Makalah SIK Ekuador
Click here to load reader
-
Upload
aro-mensen -
Category
Documents
-
view
118 -
download
2
Transcript of Makalah SIK Ekuador
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pembangunan masyarakat sehat adalah
sistem informasi kesehatan (SIK) yang baik. SIK diperlukan untuk
menjalankan upaya kesehatan dan memonitoring agar upaya tersebut efektif
dan efisien. Oleh karena itu, data informasi yang akurat, pendataan cermat dan
keputusan tepat kini menjadi suatu kebutuhan.
Sistem informasi kesehatan adalah sistem pengolahan data dan
informasi kesehatan untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. sistem informasi
kesehatan sekarang ini sudah menggunakan konsep sistem komputerisasi
dimana komputer berperan membantu penyelesaian masalah dengan cepat ,
tidak terencana secara baik sebuah sistem informasi adalah faktor utama
kegagalan sebuah sistem informasi untuk itu sebuah sistem informasi harus di
rencanakan secara matang
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai
oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi
peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi
pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk
memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama
Heraclitus pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali
perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai
saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataannya di dunia ini
selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada
tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa
disamping selalu terjadi perubahan di semua segi kehidupan, perubahan dalam
satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada
bidang kehudupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan
merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya dan
oleh karena itu antara satu perubahan dengan perubahan yang lainnya selalu
terdapat interelasi dan interdepedensi nyata, meskipun korelasinya mungkin
tidak segera dapat dilihat.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu
terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-
pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu
memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan
yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan
keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan
kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun
walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena
hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan
agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak
manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara
positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu
sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau
perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota
organisasi. Misalnya yang menyangkut penurunan kompensasi, pembatasan
karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu
terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada
manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan
ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan
motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang
semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya
manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap
orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung
pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong
seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi
perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan,
lingkungan dan visi organisasi. Sementara faktor-faktor pendorong seseorang
untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau
menghindari terjadinya kerugian pribadi.
1.2. Rumusan Masalah
Secara umum jurnal ini tentang implementasi Sistem Informasi
Kesehatan (SIK) di Negara Ekuador, dalam implementasi Sistem Informasi
Kesehatan (SIK) di Negara tersebut terdapat hambatan-hambatan.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami Sistem Informasi Kesehatan dan Manajemen Perubahan
Organisasi
2. Untuk mengetahui hambatan – hambatan apa saja yang terjadi dalam
implementasi Sistem Informasi Kesehatan dalam era Desentralisasi di
Negara Bagian Ekuador.
3. Untuk mengetahui cara – cara efektif dlam melaksanakan SIK dalam skala
nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di
seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka
penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Parturan perundang-
undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes
Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi
bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan
kabupaten/kota. Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung
kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan
dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art
teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional.
Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail
sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Sistem informasi yang ada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang
belum terintegrasi. Sehingga bila diperlukan informasi yang
menyeluruh diperlukan waktu yang cukup lama.
b. Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software) di berbagai jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa
memadai.
c. Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk
mengelola dan mengembangkan sistem informasi
d. Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan
data/informasi.
e. Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem
informasi, sehingga seringkali timbul keengganan bagi petugas
untuk memasuki atau dipromosikan menjadi pengelola sistem
informasi.
2.2 Perubahan Organisasi
Penggunaan sistem informasi terutama jika perusahaan memutuskan
memilih strategi pengembangan sistem informasi dengan melakukan
pembelian paket program berkonsekuensi untuk melakukan penyesuaian
terhadap sistem informasi yang telah dipilih. Hal ini karena sistem informasi
akan merubah cara kerja, keahlian dan manajemen yang akan mempengaruhi
proses bisnis dan organisasinya secara keseluruhan sehingga diperlukan suatu
perubahan dalam organisasi. Konsekuensi untuk memilih paket program
dalam penggunaan dan pemanfaatan sistem informasi membuat tahap
implementasi menjadi tahap yang paling menentukan. Implementasi disini
adalah berupa semua aktivitas organisasi yang berhubungan dengan
penggunaan dan manajemen dari sistem informasi tersebut. Ada beberapa cara
dalam melakukan implementasi sistem, menurut Hanif (2007) :
a. Cut Over. Sistem lama dihapus dan digantikan dengan sistem baru.
