makalah Preparation Processing & Packaging
-
Upload
yuri-candra-dewi -
Category
Documents
-
view
373 -
download
20
description
Transcript of makalah Preparation Processing & Packaging
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agen sitostatika telah digunakan selama beberapa tahun dalam penanganan kanker.
Beberapa dari agen tersebut berasosiasi dengan efek karsinogen ketika digunakan dalam
dosis terapi untuk pengobatan. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa terjadi absorbsi
dari agen ini pada perawat yang melakukan pencampuran obat ini. Agen ini juga
diimplikasikan dengan teratogenesis dan infertilitas pada pasien yang menerimanya.
Keguguran dilaporkan terjadi pada beberapa perawat di Rumah Sakit Finnish. Kerusakan hati
dilaporkan terjadi pada perawat di bagian onkologi ( Collett and Aulton, 1996 ). Selain
berbahaya pada saat penggunaan bagi pasien serta tenaga medis yang menyiapkan untuk
pasien, substansi ini juga berbahaya bagi personil yang terlibat pada proses penanganan
bahan bakunya hingga siap dipakai oleh pasien lewat bantuan tenaga medis. Sejak itu, banyak
penelitian dan guideline yang dilakukan untuk prosedur penanganan dari sitostatika.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian untuk sitostatika ini yaitu mengenai alat,
ruangan, dan alat pelindung personil yang memproduksi; preparasi, packaging, dan labeling;
penyimpanan dan transportasi; penanganan sampah dan tumpahannya; personil dan training
staf yang terlibat dalam penanganannya; expired date maupun beyond date use date; dan
monitoring keefektifitan obatnya. Dalam bahasan kali ini akan dibicarakan mengenai proses
preparasi, packaging, and labeling sitostatika. Dimana proses-proses ini penting selain untuk
menjamin keselamatan pekerja, juga menjamin kualitas dari sediaan yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penyiapan sediaan parenteral dan obat sitostatika ?
2. Bagaimana proses processing sediaan parenteral dan obat sitostatika ?
3. Bagaimana proses pengemasan sediaan parenteral dan obat sitostatika ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses penyiapan sediaan parenteral dan obat sitostatika.
2. Untuk mengetahui proses processing sediaan parenteral dan obat sitostatika.
3. Untuk mengetahui proses pengemasan sediaan parenteral dan obat sitostatika.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyiapan Sediaan Parenteral
2.1.1 Definisi sediaan parenteral
Produk parenteral adalah produk yang diberikan dengan cara disuntikkan kedalam
tubuh. Karena rute ini merupakan rute instan yang langsung dapat mendistribusikan obat
keseluruh tubuh, maka penting bagi sediaan parenteral untuk mendapatkan ekstra
perhatian dalam pembuatan dan penyiapannya. Hasil akhir dari sediaan parenteral harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
1. Steril
2. Bebas pirogen
3. Isotonis dengan cairan tubuh
4. Isohidris dengan cairan tubuh
5. Isoosmotik dengan cairan tubuh (Anonim, 1998)
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung
masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam
peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan
memberikan obat oral.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan
melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai
obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus
hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh
darah langsung.
3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan
obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual
(dibawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak; obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain perlu dipertimbangkan.
5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan yang cepat
2
konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami
hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan
ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun
perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan
mampu mencapai kadar tinggi dalam darah untuk membunuh bakteri.
(Anonim, 2007).
Formulasi sediaan parenteral yang diberikan langsung ke jaringan dan ke sirkulasi
sistemik tidak harus selalu memiliki pH yang tepat dengan pH darah yaitu sekitar 7,4.
Namun dalam beberapa kasus, larutan asam atau alkali dapat digunakan untuk melarutkan
zat aktif untuk sediaan parenteral. Kisaran pH diterima adalah 3-10,5 untuk penyiapan
sediaan IV dan pH 4-9 untuk rute lainnya. Buffer dimasukkan kedalam sediaan parenteral
dimaksudkan untuk mempertahankan stabilitas dari produk itu sendiri. Namun, buffer
yang digunakan dalam sediaan parenteral harus memungkinkan cairan tubuh untuk
menyesuaikan pH sediaan setelah sediaan tersebut diinjeksikan kedalam tubuh.
Asetat,sitrat dan buffer fosfat yang umum digunakan dalam produk parenteral. (Anonim,
1998)
Tekanan osmotik darah adalah sekitar 300 miliosmol/L dan idealnya setiap
larutan steril akan dibuat biasanya akan dibuat osmolaritasnya sebesar 0,9% b/v, contoh
lainnya adalah larutan Sodium Chlorida intravena memiliki osmolaritas dari 308
mOsmole/L dan 5% b/v dan larutan Dextrose iv memiliki osmolaritas dari 280
mOsmol/L. Larutan Intravena yang memiliki nilai osmolaritas yang lebih besar
(hipertonik) atau nilai osmolaritas yang lebih kecil (hipotonik) dapat menyebabkan
kerusakan pada sel-sel darah merah, nyeri, dan iritasi jaringan. sediaan parenteral yang
hipotonik perlu disesuaikan dengan larutan pengisotonis (Anonim, 1998 )
2.1.2 Penyiapan Sediaan Parenteral
Salah satu produk parenteral yang membutuhkan proses penyiapan terlebih dahulu
sebelum diberikan ke pasien adalah parenteral nutrition. Bahan komponen pembuat
parenteral nutrition dibagi menjadi kelompok-kelompok gizi yang spesifik antara lain :
1. Asam Amino (Protein)
2. Elektrolit dan Trace Elemen
3. Glukosa (karbohidrat)
4. Vitamin (air dan larut dalam lemak)
5. Lipid (lemak) (Anonim a, tt)
3
Berikut ada beberapa contoh formula yang bisa dibuat :
(Anonim a, tt)
Seperti yang dapat dilihat dari tabel diatas, Sediaan parenteral nutrition, mengandung
campuran zat kimia yang beragam. Sediaan-sediaan tersebut merupakan larutan
kompleks yang mengandung beberapa bahan-bahan hanya kompatibel dengan
masing-masing kandungan lain.
Penyiapan larutan parenteral nutrition dibuat dengan cara teknik aseptik
terstandar. Namun, bagaimanapun jenis campuran bahan yang digunakan bersama-
sama dan urutan pencampuran akan sangat penting bagi stabilitas dan kualitas produk
akhir. Parenteral nutrition dapat dibuat menggunakan dengan menggunakan metode
tradisional maupun metode otomatis. Terlepas dari pilihan metode peracikan, ada
beberapa aturan dasar yang perlu diikuti, antara lain :
1. Pemindahan cairan (Asam Amino , Glukosa) ke dalam kantong infus steril sebelum
penambahan minyak berbasis emulsi (Lipid) destabilisasi, mencegah dari emulsi
lemak.
4
2. Menjaga agar smua bahan tetap kompatibel dengan bahan lain dan agar tidak
membentuk endapan yang tidak larut, misalnya kalsium dan fosfat yang akan
membentuk larutan yang tidak saling campur.
Contoh penyiapan parenteral nutrition yang dalam hal ini dilakukan dengan
cara menambahkan larutaan fosfat ke infus glukosa :
Bahan: kantong infus Glukosa dan ampul berisi larutan fosfat :
1.Rekonstitusi infuse di lakukan secaara aseptic diruang sterile dan dilakukan oleh
personil kesehatan terlatih
2. Ambillah larutan fosfat dengan volume yang dibutuhkan dengan menggunakan
jarum suntik.
