Makalah Sambiloto
-
Upload
andrew-gates -
Category
Science
-
view
1.527 -
download
3
Transcript of Makalah Sambiloto
1
BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh di berbagai habitat, seperti
pinggiran sawah, kebun atau hutan (Soejono, 1996). Komponen utama sambiloto adalah
andrographolide yang terdapat pada seluruh bagian tanaman, namun bagian tanaman yang
tertinggi mengandung andrographolide adalah bagian daun (sekitar 1%). Andrographolide
merupakan diterpene lactone yang banyak digunakan dalam komposisi obat memiliki rasa
pahit. Secara tradisional sambiloto telah dipergunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular
atau serangga, demam, desentri, reumatik, tuberculosis, dan lain-lain. Sambiloto juga
dimanfaatkan untuk antimikroba, antibakteri, antihperglikemik, anti sesak napas dan untuk
memperbaiki fungsi hati. Berdasar Materia Medika Indonesia (MMI), standar mutu simplisia
sambiloto adalah Kadar sari larut dalam air lebih dari 18%, Kadar sari larut dalam alkhohol
minimal 9.7 %. Hasil seleksi dari pengumpulan plasma nutfah sambiloto dari Jawa Tengah
dan Jawa Barat telah dipilih 5 nomor aksesi. Pengujian lima nomor harapan sambiloto hasil
seleksi plasma nutfah telah dilakukan ditiga lokasi agroklimat yaitu Cimanggu dan
Karanganyar selama dua musim tanam dan di Cileungsi selama satu musim tanam dan
tambahan satu musim tanam pada musim kemarau. Dari kelima aksesi tersebut panen musim
penghujan pertanaman di Cimanggu menghasilkan kadar andrographolide 0.365 – 0.620%,
kadar sari larut air 22.265 - 23.255%, kadar sari larut alkhohol 18.750 – 21.565%, dan
produksi terna basah 5.21 – 10.25kg/plot (12m2), sedang pada pertanaman yang dipanen
musim kemarau pada lokasi yang sama mempunyai kadar andrographolide 0.81– 1.45%,
kadar sari larut air 23.74 – 26.01%, kadar sari larut alkhohol 17.26 – 22.76%, dan produksi
terna basah kurang dari 50g/tanaman (Wahyuni, 2007 dalam Wahyuni dkk., 2010).
Pada habitat sambiloto ditemukan ada 11 jenis pohon dan 20 herba (termasuk
sambiloto). Indek Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis pohon: Tectona grandis L. (jati)
dan jenis herba Andrographis paniculata Ness (sambiloto). Pola sebaran sambiloto
mengelompok, sedangkan jenis herba lainnya seragam. Sambiloto pada umumnya tumbuh di
bawah naungan pohon jati. Mutu simplisia sambiloto yang ditanam secara tumpang sari
dengan jagung tidak berbeda jika dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur. Pola
2
tanam sambiloto dengan jagung jarak tanam 90 cm x 20 cm, layak secara finansial dengan
pendapatan bersih mencapai Rp 1.188.360,00 dan B/C rasio 1,45 per 1.000 m2 lahan dan
memberikan sumbangan lebih dari 20% terhadap pendapatan petani sebagai manager
usahatani, serta mempunyai daya adaptasi yang cukup fleksibel terhadap perubahan biaya
produksi dan harga produk. Serta memberikan tambahan pendapatan bersih (keuntungan) Rp
51.675,00/1.000 m2 lahan dibandingkan pola monokultur.
B. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik, teknik budidaya, dan penanganan pasca panen tanaman
sambiloto (Andrographis paniculata Ness).
