Makalah Tata Guna Biologi Kel. 6

63
MAKALAH TATA GUNA BIOLOGI PERANAN ILMU BIOLOGI DALAM BIDANG PERTAMBANGAN SYIFA RIZKA Y. ABI ABIDIN FITRI KAMILAWATI KANIA AULIA D. SYA SYA SHANIDA 140410120015 140410120016 140410120036 140410120055 140410120074 KELOMPOK 6 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN

description

Tata Guna Biologi

Transcript of Makalah Tata Guna Biologi Kel. 6

MAKALAH TATA GUNA BIOLOGIPERANAN ILMU BIOLOGI DALAM BIDANG PERTAMBANGAN

SYIFA RIZKA Y.ABI ABIDINFITRI KAMILAWATIKANIA AULIA D.SYA SYA SHANIDA

140410120015140410120016140410120036140410120055140410120074

KELOMPOK 6

DEPARTEMEN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR 2015ABSTRAK

Industri pertambangan di Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu sumber investasi yang sangat menjanjikan. Hingga saat ini, sektor pertambangan tetap menjadi salah satu sektor utama yang menggerakan roda perekonomian Indonesia. Sangat disayangkan bahwa disamping kontribusinya yang besar pada perekonomian Indonesia, aktivitas pertambangan tersebut pada umumnya menyebabkan kerusakan dan perubahan bentuk lahan karena menggunakan metode penambangan terbuka. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan kegiatan reklamasi yang diharapkan dapat memulihkan kondisi ekosistem seperti kondisi awalnya. Kegiatan reklamasi lahan bekas pertambangan tersebut diketahui melibatkan penerapan banyak ilmu pengetahuan, terutama cabang-cabang ilmu biologi seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan mikrobiologi. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja peran ilmu biologi dalam aktivitas sektor industri pertambangan termasuk dalam proses reklamasi lahan bekas pertambangan itu sendiri. Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, diketahui bagaimana perubahan ekosistem dan keanekaan organisme yang akan terjadi jika suatu proyek berlangsung melalui penerapan ilmu AMDAL serta bagaimana pemanfaatan isolat mikroba yang berpotensi biomining maupun biodegradasi, proses yang ramah lingkungan untuk proses pemanenan logam skala industri, serta cara yang baik untuk mendegradasi limbah pertambangan melalui penerapan ilmu mikrobiologi.Kata Kunci: industri pertambangan, reklamasi lahan bekas pertambangan, AMDAL, mikrobiologi

ABSTRACTThe mining industry is well known as one of the most promising sources of investment in Indonesia. Until now, the mining sector remains one of the main sectors that drive the economy of Indonesia. It is unfortunate that despite a large contribution to the Indonesian economy, the mining activity in general also cause damage and deformation of land for the open pit mining method. To overcome these problems, reclamation activities are expected to restore the damaged ecosystem as a result of the mining industry activities. Former mining land reclamation activities are known to involve the application of a lot of science, especially the branches of biology such as EIA (Environmental Impact Assessment) and microbiology. The purpose of this paper is to find out the role of biology in the mining industry sector activities included in the ex-mining land reclamation process itself. Based on the results of a literature study that has been done, known how changes in ecosystems and diversity of organisms that would occur if a project progresses through the application of EIA and how the use of potential microbial isolates in biomining and biodegradation, environmentally friendly process for industrial-scale metal extraction process, as well as the best way to degrade mining waste through the application of microbiology.

Key words: mining industry, former mining land reclamation, EIA, microbiology

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIndustri pertambangan telah lama dikenal menjadi salah satu investasi yang sangat menjanjikan sekaligus merupakan salah satu sektor industri yang memiliki sumbangsih besar bagi Indonesia. Melalui industri ini, pendapatan ekspor negara Indonesia dapat meningkat, begitupun dengan pembangunan daerah serta peningkatan aktivitas ekonominya. Karena itulah tidak mengherankan apabila sektor industri pertambangan ini begitu populer di Indonesia mengingat perannya yang cukup besar dalam mendukung perekonomian nasional. Sayangnya, industri ini memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah masih banyaknya perusahaan pertambangan yang belum memperhatikan analisis dampak lingkungan sebagai akibat yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan itu sendiri.Kegiatan pasca penambangan seringkali mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, seperti hilangnya fungsi proteksi tanaman terhadap tanah, menurunnya keanekaragaman hayati, degradasi daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, dan masuknya logam-logam berat ke badan perairan (Sabtanto, 2010). Kegiatan sektor industri pertambangan juga menyebabkan terjadinya lahan kritis karena hilangnya vegetasi penutup tanah, adanya tekanan berat dari pukulan air hujan, erosi, sentuhan langsung cahaya matahari dan terjadinya pemadatan tanah akibat aktifitas alat berat (Adisoemarto, S. 2004).Untuk menanggulangi berbagai dampak lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan tersebut, perlu dilakukan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang untuk memperbaiki kondisi areal yang terbuka. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya (Adisoemarto, S. 2004). Penerapan ilmu biologi pada proses reklamasi tersebut sangat dibutuhkan, salah satunya melalui pengaplikasian ilmu ekologi restorasi. Ekologi restorasi merupakan penerapan cabang ilmu ekologi yang berperan dalam usaha pemulihan ekosistem yang rusak.Peranan ilmu biologi dalam sektor industri pertambangan tidak hanya dalam hal reklamasi. Selain berperan penting dalam usaha pemulihan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan pertambangan, ilmu biologi pun memiliki peranan vital lainnya sejak dimulainya suatu aktivitas pertambangan hingga aktivitas tersebut berakhir. Penerapan ilmu Analisis Mengenai Dampak Lingungan (AMDAL) serta mikrobiologi merupakan beberapa contoh dari cabang ilmu biologi yang telah banyak membantu dalam aktivitas industri, khususnya industri pertambangan di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan lebih jelas mengenai peranan cabang-cabang ilmu biologi dalam aktivitas industri pertambangan, khususnya di Indonesia.

1.2 TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah1. Mengetahui kondisi industri pertambangan di Indonesia2. Mengetahui dampak aktivitas industri pertambangan di Indonesia terhadap lingkungan sekitar3. Mengetahui peran biologi pada aktivitas industri pertambangan di Indonesia.