3. Sebelum melakukan proses pencampuran dua larutan tersebut ,Pastikan volume
yang siapkan telah sesuai dengan dosis yang diresepkan oleh dokter.
4. Suntikan larutan fosfat ke kantong infus glukosa
5. Homogenkan dengan car menggoyang-gaoyangkan kantong infus.
6. Infuse siap diberikan kepada pasien
2.2 Obat sitotoksik
2.2.1 Definisi sitotoksik
Obat sitotoksik, kadang-kadang dikenal sebagai obat kemoterapi antineoplastik,
antikanker, dan obat sitotoksik pun digolongkan sebagai senyawa kimia berbahaya,
karena kemampuan mereka untuk membunuh sel kanker dengan cara menghambat
pembelahan sel kanker tersebut. Namun, tindakan mereka tidak spesifik untuk sel-sel
tumor saja melainkan dapat merusak sel normal. Menurut (Anonim b, tt), Obat sitotoksik
memiliki sifat karsinogen, mutagenik dan / atau potensi teratogenik. Dimana, kontak
langsung dengan obat sitotoksik dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan selaput
lendir, dan ulserasi dan nekrosis jaringan. Sehingga, obat sitotoksik dapat menghasilkan
efek samping yang signifikan pada pasien atau orang lain pernah terpapar obat sitotoksik
(Anonim c, tt) .
Hal ini yang menyebabkan meningkatnya kekhawatiran personil medis yang bertugas
menyiapkan obat sitotoksik dan / atau personil kesehatan yang merawat pasien yang
menjalani pengobatan dengan menggunakan obat sitotoksik seiring dengan meningkatnya
penggunaan dan kompleksitas dari kemoterapi. (Anonim c, tt).
5
Risiko ini mungkin berhubungan dengan paparan ke agen sitotoksik melalui :
1. Kontak langsung obat sitotoksik dengan kulit
2. Tumpahan obat sitotoksik
3. Menghirup udara yang telah terkontaminasi obat sitotoksik dan menghirup serbuk
obat sitotoksik sebelum di rekonstitusi
4. Luka tertusuk jarum injeksi atau peralatan lain yang telah terkontaminasi dengan obat
sitotoksik tersebut. (Anonim, 2003)
Contoh tindakan penyiapan yang memungkinkan terjadinya tumpahan atau
kontaminasi udara, meliputi : penarikan jarum dari botol obat, penggunaan jarum suntik
dan jarum atau sedotan filter untuk mentransfer obat, pembukaan ampul, dan pengusiran
udara dari jarum suntik ketika mengukur volume tepat obat (Anonim b, tt).
Resiko yang mungkin terjadi apabila dilakukan rekonstitusi agen antineoplastik pada
area yang tidak berventilasi adalah sakit kepala hebat, mual, radang mukosa hidung, dan
terjadinya kerontokan rambut serta reaksi alergi. Studi lain juga menyatakan
meningkatnya kecenderungan mutagenitas pada urin perawat yang menangani obat
sitostatika pada unit onkologi (Turco, 1994).
Sehingga semua personil kesehatan yang terlibat dalam terapi dengan menggunakan
obat sitotoksik harus mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan risiko untuk
melindungi diri mereka sendiri dan orang lain dengan meningkatkan kesadaran untuk
melakukan prosedur kerja yang aman serta melakukan penyapan obat di ruangan steril
terstandard (Anonim d, tt).
Ruang yang memiliki HEPA memiliki tingkat keamanan yang cukup untuk
menyiapkan ataupun menyimpan sediaan obat sitotoksik. Hal ini dapat dicapai karena
memiliki HEPA filter yang mampu menyaring udara yang masuk, tapi perlu dicatat
bahwa filter ini tidak efektif untuk bahan volatile (mudah menguap) karena mereka tidak
menangkap uap dan gas.
Obat sitotoksik biasanya diberikan melalui suntikan dosis tunggal atau dengan infus
kontinu. Beberapa obat ada juga yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet, kapsul
atau bentuk cair (Anonim c, tt).
Obat sitotoksik dapat diberikan dalam dosis tunggal atau dengan kombinasi dengan
obat lain. Bagi kebanyakan obat kanker yang digunakan sebagai kemoterapi biasanya
diberikan bersama-sama dengan obat lain untuk memaksimalkan efektivitas. Kombinasi
obat seperti ini dikarenakan berbagai jenis obat sitotoksik bertindak pada lokasi yang
6
berbeda. Berikut adalah beberapa kombinasi obat sitotoksik untuk kemoterapi yang biasa
digunakan :
CMF - Cyclophosphamide, Metotreksat,Fluorouracil
VAD - Vincristine, Doksorubisin (adriamycin),Deksametason
CHOP - Cyclophosphamide, Doxorubicin,Vincristine, Prednisolone
BEP - Bleomycin, etoposid, Cisplatin (Anonim d, tt)
2.3 Processing Sediaan Parenteral
2.3.1 Processing Sediaan Parenteral Sitotoksik
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan obat suntik antara lain adalah:
a) Pelarut dan pembawa
1. Pelarut dan pembawa air untuk obat suntik
Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar-besaran
adalah air untuk injeksi atau WFI (Water Injection for Water). Persyaratan
menurut standar BP (2001) dan EP (2002) adalah sebagai berikut:
- total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg/L.
- Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm
- Amonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm
- Nitrat tidak boleh lebih dari 0,2 ppm
- Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm
- Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm
- Bebas pirogen; pH 5-7
Steril Water for Injection (air steril untuk injeksi) adalah air untuk injeksi yang
disterilkan dan dikemas dengan cara sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Persyaratannya adalah:
- cairan jernih
- bebas pirogen
- tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
- tidak mengandung logam-logam berat (Cu, Fe, Pb, zat pereduksi, dll)
- pH 5-7
Bacteriostatic Water for Injection adalah air steril untuk obat suntik yang
mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai
7
Sodium Cloride Injection adalah larutan steril dan isotonik natrium klorida
dalam air untuk obat suntik.
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection adalah larutan steril dan isotonik NaCl
dalam air untuk obat suntik.
2. Pelarut dan Pembawa Bukan Air
Minyak : Olea neutralisata ad injectionem
Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
Persyaratannya adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukkan
bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. Ditujukan untuk preparasi
injeksi IM dan subkutan.
Bukan minyak, yaitu : alkohol, propilenglikol, gliserin, parafin cair, etil oleat.
(Lukas, 2006)
Untuk meningkatkan kelarutan obat terkadang diperlukan penambahan agen
solubilitas seperti co-solvent atau chemical solubilizer. Beberapa pelarut yang
sering digunakan antara lain polietilenglikol 300 dan 400, propilen glikol,
gliserin, dan etil alcohol. Barbiturate, antihistamin, dan glikosida jantung adalah
contoh obat yang memerlukan pelarut-pelarut tersebut untuk meningkatkan
kelarutan dalam sediaan (Turco, 1994).
b) Cara Pemberian
Pemberian secara intravena menimbulkan efek yang lebih cepat daripada
intramuscular dan lebih cepat daripada subcutan (Lukas, 2006).
c) Partikel Zat Aktif dan Bentuk Polimorfisme
Semakin halus ukuran partikel zat aktif, semakin cepat efek yang ditimbulkan.