Kelebihan cara ini adalah biaya yang lebih murah sedangkan
kelemahannya adalah besarnya resiko kegagalan.
b. Paralel Conversion. Sistem lama maupun sistem baru
diimplementasikan bersama-sama selama beberapa periode waktu.
Secara bertahap sistem lama dapat digantikan oleh sistem baru.
Kelebihan cara ini adalah kecilnya resiko kegagalan sedangkan
kelemahannya adalah besarnya biaya yang disebabkan berjalannya
dua sistem dan juga menjalankan dua sistem dalam satu sistem
komputer membuat sistem komputer berjalan lebih lambat.
c. Location Conversion. Ketika beberapa sistem yang sama akan
dioperasikan pada lokasi yang berbeda. Konversi biasanya
dilakukan pada satu lokasi terlebih dahulu (bisa konversi langsung
atau paralel) Ketika sistem pada lokasi tersebut berjalan dengan
baik, maka sistem dapat di deploy ke lokasi lainnya. Pada Lokasi
pertama disarankan digunakan konversi paralel dan pada lokasi-
lokasi berikutnya bisa dilakukan komversi secara langsung.
Kelebihan cara ini adalah dapat mengevaluasi sistem baru
sedangkan kelemahannya adalah adanya kerumitan dalam
pelaksanaannya.
d. Stage conversion. Seperti location conversion merupakan variasi
dari konversi langsung dan konversi paralel. Suatu sistem
dikembangkan dengan versi awal kemudian diimplementasikan
bisa dengan paralel atau langsung. Kemudian versi berikutnya
diimplementasikan lagi, sampai versi yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi atau perusahaan.Kelebihan cara ini adalah
kecilnya resiko kegagalan sedangkan kelemahannya adalah
membutuhkan waktu lebih lama.
Pemilihan terhadap cara tersebut tergantung pertimbangan masing-
masing perusahaan, melihat masing-masing cara memiliki kelebihan dan
kekurangan. Masing-masing cara implementasi tersebut juga memiliki
pengaruh langsung pada perubahan proses bisnis dan organisasi perusahaan
sehingga diperlukan analisis yang mendalam agar tidak mengganggu atau
bahkan menghentikan aktivitas proses bisnis.
Perubahan dalam organiasasi yang disebabkan oleh penggunaan
sistem informasi menurut Kenneth & Jane (2007) adalah otomatisasi dan
rasionaliasasi, rekayasa ulang dan perubahan paradigma. Otomatisasi adalah
bentuk umum awal perubahan organisasi yang berupa alat bantu bagi
kemudahan pekerjaan sehari-hari. Adanya otomatisasi membuat
pemangkasan prosedur-prosedur sehingga rasionalisasi prosedur adalah
perubahan yang mengikuti otomatisasi. Rekayasa ulang atau lebih dikenal
dengan business process reengineering adalah adalah perubahan radikal yang
dilakukan pada organisasi dengan melakukan analisa dan perancangan ulang
sehingga dapat berakibat pada perubahan paradigma. Sistem informasi
berperan penting dan menjadi faktor pendorong bagi perusahaan untuk
menata ulang aliran-aliran kerja, menggabungkan langkah-langkah untuk
mengurangi tugas-tugas yang berulang atau bahkan mengurangi beberapa
bagian pekerjaan. Proses re-engineering tanpa menggunakan sistem informasi
tidak akan dapat berhasil dengan baik. Setiap perubahan karena penggunaan
sistem informasi membawa keuntungan dan resiko yang berbeda- beda.
Perubahan dalam bentuk otomatisasi dan rasionalisasi relatif berjalan lamban
dan keuntungan yang didapat tidak terlalu besar, namun memiliki tingkat
resiko yang kecil. Sebaliknya rekayasa ulang dan perubahan paradigma
membuat perubahan menjadi lebih cepat dan menyeluruh sehingga
mendapatkan keuntungan yang tinggi namun juga memiliki resiko yang
cukup besar.