1.3 Identifikasi Masalah1. Bagaimana kondisi industri pertambangan di Indonesia2. Apa saja dampak yang telah ditimbulkan dari aktivitas industri pertambangan terhadap lingkungan3. Bagaimana peranan biologi pada industri pertambangan di Indonesia. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi PertambanganDalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang (Salim, 2008).2.2Usaha PertambanganUndang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kostruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan bahan-bahan galian dibedakan menjadi 8 (delapan) macam, yaitu (Salim, 2008)1. Penyelidikan umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.2. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.3. Operasi produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.4. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.5. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batu bara dan mineral ikutannya.6. Pengolahan dan pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batu bara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.7. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batu bara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.8. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas (Salim, 2008):1. Pertambangan mineral2. Pertambangan batubara.Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat resiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus dipahami bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang. Tahapan kegiatan perencanaan tambang meliputi penaksiran sumberdaya dan cadangan, perancangan batas penambangan (final/ultimate pit limit), pentahapan tambang, penjadwalan produksi tambang, perancangan tempat penimbunan (waste dump design), perhitungan kebutuhan alat, dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) termasuk pengembangan masyarakat (Community Development) serta Penutupan tambang. Perencanaan tambang, sejak awal sudah melakukan upaya yang sistematis untuk mengantisipasi perlindungan lingkungan dan pengembangan pegawai dan masyarakat sekitar tambang (Arif, 2007). Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut (Suprapto, 2008): Eksplorasi Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan Pengolahan bijih dan operasional pabrik pengolahan Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukimanPengaruh pertambangan pada aspek lingkungan terutama berasal dari tahapan ekstraksi dan pembuangan limbah batuan, dan pengolahan bijih serta operasional pabrik pengolahan (Suprapto, 2008).2.3Dampak Pembangunan di Bidang Pertambangan UmumSetiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah (Salim, 2008)1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional2. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah (Salim, 2008)1. Kehancuran lingkungan hidup2. Penderitaan masyarakat adat3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan5. Kehancuran ekologi pulau-pulau6. Terjadinya pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Peranan penting ilmu biologiIndonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan dapat meningkatkan perekonomian serta devisa negara. Salah satu sektor yang sangat membantu perekonomian Negara Indonesia adalah bidang pertambangan. Negara tropis memiliki sumber daya tambang yang sangat potensial untuk dikembangkan. Bahan tambang tersebar hampir di seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang terdiri dari berbagai komoditi. Emas misalnya, cadangan emas di Indonesia mencapai 3,4 milyar ton yang terdiri dari cadangan emas primer sebesar 3,3 milyar ton dan cadangan emas aluvial sebesar 17 juta ton. Dengan cadangan yang begitu besar, peran biologi sangat penting untuk mengawasi dan mengelola sumber daya mineral Indonesia.Namun selain berpotensi negara tropis seperti Indonesia harus memperhatikan pula bagaimana mengelola hutan yang berkelanjutan agar adanya sumber daya alam yang dimanfaatkan tidak mengakibatkan adanya malapetaka bagi negara ini. Kegiatan penambangan yang dilakukan di hutan sangat berpengaruh pada ekosistem hutan dan memiliki dampak yang besar bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Saat ini banyak kegiatan pembangunan yang merusak hutan seperti pembukaan lahan ladang, pertanian, eksploitasi SDA dan akan diperparah jika kegiatan penambangan yang berlangsung tanpa memperhatikan lingkungan. Pemerintah sudah menerbitkan UU yang mengatur bagaimana kegiatan penambangan seharusnya berlangsung seperti misalnya UU No. 4 Tahun 2009. UU ini misalnya diharapkan dapat mengatur kegiatan pertambangan yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Namun UU dapat dilaksanakan jika didukung oleh semua lapisan masyarakat yang ada di dalamnya. Selain peran pemerintah ilmu pengetahuan juga sangatlah penting untuk mewujudkan hal tersebut. Ilmu yang sangat berperan dalam masalah pertambangan ini salah satunya adalah ilmu biologi. Biologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan atau makhluk hidup. Ilmu biologi memiliki berbagai cabang-cabang ilmu yang berada didalamnya yang tentunya dapat diterapkan dalam permasalahan pertambangan di Indonesia. Ilmu biologi memiliki peranan yang penting, misalnya dalam bidang ekologi seorang biolog dapat berperan dengan mengetahui apakah suatu penambangan dapat dilakukan di suatu kawasan atau tidak dengan menggunakan ilmu AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan). Ada pula peran dalam bidang mikrobiologi untuk membantu proses pemanenan logam ramah lingkungan. Selain itu dengan ilmu biologi dapat pula dilakukan bioremediasi untuk mendegradasi limbah hasil tambang dll. Peranan biologi sangatlah luas dan apabila dipelajari dan diterapkan dapat membantu pertambangan lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

3.2 Kegiatan pertambangan di IndonesiaIndonesia kaya dengan sumber daya alam, khususnya bahan tambang. Saat ini, Indonesia, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Selain itu, dari potensi bahan galiannya untuk batubara, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk produksi emas (Dwiarto, 2014). Karena kekayaannya kegiatan pertambangan ini dapat terus berlanjut dan mengincar kawasan hutan lindung dan konservasi. Dari beberapa data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa, saat ini terdapat 150 perusahaan yang telah mengantongi izin Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membuka tambang di kawasan-kawasan tersebut. Perusahaan-perusahaan ini akan segera membuka usahanya pada kawasan hutan seluas 11.441.852 ha yang tersebar di Sumatera Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua (Ardhana, 2010). Hal ini menjadikan hutan terancam obyek kegiatan pertambangan termasuk wilayah yang sangat sensitif dari sisi konservasi dan telah ditunjuk fungsinya sebagai kawasan hutan lindung atau konservasi. Hutan lindung tersebut sesuai fungsinya sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan dan harus melindungi tata air (hidroorologis) atas kawasan di sekitarnya untuk kehidupan. Sedangkan kawasan hutan konservasi berfungsi melestarikan ekosistem dan perlindungan keanekaragaman hayati pada kawasan tersebut seperti termuat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1990 (Ardhana, 2010). Bahan galian tambang di Indonesia seringkali dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni (Karliansyah, 2001) : 1. Bahan galian metalliferous : emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. 2. Bahan nonmetalliferous : batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. 3. Bahan galian yang digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornament termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.3.3 Macam-macap metode penambangan umum1. Tambang TerbukaPenambangan dengan metoda tambang terbuka adalah suatu kegiatan penggalian bahan galian seperti batubara, ore (bijih), batu dan sebagainya di mana para pekerja berhubungan langsung dengan udara luar.dan iklim. Tambang terbuka (open pit mining) juga disebut dengan open cut mining; adalah metoda penambangan yang dipakai untuk menggali mineral deposit yang ada pada suatu batuan yang berada atau dekat dengan permukaan (Ahmad, 2014).1. Tambang Bawah TanahTambang bawah tanah adalah kegiatan pertambangan yang di lakukan dibawah permukaan tanah untuk mengambil bahan mineral. Karena letak cadangan yang umumnya berada jauh dibawah tanah, jalan masuk perlu dibuat untuk mencapai lokasi cadangan. Jalan masuk dapat dibedakan menjadi beberapa: 1) Ramp, jalan masuk ini berbentuk spiral atau melingkar mulai dari permukaan tanah menuju kedalaman yang dimaksud. Ramp biasanya digunakan untuk jalan kendaraan atau alat-alat berat menuju dan dari bawah tanah. 2) Shaft, yang berupa lubang tegak (vertikal) yang digali dari permukaan menuju cadangan mineral. Shaft ini kemudian dipasangi semacam lift yang dapat difungsikan mengangkut orang, alat, atau bijih. 3) Adit, yaitu terowongan mendatar (horisontal) yang umumnya dibuat disisi bukit atau pegunungan menuju ke lokasi bijih. (Ahmad, 2014).1. Tambang Bawah AirPenambangan bawah laut adalah proses pengambilan mineral yang relatif baru dilakukan di dasar samudra. Situs penambangan samudra biasanya berada di sekitar kawasan nodul polimetalik atau celah hidrotermal aktif dan berada pada kedalaman 1.400 - 3.700 meter di bawah permukaan laut. Celah tersebut menciptakan deposit sulfida, yang berisikan logam mulia seperti perak, emas, tembaga, mangan, kobalt, dan seng. Deposit tersebut ditambang menggunakan pompa hidrolik atau sistem ember yang mengangkut bijih ke permukaan untuk diproses. Mengenai operasi penambangan, penambangan bawah laut memunculkan pertanyaan mengenai kerusakan lingkungan terhadap daerah sekitar (Ahmad, 2014).