Kemudian bentuk amorf memberikan efek yang lebih cepat dari bentuk kristal
(Lukas, 2006).
d) Zat Pengawet
Penambahan bahan pengawet tergantung pada bahan aktif yang digunakan
dalam pembuatan formula obat suntik (Lukas, 2006).
e) Bentuk sediaan
Larutan sejati memberikan efek yang lebih cepat daripada larutan suspensi
(sustained release action) atau emulsi (Lukas, 2006).
f) Tonisitas Larutan Obat Suntik
8
a. Isotonis, jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi
dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara
keduanya. (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
b. Isoosmotik, jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan
tekanan osmose serum darah.
c. Hipotonis, turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah
dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel
darah merah yang semipermiabel memperbesar volume sel darah merah
dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel (Hemolisis).
d. Hipertonis, turunnya titik beku segar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi
dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah
melintasi membrane semipermiabel dan mengakibatakan penciutan sel-sel
darah merah (Plasmolisa).
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3,
dan NaNO3 (Lukas, 2006).
g) pH obat suntik
Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pH –nya sesuai dengan pH fisiologis
tubuh sekitar 7,4. Untuk mengontrol pH digunakan dapar. Fungsinya :
meningkatkan stabilitas obat, mengurangi rasa nyeri dan iritasi, dapat juga
menghambat pertumbuhan bakteri, dan meningkatkan aktivitas fisiologis obat
(Lukas, 2006).
h) Stabilisasi
USP mengijinkan penambahan zat-zat yang sesuai ke dalam sediaan yang resmi
digunakan sebagai obat suntik. Tujuannya adalah meningkatkan kestabilan asal
sesuai dengan monografi masing-masing, tidak berbahaya dalam jumlah yang
diberikan, dan tidak mengganggu efek terapi sediaan (Lukas, 2006).
i) Volume Obat Suntik
Volume yang disiapkan untuk obat suntik tergantung pada kelarutan zat aktif,
tetapi juga dipengaruhi oleh cara pemberian. Contohnya pemberian secara
intrakutan harus dibuat dalam volume kecil, hanya pemberian secara intravena
yang dapat diberikan dengan volume yang besar (Lukas, 2006).
j) Biofarmasetika
Obat suntik yang diberikan ke dalam tubuh dengan berbagai cara pemberian.
Dalam pembutaan formula steril, berbagai macam cara pemberian dengan
9
biofarmasetika saling mempengaruhi. Contohnya adalah obat suntik dengan cara
pemberian intramuscular. Jarum suntik masuk ke dalam jaringan dan membrane
otot dengan volume umumnya dibuat tidak lebih dari 2 ml. dengan demikian,
formula obat suntik dapat dibuat dalam bentuk larutan air, suspensi air, atau
minyak. Kemudian emulsi memiliki absorpsi dan distribusi obat berbeda (Lukas,
2006).
k) Gravitasi
Faktor gravitasi sangat penting dalam pembuatan obat suntik pada golongan
obat anastesi. Pada pemberian obat anastesi secara intraspinal dan inhalasi,
gravitasi mempengaruhi pergerakan obat dalam mencapai sasaran (Lukas,
2006).
l) Wadah dan Penutup
Wadah dari botol kaca dengan dari plastik mempengaruhi proses sterilisasi
sediaan obat yang akan dibuat. Wadah infus terbuat dari plastik dengan bahan
polipropilen menghasilkan bentuk softbag yang dapat disterilkan dengan cara
overkill. Apabila wadah menggunakan bahan polietilen, maka menghasilkan
bentuk plabottle yang tidak dapat disterilkan dengan cara overkill tetapi dengan
cara bioburden (Lukas, 2006).
Fokus utama dari keamanan selama processing obat sitotoksik adalah :
1. Pengendalian lingkungan kerja;
2. Praktek kerja aman dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, dan
3. Pendidikan dan pelatihan personil kesehatan (Department of Labour, 1997).
Di rumah sakit, penyiapan obat sitotoksik menghasilkan beban kerja yang signifikan,
maka sebaiknya harus terpusat di instalasi farmasi di bawah arahan seorang apoteker yang
terlatih dan berpengalaman. Area kerja harus jelas terutama ruangan yang ditujukan untuk
penyiapan obat dan akses yang terbatas pada staf yang berwenang memasuki wilayah
tersebut (Anonim c, tt). Selain pelaksanaan prosedur kerja yang sesuai standard, adanya
evaluasi berkala dan validasi dari pelatihan yang diberikan juga perlu rutin di lakukan
(Department of Labour, 1997).
10
Skema Penyiapan Produk Steril (Turco, 1994)
Berikut merupakan rekomendasi cara mempersiapkan obat sitotoksik bagi personil
kesehatan :
Standar penyiapan produk parenteral mengenai kondisi aseptik harus dipenuhi. Dan
Hanya personil kesehatan yang terlatih yang boleh menyiapkan obat sitotoksik. Sesi
pelatihan harus diberikan kepada personil kesehatan baru serta personil rumah tangga
yang mungkin akan melakukan kontak dengan obat-obatan sitotoksik. Keamanan menjadi
fokus dari pelatihan tersebut.
Informasi mengenai penyiapan obat sitotoksik secara aman, akan dibagi menjadi 12
bagian:
A. Semua prosedur yang terlibat dalam penyiapan obat sitotoksik harus dilakukan di
ruang yang dilengkapi LAF, udara sisa saringan dari LAF harus dibuang ke luar
ruangan untuk menghilangkan pemaparan personil dari obat yang dapat menguap
setelah retensi pada filter dari LAF.
B. Permukaan ruangan yang dilengkapi LAF harus ditutupi dengan plastik yang
didukung dengan kertas penyerap. Inilah yang akan mengurangi potensi dispersi
tetesan dan tumpahan yang sekaligus mempermudah pembersihan ruangan. lapisan
pelindung ini harus diganti setiap terjadi tumpahan atau setiap pergantian shift kerja.
11
C. Personil kesehatan yang bertugas mempersiapkan obat harus memakai handscoon
serta memakai pakaian laboratorium yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
handscoon harus diganti secara teratur dan segera ganti jika robek atau tertusuk.
Pakaian pelindung yang digunakan khusus di dalam ruangan LAF tidak boleh dipakai
di luar daerah steril. Pakaian pelindung yang terkena tumpahan harus segera diganti.
Bila terjadi kontak dengan kulit, maka kulit yang terkena kontak tadi harus segera
dibersihkan dengan air dan sabun. Namun, jangan mengelupas kulit dengan
menggunakan scrub atau sikat. Jika terkena mata, bilaslah mata pada air mengalir
selama 15menit. Kemudian lakukan penanganan medis dengan cara menghubungi
dokter segera
D. Vial yang mengandung obat-obatan sitotoksik harus segera dibuang setelah selesai
digunakan
E. Jika kemoterapi pengeluaran pin tidak digunakan, pada alkohol steril harus hati-hati
ditempatkan di sekitar bagian atas jarum dan botol selama penarikan dari septum.
F. Permukaan luar wadah dan spuite yang digunakan untuk mengambil obat sitotoksik
dibersihkan dengan alkohol untuk menghilangkan kemungkinan kontaminasi
G. Ketika membuka ampul obat sitotoksik, sebaikna bagian leher ampul dibalut dengan
kasa steril yang telah dibasahi secukupnya dengan alcohol, kemudian bagian leher
dipatahkan dengan hati-hati untuk mengurangi kemungkinan menguapnya obat ke
udara. Ketika menambahkan larutan pengencer pada serbuk obat sitotoksik maka
harus ditambahkan perlahan untuk mencegah terjadinya debu.
H. Jarum suntik dan wadah sediaan I.V. yang berisi obat sitotoksik harus diberi label
nama dan tanggal.
