makalah taufiq.docx

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu. Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi, melatar belakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit 1

Transcript of makalah taufiq.docx

Page 1: makalah taufiq.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang

berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang.  Lepasnya

muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta

pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.

Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit

epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan

termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang

diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko

satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum

alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure

pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus

mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.

Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi, melatar

belakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal

mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme

terjadinya epilepsi dan pengobatannya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa definisi dari penyakit epilepsi?

2. Apa penyebab epilepsi?

3. Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?

4. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?

5. Bagaimana pengobatan epilepsi?

1

Page 2: makalah taufiq.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan

epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.

Sedangkan yang disebut bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik yang

disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnornal dan berlebihan dari

sekelompok neuron. Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang

disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan

neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman

elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak

yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).

International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for

Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis

dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.

Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik

sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau

gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau

sinkron yang terjadi di otak.

Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru

dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:

Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya

Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan

selanjutnya

Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan

konsekuensi sosial yang ditimbulkan.

2.2 ETIOLOGI

2

Page 3: makalah taufiq.docx

Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan

penyebabnya

2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.

Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga

terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf

pada area jaringan otak yang abnormal.

Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat

dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena

dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada

waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :

1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu

menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,

minum alcohol, atau mengalami cidera.

2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir

ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-

anak.

5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

7. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis

dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

2.3 KLASIFIKASI

Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan

klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-

faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau

idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan

klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan

elektroensefalogram.

3

Page 4: makalah taufiq.docx

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi : (menurut ILAE tahun 1981)

Bangkitan parsial (fokal)

1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

a. Dengan gejala motorik

b. Dengan gejala sensorik

c. Dengan gejala otonomik

d. Dengan gejala psikis

2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

Dengan automatisme

b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

Dengan gangguan kesadaran saja

Dengan automatisme

3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)

a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan

berkembang menjadi bangkitan umum

Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)

1. Bangkitan lena

Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa

di dahului aura. Kesadaran hilang selama beberapa detik, di tandai dengan

terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip

dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak, mungkin menghilang waktu remaja

atau diganti dengan serangan tonik-klonik.

2. Bangkitan mioklonik

4

Page 5: makalah taufiq.docx

Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan tiba-

tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau asinkronis. Biasanya tidak ada

kehilangan kesadaran selama serangan.

3. Bangkitan tonik

Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot

ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya kesadaran

hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.

4. Bangkitan atonik

Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di

menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan

total dari tonus otot dan penderita bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.

5. Bangkitan klonik

Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan oleh

hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini di ikuti

sentakan bilateralyang lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang sering

asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubuh. Serangan ini bisa

bervariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat

lain.

6. Bangkitan tonik-klonik

Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis seranag klasik epilepsi

seranagn ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan taua pendengaran selama

beberapa saat yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.

Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi berdasarkan sindroma

Fokal/partial

1. Idiopatik

a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm

5

Page 6: makalah taufiq.docx

c. Primary reading epilepsi

2. Symptomatic

a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang

diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal

dan iktal, gambaran neuroimejing.

b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari

lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak

diketahui.

c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik

Epilepsi Umum

1. Idiopatik

a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions

b. Benign myoclonic epilepsy in infancy

c. Childhood absence epilepsy

d. Juvenile absence epilepsy

e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

g. Other generalized idiopathic epilepsies

2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

a. West’s syndrome (infantile spasms)

b. Lennox gastaut syndrome

c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures

d. Epilepsy with myoclonic absences

3. Simtomatik

a. Etiologi non spesifik

b. Early myoclonic encephalopathy

c. Specific disease states presenting with seizures

2.4 PATOFISIOLOGI

6

Page 7: makalah taufiq.docx

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai

kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial

membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron,

yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke

intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel

terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,

sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan

konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.

Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan

badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi

membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni

neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik

dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel

neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-

neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin

sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric

acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan

terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan

fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat,

membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan

polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan

seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh

ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan

letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur

dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan

epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses

inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang

epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang

7

Page 8: makalah taufiq.docx

menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang

peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti

ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi

otak.