Gambar 3.1. Macam metode penambangan a)Tambang terbuka, b)Tambang bawah tanah, c)Tambang bawah air

3.4 Dampak kegiatan penambangan United Nations Environment Programme (UNEP, 1999 dalam Karliansyah, 2001) menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut: Kerusakan habitat dan biodiversitas pada lokasi pertambangan Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan Terdapat limbah tambang dan pembuangan tailing Kecelakaan/ terjadinya longsoran tailing Emisi Udara Debu Perubahan Iklim Pelumpuran dan perubahan aliran sungai buangan tambang Perubahan air tanah Limbah B3 dan bahan kimia Kebisingan Radiasi Toksisitas logam berat

Gambar 3.2 Kerusakan ekosistem hutan akibat pembuangan tailing(PT. Freeport Indonesia, 1998)

Gambar 3.3 Timbunan limbah batuan di lokasi penambangan emasPT Newmont Minahasa RayaKegiatan pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan.

Gambar 3.4 Lahan reklamasi bekas tambang timah, ditambang oleh PETI, tidak direklamasi kembali, Belitung

Menurut Jordan (1985 dalam Rahmawaty, 2002), intensitas gangguan ekosistem ikategorikan menjadi tiga, yaitu :1. Ringan, apabila struktur dasar suatu ekosistem tidak terganggu, sebagai contoh jika ebatang pohon besar mati atau kemudian roboh yang menyebabkan pohon lain rusak, atau penebangan kayu yang dilakukan secara selektif dan hati-hati,1. Menengah, apabila struktur hutannya rusak berat/hancur, namun produktifitasnya tanahnya tidak menurun, misalnya penebangan hutan primer untuk ditanami jenis tanaman lain seperti kopi, coklat, palawija dan lain-lainnya,3.5 Peran biologi dalam AMDAL pertambanganMenurut PP 27 tahun 1999 AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Karena proyek-proyek pertambangan mengakibatkan kerusakan lingkungan, maka perusahaan pertambangan dituntut oleh hukum untuk menggunakan piranti pengambilan keputusan dan perencanaan yang dinamakan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Sebuah AMDAL menjelaskan bagaimana sebuah proyek bisa mempengaruhi manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air, dan kualitas udara di suatu kawasan. Ini bisa juga dilihat pada masalah-masalah sosial, seperti penggusuran warga dan hilangnya sumberdaya kultural, seperti mata pencaharian tradisional, tempat-tempat bersejarah atau yang bermakna spiritual, dsb. Sebuah AMDAL juga harus mendorong cara-cara pelaksanaan pekerjaan yang lebih sedikit menimbulkan kerugian, jika sebuah proyek diijinkan beroperasi (Hakim, 2010). AMDAL dapat mendukung agar kualitas lingkungan tidak rusak dengan adanya proyek-proyek penambangan yang ada di Indonesia. Hal- hal yang dikaji dalam AMDAL untuk suatu proyek dilihat dari berbagai aspek yaitu (Hakim, 2010) :1. Aspek lingkungan fisik dan kimia1. Aspek biologi atau ekologi (hewan, tumbuhan, mikroorganisme dan lingkungannya)1. Aspek sosial dan budaya 1. Kesehatan masyarakat

Dengan adanya aspek- aspek tersebut diharapkan bahwa proyek yang akan berlangsung sudah diketahui kerugian dan kelebihannya dan dapat diketahui pula pengelolaan yang baik. Aspek biologi sangatlah penting karena dengan adanya pemantauan dari aspek ini dapat diketahui bagaimana perubahan ekosistem dan keanekaan organisme yang akan terjadi jika suatu proyek berlangsung, maka peran biologi sangat berpengaruh dalam penentuan kelayakan suatu proyek (Hakim, 2010). Dengan diketahui dan dikaji aspek ekologi dan biologi baik hewan maupun tumbuhan kita dapat tahu seberapa besar kerusakan alam yang akan diakibatkan oleh suatu proyek dan apakah kerusakan itu dapat diperbaiki atau tidak.

Dalam aspek biologi, ilmu ekologi berperan untuk melihat dampak potensial yang didasarkan pada nilai-nilai biologi atau peranannya dalam lingkungan hidup. Dalam ekologi tidak ada makhluk hidup atau spesies yang tidak berguna, dalam hal ini dapat dilihat dalam rantai makanan makhluk hidup.Hal yang dilakukan biolog dalam AMDAL (Prabosono, 2011) :1. Pada tahap perencanaan harus dipelajari deskripsi rencana kegiatan pemrakarsa karena dari input tersebut dapat diperoleh output komponen kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak. Misal dipelajari apakah kegiatan ini dapat menimbulkan pencemaran1. Melakukan pengumpulan informasi data sekunder seperti peta, kajian peraturan, dan informasi kegiatan lain di sekitar dan hasil konsultasi masyarakat. Output dari tahapan ini berupa daftar komponen lingkungan hidup yang mungkin terkena dampak dan peta kasar lingkungan sekitar. Aspek biologi yang diamati antara lain : Adakah kawasan yang dilindungi/konservasi? Adakah jenis flora dan fauna dilindungi? Adakah habitat satwa dilindungi?1. Mengevaluasi dampak potensial , input utama berupa Daftar panjang semua dampak yang mungkin terjadi dan peta lokasi dampak yang mungkin terjadi, hasil konsultasi masyarakat dan kajian peraturan. Output dalam tahapan ini adalah Daftar pendek dampak yang perlu dikaji pada ANDAL dan peta dampak yang akan dikaji. Aspek biologi yang diamati antara lain :penurunan keanekaragaman satwa, flora, produktivitas ikan, penurunan kesejahteraan masyarakat dll1. Metode dan Pelaksaaan studi, input utama berupa Daftar metode yang digunakan untuk mengkaji setiap jenis dampak yang dikaji dan daftar keahlian yang mungkin dapat menangani jenis dampak yang akan dikaji. Outputnya adalah Metode yang paling tepat untuk mengkaji parameter terpilih untuk setiap jenis dampak yang dikaji dan Daftar para ahli yang dapat menangani jenis dampak yang akan dikaji. Aspek Biologi yang kaji antara lain : kemelimpahan, keragaman, perubahan nilai penting, luas tutupan vegetasi dll.