I. Setelah menyelesaikan proses penyiapan obat, bersihkan bagian bawah dan dalam LAF
dengan air yang diikuti dengan alcohol 70% dengan menggunakan handuk steril
12
J. Jarum suntik yang telah digunakan misalnya : wingnidle dll, harus dibuang segera.
Tempatkan barang-barang yang telah terkontaminasi tadi bersamaan dengan
handscoon, kertas penyerap, baju pelindung sekali pakai, kain kasa dan limbah
lainnya. Wadah penampungnya kemudian harus ditempatkan dalam kotak berlabel,
"Khusus Limbah sitotoksik" kemudian disegel dan dibuang sesuai dengan ketentuan
daerah yang berlaku. Kotoran pasien atau cairan tubuh pasien harus ditangani secara
terpisah.
K. Tangan harus dicuci saat handscoon didanti maupun saat handscoon dilepaskan.
L. Sisa obat sitotoksik dikategorikan sebagai limbah yang diatur dan karenanya, harus
dibuang persyaratan sesuai dengan persyaratan khusus (Anonim b, tt)
Contoh penyiapan obat sitotoksik adalah saat penyiapan Cyclophosphamide,
Cyclophosphamide berupa kristal putih yang membutuhkan waktu dalam proses
melarutkannya. Setelah penambahan pelarut (water for injection), Cyclophosphamide
harus di goyang-goyangkan agar terbentuk larutan yang homogeny. Setelah
Cyclophosphamide benar-benar terlarut sempurna menjadi larutan Cyclophosphamide
yang homogeny, maka Cyclophosphamide siap diambil dengan cara ditarik dengan
menggunakan jarum suntik (spuite)
Ruang rekonstitusi yang digunakan adalah rangan steril yang dilengkapi LAF, aserta
ada personil kesehatan yang bertindak sebagai operator, yang bertugas untuk memastikan
bahya sediaan rekonstitusi tadi telah layak untuk diberikan kepada pasien
Jarum suntik telah diperiksa oleh operator diberi label dan disegel dalam
sebuah kantong polythene dan dibagian luar kantong tersebut di beri label kuning sebagai
label peringatan.
Contoh lain penyiapan obat sitotoksik adalah penyiapan Oxaliplatin dalam larutan
Glukosa yang diberikan melalui infus. Dalam ruang steril yang telah dilengkapi LAF,
personil kesehatan (yang dalam hal ini biasanya dilakukan oleh apoteker yang telah
terlatih dan berpengalaman) telah memperhitungkan berapa jumlah pelarut yang
digunakan untuk melarutkan bubuk Oxaliplatin tersebut.
Apoteker secara perlahan menambahkan sejumlah pelarut yang dibutuhkan dalam
vial yang berisi serbuk Oxaliplatin. Setelah direkonstitusi secara homogen, obat yang
13
berada di vial tersebut di tarik dengan menggunakan jarum suntik ( spuite ). Kemudian di
suntikkan kedalam kantong infuse pasien sehingga obat bisa masuk ke dalam tubuh
pasien secara perlahan (Anonim d, tt).
2.3.2 Kontrol Produksi dan Proses
A. Prosedur dan Penyimpangan (Deviasi) Tertulis
Prosedur produksi dan kontrol proses yang tertulis harus ditetapkan dan
diikuti untuk memastikan bahwa bahan aktif memiliki kualitas dan kemurnian yang
seharusnya. Prosedur ini, termasuk setiap perubahan, harus disusun, ditinjau, dan
disetujui oleh pihak yang bertanggung jawab dalam unit organisasi dan disetujui pula
oleh unit kontrol kualitas. Prosedur tertulis juga harus ditinjau dalam interval waktu
yang ditetapkan dan diperbaharui setiap kali diperlukan. Prosedur yang sudah lama
(kadaluarsa) hatus ditarik dari peredaran dan diarsipkan. Prosedur produksi dan
proses pengendalian (kontrol) harus diikuti dalam pelaksanaan berbagai fungsi
kontrol produksi dan proses serta harus didokumentasikan segera. Begitu pula
dengan penyimpangan dari prosedur tertulis harus didokumentasikan dan dijelaskan
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998).
B. Penimbangan dan Pengukuran Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sediaan harus ditimbang atau
diukur sebagai langkah yang tepat untuk mempertahankan identitas, kualitas, dan
kemurnian bahan. Peralatan dan prosedur yang cocok harus digunakan selama
penimbangan dan pengukuran untuk mencegah kontaminasi bahan baku atau
kontaminasi silang. Alat pengukur berat dan ukuran bahan harus memiliki akurasi
yang cocok tujuan penggunaan. Jika diperlukan, alat harus dikalibrasi untuk
memastikan hasil yang akurat sesuai rentang. Bahan baku dibagi untuk digunakan
dalam proses produksi harus ditransfer ke wadah yang cocok dan diberi label tepat
dengan informasi berikut :
1. Nama bahan dan kode barang ;
2. Nomor penerimaan atau nomor kontrol; dan
3. Berat atau kuantitas bahan baku dalam wadah baru.
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998)
14
C. Perhitungan Yield (Hasil)
Hasil aktual dan persentase hasil yang diharapkan harus ditentukan pada akhir
masing-masing sesuai fase manufaktur atau pengolahan bahan aktif. Diharapkan
hasil dengan rentang yang sesuai ditetapkan berdasarkan standar laboratorium
sebelumnya, pilot scale, atau data manufaktur. Penyimpangan dari hasil yang
diharapkan harus diselidiki dan didokumentasikan. Investigasi yang dilakukan harus
meliputi :
1. Menentukan disposisi dari lot yang terpengaruh, dan
2. Mengambil tindakan koreksi, bila diperlukan, untuk meminimalkan
kemungkinan keterulangan masalah.
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998)
D. Identifikasi Peralatan
Sebagian besar peralatan (misalnya reaktor, wadah penyimpanan) dan lini
pengolahan permanen yang digunakan selama produksi bahan aktif sediaan harus
diidentifikasi dengan tepat. Proses ini dapat dicapai dengan mengidentifikasi secara
individu, dokumentasi, dan sistem kontrol computer. Catatan produksi batch harus
mengidentifikasi peralatan utama yang digunakan dalam pembuatan masing-masing
batch (U.S. Department of Health and Human Services, 1998).
E. Kontrol Selama Proses, Sampling/Pengujian Bahan Aktif
Prosedur tertulis harus ditetapkan dan diikuti yang menggambarkan metode
sampling untuk analisis bahan aktif. Rencana dan prosedur sampling harus
didasarkan pada data yang valid dan praktek pengambilan sampel ilmiah.
Pengambilan sampel harus dilakukan di suatu daerah dan menggunakan prosedur
yang dirancang untuk mencegah kontaminasi dari bahan sampel dan bahan aktif
lainnya. Prosedur harus ditetapkan untuk menjamin integritas sampel setelah
pengumpulan. Setiap sampel harus diberi label identitas.
Prosedur tertulis harus ditetapkan untuk memantau kemajuan dan mengontrol
kinerja proses-proses manufaktur yang dapat menyebabkan variabilitas dalam
karakteristik kualitas bahan aktif sediaan. Kontrol selama proses dan spesifikasi
harus berasal dari laboratorium, atau batch pilot scale dan dapat disesuaikan
kemudian berdasarkan data yang diperoleh dari produksi batch skala penuh. Jenis
15
dan tingkat pengawasan selama proses harus bergantung pada beberapa
pertimbangan, termasuk :
1. Sifat bahan aktif sediaan yang diproduksi
2. Langkah reaksi atau proses yang dilakukan, dan
3. Sejauh mana langkah memperkenalkan variabilitas dalam proses.
Kurang ketat dalam proses kontrol mungkin tepat dalam langkah-langkah
pengolahan awal sedangkan kontrol ketat harus diterapkan untuk sintesis lanjut,
isolasi, dan langkah-langkah pemurnian. Semua hal dalam proses tes dan hasilnya
harus didokumentasikan dalam catatan batch. Bahan aktif dan tambahan yang gagal
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan harus ditolak dan ditahan di bawah
karantina sampai penyelidikan menentukan disposisi yang tepat dari bahan. Bahan
yang akan diproses ulang harus tepat diidentifikasi.
