makalah taufiq.docx
-
Upload
ariesyunanda -
Category
Documents
-
view
13 -
download
2
Transcript of makalah taufiq.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya
muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta
pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit
epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan
termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang
diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko
satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum
alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus
mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi, melatar
belakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal
mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme
terjadinya epilepsi dan pengobatannya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa definisi dari penyakit epilepsi?
2. Apa penyebab epilepsi?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?
4. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?
5. Bagaimana pengobatan epilepsi?
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Sedangkan yang disebut bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik yang
disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnornal dan berlebihan dari
sekelompok neuron. Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang
disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan
neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman
elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak
yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau
gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau
sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru
dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:
Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan
selanjutnya
Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
2.2 ETIOLOGI
2
Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat
dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena
dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada
waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir
ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-
anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
2.3 KLASIFIKASI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-
faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau
idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan
klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan
elektroensefalogram.
3
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi : (menurut ILAE tahun 1981)
Bangkitan parsial (fokal)
1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikis
2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
1. Bangkitan lena
Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa
di dahului aura. Kesadaran hilang selama beberapa detik, di tandai dengan
terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip
dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak, mungkin menghilang waktu remaja
atau diganti dengan serangan tonik-klonik.
2. Bangkitan mioklonik
4
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan tiba-
tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau asinkronis. Biasanya tidak ada
kehilangan kesadaran selama serangan.
3. Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya kesadaran
hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
4. Bangkitan atonik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan
total dari tonus otot dan penderita bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.
5. Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan oleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini di ikuti
sentakan bilateralyang lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubuh. Serangan ini bisa
bervariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat
lain.
6. Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis seranag klasik epilepsi
seranagn ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan taua pendengaran selama
beberapa saat yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.
Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi berdasarkan sindroma
Fokal/partial
1. Idiopatik
a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm
5
c. Primary reading epilepsi
2. Symptomatic
a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang
diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal
dan iktal, gambaran neuroimejing.
b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari
lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak
diketahui.
c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik
Epilepsi Umum
1. Idiopatik
a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
b. Benign myoclonic epilepsy in infancy
c. Childhood absence epilepsy
d. Juvenile absence epilepsy
e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
g. Other generalized idiopathic epilepsies
2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
a. West’s syndrome (infantile spasms)
b. Lennox gastaut syndrome
c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures
d. Epilepsy with myoclonic absences
3. Simtomatik
a. Etiologi non spesifik
b. Early myoclonic encephalopathy
c. Specific disease states presenting with seizures
2.4 PATOFISIOLOGI
6
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron,
yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke
intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel
terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan
konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan
badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi
membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik
dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric
acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan
terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan
fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat,
membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
7
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.
Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,
hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara
thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras
thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan
aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada
korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera
kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan
saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan
pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi
(focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan
jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan
8
inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari
presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor
NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari
reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan
epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip
kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan
adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain
kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya
dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi
lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari
resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium,
kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi
neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan
listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka
bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal
ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi
dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang
dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai
sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di
hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses
belajar.
2.5 DIAGNOSA
Pedoman Umum
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
1. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
merupakan bangkitan epilepsi
2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah
bankitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana. (lihat klasifikasi ILAE
1981)
9
3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, tentukan sindrom epilepsi apa yang
ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit apa yang diderita oleh pasien. (lihat
klasifikasi ILAE 1989).
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi
berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran
epileptiform pada EEG.
2.6 PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium
yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan
tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.
Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka
diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar
sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya
mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita
yang mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus merupakan keadaan
darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena.
Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek
samping.
Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak
menyebabkan hiperaktivitas. Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk
memantau fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum
berdasarkan resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-
kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah jumlah obat
anti-kejang di dalam darah.
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika
terjadi serangan epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita
tidak terjatuh, melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan
memasang bantal di bawah kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri,
sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh
ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal.
10
Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan
untuk mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus
kalosum). Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau
efek sampingnya tidak dapat ditoleransi.