Menurut Karliansyah (2001) AMDAL mencakup 2 aktivitas yaitu pertama kajian dampak lingkungan dari proyek dan sebuah laporan tertulis yang menjelaskan dampak-dampak tersebut. Biasanya ini menjadi tanggung jawab perusahaan yang mengelola proyek dan bisa melibatkan atau tidak melibatkan partisipasi komunitas. Dan yang kedua mengadakan pertemuan-pertemuan publik yang memungkinkan komunitas terkena dampak mengevaluasi proyek sebelum proyek mulai berjalan.3.6 Peran mikrobiologi dalam bidang pertambangan Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang banyak membantu dalam pengolahan produk-produk baik makanan, industri maupun pertambangan. Dari bidang mikrobiologi ini kita dapat mengetahui bahwa biologi juga berperan dalam produksi logam yang ramah lingkungan dalam proses pertambangan selain itu terdapat pula mikroorganisme yang dapat digunakan untuk bioremediasi lahan bekas tambang untuk direklamasi. Secara umum peran yang di berikan dalam kegiatan terkait mikrobiologi ini adalah menemukan isolat mikroba yang berpotensi biomining maupun biodegradasi, mengetahui proses yang ramah lingkungan untuk proses pemanenan logam skala industri, mengetahui cara yang baik untuk mendegradasi limbah pertambangan. 1. Biomining (ekstraksi bahan tambang menggunakan mikroorganisme)Biomining merupakan pendekatan baru untuk ekstraksi mineral yang diinginkan dari bijih yang sudah dieksplorasi oleh industri pertambangan. Berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan bahan kimia beracun dan dengan proses suhu yang ekstrim, metode biomining memanfaatkan mikroorganisme untuk mengekstraksi mineral. Dengan demikian, biomining lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014). Mikroba melalui ilmu mikrobiologi dan biotekhnologi dapat dimanfaatkan untuk memanen bijih maupun sisa logam yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti tembaga, seng, nikel bahkan dapat melepaskan emas dan perak dari mineral pirit (Brierley and Brierley, 1999 dalam Santosa, 2004). Kelompok mikroba tersebut dikenal dengan istilah mikroba penambang atau biominer. Menurut Rawlings (2004) dalam Widyati (2008), ekstrak logam pada proses biomining dilarutkan ke dalam air, sehingga proses ini disebut bioleaching sedangkan khusus untuk recovery emas dari lumpur tailing digunakan istilah biooksidasi. Menurut Rawlings dan Silver (1995) dalam Widyati (2008), ekstraksi logam dengan mikroba lebih ekonomis dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan ekstraksi secara kimia. Kadar logam yang terlalu rendah dibandingkan dengan mineral yang mengikatnya mengakibatkan ekstraksi secara kimia menjadi tidak ekonomis dibandingkan dengan perolehan logam. Metode bioleaching juga tidak memerlukan energi dalam jumlah besar seperti yang digunakan untuk proses peleburan dan pembakaran pada proses pengambilan logam secara tradisional. Di samping itu, metode bioleaching lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan proses-proses secara fisika kimia karena proses ini menggunakan proses yang terjadi di alam. Sebagai contoh pada proses peleburan dan pembakaran akan menghasilkan gas berbahaya misalnya SO2, hal tersebut tidak terjadi pada proses bioleaching. Mikroorganisme dapat menjadi agen biomining melalui mekanisme pelarutan mineral sulfide oleh BOS atau bakteri pengoksidasi sulfur. Peranan BOS pada proses solubilisasi logam adalah menyediakan asam sulfat untuk menangkap proton dan mengoksidasi besi menjadi ion feri untuk melarutkan mineral. Bakteri yang telah dibuktikan efektif untuk melepaskan logam-logam komersial antara lain T. ferrooxidans dan L. ferrooxidans (Brierley and Brierley, 1999 dalam Santosa, 2004). Sejak tahun 1950-an bakteri tersebut telah digunakan untuk melepaskan logam-logam dari limbah bahan galian (tailing). Beberapa tahun terakhir dilaporkan bahwa 11% dari produksi tembaga (Cu) di USA dan 20% produk tembaga di dunia (Brierley and Brierley, 1999 dalam Santosa, 2004) diproduksi melalui teknologi bioleaching dengan bakteri T. ferrooxidans. Valenzulaa et al. (2006) dalam Widyati (2008) melaporkan bahwa sejak diterapkan teknik biomining di Chili (negara penghasil tembaga kelas atas dunia) produksi tembaganya meningkat 400.000 ton per tahun.

Gambar 3.5 Bakteri T.ferrooxidans yang dikembangkan dalam medium dan morfologinyaMikroorganisme pengoksida besi dan sulfur digunakan untuk melepaskan tembaga, emas, dan uranium dari mineral sulfida. Untuk pengolahan emas kebanyakan industri pabrik pengolahan untuk biooksidasi konsentrat emas dioperasikan dengan menggunakan kultur campuran bakteri mesofilik dari genus Acidithiobacillus atau Leptospirillum ferrooxidans. Dengan menggunakan bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans untuk melarutkan pirit dari bijih perolehan dapat ditingkatkan dan sekaligus mengurangi biaya operasional. (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).

Gambar 3.6 Kandungan emas yang masih terkunci dalam mineral pirit

Biomining skala industri Untuk melakukan proses biomining dengan skala industri digunakan bioreactor berupa tangki-tangki yang dapat melakukan proses bioleaching dengan bantuan mikroorganisme didalamnya. Selain itu ada pula cara lain dengan bijih atau konsentrat yang diletakkan di dumping area, kemudian dialiri dengan air yang sudah ada inokulum bakterinya atau suspensi mineral yang sudah dihaluskan 1. BioreaktorPada desain umum bijih ditimbun pada lapisan yang kedap air dan disiram dengan cairan leaching yang didistribusikan ke permukaan timbunan dan sistem koleksi yang didesain sedemikian rupa di bawah timbunan bijih. Larutan asam untuk leaching dialirkan melalui bijih yang dihancurkan menghasilkan mikroba yang tumbuh memproduksi Fe3+ (ferric iron) dan asam pada pencairan metal. Sementara pada sistem aerasi terdapat dua jenis yaitu proses yang pasif, dengan mengalirkan ke reaktor bersamaan dengan pengaliran solusi atau dengan cara aktif dengan memompa udara ke dalam tumpukan bijih dengan melalui pipa yang dipasang pada lantai tumpukan. Solusi yang mengandung metal dialirkan dari tumpukan dan dikumpulkan pada lokasi tertentu dan dikirim ke pabrik pengolahan untuk memperoleh mineral berharganya (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).