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998)
F. Waktu Batas Produksi
Bila diperlukan, batas waktu untuk penyelesaian langkah-langkah manufaktur
harus dibentuk untuk menjamin kualitas produksi. Penyimpangan dari batas waktu
yang ditetapkan harus didokumentasikan dan dijelaskan. Prosedur tertulis harus
ditetapkan untuk bahan yang disimpan sebelum pengolahan lanjut. Jika diperlukan,
prosedur ini harus menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai, bahan kemasan,
suhu, waktu, dan perlindungan dari kelembaban dan cahaya penting untuk
mempertahankan kualitas bahan (U.S. Department of Health and Human Services,
1998).
G. Pengendalian Pencemaran Bahan Aktif Sediaan
Langkah-langkah yang tepat harus diambil selama filtrasi akhir dan isolasi
untuk menghindari kontaminasi atau kontaminasi silang dari bahan aktif. Tindakan
tersebut harus mencakup :
16
1. Penggunaan peralatan yang dirancang untuk meminimalkan kontaminasi
Penggunaan peralatan cukup dibersihkan dan dipelihara, dan bila perlu,
berdedikasi peralatan;
2. Lokasi peralatan dalam lingkungan yang terkendali;
3. Penggunaan bahan cair dan gas sesuai disaring (misalnya, gas yang digunakan
untuk pengering selimut), dan
4. Penggunaan memadai pelarut dimurnikan dan bahan baku dimurnikan.
Selain itu, tindakan pencegahan khusus harus diambil selama pengeringan,
penggilingan, mikronisasi, penyaringan, pencampuran, dan operasi kemasan karena
risiko kontaminasi terkait dengan penanganan bubuk kering. Tindakan pencegahan
tersebut harus mencakup :
1. Penggunaan sistem tertutup untuk isolasi dan pengeringan, jika mungkin;
2. Penggunaan sistem transfer bubuk otomatis (misalnya, vakum, sistem gravitasi)
saat pengisian dan pemakaian kapal, dan
3. Penggunaan penanganan udara yang tepat dan sistem ekstraksi debu.
Bila diperlukan, prosedur tertulis harus ditetapkan dan diikuti untuk
meminimalkan kontaminasi mikrobiologi dalam bahan aktif yang : (1) Merupakan
origin biologis, (2) sensitif terhadap kerusakan mikrobiologis, atau (3) telah
ditetapkan spesifikasi mikrobiologinya. Prosedur tertulis harus dibuat dan tindakan
yang diambil untuk mengontrol bioburden dan kontaminasi endotoksin dari bahan
belum steril yang dimaksudkan untuk digunakan dalam penyiapan produk obat
parenteral.
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998)
H. Blending Bahan Aktif untuk Sediaan
Dalam proses blending (misalnya, mengumpulkan beban centrifuge beberapa
pengering tunggal atau blender, pencampuran beberapa batch intermediate untuk
17
digunakan dalam langkah-langkah proses selanjutnya, pencampuran tailing) harus
cukup dikendalikan dan didokumentasikan. Spesifikasi yang sesuai harus ditetapkan
untuk material yang akan dicampur untuk menjamin kualitas campuran.
Mencampurkan batch atau lot yang secara individual tidak sesuai dengan spesifikasi
kemurnian lot dengan lainnya yang sesuai untuk tujuan menyelamatkan bahan atau
menyamarkan cacat harus dihindari. Ketika pencampuran beberapa batch untuk
meningkatkan ukuran batch, maka :
1. Setiap batch dimasukkan ke dalam campuran harus memenuhi spesifikasi
kemurnian;
2. Setiap batch dimasukkan ke dalam campuran harus telah diproduksi oleh yang
proses yang sama;
3. Jumlah lot atau kontrol untuk campuran masing-masing harus memungkinkan
penelusuran kembali ke batch individu yang membentuk campuran, dan
4. Tanggal kadaluarsa atau tes ulang untuk batch bahan yang dicampur harus
berdasarkan tanggal pembuatan batch tertua di campuran.
Untuk bahan aktif yang dicampur dalam keadaan kering, ukuran lot
maksimum untuk campuran API akhir harus terbatas pada kapasitas kerja maksimum
dari blender terbesar yang digunakan. Dimana atribut fisik bahan aktif sangat penting
(misalnya, bahan aktif dimaksudkan untuk digunakan dalam bentuk sediaan oral
padat atau suspensi), operasi pencampuran harus divalidasi untuk menunjukkan
homogenitas dicampur batch. Validasi harus mencakup pengujian untuk atribut kritis
(misalnya, ukuran partikel distribusi, massal, dan kepadatan tap) yang mungkin
terpengaruh oleh proses blending.
(U.S. Department of Health and Human Services, 1998)
2.4 Packaging Sediaan Parenteral
Secara umum, semua produk parenteral harus dibuat dalam pengawasan yang ketat
yaitu dengan cGMP ( current Good Manufacturing Processed ) untuk menjamin produk akhir
steril dan bebas dari pirogen. Sterilisasi didefinisikan sebagai lengkapnya penghancuran dari
semua organisme hidup atau sporanya atau lengkapnya pengusiran. Produk farmasi dapat
disterilisasi dengan sterilisasi uap, sterilisasi panas kering, sterilisasi filtrasi, sterilisasi gas,
dan sterilisasi radiasi ion. USP menyediakan monografi dan standar untuk indikator biologi
yang diperlukan untuk menguji validitas dari proses sterilisasi. Produk ini juga diuji untuk
18
pirogen yang merupakan substansi yang dapat menyebabkan demam yang meningkat akibat
kontaminasi mikroba ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah
terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan,
untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk setiap
sediaan parenteral bisanya dinyakan dalam masing-masing monografi. Obat suntik
ditempatkan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda ( Ansel, 2005 ).
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan
jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan
yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Sedangkan
wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
per bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian bagian
yang tertinggal ( Ansel, 2005 ).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah
gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah
dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka,
isi ampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul
tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas
isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan
dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus.
Jenis gelas I ( gelas borosilikat, daya tahan tinggi ), II ( treated soda-lime glass ), dan III
( soda-lime glass ) adalah jenis yang cocok untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan
terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik
tertentu dinyatakan dalam masing-masing monografi sediaan ( Ansel, 2005 ).
Injeksi disiapkan dalam wadah dosis ganda dan wadah dosis tunggal. Wadah dosis
ganda sering berupa sebuah vial yang memungkinkan pengambilan isinya secara terus-
menerus tanpa menyebabkan perubahan dalam kekuatan produk dan mempertahankan
sterilitasnya. Sedangkan wadah dosis tunggal dimaksudkan untuk administrasi parenteral
tunggal. Produk ini dapat berupa ampul, vial atau sebuah syringe. Untuk beberapa obat, ada
ada double-chambered vials spesifik yang mengandung larutan untuk rekonstitusi dan obat
dalam bentuk serbuk. ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
19
Ampuls disiapkan untuk wadah dosis tunggal dan tidak memerlukan pengawet.
