Makalah Sp Eter Dan Epoksida - Copy

54
Bab II Pembahasan Senyawa Eter Eter/Alkoksi Alkana Struktur umum dari eter Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R— O—R', dengan R dapat berupa alkil maupun aril . Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH 3 -CH 2 -O-CH 2 -CH 3 ). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin . 1. Rumus Umum Eter atau alkoksi alkana adalah golongan senyawa yang mempunyai dua gugus alkil yang terikat pada satu atom oksigen. Dengan demikian eter mempunyai rumus umum : R–O–R1 dimana R dan R1 adalah gugus alkil, yang boleh sama boleh tidak. Contoh : CH 3 –CH 2 –O–CH 2 –CH 3 R = R1(eter homogen) CH 3 –O–CH 2 –CH 2 –CH 3 R - R1(eter majemuk)

Transcript of Makalah Sp Eter Dan Epoksida - Copy

Bab II

Pembahasan

Senyawa Eter

Eter/Alkoksi Alkana

Struktur umum dari eter

Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R

dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan 

anestetik  dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam

kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa 

karbohidrat dan lignin.

1. Rumus Umum

Eter atau alkoksi alkana adalah golongan senyawa yang mempunyai dua gugus alkil

yang terikat pada satu atom oksigen. Dengan demikian eter mempunyai rumus umum : R–O–

R1 dimana R dan R1 adalah gugus alkil, yang boleh sama boleh tidak.

Contoh :

CH3–CH2–O–CH2–CH3

R = R1(eter homogen)

CH3–O–CH2–CH2–CH3

R - R1(eter majemuk)

2. Penamaan Eter

Ada dua cara penamaan senyawa-senyawa eter, yaitu :

1) Menurut IUPAC, eter diberi nama sesuai nama alkananya dengan awalan “ alkoksi “ dengan

ketentuan sebagai berikut :

– rantai karbon terpendek yang mengikat gugus fungsi –O– ditetapkan sebagai gugus fungsi

alkoksinya.

– rantai karbon yang lebih panjang diberi nama sesuai senyawa alkananya

2) Menurut aturan trivial, penamaan eter sebagai berikut :

- menyebutkan nama kedua gugus alkil yang mengapit gugus –O– , kemudian diberi akhiran

eter.

Contoh : 

Tabel 5.3 TATA NAMA ETER

Rumus Struktur Eter  Nama IUPAC  Nama Trivial

CH3–CH2–O–CH2–CH3  Etoksi etana  Dietil eter / etil etil eter

CH3–O–CH2–CH2–CH3  Metoksi propane  Metil propil eter

CH3–CH2–O–CH2–CH2–CH3  Etoksi propane  Etil propil eter

TATANAMA ETER

• Eter sederhana sering dinamai dengan nama radikofungsional umum.

• Tuliskan kedua gugus yang terikat pada atom oksigen (sesuai urutan abjad) dan tambahkan

kata eter.

CH3OCH2CH3 CH3CH2OCH2CH3 C6H5OC

CH3

CH3

CH3

tert-Butil fenil eter

Dietil eterEtil metil eter

• Nama substitutif IUPAC harus dipakai untuk menamai eter yang rumit dan senyawa

dengan lebih dari satu ikatan eter.

• Dalam sistem IUPAC, eter dinamai sebagai alkoksialkana, alkoksialkena, dan alkoksiarena.

• Gugus RO- merupakan suatu gugus alkoksi.

• Dua eter siklik yang sering dipakai sebagai solven memiliki nama umum tetrahidrofuran

(THF) dan 1,4-dioksana.

Menurut trivial tata nama eter didasarkan pada nama gugus alkil atau aril yang terikat pada

atom oksigen. Urutan namanya sesuai dengan abjad dan diakhiri dengan kata –eter.

Menurut sistem IUPAC, gugus –OR disebut gugus alkoksi sehingga penataan nama senyawa

eter dimulai dengan nama gugus alkoksi diikuti oleh nama rantai utamanya. Gugus alkoksi

dianggap sebagai cabang yang terikat pada rantai induk. Beberapa contoh penamaan eter dapat

dilihat pada tabel berikut.

CH3CHCH2CH2CH3

2-Metoksipentana

OCH3

CH3CH3CH2O

1-Etoksi-4-metilbenzena

CH3OCH2CH2OCH3

1,2-DimetoksietanaO

Tetrahidrofuran

(oksasiklopentana)

O

O

Dioksana

(1,4-dioksasikloheksana)

Tabel Penataan Nama Eter Menurut Trivial dan IUPAC

Senyawa eter dapat juga berbentuk siklik. Eter siklik yang beranggotakan tiga termasuk

golongan epoksida, dan merupakan hasil oksidasi dari alkena.

Contoh yang paling sederhana adalah, etilen oksida atau lebih dikenal dengan nama oksirana.

Oleh karena itu, nama senyawa epoksida sering diturunkan dari nama alkenanya sebelum

dioksidasi menjadi eter, dan diberi akhiran –oksida atau dengan nama kedua alkil yang terikat

pada oksirana dan diberi akhiran –oksirana.

b. Isomeri Fungsional

Seperti telah diuraikan di atas bahwa eter dan alkohol memiliki kemiripan dalam strukturnya.

Rumus strukturnya adalah :

R–O–H (alkohol) 

R–O–R (eter)

Beberapa contoh alkohol dan eter yang memiliki rumus molekul sama ditunjukkan pada tabel

berikut.

Tabel Isomer Fungsional Eter dan Alkohol

Berdasarkan Tabel, alkohol dan eter memiliki rumus molekul sama, tetapi rumus strukturnya

berbeda. Jadi, dapat dikatakan bahwa alkohol dan eter berisomeri struktur satu sama lain.

