Makalah PLB3 Di PT. Kertas Leces

40
MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH B3 PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT. KERTAS LECES (PERSERO) PROBOLINGGO Dosen Pembimbing: Muhammad Syahirul Alim, MT. NIP. 19751109 200912 1 002 Disusun Oleh: Ilman Sahbani NIM. H1E112043 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

description

Makalah PLB3 Di PT. Kertas Leces

Transcript of Makalah PLB3 Di PT. Kertas Leces

MAKALAHPENGELOLAAN LIMBAH B3

PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT. KERTAS LECES (PERSERO) PROBOLINGGO

Dosen Pembimbing:Muhammad Syahirul Alim, MT.NIP. 19751109 200912 1 002

Disusun Oleh:Ilman SahbaniNIM. H1E112043

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS TEKNIKPROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGANBANJARBARU2013

24

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya makalah Pengelolaan Limbah B3 di PT. Kertas Leces (Persero) Probolinggo ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah B3. Didalam makalah ini Penulis memaparkan pengelolaan limbah B3 pada umumnya dan mengidentifikasi limbah B3 yang ada di PT. Kertas Leces serta bagaimana pengelolaan limbah B3-nya. Dalam penulisan makalah ini, Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Banjarbaru, Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR iDAFTAR ISIiiBAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang11.2. Rumusan Masalah21.3. Tujuan2BAB IIISI2.1. Limbah B332.1.1. Pengertian Limbah B332.1.2. Pengelolaan Limbah B352.1.3. Sistem Pengelolaan Limbah B362.2. Deskripsi PT. Kertas Leces162.3. Limbah PT. Kertas Leces182.4. Pengelolaan Limbah PT. Kertas Leces20BAB IIIPENUTUP3.1. Kesimpulan23DAFTAR PUSTAKA24

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMeningkatnya pembangunan disegala bidang, khususnya pembangunan bidang industri, akan berakibat meningkat pula jumlah limbah yang dihasilkan, termasuk limbah berbahaya dan beracun yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat B3 adalah sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (PP Nomor 18 Tahun 1999). Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkut, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.Pabrik kertas Leces didirikan pada tahun 1939, dan mulai beroperasi pada tanggal 22 Pebruari 1940, dengan kapasitas terpasang 10 ton/ hari, merupakan pabrik kertas kedua setelah PN. Kertas Padalalarang, milik perusahaan Belanda Nijmegen papier Fabriek. Dengan adanya Undang-Undang Nasionalisasi No. 86/ 1957 dan PP. 23/1958, pabrik diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan ditangani oleh Board of Management Padalarang Letjes. Berdasarkan Undang-Undang No. 19/1969 dan PP. 137/1961, sejak tahun 1961, menjadi Perusahaan Negara Letjes dengan susunan organisasi sendiri di bawah Badan Pimpinan Umum Industri Kimia. Pada Bulan Nopember 1958 dengan akta notaris No. 24 diubah menjadi PT. Kertas Leces (Persero).PT. Kertas Leces merupakan salah satu industri produk kertas, dimana industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 178 juta ton pulp dan 278 juta ton kertas dan karton. Pertumbuhannya dalam dekade berikutnya diperkirakan antara 2% hingga 3,5% per tahun. Limbah cair industri pulp dan kertas yang terbuang ke ekosistem di sekitarnya dapat menyebabkan kematian pada ikan, kerang dan invertebrata akuatik lainnya dan juga menimbulkan resiko terhadap masyarakat oleh buangan zat kimia berbahaya yang mencemari lingkungan. Dalam percobaan laboratorium, effluen industri kertas menyebabkan penyimpangan reproduktif pada zooplankton dan invertebrata yang merupakan prey/mangsa dari ikan, serta menyebabkan kerusakan genetik dan reaksi sistem kekebalan tubuh pada ikan. Maka dari itu limbah B3 tersebut harus diolah agar mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin ditimbulkannya terjadinya pencemaran lingkungan dan terganggunya kesehatan manusia.

1.2. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Apa yang dimaksud dengan limbah B3 dan bagaimana cara pengelolaanya?2. Apa saja limbah B3 yang dihasilkan PT. Kertas Leces?3. Bagaimana pengelolaan limbah B3 di PT. Kertas Leces?

