Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

20
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Bahasa adalah sesuatu yang tidak tepisahkan dari manusia. Ia mengikuti setiap pekerjaannya, mulai dari bangun, beraktivitas, sampai pada waktu beristirahat. Bahkan di saat tidur pun terkadang seseorang menggunakan bahasanya. 1 Setiap suku atau bangsa yang ada di alam ini, mempunyai bahasa tersendiri, dan bahasa itulah yang dipakai mereka berkomunikasi. Karenanya, secara internasional, ditemukanlah beberapa macam bahasa, seperti bahasa Inggris, Francis, Jerman, Arab, Indonesia, Melayu, Urdu, dan sebagainya. Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa yang diakui secara internasional, mempunyai keunikan tersendiri, sebab ia menjadi bahasa Alquran; 2 sebuah 1 Lebih lanjut Samsuri mengatakan bahwa bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian seseorang. Dari bahasa seseorang dapat ditangkap motif keinginannya, pergaulannya, latar belakang pendidikannya, dan sebagainya. Baca bukunya, Analisis Bahasa, (cet.VIII; Jakarta : Erlangga, 1991), h. 4-5. 2 Bahasa Arab adalah bahasa Alquran dan Hadis, di mana keduanya adalah sumber primer (pokok) ajaran Islam dan kandungan kedua sumber ajaran Islam itu harus diamalakan. Untuk bisa mengamalkan kandungan keduanya, bahasa Arab harus dipelajari dengan baik. Lihat A.H.Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf (Tata Bahasa Arab) Praktis dan Aplikatif, (cet.I; Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1995), h. ix- x. 1

Transcript of Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

Page 1: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bahasa adalah sesuatu yang tidak tepisahkan dari manusia. Ia

mengikuti setiap pekerjaannya, mulai dari bangun, beraktivitas, sampai pada

waktu beristirahat. Bahkan di saat tidur pun terkadang seseorang

menggunakan bahasanya.1

Setiap suku atau bangsa yang ada di alam ini, mempunyai bahasa

tersendiri, dan bahasa itulah yang dipakai mereka berkomunikasi. Karenanya,

secara internasional, ditemukanlah beberapa macam bahasa, seperti bahasa

Inggris, Francis, Jerman, Arab, Indonesia, Melayu, Urdu, dan sebagainya.

Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa yang diakui secara

internasional, mempunyai keunikan tersendiri, sebab ia menjadi bahasa

Alquran;2 sebuah kitab suci yang menjadi pedoman semua umat Islam

sedunia. Dengan demikian, bahasa Arab tidak hanya dipakai oleh bangsa Arab

sendiri, tetapi dipergunakan juga oleh bangsa-bangsa lain yang memeluk

agama Islam. Bahkan, non-Islam pun (Islamolog) banyak yang mempelajari

bahasa Arab sebagai alat bantu untuk mengkaji bidang studi ke-Islaman.

1Lebih lanjut Samsuri mengatakan bahwa bahasa adalah tanda yang

jelas dari kepribadian seseorang. Dari bahasa seseorang dapat ditangkap motif

keinginannya, pergaulannya, latar belakang pendidikannya, dan sebagainya.

Baca bukunya, Analisis Bahasa, (cet.VIII; Jakarta : Erlangga, 1991), h. 4-5.

2 Bahasa Arab adalah bahasa Alquran dan Hadis, di mana keduanya

adalah sumber primer (pokok) ajaran Islam dan kandungan kedua sumber ajaran

Islam itu harus diamalakan. Untuk bisa mengamalkan kandungan keduanya,

bahasa Arab harus dipelajari dengan baik. Lihat A.H.Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu

dan Sharaf (Tata Bahasa Arab) Praktis dan Aplikatif, (cet.I; Jakarta : PT.Raja

Grafindo Persada, 1995), h. ix-x.

1

Page 2: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

Namun demikian, harus diakui bahwa bangsa non-Arab tidak mudah

mempelajari bahasa Arab dengan baik, sebab bukan bahasanya sendiri.

Karenanya, terdapatlah kesalahan-kesalahan dalam membaca dan

mengucapkannya. Dengan kesalahan-kesalahan itulah menyebabkan para

pemimpin, ulama dan kaum muslimin menetapkan kaidah-kaidah bahasa Arab

dalam suatu ilmu, yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan ilmu

Nahwu.