Walaupun demikian, pada banyak kasus, pabrik pembuat akan menambahkan pengawet,
untuk formulasi obat adalah sama untuk kedua ampul dan vial dosis ganda. Keburukan dari
ampul adalah wadah ini akan menjadi kontaminan dengan partikel gelas ketika dibuka dan
memerlukan penggunaan dari syringe untuk memindahkan larutan obat. Terkadang, jarum
filter harus digunakan selama pengambilan larutan atau penghantaran dari larutan obat ke
sebuah kantong fleksibel atau larutan intravena yang lain untuk menjamin gelas dipindahkan
dari larutan. Ampul dibuka dengan memecahkan leher ampul ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
Vial dapat digunakan untuk dosis tunggal atau ganda. Wadah gelas disegel dengan
penutup karet yang memungkinkan pengambilan larutan obat dengan menggunakan syringe.
Keburukan dari sistem ini adalah diasosiasikan dengan penjaminan larutan obat kompatibel
dengan karet penutup dan dengan sistem ini selalu berfokus pada kontaminasi larutan oleh
pengulangan pengambilan. Hal ini dapat diminimalisasi dengan penggunaan vial dosis
tunggal ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
Wadah dosis berganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila jarum
ditarik kembalidari wadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan melindungi
isi dari pengotoran udara bebas. Jarum dapat ditusukkan untuk mengambil sebagian cairan
obat suntik, atau dapat digunakan untuk menambah pelarut atau pembawa ke bubuk kering
yang dimaksudkan untuk obat suntik. Pada keadaan-keadaan tersebut, obat suntik dapat
dipertahankan, bila jarum itu sendiri steril pada waktu dimasukkan ke dalam wadah.
Sebaiknya harus dilihat kembali bahwa, kecuali kalau dinyatakan lain dalam monograf, obat
suntik dosis berganda diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba. Kecuali jika
ditentukan khusus, wadah dosis berganda tidak boleh lebih besar dari 30 mL kapasitasnya,
untuk membatasi jumlah tusukan yang dibuat padatutup dan ini berarti menjaga sterilitas.
Pembatasan volume juga untuk menjaga berlebihnya zat pengawet antimikroba yang
diberikan bersama dengan obat. Bila dosis besar yang tidak lazim diperlukan, disarankan
untuk menggunakan sediaan dosis tunggal yang tidak mengandung pengawet. Wadah dosis
berganda yang lazim mengandung ± 10 dosis lazim obat suntik tetapi besarnya dosis berbeda-
beda tergantung pada masing-masing sediaan dan pabrik ( Ansel, 2005 ).
Larutan parenteral juga dapat dipackaging dalam bentuk dosis syringe untuk
penggunaan dosis tunggal. Sistem ini dianggap sebagai tipe yang nyaman. Syringe dan jarum
20
akan steril hingga saat dibuka. Sistem ini ideal digunakan untuk situasi gawat darurat atau
lingkungan perawatan kesehatan rumahan ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
LVPs biasanya disediakan dalam wadah gelas, kantong plastik fleksibel, atau wadah
semirigid. Sistem ini juga diklasifikasikan dalam sistem terbuka ( nonvakum ) dan sistem
tertutup ( vakum ). Pabrik pembuat terbesar dari LVPs adalah Abbott Laboratories, Baxter
Healthcare Corporation, dan B.Braun ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
Wadah gelas disegel dengan cakram plastik yang tebal dan sebuah target di tengahnya
untuk tempat untuk ditembus. Kelebihan dari wadah gelas untuk parenteral adalah mudah
untuk disterilisasi, dapat secara akurat dibaca, pada umumnya inert dan tidak terlalu rentan
terhadap inkompatibilitas dengan obat atau luluhan dari komponen dibandingkan dengan
kantong intravena fleksibel plastik. Keburukan dari gelas ini yaitu diasosiasikan dengan
penanganan botol gelas dan potensial untuk dirusak ( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
Wadah cairan intravena plastik adalah yang pertama kali diperkenalkan karena
keperluan untuk memulai terapi intravena saat transportasi dari triage area ke rumah sakit.
Wadah ini fleksibel dikarenakan oleh kehadiran plasticizer, dengan kantong yang terbuat dari
polivinil klorida. Berbeda dengan wadah semirigid yang sering dibuat dari polyolefin.
Keuntungan utama dari sistem kantong fleksibel plastic untuk sediaan parenteral adalah tidak
memerlukan penggunaan dari sebuah set vented administration saat kosong dan tidak terlalu
rentan terhadap kerusakan. Kesulitan dari kantong plastik fleksibel ini untuk larutan infus
adalah potensial untuk inkompatibilitas dari substansi obat dengan komponen dari kantong
ini, potensial untuk menguap selama penggunaan, jaminan kesterilan larutan, dan kesulitan
pembacaan volume pada kantong ini. Satu fokus utama dengan penggunaan kantong ini
adalah potensial dari komponen obat untuk meluluhkan plasticizer dari sistem ( Swarbrick
and Boylan, 2002 ).
Wadah semirigid adalah sama dengan wadah plastik fleksibel dimana mereka ringan,
dan tidak mudah rusak, dan dapat dengan mudah diangkut dan disimpan. Yang terpenting
adalah wadah ini tidak mengandung plasticizer dan lebih kompatibel dengan substansi obat.
Keburukan dari wadah ini yaitu rentan terhadap retak pada perubahan temperatur yang
ekstrim, tidak boleh dibekukan, dan tidak baik digunakan pada pelayanan ambulans
( Swarbrick and Boylan, 2002 ).
21
Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan.
Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang
bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa sengaja ada. Termasuk pengotoran-
pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas
atau plastic atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk
selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian ( Ansel, 2005 ).
Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk
parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan
penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum
dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan
terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk
memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan.
Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang
berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai,
wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian
wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah
masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam
wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna
dalam menurunkan kemungkinan pengotoran. Kap-kap laminar flow telah dikembangkan
dengan memperhitungkan cerobong aliran bebas dari udara bersih yang disaring di atas
tempat kerja. Kap-kap umumnya ditemui di rumah sakit yang dipasang untuk pembuatan dan
penambahanzat penambah ke dalam produk parenteral dan obat mata. Pekerja yang
berkecimpung dalam pembuatan obat parenteral harus benar-benar mengetahui pentingnya
kebersihan dan teknik aseptis. Mereka disediakan pakaian seragam yang dibuat dari kain
monofilament ( berserat tunggal ) yang tidak melepaskan serat-serat kain. Memakai kap
muka, tutup kepala, sarung tangan, dan sepatu tertutup yang sekali pakai untuk mencegah
pengotoran ( Ansel, 2005 ).
Sesudah wadah diisi dan ditutup rapat, dilakukan pemeriksaan terhadap zat-zat khusus
dengan mata atau secara otomatis. Baisanya pengawas melewatkan wadah yang telah diisi
dan ditutup rapat di depan sumber sinar dengan latar belakang hitam, untuk meneliti adanya
partikel-partikel yang bergerak. Partikel dengan ukuran ± 50 µm dapat dideteksi dengan cara
ini. Partikel-partikel yang memancarkan sinar seperti pecahan gelas, dapat dilihat dalam
ukuran yang lebih kecil dari ± 25 µm. Cara lain yang digunakan untuk mendeteksi partikel-
22
partikel yang lebih kecil dari yang dapat dilihat oleh mata telanjang ( tanpa bantuan ) adalah
pemeriksaan dengan mikroskop dan juga dengan menggunakan peralatan canggih seperti
Coulter-Counter yang secara elektronik menghitung partikelk-partikel yang ada dalam contoh
yang diperiksa. Segera sesudah melewati pengujian selama pembuatan, produk kemudian
diberi etiket. Bagaimanapun juga, ahli farmasi harus memeriksa setiap larutan parenteral
yang diserahkan sebelum digunakan ( Ansel, 2005 ).