Patofisiologi Epilepsi Umum

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara

lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,

onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan

pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik

kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa

hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,

hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara

thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras

thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan

aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada

korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

Patofisiologi Anatomi Seluler

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera

kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan

saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada

cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam

mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan

pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak.

Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi

(focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan

jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.

Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh

ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan

8

Page 9: makalah taufiq.docx

inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari

presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor

NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari

reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan

epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip

kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan

adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain

kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya

dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi

lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari

resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium,

kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi

neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan

listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.

Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka

bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal

ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi

dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang

dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai

sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di

hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses

belajar.

2.5 DIAGNOSA

Pedoman Umum

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

1. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal

merupakan bangkitan epilepsi

2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah

bankitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana. (lihat klasifikasi ILAE

1981)

9

Page 10: makalah taufiq.docx

3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, tentukan sindrom epilepsi apa yang

ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit apa yang diderita oleh pasien. (lihat

klasifikasi ILAE 1989).

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi

berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran

epileptiform pada EEG.

2.6 PENGOBATAN

Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium

yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan

tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.

Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka

diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar

sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya

mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita

yang mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus merupakan keadaan

darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena.

Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek

samping.

Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak

menyebabkan hiperaktivitas. Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk

memantau fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum

berdasarkan resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-

kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah jumlah obat

anti-kejang di dalam darah.

Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika

terjadi serangan epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita

tidak terjatuh, melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan

memasang bantal di bawah kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri,

sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh

ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal.

10

Page 11: makalah taufiq.docx

Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan

untuk mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus

kalosum). Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau

efek sampingnya tidak dapat ditoleransi.

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik

GABA ergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai sekarang ini

antara lain karbamazepin, klobazam, klonazepam, felbamate, gabapentin,

lamotrigin, levetirasetam, oksarbazepin, fenobarbital, fenitoin, pregabalin,

tiagabine, topiramat, asam valproat. Protokol penanggulangan terhadap status

epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital

atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium

berperan dalam memblok loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa

obat antiepilepsi selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan

obat-obat lain yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang.

Melihat banyaknya efek samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara

tepat yang efektif sangat perlu mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada

kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.

Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron

sebagai aktivator terhadapreseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-

5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor

NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang

bisa menstimulasi kematian dari sel.

Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan

antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam

penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat

antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai

mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor

NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA). Pada hewan percobaan

ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat

tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi. Dari data

11

Page 12: makalah taufiq.docx

penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita

epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi

dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan

obat CNS lainnya. Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai

antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein

SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di

sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam

mendasar pada karakter serta pendistribusian molekul protein sebagai

antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada hewan percobaan bahwa pemberian

levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi sebagai

antikonvulsan.

12

Page 13: makalah taufiq.docx

KESIMPULAN

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan

saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan

sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua

hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks

yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan

cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman

elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak

yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).

International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for

Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis

dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.

Berdasarkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu

epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan

penyebabnya dan epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya

diketahui. Penyebab spesifik dari epilepsi adalah kelainan yang terjadi selama

perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang

dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami

cidera. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang

mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat

menyebabkan kerusakan pada otak. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy

yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak

atau kelainan pembuluh darah otak. Radang atau infeksi pada otak dan selaput

otak. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan

klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-

faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau

idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan

13

Page 14: makalah taufiq.docx

klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan

elektroensefalogram.

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara

lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,

onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan

pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik

kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa

hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,

hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara

thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras

thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan

aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada

korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera

kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan

saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada

cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam

mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan

pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak.

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik

GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi. Penggunaan levetirasetam sebagai obat

antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas

levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita-penyakit

susunan saraf lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif.