2. Mengetahui khasiat dan prospek tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness).
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nama Tanaman
Bahasa Indonesia : Sambiloto
Bahasa latin : Andrographis paniculata Ness
Bahasa daerah : ki oray atau ki peurat, bidara, sadilata, takila, papaitan, ampadu
Bahasa inggris : creat, green chiretta, halviva
Bahasa China : chuan xi lian ,yi jian xi, lan he lian
Bahasa Vietnam : xuyen tam lien, cong cong
Bahasa India dan Pakistan: kirata ,mahatitika
Nama simplisia : Andrographidis Herba (Herba Sambiloto) atau Andrographidis
Folium (Daun Sambiloto) (Purwanti, 2014)
B. Sifat Botani
Sambiloto merupakan tanaman semusim, hidup secara liar, dan sebagian ditanam di
halaman rumah sebagai tanaman obat, sekarang banyak orang secara khusus membudidayakan
tanaman yang memiliki rasa pahit ini karena khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran
sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto merupakan herba perenial, tinggi 30 - 100 cm. Sambiloto
memiliki batang berkayu berbentuk bulat telur dan segi empat serta memiliki banyak cabang
(monopodial). Daun tunggal saling berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk pedang (lanset)
dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau
muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm Bunga sambiloto berwarna putih keunguan, bunga
berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal dan ujung lancip. Bunga tumbuh dari ujung
batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki
buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam,
bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan
buahnya ditemukan sepanjang tahun (Purwanti, 2014).
Tumbuhan sambiloto memiliki daya adaptasi pada lingkungan ekologi setempat.
Tumbuhan tersebut terdapat di seluruh Nusantara karena dapat tumbuh dan berkembang baik
pada berbagai topografi dan jenis tanah. Tumbuh baik pada curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun,
suhu udara 25 – 32°C serta kelembaban yang dibutuhkan antara 70 – 90 %. Tumbuhan sambiloto
4
dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ialah yang subur, mengandung banyak humus, tata udara
dan pengairan yang baik. Sambiloto tumbuh optimal pada pH tanah 6 – 7 (netral). Pada tingkat
kemasaman tersebut, unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan mudah diserap
oleh tanaman. Kedalaman perakaran sambiloto dapat mencapai 25 cm dari permukaan tanah
(Anonymous, 2002 cit Anonymous, 2003 cit Pujiasmoro dkk, 2007).
Habitat alamiah sambiloto ialah di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, atau di
bawah tegakan pohon jati atau bambu. Sambiloto menghendaki banyak sinar matahari selama
pertumbuhannya. Namun, naungan 0 – 30 % masih memberi produksi baik (Yusron et al. 2005
cit Jufri dan Utami, 2012).
C. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Manolipsida
Ordo : Mamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Ness (Purwanti, 2014).
D. Persebaran
Tanaman dengan khasiat segudang ini diduga terdapat secara liar di India dan meluas ke
arah Selatan melalui Thailand ke Malaysia sebelah utara dan terus meluas ke Indonesia. Di Asia
tanaman ini terdapat di negera-negara India, Srilangka, Singapura, Bangladesh, Thailand, Brunai
Darussalam, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan Indonesia. Persebaran di Indonesia meliputi
hampir seluruh wilayah Nusantara.
5
III. BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO
A. Syarat Tumbuh
a. Iklim: Curah hujan 2000-3000 mm/tahun, bulan basah (di atas 100 mm/bulan) sekitar 5 –7
bulan, bulan kering (di bawah 60 mm/bulan) sekitar 4 - 7 bulan suhu udara 25°C - 32°C.
b. Ketinggian tempat: Ketinggian tempat dari daerah pantai (1 mdpl) sampai ketinggian 600
m dpl.
c. Intensitas cahaya: Sambiloto menghendaki banyak sinar matahari. Namun demikian
tanaman ini masih tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kondisi ternaungi sampai
30%.
d. Jenis tanah: Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Pada habitat
alamnya, sambiloto ditemui hutan-hutan pada kondisi solum tanah yang dangkal. Namun
untuk hasi maksimal sebaiknya di tanah Andosol dan Latosol.
B. Teknik Budidaya
1. Bahan Tanam
Sambiloto dapat diperbanyak secara vegetatif (dengan setek) maupun generatif
(dengan biji). Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih
dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum disemai. Penyemaian dilakukan
pada bedeng dengan media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1 : 1 : 1. Perkecambahan akan terjadi sekitar tujuh hari kemudian. Setelah
mempunyai lima helai daun, benih kemudian dipindah ke polibag dengan media tanam
campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang. Benih dapat dipindah ke lapang setelah 21 hari.