Di samping isomer struktur, eter dan alkohol juga memiliki gugus fungsional berbeda. Oleh

sebab itu, dapat dikatakan bahwa eter berisomeri fungsional dengan alkohol. Isomer fungsional

adalah rumus molekul sama, tetapi gugus fungsi beda.

Struktur dan Ikatan

Eter memiliki ikatan C-O-C yang bersudut ikat sekitar 110° dan jarak C-O sekitar 140

pm. Sawar rotasi ikatan C-O sangatlah rendah. Menurut teori ikatan valensi, hibridisasi oksigen

pada senyawa eter adalah sp3.

Oksigen lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada pada

posisi alfa relatif terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa hidrokarbon.

Walau demikian, hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa hidrogen keton.

Struktur Eter

• Eter berbeda dari alkohol, dimana atom oksigen dari suatu eter terikat pada dua atom

karbon. Gugus hidrokarbon dapat berupa alkil, alkenil, vinil, atau aril.

• Eter memiliki rumus umum R-O-R atau R-O-R’ dimana R’ adalah gugus alkil yang

berbeda dari gugus R.

• Eter = air dimana kedua atom hidrogen diganti dengan gugus alkil.

O1100

Dimetil eter

CH3

CH3

R

O

R

Rumus umum suatu eter

atau

R’

O

R

Eter Primer, Sekunder dan Tertier

Bentuk perkataan "eter primer", "Eter sekunder", dan "eter tertiar (peringkat ketiga) " adalah

penggunaan bermusim dan merujuk kepada atom karbon bersebelahan dengan oksigen eter .

Dalam eter primer karbon ini dikaitkan hanya kepada karbon lain seperti dalam dietil eter CH3-

CH2-O-CH2-CH3. salah Satu contoh eter sekunder adalah diisopropil eter (CH3)2CH-O-

CH(CH3)2 dan contoh ether tertiar adalah di-tert-butil eter (CH3)3C-O-C(CH3)3.

C O C

Gugus fungsional

suatu eter

CH2H2C

O

Etilen oksida

O

Tetrahidrofuran

(THF)ETER SIKLIK

Eter sekunder (diisopropil eter) Eter tertiar (di-tert-butil eter)

Dimetil eter, satu eter primer, satu sekunder dan satu tertiar.

Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana, adalah cairan mudah terbakar

yang jernih, tak berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas. Anggota paling umum

dari kelompok campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter ini merupakan

sebuah isomernya butanol. Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan sebagai

pelarut biasa dan telah digunakan sebagai anestesi umum. Eter dapat dilarutkan dengan

menghemat di dalam air (6.9 g/100 mL).

Dietil eter merupakan sebuah pelarut laboratorium yang umum dan memiliki kelarutan terbatas

di dalam air, sehingga sering digunakan untuk ekstrasi cair-cair. Karena kurang rapat bila

dibandingkan dengan air, lapisa eter biasanya berada paling atas. Sebagai salah satu pelarut

umum untuk reaksi Grignard, dan untuk sebagian besar reaksi yang lain melibatkan berbagai

reagen organologam, Dietil eter sangat penting sebagai salah satu pelarut dalam produksi

plastik selulosa sebagai selulosa asetat.[4] Dietil eter memiliki angka setana yang tinggi, 85

sampai 96, digunakan sebagai salah satu cairan awal untuk mesin diesel dan bensin[5] karena

keatsiriannya yang tinggi dan temperatur autosulutan.

Sebagian besar dietil eter diproduksi sebagai produk sampingannya fase-uap hidrasinya etilena

untuk menghasilkan etanol. Proses ini menggunakan dukungan solid katalis asam fosfat dan

bisa disesuaikan untuk menghasilkan eter lebih banyak lagi.[4] Fase-uap dehidrasinya etanol

pada sejumlah katalis alumina bisa menghasilkan dietil eter sampai 95%[9] .

Dietil eter bisa dipersiapkan di dalam labolatorium dan pada sebuah skala industri oleh sintesis

eter asam. Etanol dicampur dengan asam yang kuat, biasanya asam sulfat, H2SO4. Disosiasi

asam menghasilkan ion hidrogen, H+. Sebuah ion hidrogen memprotonasi atom oksigen

elektronegatifnya etanol, memberikan muatan positif ke molekul etanol:

CH3CH2OH + H+ → CH3CH2OH2+

Sebuah atom oksigen nukleofilnya etanol tak terprotonasi mengsubsitusi molekul air

(elektrofil), menghasilkan air, sebuah ion hidrogen dan dietil eter.

CH3CH2OH2+ + CH3CH2OH → H2O + H+ + CH3CH2OCH2CH3

Reaksi ini harus berlangsung pada suhu yang lebih rendah dari 150°C agar tidak menghasilkan

sebuah produk eliminasi (etilena). Pada temperatur yang lebih tinggi, etanol akan terdehidrasi

untuk membentuk etilena. Reaki menghasilkan dietil eter adalah kebalikannya, sehingga pada

akhir reaksi akan tercapai kesetimbangan antara reaktan dengan produk. Untuk menghasilkan

eter yang bagus maka eter harus disuling dari campuran reaksi sebelum eter kembali menjadi

etanol, dengan memanfaatkan prinsip Le Chatelier .

Reaksi lainnya yang bisa digunakan untuk mempersiapkan eter adalah sintesis eter Williamson,

dimana sebuah alkoksida (yang dihasilkan dengan memisahkan/menguraikan sebuah logam

alkali di dalam alkohol) melakukan substitusi nukleofilik di sebuah alkil halida (haloalkana).

Struktur Serupa

Eter tidak boleh disamakan dengan gugus-gugus sejenis berikut yang mempunyai stuktur

serupa - R-O-R.

Senyawa aromatik seperti furan di mana oksigen adalah sebahagian daripada sistem

aromatik.