2.3 Manajemen Perubahan Organisasi
Melakukan perubahan dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang
mudah terutama pada perusahaan yang sudah besar. Diperlukan suatu
pengelolaan melalui langkah-langkah yang terencana agar menghasilkan
suatu perubahan sesuai dengan yang diharapkan. Kasali (2005)
mengungkapkan teori force field dari Kurt Lewin yang menyimpulkan bahwa
daya dorong perubahan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Untuk melakukan perubahan maka daya dorong
perlu ditingkatkan dan dilakukan terus menerus agar dapat melemahkan
penolakan dan pada gilirannya akan menghilangkan penolakan. Jika
penolakan sudah hilang maka perubahan tersebut dapat dibakukan menjadi
sebuah sistem baru. Langkah-langkah untuk melakukan hal tersebut adalah:
a. Unfreezing yaitu suatu upaya penyadaran perlunya suatu
perubahan.
b. Changing yaitu suatu upaya berupa tindakan untuk memperkuat
daya dorong atau untuk memperlemah penolakan.
c. Refreezing yaitu upaya agar keseimbangan yang baru terbentuk (a
new dynamic equilbrium) dibakukan agar dapat bertahan lama.
Permasalahan utama dalam melakukan perubahan organisasi adalah
resistance of chance terutama berupa kebiasaan yang sudah lama melekat
sehingga sulit untuk ditinggalkan. Menurut StephenRobbins & Timothy
(2008) resistensi terhadap perubahan dapat bersumber pada:
a. Sumber-sumber individual yang ada dalam karateristik manusia
sendiri seperti persepsi, kepribadian dan kebutuhan. Hal ini berupa
rasa aman, faktor-faktor ekonomi, ketakutan pada hal yang belum
diketahui dan pemrosesan informasi yang selektif.
b. Sumber-sumber organisasional terletak pada susunan struktural
organisasi itu sendiri. Hal ini berupa Inersia struktural, fokus
perubahan yang terbatas, inersia kelompok, ancaman terhadap
keahlian, ancaman terhadap relasi kuasa yang sudah mapan, dan
ancaman terhadap pengalokasian sumber daya yang sudah mapan.
2.4 Desentralisasi Kesehatan
Desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan dan pembuatan
keputusan secara meluas kepada tingkatan – tingkatan yang lebih rendah.
Keuntungan desentralisasi adalah sama dengan delegasi, yaitu mengurangi
beban atasan dalam suatu tugas pekerjan yang berat atau tidak dapat
dikerjakan sendiri.
Kelemahan sistem disentralisasi adalah pertama; permasalahan
keterlambatan di terbitkanya PP tentang pembagian urusan. Kedua; masih
engan dan setengah hati pemerintah dalam mendelegasikan kewenangan
kepada daerah, hal ini terlihat dari masih adanya balai pelaksanaan teknis
pusat di daerah yang di bentuk oleh departemen teknis, pelaksanaan
pembiayaanya bersumber dari pusat yang konsekuensinya berkurang inovasi
dan kreatifitas di daerah dalam melaksanakan ke wenanganya. Ketiga; sistem
hukum dan pembuktian terbalik masih absurd atau kabur sehinga muncul
keraguan satuan kerja dalam melaksanakan program atau kegiatan di daerah.
Keempat; adalah Belum optimalnya pengelolahan sumber daya yang berakibat
pada rendahnya PAD, hal ini berimplikasi pada rendahnya Rasio PAD
terhadap APBD. Kelima; belum optimalnya penerapan sangsi dan
penghargaan bagi sumber daya manusia aparatur di daerah.
Keenam; pemekaran yang semakin terus berlanjut di daerah ini
adalah ego bagaimana berbagi bagi kekuasaan atau orang tidak mendapat
bagian kekuasaan di daerah mencoba memekarkan daerah yang akan
menghabiskan APBN negara.Ketujuh; Korupsi pemindahan ladang korupsi
dari pusat kedaerah. Kedelapan; konflik vertikel dan herizontan, misalnya
dalam pelaksanaan pilkada .