Walaupun jumlah bermakna larutan obat suntik dan infus yang mengandung partikel-
partikel belum pasti, tetapi jelas partikel-partikel mempunyai kemampuan menginduksi
terbentuknya thrombus dan penghambatan aliran darah di pembuluh dan tergantung pada
komposisi kimia partikel-partikel, penambahan potensi zat kimia yang tidak diinginkan dan
mungkin beracun ( Ansel, 2005 ).
Pada pembuatan produk parenteral dosis tunggal, ahli farmasi harus
mempertimbangkan bukan hanya segi fisikakimia obat saja tetapi juga penggunaan terapi
yang diharapkan dari produk itu sendiri. Sebagian terbesar produk parenteral bervolume kecil
diformulasikan sehingga menjadi larutan dengan jumlah yang tepat, katakanlah 0,5-2 mL,
mengandung obat sebanyak dosis lazim, walaupun volume diperbesar dengan mengencerkan
larutan yang sering diberikan lewat intravena atau intramuskular ( Ansel, 2005 ).
Umumnya di pedagangan tersedia obat suntik dengan beberapa konsentrasi berbeda,
yang memungkinkan dokter untuk leluasa memilih tanpa memboroskan obat seperti yang
akan terjadi bila dokter memberikan hanya sebagian dari larutan parenteral dosis tunggal.
Sediaan dosis tunggal yang bervolume besar, umumnya adalah larutan-larutan yang
digunakan untuk menembah volume darah atau melengkapi nutrisi atau elektrolit dan
diberikan dengan tetesan lambat lewat intravena. Akan tetapi, wadah dosis tunggal
memungkinkan dilakukannya pengambilan kembali dan pemberian volume lebih dari 1.000
mL. Di samping itu, sediaan yang dimaksudkan untuk diberikan lewat intraspinal,
intrasisternal atau peridural harus dikemas dalam wadah dosis tunggal untuk mencegah
terjadinya pengotoran ( Ansel, 2005 ).
Di rumah sakit, dokter sering meminta untuk memasukkan zat penambah ke dalam
larutan parenteral volume besar untuk diinfuskan. Dalam hal ini, orang yang memasukkan
harus pasti bahwa kondisi aseptis yang dilakukan dan bahwa zat yang ditambahkan dapat
bercampur dengan larutan parenteral volume besar tersebut. Harus diperhatikan untuk tidak
memasukkan zat-zat tertentu ke dalam larutan. Beberapa pabrik farmasi telah
23
mengembangkan alat khusus untuk memasukkan zat penambah farmasi ke dalam obat
parenteral bervolume besar secara aseptis. Alat suntik dan jarum biasa biasa, lebih baik bila
ditambah dengan alat penyaring, dapat digunakan dengan efektif untuk memindahkan larutan
dari produk parenteral ke produk parenteral lainnya. Beberapa bagian farmasi rumah sakit
telah membentuk pengawasan zat penambah intravena dan program pencampuran untuk
menjamin ketercampuran larutan zat penambah, keamanan, dan efektivitas ( Ansel, 2005 ).
Setiap masing-masing monografi untuk obat suntik resmi menyatakan jenis wadah
( dosis tunggal atau ganda ) yang diperbolehkan untuk obat suntik, jenis gelas yang
dianjurkan wadah, kekecualian-kekecualian jika ada, pembatasan ukuran kemasan yang lazim
dan beberapa petunjuk penyimpanan khusus. Sebagian terbesar obat suntik dibuat dari zat
senyawa obat yang murni secara kimia, stabil pada temperatur kamar dan dapat disimpan
tanpa perhatian atau kondisi khusus. Akan tetapi, sebagian terbesar produk biologi-suntikan
insulin dan berbagai vaksin, toksoid, toksin dan produk-produk yang berhubungan umumnya
disimpan dalam alat pendingin. Keterangan harus dibuat untuk masing-masing monografi
untuk mencari/mendapatkan temperatur penyimpanan yang sesuai untuk obat suntik khusus
( Ansel, 2005 ).
2.4.1 Packaging Sediaan Sitotoksik
Penanganan potensial dari agen sitotoksik dapat menjadi resiko yang potensial.
Walaupun kejadiannya tidak pasti, namun perlu dilakukan proses untuk meminimalisasi
paparan yang tidak tentu dengan mengimplementasikan beberapa konsep dasar dan mengikuti
aturan umum seperti:
- Penggunaan vertical laminar flow-hoods ( atau sarung tangan bakteriologik ) untuk
penyiapan dan rekonstitusi dari obat sitostatik
- Personil yang melakukan rekonstitusi obat ini harus menggunakan sarung tangan dan
masker.
- Sitostatika harus ditangani secara terpusat. Limbahnya harus ditangani secara special
dengan alat penampung yang didesain khusus serta insenerasi.
- Personil yang terlibat dalam penanganan campuran sitostatika harus diperiksa
darahnya secara berkala
24
- Personil yang menangani sitostatika harus diberi tahu bahwa dapat terjadi masalah
yang potensial
- Penlabelan spesial dari wadah harus diperhatikan untuk menjamin penanganan yang
tepat ( Turco, 1994 )
Proses packaging ini dapat dibagi menjadi:
1. Packaging dan Transport dari obat sitotoksik di dalam industri
Prosedur untuk packaging dan transport yang aman dari preparasi obat sitotoksik dalam
industri harus dikembangkan dan ditetapkan. Penyegelan, wadah yang tahan dan kaku,
packaging yang tepat untuk mencegah kebocoran, serta labeling harus digunakan untuk
transport preparasi obat sitotoksik cair untuk bangsal, klinik, diantara unit kesehatan dan
pelayanan, ruang perawat dalam komunitas. Packaging ini juga harus selalu menawarkan
perlindungan dari cahaya. Packaging luar harus menjamin terhadap kerusakan yang
menyebabkan tumpahan. Luer-lock syringes harus ditutup dengan penutup standar untuk
mencegah tumpahnya sediaan selama transport. Kemasan harus diberi label yang jelas
sebagai obat sitotoksik. Metode transport yang menghasilkan goncangan mekanik pada
isi seperti pneumatic tubes tidak baik digunakan untuk transport obat sitotoksik. Personil
yang dilibatkan pada proses tansport obat sitotoksik harus diberikan perhatian dan
pelatihan.
2. Packaging dan transport ke fasilitas lainnya
Untuk transport di antara fasilitas, esensial diperlukan standar packaging yang relevan.
Obat sitotoksik harus dipackaging sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan kemasan,
dan masuknya kontaminan yang hadir saat kerusakan terjadi selama penanganan dan
transportasi. Pengendara dari kendaraan pengangkut harus diberi informasi dari bahaya
potensial yang berasosiasi dengan penanganan dari obat sitotoksik dan limbah yang
terkait ( Anonim, 1997 )
Wadah yang akan digunakan disesuaikan dengan sifat fisika kimia dari sediaan. Sebagai
contoh: Amsacrine dikatakan bereaksi dengan plastik tertentu, Asparaginase dikatakan
inkompatibilitas dengan karet dan Bicalutamide harus disimpan dalam wadah kedap udara
( Sweetman, 2009 ).