14

Page 15: makalah taufiq.docx

15

Page 16: makalah taufiq.docx

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 43 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Dsn. Suka Maju, desa Tenggulun, Aceh Tamiang

Status : Menikah

Pekerjaan : IRT

Tanggal Masuk : 06 Februari 2015

No. Rekam Medik : 16-28-37

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : kebas-kebas sebelah badan kiri

Telaah :

Pasien datang ke RSUD Aceh Tamiang diantar oleh keluarga pada tanggal

6 Februari 2015 pukul WIB dengan keluhan kebas-kebas badan sebelah kiri

dialami pasien sejak ± 1 tahun yang lalu. Namun kebas-kebas ini memberat sejak

± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebas yang dikuti dengan lemas dirasakan

oleh pasien selama ±1 minggu dan memberat 2 hari yang lalu. Kebas yang

dirasakan bersifat hilang timbul tidak tentu waktu baik siang maupun malam.

durasi kebas nya ± 1 jam, setelah di kusuk suami nya berkurang, sebelumnya

16

Page 17: makalah taufiq.docx

pasien mengatakan kepala pusing berputar (+), nyeri kepala (+), ketika tekanan

darah pasien meningkat, disertai dengan mual (+), nyeri ulu hati (+), namun

pasien sudah berobat ke mantri diberikan obat anti hipertensi dan obat nyeri ulu

hati kemudian pasien merasakan sembuh.

Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kabur (+), pitam saat melihat

benda (+), pandangan berkunang-kunang (+), pendengaran telinga kiri berkurang,

pasien, dan kejang frekuensi 1x, durasi ± 15 menit saat di rumah sakit.

Sebelumya pasien pernah mengalami kejang ketika pasien usia belasan

tahun dengan durasi ± 1 jam dan frekuensi 1 kali.

Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), Hipertensi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga : DM (-), Hipertensi (+)

Riwayat Pemakaian Obat : Captopril

Anamnesis Traktus

Traktus sirkulatorius : dbn

Traktus respiratorius : dbn

Traktus digestivus : dbn

Traktus urogenitalis : dbn

Penyakit terdahulu dan kecelakaan : tidak ada

Intoksikasi dan obat-obatan : tidak ada

Anamnesis Keluarga

Faktor herediter : tidak ada

Faktor familer : tidak ada

Lain-lain : tidak dijumpai

Anamnesis Sosial

17

Page 18: makalah taufiq.docx

Kelahiran dan pertumbuhan : Lahir normal dan pertumbuhan baik

Imunisasi : Lengkap

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Perkawinan dan Anak : Menikah dan mempunyai 6 orang anak

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Sensorium : CM

Tekanan darah : 220/120 mmHg

Frekuensi nadi : 80 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Temperatur : 36 °C

Kulit dan Selaput Lendir : tidak ada kelainan

Kelenjar Getah Bening : tidak ada kelainan/pembengkakan

Persendian : tidak ada kelainan

Kepala dan Leher

Bentuk dan posisi : bulat dan medial

Pergerakan : bebas

Kelainan panca indera : tidak ada kelainan

Rongga mulut dan gigi : tidak ada kelainan

Kelenjar parotis : tidak ada kelainan

Desah : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada Rongga abdomen

Inspeksi : simetris simetris

Palpasi : SF kiri = kanan soepel

18

Page 19: makalah taufiq.docx

Perkusi : sonor timpani

Auskultasi : vesikuler peristaltik (N)

Genitalia

Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Neurologis

Sensorium : Compos Mentis

Kranium

Bentuk : bulat

Fontanella : tertutup

Palpasi : teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotis

Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan Meningeal

Kaku kuduk : (-)

Tanda Kernig : (-)

Tanda Laseque : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinski II : (-)

Peningkatan tekanan intrakranial

Muntah : (-)

Sakit kepala : (+)

Kejang : (-)

19

Page 20: makalah taufiq.docx

Saraf otak /Nervus Kranialis

Nervus I Meatus Nasi Dekstra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : (+) (+)

Anosmia : (-) (-)

Parosmia : (-) (-)

Hiposmia : (-) (-)

Nervus II Oculi Dekstra Oculi Sinistra

Visus : terganggu terganggu

Lapangan pandang

Normal : (+) (+)

Menyempit : (-) (-)

Hemianopsia : (-) (-)

Scotoma : (-) (-)

Refleks ancaman : (+) (+)

Nervus III,IV,VI Oculi Dekstra Oculi Sinistra

Gerakan bola mata : (+) (+)

Nistagmus : (-) (-)

Pupil

Lebar : ø 3 mm ø 3 mm

Bentuk : bulat bulat

20

Page 21: makalah taufiq.docx

Refleks cahaya langsung : (+) (+)

Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)