Senyawa dengan atom-atom karbon yang bersebelahan dengan oksigen terikat dengan

oksigen, nitrogen, atau sulfur:

Ester R-C(=O)-O-R

Asetal R-CH(-O-R)-O-R

Aminal R-CH(-NH-R)-O-R

Anhidrida R-C(=O)-O-C(=O)-R

3. Sifat-Sifat Eter

- Sifat-sifat fisika

Molekul-molekul eter tidak dapat berikatan hidrogen dengan sesamanya, sehingga

mengakibatkan senyawa eter memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan

dengan alkohol.

Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat, sehingga dipol C-O

tidak dapat meniadakan satu sama lainnya. Eter lebih polar daripada alkena, namun tidak

sepolar alkohol, ester, ataupun amida. walau demikian, keberadaan dua pasangan elektron

menyendiri pada atom oksigen eter, memungkinkan eter berikatan hidrogen dengan molekul

air.Eter dapat dipisahkan secara sempurna melalui destilasi.

Eter siklik seperti tetrahidrofuran dan 1,4-dioksana sangat larut dalam air karena atom

oksigennya lebih terpapar ikatan hidrogen dibandingkan dengan eter-eter alifatik lainnya.

Beberapa alkil eter

Eter StrukturTitik

lebur (°C)

Titik

didih (°C)

Kelarutan dalam

1 L H2O

Momen dipol

(D)

Dimetil eter CH3-O-CH3 -138,5 -23,0 70 g 1,30

Dietil eterCH3CH2-O-

CH2CH3

-116,3 34,4 69 g 1,14

Tetrahidrofuran O(CH2)4 -108,4 66,0Larut pada semua

perbandingan1,74

Dioksana O(C2H4)2O 11,8 101,3Larut pada semua

perbandingan0,45

Untuk lebih spesifiknya eter mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1) Titik didih rendah sehingga mudah menguap

2) Sulit larut dalam air, karena kepolarannya rendah

3) Sebagai pelarut yang baik senyawa-senyawa organik yang tak larut dalam air

4) Mudah terbakar

5) Pada umumnya bersifat racun

6) Bersifat anastetik (membius)

7) Eter sukar bereaksi, kecuali dengan asam halida kuat (HI dan H Br)

SIFAT FISIK ETER

• Eter memiliki titik didih yang sebanding dengan hidrokarbon dengan berat molekul yang

sama.

• Titik didih dietil eter (MW = 74) adalah 34,6ºC, dan pentana (MW = 72) adalah 36ºC.

• Molekul-molekul alkohol dapat berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen,

sementara eter dan hidrokarbon tidak dapat.

• Meskipun demikian, eter juga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa

seperti air.

• Eter memiliki kelarutan dalam air yang sebanding dengan alkohol dengan berat molekul

yang sama.

• Sangat berbeda bila dibandingkan dengan hidrokarbon.

• Dietil eter & 1-butanol memiliki kelarutan yang sama dalam air, sekitar 8 g per 100 mL

pada suhu kamar.

• Sebaliknya, pentana secara nyata tidak larut dalam air.

4. Kegunaan Eter

Senyawa-senyawa eter yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara

lain :

1) Dietil eter (etoksi etana) biasanya digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik,

selain itu dietil eter banyak digunakan sebagai zat arestesi (obat bius) di rumah sakit.

2) MTBE (Metil Tertier Butil Eter),Senyawa eter ini digunakan untuk menaikan angka oktan

besin menggantikan kedudukan TEL / TML, sehingga diperoleh bensin yang ramah

lingkungan. Sebab tidak menghasilkan debu timbal (Pb2+) seperti bila digunakan TEL / TML

c. Sifat dan Kegunaan Eter

Tidak seperti alkohol, eter tidak memiliki ikatan hidrogen antar molekul sehingga titik didih

eter di bawah titik didih alkohol untuk jumlah atom karbon yang sama, misalnya etanol dan

dimetil eter. Etanol berisomer dengan dimetil eter (C2H6O), tetapi wujudnya berbeda. Pada

suhu kamar, dimetil eter berwujud gas, sedangkan etanol berwujud cair.

Eter kurang larut di dalam pelarut air dibandingkan alkohol. Hal ini disebabkan eter memiliki

kepolaran rendah. Walaupun sesama molekul eter tidak terjadi antaraksi, tetapi eter dapat

berantaraksi dengan air dan alkohol. Makin tinggi rantai alkil dalam eter makin kurang

kelarutannya di dalam air.

Eter tidak bereaksi dengan hampir semua oksidator maupun reduktor. Demikian juga dalam

asam dan basa, eter cenderung stabil, kecuali pada suhu tinggi. Karena itu, eter sering

digunakan sebagai pelarut untuk reaksi-reaksi organik.

Tabel Sifat Fisika Eter (Titik Didih dan Kelarutan)

Di samping kegunaannya sebagai anestetik, dietil eter secara luas dipakai sebagai pelarut untuk

lemak, lilin, atau zat-zat lain yang kurang larut dalam air. Divinil eter (CH2=CH–O–CH=CH2)

memiliki kemampuan anastetik tujuh kali lebih besar daripada dietil eter.

Pada umumnya eter bersifat racun, tetapi jauh lebih aman jika dibandingkan kloroform untuk

keperluan obat bius.

Proses pembuatan eter dari alcohol

Penggunaan eter harus hati-hati karena mudah terbakar. Umumnya eter dibuat dari dehidrasi

alkohol. Dietil eter dapat dibuat melalui pemanasan etanol dengan asam sulfat pekat pada suhu

sekitar 140 °C hingga reaksi dehidrasi sempurna.

Sintesis eter secara besar-besaran dengan metode illiamson, yaitu reaksi antara alkil halida

dengan alkoksi atau fenoksi, persamaan reaksinya secara umum:

Sumber :

1. Drs. Damin Sumardjo. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tahun 2006

2. Yayan Sunarya, Agus Setiabudi. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung : PT. Setia

Purna Inves. Tahun 2007

* Kelebihan Eter *

1. Pembelahan eter

Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral

seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan sangat lambat.

Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:

ROCH3 + HBr → CH3Br + ROH

Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-. Beberapa jenis eter

dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam beberapa kasus aluminium

klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil bromida. Bergantung pada

substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai jenis reagen seperti basa

kuat.

2. Pembentukan peroksida

Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat

membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen (ataupun

udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida yang dihasilkan

dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran jarang digunakan

sebagai pelarut.

3. Sebagai basa Lewis

Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat dapat

memprotonasi oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat membentuk

kompleks denganboron trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3.OEt2). Eter juga berkooridasi dengan

Mg(II) dalam reagen Grignard. Polieter (misalnya eter mahkoya) dapat mengikat logam dengan

sangat kuat.

4. Sintesis

Sintesis Eter

1. Dehidrasi alkohol

• Alkohol mengalami dehidrasi membentuk alkena.

• Alkohol primer dapat juga terdehidrasi membentuk eter.

• Dehidrasi menghasilkan eter berlangsung pada suhu yang lebih rendah dibanding reaksi

dehidrasi membentuk alkena.

• Dehidrasi menghasilkan eter dibantu dengan distilasi eter segera setelah terbentuk.

• Dietil eter dibuat secara komersial melalui reaksi dehidrasi etanol.

• Dietil eter adalah produk utama pada suhu 140ºC, sedangkan etana adalah produk

utama pada suhu 180ºC.

• Reaksi ini kurang berguna pada alkohol sekunder karena alkena mudah terbentuk.

• Pada alkohol tersier sepenuhnya terbentuk alkena.

• Tidak berguna pada pembuatan eter non- simetrik dari alkohol primer karena terbentuk

campuran produk.

2. Sintesis Williamson

• Suatu jalur penting pada preparasi eter non-simetrik adalah suatu reaksi substitusi

nukleofilik yang disebut reaksi Williamson.

• Merupakan reaksi SN2 dari suatu natrium alkoksida dengan alkil halida, alkil sulfonat,

atau alkil sulfat.

• Hasil terbaik dicapai jika alkil halida, alkil sulfonat, atau alkil sulfat yang dipakai

adalah primer (atau metil).

• Jika substrat adalah tersier maka eliminasi sepenuhnya merupakan produk reaksi.

• Pada suhu rendah substitusi lebih unggul dibanding dengan eliminasi.

3. Tert-butil eter dari alkilasi alkohol

• Alkohol primer dapat diubah menjadi tert-butil eter dengan melarutkan alkohol

tersebut dalam suatu asam kuat seperti asam sulfat dan kemudian ditambahkan

isobutilena ke dalam campuran tersebut. (Prosedur ini meminimalkan dimerisasi dan

polimerisasi dari isobutilena).

RCH2OH + CH2 CCH3

CH3

H2SO4RCH2O CCH3

CH3

CH3

Alkohol 10 Isobutilena tert-butil eter

• Metode ini sering dipakai untuk “proteksi” gugus hidroksil dari alkohol primer sewaktu

reaksi-reaksi lainnya dilakukan terhadap bagian lain dari molekul tersebut. Gugus

proteksi tert-butil dapat dihilangkan secara mudah dengan penambahan larutan asam

encer.

4. Trimetilsilil eter (Sililasi)

• Suatu gugus hidroksil juga diproteksi dalam larutan netral atau basa dengan

mengubahnya menjadi suatu gugus trimetilsilil eter, –OSi(CH3)3.

• Reaksi ini, yang disebut sililasi, dilakukan dengan membiarkan alkohol tersebut

bereaksi dengan klorotrimetilsilana dengan kehadiran suatu amina tersier.

Gugus proteksi ini dapat dihilangkan dengan suatu larutan asam.

• Pengubahan suatu alkohol menjadi suatu trimetilsilil eter membuat senyawa tersebut

lebih volatil (mudah menguap). Hal ini dikarenakan kenaikan volatilitas (sifat mudah

menguap) ini menjadikan alkohol (sebagai bentuk trimetilsilil-nya) lebih

memungkinkan untuk menjalani analisis dengan kromatografi gas-cair.

Eter dapat disintesis melalui beberapa cara:

Dehidrasi alkohol

Senyawa alkohol dapat menghasilkan eter:

2 R-OH → R-O-R + H2O

Reaksi ini memerlukan temperatur yang tinggi (sekitar 125 °C). Reaksi ini dikatalisis oleh

asam, biasanya asam sulfat. Metode ini efektif untukn menghasilkan eter simetris, namun tidak

dapat digunakan untuk menghasilkan eter tak simetris. Dietil eter dihasilkan dari etanol

menggunakan metode ini. Eter siklik dapat pula dihasilkan menggunakan metode ini.

Sintesis eter Williamson

Eter dapat pula dibuat melalui substitusi nukleofilik alkil halida oleh alkoksida

R-ONa + R'-X → R-O-R' + NaX

Reaksi ini dinamakan sintesis eter Williamson. Reaksi ini melibatkan

penggunaan alkohol dengan basa kuat, menghasilkan alkoksida, yang diikuti oleh adisi pada

senyawa alifatik terkait yang memiliki gugus lepas (R-X). Gugus lepas tersebut dapat

berupa iodida, bromida, maupun sulfonat. Metode ini biasanya tidak bekerja dengan baik

dengan aril halida (misalnya bromobenzena). Reaksi ini menghasilkan rendemen reaksi yang

tinggi untuk halida primer. Halida sekunder dan tersier sangat rawan menjalani reaksi eliminasi

E2 seketika berpaparan dengan anion alkoksida yang sangat basa.