25
Penyegelan dan wadah yang tahan harus digunakan untuk mengemas sediaan sitostatik
cair. Wadah ini harus mampu melindungi isi dari cahaya. Dan khusus untuk penyiapan
sediaan intratekal, harus dikemas secara terpisah ( Anonim, 2005 ).
Obat sitostatik harus dikemas dan didistribusikan, jadi perlu untuk menjamin proteksi
kima dan fisika yang tepat untuk obat serta perlindungan terhadap individu yang menangani
bila tumpah. Obat sitostatik harus dikemas dalam leak-proof container dengan segel dan
label, serta bila mungkin dengan kantong luar yang heat-sealed, untuk menjamin bahwa
wadah:
a. Memberikan perlindungan dari cahaya bila diperlukan
b. Melindungi obat dari kerusakan saat pengangkutan
c. Melindungi dari kebocoran
d. Mempunyai childproof lid (jika penggunaannya sesuai) ( Anonim, 2003 )
2.4.2 Labelling
Etiket pada wadah produk parenteral harus mencantumkan: (1) nama sediaan; (2)
untuk sediaan cair, perbandingan kadar obat atau jumlah obat yang ada dalam volume yang
ditentukan, atau untuk sediaan obat kering, jumlah zat aktif yang ada dan volume cairan yang
harus ditambahkan ke sediaan kering untuk membentuk larutan atau suspensi; (3) cara
pemberian; (4) pernyataan kondisi penyimpanan dan kadaluarsa; (5) nama pabrik atau
penyalur; (6) nomor lot (batch) pembuatan di mana bila diminta untuk menyatakan semua
proses pembuatan sediaan tersebut. Obat suntik untuk penggunaan pada hewan
dinyatakan/ditulis untuk efek tersebut. Sediaan yang ditujukan untuk kegunaan sebagai
larutan dialisis, hemofiltrasi atau irigasi harus memenuhi syarat-syarat untuk obat suntik,
kecuali yang berhubungan dengan volume yang terdapat pada wadah, dan harus memuat
pernyataan yang menunjukkan bahwa larutan bukan dimaksudkan untuk disuntikkan. Seluruh
wadah sesuai dengan label, harus masih ada di tempat, bagi wadah yang tidak ditutupi label
harus cukup besar bagi memanjang maupun melingkar agar memungkinkan pengamatan isi
wadah. Bila ada obat suntik yang secara pengamatan mata menampakkan partikel-partikel
lain, selain dari zat suspensi yang normal harus ada, obat tersebut harus disingkirkan ( Ansel,
2005 ).
Penyiapan sediaan sitostatik oleh farmasis akan mengikuti guideline labeling berikut:
26
Instruksi dosis yang jelas ( hindari penggunaan dari ‘as directed’ sebagai sebuah
arahan menyeluruh )
Jika total dosis dibuat dari dua kekuatan yang berbeda, pada label harus dicantumkan
jumlah tablet dari masing-masing dosis maupun sebagai dosis total
Periode yang dimaksudkan dari pengobatan ( seperti jumlah harinya )
Tanggal memulai dan menghentikan untuk penggunaan singkat atau terapi
intermittent
Dosis dari sitostatika yang dimaksudkan untuk digunakan dalam seminggu harus
spesifik disebutkan“sekali dalam seminggu” dan hari pada saat dosis tersebut
digunakan
Semua wadah harus diberikan label
Label perhatian dan saran ( termasuk syarat penyimpanan spesifik secara detail )
harus ditambahkan
Ada stiker peringatan bahwa obat tersebut adalah sitostatika seperti misalnya
‘cytotoxic, handle with care’, pada masing-masing wadah ( Anonim, 2007 )
Semua penyiapan sitostatika harus diberi label secara jelas dengan informasi yang
detail, akurat, dan tentunya terbaca. Label harus secara spesifik didesain dan harus dikatakan
bahwa ada substansi sitostatik dalam sediaan tersebut. Label spesial lainnya juga harus
dilampirkan, di tempat yang tepat, untuk menyampaikan informasi tambahan atau saran
Semua label harus diaplikasikan pada baik immediate container dan packaging luarnya
( seperti kantong yang berisi syringenya ). Preparasi obat sitotoksik yang akan diangkut ke
rumah sakit lain harus diberi label menurut persyaratan dari NZS 5433:1988 Transport of
hazardous substances on land ( Anonim, 1997 ).
Sumber lain juga menyebutkan hal yang sama dimana pengecekan harus selalu
menjadi bagian integral dari prosedur penanganan sitostatika ini dan label harus
menyampaikan:
- terdapatnya sunbstansi sitostatika dalam sediaan
- jumlah total dari obat dan total volume dari sediaan
- waktu dan tanggal saat sediaan tidak boleh digunakan lagi
- rekomendasi penyimpanan ( Collett and Aulton, 1996 ).
27
Label yang disertakan harus menonjol. Umunya sitostatika diidentifikasi dengan
sebuah symbol ungu yang mewakili sebuah sel yang sedang berada pada telofase akhir dan
diletakkan pada kemasan luar ( Anonim, 2005 ).
Khusus untuk sediaan intratekal, label harus diletakkan pada syringe dan juga pada
kemasan luar yang berbunyi “for intrathecal use only”. Perusahaan harus menerapkan
prosedur yang ketat untuk menjamin produk ini mudah diidentifikasi dan ditempatkan
tersendiri dari produk lainnya ( Anonim, 2005 ).
Untuk pengangkutan, liquid-proof, shatterproof, dan easy-to-clean containers (seperti
box plastik) harus digunakan ( Eitel et al, 2000 ). Prosedur lokal sebaiknya juga harus
dikembangkan untuk menjamin keamanan transportasi dari sitostatika. Wadah yang didesain
secara spesial dapat digunakan. Jika diperlukan, suatu ketentuan juga harus dibuat untuk
infuse untuk melindungi dari cahaya selama administrasi ( Collett and Aulton, 1996 ).
BAB III
KESIMPULAN
28
3.1 Penyiapan larutan parenteral dibuat dengan cara teknik aseptik terstandar. Terlepas dari
pilihan metode peracikan, ada beberapa aturan dasar yang perlu diikuti, antara lain :
a. Pemindahan cairan (asam amino, glukosa) ke dalam kantong infus steril sebelum
penambahan minyak berbasis emulsi (lipid) destabilisasi, mencegah dari emulsi
lemak.
b. Menjaga agar smua bahan tetap kompatibel dengan bahan lain dan agar tidak
membentuk endapan yang tidak larut, misalnya kalsium dan fosfat yang akan
membentuk larutan yang tidak saling campur.
3.2 Processing sediaan parenteral dipengaruhi oleh pelarut dan pembawa, cara pemberian,
partikel zat aktif dan bentuk polimorfisme, zat pengawet, bentuk sediaan, tonisitas, pH
obat suntik, stabilitas, volume obat suntik, biofarmasetika, gravitasi, dan wadah serta
penutup. Fokus utama dari keamanan selama processing obat sitotoksik adalah :
a. Pengendalian lingkungan kerja,
b. Praktek kerja aman dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, dan
c. Pendidikan dan pelatihan personil kesehatan.
3.3 Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Obat
sitotoksik harus dipackaging sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan kemasan, dan
masuknya kontaminan yang hadir saat kerusakan terjadi selama penanganan dan
transportasi. Semua penyiapan sitostatika harus diberi label secara jelas dengan
informasi yang detail, akurat, dan tentunya terbaca. Label harus secara spesifik didesain
dan harus dikatakan bahwa ada substansi sitostatik dalam sediaan tersebut.
29