Benih dari setek diambil dari tiga ruas pucuk tanaman yang sudah berumur satu
tahun. Benih setek siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 21 hari. Benih dari setek
lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur dengan cara
menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm. Tanah hendaknya dibersihkan dari
ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Saluran drainase harus
diperhatikan, terutama pada lahan yang datar jangan sampai terjadi genangan (drainase
6
kurang baik). Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari
berkembangnya penyakit tanaman.
3. Penanaman
Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal, jarak tanam yang
dianjurkan adalah 40 x 50 cm atau 30 x 40 cm disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah.
Penanaman dapat dilakukan pada bedengan maupun guludan yang disesuaikan dengan
kondisi lahan.
4. Pemupukan
Ketersediaan unsur hara seperti N, P, dan K juga menentukan produksi dan mutu
simplisia sambiloto. Pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman sambiloto meliputi pupuk
kandang, pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam.
Dosis pupuk kandang anjuran berkisar antara 10-20 ton/ha, disesuaikan dengan tingkat
kesuburan tanah. Pada tanah yang miskin dan kurang gembur, dianjurkan untuk
memberikan pupuk kandang lebih banyak. Dosis pupuk buatan yang dianjurkan adalah
100-200 kg Urea, 150 kg SP-36, 100-200 kg KCl per hektar. Pupuk SP-36 dan KCl
diberikan pada saat tanam, sedang Urea diberikan dua kali, yakni pada umur satu dan dua
bulan setelah tanam, masing-masing setengah dosis.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan
dilakukan seperlunya disesuaikan dengan kondisi perkembangan gulma. Disamping itu,
drainase perlu juga dipelihara untuk menghindari terjadinya genangan air.
Organisme pengganggu tanaman seperti hama dan penyakit yang ditemukan
menyerang pertanaman sambiloto adalah Aphis spp dan Sclerotium sp. Sclerotium sp
seringkali menyerang sambiloto khususnya pada musim hujan, dan menyebabkan tanaman
layu. Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol dapat mencegah penyebaran Sclerotium sp.
6. Pola tanam
Sampai saat ini sambiloto belum dibudidayakan secara luas. Rendahnya produktivitas
tanaman dan tingkat pendapatan yang diperoleh dari budidaya sambiloto secara
monokultur menyebabkan petani tidak tertarik untuk membudidayakan sambiloto.
Pembudidayaan sambiloto secara tumpangsari dengan tanaman pangan merupakan salah
satu cara untuk menarik minat petani mengembangkan sambiloto. Sambiloto
7
memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari karena tanaman ini mampu tumbuh dan
menghasilkan mutu yang baik pada kondisi ternaungi.
7. Panen
Panen sebaiknya segera dilakukan sebelum tanaman berbunga, yakni sekitar 2 - 3
bulan setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama sekitar 10 cm
diatas permukaan tanah. Panen berikutnya dapat dilakukan dua bulan setelah panen
pertama. Produksi sambiloto dapat mencapai 35 ton biomas segar per ha, atau sekitar 3 -
3,5 ton simplisia per ha. Biomas hasil panen dibersihkan, daun dan batang kemudian
dijemur pada suhu 40 - 50°C sampai kadar air 10 %. Penyimpanan ditempatkan dalam
wadah tertutup sehingga tingkat kekeringannya tetap terjaga.
C. Pasca Panen dan Pengolahan
Kegiatan pasca panen mencakup dua hal yaitu penanganan (handling) bahan mentah
dan pengolahan (processing) bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi.
Kendala yang sering dihadapi baik ditingkat petani maupun industri adalah teknologi pasca
panen sambiloto yang standar belum tersedia sehingga mutu produk hasil olahan yang
dihasilkan belum memenuhi standar.
