MAKALAH PPOK
-
Upload
samuel-yo-jong -
Category
Documents
-
view
230 -
download
3
Transcript of MAKALAH PPOK
TUGAS MAKALAH PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Oleh :Vandy Ikra1118011137
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas
makalah ini yang berjudul Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi isi,
bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis ingin meminta maaf atas segala
kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan,
dan keterampilan. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan, guna untuk
kesempurnaan makalah ini dan perbaikan untuk kita semua.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu
pengetahuan untuk kita semua.
Bandar Lampung, 17 Desember 2013
Penulis
2
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN..........................................................................................1
II. PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI..........................................................................................1
2.2 KLASIFIKASI..................................................................................2
2.3 FAKTOR RESIKO...........................................................................2
2.4 PATOGENESIS................................................................................3
2.5 PATOLOGI.......................................................................................5
2.6 GAMBARAN KLINIS.....................................................................5
2.7 DIAGNOSIS.....................................................................................6
2.8 DIAGNOSIS BANDING................................................................7
2.9 PENATALAKSANAAN.................................................................7
III. PENUTUP
KESIMPULAN.....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................13
3
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
I. PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ke 5 di
seluruh dunia, dan menurut WHO, diprediksikan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab
kematian ketiga di seluruh dunia. Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO
menetapkan hari PPOK sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November.
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di seluruh
dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu usia
> 45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari 7,8%-32,1% di
beberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah
3,5 % di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam. Untuk Indonesia,
penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi
prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.
Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan penyakit
degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan polusi udara. Merokok
merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.
II. PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun disertai perubahan structural pada jaringan paru dan saluran nafas, didapatkan pula
efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
2.2 KLASIFIKASI
4
Menurut PDPI 2010, emfisema dan bronkitis kronik tidak lagi dimasukkan kedalam
klasifikasi/defenisi dari PPOK, karena emfisema merupakan diagnosis patologik sedangkan
bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan
hambatan aliran udara.
2.3 FAKTOR RESIKO
PPOK merupakan salah satu penyakit yang etiologinya berasal dari gene-enviroment
interaction.
1. Faktor Genetik
Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi dari alpha- 1
antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang terbanyak beredar dalam
sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan namun paling sering dijumpai pada ras yang
berasal dari North Europe. Penyebab genetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 2q,
perubahan dari transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1), microsomal epoxide
hydrolase 1 (mEPHX1), dan tumor necrosis factor alpha (TNFa).
2. Faktor Lingkungan
Inhalasi Asap rokok yang terinhalasi baik secara aktif maupun pasif serta debu dan zat
kimiawi seperti uap, iritan, debu jalanan, gas buang kendaraan bermotor, asap kompor
merupakan contoh dari polusi yang sering terinhalasi dan menyebabkan PPOK.
3. Faktor Pertumbuhan dan Perkembangan Paru
Dari penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan antara perkembangan dan
pertumbuhan paru pada masa gestasi, melahirkan dan anak-anak dengan kejadian PPOK.
Hal ini dibuktikan melalui meta analisis adanya hubungan antara berat lahir dengan FEV1
pada masa dewasa.
4. Stress Oksidatif
Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan (kelebihan oksidan dan deplet dari
antioksidan) dapat menyebabkan kerusakan langsung pada paru dan mengaktifkan proses
inflamasi pada paru.
5. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bepengaruh dalam kejadian PPOK maupun perburukan
PPOK. Riwayat infeksi pernafasan yang parah pada anak-anak dapat menyebabkan
penurunan fungsi paru dan meningkatkan keluhan pernafasan pada saat dewasa. Virus
5
HIV juga dapat menyebabkan terjadinya HIV-induced pulmonary inflammation, riwayat
TB paru sebelumnya, riwayat infeksi saluran nafas bawah yang berulang.
6. Status Sosioekonomi
7. Nutrisi
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menyebabkan penurunan dari kekuatan dan
ketahanan otot pernafasan. Kelaparan dan perubahan anabolik dan katabolic berhubungan
dengan kejadian emfisema pada penelitian ekperimental yang dilakukan terhadap hewan.
8. Asma
Menurut Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, penduduk dewasa
dengan asma memiliki 12 kali peningkatan resiko terjadinya PPOK dibanding dengan
penduduk dewasa normal lainnya.
2.4 PATOGENESIS
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan
oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim
dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan
struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat
penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang.
Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas
mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai
macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel
dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel
tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8
dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1
dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil
melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses
6
inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan.
Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu
elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan
menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi
anion hipohalida (HOCl ).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis
sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi
sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi
alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit dan polusi dan asap rokok.
Pada perokok yang menderita PPOK produksi antiprotease mungkin tidak cukup untuk
menetralisir efek berbagai protease dan mungkin juga karena faktor genetik yang berperan
dalam terganggunya fungsi dan produksi protein ini.