1.3. TujuanAdapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Memahami apa yang dimaksud dengan limbah B3 beserta cara pengelolaanya. 2. Dapat mengindetifikasi limbah B3 yang dihasilkan dari PT. Kertas Leces.3. Mengetahui bagaimana pengelolaan limbah B3 di PT. Kertas Leces.

BAB IIISI2.1. Limbah B32.1.1. Pengertian Limbah B3Limbah B3 didefinisikan sebagai limbah atau kombinasi limbah yang karena kuantitas, konsentrasi, atau sifat fisika dan kimia atau yang memiliki karakteristik cepat menyebar, mungkin yang merupakan penyebab meningkatnya angka penyakit dan kematian, juga memiliki potensi yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan ketika tidak sesuai pada saat diperlakukan, dalam penyimpanan, transportasi, atau dalam penempatan dan pengolahan. Limbah B3 berdasarkan sumber dibagi menjadi: Sumber Tidak Spesifik Sumber Spesifik Bahan kimia kadaluarsa; Tumpahan; sisa kemasan; buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasiSedangkan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik menurut PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan enam kriteria, yaitu: Mudah meledak Mudah terbakar Bersifat reaktif Beracun Menyebabkan infeksi Bersifat korosifDampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai. Mengingat besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah berusaha untuk mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan. 2.1.2. Pengelolaan Limbah B3Berbagai jenis limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan. Untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3 diperlukan suatu sistem pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan salah satu usaha dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Tujuan pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Misi dalam Pengelolaan limbah B3 adalah untuk mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin ditimbulkannya limbah B3 dan mengolah limbah B3 dengan tepat sehingga tidak menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan ganggunya kesehatan manusia. Adapun strategi, program, prinsip, dan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan limbah B3 adalah sebagai berikut:Strategi pengelolaan limbah B3:1. Mempromosikan dan mengembangkan teknik minimisasi limbah melalui teknologi bersih, penggunaan kembali, perolehan kembali, dan daur ulang.2. Meningkatkan kesadaran masyarakat.3. Meningkatkan kerjasama antar instansi, baik di pusat, daerah maupun internasional, dalam pengelolaan limbah B3.4. Melaksanakan dan mengembangkan peraturan perundang-undangan yang ada.5. Membangun Pusat-pusat Pengelolaan Limbah B3 (PPL-B3) di wilayah yang padat industri.Program Pengelolaan Limbah B3:1. Pentaatan dan Penegakan Hukum.2. Inventarisasi dan Pemantauan Limbah B3.3. Clean Up Program lokasi tercemar. 4. Minimisasi Limbah.5. Sistem Tanggap Darurat (sistem informasi, sistem tanggap darurat, dan peraturan perundang-undangannya).6. Peningkatan Kesadaran Masyarakat.7. Mengadakan Pelatihan-pelatihan.Prinsip-prinsip Pengelolaan Limbah B3 adalah sebagai berikut:1. Pollution prevention principle (Upaya meminimasi timbulan limbah).2. Polluter pays principle (Pencemar harus membayar semua biaya yang diakibatkannya). 3. Cradle to grave principle (Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai dibuang/ditimbunnya limbah B3). 4. Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya.5. Non descriminatory principle (Semua limbah B3 harus diberlakukan sama di dalam pengolahan dan penanganannya).6. Sustainable development (Pembangunan berkelanjutan).Beberapa Peraturan Perundang-undangan Tentang Pengelolaan Limbah B3:1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997.2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.3. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.4. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan, dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.5. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.6. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.7. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.8. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.9. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.10. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah.11. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.12. Keputusan Kepala BAPEDALNomor KEP-04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan Prioritas Propinsi Daerah Tingkat I Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2.1.3. Sistem Pengelolaan Limbah B3Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahannya. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang merupakan suatu mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yang meliputi:1. Penghasil limbah B3Penghasil limbah B3 kebanyakan dari industri kimia dan pertambangan sedangkan sumber penghasil limbah B3 dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu :1) Limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik, adalah limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-lain.2) Limbah B3 dari sumber spesifik, adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.3) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluwarsa.Untuk mengolah limbah B3 diperlukan teknologi tinggi, sehingga untuk membuat instalasi pengolahan diperlukan investasi yang cukup besar dan biaya operasional yang cukup besar pula. Karena biaya pengelolaan yang besar tersebut, setiap industri selalu berusaha untuk mencari bahan subtitusi agar tidak menggunakan bahan yang bersifat seperti B3 atau menghasilkan limbah B3. Disamping itu perusahaan lebih suka menggunakan jasa pihak lain untuk mengolah limbah B3-nya, tetapi minimalisasi limbah selalu mendapatkan prioritas utama.2. Pengumpul dan penyimpan limbah B3Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah ke lingkungan, sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanan sebelum dilakukan penyimpanan, limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.3. Pengemasan Limbah B3Sebelum melakukan pengemasan penghasil/pengumpul limbah B3 harus mengetahui karakteristik dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh limbah tersebut. Untuk mengetahui karakteristik limbah dapat dilakukan dengan pengujian laboratorium. Perusahaan yang menghasilkan limbah B3 secara terus menerus secara otomatis sudah mengetahui karakteristik limbahnya, tetapi jika suatu waktu terjadi perubahan dalam kegiatannya yang diperkirakan mempengaruhi karakteristik limbahnya, maka harus melakukan pengujian kembali karakteristik limbahnya. Dalam memilih bentuk dan bahan kemasan harus disesuaikan dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan dikemas. Bahan kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau dari bahan logam (teflon, baja karbon, SS 304, SS 316 atau SS 440) disesuaikan dengan jenis limbah dan tidak boleh bereaksi dengan limbah yang disimpan. 4. Pengklasifikasian limbah B3Pengklasifikasian limbah B3 akan memberikan informasi lebih dini kepada penghasil dan pengelola limbah sehingga dapat diambil tindakan-tindakan preventif untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keracunan, kebakaran, ledakan, iritasi dll. Apabila limbah yang dihasilkan termasuk dalam kelompok limbah B3, maka harus segera dilakukan tindakan-tindakan khusus yang lebih hati-hati dan disesuaikan dengan karakteristik/sifat-sifat dari limbah yang bersangkutan. Tahap-tahap pengidentifikasian limbah sebagai limbah B3 sebagai berikut: a. identifikasi jenis limbah yang dihasilkan, b. mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, apabila termasuk dalam daftar maka limbah tersebut termasuk dalam kelompok limbah B3,c. apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3, maka pemerikasaan dilanjutkan apakah masuk dalam karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat korosif. d. apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan tidak memiliki karasteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka dilakukan uji toksikologi.