Waktu pengangkutan mempengaruhi hasil panen yang akan dijadikan bahan baku.
Diusahakan bahan hasil panen tidak terkena panas yang berlebihan. Jika terkena panas secara
berlebihan, memungkinkan terjadinya fermentasi dan hal ini dapat menyebabkan bahan busuk
sehingga mutu simplisia kurang baik.
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh beberapa hal, anatara lain mutu simplisia, peralatan
yang digunakan serta prosedur ekstraksi (ukuran, bahan, jenis pelarut, konsentrasi pelarut,
nisbah bahan dengan pelarut, suhu, lama ekstraksi, pengisatan, pemurnian, dan pengeringan
ekstrak). Ukuran partikel bahan yang digunakan dalam ekstraksi akan berpengaruh pada
bahan aktif ekstrak. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk memperbesar luar permukaan
pori-pori simplisia sehingga kontak antara partikel-partikel simplisia dengan pelarut semakin
besar. jaringan simplisia dapat mempengaruhi efektifitas ekstraksi. Simplisia yang memiliki
jaringan yang longgar akan lebih mudah diekstraksi dibandingan dengan bahan yang memiliki
jaringan yang kompak. Menurut Sumaryono (1996), simplisia yang memiliki jaringan yang
kompak sebelum diekstraksi perlu dibasahi atau dikembangkan terlebih dahulu. Untuk
8
sambiloto, menurut Sembiring et al. (2005), ukuran simplisia sambiloto untuk ekstraksi yang
optimal adalah ukuran 60 mesh.
Setelah panen, tanaman dibersihkan dan dicacah, dipanaskan dalam oven pada suhu 46
- 50°C selama delapan jam sampai benar-benar kering. Tanaman yang sudah dikeringkan lalu
di bungkus dengan plastik kedap udara supaya tetap terjaga kebersihan dan kualitasnya.
Disimpan pada tempat yang bersih dan sejuk. Pada sebuah jurnal menyatakan bahwa
penyimpanan lebih dari satu tahun akan menyebabkan penurunan pada kuantitas total dari
kandungan diterpene lactone sampai 25% (Benoy et al., 2012).
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan air dari
suatu bahan dengan menggunakan energi panas (Buckle et al., 1987). Tujuan dari
pengeringan yaitu untuk memperoleh bahan dengan masa simpan panjang. Menurut
Henderson dan Pery (1976) pengeringan dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain,
memperpanjang masa simpan dan mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut,
memudahkan dalam proses pengangkutan, menimbulkan aroma khas pada bahan tertentu dan
mutu hasil lebih baik serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Sambiloto yang baru dipanen
langsung disortir, kemudian dicuci sampai bersih dengan menggunakan air bersih. Pencucian
dilakukan secara berulang-ulang sampai bahan benar-benar bersih. Selanjutnya bahan
ditiriskan kemudian siap untuk dikeringkan/dijemur. Penjemuran sambiloto dapat dilakukan
dengan menggunakan sinar matahari, oven, fresh dryer maupun kombinasi matahari dengan
alat/blower. Menurut Rusli et al. (2004), pengeringan kombinasi antara matahari dengan alat
blower menghasilkan mutu simplisia yang lebih baik dibandingkandengan jenis pengering
matahari dan alat blower. Hal ini dilihat dari kadar sari air dan kadar sari alkohol yang
dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan alat pengering yang lain. Pada waktu
pengeringan yang perlu diperhatikan adalah suhu dan kadar air bahan, karena pengeringan
dengan menggunakan panas yang berlebihan dapat merusak mutu produk yang dihasilkan.
Mutu yang dimaksud adalah warna, tekstur, flavor dan karakteristik mutu produk. Suhu
pengeringan untuk tanaman sambiloto maksimum 50°C dan kadar air simplisianya maksimal
10%. Mutu simplisia merupakan salah satu faktor penentu utama untuk mendapatkan ekstrak
sambiloto yang berkualitas. Ciri-ciri simplisia yang baik adalah warna tidak jauh beda dengan
warna sebelum dikeringkan, yaitu warna hijau sesuai dengan warna aslinya.