Dalam reaksi lainnya yang terkait, alkil halida menjalani substitusi nukleofilik

oleh fenoksida. R-X tidak dapat digunakan untuk bereaksi dengan alkohol. Namun, fenol dapat

digunakan untuk menggantikan alkohol. Oleh karena fenol bersifat asam, ia dapat bereaksi

dengan basa kuat seperti natrium hidroksida, membentuk ion fenoksida. Ion fenoksida ini

kemudian mensubstitusi gugus -X pada alkil halida, menghasilkan eter dengan gugus aril yang

melekat padanya melalui mekanisme reaksi SN2.

C6H5OH + OH- → C6H5-O- + H2O

C6H5-O- + R-X → C6H5OR

Kondensasi Ullmann

Kondensasi Ullmann mirip dengan metode Williamson, kecuali substratnya adalah aril halida.

Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, misalnya tembaga.

Adisi elektrofilik alkohol ke alkena

Alkohol dapat melakukan reaksi adisi dengan alkena yang diaktivasi secara elektrofilik.

R2C=CR2 + R-OH → R2CH-C(-O-R)-R2

Katalis asam diperlukan agar reaksi ini dapat berjalan. Biasanya merkuri trifluoroasetat

(Hg(OCOCF3)2) digunakan sebagai katalis.

Beberapa eter penting

Etilena oksidaEter siklik yang paling

sederhana.

Dimetil eter Merupakan propelan pada

aerosol. Merupakan bahan

bakar alternatif yang potensial

untuk mesin diesel karena

mempunyai

bilangan cetansebesar 56-57.

Dietil eter

Merupakan pelarut umum

pada suhu rendah

(b.p. 34.6 °C), dan dulunya

merupakan zat anestetik.

Digunakan sebagai cairan

starter kontak pada mesin

diesel.

Dimetoksimetana

(DME)

Pelarut pada suhu tinggi

(b.p. 85 °C):

Dioksana

Merupakan eter siklik dan

pelarut pada suhu tinggi

(b.p. 101.1 °C).

Tetrahidrofuran (THF)

Eter siklik, salah satu eter

yang bersifat paling polar

yang digunakan sebagai

pelarut.

Anisol

(metoksibenzena)

Merupakan eter aril dan

komponen utama minyak

esensial pada biji adas manis.

Eter mahkotaPolieter siklik yang digunakan

sebagai katalis transfer fase.

Polietilen glikol (PEG)

Merupakan polieter linear,

digunakan

pada kosmetik dan farmasi.

ETER PENTING

DIETIL ETER

• Berupa suatu cairan dengan titik didih rendah dan mudah terbakar.

• Sebagian besar eter bereaksi lambat dengan oksigen melalui suatu reaksi radikal yang

disebut auto-oksidasi membentuk hidroperoksida dan peroksida (ekplosif).

• Sering digunakan sebagai pelarut ekstraksi.

• Dipakai sebagai suatu anestetik (pembius) pada pembedahan.

5. Beberapa Reaksi Eter

Eter adalah golongan senyawa organik yang memiliki rumus umum R-O-R'. Beberapa reaksi

dari eter diantaranya adalah:

a. Pembakaran

Eter mudah terbakar membentuk gas karbon dioksida dan uap air.

Contoh:

b. Reaksi dengan Logam Aktif

Berbeda dengan alkohol, eter tidak bereaksi dengan logam natrium (logam aktif).

c. Reaksi dengan PCl5

Eter bereaksi dengan PCl5, tetapi tidak membebaskan HCl.

d. Reaksi dengan Hidrogen Halida (HX)

Eter terurai oleh asam halida, terutama oleh HI. Jika asam halida terbatas:

Jika asam halida berlebihan:

e. Membedakan Alkohol dengan Eter

Alkohol dan eter dapat dibedakan berdasarkan rekasinya dengan logam natrium dan fosforus

pentaklorida.

Alkohol bereaksi dengan logam natrium membebaskan hidrogen, sedangkan eter tidak

bereaksi.

Alkohol bereaksi dengan PCl5 menghasilkan gas HCl, sedangkan eter bereaksi tetapi

tidak menghasilkan HCl.

Reaksi-reaksi Eter

• Dialkil eter bereaksi dengan sedikit pereaksi diluar asam-asam.

• Eter tahan terhadap serangan nukleofil dan basa.

• Ketidakkreaktifan dan kemampuan eter men-solvasi kation (dengan mendonorkan sepasang

elektron dari atom oksigen) membuat eter berguna sebagai solven dari banyak reaksi.

• Eter mengalami reaksi halogenasi seperti alkana.

• Oksigen dari ikatan eter memberi sifat basa.

• Eter dapat bereaksi dengan donor proton membentuk garam oksonium.

CH3CH2OCH2CH3 + HBr CH3CH2 O CH2CH3Br

HGaram oksonium

• Pemanasan dialkil eter dengan asam-asam sangat kuat (HI, HBr, H2SO4) menyebabkan eter

mengalami reaksi dimana ikatan ikatan karbon – oksigen pecah.

CH3CH2OCH2CH3 + HBr 2 CH3CH2Br + H2O

• Mekanisme reaksi ini dimulai dari pembentukan suatu ion oksonium. Kemudian suatu

reaksi SN2 dengan ion bromida yang bertindak sebagai nukleofil akan menghasilkan etanol

dan etil bromida.

CH3CH2OCH2CH3 + HBr CH3CH2O

H

CH2CH3 + Br

CH3CH2O

H

+ CH3CH2Br

Etanol Etil bromida

• Pada tahap selanjutnya, etanol yang baru terbentuk bereaksi dengan HBr membentuk

satu mol ekivalen etil bromida yang ke dua.