TidakTidakTidakTidakTidakTidakTidakTidakLimbah:Bahan berbahaya dan beracun yang dibuangSisa pada kemasanTumpahanSisa prosesMasuk dalam daftar 1,2, atau 3Evaluasi/analisis karakteristik limbahBeracunYaReaktifYaMudah TerbakarYaMudah MeledakYaPenyebabIritasiYaKorosiYaLimbah B3Tes ToksikologiYaBukanLimbah B3Gambar 1. Cara Pengklasifikasian Limbah B3Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :1) Limbah mudah meledakLlimbah yang pada suhu dan tekanan, standar (25C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorymetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA), 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak.2) Limbah mudah terbakarLimbah yang apabila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar, dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. Limbah ini mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut: Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala tidak lebih dari 601C (1401F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (251C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan B3 mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh titik nyala kurang dari 40C. Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar. Merupakan limbah pengoksidasi. Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria B3 pengoksidasi dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.3) Limbah yang bersifat reaktifLimbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. Limbah ini mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut: Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghsilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25C, 760 mmHg). Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau 1limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.4) Limbah beracunLimbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Apabila 1limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II PP tersebut, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar labih kecil dari nilai ambang batas pada Lampiran tersebut maka dilakukan uji toksikologi.Tabel 1. Tingkatan Racun LimbahUrutanKelompokLD50 (mg/kg)

1

2

3

4

5

6Amat sangat beracun (extremely toxic)