Gambar 3.7 Operasi tangki bioleaching (a) Brazil (b) Peru (c) China (d) Ghana2. Heap reactor Heap Reactor lebih murah dibangun dan dioperasikan, oleh karenanya sangat cocok untuk diaplikasikan pada tambang dengan kandungan bijih grade rendah dibandingkan dengan bioreaktor (stirred-tank reactor). Akan tetapi, heap reactor juga memiliki kelemahan yaitu proses aerasi relatif lebih sulit dan tidak efisien. Sedangkan pada bioreaktor kondisinya homogen, pengaliran udara konstan, pH, temperatur, konsentrasi nutrien, dan pertumbuhan mikroba di dalam reaktor dapat terukur dan di atur proporsinya. Sementara pada heap reactor pH bervariasi pada skala mikro dan makro, bijih biasanya bercampur dengan pengotornya (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).Heap reactor juga lebih sulit untuk menginokulasi kultur mikroba dibandingkan dengan bioreaktor. Perbedaan mikroba berarti juga terdapat perbedaan mineral yang diserap pada temperatur yang sama, dan ini mungkin disebabkan oleh penyebaran spesies mikroba yang tidak merata pada timbunan bijih tersebut. Tetapi pada akhirnya populasi mikroba akan menjadi lebih merata sebagai akibat dari mobilitas mikroba yang terjadi selama pengairan. Inokulasi selama proses konstruksi timbunan dapat mengurangi variasi dan mempercepat proses. Inokulum mikroba ditambahkan dengan asam dialirkan ketika tumpukan dibuat, kemudian material halus akan menggumpal dan menempel pada material kasar (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).

Gambar 3.9 pembangunan timbunan untuk proses bioleaching skala rganic, bakteri diinokulasikan dan diperkaya pada kolam rganicPenambangan dan pengolahan terhadap lingkungan kemungkinan akan meningkatkan keunggulan kompetitif proses pemulihan logam berbasis mikroba. Penegakan hukum yang lebih ketat untuk membatasi pencemaran lingkungan (misalnya logam dan air asam tambang yang keluar dari dump area yang tidak terkontrol atau emisi rganic dari smelter) akan membuat bioleaching lebih menarik. Penggunaan bioleaching dalam recovery mineral berharga akan semakin dikenal. Selain itu, aplikasi ini akan menjadi tren karena jika deposit mineral kadar rendah yang cocok tersedia, biomining menawarkan keuntungan dari kesederhanaan operasional, dampak lingkungan dan modal yang rendah, serta biaya operasi yang sangat murah. Bahkan hingga saat ini belum ada teknologi lain yang rga menandingi (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).1. Mikroorganisme sebagai agen bioremediasiIlmu biologi begitu luas peranannya, dalam satu bidang ilmu mikrobiologi saja dapat ditemukan berbagai peranan dalam menindaklanjuti kegiatan pertambangan yang ada. Selain mikrobiologi dapat berperan dalam proses pemanenan logam dengan pemisahan logam menggunakan bakteri, mikrobiologi dengan mikroorganismenya dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan pasca tambang yaitu bioremediasi untuk lahan pasca tambang. Kegiatan pertambangan memiliki dampak positif maupun negative. Dampak yang negative kita ketahui bahwa kegiatan pertambangan dapat merusak lingkungan karena proses dibukanya hutan dan penggalian sumber tambang serta proses penambangan itu sendiri. Kondisi batuan di lahan pasca tambang yang tersisa umumnya mengandung senyawa sulfidik yang ketika teroksidasi melepaskan sulfat ke lingkungan sehingga pH lingkungan sangat rendah, sehingga peristiwa ini dikenal dengan acid mine drainage (AMD). Kondisi pH yang sangat rendah mengakibatkan unsur hara makro yang ditambahkan melalui pemupukan menjadi tidak efektif karena akan segera terikat oleh logam-logam. pH yang rendah juga akan meningkatkan kelarutan logam-logam (Tan, 1993 dalam Widyati, 2006), sehingga pada lahan bekas tambang umumnya terjadi akumulasi logam. Selain itu AMD juga dianggap merupakan penyebab terbesar rendahnya keberhasilan revegetasi. Kondisi inilah yang mengakibatkan lahan bekas tambang harus diperhatikan dan perlu peran biologi didalamnya. Salah satu bidang biologi yang dapat membantu adalah dengan menggunakan mikroorganisme atau mikrobiologi. Sebagai penghuni tanah kehidupan mikroba selalu dipengaruhi secara langsung oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tanah. Pada lahan bekas tambang perubahan tanah (fisik, kimia, dan biologi) terjadi secara rganic, sehingga di dalam ekosistem tersebut mikroba harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru, atau punah. Menurut Figuera et al. (2005) salah satu mekanisme adaptasi adalah mengubah ekspresi gen sehingga aktivitas enzim dan protein memungkinkan mereka untuk meneruskan hidup di lingkungan tersebut.Beberapa mekanisme mikroba beradaptasi pada tanah bekas tambang yang tercemar logam-logam antara lain mikroba mampu menggunakan logam sebagai sumber organik, mempresipitasikan logam dalam bentuk garam logam yang tidak larut, mengimobilisasi logam dalam dinding sel, memproduksi agen pengkelat, mengubah permeabilitas organik sel mikroba terhadap logam, dan mereduksi logam menjadi bentuk yang tidak toksik (Figuera et al., 2005). Kemampuan mikroba inilah yang dapat digunakan dalam proses detoksifikasi logam yang dikenal dengan istilah bioremediasi. Bioremediasi adalah suatu proses pemulihan polutan dengan memanfaatkan jasa makhluk hidup seperti mikroba (bakteri, fungi, khamir), tumbuhan hijau atau enzim yang dihasilkan dalam proses organisme mereka. Bagi mikroba tertentu, polutan dapat dimanfaatkan sebagai sumber organik untuk pertumbuhan mereka (Alexander, 1977). Biodegradasi logam pada lahan tambangPada tanah bekas tambang dijumpai logam-logam yang awalnya berada dalam kondisi reduktif yang berikatan dengan organisme membentuk mineral yang kompleks. Namun demikian logam-logam tersebut menjadi tersedia karena teroksidasi akibat bereaksi dengan udara dan atau air. Logam-logam Fe, Mn, Zn, Cu, Ni, dan lain-lain banyak dijumpai pada lahan bekas tambang. Di samping itu, pada pertambangan yang memerlukan pemurnian bijih banyak dijumpai logam-logam berat seperti arsen (As), merkuri (Hg) atau ba-han berbahaya lainnya misalnya sianida (CN). Salah satu contoh spesies mikroba yang terbukti mampu melakukan bioremediasi sianida adalah Pseudomonas pseudoalcaligenes (Brierley and Brierley, 1999 dalam Santosa, 2004), yang dapat menurunkan ketersediaan CN pada kolam tailing sampai 90% dalam waktu 2-3 hari pada pH 10,5. Untuk mendegradasikan merkuri (Hg) beberapa mikroba dikenal mempunyai enzim merkuri reduktase misalnya Pseudomonas putida, Geobacter metallireducens, Shewanella putrefaciens, Desulfovibrio desulfuricans, dan D. vulgaris. Kedua spesies terakhir adalah kelompok bakteri pereduksi sulfat (BPS). Penelitian yang dilakukan oleh Lovley (1995) menunjukkan bahwa remediasi merkuri dengan mikroba jauh lebih baik daripada secara kimia karena metode secara kimia selain lebih mahal juga masih menghasilkan timbunan lumpur yang mengandung Hg. Mikroba sangat berperan dalam proses pertambangan. Penemuan-penemuan mikroba yang baik dan sesuai serta penggunaan yang optimal tentunya memerlukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu mempelajari mikrobiologi yang merupakan salah satu cabang ilmu biologi merupakan suatu kebutuhan untuk kegiatan pertambangan ini. Berikut ini adalah contoh-contoh mikroorganisme beserta pemanfaatannya untuk kegiatan pertambangan (Widyati, 2008) : Tabel 3.1 Mikroorganisme dan peranannya di bidang pertambangan