CH3CH2OH + HBr CH3CH2 O H

H

Br +

CH3CH2 Br + O H

H

5. Keselamatan

Dietil eter cenderung membentuk peroksida, dan bisa menghasilkan ledakan dietil eter

peroksida. Eter peroksida bertitik didih lebih tinggi dan saat berada dalam keadaan kering

bersifat mudah meledak ketika disentuh. Dietil eter biasanya disuplai dengan beberapa jumlah

kelumitnya antioksidan hidroksitoulena berbutil (2,6-di-tert-butyl-4-methylphenol), yang

mengurangi pembentukan peroksida. Penyimpanan NaOH mengendapkan eter hidroperoksida

tingkat menengah. Air dan peroksida bisa dihilangkan baik dengan penyulingan dari natrium

dan benzofenon, atau dengan melewatkannya melalui sekolom alumina teraktivasi.[10]

Eter merupakan salah satu bahan yang amat mudah terbakar. Kobaran api terbuka dan bahkan

piranti pemanas yang menggunakan listrik sebaiknya dihindari saat sedang menggunakan eter

karena eter mudah tersulut oleh kobaran maupun percikan api. Praktek yang paling umum

dalam labolatorium kimia adalah menggunakan uap (dengan begitu membatasi suhu sampai

100°C (212°F) saat eter harus dipanaskan atau disuling.

Epoksida

Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota. Struktur

dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom karbon

berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan tiga anggota ini

membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik.

Struktur epoksida

• Epoksida adalah eter siklik dengan cincin tiga anggota. Dalam tatanama IUPAC, epoksida

disebut oksirana. Epoksida paling sederhana memiliki nama umum etilena oksida.

O

CC

Suatu epoksida

O

CH2H2C

IUPAC: Oksirana Umum: Etilena oksida

1

2 3

• Metode yang paling umum digunakan untuk mensintesa epoksida adalah reaksi dari suatu

alkena dengan suatu asam peroksi organik, yaitu suatu proses yang disebut epoksidasi.

RCH CHR + R'C O

O

OHEpoksidasi

O

CHRRHC R'C OH

O

+

Suatu epoksida (atau oksirana)

Suatu alkena Suatu asam peroksi

Dalam reaksi ini, asam peroksi memberikan suatu atom oksigen kepada alkena. Mekanismenya

adalah seperti berikut ini.

C

C+

C

O

O R'

O

H

OC

C+

CO R'

O

H

• Adisi oksigen pada ikatan rangkap dalam suatu reaksi epoksidasi adalah adisi syn. Untuk

membentuk suatu cincin dengan tiga anggota, atom oksigen harus mengadisi kedua atom

karbon dari ikatan rangkap pada sisi yang sama.

• Asam peroksi yang paling umum digunakan adalah asam peroksiasetat dan asam

peroksibenzoat. Sebagai contoh, sikloheksana bereaksi dengan asam peroksibenzoat

menghasilkan 1,2-epoksi-sikloheksana dalam jumlah yang kuantitatif.

+ C6H5COOH

O

CH2Cl2O

H

H

+ C6H5COH

O

Asam peroksibenzoat

1,2-Epoksi- sikloheksana

(100%)

• Reaksi antara alkena dengan asam-asam peroksi berlangsung dengan suatu cara yang

stereospesifik. Sebagai contoh, cis-2-butena hanya menghasilkan cis-2,3-dimetiloksirana,

sedangkan trans-2-butena hanya menghasilkan trans-2,3-dimetiloksirana.

• Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota.

Struktur dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua

atom karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan

tiga anggota ini membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik.

• Karakteristik dari senyawa epoksida adalah gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi

dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda.

• Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia

lainnya, misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level

50.000 ton per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada

PVC (Gunstone, 1996).

• Bentuk gugus epoksi, antara lain :

•          Terminal 

•  

•          Internal 

•  

• Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya:

• Gugus epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti:

• Senyawa epoksida dapat dibuka dengan mudah, di bawah kondisi asam atau basa.

Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa

untuk menghasilkan propilen glikol.

• Epoksida merupakan gugus yang sangat reaktif, terutama dalam larutan asam karena

akan menaikkan kecepatan pembukaan cincin oksida dengan cara protonasi kepada

atom oksigen dan berinteraksi dengan berbagai macam reagen nukleofilik (Gunstone,

1996).

•  

• Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati

adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan

poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan

senyawa ini menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui

reaksi hidroksilasi. Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi

epoksidasi dan reaksi pembukaan cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih

mendalam mengenai reaksi epoksidasi.

• Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai

bahan baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol,

alkanolamin, komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester,

poliuretan, dan resin epoksi (Dinda et al, 2008).

• Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH

(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano

alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari

triasilgliserol) dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang

mana dapat direaksikan dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida

dapat dikonversi menjadi keton melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen

glikol (Gunstone, 1996).

• Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga

sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam

sintesis kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat

berlangsung secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).

•      Sumber: 

•    Brown, H.W., Foote, S.C., Iverson, L.B, and Anslyn, V.E., 2009, “Organic

Chemistry”, pp. 431-433, Brooks/Cole Cengage Learning, Belmont.

•      Dinda, S., Patwardhan, V.A., Goud., V.V., and Pradhan, C.N., 2008, “

Epoxidation of Cottonseed Oil by Aqueous Hydrogen Peroxide Catalised by

Liquid Inorganic Acids”, Bioresource Technology, 99, pp. 3737-3744.

•    Gunstone, D.F., 1996, “Fatty Acid and Lipid Chemistry”, pp.186-188, Blackie

Academic & Proffessional, Chapman & Hall, Wester Cleddens Road,

Bishopbriggs, Glasgow.

Tata nama

Nama kelas fungsional = alkena oksida misalnya etilen oksida

Substituen akhiran = - ena oksida

Prefix = substituen epoxy-misalnya Epoksietan

Catatan: The oksiran Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan epoksida.

1. Gugus Epoksida

Bentuk gugus epoksi, antara lain :

Terminal  

 

Internal  

 

Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya:

Gugus epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti:

Senyawa epoksida dapat dibuka dengan mudah, di bawah kondisi asam atau basa.

Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa

untuk menghasilkan propilen glikol.

Epoksida merupakan gugus yang sangat reaktif, terutama dalam larutan asam karena

akan menaikkan kecepatan pembukaan cincin oksida dengan cara protonasi kepada atom

oksigen dan berinteraksi dengan berbagai macam reagen nukleofilik (Gunstone, 1996).

 

Epoksida adalah eter siklik, cincin beranggota 3 (lihat di atas diagram). Reaktivitas

mereka sedemikian rupa sehingga mereka sebenarnya adalah kelompok fungsional

yang terpisah.

Ada dua metode untuk penamaan epoksida:

o sebagai oksida dari alkena yang sesuai (ini berhubungan dengan suatu metode

sintesa mereka).

o menggunakan epoxy awalan - untuk menunjukkan epoksida sebagai substituen

a.

Alkena oksida

Nama akar yang sesuai untuk alkena (memikirkan melepaskan oksigen dan

menambahkan C = C di lokasi itu).

Tambahkan oksida akhiran.

Hal ini umum untuk epoksida yang sangat sederhana.

Epoxy-

Nama root didasarkan pada rantai terpanjang dengan dua ikatan CO terpasang.

Rantai diberi nomor sehingga memberikan unit epoksida yang locant serendah mungkin

(lagi seperti alkena)

Awalan epoksida dimasukkan sebelum nama akar bersama dengan kedua locants

misalnya 1,2-epoxypropane.

Kedua locants disertakan karena metode ini juga digunakan untuk penamaan eter siklik

lainnya.

Alkena oksida gaya:

Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga

akhiran = - ena oksida

Rantai terus menerus terpanjang adalah C3 sehingga

root = prop

Lokasi "alkena" adalah jelas, sehingga locant tidak

diperlukan.

propena oksida

Epoxy gaya:

Rantai terus menerus terpanjang adalah C3 sehingga

root = prop

Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy

Nomor untuk memberikan epoksida (hanya hadir

group) yang locants terendah = 1,2 -

1,2-epoxypropane

Alkena oksida gaya:

Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga

akhiran = - ena oksida

Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga

root = hex

Sistem ini siklik sehingga prefix = cyclo

Lokasi "alkena" adalah jelas, sehingga locant tidak

diperlukan.

sikloheksena oksida

Epoxy gaya:

Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga

root = hex

Sistem akar siklik sehingga prefix = cyclo

Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy

Nomor untuk memberikan epoksida (hanya hadir

group) yang locants terendah = 1,2 -

1,2-epoxycyclohexane

Alkena oksida gaya:

Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga

akhiran = - ena oksida

Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga

root = hex

Ada substituen alkil C1 = metil

Titik pertama aturan perbedaan membutuhkan

penomoran dari kanan seperti ditarik untuk

membuat "alkena" locant = 2 -

Oleh karena itu kelompok metil locant = 5 -

5-metil-2-heksena oksida

Epoxy gaya:

Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga

root = hex

Ada substituen alkil C1 = metil

Titik pertama aturan perbedaan membutuhkan

penomoran dari kanan seperti ditarik

Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy

Nomor untuk memberikan epoksida (hanya hadir

group) yang locants terendah = 2,3 -

2,3-epoksi-5-metilheksan

2. Karakteristik dan Pembuatan epoksida

Karakteristik dari senyawa epoksida adalah gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi

dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda.

Lebih-kompleks epoksida biasanya dibuat oleh epoksidasi alkena , sering menggunakan

peroxyacid (RCO 3 H) untuk mentransfer atom oksigen.

Rute lain industri penting untuk epoksida memerlukan proses dua langkah. Pertama, alkena

yang diubah menjadi senyawa tersebut, dan kedua, klorohidrin yang diperlakukan dengan basa

untuk menghilangkan asam klorida , memberikan epoksida, hal ini adalah metode yang

digunakan untuk membuat propilena oksida.

Epoksida mudah dibuka, di bawah kondisi asam atau basa, untuk memberikan berbagai produk

dengan manfaat fungsional kelompok . Misalnya, hidrolisis asam atau basa--katalis oksida

propilena memberikan propilen glikol.

Epoksida dapat digunakan untuk merakit polimer yang dikenal sebagai epoxies, yang

merupakan perekat yang sangat baik dan pelapis permukaan berguna. Yang paling umum

epoxy resin yang terbentuk dari reaksi epiklorohidrin dengan bisphenol A.

Leroy

G. Wade, Jr

Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam industri

adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen. Epoksida

lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:

Melalui oksidasi alkena dengan  peroksiasam  seperti 

Asammetakloroperoksibenzoat (m-CPBA).

Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin.

Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia

lainnya, misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level 50.000 ton

per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada PVC (Gunstone,

1996).

3. Reaksi Epoksida

Reaksi epoksida khas tercantum di bawah ini.

Selain nukleofilik ke epoksida dapat menjadi dasar atau katalis asam.

Dalam kondisi asam, posisi serangan nukleofil dipengaruhi baik oleh efek sterik

(seperti yang biasanya terlihat untuk S N 2 reaksi) dan oleh karbokation stabilitas

(seperti yang biasanya terlihat untuk S N 1 reaksi). Dalam kondisi dasar, nukleofil

menyerang karbon diganti setidaknya, sesuai dengan 2 proses penambahan standar S

reaksi N nukleofilik.

Hidrolisis dari epoksida dalam adanya katalis asam menghasilkan glikol . The hidrolisis

Proses epoksida dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik air untuk epoksida

bawah asam kondisi.

Pengurangan dari epoksida dengan hidrida aluminium lithium dan air menghasilkan

alkohol . Ini proses reduksi dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik hidrida

(H-) untuk epoksida di bawah kondisi dasar.