Sangat beracun (highly toxic)

Beracun (moderately toxic)

Agak beracun (slightly toxic)

Praktis tidak beracun (practically non-toxic)

Relatif tidak berbahaya (relatively harmless)< 1

1 - 50

5 - 500

501 - 5.000

5001 - 15.000

> 15.000

Sumber: BPPT (1999)5) Limbah yang menyebabkan infeksiBagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengundang kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.6) Limbah bersifat korosifLimbah yang menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja. Limbah ini mempunyai salah satu sifat sebagai berikut: Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55C. Mempunyai pH sama atau kurang dari untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.7) Penentuan sifat akut limbahDilakukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosisrespons antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai besar LD-50, yang dimaksud dengan LD-50 (Lethal Dose Fifty) adalah dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis data secara grafis dan atau stastistik terhadap hasil uji hayati tersebut. Metodologi dan cara penentuan nilai LD-50 ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. Apabila nilai LD-50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada Lampiran III PP 85 Tahun 1999, dilakukan evaluasi sifat kronis limbah (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik, dan lain-lain).a. Limbah yang bersifat iritasi (irritant) adalah limbah baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.b. Limbah yang berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) adalah 1limbah yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.c. Limbah yang bersifat Karsinogenik (carcinogenic) adalah limbah penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh. d. Limbah yang bersifat teratogenik (teratogenic) adalah limbah yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.e. Limbah yang bersifat mutagenik (mutagenic) adalah Limbah yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.Sifat kronis limbah ditentukan dengan cara mencocokkan zat pencemar yang ada dalam limbah dengan Lampiran III PP 85 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu dan atau lebih zat pencemar yang terdapat dalam Lampiran III tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3 setelah mempertimbangkan faktor-faktor dibawah ini : Sifat racun alami yang dipaparkan oleh zat pencemar; Konsentrasi dari zat pencemar; Potensi bermigrasinya zat pencemar dari limbah ke lingkungan bila mana tidak dikelola dengan baik; Sifat persisten zat pencemar atau produk degradasi racun pada zat pencemar; Potensi dari zat pencemar atau turunan/degradasi produk senyawa 1toksik untuk berubah menjadi tidak berbahaya; Tingkat dimana zat pencemar atau produk degradasi zat pencemar 1terbio-akumulasi di ekosistem; Jenis limbah yang tidak dikelola sesuai ketentuan yang ada yang berpotensi mencemari lingkungan; Jumlah limbah yang dihasilkan pada satu tempat atau secara regional atau secara nasional berjumlah besar; Dampak kesehatan dan pencemaran/kerusakan lingkungan 1akibat pembuangan limbah yang mengandung zat pencemar pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratan; Kebijaksanaan yang diambil oleh instansi Pemerintah lainnya atau program Peraturan perundang-undangan lainnya berdasarkan dampak pada kesehatan dan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah atau zat pencemarnya; Faktor-faktor lain yang dapat dipertanggung jawabkan merupakan limbah B3.Apabila setelah dilakukan uji penentuan toksisitas baik akut maupun kronis dan tidak memenuhi ketentuan di atas, maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai limbah non B3, dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.5. Pengangkutan Limbah B3 Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan lokasi limbah dari lokasi kegiatan penghasil ke lokasi penyimpanan atau pengumpul atau pengolahan atau pemanfaat limbah B3 di luar lokasi penghasil serta pemindahan ke lokasi penimbunan hasil pengolahan. Setiap ada pemindah tanganan ataupun pemindahan lokasi limbah antar pihak atau lokasi harus disertai dengan dokumen limbah B3 yang diberikan pada waktu penyerahan limbah. Dokumen limbah B3 terdiri dari 3 bagian, yaitu: a. Bagian I: yang harus diisi oleh penghasil/pengumpul b. Bagian II: yang harus diisi oleh pengangkut c. Bagian III: yang harus diisi oleh pengumpul/pemanfaat/pengolah. Dokumen limbah B3 tersebut merupakan legalitas dari kegiatan pengelolaan limbah B3, dengan demikian dokumen resmi ini merupakan sarana/alat pengawasan yang ditetapkan pemerintah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3. Dokumen limbah B3 merupakan dokumen yang senantiasa dibawa dari tempat asal pengangkutan limbah B3 ke tempat tujuan. Dokumen diberikan pada waktu penyerahan limbah B3. Dokumen limbah B3 tersebut meliputi juga dokumen muatan.6. Pengolahan Limbah B3 Pengolahan Limbah (B3) adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau jika memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Karena sifat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh limbah B3 sangat tinggi, maka sebelum dibangunnya suatu pusat pengolahan limbah B3, pengolah wajib membuat analisis dampak lingkungan untuk menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara terintegrasi dengan kegiatan lainnya.7. PenimbunanPenimbunan/landfil hasil pengolahan limbah B3 merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah B3. Lokasi landfil merupakan lokasi khusus yang diperuntukkan sebagai tempat penimbunan limbah B3 dengan disain yang dilengkapi dengan sistem pengumpulan timbulan lindi dan unit pengolahannya. Limbah B3 yang dapat ditimbun adalah limbah yang telah diolah atau limbah yang tidak memerlukan pengolahan lagi tetapi sudah memenuhi kriteria (lulus uji TCLP, uji kuat tekan/compressive strength, mempunyai nilai tekan minimum 10 ton/m, dan lolos uji paint filter test). Tujuan dari penimbunan limbah B3 di tempat penimbunan (landfill) adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang.Penimbunan Limbah B3 harus dilakukan secara tepat, baik tempat, tata cara maupun persyaratannya. Meskipun limbah B3 yang akan ditimbun sudah diolah (secara fisika, kimia, biologi) sebelumnya, tetapi limbah tersebut masih berpotensi mencemari lingkungan dari timbulan lindinya. Untuk mencegah pencemaran akibat timbulan lindi, maka limbah B3 harus ditimbun pada lokasi yang memenuhi persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Selain itu lokasi bekas (pasca) pengolahan dan penimbunan limbah B3-pun harus ditangani dengan baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Secara sistematis teknik penimbunan limbah B3 dapat dilihat seperti Gambar 2. Di lokasi landfill limbah yang sudah ditimbun dihindarkan terjadi kontak dengan air tanah yang ada.