3.7 Peran biologi dalam reklamasi lahan

Biologi dan restorasi atau reklamasi lahanSalah satu bagian dari ilmu biologi yang berperan dalam reklamasi dan restorasi lahan adalah ilmu ekologi. Bahkan ada pula ilmu ekologi yang sangat berperan penting dan khusus membahas ekologi restorasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan restorasi berarti sebagai suatu perbaikan atau pemulihan. Jadi ekologi restorasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan ilmu ekologi yang berupaya untuk memperbaiki atau memulihkan suatu ekosistem rusak atau mengalami gangguan, sehingga dapat pulih atau mencapai suatu ekosistem yang mendekati kondisi aslinya (Rahmawaty, 2002). Untuk merestorasi ekosistem rusak, prinsip-prinsip dan pengetahuan ekologi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan, karena hal mendasar yang harus diketahui dalam memahami berbagai masalah dalam merestorasi suatu ekosistem yang rusak. Hal mendasar tersebut seperti : pengetahuan tentang spesies, komunitas dan ekosistem, organisme, substitusi spesies, interaksi antar individu, spesies dan ekosistem, serta suksesi.Rehabilitasi lokasi penambangan dilakukan sebagai bagian dari program pengakhiran tambang yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan (Inamdar dkk., 2002). Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang. Tujuan reklamasi Merestorasi atau reklamasi ekosistem rusak bertujuan untuk (1). Protektif; dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan, mempercepat penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah, (2). Produktif; yang mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil fertility) yang lebih produktif, sehingga rga diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan lain-lain), yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya, dan (3). Konservatif; yang merupakan kegiatan untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami kearah peningkatan keanekaragaman hayati spesies rgan; serta menyelamatkan dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial rgan yang telah langka (Rahmawaty, 2002).Tahapan reklamasi Tahap-tahap yang harus diperhatikan dalam merestorasi lahan bekas tambang tersebut dikemukakan sebagai berikut (Rahmawaty, 2002) : A. Dampak Negatif dari Kegiatan Pertambangan Akibat adanya kegiatan, mengakibatkan dampak besar terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah akibat tidak adanya penutupan tajuk yang juga berakibat pada terganggunya fungsi-fungsi lainnya. Di samping itu, juga mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati (gene pool), terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan, terjadinya peningkatan erosi, dan terlepasnya logam-logam berat yang dapat masuk ke lingkungan perairan. Jika hal ini dibiarkan, maka akan mengancam kehidupan manusia. B. Soil Re-Construction Untuk mencapai tujuan restorasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka perlu dilakukan beberapa upaya seperti : rekonstruksi lahan dan manajenem top soil. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus terlebih dahulu ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis rganic bahan urugan, ketebalan, rganic tidaknya rgani aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu. Sebaiknya bahan-bahan galian dikembalikan keasalnya mendekati keadaan aslinya. Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) disarankan berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan dengan redistribusi top-soil. Untuk memperoleh kwalitas top soil yang baik, maka pada saat pengerukan, penyimpanan dan re-distribusinya harus dilakukan pengawasan yang ketat. Realokasi top-soil pada lahan tanam rga dilakukan secara rgan (perlubang) atau disebarkan merata dengan kedalaman yang memadai. Selain itu juga dilakukan revegetasi lahan kritis. C. Revegetation Constrain Strategi yang perlu diterapkan pada perbaikan kondisi tanah antara lain : perbaikan ruang tubuh, pemberian top-soil dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Hal utama yang harus diperhatikan dalam merestorasi lahan bekas tambang jika kita ingin mengadakan suatu penanaman tanaman adalah kendala tanah dan tanaman-tanaman rgan yang potensial. Menurut Bradshaw (1983), masalah-masalah yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas ini adalah masalah fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Akibat dari kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan. Masalah kimia tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara (seperti NPK dan magnesium), dan mineral toxicity. Untuk mengatasi pH yang rendah (berkaitan dengan ketersediaan posfat juga rendah) dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan mikroriza. Untuk masalah secara biologi dapat diatasi dengan pengetahuan dari ilmu-ilmu botani untuk mengetahui tanaman mana yang potensial, selaim itu diperlukan pula ilmu fisiologi untuk mengetahui adaptasi, nutrisi dan keadaan yang sesuai dengan jenis tanaman. D. Strategi untuk Merehabilitasi Untuk merehabilitasi lahan bekas tambang, diperlukan suatu strategi dalam memilih spesies. Secara ekologi, spesies tanaman yang dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Untuk itu diperlukan suatu studi awal untuk melihat apakah spesies tersebut cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang karena tajuknya terbentuk dengan cepat dan daunnya mudah dikomposisi. Dengan dilakukannya penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Menurut Lugo (1997), penanaman pohon-pohon akan memberi keuntungan bagi kegiatan rehabilitasi lahan, karena akan memungkinkan terjadinya suksesi Jump-start (permulaan yang sangat cepat), memberikan naungan, memodifikasi ekstrim dari kerusakan lahan. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang, maka usaha-usaha seperti perbaikan lahan pratanam, pemilihan spesies yang cocok, aplikasi teknik kultur yang benar, dan penggunaan pupuk biologis seperti pemberian mikroriza arbuskular perlu dilakukan. E. Post Mining Land Uses Dalam rangka mendukung upaya merestorasi lahan bekas tambang, masih dibutuhkan upaya penelitian, yaitu: bidang biologi seperti kultur penananaman, horticulture, foresty (rganicsm dan protective), wild life conservation, dan recreation. Untuk mengevaluasi sejauh mana tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, serasah yang terdekomposisi, pengurangan erosi, dan apakah tanaman tersebut dapat berfungsi sebagai filter alam yang dapat diketahui dengan percobaan-percobaan fisiologi maupun dengan survey analisis vegetasi untuk penutupan tajuk dsb. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang kita capai dalam merestorasi lahan bekas tambang.Revegetasi Untuk menananam kembali lahan tambang diperlukan penentuan jenis tanaman apa yang harus ditanam dan cocok dengan keadaan lingkungan lahan pasca tambang. Pengetahuan ini diperoleh melalui penelitian dan rganicsm dalam bidang botani maupun fisiologi tumbuhan. Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh jenis tumbuhan yang terpilih, antara lain : 1. Mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi Pada tahap awal jenis tumbuhan yang dipilih hendaknya mampu berdaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk lahan bekas tambang, kondisi lingkungan yang ekstrim seperti ketersediaan unsur hara yang rendah, suhu rganic tinggi, kamasaman tanah tinggi, drainase kurang baik, kelembaban rendah, salinitas tinggi, dan intensitas cahaya tinggi merupakan faktor-faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam memilih spesies yang akan digunakan untuk kegiatan restorasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. mengidentifikasi dan memilih jenis-jenis rgan potensial b. mengevaluasi silvical characteristic jenis dengan kondisi lingkungan setempat c. mengevaluasi jenis-jenis non-lokal yang telah tumbuh dilokasi setempat d. melakukan spesies trial dan uji provenance 2. Cepat tumbuh Jenis cepat tumbuh biasanya tidak memerlukan syarat tumbuh terlalu rumit. Kriteria ini penting karena akan terjadi penutupan yang cepat pada lahan terbuka untuk mengurangi laju aliran permukaan dan erosi. Oleh karena itu, jenis-jenis pionir pertumbuhannya cepat, rgani tajuknya melebar dan berlapis serta memiliki rgani perakaran intensif. 3. Teknik silvikultur diketahui Untuk memudahkan pelaksanaan penanaman dan pemiliharaan lanjutan, maka teknik silvikultur jenis-jenis terpilih perlu diketahui, terutama yang berhubungan dengan perlakuan biji, teknik persemaian, waktu pemindahan di lapangan sensitifitas terhadap toksisitas logam berat, dosis pupuk yang diperlukan, toleransi terhadap cahaya, genangan air, dan hama penyakit. 4. Ketersediaan bahan tanaman Kriteria ini perlu diperhatikan karena akan menentukan keberhasilan upaya dalam restorasi. Bahan tanaman berupa benih, harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik. Kelemahan utama dalam penggunaan jenis-jenis rgan adalah masalah kelangkaan benih. 5. Dapat bersimbiose dengan mikroba Mengingat keadaan lahan kritis pada umumnya merupakan lahan marginal, maka jenis-jenis yang akan ditanam dipilih dari jenis-jenis yang dapat berasosiasi dengan bakteri penambat nitrogen atau bersimbiosis dengan cendawan mikoriza, sehingga kebutuhan akan nitrogen dan fosfat tidak sepenuhnya bergantung pada pemupukan.Berikut ini adalah contoh tanaman yang berpotensi untuk revegetasi menurut Adman (2011) :Tabel 3.2 Jenis tanaman yang berpotensi untuk revegetasi lahan pasca tambang

Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang (Rahmawaty, 2002).Contoh reklamasi di IndonesiaReklamasi misalnya telah dilakukan di Indonesia oleh salah satunya PT Newmount Nusa Tenggara yang telah melakukan perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan. Selain reklamasi, PT Newmount Nusa Tenggara juga melakukan beberapa kegiatan perlindungan lingkungan seperti : pemantauan ekologi terestial dan aquatik, konservasi terumbu karang dan penyu disekitar nusa tenggara, pengelolaan air tambang, pengalihan air bersih, pemanfaatan pelumas bekas, pengelolaan tailing, pengelolaan abu batubara, hingga pemantauan ekologi udara dan air agar tetap terjaga yang tentunya membutuhkan peranan biologi di dalamnya (Mohamadi, 2013).

Contoh reklamasi di luar negeriReklamasi diluar negeri bukan hanya mengembalikan lahan tambang menjadi seperti semula tapi dirubah sedemikian rupa untuk meningkatkan perekonomian dan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan hidup. Salah satu proyek yang berhasil adalah Eden Project. Eden Project adalah salah satu contoh sucess story tentang pelaksanaan pascatambang di dunia yang bisa ditiru dan menjadi role model pengelolaan pascatambang di Indonesia. Eden Project dibangun di atas lahan bekas tambang tanah liat di dekat St Austell, Cornwall sebagai salah satu proyek Millennium Landmark sebagai tanda awal tahun 2000. Selain sebagai misi sosial, pembangunan Eden Project juga mengemban misi bisnis yaitu memperbaiki lingkungan, menjadi sumber mata pencaharian masyarakat, serta membangun hubungan yang erat dengan masyarakat (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).Secara sederhana layout Eden Project terdiri atas Rainforest Biome (tempat dijumpainya semua tanaman tropis), Mediterranean biome (tanaman-tanaman mediteranian, pohon zaitun, citrus grove), Stage (tempat pelaksanaan pertunjukan seperti freaky nature, eden session, harvest, winter festival), Core (tempat pertunjukan film, seni, arena bermain, workshops), Lift and Bridge, Land Train dan Outdoor Biome seperti ditunjukkan pada di halaman berikut ini (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014).Role model pengelolaan pascatambang seperti yang telah dilakukan di Eden Project menjadi penting bagi Indonesia karena lahan-lahan bekas tambang saat ini cenderung diterlantarkan sehingga berubah menjadi ghost town dan tidak berkelanjutan. Eden Project memberikan pelajaran bahwa melakukan pengelolaan lahan bekas tambang dapat dilakukan sebagai simbol perubahan transformatif, bahwa prinsip kolaborasi bisa merubah segalanya, dari tidak mungkin menjadi mungkin. Tantangan dunia ke depan, termasuk di Indonesia mengharuskan kita memilih jalan terbaik untuk pengelolaan bumi. Untuk itulah dibutuhkan gabungan kreativitas, kecerdikan, pemahaman, ilmu pengetahuan terutama biologi dan teknologi, pendanaan serta berkolaborasi dengan masyarakat sehingga apa yang diinginkan dan diimpikan banyak orang tentang lingkungan yang sehat, energi, dan pangan yang cukup bisa terwujud.