Kesembilan;Kelemahan sistem disentralisasi adalah munculnya
pilkada langsung yang banyak menghabiskan dana dan rawan konflik. Ongkos
yang di bayar untuk pilkada Ongkos Demokrasi sangat mahal di Indonesia
adalah konsekuensi pelaksanaan ot onomi daerah. Artinya adalah, Bensin
demokrasi tidak sejalan dengan janji kesejahteraaan ternyata hari ini rakyat
tetap berada di bawah garis kemiskinan, bayangkan 50 triliun untuk pilkada di
Indonesia ini memang gila yang benar aja. Kalau di belikan beras berapa ton
Allahualam Bissawwab.
Fenomena yang dapat kita analisa di Indonesia hampir setiap hari
berlangsung pilkada Setahun terdiri dari 360 hari, sedangkan jumlah daerah
kabupaten /kota sekitar 400 dan 33 Propinsi. Sementara Sumatera Barat dari
tingkat II dan tingkat I punya 400 nagari yang di pimpin oleh wali nagari.
Artinya adalah hampir 2-3 daerah melaksanakan Pilkada serentak dalam satu
hari [I]”dikutip dari wartawan senior Marthias Pandoe”.
Pengalaman rezim Orde Baru dengan pendekatan sentralisasinya
memperlihatkan bahwa pendekatan ini memang mampu menstabilkan kondisi
politik, osial, dan ekonomi secara cepat, tapi ternyata ini rapuh dalam jangka
panjang tidak mampu membendung gejolak, karena itu muncul kemudian
desakan kepada pemerintah pusat agar manajemen pemerintahan di kelaola
dengan sistem disentralisasi dan memperluas otonomi daerah pemrintah
daerah yang kuat.
Otonomi adalah kebutuhan yang sulit di hindari untuk negeri seperti
Indonesia yang mempunyai wilayah luas, penduduk, pulau terbanyak dan etnis
yang banyak, 203 juta jiwa dengan latar belakang sosial yang berbeda, dengan
sangat mungkin dalam jangka pendek, menegah kebijakan disentralisasi dan
otonomi daerah akan menimbulkan gejolak, tetapi dalam jangka panjang
otonomi daerah dapat menstabilkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Tidak mengherankan jika di samping mendapat dukungan kuat
masih banyak yang melihat kebijakan otonomi daerah adalah sebagai
[I]“ancaman, tantangan, hambatan, terhadap NKRI”,[/I] pertanyaannya apakah
pemerintah mampu mengontrol agar gejolak yang pasti itu tidak sampai
meruntuhkan bangunan negara ini, salah satu yang di takuti adalah birokrat
yang melaksanakan otonomi daerah saat ini juga adalah mereka yang
sebelumnya yang menjadi pelaksanaan pemerintah sentralistik yang sarat
dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Selama tiga dekade aparat pemerintah termasuk polisi lebih peduli
melayani kepentingan eksekutif untuk mempertahankan kekuasaanya dari
pada publik. Meskipun ancaman meletupnya gejolak tidak boleh diabaikan
beg itu saja, tetapi ancaman yang lebih besar akan muncul jika kita menutup
kesempatan untuk berotonomi daerah.
Kelebihan Disentralisasi
Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas
sistem yang kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen
yang berada di dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah. Dalam hal
ini kelebihan sistem disentralisasi dapat di simpulkan Pertama disentralisasi,
adalah konsep untuk memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesiadibangun
secara kokoh dari kemajemukan daerah dan suku-bangsanya. Kedua disentralisasi,
adalah konsep untuk membuat pembanguna daerah lebih baik, rakyatnya lebih
sejahtera, dan karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat
negarabangsa Indonesia itu sendiri. ketiga disentalisasi, adalah konsep untuk
mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada gilirannya
diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia.
Keempat disentralisasi, dibangun dalam konteks demokrasi, dan harus
memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi daerah
digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan apakah
otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa.
Sesunguhnya ketika kita berbicara Otonomi Daerah (OTODA) Dentralisasi dan
pilkada siapa yang tidak kenal dengan istilah ini bahkan anak SD sudah
mengetahuinya bahasa pilkada dan otda. Adapun yang menjadi pertanyaan oleh
kita bersama adalah; kenapa kita harus Otonomi daerah dan Pilkada? Adalah
kerena yang pertama; wilayah kita sangat luas dari sabang sampai meroke. Kedua;
wilayah NKRI berbentuk kepulauan, kalau sentralisasi di paksakan maka
pemerintah tidak berjalan dengan baik. Ketiga; Banyak wilayah NKRI terletak di
daerah terpencil (Remote Area).