Gambar 2. Pola Aliran Air di Sekitat Landfill

TransportasiTransportasiProduk Yang Bernilai EkonomisPENGHASIL LIMBAH B3(Industri, tambang, dll)TransportasiPemanfaat/Pengguna Limbah B3PengumpulSisa Limbah B3LANDFILLPENGOLAH LIMBAH B3Limbah Dapat Langsung DilandfillInseneratorPengolahan Secara Fisika/Kimia/BiologiLimbah Padat SludgeLimbah Padat SludgeDiagram alir sistem pengelolaan limbah B3 secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah B3Dengan pengelolaan limbah sebagai mana tersebut diatas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan Berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir.

2.2. Deskripsi PT. Kertas Leces PT. Kertas Leces merupakan pabrik kertas tertua ke dua setelah pabrik kertas Padalarang yang dibangun pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1939 dan mulai beroperasi tahun 1940 dengan kapasitas 10 ton/hari yang memproduksi kertas tulis cetak dengan bahan baku jerami yang menggunakan proses soda. Setelah pengambil alihan manajemen oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1958, PT. Kertas Leces mengadakan Pengembangan Pabrik Pulp dan Kertas terpadu melalui empat tahap pembangunan, mulai tahun 1960 sampai dengan 1986. Saat ini kapasitas terpasangnya adalah 640 ton/hari yang memproduksi berbagai jenis kertas, antara lain: Kertas Tulis Cetak (HVS, HVO, Photo Copy, dan lain-lain), Kertas Tissue (facial tissue, toilet tissue, napkin tissue), Kertas Koran dan Kertas Industri.Letak PT. Kertas Leces di Desa Sumber Kedawung Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dengan perincian lokasi pabrik sebagai berikut : Berjarak 112 km sebelah timur Surabaya. Berjarak 114 km dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang merupakan pelabuhan ekspor dan impor. Berjarak 12 km dari Kota Probolinggo dan 14 km dari pelabuhan laut Probolinggo. Terletak pada jalur lalu lintas Surabaya Banyuwangi.Alasan- alasan yang menjadi dasar pemilihan lokasi PT. Kertas Leces Probolinggo adalah sebagai berikut:a. Dekat dengan sumber airAir merupakan salah satu kebutuhan utama pabrik kertas. Kebutuhan air PT. Kertas Leces berasal dari sumber air Rongggojalu, dengan kapasitas 10.000 m3/jam, yang berjarak lebih kurang 1,7 km dari pabrik. Di samping itu, air berasal dari sumber air Kramat dengan kapasitas 850 m3/jam, berjarak 300 km dari pabrik. Kondisi air dari kedua sumber tersebut sangat bersih sehinga dapat langsung dipakai sebagai air untuk proses. Tetapi untuk boiler, dilakukan treatment terlebih dahulu sehingga memenuhi standar desain.b. Dekat dengan sumber bahan bakuBagasse yang merupakan bahan baku mudah diperoleh dari pabrik gula yang banyak terdapat di wilayah Jawa Timur, seperti Semboro dan Jatiroto, yang lokasinya relatif dekat dengan PT. Kertas Leces. Sedangkan bahan baku afval atau kertas bekas selain diimpor dari luar negeri, dapat diperoleh dari rumah tangga, bisnis eceran, perkantoran dan percetakan/konverting.c. Dekat dengan sarana transportasiLetak pabrik yang strategis pada jalur lalu lintas Surabaya Banyuwangi, dekat dengan stasiun kereta api Leces, serta dekat dengan pelabuhan laut Probolinggo, sehingga memudahkan sistem transportasi untuk produksinya.d. Tersedianya tenaga kerjaBanyak tenaga kerja yang tersedia baik yang terdidik maupun yang belum terdidik, karena di samping jumlah penduduk yang besar, di Jawa Timur banyak lembaga pendidikan yang siap menghasilkan tenaga kerja yang terdidik.e. Iklim yang menguntungkanIklim di sekitar pabrik adalah panas dengan curah hujan tinggi (kurang lebih 1.500 mm/tahun atau 60 mm/jam). Suhu sekitar 30oC dengan amplitudo 2oC. Hal ini termasuk menguntungkan terutama untuk penyimpanan bagasse sehingga tidak merusak bahan baku.f. Pengaruh sosialDengan adanya pabrik, maka dapat memberikan lapangan kerja bagi masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat sekitar pada khususnya, sehingga dapat menaikkan tingkat kehidupan serta menekan laju urbanisasi.PT. Kertas Leces merupakan salah satu pabrik kertas di Indonesia yang menggunakan bahan baku kertas bekas dan bagasse (ampas tebu) yang merupakan modal PT. Kertas Leces menuju Ecolabeling. Dalam kaitannya dengan kepedulian lingkungan, proses produksi PT. Kertas Leces menggunakan proses soda yang tidak berbau untuk proses pembuatan pulp, dan adanya penyempurnaan dengan penambahan Oksigen Delignifikasi, serta didukung dengan Chemical Recovery Plant dan Mesin Kertas yang menggunakan Alkali Sizing. Selain itu juga didukung penerapan teknologi tinggi dengan komputerisasi pada mesin kertas berkecepatan tinggi guna menjamin stabilitas kualitas produksi.

Gambar 4. Afval Karton

Gambar 5. Afval HVS

Gambar 6. BagasseOperasi pada pembuatan kertas pada prinsipnya memiliki 3 tahap, yaitu :1. Penyiapan SeratTahap ini merupakan penyiapan bahan baku yang akan digunakan. Persiapan yang perlu dilakukan meliputi :a) Pulp kayub) Pulp bagassec) Pulp ONPd) Broke pulp2. Pengisian, Pembebanan dan Pendarihan3. Pembentukan Lembaran Kertas4. Proses Finishing Secara umum pembuatan kertas dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses Pembuatan Kertas