Pengurangan dengan tungsten hexachloride dan n-butyllithium menghasilkan alkena .

Reaksi ini berlaku adalah de-epoksidasi: [8]

Reaksi dengan kelompok NH dalam amina . Ini pembentukan ikatan kovalen digunakan

dalam epoxy lem dengan, misalnya, trietilenatetramina (TETA) sebagai pengeras a.

Reaksi-reaksi Epoksida

• Cincin tiga anggota dengan tegangan (strain) yang sangat tinggi dalam molekul epoksida

menyebabkan epoksida lebih reaktif terhadap substitusi nukleofilik dibandingkan dengan

eter yang lain.

• Katalisis asam membantu pembukaan cincin epoksida dengan menyediakan suatu gugus

pergi yang lebih baik (suatu alkohol) pada atom karbon yang mengalami serangan

nukleofilik.

• Katalisis ini sangat penting terutama jika nukleofilnya adalah suatu nukleofil lemah seperti

air atau suatu alkohol:

Pembukaan cincin dengan katalis asam

+ H+

_ H+

O

CC

O

CC

H

O HHCCHO O H

H

CCHO OH_ H+

Pembukaan cincin dengan katalis basa

O

CC+RO CCRO OROH

CCHO OH

Nukleofil kuat

Ion alkoksida + RO

Jika epoksidanya tidak simetris, serangan pembukaan cincin dengan katalis basa oleh ion

alkoksida berlangsung terutama pada atom karbon yang kurang tersubstitusi. Sebagai contoh,

metiloksirana bereaksi dengan suatu ion alkoksida terutama pada atom karbon primernya:

O

CHCH3H2C+CH3CH2O

Metiloksirana

Atom karbon 10 kurang terhalangi

CH3CH2OCH2CHCH3

O

CH3CH2OH

CH3CH2OCH2CHCH3

OH

+ CH3CH2O

1-Etoksil-2-propanol

• Ini adalah apa yang seharusnya diharapkan: Reaksi secara keseluruhan adalan reaksi SN2,

dan seperti telah dipelajari sebelumnya, substrat primer bereaksi lebih cepat melalui reaksi

SN2 karena halangan ruangnya kecil.

• Pada pembukaan cincin dengan katalis asam dari epoksida tidak simetris, serangan

nukleofil terutama terjadi pada atom karbon yang lebih tersubstitusi. Sebagai contoh:

CH3OH +

O

CH2CH3C

CH3H+

OCH3

CH2OHCH3C

CH3

Alasan: Ikatan pada epoksida terprotonasi adalah tidak simetris dengan atom karbon yang lebih

tersubstitusi mengemban suatu muatan yang positif sekali. Oleh karena itu, nukleofil

menyerang atom karbon tersebut meskipun lebih tersubstitusi.

CH3OH +

O

CH2CH3C

CH3

H+

OCH3

CH2OHCH3C

CH3

H H

Atom karbon ini menyerupai

karbokation 30

+

+

Epoksida terprotonasi

• Atom karbon yang lebih tersubstitusi mengemban suatu muatan positif lebih besar karena

menyerupai suatu karbokation tersier yang lebih stabil.

OO

O

H3C

H3C

O

CH3 O

CH3

OCH3

O

O CH3

O

O

O

O

CH3

CH3

Nonactin

4. Kegunaan Epoksida

Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati

adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan

poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan senyawa ini

menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi.

Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi dan reaksi pembukaan

cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih mendalam mengenai reaksi epoksidasi.

Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai

bahan baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin,

komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester, poliuretan, dan resin

epoksi (Dinda et al, 2008).

Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH

(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano

alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari triasilgliserol)

dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang mana dapat direaksikan

dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida dapat dikonversi menjadi keton

melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen glikol (Gunstone, 1996).

Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga

sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam sintesis

kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat berlangsung

secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).

ftar Pstaka

http://kimiadahsyat.blogspot.com/2009/06/eteralkoksi-alkana-1.html

^ International Union of Pure and Applied Chemistry. "ethers". Compendium of Chemical

Terminology Internet edition.

^ Wilhelm Heitmann, Günther Strehlke, Dieter Mayer "Ethers, Aliphatic" in Ullmann's

Encyclopedia of Industrial Chemistry" Wiley-VCH, Weinheim,

2002. doi:10.1002/14356007.a10_023

^ J. F. W. McOmie and D. E. West (1973). "3,3'-Dihydroxylbiphenyl". Org. Synth.; Coll.

Vol. 5: 412. 

Brown, H.W., Foote, S.C., Iverson, L.B, and Anslyn, V.E., 2009, “Organic Chemistry”,

pp. 431-433, Brooks/Cole Cengage Learning, Belmont.

Dinda, S., Patwardhan, V.A., Goud., V.V., and Pradhan, C.N., 2008, “ Epoxidation of

Cottonseed Oil by Aqueous Hydrogen Peroxide Catalised by Liquid Inorganic Acids”,

Bioresource Technology, 99, pp. 3737-3744.

Gunstone, D.F., 1996, “Fatty Acid and Lipid Chemistry”, pp.186-188, Blackie Academic

& Proffessional , Chapman & Hall, Wester Cleddens Road, Bishopbriggs, Glasgow.

file:///E:/3%20ka/tugas%20tri/Satuan%20Proses/makalah/It%27s%20all%20about

%20chemical%20engineering%20%20Epoksida.htm

Makalah Satuan Proses

“ Senyawa Eter dan Epoksida “

Disusun

Oleh :

Alifah Yadina ( 061130401029 )

Ariska Marcellia ( 061130401030 )

Belly Kurniawan ( 061130401031 )

Desiani Oktavia (061130401033 )

3 Ki.B

Dosen Pembimbing : Idha Silvianty, S

Tahun Ajaran 2012

POLITEKIK NEGERI SRIWIJAYA