Rima palpebra : ± 7 mm ±7 mm

Deviasi conjugate : (-) (-)

Fenomena Doll's eyes : sdn sdn

Strabismus : (-) (-)

Nervus V

Motorik kanan kiri

Membuka dan menutup mulut : dbn dbn

Palpasi otot masseter & temporalis : dbn dbn

Kekuatan gigitan : dbn dbn

Sensorik

Kulit : dbn dbn

Selaput lendir : dbn dbn

Refleks kornea

Langsung : (+) (+)

Tidak langsung : (+) (+)

Refleks masseter : (+) (+)

Refleks bersin : (+) (+)

Nervus VII kanan kiri

Motorik

Mimik : (+) (+)

Kerut kening : (+) (+)

Menutup mata : (+) (+)

Meniup sekuatnya : bocor (-) bocor (-)

21

Page 22: makalah taufiq.docx

Memperlihatkan gigi : Simetris Simetris

Tertawa : (+) (+)

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn

Produksi kelenjar ludah : dbn

Hiperakusis : (-)

Refleks stapedial : dbn

Nervus VIII

Auditorius kanan kiri

Pendengaran : (+) (+)

Test rinne : tdp tdp

Test weber : tdp tdp

Test schwabach : tdp tdp

Vestibularis

Nistagmus :(-)

Reaksi kalori :dbn

Vertigo :(+)

Tinnitus :(-)

Nervus IX,X

Pallatum mole : dbn

Uvula : dbn/medial

Disfagia : (-)

Disartria : (-)

22

Page 23: makalah taufiq.docx

Disfonia : (-)

Refleks muntah : (+)

Pengecapan 1/3 belakang lidah : dbn

Nervus XI kanan kiri

Mengangkat bahu : dbn dbn

Fungsi otot sternokleidomastoideus : dbn dbn

Nervus XII

Lidah

Tremor : (-)

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Ujung lidah sewaktu istirahat : medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : medial

Sistem motorik

Trofi : eutrofi

Tonus otot : normotonus

Kekuatan otot :

ESD: E: 55555 ESS: E:44444

F:55555 F:44444

EID: E:55555 EIS: E:44444

F:55555 F:44444

23

Page 24: makalah taufiq.docx

Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : berbaring

Gerakan spontan abnormal

Tremor : (+)

Khorea : (-)

Ballismus : (-)

Mioklonus : (-)

Atetosis : (-)

Distonia : (-)

Spasme : (-)

Tic : (-)

lain-lain : (-)

Test sensibilitas

Eksteroseptif : menurun sebelah kiri

Proprioseptif : menurun sebelah kiri

Fungsi kortikal untuk Sensibilitas

Stereognosis : dbn

Pengenalan dua titik : dbn

Grafestesia : dbn

Refleks

Refleks fisiologis kanan kiri

Biceps : (++) (++)

Triceps : (+) (+)

Radioperidost : (++) (++)

APR : (++) (++)

KPR : (+) (+)

Strumple : (++) (++)

24

Page 25: makalah taufiq.docx

Refleks patologis kanan kiri

Babinsky : (-) (-)

Oppenheim : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (-)

Klonus lutut : (-) (-)

Klonus kaki : (-) (-)

Refleks primitif : (-) (-)

Koordinasi

Lenggang : (+)

Bicara : (+)

Menulis : (+)

Percobaan apraksia : dbn

Mimik : simetris

Test telunjuk - hidung : (+)

Test telunjuk - telunjuk : (+)

Diadokokinesia : (+)

Test tumit - lutut : (+)

Test Romberg : jatuh sebelah kanan

Vegetatif

Vasomotorik : dbn

25

Page 26: makalah taufiq.docx

Sudomotorik : dbn

Pilo-erektor : dbn

Miksi : dbn

Defekasi : dbn

Potens dan libido : tidak dilakukan pemeriksaan

Vertebra

Bentuk : Normal

Scoliosis : (-)

Hiperlordosis : (-)

Pergerakan

Leher : Normal

Pinggang : Normal

Tanda perangsangan meningeal

Laseque : (-)

Cross Laseque : (-)

Test Lhermitte : (-)

Test Naffziger : (-)

Gejala-gejala serebelar

Ataksia : (-)

Disartria : (-)

Tremor : (+)

