam penelitian ini

    adalahmembandingkan hasil yang didapat dari masing-masing metode, danmembuat grafik

    hubungan antara metode tersebut terhadap kuat tekancompression.

    Hasil dan kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah :

    1) Kuat tekan yang dihasilkan dari metode NDT lebih besar 2-5 kali dari kuat tekan

    compression, kecuali untuk metode pull out test.

    2) Volume aggregat kasar dan ukurannya memberikan efek terhadap koefisien variasi nilai kuat

    tekan metode NDT, kecuali pulse velocity.

    3) Untuk metode pull out test, probe penetration, Capo dibutuhkan jumlah pengujian yang lebih

    banyak jika beton mengandung aggregate > 25 mm.

    4) Terbentuk hubungan (grafik) yang baik antara kuat tekan NDT dengan kuat tekan

    compression.

  • Universitas Syiah Kuala

    Rekayasa Struktur dan Konstruksi

    5) Derajat korelasi yang terbentuk paling baik dari pull out test, diikuti Capo, kemudian

    rebound hammer, probe penetration, dan terakhir pulse velocity.

    6) Metode yang paling baik untuk memprediksi kuat tekan beton muda adalah pull out test.

    7) Metode yang baik untuk memprediksi beton dengan umur yang cukup adalah Capo, probe

    penetration, dan rebound hammer, tetapi tentu saja setelah tercipta grafik korelasi terhadap

    kuat tekan compression silinder dan core.

    8) Pulse velocity sangat baik digunakan untuk mengevaluasi keseragaman beton dan juga

    mengevaluasi dimana daerah yang rusak dari suatu struktur.

    3.4.3 Penelitian olehKarim W. Nasser dan Akthem A. Al-Manaseer

    Dengan judul Comparison of Nondestructive Tester of HardenedConcrete.Metode NDT

    yang digunakan pada penelitian ini adalah reboundhammer, ultrasonic pulse velocity, pull out

    test, probe penetration, danpin penetration. Menggunakan compression test silinder sebagai

    controlatau acuan. Tujuan dalam penelitian ini adalah membandingkan hasilyang didapat dari

    masing-masing metode, dan membuat grafik hubunganantara metode tersebut terhadap kuat

    tekan compression.

    Hasil dan kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah :

    1) Terbentuk hubungan terhadap kuat tekan beton dari masing-masingmetode.

    2) Analisa regresi dari setiap data dicari dengan menggunakan berbagaimacam pendekatan atau

    persamaan (rumus), yaitu linear, logaritma,exponensial, dan power.

    Dan kesimpulan yang didapat, bahwa persamaan yang palingmewakili untuk metode

    rebound hammer dan pin penetration adalahpersamaan linear dengan bentuk Y = A + BX,

    sedangkan untukmetode pull out test, ultrasonic pulse velocity, dan probe penetrationadalah

    persamaan power dengan bentuk Y = AXB.