Penguasaan bahasa Arab beserta dengan kaidah-kaidah yang berkaitan

dengannya, sangat dituntut dan mutlak diperlukan, karena sangat dibutuhkan

untuk mengkaji, mendalami dan mengeluarkan hukum-hukum yang

bersumber dari kedua ajaran Islam, yaitu Alquran dan Hadis. Karena kedua

sumber pokok ini ditulis dalam bahasa Arab, yang sudah menjadi takdirnya,

kata Muhammad ¢ūfiy, maka penguasaan bahasa Arab sangat dituntut.

Bagaimana mungkin dapat memahami, mendalami, dan mengkaji isi

kedua sumber itu, kalau mereka tidak menguasai bahasa Arab, baik

penguasaan itu harus dilakukan secara baik dan komprehensif, sehingga

pemahaman terhadap maksud dan pesan yang terdapat dalam sumber itu dapat

dipahami dengan baik dan komprehensif pula.

Salah satu persoalan yang sering dihadapi khususnya penggunaan

وأخواتها Oleh karena itu, penulis akan mengkaji lebih lanjut dalam .كان

pandangan kaidah bahasa Arab, yang diharapkan dapat menjembatani

2

Page 3: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

kemudahan dalam memahami kandungan Alquran dan Hadis, yaitu كان

. وأخواتها

Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka penulis akan menitik

beratkan fokus pembahasan

1. Bagaimana fungsi kāna dan saudara-saudaranya, serta beberapa

permasalahan yang terkait dalam penggunaannya dalam kaidah Bahasa

Arab.

2. Bagaimana Fungsi kāna dan saudara-saudaranya

3

Page 4: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nāsikh dan Macam-Macamnya

Nāsikh dalam kaidah Bahasa Arab diartikan perubah atau yang

merubah, dan nāwāsikh al-ibtida‘ artinya berbagai perubah yang

mempengaruhi keadaan dan kedudukan kalimat yang berada di awal jumlah.3

Nāsikh terdiri dari dua macam:

1. Kāna dan Saudara-Saudaranya yang sering juga diistilahkan sebagai

fi’il nāqis.

Kāna memiliki tiga belas saudara yaitu: أصبح, صار, كان, زال , بات, أمسى, ظل, أضحى̄ برح , ما فتي , ما , ما

أنفك دام , ما ليس, ما2. Kāda dan Saudara-Saudaranya yang sering disebut sebagai fi’il

muqārabah.

Kāda memiliki 3 macam jenis, yaitu muqarabah, ar-raja’, dan as-

syuru’, adapun diantaranya yaitu: كرب, أوشاك, كاد, بدأ, قأخلول, ىرح, عسي , dan masih banyak lagi.

Mahfudh Ichsan al-Winai mengemukakan bahwa yang

dinamakan dengan nawa>sikh ialah suatu a>mil yang

melakukan perubahan terhadap struktur kalimat. berubahnya

harakat di akhir kalimat, sebab berbedanya amil yang masuk

pada kalimat itu. Ada yang dalam lafalnya dan ada dalam apa

yang diperkirakan.4

3Mustafa al-Gulayayni, Jami‘ al-durus al-arabiyyah. Juz.I (Cet. XII; Beirut: syarif al-inshary, 1983), h.285.

4

3

Page 5: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

Kedua macam nāsikh memiliki fungsi yang sama dalam suatu jumlah,

yaitu merafa’ isim dan menasab khabar.5 Namun Penulis dalam Makalah ini

hanya akan fokus membahas persoalan kana dan saudara-saudaranya.