26

Page 27: makalah taufiq.docx

Nistagmus : (-)

Fenomena rebound : (-)

Vertigo : (+)

lain-lain : (-)

Gejala-gejala Ekstrapiramidal

Tremor : (-)

Rigiditas : (-)

Bradikinesia : (-)

Dan lain-lain : (-)

Fungsi Luhur

Kesadaran kualitatif : compos mentis

Ingatan baru : normal

Ingatan lama : normal

Orientasi

– Diri : normal

– Tempat : normal

– Waktu : normal

– Situasi : normal

Intelegensia : normal

Daya pertimbangan : baik

Reaksi emosi : baik

Afasia

– Ekspresif : (-)

– Reseptif : (-)

Apraksia : (-)

Agnosia

– Agnosia visual : (-)

– Agnosia jari-jari : (-)

– Akalkulia : (-)

27

Page 28: makalah taufiq.docx

– Disorientasi kanan-kiri : (-)

II.2.Kesimpulan Pemeriksaan

Status Presens

Sensorium : CM

Tekanan darah : 220/120 mmHg

Frekuensi nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Temperatur : 36°C

Perangsangan Meningeal

Kaku kuduk : (-)

Tanda Kernig : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinki II : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah : (-)

Sakit kepala : (+)

Kejang : (-)

Saraf Kranialis

N I : Normosomia

N II, III : refleks cahaya +/+, isokor ø 3 mm

N III, IV, VI : gerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+)

28

Page 29: makalah taufiq.docx

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+)

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

N XII : lidah dijulurkan medial

Refleks Fisiologis kanan kiri

Biceps / triceps : ++/++ ++/++

KPR/APR : ++/++ ++/++

Refleks patologis kanan kiri

H/T : -/- -/-

Babinski : -/- -/-

Kekuatan motorik : dalam batas normal

ESD : 55555 ESS : 44444

55555 44444

EID : 55555 EIS : 44444

55555 44444

Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 06 FEBRUARI 2015

29

Page 30: makalah taufiq.docx

JENI S PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN KETERANGAN

HEMATOLOGY

Darah rutin

Hemoglobin g % 11,2 12-16

Erithrosit mm³ 3.61 4,2-5,4

Leukosit mm³ 7.600 4000-10000

Hematokrit % 32,9 35-50

Trombosit mm³ 163.000 150000-

350000

Klinik Darah

Total Cholestrol mg/dL 197 100-200

Trigliserida mg/dL 152 100-200

Creatinin mg/dL 1,7 0,5-0,9

Asam urat mg/100 ml 12,8 2,4-5,7

PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 13 FEBRUARI 2015

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN KETERANGAN

HEMATOLOGY

Klinik Darah

Creatinin mg/dl 1,5 0,5-0,9

SGOT u/l 58,4 <31

SGPT u/l 61 <32

Ureum mg/dl 43 10-50

Laboratorium Klinik

Natrium mEq/L 144,3 140

Kalsium mEq/L 3,44 4,0

Chlorida mEq/L 102,7 125

Diagnosa

Diagnosa Fungsional : Hemiplegia tipe LMN

Diagnosa Anatomi : Hemisfer Cerebri Unilateral

Diagnosa Etiologi : Trombus

30

Page 31: makalah taufiq.docx

Diagnosa kerja : Epilepsi Parsial Sederhana

Penatalaksanaan :

- IVFD R-Sol 20 gtt/i

- Inj. Furosemide 1amp/12 jam

- Inj. Piracetam 3gr/8 jam

- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam

- Captopril 3x25 mg

FOLLOW – UP PASIEN DARI TANGGAL 7 FEBRUARI – 12 FEBRUARI

2015

7/2/2015 8/2/2015 9/2/ 2015 10/2/ 2015 11/2/ 2015 12/2/ 2015

KELUHAN

UTAMA

kebas sebelah

badan kiri (+)

mual (+)

Kebas sebelah

badan kiri (+)

nyeri kepala(+)

pusing berputar

(+)

Kebas sebelah

badan kiri (+)

nyeri kepala (+)

pusing berputar

(+)

Kebas sebelah

badan kiri (+)

nyeri kepala (+)

pusing berputar

(+) demam (+)

Kebas sebelah

badan kiri (+)

nyeri kepala (+)

pusing berputar

(+)