2.3. Limbah PT. Kertas LecesPT. Kertas Leces merupakan salah satu industri produk kertas, berdasar Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 yang berisi Pengelolaan Limbah B3, maka pada industri produk kertas (D246) terdapat limbah B3 dari sumber spesifik. Sumber pencemaran berasal dari seluruh proses manufaktur dan formalisasi produk kertas, kegiatan pencetakan dan pewarnaan atau lebih jelasnya berasal dari adesif/perekat sisa dan kadaluarsa, residu pencetakan (tinta pewarna), pelarut bekas, sludge dari IPAL. Sumber pencemaran utamanya yaitu pelarut organik, logam berat dari pewarna dan tinta.PT. Kertas Leces mempergunakan bahan baku serat berupa bagasse yaitu berupa ampas dari penggilingan pabrik gula dan serat yang berasal dari kulit pohon. Sedangkan bahan penolongnya adalah berupa bahan-bahan kimia seperti soda dan chlor. Pemakaian kedua bahan tersebut sangat mempengaruhi lingkungan, terutama beban pencemaran oleh serat dan bahan-bahan kimia. Kebutuhan air yang begitu besar sekitar 100 - 180 m3/ton kertas yang dihasilkan juga akan mempengaruhi lingkungan, apalagi dengan jumlah air yang terserap oleh proses hanya sekitar 5% dari keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah limbah cair yang dihasilkan besar, sehingga diperlukan suatu pengelolaan limbah yang baik. PT. Kertas Leces (Persero) mempunyai 5 unit Mesin Kertas, dimana setiap mesin kertas dibedakan berdasarkan jenis kertas yang dihasilkan. Pada unit Mesin Kertas II banyak sekali ditemukan aspek ataupun dampak lingkungan yang penting daripada keempat unit yang lain, seperti kebocoran serat bagasse pulp dan bubur stock, limbah cair white water dan kondensat.

2.4. Pengelolaan Limbah PT. Kertas LecesSebagai suatu perusahaan yang memperhatikan dampak kegiatannya terhadap lingkungan sekitar, PT. Kertas Leces memiliki sistem manajemen lingkungan menurut standar ISO 14001. Kebijakan lingkungan (environment policy) PT. Kertas Leces adalah sebagai berikut : Dalam aktifitas operasional perusahaan, secara terus menerus akan berusaha mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul terhadap kelestarian lingkungan dan berusahan untuk menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan dengan melaksanakan pencegahan pencemaran lingkungan, melalui perbaikan dan penyempurnaan secara berkelanjutan di segala bidang. Berusaha untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional dan berusaha memenuhi standar lingkungan internasional. Secara terus menerus melaksanakan, menjaga dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungan dan mengkaji ulang tujuan dan sasaran lingkungan yang telah ditetapkan. Memantau, mendokumentasikan dan melaporkan kondisi lingkungan secara terus menerus dan mengkomunikasikan kepada seluruh karyawan. Kebijakan lingkungan ini merupakan komitmen manajemen dan seluruh karyawan serta terbuka untuk umum.Pengolahan limbah di PT. Kertas Leces mengalami perkembangan sesuai pabriknya, yaitu:1. Tahun 1940 1974, air limbah langsung dibuang ke sungai.2. Tahun 1974 1984, air limbah ditampung dulu pada bak-bak pengendapan, baru dibuang ke sungai.3. Tahun 1984 1986, mulai meningkat dengan dibangunnya mechanical screening dengan hidrasieve, juga didirikan chemical recovery untuk air buangan dengan proses pulping.4. Tahun 1986 lebih meningkat lagi dengan adanya pengolahan air limbah dengan biological treatment pada effluent treatment plant (ETP).