B. Pengertian Ka>na dan Saudara-Saudaranya

Kāna dan saudara-saudaranya merupakan salah satu bentuk fi’il dari

berbagai macam fi’il6, sering dinamakan sebagai al-af’āl al-nawāsikh karena

mengubah mubtada’ dan khabar, juga diistilahkan nāqisah karena tidak

sempurna hanya dengan isim yang di-rafa’-kan, melainkan juga dengan

menyebutkan isim yang di-nasab-kan.7 Mubtada’ yang di-rafa’-kannya

disebut isim-nya, dan khabar mubtada’ yang di-nasab-kannya disebut khabar-

nya.8

Contoh:

حاضرا المسلم حاضرة كان المسلمة كانتحاضرين المسلمين المسلمتان كان كانت

حاضرتينحاضرين المسلمون المسلمات كان كانت

حاضراتIsim-isim yang tersebut di atas, yaitu al-muslimu, al-muslimāni, al-

muslimūna dan al-muslimatu, al-muslimatāni, al-muslimātu, kesemuanya di-

4M.Mahfudh Ichsan al-Winai, Konsep Kitab Kuning (Cet.I; Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), h. 91.

5Ibid., h. 289-290

6 Mustafah Moh. Nuri dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah, (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2008), h. 131.

7Ahmad al-Hāsyimiy, al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah (Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), h. 143.

8Abu Bakar Muhammad, Tata Bahasa, Bahasa Arab (Surabaya: al-Ikhlas, 1982), h. 201-202.

5

Page 6: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

rafa’-kan disebut isim kāna. Sedangkan hādirān, hādiraini, hādir³na, dan

hādiratan, hādirataini, hādirātin, kesemuanya di-nasab-kan disebut khabar

kāna. 9

C. Kāna wa Akhawātuhā

Kāna dan saudara-saudaranya,10 ada tiga belas fi’il, ketiga belas

tersebut, ada yang memiliki bentuk madi, mudari‘, dan amer, ada juga yang

memiliki bentuk madi dan mudari’ saja, serta ada juga yang hanya memiliki

bentuk madi saja11, adapun penjabarannya sebagai berikut:

األمر الفعل المضارع الفعل الفعلالماضي

القسم

كنصر

أصبحأضحيظلأمسبت

يكونيصيريصبحيضحىيظل

يمسييبيت

يزال مايبرح ما

كانصارأصبحأضحىظل

أمسىبات

زال مابرح ما

1

2

3

4

5

6

7

1

2

9Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Matan al-Jurumiyyah: Mukhtasha Jiddan, diterjemahkan oleh Chatibul Umam dkk., dengan judul “Pedoman Dasar Ilmu Nahwu” (Cet.VI; Jakarta: Darul Ulum Press, 1990), h. 22.

10Mustafa Muh. Nuri, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah, Jilid I (Ujungpandang: Berkah Utami, 1999), h. 181.

11Mustafa al-Gulayayni, op.cit., h. 278.

6

Page 7: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

يفتاء ماينفك ما

فتي ماأنفك ما

دام ما12ليس

3

4

1

2

Kāna dan saudara-saudaranya penulis memberikan contoh:

مجتهدا- 1 الولد مجتهدة كان البنت كانتمجتهدين الولدان البنتان كان كانت

مجتهدتينمجتهدين األوالد مجتهدات كان البنات كانت

13

ذكيا- 2 الطالب ذكية أصبح الطالبة أصبحتذكيين الطالبان الطالبتان أصبح أصبحت

ذكيتينذكيين الطالب الطالبات أصبح أصبحت

ذكيات

ثلجا- / 3 الماء يصير صارطبيبا- / 4 الطالب يضحى أضحىمدرسا- / 5 الطالب يظل ظلخاشعا- / 6 المصلى يمسي أمسىمريضا- / 7 التلميذ يبيت باتمجتهدا- / 8 األستاذ يزال ما زال ما

12Mustafa Muh. Nuri.,op.cit, h. 182.

13Ibid., h. 185.

7

Page 8: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

مجتهدين- 9 التلميذان يبرح المشغولين- 10 المدرسون ينفك الصابرا- 11 يفتاء الحيا- 12 أبي دام مامعلمة- 13 أمي ليست

Isim-isim yang marfū’ sesudah fi’il-fi’il nāqis tersebut disebut isim-

nya kalau didahului oleh kāna, maka disebut isim kāna. Kalau didahului oleh

sāra disebut isim sāra dan seterusnya.14 Sedangkan yang mansūb sesudahnya

menjadi khabar-nya.