Kebas sebelah

badan kiri (+)

nyeri kepala (+)

pusing berputar

(+)

STATUS Kesadaran:

compos mentis

TD: 230/190

mmHg

HR: 84 x i

RR: 24 x i

T: 36,6 PC

Kesadaran:

compos mentis

TD:160/100

mmHg

HR:38 x i

RR: 24 x i

T: 38 PC

Kesadaran:

compos mentis

TD:200/110

mmHg

HR:80 x i

RR: 24 x i

T: 37 PC

Kesadaran:

compos mentis

TD:170/100

mmHg

HR:80 x i

RR: 24 x i

T: 38 PC

Kesadaran:

compos mentis

TD:140/90

mmHg

HR:80 x i

RR: 20 x i

T: 37 PC

Kesadaran:

compos mentis

TD:155/100

mmHg

HR:80 x i

RR: 24 x i

T: 37 PC

PE ↗ TIK Muntah (+)

Sakit kepala (+)

kejang (-)

Muntah (-)

Sakit kepala (+)

Demam kejang

(+)

Muntah (-)

Sakit kepala (+)

kejang (-)

Muntah (-)

Sakit kepala (+)

Demam kejang

(+)

Muntah (-)

Sakit kepala (+)

kejang (-)

Muntah (-)

Sakit kepala (+)

kejang (-)

R. (-) (-) (-) (-) (-) (-)

31

Page 32: makalah taufiq.docx

MENINGEAL

N. KRANIALIS DBN DBN DBN DBN DBN DBN

R. FISIOLOGIS DBN DBN DBN DBN DBN DBN

R.

PATOLOGIS

(-) (-) (-) (-) (-) (-)

K. MOTORIK ESD : 55555

ESS : 44444

EID : 55555

EIS : 44444

ESD : 55555

ESS : 44444

EID : 55555

EIS : 44444

ESD : 55555

ESS : 44444

EID : 55555

EIS : 44444

ESD : 55555

ESS : 44444

EID : 55555

EIS : 44444

ESD : 55555

ESS : 55555

EID : 55555

EIS : 55555

ESD : 55555

ESS : 55555

EID : 55555

EIS : 55555

DIAGNOSA Epilepsi parsial

sederhana

Epilepsi parsial

sederhana

Epilepsi parsial

sederhana

Epilepsi parsial

sederhana

Epilepsi parsial

sederhana

Epilepsi parsial

sederhana

TERAPI -Bed rest

-IVFD R Sol 10

gtt/i

- inj.ketorolac 1

amp /12 jam

-inj.ranitidin 1

amp /12 jam

-inj.lasix 1

amp/12 jam

Ksr 1x1 (p)

-captopril 3x25

mg

-amlodipin 1x10

mg (P)

-depakote 3x25

mg

-sohobion 1x1

-Bed rest

-IVFD R Sol 10

gtt/i

-inj.ketorolac 1

amp/12 jam

-inj. ranitidin 1

amp/12 jam

- lasix 1 amp/12

jam

-ksr 1x1

-captopril 3x25

mg

-amlodipin 1x10

mg

-depakote 3x25

mg

-sohobion 1x1

-Bed rest

-IVFD R Sol 20

gtt/i

-lasix 1 amp/8

jam

-captopril

3x50mg

-amlodipin 1x30

mg (CM 1)

-nadic 2x5 mg

-allupurinol

1x30

-alpentin 3x10

mg

-Bed rest

-depakote

2x500mg

-IVFD Pct

1000/8 jam

-Hct 1x 25 mg

(P)

-versilon 3x1

-depakote 3x50

mg

-fenitoin 3x100

mg

-captopril 3x50

mg

-amlodipin 1x

10 mg

-hct 1x25 (p)

-alpentine 3x10

mg

-omeprazole

2x1 mg

-candesartan

1x16 mg

-nadil 3x50 mg

-alpentine 3x30

mg

-frego 3x10 mg

-pct 3x50 mg

-amitriptilin

1x25 mg (m)

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: makalah taufiq.docx

1. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI Edisi

Ketiga 2012

2. Oktaviana, Fitri. 2008. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical

Development and Medical application Vol. 2,No.4 Edisi November - Desember

2008.

33