Fitoremediasi, Penanganan Pencemaran Lingkungan Berbasis TanamanFitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi dengan fitoremediasi mengalami perkembangan pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan metode lainnya, misalnya penambahan lapisan permukaan tanah. Fitoremediator tersebut dapat berupa herba, semak bahkan pohon. Semua tumbuhan mampu menyerap logam dalam jumlah yang bervariasi, tetapi beberapa tumbuhan mampu mengakumulasi unsur logam tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Juhaeti dkk, 2005).Fitotransformasi adalah mekanisme fitoremediasi di mana logam diinaktivasi, didegradasi atau diimmobilisasi oleh aktivitas organisme tanaman. Sedangkan fitostimulasi adalah fitoremediasi dengan cara tanaman menstimulasi aktivitas mikroba tanah untuk mendegradasi logam. Umumnya adalah mikroba yang berasosiasi dengan akar tanaman tersebut. Pada mekanisme ini tanaman mengeluarkan eksudat akar yang umumnya berupa protein, asam-asam rganic atau senyawa lain yang diperlukan oleh tanaman. Contohnya tanaman rgani mengeluarkan flavonoid yang dapat merangsang asosiasi tanaman dengan bakteri rhizobium. Beberapa genus rhizobium didapatkan mempunyai peranan dalam proses bioremediasi logam pada lahan-lahan yang tercemar karena mereka mempunyai ensim metalothionin (Khan, 2000 dalam Widyati, 2006). Contoh lain adalah tanaman berasosiasi dengan mikoriza terutama fungi mikoriza arbuskula (FMA). Menurut Davis et al. (2001), dalam membantu tanaman inangnya CMA mensekresikan senyawa pengkelat logam berat (misalnya asam rganic dan siderofor) ke dalam rizosfir atau menghasilkan ensim metal-reduktase sehingga dapat mengimobilisasi logam. Sedangkan menurut Joner and Leyval (1997), hifa ekstraradikal FMA dapat menyerap logam berat lebih banyak akan tetapi logam diimobilisasi sehingga tidak dapat diserap olehtanaman inangnya. Fitostimulasi sering juga disebut sebagai biodegradasi rizosfir. Sedangkan fitostabilisasi adalah tanaman menurunkan kemampuan mobilitas logam sehingga tidak menyebar ke tempat lain.Fitoekstraksi merupakan mekanisme fitoremediasi dimana tanaman menyerap logam dan mengakumulasikannya ke dalam biomas tanaman. Tanaman yang mempunyai mekanisme fitoekstraksi seringkali disebut sebagai akumulator. Untuk tanaman yang mempunyai kemampuan mengakumulasi lebih dari 1.000 mg/kg biomas (Ni, Cu, Co, Cr atau Pb) atau lebih dari 10.000 mg/kg biomas untuk logam Zn atau Mn disebut sebagai hiperakumulator (Baker dan Brook, 1989). Tanaman bunga matahari (Helianthus annus) selain dapat digunakan sebagai tanaman hias juga dapat mengakumulasikan/menetralkan arsen dan uranium, salah satu jenis tumbuhan paku Pteris vitata dapat menetralkan Arsen Sehingga pemanfaatan kedua jenis tumbuhan yang mempunyai bunga yang indah dan bentuk tanaman yang bagus ini dapat memberi fungsi dekorasi bagi lokasi fitoremediasi (Widyati, 2009).

Gambar 3.9. Skema mekanisme fitoremediasi rhizofiltrasi oleh tanaman

BAB IVKESIMPULAN

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dan hasil dari studi literatur diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Indonesia memiliki luasan area pertambangan yang luas baik di darat dan di laut, serta memiliki beragam sumber bahan tambang yang melimpah, namun pada pelaksanaannya masih banyak kegiatan pertambangan yang tidak memerhatikan analisis dampak lingkungan sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan termasuk masalah sosial dan ekonomi. Aktivitas pertambangan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu kerusakan habitat dan biodiversitas pada lokasi pertambangan, perubahan landskap/penggunaan lahan, terdapat limbah tambang dan pembuangan tailing, emisi udara, perubahan iklim, radiasi, toksisitas logam berat, dan lainnya. Peranan ilmu biologi terhadap aktivitas pertambangan yaitu penerapan AMDAL, penggunaan mikroorganisme dalam perbaikan lahan (Bioremediasi, Biomining, dan lainnya), ekologi restorasi, dan penggunaan tumbuhan (fitoremediasi).

DAFTAR PUSTAKA

Adman, Burhanuddin. 2012. Potensi Jenis Pohon Lokal Cepat Tumbuh untuk Pemulihan Lingkungan Lahan Pascatambang Batubara. Tesis. Magister Ilmu Lingkungan Universitas Dipenogoro SemarangAlexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Willey and Son. New York.Ardhana, I Putu Gede. 2010. Konservasi Keanekaragaman Hayati pada Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 15(2) : 71-77Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.Baker, A.J.M. and R.R. Brooks. Terrestrial higher plants which hyperaccumulate metallic elements - A review of their distribution, ecology and phytochemistry. Biorecovery (1989), 1:81-126.Davis, M.A, J.F. Murphy and R.S. Boyd. 2001. Nickel increases susceptibility of a Nickel hyper-accumulator to turnip mozaic virus. J. Env. Qual. 30: 85-90.Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2014. Warta Minerba : Edisi XX. Jakarta : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik IndonesiaDwiarto, David. 2014. Potensi dan Tantangan Pertambangan Indonesia. Figuera, E.M.A.P., A.I.G. Lima and S.I.A. Pereira. 2005. Cadmium Tolerance Plasticity in Rhizobium leguminosarum bv. Viciae: Gluta-thione as a Detoxifying Agent. Can. J. Microbiol. 51: 7-14.Hakim, A. 2010. Analisa Peran Stakeholder terhadap Managemen Lingkungan pada Proek Pertambangan Bauksit. Program Teknik Sipil Universitas Indonesia http://www.ima-api.com/. Diakses 26 Februari 2015 pukul 20.11 WIBInamdar, A., dan Makinuddin, N., 2002. Kelian Mine Closure Steering Committee, Independent Facilitators Report.Joner, E.J. and C. Leyval. 1997. Uptake of 109Cd by roots and hyphae of Glomus mossae and Trifolium subterraneum mycorhyza from soil amended with high and low concentration of cadmium. New Phytol. 135: 105-113.Juhaeti, Titi,. F. Syarif,. N. Hidayati. 2005. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas. Jurnal Biodiversitas, ISSN: 1412-033X, Volume 6, Nomor 1 Januari 2005 Halaman: 31-33.Karliansyah, M.R. 2001. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan. Jakarta : Pusat pengembangan dan penerapan AMDAL BAPEDALRahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.Salim, H. S.2008. Hukum Pertambangan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.Suprapto, Sabtanto Joko. 2008. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Buletin. Vol. 3 No. 1.Tarmizi, Ahmad. 2014. Teknik Pertambangan Batubara. http://ahmad-tarmizi.blogspot.com/2014/06/teknik-pertambangan-batubara.html. Diakses 27 Februari 2015 pukul 11.12 WIB.Widyati, Enny. 2009. Kajian Fitoremediasi Sebagai Salah Satu Upaya Menurunkan Akumulasi Logam Akibat Air Asam Tambang Pada Lahan Bekas Tambang Batubara. Jurnal Tekno Hutan Tanaman Vol.2 No.2, Agustus 2009, 67 75.