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka
mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,
penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi
eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik
GABA ergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai sekarang ini
antara lain karbamazepin, klobazam, klonazepam, felbamate, gabapentin,
lamotrigin, levetirasetam, oksarbazepin, fenobarbital, fenitoin, pregabalin,
tiagabine, topiramat, asam valproat. Protokol penanggulangan terhadap status
epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital
atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium
berperan dalam memblok loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa
obat antiepilepsi selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan
obat-obat lain yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang.
Melihat banyaknya efek samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara
tepat yang efektif sangat perlu mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada
kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.
Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron
sebagai aktivator terhadapreseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-
5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor
NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang
bisa menstimulasi kematian dari sel.
Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan
antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam
penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat
antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai
mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor
NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA). Pada hewan percobaan
ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat
tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi. Dari data
11
penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita
epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi
dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan
obat CNS lainnya. Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai
antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein
SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di
sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam
mendasar pada karakter serta pendistribusian molekul protein sebagai
antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada hewan percobaan bahwa pemberian
levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi sebagai
antikonvulsan.
12
KESIMPULAN
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan
saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan
sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua
hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks
yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan
cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman
elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak
yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Berdasarkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya dan epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya
diketahui. Penyebab spesifik dari epilepsi adalah kelainan yang terjadi selama
perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang
dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami
cidera. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan pada otak. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy
yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak
atau kelainan pembuluh darah otak. Radang atau infeksi pada otak dan selaput
otak. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-
faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau
idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan
13
klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan
elektroensefalogram.
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,
hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara
thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras
thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan
aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada
korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera
kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan
saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan
pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka
mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,
penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi
eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik
GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi. Penggunaan levetirasetam sebagai obat
antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas
levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita-penyakit
susunan saraf lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif.
14
15
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 43 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Suka Maju, desa Tenggulun, Aceh Tamiang
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 06 Februari 2015
No. Rekam Medik : 16-28-37
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : kebas-kebas sebelah badan kiri
Telaah :
Pasien datang ke RSUD Aceh Tamiang diantar oleh keluarga pada tanggal
6 Februari 2015 pukul WIB dengan keluhan kebas-kebas badan sebelah kiri
dialami pasien sejak ± 1 tahun yang lalu. Namun kebas-kebas ini memberat sejak
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebas yang dikuti dengan lemas dirasakan
oleh pasien selama ±1 minggu dan memberat 2 hari yang lalu. Kebas yang
dirasakan bersifat hilang timbul tidak tentu waktu baik siang maupun malam.
durasi kebas nya ± 1 jam, setelah di kusuk suami nya berkurang, sebelumnya
16
pasien mengatakan kepala pusing berputar (+), nyeri kepala (+), ketika tekanan
darah pasien meningkat, disertai dengan mual (+), nyeri ulu hati (+), namun
pasien sudah berobat ke mantri diberikan obat anti hipertensi dan obat nyeri ulu
hati kemudian pasien merasakan sembuh.
Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kabur (+), pitam saat melihat
benda (+), pandangan berkunang-kunang (+), pendengaran telinga kiri berkurang,
pasien, dan kejang frekuensi 1x, durasi ± 15 menit saat di rumah sakit.