9
Penggilingan
Penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan sehingga mempermudah
dalam pengemasan dan lebih praktis dalam penggunaan. Penggilingan/penepungan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat penggiling/penepung, seperti alat hummer mills. Dalam
penggilingan, ukuran bahan harus disesuaikan dengan keperluan penggunaan, misalnya jika
penggunaannya dengan cara diseduh atau digodok ukurannya cukup (20-40 mesh) karena
sebelum dikonsumsi disaring terlebih dahulu. Tetapi jika ingin dibuat produk kapsul, maka
ukuran serbuknya harus halus yaitu 80-100 mesh supaya jika dikonsumsi dapat larut semua
dalam tubuh. Selanjutnya untuk keperluan ekstraksi, menurut Sembiring, et al. (2005) ukuran
serbuk sambiloto yang baik untuk ekstraksi adalah 60 mesh. Menurut Purseglove (1981),
besar ukuran bahan yang dipakai untuk keperluan ekstraksi adalah 50 mesh dan yang terhalus
adalah ukuran 60 mesh.
Pengolahan sambiloto
Pengolahan sambiloto bertujuan untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah dari produk
serta mempermudah dalam pemakaian. Sambiloto dalam penggunaannya dapat berbentuk
segar, simplisia, serbuk, ekstrak baik ekstrak kental maupun ekstrak kering dan dalam bentuk
kapsul ataupun tablet.
Ekstrak kental/oleoresin
Ekstrak merupakan hasil pengolahan lanjutan dari serbuk sambiloto, dimana serbuk
dicampur dengan pelarut kemudian diaduk beberapa jam lalu didiamkan semalam besoknya
baru disaring. Hasil dari penyaringan diperoleh filtrat/sari yang selanjutnya diuapkan dengan
menggunakan alat rotavapor atau menggunakan wadah yang permukaannya luas sehingga
pelarut cepat menguap. Setelah pelarut menguap, maka yang tertinggal adalah sari sambiloto
yang berbentuk pasta dan sering disebut dengan nama ekstrak kental/oleoresin. Pemakaian
sambiloto dalam bentuk ekstrak akan lebih praktis pemakaiannya sebagai obat fitofarmaka
dan dosisnya lebih akurat. Menurut Sembiring et al. (2005), untuk mendapatkan ekstrak yang
bermutu, perlu dirperhatikan teknik ekstraksinya. Untuk sambiloto teknik ekstraksi yang
optimal yaitu menggunakan serbuk sambiloto berukuran 60 mesh, jenis pelarut etanol 70%,
perbandingan bahan dengan pelarut 1:10 dan lama ekstraksi 6 jam. Dari perlakuan tersebut
dihasilkan kadar andrograpolid ekstrak sebesar 6,86%. Selain faktor teknik ekstraksi, mutu
10
ekstrak juga dipengaruhi oleh faktor biologis, kimiawi, faktor internal, seperti senyawa aktif,
komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif (Sinambela, 2003).
Ekstrak kering
Ekstrak kering merupakan hasil pengolahan lanjutan dari ekstrak kental/oleoresin.
Pembuatan ekstrak kering dapat dilakukan dengan cara mengeringkan ekstrak kental.
Pengeringan dapat dilakukan baik menggunakan sinar matahari, oven, frezee dryer maupun
spray dryer. Menurut Sembiring et al. (2005), pengeringan ekstrak sambiloto dengan
menggunakan sinar matahari memakan waktu yang lama dan hasilnya kurang higienis.