Beberapa studi mendapatkan adanya peningkatan stres oksidatif yang berperan penting pada
PPOK melalui mekanisme aktivasi transkripsi nuclear factor κB (NfκB) dan activator
protein-1(AP-1) yang menginduksi neutrophilic inflammation melalui peningkatan ekspresi
IL-8, TNF-α dan MMP-9, serta merusak antiprotease seperti α-1 AT yang meningkatkan
terjadinya inflamsi dan proses proteolitik.
Terjadinya proses inflamasi akan merusak metriks ekstraseluler, berakibat pada kematian sel
dimana kemampuan memperbaiki dan memulihkan kerusakan terebut tidak adekuat sehingga
terjadilah hambatan jalan udara yang progresif dan ireversibel.
2.5 PATOLOGI
Perubahan patologi yang khas pada PPOK melibatkan saluran nafas besar, saluran nafas
kecil, parenkim paru, dan vaskular pulmonal.
1. Saluran nafas besar
Terjadi infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang
mensekresi mukus membesar dan jumlah sel Goblet meningkat.
7
2. Saluran nafas kecil
Inflamasi kronis menyebabkan siklus injury dan repair dinding saluran nafas yang
berulang.Terjadi structural remodelling dimana terjadi peningkatan kolagen dan
pembentukan jaringan ikat fibrous sehingga terjadi penyempitan lumen dan obstruksi
saluran nafas yang permanen.
3. Parenkim Paru
Terjadi destruksi dinding alveoli. Dimana kasus tersering adalah dalam bentuk
emfisema sentrilobuler. Selain itu terjadi juga destruksi pulmonary capillary bed.
4. Perubahan vaskuler pulmonal
Perubahan yang pertama terjadi adalah penebalan intima diikuti oleh infiltrasi sel-sel
radang ke dalam pembuluh darah. Semakin lama tunica intima semakin menebal dan
selain itu juga terjadi peningkatan otot polos. Hasilnya adalah meningkatnya
resistance dari pembuluh darah paru.
2.6 GAMBARAN KLINIS
1. Riwayat Penyakit
Dua keluhan utama yang tersering adalah batuk dan sesak nafas. Batuk biasanya
timbul sebelum atau bersamaan dengan sesak nafas, berdahak,umumnya dahak
mukoid berwarna putih, namun dapat berubah menjadi purulen apabila terjadi infeksi.
Sesak nafas terutama pada saat melakukan aktifitas yang mengerahkan tenaga dimana
terjadi peningkatan kebutuhan Oksigen sehingga RR meningkat. Selain itu sering
didapatkan mengi pada pasien PPOK pada saat serangan sesak terjadi. Keluhan-
keluhan itu berlangsung kronis ataupun berulang dan cenderung progresif.
Karakteristik PPOK adalah adanya eksaserbasi dimana pada saat eksaserbasi keluhan-
keluhan diatas menjadi semakin parah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung derajat obstruksi aliran udara, derajat
hiperinflasi paru, dan bentuk tubuh. Awalnya mungkin hanya dapat ditemukan
ekspirasi memanjang dan wheezing saat ekspirasi paksa. Bila berlanjut maka akan
tampak hiperinflasi dan terjadi perubahan pada rongga thorax menjadi barrel chest.
Dapat juga ditemukan tanda-tanda kor pulmonale sekunder seperti penigkatan JVP
dan kongesti hepar.
8
2.7 DIAGNOSIS
Dibuat berdasarkan:
Gambaran klinis : yaitu faktor resiko, perjalanan penyakitserta periksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang : spirometri merupakan gold standard
FEV1 dan ratio FEV1/FVC menunjukkan laju pengosongan paru. Hasil tes post
bronchodilator FEV1 < 80% prediksi dan FEV1/FVC <70% menunjukkan obstruksi
yang tidak reversible sempurna.
Berdasarkan hasil Spirometri PPOK stabil dibagi menjadi 4, yaitu :
Stadium I: Ringan FEV1/FVC <0,7 ;
FEV1 > 80% prediksi
Stadium II : Sedang FEV1/FVC <0,7 ;
50% ≤ FEV1 < 80% prediksi
Stadium III : Berat FEV1/FVC <0,7 ;
30% ≤ FEV1 < 50% prediksi
Stadium IV : Sangat berat FEV1/FVC <0,7 ;
FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% +
gagal nafas kronik
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
2.9 PENATALAKSANAAN
PPOK stabil
9
Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi :
A. Edukasi
Menigkatkan kemampuan menanggulangi penyakit dan status kesehatan secara
umum. Edukasi terhadap faktor resiko penting untuk memperlambat progresifitas.