Sebelumya pasien pernah mengalami kejang ketika pasien usia belasan
tahun dengan durasi ± 1 jam dan frekuensi 1 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), Hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga : DM (-), Hipertensi (+)
Riwayat Pemakaian Obat : Captopril
Anamnesis Traktus
Traktus sirkulatorius : dbn
Traktus respiratorius : dbn
Traktus digestivus : dbn
Traktus urogenitalis : dbn
Penyakit terdahulu dan kecelakaan : tidak ada
Intoksikasi dan obat-obatan : tidak ada
Anamnesis Keluarga
Faktor herediter : tidak ada
Faktor familer : tidak ada
Lain-lain : tidak dijumpai
Anamnesis Sosial
17
Kelahiran dan pertumbuhan : Lahir normal dan pertumbuhan baik
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Perkawinan dan Anak : Menikah dan mempunyai 6 orang anak
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Sensorium : CM
Tekanan darah : 220/120 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Temperatur : 36 °C
Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening : tidak ada kelainan/pembengkakan
Persendian : tidak ada kelainan
Kepala dan Leher
Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan : bebas
Kelainan panca indera : tidak ada kelainan
Rongga mulut dan gigi : tidak ada kelainan
Kelenjar parotis : tidak ada kelainan
Desah : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada Rongga abdomen
Inspeksi : simetris simetris
Palpasi : SF kiri = kanan soepel
18
Perkusi : sonor timpani
Auskultasi : vesikuler peristaltik (N)
Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis
Sensorium : Compos Mentis
Kranium
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotis
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Peningkatan tekanan intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (+)
Kejang : (-)
19
Saraf otak /Nervus Kranialis
Nervus I Meatus Nasi Dekstra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : (+) (+)
Anosmia : (-) (-)
Parosmia : (-) (-)
Hiposmia : (-) (-)
Nervus II Oculi Dekstra Oculi Sinistra
Visus : terganggu terganggu
Lapangan pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : (-) (-)
Scotoma : (-) (-)
Refleks ancaman : (+) (+)
Nervus III,IV,VI Oculi Dekstra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata : (+) (+)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : ø 3 mm ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
20
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)
Rima palpebra : ± 7 mm ±7 mm
Deviasi conjugate : (-) (-)
Fenomena Doll's eyes : sdn sdn
Strabismus : (-) (-)
Nervus V
Motorik kanan kiri
Membuka dan menutup mulut : dbn dbn
Palpasi otot masseter & temporalis : dbn dbn
Kekuatan gigitan : dbn dbn
Sensorik
Kulit : dbn dbn
Selaput lendir : dbn dbn
Refleks kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak langsung : (+) (+)
Refleks masseter : (+) (+)
Refleks bersin : (+) (+)
Nervus VII kanan kiri
Motorik
Mimik : (+) (+)
Kerut kening : (+) (+)
Menutup mata : (+) (+)
Meniup sekuatnya : bocor (-) bocor (-)
21
Memperlihatkan gigi : Simetris Simetris
Tertawa : (+) (+)
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn
Produksi kelenjar ludah : dbn
Hiperakusis : (-)
Refleks stapedial : dbn
Nervus VIII
Auditorius kanan kiri
Pendengaran : (+) (+)
Test rinne : tdp tdp
Test weber : tdp tdp
Test schwabach : tdp tdp
Vestibularis
Nistagmus :(-)
Reaksi kalori :dbn
Vertigo :(+)
Tinnitus :(-)
Nervus IX,X
Pallatum mole : dbn
Uvula : dbn/medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
22
Disfonia : (-)
Refleks muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : dbn