Untuk mempermudah pemahaman kita pada contoh

tersebut di atas, perhatikan tabel berikut ini:

اإلعراب محل الكلمة الجملةكان إسمكان خبر

كان إسمكان خبر

كان إسمكان خبر

أصبحت إسمأصبحت خبر

أصبحت إسمأصبحت خبر

أصبحت إسمأصبحت خبر

الولدمجتهداالولدان

مجتهديناألوالد

مجتهدينالطالبة

ذكيةالطالبتان

ذكيتينالطالبات

ذكيات

مجتهدا الولد كان

الولدان كانمجتهدين

مجتهدين األوالد كان

الطالبة أصبحتذكية

الطالبتان أصبحتذكيتين

14H.Salimuddin A.Rahman, MA, Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari Al-Qur’an (Cet.II; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999), h. 26.

8

Page 9: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

الطالبات أصبحتذكيات

D. Macam-macam Isim Kāna dan Saudara-saudaranya

Ada tiga macam isim kāna, yaitu

1. Isim sharih, contoh:

صابرا الممرض صابرة كان الممرضة كانتصافيا الجو ماهرين صار المدرسان يصبح

أخاك رجل المجتهدون ليس يزال الممدوحين

2. Isim damir, contoh:

مدرسا: أكون مدرسا: أنا كنت كان: أنت هومدرسا

مدرسا : كن أنتن

مدرسين: نكون مدرسين: نحن كنتما كانا: أنتما همامدرسين

مدرسين: كونا أنتما

مدرسين: نكون مدرسين: نحن كنتم كانوا: أنتم هممدرسين

مدرسين: كونوا أنتم

9

Page 10: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

مدرسة: أكون مدرسة: أنا كنت كانت: أنت هيمدرسة

مدرسة: كوني أنت

مدرستين: نكون مدرستين: نحن كنتما هما:أنتمامدرستين كانتا

مدرستين: كونا أنتما

مدرسين نكون مدرسات نحن كن: أنتن هنمدرسات

. مدرسات: كن 15أنتن3. Isim Masdar Muawwal, contoh:

قالوا أن إال قولهم كان وماوجوهكم تولوا أن البر ليس

Pada contoh nomor 1 قالوا disebut masdar muawwal menjadi أن

isim kāna muakhkhar, dan kata قولهم menjadi khabar kāna muqaddam.

Pada contoh nomor 2 تولوا disebut masdar muawwal menjadi أن

isim kāna muakhkhar, dan kata البر menjadi khabar muqaddam.

E. Macam-macam Khabar Kāna dan Saudara-saudaranya

1. Khabar mufrad, yaitu khabar yang bukan jumlah dan bukan syibh al-

jumlah walaupun terdiri atas mu£annā dan jama’. Contoh:

طبيبا الرجل جالسا أصبح المعلم كانطبيبين الرجالن جالسين أصبح المعلمان كانأطباء الرجال جالسون أصبح المعلمون كان

15Lihat ibid., h. 197.

10

Page 11: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

2. Khabar jumlah terdiri atas jumlah fi’liyah, contoh:

/ يجلس جلس المعلم /كان جلست المعلمة كانتتجلس

/ يجلسان جالسا المعلمان المعلمتان كان كانتتجلسان/ جلستا

/ يجلسون جلسوا المعلمون المعلمات كان كانتيجلسن/ جلسن

3. Khabar syibh al-jumlah, yaitu terdiri atas jār wa majrūr dan §arf,16

contoh:

الدرج في الكراست ليستالبيت في اليكر فتئت ماالمكتب فوق الكتاب كانت

أمامهم ليستJār wa majrūr pada contoh nomor 1 dan 2, menjadi khabar dan §arf.

Pada contoh 3 dan 4 menjadi khabar-nya.

F. Mendahulukan Khabar Kāna dan Saudara-saudaranya dari Isimnya.17

Pada dasarnya, isim-nya didahulukan dari khabar-nya, tetapi sering

juga khabar-nya didahulukan dari isim-nya, sebagaimana contoh di atas.

Selanjutnya, penulis akan memberikan contoh sebagai berikut:

اإلعراب الكلمةاألمثلة محلالمدير عند كان

مجالتالمدير عند

المجالتكان مقدم خبرمؤخر كان إسم

16Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 210.

17Lihat Mustafa Muh. Nuri, op. cit., h. 184.