Selanjutnya pengeringan menggunakan oven, freeze dryer dan spray dryer menghasilkan
ekstrak kering yang lebih higienis. Dari semua jenis pengering yang lebih higienis adalah alat
frezee drayer dan ekstrak yang dihasilkan lebih baik mutunya. Tetapi alat pengering tersebut
memiliki kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lama untuk mengeringkan ekstrak yaitu
minimal 15 jam karena alat tersebut suhunya rendah sekali yaitu - 67°C. Untuk menghasilkan
ekstrak kering bermutu, dalam pembuatan ekstrak kering perlu ditambahkan bahan pengisi
yang bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan dan tekstur serbuk yang dihasilkan
lebih baik dan lebih kering. Pengeringan ekstrak kental tanpa penambahan bahan pengisi
dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering frezee dryer tetapi hasilnya cepat
higroskopis. Penambahan bahan pengisi (amilum) kedalam ekstrak kental lebih kurang 30-
50%. Penambahan amilum pada konsentrasi tersebut dapat mempersingkat waktu
pengeringan yaitu 2-3 hari pada suhu 40-50°C.
Dari semua jenis pengering yang lebih aman terhadap resiko terjadinya degradasi
senyawa dalam ekstrak yang relatif termolabil adalah alat pengering frezee dryer (pengering
beku) (Sumaryono, 1996). Ekstrak sambiloto yang sudah kering digiling kemudian diayak
sehingga diperoleh serbuk ekstrak yang seragam ukurannya. Selanjutnya serbuk yang sudah
diayak siap untuk disimpan atau diolah lebih lanjut baik untuk produk kapsul maupun tablet
ataupun dicampur dengan bahan lain.
Penyimpanan
Simplisia atau serbuk yang dihasilkan sebelum diolah lebih lanjut dapat disimpan untuk
sewaktu-waktu diperlukan. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah adanya
kemungkinan perubahan kimiawi selama penyimpanan. Penyimpanan bahan yang telah diolah
11
baik dalam bentuk simplisia maupun serbuk, sering terkontaminasi baik oleh bakteri maupun
kapang sehingga terjadi penurunan berat, mutu bahkan dapat menghasilkan toksin (beracun).
Untuk mengatasi masalah tersebut sebelum penyimpanan perlu dilakukan pengawetan
terhadap bahan yang disimpan. Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan
bahan tanpa merubah mutu produk. Berbagai cara untuk mengawetkan produk makanan salah
satunya adalah menggunakan bahan kimia. Tetapi cara ini memiliki kelemahan yaitu dapat
meninggalkan toksik pada produk, juga diperlukan karantina dalam waktu yang lama untuk
menurunkan toksiknya baru boleh dikonsumsi.
Selanjutnya melalui pemanasan pada suhu tinggi, ini dapat merusak zat aktif yang
terkandung di dalam produk karena sebagian zat yang terkandung dalam produk sensitif
terhadap panas, sehingga dapat menurunkan mutu. Cara yang lain adalah melalui iradiasi dan
ini merupakan jenis pengawetan yang baik untuk saat ini. Teknologi ini telah banyak
diaplikasikan untuk pengawetan produk makanan, kosmetik, obat maupun alat-alat
kedokteran yang embutuhkan sterilisasi tinggi. Proses iradiasi merupakan proses fisika
sederhana hanya melewatkan sinar gamma yang dihasilkan oleh Cobalt 60 atau Cesium 137.
Sinar gamma dikatakan memiliki kemampuan mereduksi mikroba karena dapat menyerang
molekul Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) sehingga pembelahan molekul akan dihambat dan
akibatnya sel tidak dapat berkembang biak.
Menurut Ma’mun et al. (2005), penyimpanan ekstrak sambiloto baik dalam bentuk
ekstrak kental/oleoresin maupun kering tahan disimpan sampai penyimpanan umur 6 bulan
tanpa merubah mutu dari ekstrak. Menurut Amin (1993) dalam Subandrio dan Danur (1996),
membuktikan bahwa iradiasi dengan sinar gamma dengan dosis 3 kGy, 5 kGy dan 7 kGy
tidak berpengaruh terhadap kestabilan struktur kurkuminoid serbuk utuh, serbuk tanpa minyak
atsiri dan oleoresin temulawak.
12
D. Manfaat dan Khasiat Sambiloto
Manfaat sambiloto memang tak sedikit. Ekstraknya ternyata mampu melawan
Plasmodium berghei parasit penyebab malaria dengan menghambat perkembangbiakannya.