Nervus XI kanan kiri
Mengangkat bahu : dbn dbn
Fungsi otot sternokleidomastoideus : dbn dbn
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : medial
Sistem motorik
Trofi : eutrofi
Tonus otot : normotonus
Kekuatan otot :
ESD: E: 55555 ESS: E:44444
F:55555 F:44444
EID: E:55555 EIS: E:44444
F:55555 F:44444
23
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : berbaring
Gerakan spontan abnormal
Tremor : (+)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
lain-lain : (-)
Test sensibilitas
Eksteroseptif : menurun sebelah kiri
Proprioseptif : menurun sebelah kiri
Fungsi kortikal untuk Sensibilitas
Stereognosis : dbn
Pengenalan dua titik : dbn
Grafestesia : dbn
Refleks
Refleks fisiologis kanan kiri
Biceps : (++) (++)
Triceps : (+) (+)
Radioperidost : (++) (++)
APR : (++) (++)
KPR : (+) (+)
Strumple : (++) (++)
24
Refleks patologis kanan kiri
Babinsky : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus lutut : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Refleks primitif : (-) (-)
Koordinasi
Lenggang : (+)
Bicara : (+)
Menulis : (+)
Percobaan apraksia : dbn
Mimik : simetris
Test telunjuk - hidung : (+)
Test telunjuk - telunjuk : (+)
Diadokokinesia : (+)
Test tumit - lutut : (+)
Test Romberg : jatuh sebelah kanan
Vegetatif
Vasomotorik : dbn
25
Sudomotorik : dbn
Pilo-erektor : dbn
Miksi : dbn
Defekasi : dbn
Potens dan libido : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertebra
Bentuk : Normal
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Normal
Pinggang : Normal
Tanda perangsangan meningeal
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
Gejala-gejala serebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (+)
26
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (+)
lain-lain : (-)
Gejala-gejala Ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : compos mentis
Ingatan baru : normal
Ingatan lama : normal
Orientasi
– Diri : normal
– Tempat : normal
– Waktu : normal
– Situasi : normal
Intelegensia : normal
Daya pertimbangan : baik
Reaksi emosi : baik
Afasia
– Ekspresif : (-)
– Reseptif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
– Agnosia visual : (-)
– Agnosia jari-jari : (-)
– Akalkulia : (-)
27
– Disorientasi kanan-kiri : (-)
II.2.Kesimpulan Pemeriksaan
Status Presens
Sensorium : CM
Tekanan darah : 220/120 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36°C
Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinki II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (+)
Kejang : (-)
Saraf Kranialis
N I : Normosomia
N II, III : refleks cahaya +/+, isokor ø 3 mm
N III, IV, VI : gerakan bola mata (+)
N V : buka tutup mulut (+)
28
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran (+)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+)
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis kanan kiri
Biceps / triceps : ++/++ ++/++
KPR/APR : ++/++ ++/++
Refleks patologis kanan kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : -/- -/-
Kekuatan motorik : dalam batas normal
ESD : 55555 ESS : 44444
55555 44444
EID : 55555 EIS : 44444
55555 44444
Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 06 FEBRUARI 2015
29
JENI S PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN KETERANGAN
HEMATOLOGY
Darah rutin
Hemoglobin g % 11,2 12-16
Erithrosit mm³ 3.61 4,2-5,4
Leukosit mm³ 7.600 4000-10000
Hematokrit % 32,9 35-50
Trombosit mm³ 163.000 150000-
350000
Klinik Darah
Total Cholestrol mg/dL 197 100-200
Trigliserida mg/dL 152 100-200
Creatinin mg/dL 1,7 0,5-0,9
Asam urat mg/100 ml 12,8 2,4-5,7
PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 13 FEBRUARI 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN KETERANGAN
HEMATOLOGY
Klinik Darah
Creatinin mg/dl 1,5 0,5-0,9
SGOT u/l 58,4 <31
SGPT u/l 61 <32
Ureum mg/dl 43 10-50
Laboratorium Klinik
Natrium mEq/L 144,3 140
Kalsium mEq/L 3,44 4,0
Chlorida mEq/L 102,7 125
Diagnosa
Diagnosa Fungsional : Hemiplegia tipe LMN
Diagnosa Anatomi : Hemisfer Cerebri Unilateral
Diagnosa Etiologi : Trombus
30
Diagnosa kerja : Epilepsi Parsial Sederhana
Penatalaksanaan :
- IVFD R-Sol 20 gtt/i
- Inj. Furosemide 1amp/12 jam
- Inj. Piracetam 3gr/8 jam
- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
- Captopril 3x25 mg
FOLLOW – UP PASIEN DARI TANGGAL 7 FEBRUARI – 12 FEBRUARI
2015
7/2/2015 8/2/2015 9/2/ 2015 10/2/ 2015 11/2/ 2015 12/2/ 2015
KELUHAN
UTAMA
kebas sebelah
badan kiri (+)
mual (+)
Kebas sebelah
badan kiri (+)
nyeri kepala(+)
pusing berputar
(+)
Kebas sebelah
badan kiri (+)
nyeri kepala (+)
pusing berputar
(+)
Kebas sebelah
badan kiri (+)
nyeri kepala (+)
pusing berputar
(+) demam (+)
Kebas sebelah
badan kiri (+)
nyeri kepala (+)
pusing berputar
(+)
Kebas sebelah
badan kiri (+)
nyeri kepala (+)
pusing berputar
(+)
STATUS Kesadaran:
compos mentis
TD: 230/190
mmHg
HR: 84 x i
RR: 24 x i
T: 36,6 PC
Kesadaran:
compos mentis
TD:160/100
mmHg
HR:38 x i
RR: 24 x i
T: 38 PC
Kesadaran:
compos mentis
TD:200/110
mmHg
HR:80 x i
RR: 24 x i
T: 37 PC
Kesadaran:
compos mentis
TD:170/100
mmHg
HR:80 x i
RR: 24 x i
T: 38 PC
Kesadaran:
compos mentis
TD:140/90
mmHg
HR:80 x i
RR: 20 x i
T: 37 PC
Kesadaran:
compos mentis
TD:155/100
mmHg
HR:80 x i
RR: 24 x i
T: 37 PC
PE ↗ TIK Muntah (+)
Sakit kepala (+)
kejang (-)
Muntah (-)
Sakit kepala (+)
Demam kejang
(+)
Muntah (-)
Sakit kepala (+)
kejang (-)
Muntah (-)
Sakit kepala (+)
Demam kejang
(+)
Muntah (-)
Sakit kepala (+)
kejang (-)
Muntah (-)
Sakit kepala (+)
kejang (-)
R. (-) (-) (-) (-) (-) (-)
31
MENINGEAL
N. KRANIALIS DBN DBN DBN DBN DBN DBN
R. FISIOLOGIS DBN DBN DBN DBN DBN DBN
R.
PATOLOGIS
(-) (-) (-) (-) (-) (-)
K. MOTORIK ESD : 55555
ESS : 44444
EID : 55555
EIS : 44444
ESD : 55555
ESS : 44444
EID : 55555
EIS : 44444
ESD : 55555
ESS : 44444
EID : 55555
EIS : 44444
ESD : 55555
ESS : 44444
EID : 55555
EIS : 44444
ESD : 55555
ESS : 55555
EID : 55555
EIS : 55555
ESD : 55555
ESS : 55555
EID : 55555
EIS : 55555
DIAGNOSA Epilepsi parsial
sederhana
Epilepsi parsial
sederhana
Epilepsi parsial
sederhana
Epilepsi parsial
sederhana
Epilepsi parsial
sederhana
Epilepsi parsial
sederhana
TERAPI -Bed rest
-IVFD R Sol 10
gtt/i
- inj.ketorolac 1
amp /12 jam
-inj.ranitidin 1
amp /12 jam
-inj.lasix 1
amp/12 jam
Ksr 1x1 (p)
-captopril 3x25
mg
-amlodipin 1x10
mg (P)
-depakote 3x25
mg
-sohobion 1x1
-Bed rest
-IVFD R Sol 10
gtt/i
-inj.ketorolac 1
amp/12 jam
-inj. ranitidin 1
amp/12 jam
- lasix 1 amp/12
jam
-ksr 1x1
-captopril 3x25
mg
-amlodipin 1x10
mg
-depakote 3x25
mg
-sohobion 1x1
-Bed rest
-IVFD R Sol 20
gtt/i
-lasix 1 amp/8
jam
-captopril
3x50mg
-amlodipin 1x30
mg (CM 1)
-nadic 2x5 mg
-allupurinol
1x30
-alpentin 3x10
mg
-Bed rest
-depakote
2x500mg
-IVFD Pct
1000/8 jam
-Hct 1x 25 mg
(P)
-versilon 3x1
-depakote 3x50
mg
-fenitoin 3x100
mg
-captopril 3x50
mg
-amlodipin 1x
10 mg
-hct 1x25 (p)
-alpentine 3x10
mg
-omeprazole
2x1 mg
-candesartan
1x16 mg
-nadil 3x50 mg
-alpentine 3x30
mg
-frego 3x10 mg
-pct 3x50 mg
-amitriptilin
1x25 mg (m)
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI Edisi
Ketiga 2012
2. Oktaviana, Fitri. 2008. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical
Development and Medical application Vol. 2,No.4 Edisi November - Desember
2008.
33