11

Page 12: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

للموظفين أصبحسيارة

المكتبة زالت ماكتب

المدينة حول صارشوارع

الكلية أمام ظلالموظفون

السيارة فوق ليسمجلتان

الموظفينسيارة

المكتبة فيكتب

المدينة حولشوارع

الكلية أمامالموظفون

السيارة فوقمجلتان

أصبح مقدم خبرمؤخر أصبح إسممازال مقدم خبر

مؤخر مازال إسمصار مقدم خبرمؤخر صار إسمظل مقدم خبرمؤخر ظل إسم

ليس مقدم خبرمؤخر ليس إسم

Jār majrūr seperti المكتبة ,للموظفين في dan §arf seperti

المدير المدينة , عند الكلية , حول سيارة , أمام فوق menjadi khabar muqaddam dari fi’il nāqis yang mendahuluinya.

G. Kāna dan Saudara-saudaranya Kembali Tām

Kāna dan saudara-saudaranya dapat menjadi tām, yaitu hanya

menghendaki fā’il saja kecuali tiga fi’il yang tetap menjadi nāqis selamanya,

yaitu مافتي , مازال dan ليس .Kāna dan saudara-saudaranya itu menjadi tām adalah sebagai berikut:

12

Page 13: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

1. Kāna berarti ( حصل ) mendapat / berhasil dan kadang berarti

menjadi, contoh: فنظرة عشرة ذو كان إن jika mendapat) و

kesulitan hidup, maka tunggulah sampai lapang).

2. Bila صار berarti berpindah, contoh: إليك األمر persoalan) صار

itu pindah kepada engkau).

3. Bila أصبح berarti masuk waktu subuh, contoh: الصبح صليتصبح .(salat subuhlah engkau sewaktu subuh) قبل

4. Bila أضحي berarti masuk waktu duhā, contoh: حين صليت.(saya salat duhā di waktu duhā) أضحى

5. Bila ظل berarti tetap dan lama terus menerus, contoh: تتقدم لنالحرب يظل .(kita tidak akan maju bila peperangan tetap ada) إذا

6. Bila أمسى berarti masuk waktu sore, contoh: الله سبحانتمسون .(maha suci Allah sewaktu kamu masuk waktu sore) حين

7. Bila بات berarti menginap / bermalam, contoh: بات على كانبيتي .(Ali pernah menginap di rumahku) في

8. Bila أنفك berarti terlepas / terpisah, contoh: عن أنفك األمر هذ.(perkara itu terlepas dari masalah itu) المسئلة

9. Bila برح berarti hilang/pergi memisahkan diri, contoh: يبرح هو.(dia menghilang diri dari saya) عني

10. Bila دام berarti tinggal (sisa) terus menerus, contoh: نحنالحيات دامت 18.(kita sibuk semasih hidup) مشغولون

G. Keistimewaan-keistimewaan Kāna

Keistimewaan kāna di antara saudara-saudaranya dalam hal sebagai

berikut:

18Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 212.

13

Page 14: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

1. Menjadi zāidah saja (tidak berfungsi) bila terletak di antara ماالتعجب dan التعجب عمر :contoh , فعل أعدل كان ما(alangkah adilnya Umar).19

2. Boleh dibuang kāna bersama isim-nya bila terletak sesudah inna dan

law, contoh:

راكبا - إن مسرعا أرجعفشر - شرا وإن فخير خيرا إن

قليال - لو الطعام كلPada contoh nomor 1, seharusnya kalimat itu berbunyi مسرعا أرجع

راكبا كنت dan pada contoh nomor 2, kalimat itu selengkapnya إن

شرا عمله كان وإن خير فجزاءه خيرا عمله كان إنشر sedangkan contoh nomor 3, seharusnya kalimat itu , فجزاءه

berbunyi قليال كان لو الطعام .كل

3. Dibuang kāna saja sehingga tinggal isim dan khabar-nya dan diganti

زائدة مصدرية yaitu bila terletak sesudah ما أنت contoh أن ماتفتخر selengkapnya ,(kamu kaya karena itu kamu bangga) غنيا

berbunyi تفتخر غنيا كنت . ألن4. Terkadang dibuang semuanya (kāna), isim, dan khabar-nya diganti

dengan زائدة شرطية bila didahului ما هذا :contoh إن إفعلال إن :selengkapnya berbunyi ,(kerjakan ini bila tidak) إما هذا إفعل