B. Farmakoterapi, terdiri dari:
1) Bronkodilator
2) Kortikosteroid
3) Mukolitik
4) Antioksidan
C. Oksigen
Indikasi: PaO2< 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnea atau
PaO2 antara 55-60 mmHg dan Sa02 89% tetapi ada tanda-tanda congestive heart
failure.
D. Ventilator Mekanik
E. Rehabilitasi Medik
F. Operasi
PPOK Eksaserbasi Akut
Secara umum eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang menetap dari keadaan stabil
dan di luar variasi normal sehari-hari yang mengharuskan perubahan dari obat reguler.
Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau
timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi adalah :
1. Batuk makin sering/hebat
2. Produksi sputum bertambah banyak
3. Sputum berubah warna
4. Sesak napas bertambah
5. Keterbatasan aktivitas bertambah
6. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
7. Kesadaran menurun
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut meliputi :
1. Oksigenasi adekuat, cukup menggunakan O2 nasal 1-4 lpm. Sasaran PaO2 60-65
mmHg atau SaO2> 90%
2. Bronkodilator.
10
3. Kortikosteroid oral atau intravena dianjurkan sebagai tambahan terhadap
bronkodilator dan oksigenasi.
4. Antibiotika, diindikasikan untuk eksaserbasi yang disebabkan karena infeksi bakterial.
Umumnya infeksi paling sering disebabkan oleh kuman S. Pneumonia, H. Influenzae,
dan M. Catarhalis.
5. Cairan dan Elektrolit perlu dimonitor.
6. Nutrisi yang adekuat, untuk mencegah proses katabolik tubuh.
7. Ventilator mekanik, dapat diberikan pada pasien eksaserbasi dengan stadium IV.
KARAKTERISTIK DAN REKOMENDASI PENGOBATAN BERDASARKAN
DERAJAT PPOK
DERAJAT PENGOBATAN
Semua Derajat - Edukasi (hindari faktor pencetus)
- Bronkodilator kerja singkat (SABA,
Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)
bila perlu
- Vaksinasi influenza
Derajat I:
PPOK Ringan
DERAJAT I
VEP1/KVP < 70%
VEP1 ≥ 80% Prediksi,
dengan atau tanpa gejala
Bronkodilator kerja singkat (SABA,
Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)
bila perlu
Derajat II:
PPOK Sedang
DERAJAT II
VEP1/KVP < 70%
50% < VEP1 < 80%
prediksi, dengan atau
tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan
bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi)
Derajat III:
PPOK Berat
DERAJAT III
VEP1/KVP ≤ 70%
30% ≤ VEP1 ≤ 50%
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator:
a. Anti kolinergik kerja lama
11
prediksi dengan atau
tanpa gejala
sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksasebasi
2. Rehabilitasi
DERAJAT IV
PPOK
Sangat Berat
DERAJAT III
VEP1/KVP ≤ 70%
30% ≤ VEP1 ≤ 50%
prediksi atau gagal napas
atau gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau
lebih bronkodilator :
a. Anti kolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
rehabilitasi respirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila
gagal napas
4. Ventilasi mekanis noninvasive
5. Pertimbangkan terapi pembedahan
Indikasi Rawat Inap :
1. Peningkatan gejala (sesak, batuk) saat tidak beraktivitas
2. PPOK dengan derajat berat
3. Terdapat tanda-tanda sianosis dan atau edema
4. Disertai penyakit komorbid lain
5. Sering eksaserbasi
6. Didapatkan aritmia
7. Diagnostik yang belum jelas
8. Usia lanjut
9. Infeksi saluran nafas berat
12
10. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Indikasi Rawat ICU :
1. Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang gawat
2. Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot-otot respirasi
3. Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 < 50
mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasive atau non
invasive)
4. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanis invasive
5. Ketidakstabilan hemodinamik
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
• Gagal napas kronik
• Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah pO2 < 60 mmHg dan pCO2 > 60 mmHg, dan pH normal, maka
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan pO2 dan pCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
13
- Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan salah satu penyakit penyebab kematian
ke 5 di seluruh dunia, dan menurut WHO, diprediksikan pada tahun 2020 akan
menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia.
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah
dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun disertai perubahan structural pada jaringan paru dan saluran
nafas, didapatkan pula efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.
3. Etiologinya berasal dari gene-enviroment interaction. Faktor genetik, faktor
lingkungan, faktor pertumbuhan paru, stress oksidatif, status sosioekonomi, nutrisi,
infeksi, dan asma.
4. Perubahan patologi yang khas pada PPOK melibatkan saluran nafas besar, saluran
nafas kecil, parenkim paru, dan vaskular pulmonal.
5. Eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang menetap dari keadaan stabil dan
di luar variasi normal sehari-hari yang mengharuskan perubahan dari obat reguler.
Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia; PDPI (Update 2010)
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia; PDPI (Update 2003)
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the
diagnosis, management and prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(Update 2007).
4. http://www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=det&idA=263
15