Zat neoandrografolid dan deoksandrografolid memegang peranan penting. Bahkan, ekstrak
herba ini terbukti mampu mengatasi diare yang disebabkan bakteri Eschericia coli.
Andrografolid dan neoandrografolid menunjukkan kemampuan setara dengan ioperamide
(Imodium), obat diare paling top. Pada penelitian Deng pada 1978 sambiloto digunakan untuk
mengobati 1.611 pasien disentri bakteri dan 955 kasus diare. Hasilnya tingkat kesembuhan
mencapai 91,3%. Sambiloto ternyata berkhasiat pula untuk mencegah penyakit jantung dan
penyempitan pembuluh darah. Para peneliti menemukan bahwa ekstrak sambiloto berkhasiat
antihipertensi. Noradrenalin, hormon hasil sekresi otak, menyebabkan pengerutan pembuluh
darah dan menambah detak jantung, tekanan darah, dan kadar gula darah. Sambiloto mampu
menghambat peningkatan tekanan darah yang diakibatkan hormon tersebut. Herba itu
13
melemaskan otot-otot dinding pembuluh darah agar tak mengerut. Peredaran darah lancar dan
oksigen tetap mengalir ke otak.
Di India, sambiloto digunakan sebagai obat ampuh untuk mengatasi gigitan ular.
Gigitan serangga pun mampu disembuhkan. Ia juga digunakan untuk mengatasi penyakit
liver. Pada sebuah penelitian, beberapa penderita epatitis diberi rebusan atau infus sambiloto.
Pada hari kelima, warna kuning pada mata dan kulit berkurang. Lalu hilang dalam 24 hari.
Andrografolid memang memiliki efek farmakologis hebat. Penyakit amandel, infeksi
pernapasan, dan tuberkolosa tak luput disembuhkan. Di Cina, ujicoba yang dilakukan pada
129 penderita radang amandel akut, 65% menunjukkan respons positif. Ujicoba juga
dilakukan pada 49 pasien peumonia. Hasilnya 35 orang di antaranya membaik dan 9 sembuh.
Sebanyak 111 penderita bronkhitis kronis dan infeksi paru-paru mengalami perlakuan
sama. Ternyata demam 72% pasien mereda dalam tiga hari dan infeksi berkurang pada 40%
pasien dalam seminggu.
Rifampin biasa digunakan dalam terapi TBC. Namun, tingkat kematian pasien 22,5%.
Dengan infus andrografolid, hasilnya membaik. Pada 70 pasien TBC meningitis di Shantou,
Cina, 30% dinyatakan sembuh dengan tingkat kematian 8,6%.Selain pahit, sambiloto juga
bersifat dingin. Oleh karena itu ia berkhasiat membersihkan dan menghilangkan panas dalam,
menghilangkan lembab, menawarkan racun, menghilangkan bengkak dan sakit.
E. Analisis SWOT
1. STRENGTH
Kekuatan dari budidaya tanaman sambiloto adalah sifat dari tanaman tersebut yang tidak
memerlukan syarat istimewa untuk tumbuh. Hal tersebut dikarenakan sambiloto adalah
tumbuhan liar yang dibudidayakan. Selain itu, simplisia sambiloto (daun) dapat
dikeringkan sehingga bias bertahan lama jika disimpan.
2. WEAKNESS
Kelemahan budidaya tanaman sambiloto adalah karena simplisia yang diambil adalah
daun maka pemupukan yang dilakukan harus benar-benar tepat dosis agar
pertumbuhannya baik. Selain itu, hama dan penyakit rentan menyerang sambilto seperti
kutu aphis sehingga membutuhkan perlakuan untuk mencegah atau mengendalikan
serangan tersebut.
14
3. OPORTUNITY
Kebutuhan sambiloto untuk obat namun belum banyak masyarakat yang
membudidayakan menjadikan peluang terbuka lebar. Petani dapat membudidayakan
sambiloto dengan didukung sosialisasi oleh penyuluh pertanian mengenai tanaman
sambiloto. Jadi, apabila muncul kesinergisan antara petani dengan pemerintah makan
bukan hal yang tidak mungkin apabila sambiloto menjadi tanaman priooritas yang
dibudidayakan.