Kelima; kelebihan disentalisasi adalah mampu memperkuat persatuan dan
kesatuan , karena Indonesia hari ini Penduduk Negara Republik Indonesia terbesar
nomor empat di dunia. Keenam; disentalisasi salah satu kelebihanya adalah dapat
menghargai kearifan lokal atau variasi local terbukti penduduk Indonesia yang
multikultural 10.64 etnis di Indonesia. Nah ini lah yang barangkali
melatarbelakangi kita mengapa harus Pilkada dan Otda.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.5 Analisis Situasi Kesehatan di Ekuador
Sistem Desentralisasi Kesehatan masih menjadi masalah saat ini di
kebanyakan Negara Amerika Latin. Meskipun situasi sosial dan ekonomi
yang heterogen ditemui di negara-negara Amerika Latin dapat dilihat sebagai
kontribusi untuk profil kesehatan secara keseluruhan, bukti kontras
menunjukkan bahwa ketidakseimbangan organisasi dan manajemen (yaitu,
program berbasis vertikal dan perencanaan terpusat) adalah faktor utama yang
berkontribusi terhadap tidak meratanya distribusi pelayanan kesehatan dan
rendahnya kinerja pelayanan kesehatan serta krisis kesehatan pada umumnya.
Integrasi layanan kesehatan telah menjadi isu kebijakan utama karena
meningkatnya kesadaran akan keterbatasan biaya dan program model
vertikal, serta meningkatkan keinginan publik dan pemerintah untuk
jangkauan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi dari pelayanan
kesehatan, yaitu rumah sakit, Puskesmas dan pelayanan pencegahan.
Pendesentralisasian Organisasi dan perencanaan model "Sistem
Kesehatan Daerah" (yang dikenal dengan nama SILOS, Sistemas Locales de
Salud, dalam bahasa Spanyol) dibuat oleh Pan-American Health
Organizaion (PAHO), dipromosikan dan secara bertahap diadopsi di
Amerika Latin. Model SILOS sangat penting untuk pengembangan kapasitas
manajerial di tingkat otoritas daerah dan masyarakat setempat, dimana model
ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya.
Negara-negara Amerika Latin sudah mulai bereksperimen dengan
jenis reformasi negara-negara industri (misalnya, di Eropa, dan pada tingkat
lebih rendah di Kanada dan AS) yang telah menerapkannya sejak awal 1990-
an. Reformasi berorientasi pasar dalam sistem pembiyaan pelayanan
kesehatan publik telah dilaksanakan di negara-negara Eropa seperti Inggris
dan Swedia.
Kecenderungan umum diamati dalam reformasi sektor kesehatan ini
yakni menuju Asuransi Kesehatan Universal, kontrak antara pembeli pihak
ketiga dan penyedia pelayanan kesehatan, persaingan antar penyedia
pelayanan dan penguatan pelayanan primer. Reformasi berorientasi pasar
diimplementasikan dalam sistem kesehatan Inggris dan Swedia telah banyak
didorong oleh keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan untuk melanjutkan
pengendalikan pertumbuhan pengeluaran pelayanan kesehatan. Motivasi
utama lainnya dari reformasi ini telah menjadi kesepakatan bersama tentang
perlunya tanggungjawab yang lebih besar dan kebebasan memilih di sisi
penyediaan.
Analisis reformasi sektor kesehatan berorientasi pasar untuk
peningkatan kesehatan sistem bukan lingkup studi ini. Namun, skenario
kompleks di negara-negara Amerika Latin telah jelas diperburuk oleh langkah
reformasi ini yang ditransfer dari negara lebih maju dan negara yang disukai.
Dalam menilai pembelajara dipindahtangankan potensi, makalah ini
menyuarakan perlunya untuk mempertimbangkan realitas tertentu dari negara
Amerika Latin.