Gambar 8. Effluent Treatment Plant (ETP)Pengolahan air limbah ini bertujuan untuk menghilangkan zat- zat pencemar organik, baik yang tersuspensi, koloid, maupun yang terlarut, sebelum dibuang ke badan air. Berdasarkan kandungan limbah yang berada di dalamnya, pengolahan limbah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:1. Pengolahan limbah yang mengandung bahan yang masih dapat didaur ulang, dilakukan di unit Chemical Recovery Plant (CRP).2. Pengolahan limbah yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat didaur ulang. Pengolahan limbah jenis ini dilakukan di unit effluent treatment plant (ETP). Penanganan limbah di unit effluent treatment plant terdiri dari lima tahap:a. Penyaringan/screeningDimaksudkan untuk memisahkan limbah dari kotoran-kotoran besar dan dapat mengganggu pengolahan limbah berikutnya.b. Pengendapan pertamaTahap ini dirancang untuk menghasilkan lumpur dengan kepadatan tinggi. Pengendapan dilakukan dalam clarifier berdiameter 46 m dengan retention time 4,6 jam. Endapan lumpur dipompa dan ditampung pada unit pengentalan lumpur untuk dipadatkan kemudian dibuang. Sedangkan cairannya secara overflow dikirim ke unit aerator. Pada pengendapan tahap pertama ini diinginkan BOD turun sekitar 15 ppm.c. Pengolahan organik Pengolahan organik dilakukan dalam tangki aerasi. Kapasitasnya 2.850 m3/jam dengan kandungan zat padat sebesar 460 kg/jam dan BOD5 sebesar 322 mg/liter. Kebutuhan oksigen teoritis sebesar 2.150 kg/jam dengan waktu resistensi 1 jam. Pada tahap ini juga ditambahkan unsur nitrogen dan phospor dalam bentuk diamonium phospat (DAP) serta urea. Selain itu juga ditambahkan flokulan yang berupa polielektrolit di bagian pengolahan. Selanjutnya suspensi yang terjadi ke unit pengendapan kedua.d. Pengendapan kedua Seperti halnya pengendapan pertama, pengendapan kedua dilakukan di clarifier, berdiameter 43 m. Waktu tinggal 6,4 jam dengan kecepatan rising 0,66 m3/jam. Lumpur hasil pengendapan dikirim ke unit pengolahan lumpur sebelum dibuang, sedangkan cairannya dapat langsung dibuang ke sungai.e. Pengolahan lumpur Dalam proses ini, lumpur dikurangi kandungan airnya secara mekanik menggunakan press wire. Lumpur berasal dari: turbin circulation, pengolahan biologis dan dari pencucian ampas tebu.Semua limbah Pabrik diolah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kemudian dapat langsung dipergunakan petani untuk pengairan sawah sekaligus dapat meningkatkan hasil pertanian. Hal ini sebagai wujud tanggungjawab PT Kertas Leces pada pelestarian lingkungan.

BAB IIIKESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Limba B3 adalah sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.2. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.3. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahannya.4. PT. Kertas Leces menghasilkan Limbah B3 berupa bahan-bahan kimia dan limbah cair. Kebutuhan air yang begitu besar dengan jumlah air yang terserap oleh proses hanya sekitar 5% dari keseluruhan, menunjukkan bahwa jumlah limbah cair yang dihasilkan besar.5. PT. Kertas Leces mengolah limbahnya pada unit Chemical Recovery Plant (CRP) dan unit effluent treatment plant (ETP). Pengolahan limbah yang mengandung bahan yang masih dapat didaur ulang di unit Chemical Recovery Plant (CRP), kemudian dipergunakan kembali menjadi bahan baku. Sedangkan pengolahan limbah yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat didaur ulang di unit effluent treatment plant (ETP), kemudian dapat langsung dipergunakan petani untuk pengairan sawah sekaligus dapat meningkatkan hasil pertanian.

DAFTAR PUSTAKAAgustina, Fitri. 2003. Perancangan Dan Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Lingkungan Di Unit Mesin Kertas II, Pt Kertas Leces (Persero). Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 1999. Sistem Pengelolaan Limbah B3 Di Indonesia. Publikasi Bidang Lingkungan. Jakarta.

Nuryakin. 2007. Studi Evaluasi Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Melalui Pendekatan Eko-Efisiensi (Studi Kasus Pada Unit Deinking Plant, PT. Kertas Leces Probolinggo). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 27 Pebruari 1999. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 7 Oktober 1999. Jakarta.

PT. Kertas Leces (Persero) Integrated Pulp and Papper Mill, http://www.kertasleces.co.id

Ratman, Cesar Ray Dan Syafrudin. 2012. Penerapan Pengelolaan Limbah B3 Di PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Jurnal Presipitasi 7(2): 62-70.