غيره تفعل ال . كنت5. Boleh dibuang nun huruf mudāri’-nya bila tanda jazam-nya sukūn dan

sesudahnya bukan huruf yang sukūn dan bukan dam³r mu’tasil.20 Contoh:

بغيا أك .(saya bukan perempuan pelacur) ولم

19 Bustani Syarif, Qawaid Tingkat Mutawassitah Seri A (Watampone: Lembaga, Bahasa IAIN Alauddin Ujungpandang, 1987), h. 12.

20Lihat ibid.

14

Page 15: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Kāna dan saudara-saudaranya berfungsi mengubah mubtada’ dan khabar.

Mubtada’ yang di-rafa’-kan disebut isim kāna dan khabar yang di-nasab-

kan disebut khabar kāna.

15

Page 16: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

2. Pada dasarnya isim-nya fi’il nāqis berada sesudah fi’il nāqis kemudian

khabar-nya, tetapi kadang-kadang khabar-nya didahulukan dan isim-nya

di-akhir-kan.

3. Fi’il kāna dan saudara-saudaranya kadang-kadang berlaku sebagai fi’il tām

yang hanya memerlukan fā’il saja, kecuali ada tiga yang tidak

memerlukan fā’il, yaitu: زال فتي , ما ما dan ليس .

B. Implikasi

Bahasa arab tidaklah mudah untuk diketahui maka perlu kajian

mendalam terutama proses I’rab. Termasuk kāna dan saudara-saudaranya izim

yang memiliki fungsi tersendiri dalam proses I’rab, adapun untuk

mengetahuinya proses fungsi I’rab kāna dan saudara-saudaranya yaitu :

Tarfa’ul isma wa tansibul habara, ( merafa’ isim dan menasab habar ) lawan

dari fungsi tersebut adalah inna waahwaatuhaa, yaitu tansibul isma wa

tarfa’ul habara (menasab isim dan merafa’ habar).

DAFTAR PUSTAKA

al-Gulayayni, Mustafa. Jami‘ al-durus al-arabiyyah. Juz.I. Cet. XII; Beirut: syarif al-inshary, 1983

Anwar, Moch., K.H. Matan al-Jurumiyyah dan Imrity Cet.V; Jakarta: CV.Sinar Baru, 1992.

16

15

Page 17: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

Dahlan, Sayyid Ahmad Zaini, Matan al-Jurumiyyah: Mukhtasha Jiddan, diterjemahkan oleh Chatibul Umam dkk., dengan judul “Pedoman Dasar Ilmu Nahwu” Cet.VI; Jakarta: Darul Ulum Press, 1990.

Faisal N.S.J., Ahmad, Ilmu Nahwu Cet.II; Surabaya: Bintang Terang, 1999.

Al-Winai, M.Mahfudh Ichsan, Konsep Kitab Kuning Cet.I; Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995.

Hāsyimiy, Ahmad. Al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah. Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.

Muhammad, Abu Bakar. Tata Bahasa, Bahasa Arab. Surabaya: al-Ikhlas, 1982.

Moh. Nuri, Mustafah. dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah. Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2008.

Nuri, Mustafa Muh. Al-‘Arabiyyah al-Muyassarah. Jilid I. Ujungpandang: Berkah Utami, 1999.

Rahman, A., H.Salimuddin., MA, Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari Al-Qur’an Cet.II; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999

Syarif, Bustani. Qawaid Tingkat Mutawassitah Seri A. Watampone: Lembaga, Bahasa IAIN Alauddin Ujungpandang, 1987.

أخـواتـهـا و كـان

17

Page 18: Makalah Ridha Kana Wa Akhawatuh

Makalah Revisi

Dipersentasikan pada Forum Seminar Kelas

Mata Kuliah Bahasa Arab Semester I

Program Pasca Sarjana (S2)

Oleh :

AHMAD RIDHA

NIM 80100211071

Dosen Pemandu

Prof. Dr. H. M. Rusydi Khalid, M.A

Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas,M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAMNEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2011

18