4. TRHEATMENT
Hambatan dalam budidaya sambiloto adalah lemahnya pasar sambiloto saat ini sehingga
minat budidaya sambiloto sangat kecil. Selain itu, budidaya tanaman lain yang bermanaat
sama dengan sambiloto lebih digemari daripada budidaya tanaman sambiloto itu sendiri.
15
IV. KESIMPULAN
1. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran
sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi
empat serta memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal saling berhadapan,
berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau. Bunga
sambiloto berwarna putih keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan panjang) dengan
pangkal dan ujung lancip. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan buahnya ditemukan
sepanjang tahun.
2. Menurut analisis SWOT, budidaya tanaman sambiloto masih sangat menguntungkan.
3. Sambiloto dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal, yaitu: mampu melawan
Plasmodium berghei parasit penyebab malaria, mengatasi diare yang disebabkan bakteri
Eschericia coli, mencegah penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah, mengatasi
gigitan ular, mengatasi penyakit liver
16
LAMPIRAN
(sumber: http://puspa-
notes.blogspot.co.id/2010_05_01_archive.html)
(sumber: http://www.tipssehatalami.com/2013/12/25-
khasiat-dan-manfaat-sambiloto.html)
(sumber: http://health.kompas.com/read/2009/11/17/
08261750/Sambiloto.Tingkatkan.Daya.
Tahan.Tubuh)
(sumber: http://obatkankermanjur.com/khasiat-
sambiloto/)
17
DAFTAR PUSTAKA
Benoy, G. K., D. K. Animesh., M. Aninda, D. K. Priyanka, H. Sandip. 2012. An overview on
Andrographis paniculata (burm. F.). IJRAP 3(6) Nov-Des
Jufri, A. dan Utami, N. 2012. Budidaya sambiloto di antara tegakan tanaman tahunan pada
wilayah perkebunan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia vol. 14: 1-5.
Pujiasmoro, B., J. Moenandir. Syamsulbahri, dan Kuswanto. 2007. Kajian agroekologi dan
morfologi sambiloto (Andrographispaniculata Ness.) pada Berbagai Habitat.
Biodiversitas 8: 326-329.
Purwanti, S. 2014. Penanaman sambiloto. <http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/
7218>. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2015.
Sembiring, B. Br. 2008. Status Teknologi Pasca Panen Sambiloto (Andrographis paniculata
Needs). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pp 134-144
Sulistijo, T.D., dan B. Pujiasmanto. 2007. Identifikasi sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
sebagai dasar pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Biodiersitas 8 (3) : 218-222.
Suhesti, Amalia, Nursalam, W. Haryudin, R. Bakti, dan S. Aisyah. 2010. Persiapan pelepasan
varietas pegagan, sambiloto, purwoceng, menthe dengan produktivitas > 15%.
<http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/laptek/2010/persiapan%20pel
epasan%20varietas%20pegagan,%20mentha%20dan%20sambiloto.pdf>. Diakses pada
25 Oktober 2015.
Wahyuni, S., N. Bermawie, E. Hadipoentyanti, O. Rostiana, C. Syukur, S. Purwiyanti, S. Benoy,
G. K., D. K. Animesh., M. Aninda, D. K. Priyanka, H. Sandip. 2012. An overview on
Andrographis paniculata (burm. F.) nees. IJRAP 3(6) Nov-Des
18
MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN BERKHASIAT OBAT
Budidaya Tanaman Sambiloto
(Andrographis paniculata Ness)
Disusun oleh:
Kelompok VI
Tegar Sataria Sakti (12889)
Dhimas Iksan Prakoso (12896)
Adelina Rachma A. (12920)
Muh. Eko Riyo Bayu P. (12946)
Dosen Pengampu : Ir. Rohlan Rogomulyo, M.P.
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
201