Desain saat ini untuk organisasi-organisasi besar dan negara-negara
industri,eHealth semakin diusulkan sebagai jawaban atas masalah sistem
manajemen kesehatan dan tuntutan kesehatan yang dihadapi oleh organisasi
kesehatan dalam mengembangkan masyarakat (Rodrigues, 2003; Rodrigues
dkk, 2003;. Salazar dan Miles, 2003). Ada pelajaran yang bisa diambil dari
pencapaian dan kegagalan e-Commerce, e-Government, dan e-Health di
negara maju, sebuah pemeriksaan yang teliti terhadap pengalaman-
pengalaman, vis-à-vis karakteristik sektor kesehatan, kesiapan organisasi, dan
infrastruktur teknologi negara berkembang adalah latihan yang membantu
dalam pemilihan yang sesuai e-Kesehatan desain dan implementasi strategi
organisasi.
2.2 Hambatan Sektor Kesehatan
Dalam jurnal dikatakan bahwa Ekuador mengalami masalah dalam
menerapkan SIstem Desentralisasi. Terjadinya ketidakseimbangan organisasi
dan manajemen (yaitu, program berbasis vertikal dan perencanaan terpusat)
adalah faktor utama yang berkontribusi terhadap tidak meratanya distribusi
pelayanan kesehatan dan rendahnya kinerja pelayanan kesehatan serta krisis
kesehatan pada umumnya. Meskipun pada awal 1990, Departemen Kesehatan
Masyarakat (MoPH) mengeluarkan biaya pengeluaran untuk pelayanan rumah
sakit sekitar 80% dari biaya total, dikatakan bahwa produktivitas rumah sakit tetap
rendah, sistem kesehatan yang tersebar luas sehingga tidak efisien (terlalu banyak
lapis dan jenjang), dan kualitas layanan sering tidak baik.
Untuk mengatasi permasalah diatas berbagai upaya dilakukan untuk
mentransformasi „muka lama‟ sistem kesehatan Ekuador. Seperti menyusun
program 'Pelayanan Primer Dasar (BPC), yang dimulai pada tahun 1992. Ini
tercantum dalam sebuah model Pelayanan Kesehatan Primer yang komprehensif
dan terpadu serta memberikan penekanan khusus pada pembangunan rangkaian
Unit Penyedia Pelayanan Kesehatan Lokal dan desentralisasi manajemen
pelayanan kesehatan. Dengan dana yang tidak sedikit (bantuan eksternal),
Ekuador akhirnya mengalami perubahan di beberapa lini pelayanan. Setidaknya
ada dua program yang dilaksanakan BPC yaitu Jaringan Darurat Perawatan RS
Nasional (NECHN) yang meliputi Rehabilitasi bangunan RS dan peralatan,
Implementasi SIM berbasis computer danPengembangan manajemen RS.
Kemudian Proyek pengembangan institusi (IDP) yang bertujuan untuk membantu
program desentralisasi, memperkuat perawatan primer, dan monitoring SI
berbasis komputer.
Namun lagi-lagi Ekuador mengalami masalah dalam manajemen dan
koordinasi. Model Tradisional Sistem Kesehatan Masyarakat yang dianut sejak
lama oleh Ekuador dengan pendekatan sentralisasi sangat berpengaruh kuat , di
mana rencana dibuat oleh pemerintahan pusat. . BPC masih gagal untuk
mendesentralisasikan secara penuh perencanaan dan pengelolaan kepada penyedia
unit kesehatan setempat (daerah).
2.3 Langkah-Langkah yang diambil Ekuador
Kegiatan manajemen di tingkat kabupaten terbatas pada pelaksanaan dasar
dan kontrol, tindakan dikendalikan oleh pusat. Struktur organisasi baru diciptakan
dimaksudkan untuk membuat aturan alur informasi yang baru, berpusat di sekitar
serangkaian Otoritas Kesehatan Kabupaten (DHAs). Tujuannya adalah bahwa
DHAs akan membentuk kinerja keuangan dan kesehatan fokus poin dari sistem
kesehatan yang baru. Kabupaten akan mengambil tanggung jawab utama
untuk mengumpulkan informasi kesehatan, keuangan dan informasi
administrasi lainnya dari administrasi kesehatan primer sub-pusat (tingkat
kecamatan). Ini akan digunakan oleh administrator dan petugas kesehatan di
tingkat kabupaten untuk melakukan pemantauan, evaluasi dan tujuan
perencanaan, dan juga akan diteruskan hingga regional dan nasional.
Selain itu Ekuador